HASIL DAN PEMBAHASAN Dukipi Daerah Penelitian Demografi Daerah Penelitian Kemmatan Loa Janan adalah salah satu Keamatan di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat U Kutai Karhnegara, Provinsi Kalimantan Timur.
Batas wilayah
Kecamatan Loa Janan secara administratif adalah sebagai berikut :
-
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Samarinda Ulu
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Samarinda Seberang, Kecamatan Palaran, dan Kecamatan Samboja.
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pasir - Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Jempang. Data BPS Kabupaten Kutai (2001) menggambarkan bahwa, Kecamatan Loa Janan terletak pada 115'53' - 116'26' Bujur Timur dan 0'30' - 0'6 Lintang Selatan dengan luas wilayah sebesar 644.2 Km2. Ketinggian tempat berkisar antara 0 - 500 meter di atas permukaan laut. Jarak dari ibukota Propinsi adalah 35 Km dan jarak dari ibukota Kabupaten 55 Km. Kecamatan Loa Janan tepamya
terletak pada ruas jalan antara kota Samarinda (Ibukota Propinsi) dan Balikpapan. Ruas jalan tersebut juga merupakan jalan antar propinsi yang menghubungkan
Propinsi Kalimantan Timur dengan Propinsi Kalimantan Selatan, sehingga Kecamatan h a Janan menjadi suatu pintu gerbang masuk ke Ibukota Propinsi. Tabel 2 menggambarkan keadaan Kecamatan Loajanan.
Tabel 2 . Keadaan Desa di Kecamatan Loa Janan Kabupaten Kutai Kartanegara
Sumber: BPS Kabupaten Kutai Kartagenara Tahun 2001
Keadaan penduduk Penduduk di Kecamatan Loa Janan bejumlah 38.815 jiwa yang terdiri atas laki-laki 19.255 jiwa (49.6%) dan wanita 19.560 (50.4 %) dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 10.917 KK. Jumlah penduduk di tiga desa (Purwajaya, Tani Bhakti, dan Batuah) sebanyak 1 1.630jiwa atau 30.0% dari jumlah pmduduk & Kecamatan Loa Janan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 3.186 KK atau 29.2% dari jumlah kepala keluarga di Kecamatan Loa Janan.
Jumlah rumah tangga petani di Kecamatan Loa Janan adalah 4.081 KK, sedangkan jumlah rumah tangga petani pada tiga desa di wilayah penelitian (Tani Bhakti, Purwajaya, dan Batuah) sebanyak 2.494 KK titau 61.1% dari nunah tangga petani di Kecamatan Loa Janan. Dengan demikian sebagian besar nunah tangga petani di Kecamatan Loa Janan terkonsentrasi di tiga desa tersebut. Gambaran
lainnya bahwa mayoritas mmah tangga (78.3%) di wilayah penelitian (Desa Tani Bhakti, Purwajaya, dan Batuah) menggantungkan sumber pendapatan dari sektor pertanian, baik sub sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan, maupun peternakan. Kelompok pekejaan yang lainnya adalah sebagai Pegawai Negeri SipilIABRI (5.4%), bumh pemsahaan/industri (4.7%), pedagany/industri keciU bidang jasa dan angkutan (9.9 %), dan lain-lain (1.7 %). Kecamatan Loa Janan mempunyai ciri penduduk yang heterogen, selain penduduk lokal sebagian lagi mempakan penduduk pendatang, yaitu berasal dari transmigrasi pada awal tahun 1962, bumh pekerja bidang industri atau jasa, dan pedagang.
Penduduk
pendatang tersebut kebanyakan berasal dari Pulau Jawa dan Sulawesi.
Keadaan Tanah dan Iklim
Jenis tanah yang dominan di wilayah Kecamatan Loa Janan tidak berbeda dengan keadaan umumnya di wilayah Provinsi Kalimantan Timur, yang didominasi oleh jenis tanah (Jltisol (Podsolik Merah Kuning). Karakteritik khusus dari jenis tanah ini adalah tingkat kemrlsaman tanah yang tinggi ( pH berkisar antara 4 - 5 3 , dan tanah marginal yang miskin akan unsur hara utama N, P dan K, keterikatan unsur P yang tinggi, dail defisiensi beberapa unsur mikro lainnya. Topografi tanah di daerah ini sangat bervariasi, mulai dari landai, bergelombang, hingga berbukit-bukit.
Tingkat kemiringan lahanpun bervariasi, pada daerah yang
berbukit dapat dijurnpai kelerengan yang sangat terjal yang menyebabkan lahan tersebut tidak dapat dipemntukkan bagi usaha pertanian .
