1. BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Di era modern ini begitu banyak gadget dan alat elektronik canggih lainnya
bertebaran, dengan banyak fungsi tambahan selain menelpon atau mengirim pesan. Fungsi tersebut tampil dalam bentuk aplikasi atau fitur lainnya, yang memungkinkan pengguna untuk melakukan ragam kegiatan di luar komunikasi seperti melihat peta lewat satelit GPS, mencantumkan jadwal kegiatan harian di kalender atau reminder, memantau kinerja tubuh dengan aplikasi fitness atau kesehatan, mendengarkan musik favorit lewat aplikasi radio atau pemutar musik, serta bermain permainan digital atau video game. Di antara semua itu, mendengarkan musik dan bermain video game menjadi pilihan favorit masyarakat sebagai hiburan pelepas stres, terutama remaja. Media utama yang mereka gunakan antara lain radio, smartphone, dan ipod untuk mendengarkan musik, serta komputer, laptop, konsol game, dan smartphone atau android untuk bermain game. Radio adalah alat untuk mengirim sinyal melalui gelombang elektromagnetik di udara, yang sampai ke telinga pendengar melalui getaran suara. Sementara video game adalah suatu aktivitas interaktif menggunakan layar elektronik. Kedua media ini menjadi pusat hiburan bagi masyarakat, baik dari anak-anak sampai dewasa, untuk mendengarkan musik dan bermain. Semakin berjalannya waktu, kedua media hiburan ini saling bersinggungan. Mendengarkan musik tidak lagi cukup sekedar menyalakan radio saja, tetapi sambil melakukan kegiatan hiburan lainnya. Bermain game tidak lagi memuaskan hanya dengan menekan tombol, melainkan bermain sambil mendengar musik yang asyik. Daya kreativitas manusia mendorong mereka untuk menutupi tuntutan akan hiburan tersebut dengan berbagai cara, antara lain melakukan kegiatan hiburan lain (olah raga, membaca, dll) sambil mendengarkan musik (boombox, walkman, dll). Begitu pula bermain game, bila musik dari video game yang dimainkan kurang menarik, pemain mematikan suaranya dan memutar musik lewat alat lain. Karenanya di era yang semakin modern dan canggih ini, salah satu upaya para pembuat musik dan game untuk tetap memuaskan permintaan masyarakat yang terus meningkat adalah menggabungkan musik dan game. Bentuk penggabungan musik dan game paling awal adalah musik pengiring 8-bit di perangkat video game Nintendo, yaitu irama melodi sederhana sebagai musik 1
2 latar selama permainan. Seiring munculnya perangkat game yang lebih canggih seperti Playstation, XBOX, dan Nintendo Game Cube, para game developer semakin dituntut untuk memuat musik berkualitas dan setara dengan kapasitas platform game yang mereka gunakan. Dari situlah industri musik game tumbuh pesat- para komposer, penyanyi maupun band dipekerjakan para game developer untuk memberikan sentuhan musik kualitas tinggi dalam game mereka. Musik menjadi bagian penting dari industri game dan begitu pula sebaliknya: game menjadi sarana penting bagi industri musik untuk menambah jumlah pendengarnya. Salah satu buktinya ada pada sebuah artikel di kotaku.com, bahwa dari survei yang dilakukan perusahaan konsultasi radio Jacobs Media, sepertiga dari orang yang bermain video game membeli musik soundtrack dari game yang mereka mainkan. Disebutkan para perusahaan label musik besar setuju dengan pendapat bahwa musik dalam video game menjadi ‘titik perubahan’ bagi musik rock. Hal ini terbukti oleh band-band musik ternama Metallica, Aerosmith, dan Coldplay, yang memasukkan lagu-lagu mereka sebagai bentuk promosi dalam game Guitar Hero On Tour. Hal ini mendorong RadioIO, radio yang hanya memainkan musik-musik dan lagu dari game ritme, untuk menciptakan program khusus Guitar Heroes. Landasan awal ide ini berasal dari seorang pendengar RadioIO, untuk mendengarkan lebih banyak musik guna meningkatkan kemampuan bermain Guitar Hero mereka (Alexander, 2008). Sementara di Indonesia sendiri, tanggapan para pecinta musik maupun pemain game terhadap musik game sangatlah positif. Hal ini terlihat jelas di internet, dengan banyaknya situs-situs yang memuat daftar lagu-lagu game terbaik, dari para pengguna website, terutama blog. Seperti di situs terkenal Indonesia seperti Kaskus (Kaskus, 