1 BAB I
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Pada era sekarang ini kebutuhan informasi bergeser kedudukannya, yang
semula merupakan kebutuhan sekunder
atau
tersier
saat
ini
berubah
kedudukannya sebagai kebutuhan primer selain kebutuhan pokok manusia dalam mempertahankan kehidupannya. Pergeseran ini membawa dampak kepada bagaimana manusia bisa memperoleh informasi yang dibutuhkan saat itu, dapat diperoleh dengan cepat dan mudah dimanapun dia berada. Hal ini berarti kemudahan manusia dalam memperoleh informasi tersebut didukung oleh adanya suatu teknologi yang bisa dikatakan “hidup berdampingan” dengan manusia. Teknologi yang dimaksud adalah teknologi yang berbasis mobile. Tidak hanya kemudahan memperoleh informasi saja yang dibutuhkan oleh manusia, kemudahan pelayanan dalam berbagai bidang juga diperlukan oleh manusia sebagai pengguna teknologi. Misalnya pelayanan dalam bidang bisnis, transaksi perbankan, akademik dan lain sebagainya. Sekarang ini kemudahan-kemudahan tersebut bisa diperoleh dengan sebuah perangkat berbasis seluler yang bisa dibawa kemana-mana yaitu berupa mobile device, seperti smartphone dan tablet. Pesatnya perkembangan perangkat mobile saat ini tidak menutup kemungkinan bagi setiap orang untuk bisa memilikinya. Didukung oleh banyaknya produsen perangkat mobile yang mengeluarkan produknya dengan spesifikasi yang tinggi tetapi harga yang ditawarkan justru berbanding terbalik dengan teknologi yang diterapkan. Fitur yang ditanamkan dalam perangkat tersebut terbilang komplit ditambah dengan beberapa fitur lain yang bukan merupakan fungsi utama perangkat tersebut sebagai pelengkap, seperti pemutar musik, pemutar video dan lain sebagainya. Tidak semua fitur yang ditanamkan dalam sebuah mobile device dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh penggunanya. Misalnya fitur berbasis wireless seperti Bluetooth, kebanyakan fitur Bluetooth digunakan hanya untuk keperluan transfer data antar device seperti
1
handphone atau laptop. Sedangkan Bluetooth dapat dimanfaatkan untuk keperluan yang lebih dari sekedar sebagai media transfer data, misalnya untuk keperluan layanan berbasis service seperti positioning atau localization. Positioning berarti menentukan posisi suatu objek berdasarkan referensi objek yang lain atau berdasar pada konteks tertentu (context-aware). Layanan berbasis context-aware berarti sebuah sistem komputerisasi yang menyediakan layanan dan informasi yang relevan kepada pengguna sesuai dengan kondisi atau kebutuhan mereka [1]. Positioning merupakan bentuk layanan berbasis context-aware, salah satu contoh penerapannya yang terdapat pada perangkat mobile adalah GPS (Global Positioning System). GPS adalah sistem navigasi yang digunakan untuk mencari estimasi posisi suatu objek dalam bentuk informasi koordinat lintang dan bujur [2]. Informasi yang diambil dari layanan GPS tersebut mampu memberikan akurasi yang baik jika diterapkan pada lingkungan terbuka (outdoor), sedangkan dalam lingkungan yang tertutup (indoor) GPS akan memberikan informasi yang tidak baik dengan kata lain GPS memberikan hasil yang buruk ketika digunakan dalam lingkungan tertutup, karena dalam kinerjanya GPS membutuhkan kondisi lingkungan yang bebas halangan (line of sight) [3]. Kaitannya dengan positioning, terdapat beberapa teknologi selain GPS yang bisa diimplementasikan untuk keperluan penentuan posisi dalam lingkungan tertutup, seperti Bluetooth, WLAN, RFID dan ZigBee [4]. Menurut [5], keempat teknologi