Iklim di Mlayah penelitian tergolong tropik basah, yang dicirikan tidak adanya batasan yang jelas antara musim kemarau dan musim hujan. Hujan dapat tejadi sepanjang tahun dengan rata-rata curah hujan antara 2.000-3.000 mm per tahun. Suhu udara berfluktuai cukup tingi antara siang dan malam dengan kisaran suhu 23" hingga 32" C. Penggunaan Lahan Pertanian Luas lahan potensial untuk usaha pertanian pada daerah penelitian adalah seluas 10.708 Ha yang terdiri atas lahan sawah seluas 1.733 Ha (16.2%) dan lahan kenng seluas 8.975 Ha (83.8 %), namun belum seluruh lahan potensial tersebut termanfaatkan. Lahan pertanian ptensial yang telah mmanfaatkan seluas 6.918 Ha (64.6%) yang terdiri atas lahan sawah seluas 1.046 Ha (15.1%) dan sebagai lahan perkebunan clan tegalan seluas 5.872 Ha (84.9%). Berdasarkan data tersebut telah menggambarkan bahwa di lokasi penelitian potensi lahan kering lebih dominan, sehingga pengembangan usahatani komoditas perkebunan khususnya lada lebih menonjol dibanding dengan taman pangan seperti padi dan palawija. Tabel 3 menyajikan secara rinci potensi dan penggunaan lahan di tiga desa lokasi penelitian, yaitu Desa Purwajaya, Desa Tani Bhakti, dan Desa Batuah Pemanfaatan lahan pertanian untuk usahatani di daerah penelitian adalah: (1) lahan perkebunan 4.278 Ha (39.9%), (2) tegalan 1.317 Ha (12.3%), (3) sawah setengah teknis dan tadah hujan 1.046 Ha (9.8%), (4) lahan pekarangan 277 Ha
(2.6%), dan (5) lahan belum dimanfaatkan seluas 3103 Ha (28.9%) lahan kering
dan 687 Ha (6.4%) lahan sawah.
Tabel 3. Penggunaan Lahan Peruntukan Usaha Pertanian di Kecamatan Loa Janan
Surnber : BPS Kabupaten Kutai KartanegaraTahun 2001 (diolah)
Lahan perkebunan mempunyai porsi terbesar dalam pemanfaatan lahan untuk usahatani. Usaha pertanian penduduk pada umumnya mempakan tanaman dengan komuditas utama lada. Tanaman lada merupakan salah satu komuditas andalan di wilayah Kabupetan Kutai Kartanegara. Salah satu daerah penghasil lada terbesar di daerah ini adalah Kecamatan Loa Janan. Luas pertanaman lada di Kalimantan Timur pada tahun 2001 sebesar 10.788,5 Ha dengan produksi sebesar 5.873,5 ton. Sebagian besar luas pertanaman lada (65.1%) di Kaltim berada di Kabupaten Kutai Kartanegara sebesar 7.025 Ha dengan produksi sebesar 4.804 ton (Dinas Perkebunan Kaltim, 2001 ). Kecamatan Loa Janan adalah salah satu sentra pertanaman lada di Kabupaten Kutai kartanegara. Sebagian besar (74.7%) luas pertanaman lada di Kabupaten Kutai Kartanegara terdapat di Kecamatan Loa Janan.
Luas pertanaman lada di
Kecamatan Loa Janan sampai tahun 2001 seluas 3.975 Ha dengan produksi 3.590 ton. Produksi rata-rata pertanaman lada di Kecamatan Loa Janan 1.370,75 kgkh atau 3 1 % lebih tinggi dari rata-rata produksi pertanaman lada di Kalimantan Timur (Disbun Kabupaten Kutai Kartanegara, 2001). Data Luas perkebunan lada Tahun 1996 di Kecamatan h a Janan 6.281 Ha dengan rata-rata luas lahan usahatani lada 3.06 H a m (Disbun Kabupaten Kutai Kartanegara,1997). Setelah tejadi kemarau panjang dan kebakaran hutan 1997 yang menyebabkan banyak kebun petani lada yang musnah. Hingga pada saat ini rata-rata luas lahan usahatani lada di daerah penelitian baru mencapai 1.97 H a m . Beberapa tahun terakhir ini luas perkebunan di Kecamatan h a Janan terus meningkat. Namun peningkatan tersebut sejak tahun 1997 - 2001 baru sebesar 35.6%, masih jauh bila dibandingkan dengan luas tamanan lada tahun 1996 sebesar 6.282 Ha. Pada tahun 2001 luas perkebunan lada di Kecamatan Loa Janan mencapai 3.975 Ha (Data Disbun Kabupaten Kutai Kartanegara, 2001). Sarana dan Prasarana Ketersediaan sarana dan prasarana sosial ekonomi merupakan satu syarat penting yang mendukung pengembangan suatu daerah, sekaligus m e ~ p a k a nsalah indikator penting tingkat kemajuan suatu daerah. Prasarana jalan penghubung antar desa di +;ayah pnelitian sangat memadai. Jalan yang menghubungkan tiga desa daerah penelitian me~pakanjalan propinsi sehingga tejamin akan kelancaran hubungan ketiga desa wilayah tersebut. Kondisi jalan adalah jalan
