SEJARAH DAN PERANAN TARI KANG POTRO DALAM MELESTARIKAN NILAI-NILAI BUDAYA LOKAL (STUDI KASUS DI DESA BANYUDONO KECAMATAN PONOROGO KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2006-2012) Zulfa Khoirun Nisa’* Yudi Hartono* Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejarah perkembangan, peranan Tari Kang Potro dalam melestarikan nilai-nilai budaya lokal di Desa Banyudono Kecamatan Ponorogo Kabupaten Ponorogo, serta upaya masyarakat dalam melestarikan Tari Kang Potro sebagai produk budaya yang mencerminkan segala aspek kehidupan yang berada didalalmnya. Jenis penelitian studi kasus, Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi, sedangkan teknik keabsahan data menggunakan triangulasi sumber dan teknik. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model interaktif tiga komponen Miles dan Huberman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nama Tari Kang Potro secara historis berasal dari nama tokoh Potro Joyo-Potro Tholo, dua abdi pengikut Pangeran Bujangganom. Berangkat dari cerita inilah Tari Kang Potro diciptakan, dan mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Tarian ini tidak hanya berperan sebagai tontonan, namun juga menjadi sarana penyebaran informasi efektif untuk mendidik masyarakat melalui nilai-nilai budaya lokal yang terkandung di dalamnya. Upaya pelestarian Tari Kang Potro terus dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah, dengan cara mendirikan Sanggar Tari, mengikutkan tarian ini dalam event-even tertentu, dan mendokumentasikan dalam bentuk CD. Kata Kunci: Tari Kang Potro, Pelestarian, Nilai-Nilai Budaya Pendahuluan
kepercayaan,
nilai-nilai
dan
cara
berlaku atau kebiasaan yang dipelajari Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang mempunyai keanekaragaman
kebudayaan
dalam
dan yang dimiliki bersama oleh suatu kelompok masyarakat. Salah
satu
unsur
universal
masyarakat. Menurut Koentjaraningrat
dalam kebudayaan adalah kesenian.
(1990:180),
merupakan
Kesenian umumnya mengacu pada nilai
keseluruhan sistem gagasan, tindakan,
keindahan (estetika) yang bersal dari
dan
ekspresi
hasil
kebudayaan karya
manusia
dalam
hasrat
manusia
akan
kehidupan masyarakat yang diperoleh
keindahan yang dinikmati dengan mata
dengan cara belajar. Suatu kebudayaan
ataupun
dapat dirumuskan sebagai seperangkat
Soebijantoro, M. Hanif, Yudi, 2009: 23).
telinga
* Zulfa Khoirun Nisa’ adalah alumni Pendidikan Sejarah IKIP PGRI MADIUN * Yudi Hartono adalah Dosen Pendidikan Sejarah IKIP PGRI MADIUN
(Abraham,
Manusia
sebagai
mempunyai
makhluk
cita
yang
antara
kebudayaan
lokal
tinggi,
dengan kebudayaan asing. Tradisi dan
menghasilkan berbagai corak kesenian
kesenian daerah yang pada awalnya
daerah mulai dari yang sederhana
dipegang teguh, di pelihara dan dijaga
hingga yang kompleks. Kesenian daerah
keberadaannya oleh setiap suku, kini
yang
sudah hampir punah.
memiliki
rasa
terbuka
pengaruh
dominan
terhadap perkembangan budaya bangsa
Generasi muda sebagi elemen
adalah kesenian daerah yang menjadi
penting dalam melestarikan kesenian
kebanggaan masyarakat pemilik atau
khas daerah, lebih memilih untuk
pendukungnya
menampilkan
dan
mencerminkan
dan
menggunakan
identitas daerah. Kesenian Reog dari
kesenian asing daripada kesenian yang
Ponorogo, Remo dari Surabaya, Kecak
berasal dari daerahnya sendiri. Pada
dari
dari
umumnya mereka merasa gengsi dan
Banyuwangi tetap hidup dan mendapat
malu apabila masih mempertahankan
dukungan
maupun
dan menggunakan kesenian daerah,
masyarakat pemiliknya karena kesenian
karena dianggap kuno atau ketinggalan
tersebut
zaman. Tanpa mereka sadari bahwa
Bali,
berarti
dan dari
Negara
memberi bagi
Gandrung
kontribusi
identitas
yang
lokal
dan
nasional.
sesungguhnya
kesenian
lokal
merupakan
diri
yang
jati
bangsa
Di era globalisasi dewasa ini,
mencerminkan segala aspek kehidupan
melalui teknologi komunikasi yang kian
yang berada didalalmnya. Dengan kata
canggih
dalam
lain kesenian daerah merupakan salah
menyebarluaskan informasi, semakin
satu kekayaan yang sangat benilai
memperluas pilihan arah bagi generasi
karena selain merupakan ciri khas dari
muda.
suatu daerah juga mejadi lambang dari
dan
cepat
Globalisasi
mekanismenya
dengan
telah
segala
membukakan
kepribadian suatu bangsa atau daerah.
pintu yang sangat luas bagi generasi
Dampak
buruk
globalisasi
muda Indonesia untuk memandang
terhadap produk-produk kesenian lokal
dunia,
terus berlanjut, gelombang perubahan
memilih,
mengambil,
dan
menginginkan cara-cara hidup yang
yang
dipandang sesuai (Bambang dan Iwan,
produk-produk kesenian global yang
2009:181).
pengaruh
menghibur, mudah dicerna, gampang
globalisasi tersebut diantaranya dalam
ditiru, enak dirasakan, disebarluaskan
bidang budaya, melahirkan persaingan
oleh media massa, dan didukung oleh
Salah
satu
melanda
dunia
mencuatkan
modal besar, merupakan salah satu
ada salah satu kesenian daerah yang
faktor penyebab ketersudutan kesenian
sampai sekarang masih dikembangkan
lokal (Ayu Sutarto, 2004: 2). Misalnya
dan dilestarikan, yaitu Tari Kang Potro
kesenian
kini
yang mengisahkan dua tokoh abdi
ada
dalem
tampak
tradisional sepi
Wayang,
seolah-olah
pengunjungnya.
ini
pada
zaman
kerajaan
di
sangat
Ponorogo, bernama Potro Joyo dan
wayang
Potro Tolo. Sebagai abdi dalem, Potro
merupakan salah satu bentuk kesenian
memiliki komitmen dan kepatuhan yang
tradisional Indonesia yang kaya akan
tinggi dalam melayani semua kebutuhan
pesan-pesan moral, dan merupakan
Sang Raja.
disayangkan
Hal
tak
mengingat
salah satu agen penanaman nilai-nilai
Sejalan dengan eksistensi Tari
moral yang baik. Lain halnya dengan
Kang Potro sebagai kesenian daerah
kesenian asing seperti: balet, gangnam
yang sampai saat ini masih terus dijaga
style,
dan dilestarikan dalam masyarakat,
dan
harlem
shake
yang
keberadaannya lebih menarik perhatian
maka
masyarakat
penelitian tentang peranan Tari Kang
Indonesia
untuk
mempelajari tarian tersebut. Di
tengah
memprihatinkan,
untuk
diadakan
Potro dalam melestarikan nilai-nilai
kondisi dimana
menarik
yang terjadi
budaya lokal (Studi Kasus di Desa Banyudono
Kecamatan
Ponorogo
pengikisan nilai-nilai kebudayaan lokal
Kabupaten Ponorogo Pada Tahun 2006-
seperti diatas, di Kabupaten Ponorogo
2012).
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Kecamatan
Ponorogo
Kabupaten
Ponorogo pada tahun 2003-2012. Tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Untuk
3. Untuk mengetahui upaya masyarakat Desa
mengungkap
sejarah
Banyudono
Ponorogo
Kabupaten
Kecamatan Ponorogo
perkembangan Tari Kang Potro di
dalam melestarikan Tari Kang Potro
Desa
di daerah Ponorogo pada tahun
Banyudono
Kecamatan
Ponorogo Kabupaten Ponorogo pada
2003-2012.
tahun 2006-2012. 2. Untuk mengetahui peranan Tari
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
Kang Potro dalam melestarikan nilai-
diantaranya :
nilai budaya lokal di Desa Banyudono
1. Bagi
bagi
Program
berbagai Studi
pihak,
Pendidikan
Sejarah FPIPS IKIP PGRI Madiun,
hasil penelitian ini dapat berguna
mengungkapkan
sebagai literatur kajian sejarah lokal
sebagai makhluk yang bermoral,
untuk penelitian lebih lanjut.
berakal, dan berperasaan. Dalam
2. Bagi
masyarakat
penelitian
ini
memberikan
Ponorogo,
berguna informasi
untuk kepada
dirinya
memenuhi kebutuhan estetik ini , kesenian menjadi bagian integral yang
tak
terpisahkan
dengan adalah
masyarakat tentang kesenian lokal
kebudayaan.