tersebut RFID tidak termasuk di dalamnya, sedangkan WLAN termasuk dalam kategori Wi-Fi dan teknologi yang lain adalah UWB. Diantara Wi-Fi, Bluetooth, Zigbee dan UWB yang mempunyai range atau jangkauan terluas adalah Wi-Fi. Diantara teknologi tersebut, bluetooth merupakan teknologi yang paling sedikit membutuhkan infrastruktur dan biaya saat dimanfaatkan sebagai teknologi positioning. Modul Bluetooth yang ditanamkan dalam perangkat mobile sudah bisa digunakan untuk keperluan positioning dengan memanfaatkan jaringan Adhoc. Sedangkan modul Wi-Fi yang tertanam pada perangkat mobile tidak bisa langsung digunakan untuk keperluan positioning, karena masih memerlukan
2
beberapa infrastruktur seperti access point. Sehingga dengan kemudahan tersebut penelitian dengan tema positioning ini berkonsentrasi pada teknologi Bluetooth. Bluetooth adalah teknologi komunikasi wireless dengan jangkauan yang terbatas yaitu dengan rentang hingga 100 meter [6]. Jangkauan atau range Bluetooth dikategorikan menjadi tiga kelas yaitu kelas 1, 2 dan 3 dengan range berturut-turut adalah 100m, 10m dan 5m [7]. Bluetooth yang ditanamkan di dalam perangkat mobile merupakan Bluetooth kelas 2 atau kelas 3 karena dalam kinerjanya membutuhkan daya rendah yang bisa dipenuhi oleh baterai sebuah smartphone. Berbeda dengan bluetooth kelas 1 dengan jangkauan yang luas, maka secara otomatis sumberdaya yang dibutuhkan juga tinggi. Biasanya Bluetooth dengan kelas 1 adalah sebuah modul yang berdiri sendiri dan tidak ditanamkan dalam perangkat mobile. Berdasarkan pengamatan pada beberapa perangkat mobile sekarang ini perkembangan Bluetooth telah mencapai pada generasi 4 [8]. Bluetooth dengan generasi di bawah 4 dikenal sebagai Bluetooth klasik, sedangkan Bluetooth generasi 4 dikenal dengan Bluetooth Low Energy (BLE). Dengan adanya perkembangan Bluetooth hingga generasi 4 ini membuktikan bahwa Bluetooth bukan teknologi yang sudah tertinggal seperti Infra Merah (IrDa), bahkan saat ini banyak perangkat yang memanfaatkan Bluetooth sebagai sarana komunikasi data. Beberapa contoh penggunaan teknologi Bluetooth ini adalah perangkat audio seperti headset, keyboard dan mouse komputer, printer dan lain-lain. Hal ini sekaligus menjawab opini bahwa Bluetooth adalah teknologi yang mulai tertinggal merupakan opini yang tidak benar. BLE dalam istilah lain Bluetooth Smart adalah Bluetooth yang dalam kinerjanya membutuhkan daya yang rendah [9]. Perusahaan besar Apple mengembangkan sebuah teknologi berbasis BLE dengan nama iBeacon. iBeacon adalah sebuah modul atau perangkat keras yang memberikan beberapa informasi seperti Tx Power (kuat daya yang dipancarkan), RSSI (Received Signal Strenght Indicator) dan distance (jarak). Parameter-parameter ini akan bisa ditangkap dan dibaca oleh perangkat mobile yang di dalamnya tertanam Bluetooth generasi 4. Jika perangkat mobile adalah produk Apple maka iOS yang terinstal adalah iOS
3
versi 7 ke atas, dan jika berbasis Android maka sistem operasi (OS) yang terinstal mempunyai OS minimal Jelly Bean 4,3. Fungsi utama dari iBeacon digunakan dalam layanan berbasis lokasi (location-based service). Sebagai contoh dalam sebuah retail pakaian terpasang beberapa iBeacon, maka dengan mudah pengunjung bisa mencari lokasi beberapa stand penjualan produk tertentu. Contoh tersebut hanya menjelaskan posisi relatif objek/pengguna terhadap iBeacon, yaitu posisi sangat dekat, dekat atau jauh dan tidak menjelaskan posisi secara fisik mengenai letak lintang dan bujur seperti pada GPS. Sehingga pada penelitian ini terapan teknologi Bluetooth yaitu Bluetooth Low Energy yang telah dikemas dalam sebuah modul iBeacon akan dikembangkan sebagai penentu lokasi objek dalam ruang tertutup berdasarkan peta lokasi tertentu yang hasil akhirnya berupa posisi dalam bentuk koordinat. 1.2