beraspal sepanjang 112 km yang menghubun-&an dengan Kecamatan, Kabupaten dan Ibukota Propinsi. Sedangkan jalan desa sebagian besar masih jalan tanah dengan kondisi mulai dari jelek hingga cukup baik, dan masih sebagian kecil yang merupakan jalan pengerasan dengan kondisi baik. Sarana yang berkaitan dengan sektor pertanian yang ada di wilayah penelitian relatif baik. Lembaga penunjang yang tediri atas institusi pemerintah, yaitu Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kecamatan, Cabang Dinas Perkebunan .. kecamatan, BPP h a Janan, BBI Hortikultura, Kebun Pembibitan Lada, Instalasi Kebun Percobaan Pengolahan Lada, clan lembaga ekonomi yang terdiri dan 1 buah Koperasi dan 2 buah KUD. Ketersediaan sarana pertanian didukung pula oleh beberapa kios sarana produksi pertanian yang terdapat di wilayah penelitian. Dengan demikian akan menunjang ketersediaan sarana produksi yang dibutuhkan masyarakat petani di wilayah tersebut. Data pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kecamatan Loa Janan menunjukkan bahwa petugas penyuluh di Kecamatan h a Janan bejumlah 15 orang tenaga penyuluh yang dikelompokkan ke dalan empat sub sektor. Adapun 15 orang tenaga penyuluh tersebut adalah: (1) penyuluh pertanian tanaman pangan clan hortikultura bejumlah 10 orang (6 orang penyuluh program IDT dan 4 orang penyuluh pengamat hamalpenyakit tanaman), (2) penyuluh
perkebunan berjumlah 2 orang, (3) penyuluh peternakan 2 orang, dan (3) penyuluh perikanan 1 orang.
Kelembagaan Kelompoktani Kelembagaan kelompoktani di Kecamatan Loa Janan berjumlah 92 kelompoktani. Tabel 4 menyajikan data keadaan kelompok tani pada tujuh desa di Kecamayan Loa Janan sampai dengan tahun 2001.
Tabel 4. Keadaan Kelompoktani di Kecamatan Loa Janan
S u m h data : Dinas P&an Tanaman Pangan dan Hortikultura Kecamatan Loa Janan Tahun 2001
Jumlah anggota kelompoktani yang ada keseluruhannya berjumlah 3.280 orang, setiap kelompok mempunyai jumlah anggota yang bewariasi antara 14 sampai 94 orang atau rata-rata jumlah anggota sekiiar 36 orang. Wilayah kelompoktani pada umumnya meliputi satu Rukun Tetangga atau Dusun, sehingga petani yang tergabung dalam anggota kelompoktani di Kecamatan Loa janan bertempat tinggal saling berdekatan. Keuntungan yang diperoleh adalah bahwa petani lebih saling kenal dan akrab, anggota lebih sering berhubungan.
Jumlah kelompok terus berkembang, dan perkembangan kelompoktani yang telah ada sekarang ini pada umumnya merupakan pemekaran dari kelompoktani yang telah ada. Jika suatu kelompok telah memiliki anggota yang sangat banyak, maka kelompok tersebut akan dipecah menjadi beberapa kelompoktani baru, sehingga perkembangan kelompoktani yang ada sekarang merupakan pemekaran kelompok yang mempunyai anggota dalam jumlah besar yang disebabkan perkembangan dan pertambahan anggota atau penduduk. Selain kelembagaan kelompoktani tersebut pada saat ini di Kecamatan Loa Janan telah berdiri assosiasi petani, yaitu Asosiasi Petani Lada Indonesia (APSI) Tingkat Kabupaten. Tujuan berdirinya asosiasi petani lada ini adalah untuk mengupayakan peningkatan kemajuan petani lada
Karakteritik Individu Petani
Karakteritik individu petani dalam penelitian ini yang diduga berhubungan dengan tingkat kemampuan dalam pengambilan keputusan &lam usahataninya, yaitu meliputi: umur, tingkat pendidikan dan jumlah pendidikan non formal, pengalaman berusahatani, pendapatan, luas lahan garapan, motivasi, dan kekosmopolitan.
Tabel 5 menunjukkan karateristik petani yang mempakan
gambaran karakteritik pengurus kelompok, anggota kelompok dan gabungannya sebagai karakeritik petani.
Tabel 5. Karakteritik Individu Petani
Keterangan :
-
*) n pengurus = 36; n anggota = 54
angka dalam kurung adalah frekuansi petani
Urnur merupakan suatu aspek ymg berpengaruh terhadap kemampuan fisik, psikologis dan biologis seseorang.
