SEMESTA KECIL 1
Akhir Musim Gugur
Farahh & VQ
6
2
Kasih Tak Sampai
Shita
17
3
Memori
VQ & Farahh
29
4
Satya’s Oversleep
Farahh
38
LIFE in BETWEEN
5
Blue Bali
Shita
49
6
Rasa
Farahh
58
7
Metamorfosa
Shita
66
8
Kala Satya Menjadi Nikolas
Pandhu
77
PULANG
9
Pulang
Farahh & Firman
10
Foto *
Farahh
11
Tabung Gambar
Shita
105
12
Hujan
Farahh
118
85 1 96
*cerpen Foto pernah dimuat majalah Chic no. 35 terbit Mei, 2009 4
5
Akhir Musim Gugur
Musim gugur menggelar karpet merah di sepenjuru Weimar. Tiara selalu menyukai aura romantis dari daun-daun maple yang berserak di taman, di jalan, di mana saja. Dengan alasan ini pula terkadang Tiara suka mencari-cari alasan keluar kamar lalu memperpanjang jalur perjalanannya. Kadang untuk membeli sebotol kecap atau sepotong tempe di toko Asia. Seperti hari ini. Ia berjalan agak jauh melewati taman. Lalu duduk-duduk sebentar di sana. Berfoto-foto dengan kameranya. Sampai di kamarnya, Tiara buru-buru memasukkan tempe ke dalam lemari es dan segera menghampiri laptop. Sementara menunggu isi kameranya berpindah ke laptop, Tiara membuka jendela dan menikmati musim gugur dari bingkai jendela kamarnya. Lima menit kemudian foto avatar messenger Tiara berganti dengan foto yang barusan ia ambil dengan bantuan tripod mungil: Tiara tampak seperti peri yang terbang di atas dedaunan merah. 6
Tiba-tiba sebuah pesan muncul di layar monitor. Rindu2Rhyme: Cie! Foto baruuu! MuTiara: Hehehe!
Tiara tersenyum malu, walaupun tak ada yang melihatnya. Ujung kertas-kertas di meja Tiara terangkat. Tiara melirik ke jendela, dan menatap gorden jendelanya yang juga terangkat ditiup angin. Kalau ada yang tidak Tiara sukai dari musim gugur, itu adalah hujan atau badai angin yang terkadang ikut datang bersamanya seperti sekarang. Tiara langsung menutup daun jendela kamarnya sebelum angin yang menerobos masuk menerbangkan semua kertas-kertas tugasnya. MuTiara: Rin, ada Architecture Biennale di Venice. Ketemu di sana yuk! Rindu2Rhyme: Hari gini? Kayaknya aku mau menghabiskan waktu di dalam selimut aja deh! Dingin banget!
Sebagai penjelajah negeri empat musim yang lebih ‘senior’, Tiara juga pernah merasa kesulitan beradaptasi dengan dinginnya udara di sini. Padahal 7
selama di Indonesia dia sudah mengkondisikan dirinya untuk selalu berada dalam udara dingin. Alat pendingin mobil yang disetel paling pol dan AC kamar tidur yang selalu maksimum. Dia sangat mengerti perjuangan makhluk tropis seperti Rindu yang harus beradaptasi dengan udara Eropa. MuTiara: Kamu kelamaan dalam selimut ntar jadi kepompong! Rindu2Rhyme: Gak papa asal pas musim semi tiba, aku jadi kupu-kupu!
(…) Tiara tersenyum geli. Sudah sebulan terakhir ini Tiara jadi sering mengobrol dengan Rindu. Pada jam-jam seperti ini Rindu seringkali adalah teman ngobrol satu-satunya yang berbahasa Indonesia. Teman-temannya yang lain pasti sudah tidur. Baru bulan lalu Tiara tahu Rindu, teman kuliahnya ini ada di Bordeaux, Perancis. Makanya jam melek mereka hampir sama. Dan karena jarang bertemu teman lama, Tiara gencar menawarkan ajakan bertemu pada Rindu. Walaupun tentu saja, Weimar-Bordeaux bukanlah jarak yang dekat. Tapi, Tiara tidak akan sampai ke Weimar kalau tidak punya jiwa petualang. Dan Weimar-Bordeaux bukan sesuatu yang mustahil untuk Tiara taklukkan. Yang paling bagus tentu saja 8
Satya’s Oversleep
“Pst! Pst! PSST!” Leon mengguncang badan jumbo Satya. “Satya! Bangun! Pak Rendra udah datang tuh!” Satya masih bermimpi nonton lumba-lumba saat matanya terbuka seperempat. Sosok pak Rendra yang bergerak mendekat, menyelinap ke pelupuk mata Satya. “Gimana, sudah siap?” Pertanyaan disertai alis mata terangkat itu mendongkel Satya dari posisi nyaman di kursi. Busyet dah! Satya menegakkan badan. Matanya masih tak rela melek. Kucek-kucek sedikit, lalu ia melirik layar komputer. Finished! Berarti render1 yang sedari tadi ditunggunya sudah selesai. Syukurlah, jadi ia tinggal
1
Render: arsir. Merender: memberi tekstur/ mewarnai gambar. Dalam desain, ini bisa diartikan membuat tampilan akhir.