Perumusan Masalah Berdasar latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya maka
dapat diambil perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: a. bagaimana sifat dan karakteristik iBeacon yang menjadi dasar dalam menentukan lokasi dan cara memetakan ruangan dalam bentuk koordinat; b. bagaimana menentukan posisi suatu objek dalam lingkungan tertutup menggunakan iBeacon berdasar pada parameter distance; c. bagaimana akurasi estimasi posisi yang dihasilkan oleh metode Trilaterasi menggunakan iBeacon. 1.3
Keaslian Penelitian Telah banyak penelitian mengenai penentuan posisi objek di dalam
lingkungan tertutup (indoor) menggunakan teknologi WLAN maupun Bluetooth. Beberapa cara dan metode yang digunakan oleh para peneliti bertujuan untuk memperoleh akurasi keberadaan objek. Di bawah ini akan disampaikan beberapa hasil penelitian mengenai positioning menggunakan teknologi bluetooth.
4
Oleh Bruno dan Delmastro [10], mereka membuat sistem dengan nama Bluetooth Indoor Positioning System (BIPS). Dalam sistemnya terdapat beberapa Bluetooth Access Point (BAP) yang terpasang pada suatu gedung tertutup, dengan radius 10 meter. Masing-masing BAP dihubungkan dengan kabel jaringan yang kemudian tersentralisasi oleh satu buah mesin server. Saat terdapat device bluetooth yang memasuki wilayah BAP maka akan ada proses pairing antara device dengan BAP. Dengan menggunakan metode Time Division Duplex (TDD) maka waktu pairing tersebut digunakan untuk menghitung jarak antara keduanya dan selanjutnya digunakan untuk menghitung estimasi posisi. Kotanen, dkk [11], membuat sistem Bluetooth Local Positioning Application (BLPA). BLPA menggunakan parameter Rx Power Level (level daya yang diterima) kemudian dengan menggunakan model propagasi sederhana dikonversi dalam estimasi jarak. Berdasarkan hasil konversi tersebut dicari estimasi posisi secara 3 dimensi (3D) menggunakan perhitungan Extended Kalman Filter (EKF). Tingkat kesalahan yang diperoleh adalah 3,76 meter. Akurasi estimasi posisi dapat diperbaiki jika pengukuran daya sinyal yang diterima memberikan presisi yang baik. Zhou dan Pollard [12], dengan menggunakan parameter RSSI estimasi jarak antara transmitter dengan perangkat penerima (mobile receiver) dapat dihitung menggunakan model radio propagasi dengan single cell. Syarat yang ditetapkan dalam model ini adalah suatu kondisi yang bebas halangan (line of sight). Implementasi model ini menghasilkan akurasi dengan kesalahan 1,2 meter. Berdasarkan referensi yang diberikan oleh Mahtab dan Soh [13], bahwa terdapat beberapa parameter yang bisa digunakan sebagai acuan untuk keperluan Bluetooth Localization yaitu RSSI, LQ (Link Quality), Tx dan Rx power level. Diantara beberapa parameter tersebut, Rx power level memberikan estimasi jarak yang lebih baik diantara yang lain karena terdapatnya korelasi antara Rx power level dengan jarak atau distance. Subhan, dkk [14], menyajikan hubungan antara Rx power level dengan jarak menggunakan model radio propagasi. Estimasi jarak yang diperoleh masih
5