“Kesenian
bangsa Indonesia yang harus dijaga
salah
unsur
dan dilestarikan.
kebudayaan,
3. Bagi
Pemerintah
satu
penyangga
tumbuh
dan
Kabupaten
berkembang menurut kondisi dari
Ponorogo, hasil penelitian ini dapat
kebudayaan itu” (Umar Kayam,
dijadikan bahan untuk mengambil
1981:15).
kebijakan dalam pelestarian dan pengembangan
kebudayaan
di
tingkat lokal.
Ensiklopedi
Tari (1980: iii) “kesenian tidak yang menjadi pedoman bagi pola
Seni Tari
tingkah laku anggota masyarakat
Menurut Taylor (dalam Alo Liliweri,
Berdasarkan
lebih dari perwujudan nilai-nilai
Tinjauan Pustaka A.
jati
2007:
125)
“Seni
pendukungnya”.
Pendapat
yang
sama disampaikan Nooryan Bahari
dipandang sebagai sebuah proses
(2008:45)
yang
merupakan unsur pengikat yang
melatih
aktivitas
keterampilan,
manusia
menyatakan
untuk
bahwa
kesenian
mempersatukan
pedoman-
atau
pedoman bertindak yang berbeda
mengkomunikasikan perasaan atau
menjadi suatu desain yang utuh,
nilai yang dimiliki manusia”. Pada
menyeluruh, dan operasional, serta
dasarnya
menciptakan
dapat diterima sebagai sesuatu
suatu karya seni untuk memenuhi
yang bernilai. Sebagai makhluk
kebutuhan akan keindahan sebagai
yang mempunyai cita rasa tinggi,
kesatuan hubungan yang terdapat
manusia
antara
corak kesenian mulai dari yang
manusia
penyerapan-penyerapan
menghasilkan berbagai
indera manusia (Joko Tri Prasetyo,
sederhana
dkk, 1998: 77). Kebutuhan ini
kesenian yang kompleks.
muncul disebabkan adanya sifat dasar
manusia
yang
ingin
hingga
perwujudan
Merujuk pada pengertian tentang kesenian di atas, dapat
disimpulkan
bahwa
masyarakat
setiap
Menghargai dan memahami
mengembangkan
karya seni adalah penting, karena
kesenian, salah satunya adalah
memahami
karya
merupakan ungkapan rasa estetik,
masyarakat
berarti
sesuai dengan pandangan, aspirasi,
aktivitas vital masyarakat yang
kebutuhan,
dan
seni
suatu
memahami
gagasan
yang
bersangkutan
Memang
bisa
yang paling dalam dan kreatif
dikatakan bahwa kesenian adalah
(Rafael Raga Maran, 2000: 104).
suatu kebutuhan, tetapi kebutuhan
Selain itu adanya karya seni juga
terhadap seni pertunjukkan bisa
merupakan
dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
pendorong
kebutuhan
perkembangan/dinamika
melingkupinya.
untuk
memenuhi
upacara ritual, kebutuhan untuk
masyarakat
menikmati
melalui
sajian
kebutuhan
estetis,
saluran
dan untuk
dalam
salah
dan
momennya
satu
energi
kebudayaannya
unsur-unsur
terkandung
pada
yang
karya
seni
berekspresi ( Soedarsono, 1986:
tersebut. Dengan demikian suatu
91).
karya seni selalu bersifat sosial
boleh
Hasil karya buatan manusia
tidak
dikatakan
kehadiran
akan
menjadi
saja
melambangkan seniman
yang
karya seni bila mempunyai nilai
menciptakannya
estetis, sebab setiap karya seni
melambangkan
memang
masyarakat dimana seniman itu
diciptakan
untuk
dinikmati nilai estetisnya. Suatu rangkaian
bagiannya susunan
dari
bagian-
merupakan
suatu
yang
kehadiran
Adapun
tari
menurut
Katarina Indah S. (2006: 11) dapat didefinisikan
sebagai
sebuah
dan
bahasa yang menyampaikan pesan
merupakan keutuhan, yang mampu
bukan melalui komunikasi verbal
menimbulkan
kenikmatan
namun
melalui
(Rohiman Notowidagdo, 2002: 88).
tubuh.
Sedangkan
Hutchinson
Penikmatan
(dalam
Oho
1998:
memperoleh
lengkap
juga
berada dan berkarya.
hasil seni dapat dikatakan indah apabila
melainkan
tersebut
untuk
kesenangan,
berpendapat
ekspresi
Garha
bahwa
gerak 35) tari
kepuasan, dan kelegaan emosional
merupakan gerakan tubuh yang
manusia.
ritmis dan indah sebagai upaya
penciptaan
seseorang
memberi
bentuk
kreatif
konkret
kepada
perasaanya.
dalam
berhubungan dengan seni visual,
dan
karena gerakan dalam tarian cara
ungkapan
Nilai
atau
penghayatannya
makna
menggunakan
indera penglihatan, demikian pula
keindahan pada tari lebih dititik
dengan tata rias dan kostumnya.
beratkan adanya keselarasan atau
Unsur dasar estetik pada
kesesuaian antara sejumlah gerak
tari ada gerak khususnya, namun
dan
yang
dalam bentuk-bentuk penyajian tari
tuntututan
tertentu yang mengambil peranan
rangkaian
diungkapkan
gerak
dengan
dan tujuan dari tarian itu sendiri.
penting
Disisi lain F.X Widaryanto (2004:
bentuk-bentuk
xi)
penari
mengutarakan
merupakan bersifat
bahwa
tari
seni
yang
bentuk
elusif
(tidak
dalam di
biasanya
benda-benda
mudah
mewujudkan atas
menggunakan
untuk
penampilannya,
pentas,
mendukung
seperti
kostum
dipahami) dan memiliki lapis-lapis
yang memperluas jangkauan gerak
simbol yang tidak jarang sangat
penari ataupun properti-properti
pekat.
pentas Mengacu
dari
beberapa
merah
oleh
Melalui tarian sebagai salah
tari
satu bentuk kesenian, sebenarnya
merupakan seni yang berasal dari
orang dapat memperkokoh nilai-
ekspresi
nilai
hasrat
bahwa
digerakkan
penari.
pendapat di atas dapat ditarik benang
yang
manusia
akan
dan
memperkembangkan,
keindahan, dimana di dalamnya
mempersatuakan,
terdapat
pengertian kita akan nilai-nilai yang
pesan
simbol-simbol
berupa
yang dituangkan melalui
secara
mempertajam
simbolis
diperagakan
gerak anggota tubuh yang teratur
dengan gerakan yang indah (dalam
dan berirama sesuai dengan musik
Ensiklopedi Tari Seri A-E, 1980: iv).
pengiringnya. Tarian
B. selalu
dikaitkan
Nilai-Nilai Budaya Definisi
nilai
menurut
dengan musik, karena tarian dan
Cheng dalam Elly M, Kama, dan
musik
Ridwan
dapat
menggambarkan
(2007: 120) merupakan
suasana atau konteks kegembiraan
“sesuatu yang potensial, dalam arti
dan kesedihan (Alo Liliweri, 2007:
terdapatnya
127). Selain itu tarian juga selalu
harmonis dan kreatif, sehingga
hubungan
yang
berfungsi untuk menyempurnakan
bidang estetika yang berhubungan
manusia,
Lasyo
dengan persoalan keindahan yang
bagi
bersumber pada unsur perasaan
manusia merupakan landasan atau
manusia. Keindahan dalam artian
motivasi dalam segala tingkah laku
ini menyangkut pengalaman estetik
atau perbuatannya. Hal yang sama
seseorang
dikemukakan
dengan
sedangkan
berpendapat
bahwa
nilai
oleh
Taliziduhu
Ndraha (2005: 30) bahwa nilai
dalam segala
hubungannya sesuatu
yang
diserapnya.
menunjukkan arti atau guna, Jadi
Nilai-nilai
budaya
setiap yang mengandung arti atau
merupakan “konsep-konsep yang
guna bagi pelaku budaya dan bagi
hidup di alam pikiran sebagian
lingkungannya
besar masyarakat mengenai apa
tertentu
disebut
bernilai.
yang
Berdasarkan
mereka
anggap
bernilai,
uraian
berharga, dan penting dalam hidup,
tersebut dapat disimpulkan nilai
sehingga dapat berfungsi sebagai
adalah sesuatu yang bermanfaat
pedoman yang memberi arah dan
dan
bagi
orientasi pada kehidupan warga
dalam
masyarakat” (Sujarwa, 2001:12).