Data hasil penelitian menunjukkan
bahwa umur petani berkisar antara 24 hingg 75 tahun. Sebagian besar petani (81.19/0) berusia kurang dari 55 tahun. Bila dilihat dari usia produktif, maka dapat
dikatakan bahwa sebagian besar petani relatif masih tergolong usia muda dan
produktif yang berarti memiliki kemampuan fisik relatif baik pula. Pengurus kelompok cenderung berusia rata-rata lebih tua dari anggota kelompok. Klausmeier dan Gwin (1966) menyatakan bahwa, umur m e ~ p a k a nsalah satu faktor utama yang mempengadu efisiensi belajar. Kisaran urnur sebagian besar petani merupakan usia produktif, sebagai gambaran rata-rata petani dapat melakukan kegiatan secara optimal karena pada usia yang relatif muda, mempunyai kondisi fisik yang relatif baik, dengan ditambah pengalaman yang hperolehnya sehingga potensi dan kemampuan pada dirinya masih dapat dikembangkan. Dahama dan Bhatnagar (1980) menyatakan bahwa kapasitas belajar seseorang berkembang pesat sampai umur 20 tahun dan mencapai puncaknya pada umur sekitar 50 tahun. Hasil analisis data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa hanya 25.5% yang telah menempuh pendidikan setara SMP ke atas.
Sebagian (50.0%) petani
berpendidikan tingkat SD, dan sisanya (24.5%) tidak tamat SD. Sebagan besar pengurus (52.8%) berpendidikan SMP, sedangkan sebagian besar anggota (48.1%) berpendidikan SD. Pengurus mempunyai tingkat pendidikan relatif lebih tinggi dibanding anggota kelompok. Gambaran tingkat pendidikan ini berarti sebagian besar masyarakat telah memiliki kemampuan baca-tulis, yang berarti mampu mengakses informasi dari media cetak. Ticgkat pendidikan seperti ini tentunya karena daerah ini relatif telah maju. Tersedianya sarana pendidikan mulai clan tingkat SD sampai SMP, bahkan di Desa Batuan terdapat sekolah SMA. Faktor lain yang menunjang kemajuan daerah ini adalah kemudahan transportasi dan jarak yang relatif tidak jauh dengan kota terdekat, yaitu ke ibukota Kabupaten: 60
Km; ke ibukota propinsi: 36 Km;dan ke Kecamatan: 25 Km. Kondisi jalan yang baik dan ketersediaan transportasi umum mempermudah mobilitas penduduk. Disamping itu adanya kesadaran masyarakat setempat akan pentingnya pendidikan.
Tingkat pendidikan yang demikian cenderung menggambarkan
tingkat kemajuan dan kemampuan sumberdaya yang relatif baik, sehingga me~pakanmodal dasar bagi masyarakat untuk dapat mengakses berbagai informasi dan kemampuan berkembang lebih maju. Pendidikan non formal adalah keikutsertaan petani &lam kegiatan pendidikan non formal dalam bentuk kursus, pelatihan, magang dan sekolah lapang, serta sejenisnya yang berkaitan dengan usahatani tanaman perkebunan khususnya komoditas lada. Hasil analisis pada Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar petani (56.7%) belum pernah mengikuti pendidikan non formal dalam bentuk pelatihan, kursus, magang maupun sekolah lapang. Sebagian besar pengurus kelompok (77,8 %) cenderung mempunyai kesempatan atau pernah mendapatkan jenis pendidikan non formal seperti kursus, pelatihan, magang dan sekolah lapang.
Hanya sebagian kecil anggota kelompok (20.4%) pernah
mendapatkan pendidikan non formal seperti di atas. Petani dan petugas lapangan menyatakan bahwa keterbatasan keikutsertaan petani &lam kegiatan pelatihan, kursus, magang dan sekolah lapang karena biasanya jwnlah dan volume jenis kegiatan tersebut terbatas sehingga belum memungkinkan bagi petani setempat. Berdasarkan pengamatan dalam penelitian, mayoritas penerima pendidikan non formal tersebut adalah pengurus dan petani
yang telah maju dan mau dan bersedia untuk menerapkan hasil kursus atau pelatihan yang diberikan. Calon peserta biasanya ditunjuk oleh petugas lapangan, dengan harapan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh &pat diterapkan dan ditiru oleh anggota kelompok atau masyarakat sekitarnya. Pengalaman petani berusahatani berdasarkan data peneiitian berkisar antara 4 hingga 45 tahun.
Hasil penelitian pa& Tabel 5 menunjukkan bahwa
sebagian besar petani (83.4%) telah memiliki pengalaman berusahatani lada lebih dari 10 tahun.