2014) dan Games In Asia (Fahmi, 2015). Di situs-situs tersebut diskusi tentang musik game pun sangat banyak, terutama di mana belakangan ini semakin banyak yang menceritakan pengalaman mereka mendengarkan musik game dengan smart gadget mereka (ipod, iphone, dll). Dari sana juga sering tercantum keluhan, bahwa walau kebanyakan musik game bisa dibeli secara online, tidak sedikit yang harus diimpor langsung dari negara asalnya, terutama untuk musik non-Inggris (Jepang, Korea, dll). Respon tersebut tidak terbatas pada para pendengar musik saja, tapi juga pencipta musik. Dalam sebuah artikel, satu band Indonesia bernama SilentDrina mengaku bahwa mereka memilih aliran musik keras karena menyukai game horor, sekaligus sebagai inspirasi nama band (rin, 2015). Pada artikel lainnya, seorang
3 komposer musik game Jepang Manami Matsumae, pernah memuji game buatan Indonesia TouchTen juga Target Aquired, dan mengharapkannya terus berkembang, termasuk di bagian musik game-nya (Deliusno, 2014). Respon-respon ini beserta perkembangan industri game Indonesia yang perlahan tapi pasti, dipastikan akan mengundang reaksi positif terhadap program musik game Playtunes, sebagai program publikasi musik game di radio yang merupakan salah satu media massa dengan jangkauan terluas. Reaksi bagi musik game tersebut tidak berlebihan, karena video game itu sendiri memiliki pengaruh kuat bagi para pemainnya. Salah satu dari pengaruh kuat tersebut adalah fenomena “game transfer” sebagaimana disebutkan dalam artikel TechTimes, tentang sebuah studi kasus oleh para peneliti International Gaming Research Unit dari Nottingham Trent University, di mana pemain atau gamer merasakan sensasi suara dari video game yang mereka mainkan sebelumnya. Dalam studi kasus ini peneliti mengumpulkan data dari 1200 pemain di forum online, yang menyatakan bahwa mereka mendengar musik atau efek suara dari video game saat mereka tidak sedang bermain. Para subjek mengaku mendengar suara tebasan pedang, tembakan pistol, musik, serta suara-suara lain dari game yang mereka mainkan sebelumnya saat hendak tidur (Burks, 2014). Ilusi audio ini disebabkan oleh banyaknya frekuensi mendengar musik/efek suara tersebut, terutama bagi mereka yang main berjam-jam. Kejadian ini mirip dengan ilusi getaran ponsel di saku/tas, walau sebenarnya tidak bergetar. Dalam artikel itu juga disebutkan, bahwa sebuah studi lain di tahun 2012 menunjukkan bahwa 90% dari mahasiswa yang mengikuti survei, pernah merasakan ponsel mereka bergetar walau sebenarnya tidak. Dr. Larry Rosen seorang peneliti psikologi berujar, bahwa cara otak kita untuk terpicu berbeda dari beberapa tahun lalu. Diduga pola hidup masyarakat modern dan teknologi penyebabnya. Walau ini berarti memainkan video game bisa menimbulkan gejala ilusi audio tersebut, di lain pihak video game terbukti sebagai media yang kuat dan memiliki pengaruh yang bisa melebihi media lain. Video game bisa menjadi media efektif bagi pemusik untuk mempromosikan lagu-lagu dan komposisi musik mereka. Sayangnya peluang kerja di bidang industri musik game masih belum bisa menyamai bidang industri musik lainnya, seperti terlihat pada sebuah hasil survei dari GameSoundCon. Menurut hasil survei, sekitar 60% pekerjaan untuk pembuatan musik dan lagu game berupa kerja lepas atau freelance. Selain itu, 95% dari
4 pengerjaan musik game berbasis ‘work for hire’ atau pengerjaan proyek. Artinya komposer/penyanyi/band hanya bekerja untuk membuat musik game berdasarkan proyek yang ada, dan bukan menjadi pegawai tetap. Lebih dari itu, mereka juga diharapkan membuat sound effect sebagai bunyi efek suara tambahan selain musik/lagu yang mereka garap, terlebih bagi komposer. Lalu, 54% dari soundtrack sebuah game berdasarkan hasil komposisi musik virtual dan bukan rekaman alat musik atau nyanyian, bahkan untuk game skala besar sekalipun. Akibatnya walau kesempatan bagi komposer musik terbuka lebar, peluang bagi penyanyi/band dalam industri ini menjadi terbatas (Schmidt, 2014). Kesimpulannya musik game memang telah menjadi genre musik tersendiri yang memiliki banyak penggemar, namun jangkauannya masih terbatas pada para pemain game tersebut