38
mengkopi dan memasukkannya ke folder presentasi. “Sudah, Pak!” Satya mengklik play. Animasi dibuka dengan detail logo Timur Epicentrum, menelusuri arcade bangunan, hingga kamera melayang di udara, menampakkan kompleks Timur Epicentrum dengan perspektif mata burung. “Sip!” Pak Rendra mengangguk, tampak puas. “Oke, presentasi komplitnya tolong kopikan buat saya. Mau saya cek sebentar. Oh ya Satya, kamu ikut ke Ambrosia.” “Maaf, maksudnya Leon, Pak? Jadwalnya hari ini Bapak sama Leon!” “Ya, Leon dan kamu ikut saya!” Suara pak Rendra tegas. Sangat jelas ia tidak butuh pembantah, apalagi koreksi. Gua? Yang harusnya kemarin malam pulang tapi malah ketiduran di sini gara-gara nungguin render animasi, masih harus ikut juga? “Siap, Pak…” Jawab Satya lemas, sambil melirik jam dinding. Tujuh lewat seperempat. Tau gitu, tadi malem gua enggak ngerelain Leon ninggalin gua sendirian. Kemarin Leon pulang jam dua belas malam menyusul pak Rendra yang pulang jam sebelas, demi mempersiapkan presentasi hari ini. Sementara Satya, pada jam satu dini hari, masih menunggu render 39
animasi 3D yang statusnya nanggung-sebentar-lagiselesai. Lagipula bukan tugas Satya untuk menemani pak Rendra presentasi pagi ini. Dalam pikiran Satya kemarin, tak apa pulang ke rumah jam dua pagi asalkan bisa tidur sampai jam sepuluh pagi. Itu sebelum ia jatuh lelap di kursi. Andaikan Satya bisa menahan kantuk dan pulang ke rumah tadi malam, tentu pak Rendra tak akan berimprovisasi mengajaknya ikut ke klien hari ini. Sial! “Sori Satya!” Leon menepuk bahu Satya yang masih terasa remuk karena posisi tidur yang tidak nyaman. Satya hanya manyun. Ia sudah terbiasa dengan acara dadakan begini. Kalau pun ada yang Satya sesali, itu adalah: Tidur di kantor tanpa menelepon Naya, istrinya. Ya iyalah, ketiduran! Kalau bilang dulu berarti direncanain dong! (…)Dulu saat masih berstatus single, para arsitek junior lebih memilih menginap di studio. Tapi sekarang ada istri-istri yang terkadang lebih galak dari vampir stres. Satya meninggalkan salinan data pada Leon. Ia menelepon Naya, istrinya dalam perjalanan ke kamar mandi. Yang tentu saja disambut semprotan. 40
Foto
Jika ia pulang hanya satu hal yang ingin dilakukan Rindu. Ide itu muncul setelah Regi adiknya menyampaikan kemungkinan: Dinding barat akan bertambah foto anak Jana. Sebuah cabang menggelikan dari pohon keluarga mereka. Tapi Rindu sudah lama tidak kembali ke rumah mereka. Keinginan ini mulai muncul saat Regi membombardirnya dengan SMS berisi berita Jana. Dan setelah pada bulan kedelapan sejak dimulainya berita itu sekarang Rindu gelisah. Ia meloloskan diri lewat pintu pantry. Saat ia merogoh saku mencari rokok. Ponselnya kembali mencicit. Dari Regi lagi. Rindu mendengus. Tidak biasakah anak itu berhenti sehari saja mengirim SMS dan menceritakan perkembangan perempuan itu? Regi sudah di rumah sakit kak!
96
Rindu berpaling. Pandangannya lepas di kejauhan. Pada pucuk-pucuk Pyrenes yang membentang kokoh seperti benteng. Memang begitulah Pau baginya: Tempat perlindungan dari hantu masa lalu. Tapi aneh, di sini ia justru hidup berdampingan dengan warisan masa silam. Pau adalah sebuah kota antik tempat sejarah membeku. Pada kastil tua, pada gereja tua, bahkan hotel-hotel yang menempati bangunan antik dari masa yang jauh sebelum ornamen adalah kejahatan6. Cicit SMS terdengar lagi. Akhirnya ketemu juga! Regi di kamar bayi. Eh baru sadar ulangtahunnya cuman beda satu hari sama kakak! Selamat ya kalian! *_*
Entah apa yang membuat Rindu berwajah sendu. Apakah ingatan tentang rumah sakit. Atau tentang Jana. Atau Regi dan Mery. Semua kisahnya seperti ulir mie tak terputus yang memenuhi sebuah mangkok. Selalu bertemu di banyak simpul.
Ornamen dan kejahatan adalah slogan gerakan arsitektur modern yang diawali oleh essay arsitek Austria bernama Adolf Loos tahun 1908 berjudul Ornament und Verbrechen (Ornament and Crime). 6
97