masyarakat, yang selalu dijunjung
Pendapat yang sama ditegaskan
tinggi
oleh Deddy Mulyana dan Jalaludin
dianggap
kehidupan
manusia
sebagai
bertindak.
penting
acuan
Sesuatu
dalam
dikatakan
Rakhmat
(2003:27)
“nilai-nilai
memiliki nilai apabila berguna dan
budaya adalah seperangat aturan
berharga. Misal: nilai kebenaran,
terorganisasikan untuk membuat
nilai estetika, nilai moral dan nilai
pilihan-pilihan
religius.
konflik dalam masyarakat”, dengan
Nilai memberikan
dalam
hal
kontribusi
perilaku
ini bagi
masyarakat
demikian
dan
mengurangi
nilai-nilai
merupakan
pandangan
budaya hidup
manusia dalam masyarakat yang
pendukungnya, dengan kata lain
menegaskan
nilai mempunyai hubungan yang
mana yang penting dan perilaku-
erat dengan manusia, baik dalam
perilaku
bidang
dihindari.
etika
kehidupan
yang manusia
mengatur dalam
kehidupan sehari-sehari, maupun
perilaku-perilaku
mana
Orientasi berasal/bersumber
yang nilai dari
harus budaya konsep
value, sebagaimana dikatakan oleh
B.
Pendekatan dan Jenis Penelitian
C. Kluckhohn (dalam Amri Marzali,
Pendekatan
2005: 115) “sebuah nilai adalah
penelitian ini adalah pendekatan
sebuah konsepsi, eksplisit atau
kualitatif.
implisit, yang khas milik seorang
ditujukan
individu
fenomena-fenomena
atau
suatu
kelompok,
Penelitian
kualitatif
untuk
memahami sosial
dari
tentang
yang
seharusnya
sudut pandang partisipan. Dengan
diinginkan
yang
mempengaruhi
demikian, penelitian kualitatif ialah
pilihan yang tersedia dari bentuk-
penelitian yang digunakan untuk
bentuk, cara-cara, tujuan-tujuan,
meneliti
dan
alamiah
tindakan”.
Karena
nilai
pada
kondisi
dimana
objek peneliti
berfungsi mengatur satu sistem
merupakan
tindakan,
(Sugiyono, dalam Trianto, 2010:
maka
nilailah
yang
menempatkan suatu hal, suatu kedalam
satu
diterima
tempat,
atau
kunci
Penelitian kualitatif lebih
apakah
ditolak
instrumen
179).
ucapan, atau tindakan tersebut
berorientasi
oleh
pada
pendekatan
fenomenologi. Menurut Bogdan dan
masyarakat. A.
dalam
Biklen (dalam Asmadi Alsa, 2004:
Metode Penelitian
33) penelitian dengan pendekatan
Tempat dan Waktu Penelitian
fenomenologi berusaha memahami
Penelitian ini dilakukan di Desa
Banyudono
Ponorogo
makna dari suatu peristiwa dan
Kecamatan
Kabupaten
saling
pengaruhnya
dengan
Ponorogo.
manusia dalam situasi tertentu,
Dipilihnya tempat ini sebagai lokasi
sedangkan jenis penelitian yang
penelitian
digunakan adalah penelitian studi
karena
di
Desa
Banyudono terdapat sanggar Tari
kasus.
Aglar yang mengembangkan dan
berpendapat studi kasus adalah
melestariakan berbagai tarian khas
suatu penelitian yang berusaha
daerah Ponorogo, salah satunya
menemukan makna, menyelidiki
ialah
proses,
Tari
Potro.
Waktu
yang
Emzir
dan
(2011:
20)
memperoleh
digunakan dalam penelitian ini
pengertian serta pemahaman yang
adalah lima bulan, dari bulan
mendalam dari individu, kelompok,
Pebruari sampai dengan bulan Juni
atau situasi.
tahun 2013.
C.
Sumber Data Penelitian
Sumber
data
yang
peranannya
dalam
melestarikan
digunakan dalam penelitian ini
nilai-nilai budaya lokal di Desa
berasal dari Sumber Data Primer
Banyudono. Teknik pengambilan
dan Sekunder. Data Primer yaitu
sampel yang dipilih menggunakan
data langsung dari sumber pertama
snowball sampling (bola salju).
tentang masalah yang diungkapkan
E.
Teknik Pengumpulan Data
(Hadari Nawawi, 2005: 80). Sumber
Teknik pengumpulan data
pertama dari penelitian ini berupa
merupakan cara mengumpulkan
hasil wawancara dari pemilik dan
data
anggota
menjawab
Sanggar
Tari
Aglar,
yang
dibutuhkan rumusan
untuk masalah
masyarakat Desa Banyudono, tokoh
penelitian (Juliansyah Noor, 2011:
masyarakat serta perangkat desa.
138).
Data Sekunder adalah data yang
pengumpulan
diperoleh dari tangan kedua atau
penelitian
fihak lain, tidak langsung diperoleh
menghasilkan data yang lengkap.
oleh
subjek
Adapun teknik pengumpulan data
Azwar,
tersebut adalah teknik observasi
2004: 91). Sumber data sekunder
sistematis, interview (wawancara)
yang digunakan dalam penelitian
tak
ini adalah dokumen dan arsip.
tertulis/arsip.
peneliti
penelitiannya
dari
(Saifuddin
Penerapan data ini
berstruktur
agar
dan
Teknik dalam dapat
dokumen
Dokumen dan arsip yang dimaksud
Wawancara dilakukan pada
berupa bahan tertulis ataupun foto,
pemilik Sanggar Tari Aglar, anggota
untuk
paguyuban sanggar tari tersebut,
keperluan
pengabadian
suatu peristiwa.
sebagian
D. Sampel dan Teknik Pengambilan
tokoh
dalam
yang
penelitian
digunakan ini
mereka mendalam
dengan
pertimbangan
memiliki
pengetahuan
tentang
sejarah
perkembangan Tari Kang Potro dan
dilakukan
setempat. terhadap
Sanggar Tari Aglar dan proses
Pengurus Sanggar Tari Aglar, tokoh setempat
masyarakat
Observasi
adalah
masyarakat, dan Perangkat desa
Desa
Banyudono, perangkat desa, serta
Sampel Sampel
masyarakat
latihan Tari Kang Potro. F.
Teknik Keabsahan Data Teknik
pengujian
keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik Triangulasi. Triangulasi
dalam
penelitian
kualitatif
diartikan
sebagai
(1) Reduksi data, (2) Sajian data,
pengujian keabsahan data yang
(3)
diperoleh dari berbagai sumber,
verivikasinya
metode, dan waktu (Trianto, 2010:
Hubermen, 1992: 16-19).
294). Triangulasi yang digunakan di sini adalah triangulasi sumber dan Triangulasi
teknik.
Penarikan
simpulan
serta
(Miles
dan
Pengumpulan Data
Sajian Data
Triangulasi
Sumber dilakukan dengan cara mengecek
data
yang
telah
Reduksi Data Penarikan Kesimpulan / Verifikasi
diperoleh dari sumber data yang satu dengan sumber data yang lain, dalam
hal
ini
sumber
yang
diperoleh dari pengurus sanggar Tari Aglar, perangkat desa dan sebagian
masyarakat
Banyudono dianilisis suatu
Desa
dibandingkan sampai
mendapatkan
kesimpulan
sedangkan
yang
sama,
Triangulasi
dilakukan
untuk
kredibilitas
dan
data
Teknik menguji
dengan
membandingkan pengumpulan
cara teknik
data
yang
satu
dengan teknik pengumpulan data yang lain,
meliputi
data
yang
diperoleh
melalui
wawancara
dibandingkan dengan data hasil observasi,
atau
hasil
analisis
dokumen. G.
data
dalam
penulisan ini menggunakan analisis interaktif
tiga
komponen.
terkumpul di lokasi penelitian hasil dari wawancara maupun observasi ditulis dengan rapi,terperinci, dan sistematis
setiap
selesai
mengumpulkan data. Selanjutnya dilakukan
reduksi
data,
yaitu
pemilihan
hal-hal
pokok
yang
sesuai dengan fokus penelitian, pemusatan
perhatian
penyederhanaan
pada
catatan-catatan
tertulis di lapangan. Temuan di lapangan
yang
telah
direduksi
kemudian dilakukan penyusunan data dengan membuat sajian data
Teknik Analisis Data Analisis
Bagan 3.1: Analisis Kualitatif Model Interaktif (Miles dan Hubermen, 1992:20) Data mentah yang
Tiga
komponen utama tersebut adalah
berupa
rakitan
kalimat
yang
disusun secara logis dan sistematis, sehingga
mudah
disajikan.