atau segelintir pecinta musik. Walau saat ini banyak stasiun radio serupa MusicIO yang memainkan musik-musik game seperti RPGN Radio, Final Fantasy Radio, Gensokyo Radio, dll, semua itu masih berupa situs pemutaran musik berbasis online streaming, dan segmennya terbatas pada pengguna internet. Terlebih musik game jarang menjadi sorotan di acara-acara penghargaan musik, termasuk Indonesia. Hal inilah yang memotivasi ide pembuatan program musik radio “Playtunes”, untuk memutarkan musik dan lagu terbaik video game sebagai salah satu genre sendiri, di stasiun radio lokal dan bukan internet. Tujuan utamanya selain memperluas genre musik masyarakat, juga membantu membuka peluang bagi pemusik, terutama musisi Indonesia. Program radio sebagai program yang mengandalkan media non-visual dan hanya menggunakan suara, harus dirancang dengan baik agar mampu memberikan dampak maksimal bagi penggemarnya. Menurut buku “Creating Powerful Radio – Getting, Keeping, & Growing Audiences” (Geller, 2007), radio yang kuat adalah radio yang langsung dikenali oleh pendengarnya begitu terdengar. Karena radio adalah media yang sangat personal, isi dari radio tersebut haruslah sesuai dengan kebutuhan target individu, penting, membuat mereka peduli, jujur, dan mempunyai air personality yang menarik. Sebagaimana program televisi, program radio yang baik memerlukan produser yang baik. Pengertian produser itu sendiri, menurut buku “Berkarir di Bidang Broadcasting” adalah seseorang yang ditunjuk oleh Produser Pelaksana (Executive Producer) untuk melaksanakan kehendaknya (Suprapto, 2006).
5 Produser itu sendiri memiliki tanggung jawab seperti disebutkan dalam buku “Job Description Pekerja Film (versi 01)” berikut (Ariatama & dkk., 2008): 1. Mencari dan mendapatkan ide cerita untuk produksi. 2. Membuat proposal produksi berdasarkan ide atau skenario film. 3. Menyusun rancangan produksi. 4. Menyusun rencana pemasaran. 5. Mengupayakan anggaran-dana untuk produksi. 6. Mengawasi pelaksanaan produksi melalui laporan yang diterima dari semua departemen. 7. Bertanggung jawab atas kontrak kerja secara hukum dengan berbagai pihak dalam produksi yang dikelola. 8. Bertanggung jawab atas seluruh produksi. Sesuai kutipan di atas, peran produser dalam sebuah program radio sangat penting, sama pentingnya seperti produser program televisi. Produser harus memiliki kepintaran, mampu mengatasi tekanan, memiliki ide, dan lain-lain. Tapi yang lebih penting dari itu, pekerjaan produser bukanlah ‘berakting’ seperti host maupun narasumber. Tugas produser adalah ‘mengarahkan’ suatu produksi program dari awal sampai akhir. Produser program radio yang baik seringkali berasal dari pendengar radio, yang mengetahui dan menikmati siaran tersebut. Selain itu kerja sama antara produser dan host radio sangatlah penting, karena pikiran mereka haruslah sejalan agar acara berjalan sukses. Namun pada akhirnya seorang produser yang baik bukan ‘dilahirkan’ dan ditemukan semata, melainkan ‘ditumbuhkan’. Hanya orang yang sudah memiliki banyak pengalaman dan kiat kerja yang kuat, yang pantas disebut produser baik. Karenanya produser program musik “Playtunes” harus mengarahkan program dengan baik: mulai dari mengembangkan ide, menciptakan konsep, menyusun konten, mencari announcer/host, juga menulis naskah dan rundown acara. Untuk produksi program musik radio ini, tugas produser mencakup hampir semua hal dari ide, produksi rekaman suara, penulisan naskah, sampai pencarian list lagu beserta info lengkap tentang komposer/penyanyi/band masing-masing lagu. Peran announcer/host dilakukan oleh teman dekat produser yang siap membantu untuk segala dialog antar lagu. Untuk rekaman suara dilakukan di rumah produser dan host, menggunakan aplikasi iphone: Voice Record. Jumlah rekaman dialog tidak terlalu banyak, dan
6 hanya mencakup 5-10 menit. List musik yang akan digunakan diatur sesuai segmen, lalu digabungkan bersama rekaman dialog host menggunakan program komputer Audacity. Pembagian tugas disesuaikan dengan ketentuan tugas karya akhir, di mana karya program radio dilakukan oleh 1 orang mahasiswa, dengan bantuan beberapa pihak luar yang tidak mendapatkan nilai.