Jumlah pengurus kelompoktani yang memiliki pengalaman
berusahatani Qatas 10 tahun cenderung lebih banyak dibanding anggota kelompok. Pengalaman petani dalam berusahatani yang relatif lama menggambarkan bahwa petani cukup banyak memiliki pengetahuan dan keterampilan berusahatani lada sesuai pengalaman berusahatani yang telah ditekuninya selama ini. Berbekal pengalaman usahatani tersebut maka segala inovasi dan sesuatu ha1 barn yang berkaitan dengan usahataninya selalu dibandingkan dengan pengalaman usahatani yang dialaminya selama ini. Petani yang berpengalaman relatif lama dalam usahataninya cenderung bersifat lebih kritis. Hal ini sesuai dengan Dahama dan Bhatnagar (1969) yang menyatakan bahwa pengalaman seseorang akan memberikan kontribusi terhadap minat dan harapannya untuk belajar lebih banyak. Tingkat pendapatan usahatani adalah jumlah pendapatan yang berasal dari hasil komoditas utarna (lada) selama satu tahun. Tabel 5 menggambarkan bahwa pendapatan petani yang berada pa& kategori tinggi barn sebagian kecil petani (8,9 %). Sebagian besar petani (84.4%) mempunyai pendapatan pada kategori
masih sedang (5,5
-
19 juta).
Ada kecendemngan bahwa rata-rata tingkat
pendapatan pengurus kelompok relatif lebih tinggi dibanding anggota kelompok tani, karena pendapatan pengurus kelompok rata-rata di atas 5.5 juta, d a n g k a n 11.1% anggota masih memiliki pendapatan dalam kategori rcndah (< 5.5 juta). Luas lahan garapan petani responden a& kecenderungan terkait dengan pendapatan usahatani. Hal ini &pat terlihat dari data penelitian pada Tabel 5 bahwa hanya sebagian kecil petani (14.5%) yang mempunyai luas lahan usahatani diatas 2,5 Hz, sedangkan 73,3 % petani responden memiliki luasan lahan yang diusahakannya berkisar 0.7 - 2.5 Ha. Pendapatan mempakan gambaran tingkat kemampuan permodalan petani di wilayah penelitian. Berdasarkan pengamatan bahwa petani yang mempunyai tingkat pendapatan pada kategori tinggi, cenderung mempunyai luas lahan garapan yang relatif lebih luas. Beberapa petani yang kaya (maju) memiliki kebun lada yang produktif dengan luasan di atas 5 Ha, bahkan beberapa orang petani di Desa Batuah (KM 34 dan KM 46) memiliki kebun lada mencapai 5
H a m bahkan 9
-
10 H a m dengan rata-rata produksi berkisar 1,4 - 1,6 toniha.
Dengan demikian berarti produksinya di atas rata-rata produksi petani lada di Kxbupaten Kutai Kartanegara yaitu 1,03 ton/Ha (Disbun Kabupaten, 2001). Petani yang memiliki lahan garapan yang relatif luas cenderung memililu tingkat pendapatan dalam usahatani yang tingg. Petani yang tingkat pendapatannya tinggi tersebut mempunyai ketersediaan modal untuk pengembangan usahataninya. Sesuai dengan pendapat Mosher (1966) yang menyatakan bahwa ketersediaan
modal merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu usahatani, oleh karena modal memegang perana penting &lam mengembangkan usahataninya. Berdasarkan penjelasan sebelum musim kemarau 1997 rata-rata petani mempunyai luasan usahatani lada pada herah penelitian mencapai 3 Ha per keluarga tani. Data luas perkebunan la& Tahun 1996 di Kecamatan Loa Janan 6.281 Ha dengan rata-rata luas lahan usahatani lada 3.06 HaKK (Disbun Kabupaten Kutai Kartanegara, 1996). Namun pada saat ini rata-rata luas lahan usahatani la& di daerah penelitian baru mencapai 1.98 Ha/KK. Kemarau panjang yang berakibat kebakaran rnenyebabkan banyak kebun-kebun yang terbakar dan hingga pada saat penelitian masih sebagian besar kebun yang bekas terbakar belum diusahakan kembali. Namun &lam beberapa tahun terakhir ini rata-rata luasan lahan garapan cenderung meningkat, karena petani membuka dan menanami kembali kebun yang telah terbakar pada musim kemarau 1997 yang lalu. Berdasarkan pengarnatan petani telah mulai menanami kembali kebunnya secara bertahap sesuai dengan ketersediaan modal yang dimiliki petani. Perkembangan luas perkebunan di Kecamatan Loa Janan tahun 2001 mencapai 3.975 Ha dan sejak tahun 1997 - 2001 tejadi peningkatan sebesar 35.6%, namun masih jauh bila dibandingkan dengan luas tamanan la& tahun 1996 sebesar 6.282 Ha. (Disbun Kabupaten Kutai Kartanegara, 200 1). Motivasi merupakan dorongan &lam berusahatani pada diri petani, baik dorongan yang berasal &ri &lam (inrrinsik) maupun dari luar (eksrrinsik). Se-an
besar petani (61.1 %) pada saat ini masih belum memiliki motivasi yang besar dalam berusahatani la&. Bila dilihat dari kedua kelompok petani maka sebagian besar pengurus kelompok (55.6 %) mempunyai tingkat motivasi lebih tinggi dari anggota kelompok. Ada sebagian anggot~kelompok (50 %) yang mempunyai tingkat motivasi dengan kategori sedang. Komoditas lada yang merupakan komoditas unggulan pada usahatani di daerah tersebut, selain tersedianya pasar juga memiliki tingkat harga yang cukup menarik, ha1 inilah yang merupakan salah satu motivasi ekstrinsik bagi petani untuk memilih komoditas tersebut.