Dari
dibaca
dan
penyajian
data
tersebut akan ditemukan pokok-
km, jadi secara geografis letak
pokok
Kelurahan ini sangat strategis.
temuan
yang
penting.
Temuan-temuan tersebut dijadikan
2. Keadaan Demografi
acuan dalam menarik kesimpulan.
Jumlah
Simpulan perlu diverivikasi agar
Kelurahan
hasil penelitian benar-benar dapat
mengalami
dipertanggung jawabkan.
tahun
Banyudono peningkatan
sebelumnya.
dibuktikan Hasil Penelitian Gambaran
Umum
dari
Hal
dengan
ini
Jumlah
penduduk tahun lalu 4.934 jiwa, sedangkan
A.
penduduk
Kelurahan
jumlah
penduduk
tahun ini meningkat menjadi
Banyudono
4.989 jiwa, terdiri dari jumlah
1. Keadaan Geografis
penduduk laki-laki 2.451 jiwa,
Kelurahan
Banyudono
dan
jumlah
penduduk
merupakan salah satu wilayah
perempuan
yang
Kecamatan
keseluruhan jumlah penduduk
Ponorogo Kabupaten Ponorogo
tersebut terdapat 1.443 kepala
dengan ketinggian 95 meter di
keluarga.
atas
terletak
di
permukaan
memiliki
curah
laut
dan
hujan
821
B.
Latar
2.538.
Belakang
Dari
Keberadaan
Sanggar Tari Aglar
mm/tahun. Topografi wilayah
Sanggar Seni “Aglar Dance
Banyudono berupa dataran yang
Company” berada di Kelurahan
memiliki
Ha
Banyudono, Kecamatan Ponorogo,
penggunaannya.
Kabupaten Ponorogo, tepatnya di Jl.
luas
berdasarkan Batas
89,
wilayah
851
Kelurahan
Madura No. 32C. Pendiri dari
tersebut meliputi: sebelah utara
Sanggar Tari ini adalah Bapak
berbatasan dengan kelurahan
Shodig Pristiwanto S.Sn karena
Keniten,
keinginannya yang besar untuk ikut
di
Mangkujayan,
sebelah sebelah
selatan Barat
berperan
aktif
dalam
usaha
Mangkujayan dan Tamanarum,
mengembangkan dan melestarikan
dan di sebelah timur Nologaten
kesenian tradisional Reyog pada
dan Bangunsari. Jarak Kelurahan
khususnya,
dengan pusat pemerintahan 2
tradisional yang berkembang di Kabupaten
dan
seni
Ponorogo
budaya pada
umumnya. Disebut sebagai Sanggar
Nuswantoro”, selain itu terdapat
Aglar Dance Company dikarenakan
pula Reog Anak bernama “Caroko
dalam Sanggar itu sendiri terdapat
Mudo”, namun untuk hal tari tradisi
pengkhususan
julukan
lain hanya bernamakan Sanggar
Sanggar
(privat
Tari
dalam tradisi),
Sanggar Reog beserta Karawitan
Aglar Dance Company. C.
Asal Usul Tari Kang Potro dan
Reog, dan juga Sanggar Reog anak-
Perkembangannya dari Tahun
anak.
2006-2012 Sebagai
kelompok
Reog
Ponorogo
sebagai
(Organisasi Kesenian), Aglar Dance
sebuah kesenian tradisional khas
Company dari beberapa kegiatan
Ponorogo
yang sudah dihasilkan, bertekad
berkembang,
untuk bisa menyumbangkan hasil
Kabupaten Ponorogo maupun di
karya seni dan mencetak kader-
luar Kabupaten Ponorogo. Sebagai
kader seniman tidak hanya di Desa
sebuah kesenian yang digemarai
Banyudono
di
masyarakat di tanah Jawa, kesenian
Kabupaten Ponorogo. Selain itu
Reog mengalami berbagai macam
dengan dedikasi penuh Sanggar
perkembangan terutama dalam hal
Tari ini berusaha untuk membantu
penyajiannya.
tetapi
mewujudkan
juga
Ponorogo
dewasa baik
ini
semakin
di
wilayah
sebagai
Pertunjukan Reog sebelum
kabupaten yang mempunyai nilai
tahun 80-an dalam penyajiannya,
dan potensi Pariwisata khususnya
selain
di Bidang Seni Budaya.
Bujangganong, Jathilan , dan Klono
Bidang yang dikerjakan di
tari
Dadhak
Merak,
Sewandono, tokoh Potro Joyo-Potro
Sanggar ini mengajarkan kesenian
Tholo
Reog Ponorogo dan juga beberapa
terdapat dalam pertunjukan Reog,
tarian tradisi lain, seperti: Tari
namun seiring berjalannya waktu
Lebur Sakethi, Tari Kang Potro, dan
tokoh Potro Joyo dan Potro Tholo
Tari Klonol. Di dalam sanggar
dalam
sendiri juga masih terdapat bidang
Ponorogo mulai tidak ditampilkan
Karawitan
lagi dalam Festival Reog Nasional
iringan
Reog
yang
(Penthul-Tembem)
pementasan
setiap
Sanggar Aglar Dance Company yang
kecuali pada waktu pertunjukan
diberi
Reog versi Bantarangin setiap dua
“Singo
Aglar
grebeg
di
menjadi satu naungan dengan Reog nama
perayaan
Reog
juga
Suro,
bulan sekali yang di dalamnya
disesuaikan
masih ada tokoh tersebut.
nyata
Sebenarnya
kehidupan
masyarakat
sebagai
Potro
gambaran sosok masyarakat kecil
Joyo dan Potro Tolo yang ada dalam
yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kesenian Reog pada waktu dulu
kebersamaan/gotong royong, ceria,
mempunyai karakter yang tarinya
dan bekerja tanpa pamrih. Kang
tidak
karena
Potro ditarikan oleh tujuh orang
tersebut
penari putra dengan ketentuan
hanya berjalan saja tanpa ada suatu
utama penari harus mempunyai
gerakan
dari
watak yang humoris agar bisa
suatu
menari secara total sesuai dengan
digarap,
pengekspresian
cerita
tokoh
di
dengan
tokoh
apapun. itulah
Berawal
melahirkan
karya tari baru, yang diberi nama
karakter tokoh tersebut.
Tari Kang Potro pada tahun 2003, namun
pendokumentasiannya
dikaitkan
dengan
Karakter tarinya yang unik, dibantu dengan koreografinya yang
peristiwa-
tertata secara jelas serta irama rasa
peristiwa sosial yang terjadi di
musikalitasnya yang enak didengar
masyarakat,
mencerminkan
karakteristik
jadi tidak
secara murni
dari
Ponorogo,
membuat
cerita Potro Joyo dan Potro Tolo itu
sangat
saja. Pada pengkaryaan
menjenuhkan
tari ini
nuansa
daerah
tarian
entertain, meskipun
ini tidak
sudah
tokoh Potro Joyo dan Potro Tolo
pernah melihatnya. Inilah yang
digambarkan sebagai abdi dalem
menyebabkan
Raden
disukai oleh banyak orang terutama
Pujangga
Anom
dari
Kerajaan Kediri yang menyamar di Bantarangin. diposisikan
tari
Kang
Potro
di kalangan masyarakat Ponorogo.
Kang
Potro
D. Peranan Tari Kang Potro dalam
menjadi
pekatek
Melestarikan Nilai-Nilai Budaya
(pemelihara kuda). Sebagai seorang
Lokal
pekatek mereka mempunyai sifat
Hadirnya Tari Kang Potro di
jenaka, gembira, semangat kerja,
lingkungan kehidupan masyarakat
dan patuh pada perintah majikan.
menjadi sebuah media komunikasi
Penciptaan Tari Kang Potro
dalam
wujud
gerak
untuk
ini sebagi upaya untuk mengangkat
menyampaikan pesan atau maksud
fenomena dua tokoh itu pada
tertentu berupa nilai-nilai yang
sebuah
terkandung dalam karya tersebut.
garapan
tari
yang
Tari sebagai bentuk seni tidak
masyarakat
hanya sebagai ungkapan gerak,
terjadinya perubahan sosial. Nilai-
tetapi juga membawa serta nilai
nilai budaya lokal mencerminkan
rasa
sikap mental yang harus dimiliki
irama
yang
mampu
memberikan sentuhan estetis bagi
oleh
orang-orang
individu
yang
melihatnya
sebagai salah satu karya seni.