1.2.
Identifikasi Tugas Karya Akhir a) Nama Program: Playtunes (Playing [game] tunes) Nama Segmen: 1. Song-10-Tunes (Top 10 lagu vokal game versi Playtunes) 2. Back-5-Tunes (Top 5 musik instrumental game versi Playtunes) Nama program serta segmen bertemakan game tetapi tetap umum, agar
mudah dimengerti pendengar yang bukan gamer sekalipun. Jumlah 10 untuk lagu demi menekankan kualitas lagu dan vokal dari game yang tidak kalah dengan lagulagu hits lainnya, juga sebagai bentuk promosi para penyanyi dan band-nya. Jumlah 5 untuk musik instrumental, bertujuan agar pendengar yang bukan pecinta musik tidak akan cepat bosan karena tidak adanya vokal. b) Genre Program: Music Genre program music dipilih karena hampir keseluruhan isi program radio ini adalah lagu dan musik, sekaligus untuk menyederhanakan format program. c) Demografis
: Pria 70%, Wanita 30%
Mayoritas orang yang bermain game adalah pria, walau di tahun-tahun terakhir jumlah pemain wanita bertambah. Selain itu wanita cenderung lebih tertarik pada lagu dengan vokal, terutama dari boyband favorit mereka, dan cenderung kurang tertarik pada musik instrumental. d) Umur : 13–30 tahun Jangkauan umur dimulai dari 13 tahun karena itu adalah periode anak pertama kali memasuki masa remaja, dan mulai secara kritis memperhatikan hal di sekitarnya. Mereka beranjak dari ‘hanya’ bermain game dan mulai memperhatikan keseluruhan aspek game, termasuk lagu dan musik yang dipakai di dalamnya. Jangkauan umur mencapai 30 tahun, karena umumnya sampai umur inilah para orang dewasa masih bisa meluangkan waktu dari pekerjaan untuk bermain game. Sementara umur di atas 30 tahun umumnya sibuk merawat anak usia 7-10 tahun, yang perlu pendidikan dan banyak hal lainnya.
7 e) SES
: A-B
Status Sosial Ekonomi atau SES yang dipilih adalah A-B, karena pada tingkatan ekonomi yang lebih rendah, tiap rumah tangga belum tentu memiliki radio. Selain itu konten yang disajikan dalam segmen-segmen lebih merujuk pada status ekonomi A-B, karena di tahap status ekonomi lebih rendah, sulit untuk peduli pada genre musik lain ataupun berpikir untuk mengembangkan peluang kerja. f) Geografis
: Jabodetabek
Daerah yang dipilih adalah kawasan Jabodetabek, karena menjadi pusat stasiun radio musik hits, dan menjadi area efektif untuk memperdengarkan genre musik yang belum umum. g) Stasiun
: Heartline FM Karawaci
Heartline FM Karawaci adalah radio berbasis keluarga yang meliputi wilayah Jakarta, Depok, Bekasi, Bogor, Tangerang, dan Serang yang mencakup 3 juta orang. Lalu dengan musik pop barat mencakup 80% playlist yang dimainkan dan mayoritas pendengar (98%) ada di status ekonomi sosial A-B, stasiun radio ini menjadi pilihan efektif untuk program “Playtunes”. Detil lebih lengkap tentang stasiun radio ini bisa dilihat pada sub-bab 1.2.1. h) Jadwal/Durasi : Minggu, 12.00 – 13.00 WIB (60 menit) Hari minggu adalah hari libur utama, di mana setiap orang memiliki waktu luang untuk kegiatan pelepas stres. Jam 12 adalah waktu umum orang-orang untuk menengahi hari, dengan makan atau istirahat siang. Program musik radio adalah pengiring tepat untuk dinikmati selama jam makan atau istirahat siang. Durasi 60 menit (termasuk iklan) didasari oleh format musik program, di mana setiap lagu memakan waktu 2-4 menit, sehingga perlu waktu di atas 30 menit untuk memaksimalkannya. i) Format Acara : Taping Konten lagu, musik, serta dialog sudah direkam terlebih dahulu sebelumnya, dan cukup diputar saat proses penayangan karena absennya konten berbasis interaktif dengan pendengar. Format ini dipilih untuk efisiensi produksi, sekaligus memaksimalkan waktu siaran selama 60 menit untuk efek optimal lagu dan musik.