dipengaruhi oleh adanya halangan seperti tubuh manusia, temperatur, pengaruh sinyal lain, pantulan dan lain sebagainya. Dengan perhitungan Trilaterasi diperoleh akurasi hingga 5,87 meter. Kemudian dengan menggunakan Gradien Filter kesalahan tersebut dapat diperkecil hingga 45% yaitu 2,67 meter. Bekkelien [15], menggunakan paramater RSSI dan fingerprint untuk melokalisasi keberadaan objek. Pengukuran posisi secara fisik ditunjukkan dalam lintang dan bujur, yaitu perpaduan antara teknik positioning dalam ruang tertutup dengan positioning dalam lingkungan terbuka. Dengan menggunakan algoritma kNN, kNN Regression dan Naive Bayes hasil terbaik ditunjukkan oleh kNN yaitu dengan akurasi 1,5 meter. Liang Chen, dkk [16], mereka menggunakan parameter RSSI yang digunakan pada metode fingerprint. Bayesian Fusion (BF) digunakan untuk menghitung data statistik yang diperoleh dari pengukuran RSSI. Hasil yang ditunjukkan dari algoritme BF adalah akurasi rata-rata hingga 4,7 meter pada posisi horisontal. Hasil ini adalah perbaikan dari algoritme Bayes Static Estimation (BSE) dan Point Kalman Filter (PKF), yaitu antara 6% hingga 7%. Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa para peneliti menggunakan beberapa parameter seperti RSSI, Tx dan Rx Power Level yang diperoleh dari bluetooth klasik yang merupakan generasi bluetooth di bawah 3 untuk keperluan positioning. Dengan cara tertentu parameter-parameter tersebut diubah dalam satuan jarak atau distance yang kemudian digunakan untuk mencari estimasi posisi. Sedangkan pada penelitian ini teknologi yang digunakan adalah iBeacon yang merupakan bagian dari teknologi bluetoth BLE, generasi setelah bluetooth klasik yaitu bluetooth generasi 4 yang belum pernah digunakan sebelumnya oleh para peneliti. Parameter yang digunakan adalah distance yang langsung bisa diukur melalui smartphone, sehingga tidak perlu adanya konversi seperti ketika menggunakan parameter lain. Dengan menggunakan perhitungan trilaterasi maka akan diketahui posisi objek/pengguna smartphone dalam bentuk koordinat. Lokasi yang digunakan adalah ruang kuliah teori lantai 4 di Politeknik Pratama Mulia (Politama) Surakarta yang sebelumnya telah dipetakan dalam
6
bentuk koordinat. Selain tujuan akhir yang akan dicapai dalam penelitian ini, kontribusi yang bisa diberikan dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang iBeacon mengenai jangkauan efektif iBeacon serta aplikasi yang paling tepat yang bisa diterapkan pada iBeacon. 1.4
Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: a. Mengembangkan teknik menentukan posisi objek dalam gedung menggunakan BLE iBeacon. b. Mengukur
dan
menghitung
akurasi
menggunakan
Trilaterasi
berdasarkan pada jarak (distance) yang terukur. c. Mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi akurasi pengukuran jarak (distance) dari iBeacon terhadap smartphone. 1.5
Manfaat Penelitian Selain menampilkan cara atau metode yang berbeda dari penelitian
sebelumnya, manfaat secara teknis bisa diterapkan dalam layanan yang sesungguhnya, sebagai contoh layanan untuk mencari keberadaan dosen dalam gedung kampus. Sehingga tentu saja hal ini memerlukan pengembangan aplikasi, mengingat pada penelitian ini hanya menyajikan informasi berupa parameterparameter yang dijadikan acuan dalam positioning. Manfaat lain adalah mengetahui beberapa macam teknik positioning yang pernah diterapkan pada teknologi Bluetooth oleh para peneliti sebelumnya, sehingga bisa diketahui metode seperti apakah yang paling mudah, cepat, dan akurat yang bisa diterapkan untuk mencapai tujuan yaitu penentuan lokasi atau posisi suatu objek.
7