seiring
masyarakat,
baik
maupun
upaya
penanaman
estetis
budaya
lokal
juga mempertimbangkan norma-norma
anggota
dijaga dan dilestarikan. Salah satu
selain memperhatikan aspek-aspek dan
sebagai
masyarakat, sehingga harus terus
Penciptaan Tari Kang Potro
nilai
dengan
nilai-nilai
tersebut
melalui
yang
penciptaan Tari Kang Potro sebagai
berlaku di masyarakat, sehingga
sebuah karya tari berupa gambaran
tarian ini mampu dicerna oleh
keadaan sosial masyarakat pada
semua kalangan masyarakat, baik
waktu
seniman maupun masyarakat biasa
terkandung nilai-nilai yang harus di
yang
tidak
belakang
itu,
yang
di
dalamnya
mempunyai
latar
junjung tinggi oleh masyarakat
senipun
bisa
setempat. Melalui tarian tersebut
di
merasakan tarian tersebut. Selain
memberikan
pemahaman
itu karena konsep tariannya yang
masyarakat
sangat sederhana sebagai sebuah
nilai-nilai yang telah mengakar dan
gambaran sosok masyarakat kecil
berkembang sejak zaman dahulu
“Wong Cilik” membuat masyarakat
sebagai ciri khas budaya yang
menggemari tarian ini.
dimiliki
betapa
pada
pentingnya
masyarakat
setempat,
Nilai-nilai budaya lokal yang
dengan demikian Tari Potro sangat
terkandung dalam Tari Kang Potro
berperan dalam melestarikan nilai-
meliputi
Nilai
nilai budaya lokal di Kelurahan
Kebersamaan/Gotong Royong, Nilai
Banyudono, mengingatkan kembali
Kejujuran,
pada masyarakat akan keberadaan
Bekerja
Nilai Tanpa
Kesederhanaan, Pamrih,
dan
nilai-nilai tersebut sebagai kaidah-
Mengabdi pada atasan/Loyalitas
kaidah yang mengatur kepentingan
yang Tinggi.
hidup pribadi maupun kepentingan
Di Kelurahan Banyudono apabila diamati nilai-nilai tersebut keberadaanya mulai memudar dari
hubungan antar manusia.
E.
Upaya
Masyarakat
Desa
dalam menyampaikan materi
Banyudono dalam Melestarikan
Tari Kang Potro.
Tari Kang Potro
5. Dari
Masyarakat
memiliki
Pemerintah
Ponorogo
peranan yang sangat penting dalam
memberikan
melestarikan
berekspresi
Pelestarian diupayakan
Tari
Kang
Potro.
ini
terus
Tarian sampai
pentas
sekarang,
juga
wadah
untuk
dalam
yang
kegiatan
diselenggarakan
alun-alun.
dan relevan dengan kehidupan Upaya
sendiri
setiap malam bulan purnama di
karena dianggap masih berguna masyarakat.
Kabupaten
6. Mengikutkan Tari Kang Potro
masyarakat
dalam event-event baik lokal
dalam melestarian Tari Potro dapat
maupun
dilakukan melalui berbagai cara,
masyarakat
yaitu:
tarian
1. Didirikannya Sanggar Tari Aglar
untuk membantu mewujudkan
sebagai
tempat
latihan
dan
regional ini
Ponorogo
pengembangan Tari Kang Potro.
yang
2. Kelurahan memberikan fasilitas
supaya
lebih
mengenal
secara
mendalam
sebagai
mempunyai
kabupaten nilai
dan
potensi pariwisata khususnya di
sebagai tempat latihan tari rutin
bidang Seni Budaya.
untuk anak-anak dan pemuda di Kantor Kelurahan. 3. Pelatihan/workshop
Pembahasan terutama
untuk kalangan pendidik sebagai bahan materi ajar di sekolah
A.
Sejarah
TK
Se
Kabupaten
Tari
Kang Potro Tahun 2006-2012
mulai dari TK sampai SMA. Misalnya:
Perkembangan
Kang sebuah
Potro Tarian
merupakan tradisional
Ponorogo, SD Banyudono, SMP
Kabupaten Ponorogo yang memiliki
terpadu,
nilai
SMP
5,
dan
SMA
Kauman.
historis
masyarakat
4. Pendokumentasian
tersendiri Ponorogo,
bagi karena
dalam
dalam penciptaannya merupakan
bentuk rekaman CD beserta
sebuah kreatifitas pengangkatan
tuntunan
kembali seni budaya tradisional
dan
iringannya
langsung sebagai bahan koleksi
dengan
sanggar untuk mempermudah
Ponorogo
berakar
pada
(khususnya
budaya kesenian
Reog)
yang
disesuikan
dengan
kondisi sosial pada waktu itu.
Prabu
Pertunjukan Reog Ponorogo sebelum
tahun
80-an
mencari tahu rahasia kesaktian
dalam
(Singo
Sewandono
yang
konon sangat ditakuti dan disegani oleh raja-raja tetangganya.
penyajiannya selain Tari Dadhak Merak
Klono
Versi
lain
berdasarkan
Barong),
cerita Reog menceritakan bahwa
Bujangganong (Penthulan), Jathilan,
Pujangga Anom adalah patih dari
dan
juga
Prabu Klono Sewandono (seorang
terdapat tokoh Penthul-Tembem
raja Bantarangin) Pada waktu itu
yang
penampilannya
Prabu Klono Sewandono jatuh cinta
berkarakter
kepada Dewi Sekartaji, putri raja
gecul/lucu, dua tokoh ini juga
Kediri yang sudah dipertunagkan
sering disebut dengan Potro Joyo-
dengan Panji Asmorobangun dari
Potro Tholo yang karakter tarinya
Jenggala.
tidak
berpola)
Klono Sewandono memerintahkan
tokoh
Pujangga Anom untuk melamar
Klana
Sewandana,
dalam
memakai
topeng
digarap
karena
(tidak
pengekspresian
tersebut
hanya
berjalan
saja
Dewi
Demi
kepentingannya,
Sekartaji.
Kebarangkatan
sebagai pengiring atau pelawak.
Pujangga Anom dari Bantarangin
Kang Potro merupakan sebutan
diiringi oleh prajurut kuda yang
dari tokoh Potro Joyo-Potro Tholo.
dinamakan
Peran
Potro
Joyo-Potro
(Djoko Surjo, Soedarsono, Djoko
dalam
satu
versi
Tholo
merupakan
Jathilan
atau
Reog
soekiman, 1985: 59).
penggambaran tokoh abdi dari
Jika dilihat dari dua versi
Kerajaan Daha (Kediri) pengikut
cerita di atas ceritanya sangat
Raden
berlawanan
Pujangga
Anom
dan
tidak
namun
ini
bisa
(Bujangganong) yang menyamar di
disatukan,
Kerajaan
dalam
hanyalah pijakan sebuah cerita dari
Potro
sudut
Bantarangin,
penyamarannya
Kang
pandang
semua
masing-masing
digambarkan sebagai figur seorang
penulis pada waktu itu, dalam Tari
Pekathik
kuda).
Kang Potro yang ingin ditonjolkan
Joyo-Potro
juga bukanlah dari sisi cerita
Penyamaran Tholo
ke
(pemelihara Potro
Bantarangin
beserta
aslinya tetapi lebih mengarah pada
Raden Pujangga Anom bertujuan
pengangkatan
nilai-nilai
untuk memantau kekuatan dan
kegotongroyongan, kesederhanaan
dan pengabdian yang tulus dari
Iringan, Rias Busana, dan Penyaji
seorang abdi.
Unggulan
Seiring berjalannya waktu tokoh
Potro
dalam
Joyo-Potro
pementasan
Tholo
Reog
di
Melihat beberapa prestasi yang pernah diraih pada waktu itu, pada tahun 2004 Tari Kang Potro
Ponorogo jarang sekali ditampilkan
diajukan
dalam Festival Reog Nasional setiap
intelektual/hak cipta sebagai hasil
perayaan grebeg Suro, kecuali pada
karya dari Bapak Shodig. Pengajuan
waktu
hak
pertunjukan
Reog
versi
untuk
cipta
meraih
dibantu
oleh
hak
Dinas
Bantarangin setiap dua bulan sekali
Pendidikan dan Kebudayaan Jawa
yang di dalamnya masih ada tokoh
Timur untuk direkomendasikan ke
tersebut. Hal ini disebabkan karena
Jakarta.
peranan
mereka
yang
kurang
penting dalam pertunjukan Reog.