8
1.2.1 Data Stasiun Radio Heartline FM Karawaci Berikut data stasiun radio Heartline FM karawaci selaku stasiun yang akan digunakan program musik game Playtunes (webmaster, 2015): 1. Badan Penyelenggara
: PT. Radio Jati Yaski Mandiri
2. Nama Stasiun
: Radio Heartline FM
3. Call Sign
: PM 3 FSD
4. Frekuensi
: 100,6 Mhz
5. No. Anggota PRSSNI
: 061 – I / 1978
6. Direktur Utama
: Ir Samuel H. Tirtamihardja MSc
7. Pen.Jab
: Jose Marwan
8. Station Manager
: Jose Marwan
9. Marketing Manager
: Andy Yudha
10. Call Slogan
: The Family Station
a) Daya Pancar
: 5 KW
b) Jam Siaran
: 05.45 – 01.00 WIB
c) Format Musik
: Easy Listening
d) Usia pendengar
: 20 – 45 tahun
e) Radius pancar
: 70 – 75 Km2
f) Positioning
: Keluarga
11.Alamat Pemasaran/Studio: a) Gedung Heartline Center. Permatasari No.1000 Lippo Village – Tangerang b) Telp. Office : (021) 59494 223 - 27 c) Telp. Studio : (021) 5919244 / 50 d) Faximile : (021) 594 94 228 12. Contact Person
: http://heartline.co.id/contact_us.php
13. Jangkauan Sasaran Radio di tangerang radio Heartline FM 100.6 meliputi wilayah dengan penduduk lebih dari 3 juta orang yang tersebar di kawasan Jakarta, Depok, Bekasi, Bogor, Tangerang, dan Serang.
9
14. Komposisi Pendengar a) Strata Sosial Ekonomi Pendengar 1) Golongan Atas - Menengah Atas
: 25.5%
2) Golongan Menengah
: 72.5%
3) Golongan Bawah
: 2%
b) Berdasarkan Jenis Kelamin 1) Pendengar Pria
: 45%
2) Pendengar Wanita
: 55%
c) Berdasarkan Musik
1.3.
1) Pop Barat
: 80%
2) Jazz Kontempory
: 10%
3) Indonesia Kreatif
: 10%
Teknik Pengumpulan Data Sebagai dasar dari pembuatan program radio tugas karya akhir ini, data
tentang posisi musik game beserta peluang bisnisnya dibutuhkan. Untuk memperoleh data tersebut, pencarian data apresiasi/penghargaan terhadap musik game sekaligus survei kondisi pekerjaan industri musik game dilakukan. Penghargaan pertama datang dari Ivor Novello Awards, yaitu penghargaan untuk penulisan dan komposisi lagu di London oleh BASCA (British Academy of Songwriters, Composers, and Authors) sejak tahun 1955. Penghargaan ini adalah penghargaan Ivor Novello Awards ke-55 tahun 2010, yang diberikan pada Joris de man selaku komposer video game Killzone 2, untuk kategori “Best Original Video game Score” (Veljko, 2010).
10
Gambar 1-1 Joris de man, komposer musik game ‘Killzone 2’
Kemudian penghargaan Ivor Novello Awards 2011, tim komposer musik untuk video game Napoleon: Total War, untuk kategori “Best Original Video game Score”. Anggota tim komposer ini antara lain Richard Beddow, bersama Ian Livingstone dan Richard Birdsall. Penerimaan penghargaan juga diikuti Managing Director untuk Sega Europe, Gary Dunn (Beddow, 2011).