Namun belakangan ini tingkat harga
komoditas ini agak merosot, sehingga mengkhawatirkan petani bila ha1 ini terus berlanjut dan dapat merugikan. Motivasi pribadi (intrinsik) yang kuat terkait dengan adat dan nilai yang berlaku di masyarakat setempat, yakni bila seorang individu yang telah mampu untuk menunaikan ibadah haji menunjukkan status sosial lebih tinggi di &lam masyarakatnya, ha1 ni merupakan salah satu motivasi intrinsik petani, disamping memiliki usaha tani yang luas dan usuahatani yang maju. Kekosmopolitan adalah sifat terbuka petani yang selalu berusaha untuk mencari informasi &lam bidang usahatani untuk kebutuhan peningkatan kemampuannya. Petani yang memiliki sifat kekosmopolitan yang tinggi baru mencapai 37.8 %. Sebagian besar pengurus (52.8 %) cenderung mempunyai sifat kekosmopolitan lebih tinggi dibanding anggota kelompok. Pemgamatan menunjukkan bahwa pada umumnya pengurus kelompoktaru kebanyakan adalah kontaktani,
tokoh atau pemuka masyarakat setempat lebih mudah mengakses informasi dari luar karena memiliki intensitas berinteraksi yang cukup tinggi dengan pihak diluar komonitasnya, seperti petani maju, petugas pertanian, maupun lembagalinstansi pemerintah.
Faktor Eksternal Petani Pelaksanaan usahatani baik secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh berbagai faktor luar (faktor eksternal petani) baik alam, fisik, lingkungan sosialnya, termasuk berbagai kebijakan dan program-program dari pemerintah. Faktor eksternal petani, sedikit banyak berpengaruh terhadap din individu petani &lam pengelolaan usahatanhya. Dalam penelitian ini secara kuantitatif beberapa faktor ekstemal tersebut dianalisis melalui empat sub variabel, yaitu: (1) intensitas penyuluhan, (2) ketersediaan informasi, (3) ketejangkauan sarana produksi, dan (4) keterikatan petani terhadap adat yang berlaku di masyarakatnya. Intensitas penyuluhan dalam penelitian ini merupakan kegatan penyuluhan yang diterima atau diikuti petani yang berkaitan dengan kegiatan usahatani, baik melalui kelompoktani maupun kepada perorangan petani. Hasil analisis pada Tabel 6 menunjukkan bahwz int5nsit;c: penyuluhan dinilai oleh sebagian besar
petani (84.4%) cenderung masih rendah. Hal ini tidak jauh
berbeda yang dirasakan, baik oleh pengurus maupun anggota kelompok.
Pengamatan pada indikator menunjukkan, intensitas penyuluhan yang rendah karena intensitas kunjungan yang kurang dari dua kali dalam sebulan dan rendahnya intensitas berbagai kegiatan penyuluhan. Petani atau anggota kelompok ti&k hanya berharap seringnya penyuluh berkunjung ke petani atau kelompok, aktifitas penyuluhan dengan intensitas kunjungan yang tinggi, narnun yang dirasakan lebih penting oleh petani adalah berbagai infonnasi dan materi yang diberikan &lam kegiatan belajar, terutama yang diharapkan sesuai dengan keinginan atau yang diperlukan petani, serta untuk &pat mengatasi pennasalahan &lam usahataninya
Tabel 6. Faktor Eksternal Petani
Longgar Keterkaitan adat (X12) Cukup Terikat Keterangan :
<9 9-12 > 12
72.2 (26) 61.1 (33) 25.0 ( 9 ) 24.1 (13) 2.8 ( 1) 14.8 (8)
- *) n pengums = 36; n anggota = 54 - angka dalam kumng adalah frekuansi petani
65.6 (59) 24.4 (22) 10.0 ( 9 )
Kebutuhan informasi dan materi dalam kegiatan belajar kelompok juga sering belum dapat terpenuhi, menunjukkan ada kecenderungan keterbatasan kemampuan penyuluh &lam memenuhi kebutuhan petani.