Selama kurun waktu 20062007,
dalam
perkembangannya
Berdasarkan cerita di atas
tarian ini sering diundang untuk
dan juga melihat potensi serta
dipentaskan dalam beberapa acara
semakin
di Jawa Timur, diantaranya Tari
Potro
hilangnya kedua tokoh
Joyo-Potro
Tholo
dalam
Kang Potro pernah menjadi bagian
pertunjukan Reog, Tari Kang Potro
dalam
diciptakan
pembukaan Festival Tari dan Pekan
oleh
Bapak
Shodig
penggarapan
Pristiwanto pada tahun 2003 dalam
Budaya
rangka mengikuti Pekan Budaya
dengan tari-tarian lain di Gedung
Jawa
Malang
Grahadi Surabaya. Pada upacara
mewakili Kabupaten Ponorogo dan
pembukaan MTF (Majapahit Travel
berhasil
prestrasi
Fair) dan Festival Seni Cak Dur
juara satu penata tari terbaik. Pada
Rashim Tari Kang Potro juga tampil
bulan Desember tahun 2003 Tari
untuk mengisi acara di Surabaya.
Timur
di
Batu
memperoleh
Kang Potro menjadi wakil propinsi Jawa
Timur
Festival
di
mengikuti
Taman
Timur
berpadu
Dari Pemerintah Ponorogo sendiri, juga menyambut baik dan
Mini
mendukung keberadaan Tari Kang
Jakarta.
Potro, dibuktikan pada waktu itu
Prestasinya sangat baik pada waktu
Tarian ini tampil sebagai bagian
itu meraih empat penghargaan
pada tari pembukaan FRG (Festival
sekaligus,
Reog
Indonesia
Tari
untuk
Jawa
tari
Indah
sebagai
Penata
Tari,
Nasional)
di
Alon-alon
Ponorogo. Tidak hanya itu saja, Tari
minggu, disana para siswa diberi
Potro
Bupati
pelatihan tentang tari Potro dan
Ponorogo H. Amin, S.H untuk
ditampilkan di SMKN 9 Surabaya
dimassalkan oleh anak-anak TK di
pada waktu acara pentas seni.
alun-alun Ponorogo, dengan jumlah
Hasilnya
peserta 8.000.000 lebih, namun
menjadi salah satu bahan ajar di
belum berhasil meraih Museum
sana.
juga
diminta
Rekor Indonesia (MURI).
Kegagalan
Pada tahun 2008, karena karakteristiknya
tarian
cukup
menarik
tersebut
meraih
juga
rekor
MURI pada tahun 2006 tidak menjadikan
Bupati
jera
untuk
dan warna Ponorogonya sangat
menampilkan Tari Potro lagi, tahun
kuat terlihat dari segi iringan yang
2011 Bupati meminta agar Potro
berangkat dari Kesenian Reog dan
ditampilkan massal lagi oleh anak-
semangat
yang
anak dari 500 TK di Kabupaten
itu,
Ponorogo. Kali ini Tari Kang Potro
membuat Tari Potro disusun ulang
berhasil Tercatat dalam Museum
untuk
Rekor Indonesia (MURI) dengan
terkandung
gotong-royong dalam
tarian
dijadikan materi
Taman
Kanak-Kanak (TK) se-Kabupaten
dua
Ponorogo dan disetujui oleh Bupati.
penari yang paling banyak di
Agar materi ini bisa disampaikan
Indonesia mencapai 10.269 anak.
secara jelas kepada guru maupun
Kedua,
peserta
dibuat
lengkap
berupa
gerakan. untuk kategori Tarian
didik
pendokumentasian
kategori.
Pertama,
orisinalitas secara
tari kostum
rekaman CD yang dikomersialkan
dengan
peserta
tari
untuk kalangan sendiri dengan
dengan
jumlah
penari
tuntunan
orang.
sekalian,
kemudian
dilanjutkan menggunakan iringan dan peraganya langsung. Tarian ini memang sangat
jumlah
yang dan
terbanyak 10.269
Perkembangan Tari Kang Potro hingga tahun 2012 semakin baik, walaupun secara edukatif
dikenal di dunia pendidikan, pada
tidak diharuskan
tahun 2009 SMKN 9 Surabaya
muatan lokal tetapi banyak sekolah
sebanyak 10 siswa jurusan Tari
yang memakai Tari Potro sebagai
melakukan Praktek Kerja Lapangan
bahan
di Sanggar Tari Aglar selama 2
tercukupi dengan adanya kaset
ajar
menjadi materi
karena
medianya
audiovisual sebagai panduan dalam
Nilai-nilai tersebut hidup di alam
berlatih. Pada tahun ini pula Tari
pikiran
Kang Potro diundang untuk tampil
masyarakat
mewakili
di
dalam bertindak. Tari Kang Potro
anjungan Jawa Timur Taman Mini
merupakan kesenian daerah yang
Indonesia Indah.
mampu bertahan sampai saat ini,
Jawa
Timur
Masyarakat
B.
lagi
umum
sebagian
besar
sebagai
warga
pedoman
pada
karena dalam penyajiannya tidak
saat ini melihat Tari Potro begitu
hanya berlandaskan pada aspek-
fenomenal tidak hanya di lingkup
aspek
Ponorogo
Timur
mempertimbangkan nilai-nilai yang
bahkan Nasional melihat Potro
berlaku dalam masyarakat. Selain
sebagai sebuah pergerakan warna
itu tradisi/budaya yang ada dalam
tari
masyarakat
tetapi
baru
Jawa
yang
menginspirasi
estetis,
tetapi
Ponorogo,
dalam
juga
dijadikan
munculnya karya-karya tari lain
inspirasi
dengan bernuansa/bertema lucu
koreografi
setelah Potro menjadi wakil Jawa
sehingga memberi warna tersendiri
Timur dalam parade Tari Daerah di
pada wujud tarian ini.
Tari
pengembangan Kang
Potro,
TMII. Misalnya: Tari Si Ganyong
Adapun nilai-nilai budaya
dari Banyuwangi, Rung Sarung dari
lokal yang terkandung dalam Tari
Pacitan,
Kang
dan
Cangik
dari
Potro
terinspirasi
dari
Yogyakarta.
gambaran sosok masyarakat kecil,
Peranan Tari Kang Potro dalam
yang erat dengan nilai-nilai sebagai
Melestarikan Nilai-Nilai Budaya
berikut:
lokal
a. Nilai
di
Desa
Banyudono
Kecamatan Ponorogo Kabupaten
Royong
Ponorogo Tahun 2006-2012.
Gotong
Penciptaan suatu karya seni tidak
bisa
dipisahkan
Kebersamaan/Gotong royong
merupakan proses cooperation
dari
yang terjadi dalam masyarakat,
lingkungan/kehidupan yang ada
dimana proses ini menghasilkan
disekelilingnya
tolong-menolong
dan
berbagai
dan
peristiwa alam yang telah terjadi,
pertukaran tenaga serta barang
maka dalam penciptaanya selalu
maupun pertukaran emosional
memunculkan
dalam
nilai-nilai
yang
dianut oleh masyarakat setempat.
diantara
bentuk
timbal
mereka
balik
(Burhan
Bungin,
2006:59).
Unsur
c. Nilai Kesederhanaan
kebersamaan dalam Tari Kang
Sebagai abdi dalem Kang
Potro terlihat pada gerakan
Potro
mengangkat
secara
kesederhanaan yang didasari
bersama-sama kemudian saling
oleh sikap rendah hati, sanggup
ditukarkan dengan penari yang
membawa diri sesuai dengan
lain,
keadaan
krenjang
setelah
itu
krenjang
dikumpulkan menjadi satu.
keadaan
dalam
masyarakat
dengan
dirinya,
kemampuannya
b. Nilai Kejujuran Di
hidup
dengan
dan
dengan
masyarakat
sekitarnya.
Kesederhanaan
Jawa terdapat ungkapan yang
merupakan pola pikir dan pola
berbunyi sing jujur mujur “orang
hidup yang yang proporsional,
jujur akan beruntung”. Orang
tidak berlebihan, dan mampu
yang tidak berlaku jujur lama-
menggunakan apa yang dimiliki
kelamaan
untuk hal-hal yang bermanfaat.
akan
mengalami
kehancuran, karena diketahui kebohongannya
(Sri
d. Bekerja Tanpa Pamrih
Retna,
Unsur
bekerja
tanpa
Tashadi, Wahyudi, 1996: 272) .
pamrih terlihat pada tokoh
Hal ini juga terdapat dalam
Kang Potro yang selalu ceria
Tarian
yang
dalam bekerja, meskipun hanya
tokoh
sebagai abdi dalem mereka
Potro Joyo dan Potro Tholo
mampu menjalankan tugasnya
adalah abdi yang bekerja secara
dengan
tulus dan jujur. Meskipun Kang
memikirkan
Potro hanya sebagai abdi dalem
didapat.