Gambar 1-2 Ki-Ka: Ian Livingstone, Richard Birdsall, Richard Beddow (tim komposer ‘Napoleon: Total War’), Gary Dunn (MD Sega Europe)
Terakhir adalah penghargaan Grammy Award, yaitu penghargaan untuk bidang industri musik di Amerika sejak tahun 1959. Penghargaan Annual Grammy Award ke-53 di tahun 2011 untuk kategori “Best Instrumental Arrangement with
11 Vocalist(s)”, pada lagu ‘Baba Yetu’ dari game Civilization IV oleh komposer Cristopher Tinn (Bradford, 2011).
Gambar 1-3 Cristopher Tinn, komposer lagu ‘Baba Yetu’
Penghargaan-penghargaan di atas adalah sebagian besar dari lagu/musik game yang diakui masyarakat. Namun jumlahnya masih teramat sedikit dan terbatas di negara-negara tertentu. Untuk negara lain termasuk Indonesia, musik game bahkan tidak mendapat kesempatan nominasi. Ini menjadi tujuan pertama karya akhir ini, yaitu memperluas wawasan musik masyarakat akan genre musik game. Data selanjutnya menyangkut status ekonomi dan pekerjaan industri musik game,
yang
juga
diambil
dari
survei
GameSoundCon
(Schmidt,
2014).
GameSoundCon adalah konferensi yang bertempat di Los Angeles, di mana para musisi seperti komposer, desainer suara, insinyur audio, dan lainnya saling belajar cara dan aspek-aspek kerja di bidang industri musik video game. Mereka mengadakan pembelajaran cara pembuatan musik, jenis software yang digunakan, serta aspek teknik dan kreatif lainnya. Lebih dari itu, dalam konferensi ini para peserta berkesempatan mengenal industri bisnis musik game lebih dalam, sekaligus menjalin relasi dengan komposer musik game terkenal. Selain konferensi pembelajaran seperti itu, mereka juga sempat mengadakan survei, yaitu survei industri audio/musik game di tahun 2014. Survei ini dibuat atas hasil survei serupa dari Gamasutra sebelumnya (survei tentang penghasilan berbagai jenis pekerjaan di bidang game), yang menunjukkan angka penghasilan para pekerja profesional di bidang audio game, memiliki penghasilan lebih besar dari programmer, produser, dan game designer. Gamasutra sendiri menjelaskan bahwa
12 beberapa faktor seperti kurangnya jumlah responden (hanya 33 orang) dan terbatas pada pekerja tetap (mengabaikan pekerja lepas/freelance), membuat hasil mengejutkan di bidang audio ini kurang akurat. Atas dasar itulah GameSoundCon membuat survei khusus pekerjaan bidang audio di industri game, untuk mendapat hasil yang lebih akurat atas seluk-beluk pekerjaan ini. Survei ini diadakan dari tanggal 29 Juli sampai 13 Agustus 2014, melalui media sosial dan situs-situs game ataupun industri musik. Survei ini medapat jawaban dari 518 responden, yang walau 12% (64 orang)-nya menolak menjawab pertanyaan tentang gaji (pertanyaan tidak wajib), hasil survei ini tetap mampu memberi gambaran lebih baik tentang status ekonomi pekerjaan audio/musik game. Hasil survei ini membahas banyak hal seperti kompensasi, lingkungan kerja, kompensasi tambahan, pemakaian musik live dan middleware, serta persyaratan kontrak, namun yang menjadi fokus utama untuk tugas karya akhir ini adalah gaji/penghasilan dari para pekerja di bidang industri musik game beserta pemakaian musik live, sebagai data yang menunjukkan peluang bisnis di industri ini. Pertama, grafik gaji pertahun para pegawai tetap dari hasil survei GameSoundCon:
Gambar 1-4 Grafik Gaji pertahun karyawan musik game tetap
13
Penghasilan rata-rata pegawai tetap untuk bidang musik game adalah sekitar 70.000 USD (kurang lebih Rp. 900.000.000,-) pertahunnya. Rata-rata memiliki pengalaman 8-9 tahun di industri tersebut. Hal ini berbeda kontras dengan gaji karyawan freelance atau yang dibayar per-proyek seperti berikut:
Gambar 1-5 Grafik Gaji pertahun karyawan musik game freelance
Rata-rata gaji pertahun mereka adalah sekitar 28.000 USD (kurang lebih sekitar Rp. 364.000.000,-), hanya sekitar sepertiga dari gaji pegawai tetap. Padahal menurut survei, mereka memiliki rata-rata jumlah pengalaman di bidang industri musik game yang hampir sama, yaitu 8 tahun. Perbedaannya sangat jauh dan tidak stabil, terutama karena jumlah pegawai tetap kurang dari 10%.