Petani menyatakan bahwa
penyuluh tidak banyak lagi dapat membantu memecahkan permasalahan petani, materi penyuluhan yang diberikan tidak banyak hal-ha1 yang baru atau inovasi yang diperlukan untuk peningkatan dan pengembangan usahatani mereka, dan cam penyampaian informasi atau materi penyuluhan kebanyakan hanya berbentuk informasi dan diskusi. Petani berharap dalam kegiatan penyuluhan dapat diberikan dalam bentuk contoh, mencoba dan mempraktekkan atau demonstrasi percontohan agar lebih mudah diamati dan ditim. Salah satu kasus petani dalam mengatasi permasalahan pengendalian "penyakit busuk akar" pada tanaman lada, petani hanya diberikan informasi, sedangkan petani lebih berharap bagaimana cara pengendalian yang efektif dan benar diperlukan demonstrasi atau contoh yang dapat dilihat dan dicoba oleh petani. Keinginan petani adanya keragaman metoda yang lebih bervariasi, karena petani tidak hanya menginginkan informasi saja dalam kegiatan belajar, tetapi mencoba dan cara penerapan berbagai ha1 baru agar tidak hanya mengetahui dari informasi, tetapi juga keterampilan dan mempunyai pengalaman terhadap informasi inovasi yang diberikan. Keadaan penyuluh yang berjumlah dua orang untuk wilayah kerja di Kecamatan Loa Janan yang relatif luas ini, merupakan gambaran beban kerja penyuluh di wilayah tersebut. Wilayah kegatan penyuluhan yang luas dengan
Kebutuhan informasi dan materi dalam kegiatan belajar kelompok juga sering belum dapat terpenuhi, menunjukkan ada kecenderungan keterbatasan kemampuan penyuluh dalam memenuhi kebutuhan petani.
Petani menyatakan bahwa
penyuluh tidak banyak lagi dapat membantu memecahkan permasalahan petani, materi penyuluhan yang diberikan tidak banyak hal-hal yang baru atau inovasi yang diperlukan untuk peningkatan dan pengembangan usahatani mereka, dan cara penyampaian informasi atau materi penyuluhan kebanyakan hanya berbentuk informasi dan diskusi. Petani berharap dalam kegiatan penyuluhan dapat diberikan dalam bentuk contoh, mencoba dan mempraktekkan atau demonstrasi percontohan agar lebih mudah diamati dan ditiru. Salah satu kasus petani dalam mengatasi permasalahan pengendalian "penyakit busuk akar" pada tanaman lada, petani hanya diberikan informasi, sedangkan petani lebih berharap bagaimana cara pengendalian yang efektif dan benar diperlukan demonstrasi atau contoh yang dapat dilihat dan dicoba oleh petani. Keinginan petani adanya keragaman metoda yang lebih bervariasi, karena petani tidak hanya menginginkan informasi saja dalam kegiatan belajar, tetapi mencoba dan cara penerapan berbagai ha1 baru agar tidak hanya mengetahui dari informasi, tetapi juga keterampilan dan mempunyai pengalaman terhadap informasi inovasi yang diberikan. Keadaan penyuluh yang bejumlah dua orang untuk wilayah keja di Kecamatan Loa Janan yang relatif luas ini, merupakan gambaran beban keja penyuluh di wilayah tersebut. Wilayah kegiatan penyuluhan yang luas dengan
kondisi jalan di bebeapa wilayah penyuluhan yang relatif kurang baik, merupakan salah satu masalah dan tantangan yang dihadapi oleh petugas penyuluh. Hasil analisis pa& Tabel 6 menunjukkan bahwa hanya 4.4 % informasi yang tersedia sesuai dengan yang diinginkan petani, sehingga sebagian besar petani merasakan keterbatasan informasi yang sesuai dengan kebutuhannya. Bila dikaitkan dengan rendahnya intensitas penyuluhan, maka dapat diduga bahwa rendahnya ketersediaan informasi bagi petani terkait dengan rendahnya intensitas kegatan penyuluhan. Petani menilai bahwa, kegatan penyuluhan masih belum banyak dapat memberikan berbagai informasi yang diharapkan petani terutama dalam mengatasi permasalahan dalam usahataninya. Penjelasan penyuluh di wilayah tersebut menyatakan bahwa mereka merasakan keterbatasan akan berbagai materi yang dapat digunakan untuk membantu petani dalam mengatasi permasalahan dan sangat minimnya kebutuhan berbagai informasi baru bagi penyuluh. Hasil analisis pada Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar petani (5 1.1%) merasakan sangat kurangnya ketersediaan informasi, terutama ditunjukkan
oleh sebag~anbesar (57.4%) anggota kelompok
Sebagan (50.0%) pengurus
kelompok pada kategori sedang, ha1 ini karena pengurus mempunyai intensitas intemksi yang lebih tinggi dengan petugas, penyuluh dan orang di luar kelompoknya sehingga merupakan peluang memperoleh informasi lebih banyak. Kebutuhan informasi bagi petani pada saat ini tidak hanya terbatas pada informasi yang berkaitan dengan budidaya, karena petani selain telah memiliki pengamalan berusahatani lada yang relatif lama, a& sebagian petani telah banyak
.'