Hendaknya
dalam
mereka
bekerja
nilai
harus
Kang
menceritakan
Potro bahwa
berani
melaporkan
baik,
adipati maupun senopati kepada
diterapkan,
Raja
adanya
apabila
berbuat
salah.
tulus,
tanpa
imbalan
yang
ini
karena ketulusan
dengan dan
Kebiasaan berkata jujur adalah
keikhlasan
cerminan
melaksanakan pekerjaan, maka
orang
yang
bermartabat dan disenangi oleh
akan
banyak orang. rakyatnya.
tersendiri, bekerja
dalam
mendapatkan namun menjadikan
imbalan apabila materi
sebagai tujuan utama, maka
akan terjebak dalam pengejaran
cepat
yang tidak berkesudahan.
teknologi dan informasi.
e. Mengabdi
pada
atasan/Loyalitas yang Tinggi
dalam
menyebarluaskan
Masyarakat
Banyudono
merasa sangat dimudahkan dengan
Nilai loyalitas tercermin
teknologi maju yang ada pada masa
pada sikap Kang Potro yang
sekarang ini, membuat mereka
setia, patuh, dan taat pada
kadang-kadang lupa akan dirinya
majikan. Hal ini menginspirasi
sebagai mahluk sosial, sehingga
masyarakat agar mempunyai
rasa kesatuan batin antar anggota
loyalitas
masyarakat
yang tinggi dalam
mulai
berkurang.
bekerja. Dengan loyalitas yang
Contoh
tinggi menumbuhkan rasa cinta
salah satu anggota masyarakat yang
dan tanggung jawab terhadap
mempunyai
pekerjaan,
selalu
membutuhkan pertolongan, apabila
memberikan
tidak didatangi di rumah untuk
pelayanan dan perilaku yang
dimintai tolong, mereka tidak mau
terbaik
secara
sehingga
berusaha
(mengabdikan
diri)
pada atasan. Nilai-nilai
konkritnya:
Ketika
hajatan
sukarela
datang
ada dan
untuk
membantu, terutama ketika tidak lokal
mendapat manfaat apapun dari
inilah yang membedakan antara
pertolongannya. Selain itu dalam
tarian suatu daerah dengan daerah
hal perbaikan jalan, jembatan, dan
lainnya.
fasilitas
sekaligus
Nilai
budaya
ini
pula
memberikan
yang
umum
lainnya,
sikap
identitas
gotong-royong yang terbina dalam
terhadap tarian tersebut, berkaitan
masyarakat sudah tidak terlalu
dengan pesan moral yang ingin
kuat, sebagian masyarakat memilih
disampaikan dari penampilan suatu
untuk mengutamakan kepentingan
karya tari. Keberadaan nilai-nilai
pribadinya
tersebut dari tahun ke tahun mulai
meluangkan
melemah dalam ranah kehidupan
bergotong-royong
sehari-hari masyarakat Kelurahan
kepentingan bersama.
Banyudono,
seiring
dari
pada
harus
waktunya
untuk demi
terjadinya
Keberadaan Tari Kang Potro
perubahan sosial akibat adanya
dalam kondisi ini, tidak hanya
pengaruh globalisasi yang kian
berperan sebagai tontonan (media hiburan) yang indah dan menarik,
namun juga bisa menjadi sarana
masyarakat
Banyudono
penyebaran informasi efektif untuk
kehilangan jati
mendidik
warga
tidak
dirinya sebagai
masyarakat
dalam
nilai-nilai
budaya
menjunjung tinggi nilai gotong-
lokal yang telah mengakar lama
royong, tolong-menolong, jujur, dan
dalam
masyarakat.
Nilai-nilai
bekerja tanpa pamrih. Nilai-nilai
budaya
lokal
terkandung
yang hadir dalam setiap tarian
dalam
tarian
melestarikan
dicerna
yang
oleh
tersebut semua
biasa
mempunyai
latar
yang
mampu
inilah, yang akan tertanam pada
kalangan
relung hati setiap penari maupun
masyarakat, baik seniman maupun masyarakat
masyarakat
yang
tidak
belakang
di
penontonnya. C.
Upaya
Masyarakat
dalam
Melestarikan Tari Kang Potro di
senipun bisa merasakan makna
Desa
Banyudono
Kecamatan
nilai yang terkandung didalamnya.
Ponorogo Kabupaten Ponorogo
Secara langsung Tari Kang potro
Pada Tahun 2006-2012.
berperan dalam mensosialisasikan
Kehadiran
kesenian
dan menanamkan kembali pada
terbentuk atas dasar dukungan
masyarakat nilai-nilai budaya lokal
masyarakat
yang
semakin
serta menciptakan kesenian baru
tumbuh
sebagai suatu upaya pemenuhan
keberadaanya
tersisihkan,
sehingga
dalam
kesadaran pada masyarakat betapa
kebutuhan
pentingnya keberadaan nilai-nilai
masyarakat. Tari Kang Potro hadir
tersebut
memberikan
untuk
kehidupan
dimiliki
identitas/ciri
oleh khas
dalam
tersendiri bagi pergerakan warna
arus
tari yang bertema lucu/gecul. Tema
globalisasi yang melanda negara ini.
tari seperti ini jarang sekali ada,
masyarakat
bersama
mengatur
yang
membentuk
ditengah
Dengan demikian melalui
sehingga
masyarakat
merasa
tarian sebagai salah satu bentuk
sangat terhibur dan menerima baik
kesenian, sebenarnya orang dapat
keberadaan tarian tersebut, namun
memperkokoh,
mengembangkan,
terkadang pengetahuan masyarakat
dan memperkuat nilai-nilai budaya
masih kurang mengenai makna
lokal
simbolis
yang terkandung dalam Tari Kang
diperagakan dengan gerakan yang
Potro. Penciptaan tari ini berawal
indah. Hal ini tentu membuat
dari
yang
secara
keterbatasan
kemampuan
kepenarian di Ponorogo, yang pada
daerah
waktu keadaan penarinya masih
Banyudono sendiri, selain memberi
belum rata. Dari keterbatasan itu
kesempatan anggota sanggar untuk
melahirkan karya tari yang materi
mengenalkan Tari Kang Potro pada
geraknya sederhana, tidak terlalu
masyarakat
teknis tapi secara konsep (alur
kegiatan di Kelurahan, seperti:
cerita) bisa langsung mengena di
acara
hati
karena
taruna, dan lain-lain. Kelurahan
mengangkat sosok masyarakat kecil
juga memberikan fasilitas tempat
yang
nilai-nilai
latihan tari di Kantor Kelurahan
kebersamaan, sederhana, ceria, dan
Banyudono untuk anak-anak dan
seakan
dalam
pemuda disana. Latihan biasanya
tersebut
dilaksanakan pada hari Minggu
masyarakat, kental
dengan
tanpa
bekerja.
pamrih
Nilai-nilai
dianggap
masih
relevan
dengan
masyarakat.
berguna
Selain
dan
kehidupan itu
nuansa
Ponorogo.
Kelurahan
melalui
rapat
kegiatan-
kelurahan,
karang
sore dan Jum’at malam, jadi selain di
sanggar
latihan
tari
juga
dilakukan di Kantor Kelurahan.
Ponorogonya yang kuat berakar
Generasi
dari kesenian Reog, membuat Tari
pelestarian ini, memegang peranan
Kang Potro terus dilestariakan
yang penting, karena pada diri
sampai sekarang ini.
generasi muda tersimpan potensi
Peran masyarakat
pemerintah sangat
serta
diharapkan
muda
dalam
hal
yang besar dan memiliki daya kreatifitas
yang
tidak
terbatas
guna menjaga kelestarian tarian ini.
untuk
membangun
suatu
Pengembangan Tari Kang Potro
masyarakat ke arah yang lebih baik
pada awalnya hanya dilakukan
lagi.
melalui Sanggar Tari Aglar yang
Upaya pewarisan Tari Kang
didirikan oleh Bapak Shodig di
Potro tidak hanya dilakukan oleh
Kelurahan Banyudono Kecamatan
masyarakat Kelurahan Banyudono,
Ponorogo
tetapi
Kabupaten
Ponorogo.
Pemerintah
Kabupaten
Melalui sanggar ini masyarakat
Ponorogo juga berperan dalam
Banyudono
mengikutsertakan
pelestariannya,
putra-putrinya
menjadi
mengenalkan tarian ini sejak usia
sanggar
untuk
anggota
mempelajari
Kesenian Reog dan berbagai tarian
dini,
melalui
dengan pelatihan
cara yang
diberikan kepada seluruh Guru TK
se-Kabupaten
Ponorogo.
mengembangkan Tari Kang Potro,
Pemerintah juga meminta agar
hal
tarian ini ditarikan secara masal
dipakainya Tari Kang Potro sebagai
oleh anank-anak TK pada acara
materi ajar, tidak hanya ditingkat
perayaan Grebeg Suro tahun 2011.