14 Terakhir, diagram frekuensi pemakaian performa musik asli (live) dari band / penyanyi terhadap komposisi virtual, juga dari GameSoundCon (Schmidt, 2014):
Gambar 1-6 Diagram Penggunaan Live/Virtual Music untuk game budget besar
Gambar 1-7 Diagram Penggunaan Live/Virtual Music untuk game biasa/indie
Terlihat dari kedua diagram tersebut, bahwa penggunaan musik secara live di game dengan budget besar pun hanya mencapai 46%. Sementara untuk game dengan budget kecil, 91%-nya berbasis virtual dan memakai kurang dari 4 pemusik live. Ini membuktikan kecilnya kesempatan penyanyi/band dibanding komposer virtual, yang menjadikan tujuan kedua karya akhir ini: membuka peluang kerja musik game lebih luas bagi mereka.
15 1.4.
Tujuan dan Manfaat Pembuatan Tugas Karya Akhir 1.4.1. Tujuan Pembuatan Karya Akhir Berikut tujuan dari pembuatan karya akhir ini: 1. Bentuk aplikasi dari segala teori yang dipelajari selama perkuliahan. 2. Demi memenuhi syarat kelulusan perkuliahan jenjang Strata-1 (S1) Universitas Bina Nusantara, Fakultas Ekonomi dan Komunikasi, jurusan Komunikasi Pemasaran, peminatan Broadcasting. 3. Menyumbangkan pengetahuan pembuatan program musik untuk radio, yang masih berkaitan erat dengan ilmu komunikasi. 4. Mendalami tugas kru produksi program radio, terutama tugas seorang produser.
1.4.2. Manfaat Pembuatan Karya Akhir Berikut manfaat dari pembuatan karya akhir ini: a) Manfaat Akademis 1. Sebagai referensi bagi tugas karya akhir sejenis di masa depan. 2. Sebagai panutan dari program-program radio bergenre sama. b) Manfaat Praktis 1. Memberi dorongan untuk menambah wawasan terkait bidang produksi program radio. 2. Bentuk pengembangan diri secara pribadi untuk persiapan terjun di dunia kerja masyarakat sebagai pekerja aktif. c) Masyarakat/Umum 1. Memperluas wawasan musik masyarakat akan lagu/musik dari game, yang umumnya tidak disiarkan di stasiun radio lokal. 2. Memberikan siaran program musik radio berkualitas dan unik yang bisa dinikmati anak remaja dan dewasa. 3. Membantu meningkatkan peluang kerja bagi para pemusik tanah air, dengan memberi contoh-contoh alternatif melalui musik game.
16
1.5.
Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Berisi penjelasan tentang latar belakang dibuatnya tugas karya akhir ini, mulai dari ide awal, fenomena terkait, sudut pandang alternatif, beserta identitas program, teknik pengumpulan data, beserta tujuan dan manfaat pembuatan tugas karya akhir. BAB II KAJIAN PUSTAKA Berisi pembahasan mengenai skripsi tugas karya akhir atau program televisi yang serupa dan telah ada sebelumnya, sebagai perbandingan dengan program yang dibuat dalam tugas karya akhir ini. Selain itu juga membahas teori dan konsep yang berkaitan dengan proses pembuatan tugas karya akhir beserta penonton, bersamaan dengan sudut pandang pembuat skripsi tugas karya akhir ini. BAB III PRA-PRODUKSI Berisi penjelasan lebih mendalam tentang pembuatan tugas karya akhir, mulai dari pengembangan ide, persiapan administrasi, sampai jadwal pembuatan tugas karya akhir dan rundown-nya. BAB IV HASIL KARYA Berisi penjelasan tentang kegiatan apa saja yang dilakukan begitu proses produksi program dimulai, bermula dari persiapan peralatan, penentuan lokasi, proses rekaman, sampai hasil jadi karya itu sendiri. BAB V EVALUASI Berisi penjelasan tentang segala bentuk editing dan mixing yang dilakukan, beserta kesimpulan, saran, juga daftar pustaka dan lampiran setelahnya.