TK, namun di tingkat SD, SMP, dan
Hasilnya Tari Kang Potro berhasil
SMA. Untuk sumber acuan dalam
tercatat
pengajaran,
di
Museum
Rekor
ini
dibuktikan
Tari
dengan
Kang
Potro
Indonesia, dengan jumlah penari
didokumentasikan dalam bentuk
paling banyak di Indonesia dan
CD yang disertai dengan tuntunan
orisinalitas tari yang lengkap secara
dan
kostum dan gerakan. Selain itu
tersebut tidak dijual secara bebas,
pada tahun 2012/2013, Pemerintah
hanya untuk koleksi sanggar dan
juga membuat event atraksi tari
media
sebagai wadah untuk berekspresi
sekolah. Tari Kang Potro juga
masyarakat, yang diselenggarakan
sering diikutkan dalam event-event
setiap malam bulan purnama di
baik lokal maupun regional supaya
alun-alun.
yang
masyarakat lebih mengenal tarian
berasal dari semua sanggar di
ini secara mendalam, sehingga
Ponorogo
nilai-nilai
untuk
Tarian-tarian mendapatkan
pentas,
Sanggar
Tari
salah
giliran
iringannya
langsung.
pengajaran
budaya
di
CD
sekolah-
lokal
yang
satunya
terkandung di dalamnya mampu
yang
dimaknai dan diterapkan dalam
Aglar
mementaskan Tari Kang Potro.
kehidupan
bermasyarakat.
Dari
Pengenalan Tari Kang Potro
berbagai kegiatan pelestarian yang
sejak usia dini, dilakukan dalam
telah dilakukan secara dinamis,
rangka menumbuhkan rasa cinta
diharapkan akan membentuk suatu
terhadap budaya daerah pada anak-
kesadaran kultural yang terdapat
anak. Karakter mencintai seni dan
pada
budayanya sendiri adalah faktor
Banyudono.
yang penting untuk menciptakan
setiap
masyarakat
Simpulan
masyarakat yang berbudi luhur
Secara historis, nama Tari Kang
dalam tindakan dan pikiran sebagai
Potro berasal dari nama tokoh Potro
refleksi dari kepribadiannya.
Joyo-Potro
Sampai saat ini masyarakat sangat
antusias
dalam
Tholo,
dimana
dalam
ceritanya merupakan dua orang abdi pengikut Pangeran Pujangga Anom,
yang menjalankan tugas penyamaran ke
mendirikan Sanggar sebagai tempat
Kerajaan
dalam
pelestarian dan pengembangan tari,
Potro
memperkenalkan
Tarian
digambarkan sebagai seorang Pekathik
setiap
kelurahan,
(pemelihara kuda). Dari tahun ke tahun
mengikutkan Tari Kang Potro dalam
keberadaan Tari Kang Potro semakin
event-event baik lokal maupun regional.
berkembang.
dijadikan
Melalui upaya-upaya tersebut dapat
TK
se-
memperkokoh eksistensi Tari Kang
Ponorogo,
Potro, sebagai budaya lokal yang erat
Bantarangin,
penyamarannya
materi
Kang
Mulai
untuk
dari
anak-anak
Kabupaten
kegiatan
pendokumentasian dalam bentuk CD,
dengan
hingga berhasil tercatat dalam Museum
masyarakat kecil.
Rekor Indonesia dengan jumlah penari
ini
nilai-nilai
dalam dan
kehidupan
Saran
terbanyak di Indonesia dan orisinalitas
Berdasarkan hasil penelitian yang
tari yang lengkap secara kostum serta
telah dilakukan adapun saran yang
gerakan.
dapat dipertimbangkan yaitu:
Keberadaan
Tari
Kang
Potro,
1. Bagi masyarakat Banyudono
tidak hanya berperan sebagai tontonan
Kesadaran
(media
dan
menjaga dan melestarikan Tari Kang
menarik, namun juga bisa menjadi
Potro perlu ditingkatkan, karena
sarana penyebaran informasi efektif
masih ada sebagian masyarakat yang
untuk
dalam
melihat Tari Kang Potro dari sisi
menanamkan kembali nilai-nilai budaya
kelucuannnya saja tanpa mampu
lokal
memaknai nilai-nilai apa saja yang
hiburan)
mendidik yang
yang
indah
masyarakat
keberadaannya
mulai
memudar seiring perkembangan zaman. Hal
ini
menumbuhkan
masyarakat
kesadaran
betapa
mengembangkan
dan
pentingnya melestarikan
tarian ini, sebagai upaya
masyarakat
untuk
terkandung dalam tarian tersebut. 2. Bagi Sanggar Tari Aglar Hendaknya lebih cermat lagi dalam mendokumentasikan
moment-
menjaga
moment penting penampilan Tari
budaya bangsa dari pengaruh budaya
Kang Potro dalam berbagai festival
asing
yang pernah diikuti, sehingga dapat Upaya pelestrian Tari Kang Potro
dijadikan sumber acuan mengenai
dilakukan oleh berbagai pihak, baik
perkembangan Tari Kang Potro dari
masyarakat
tahun ke tahun.
melalui
maupun
beberapa
cara
pemerintah diantaranya
3. Bagi
Pemerintah
Kelurahan
Kelompok Peduli Budaya dan Wisata Daerah Jatim.
Pemerintah harus berperan lebih
Bambang Widianto dan Iwan Meulia P (Eds.). 2009. Perspektif Budaya. Jakarta: Rajawali Pers.
Banyudono aktif lagi dalam melestarikan Tari Kang
Potro
melalui
pembinaan-
pembinaan pada masyarakat tentang kesenian khas daerah yang wajib dilestarikan sebagai warisan budaya lokal. 4. Bagi
Pemerintah
Kabupaten
Ponorogo Pemerintah daerah hendaknya tidak hanya mewajibkan Tari Kang Potro untuk dijadikan bahan ajar di tingkat TK saja, tapi juga di tingkat SD, SMP, dan SMA.
Daftar Pustaka Abraham Nurcahyo, dkk. 2009. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Magetan: Lembaga Edukasi Swastika. Alo
Liliweri. 2007. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Amri Marzali. 2005. Antropologi dan Pembangunan Indonesia. Jakarta: Kencana. Asmadi
Ayu
Alsa. 2004. Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif serta kombinasinya dalam penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sutarto. 2004. Menguak Pergumulan antara Seni, Politik, Islam, dan Indonesia. Jember:
Burhan
Bungin. 2006. Sosiologi Komunikasi, Teori, Paradigma, dan Diskusi Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana.
Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat. 2003. Komunikasi AntarBudaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Djoko Surjo, dkk. 1985. Gaya Hidup Masyarakat Jawa di Pedesaan: Pola Kehidupan Sosial-Ekonomi dan Budaya. Jakarta: Depdikbud. Elly M. Setiadi, dkk. 2007. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana. Emzir. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers. Hadari Nawawi. 2005. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Joko Tri P, dkk. 1998. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Juliansyah Noor. 2011. Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana. Katarina Indah S. 2006. Notasi Tari. Surakarta: ISI Press. Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi Edisi Baru. Jakarta: PT Rineka Cipta. Miles, Matthew B. dan Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data
Kualitatif. (terjemahan Tjetjep Rohendi R.). Jakarta: UI Press. Nooryan Bahari. 2008. Kritik Seni. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Oho
Garha. 1998. Pokok-Pokok Pengajaran Kerajinan Tangan dan Kesenian. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah. 1980. Eksiklopedi Tari Indonesia Seri AE. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Rafael Raga Maran. 2000. Manusia dan Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Rohiman Notowidagdo. 2002. Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan AlQur’an dan Hadits. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Saifuddin Azwar. 2004. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Soedarsono (Ed). 1986. Kesenian, Bahasa, dan Folklor Jawa. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sri Retna Astuti, dkk. 1996. Unsur-Unsur Nilai Budaya dalam Serat Witaradya. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. Sujarwa. 2001. Manusia dan Fenomena Budaya Menuju Perspektif Moralitas Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Taliziduhu Ndraha. 2005. Teori Budaya Organisasi. Jakarta: PT Rineka Cipta. Trianto. 2010. Pengantar Penelitian Pendidikan Bagi Pengembangan Profesi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan. Jakarta: Kencana. Umar Kayam. 1981. Seni, Tradisi, Masyarakat. Jakarta: PT Djaya Pirusa. Widaryanto, F.X. 2005. Kritik Tari, Gaya, Struktur, dan Makna. Bandung: Kelir.