..
menerapkan berbagai teknik budidaya yang telah diperoleh dari kursus, pelatihan dan petani dari herah lain yang lebih maju.
Berdasarkan informasi petani
menyatakan bahwa petani juga membutuhkan infomasi pasar, behgm altematif usahatani baru, hingga peluang kemungkinan kerjasama dengan pihak lain. Proses penyaluran informasi
sebagian besar merupakan saluran
interpersonal, ada kecenderungan acuan petani banyak berasal dari sesama petani, petani diluar kelompok, petani maju, dan pengusahalpedagang. Kesadaran petani akan komoditas usahataninya yang merupa!! komoditas ekspor, maka usaha peningkatan mutu hasil telah menjadi bagian terpenting yang perlu diupayakan. Masalah harga yang sangat fluktuatif menjadi problem petani, bagaimana agar dapat menyiasatinya agar tidak terlalu dim*
pada saat harga merosot. Hal
tersebut diantaranya yang membuat petani sangat merasakan kebutuhan akan informasi dan banyak pengalaman. Tuntuan kebutuhan informasi oleh petani telah semakin banyak dan petani telah mulai kritis terhadap informasi dan inovasi. Adanya perubahan petani kearah meningkatnya kebutuhan terhadap ketersediaan dan keragaman informasi, mungkinkah berarti pada saat ini kemampuan penyuluh sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan petani ? Keterjangkauan sarana produkyi adalah tingkat keterjangkauan petani terhadap sarana produksi untuk usahataninya yang terdiri atas: ketersediaan, kesesuaian dengan keperluan, dan keterjangkauan harga. Hasil analisis pada Tabel 6 menunjukkan bahwa hampir sebagian petani (47.8%) memiliki keterjangkauan yang tinggi terhadap sarana produksi dan hanya kurang dari 5 %
yang mempunyai keterjangkauan yang rendah terhadap sarana produksi. Mayoritas pengurus (61.1%) mempunyai keter;angkauan yang tinggi terhadap sarana produksi, sedangkan 62.1 % anggota kelompok masih belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan sarana produksi untuk usahataninya. Keterbatasan dalam memenulri kebutuhan sarana produksi sesuai dengan yang diperlukan dalam usahataninya, terutama dirasakan petani adalah karena keterbatasan modal. Ketersediaan sarana produksi di wilayah,penelitian relatif tidak menjadi masalah, karena hampir semua sarana produksi yang diperlukan tersedia, baik jenis, jumlah, ketersediaan waktu diperlukan, dan kemudahan mendapatkannya.
Keterjangkauan yang rendah pada sebagian kecil petani
(4.4%) terhadap saprodi, terutama petani yang memiliki tingkat pendapatan yang masih rendah sehingga belum memiliki kemampuan untuk memenuhi sarana produksi yang sesuai dengan kebutuhan usahataninya. Alasan utama yang dikemukakan bahwa tingkat harga sarana produksi terutama pupuk dan obatobatan yang tinggi menyebabkan petani tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan saranii produksi bagi usahataninya. Hasil analisisi pada Tabel 6 menggambarkan bahwa sebagian besar petani (65.6%) memiliki keterikatan yang rendah (kelonggaran) terhadap tradisil kebiasaan berusahatani. Sebagian kecil petani (10 %) yang masih terikat oleh kebiasaan dan adat dalam berusahatani. Pengurus kelompok cenderung mempunyai keterikatan adat dan kebiasaan yang longgar dibanding anggota kelompok.
Gambaran ini mengindikasikan bahwa masyarakat mulai telah
Peranao Kelompoktani sebagai Wahana Belajar Kelompok Hasil analisis terhadap pranan kelompoktani secara keseluruhan melalui dua sub peubah yang diamati menggambarkan bahwa peranan kelompoktani sebagai wahana belajar mengajar anggota kelompok lebih tinggi dibanding sebagai wahana kerjasama kelompok. Hasil analisis pada Tabel 7 dan tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar indikator menggambarkan masih lemahnya peranan kelompok baik sebagai wahana belajar maupun wahana kerjasama anggota. Kelemahan yang lebih menonjol pada peran kelompok sebagai wahana kerjasama yang ditunjukkan lemahnya kemampuan perencanaan usaha bersama, kerjasama mengatasi masalah, dan pemenuhan kebutuhan anggota secara bersama. Kelompoktani seharusnya dapat berperan besar dalam menjalin kerjasama anggota kelompok sehingga mempunyai kekuatan clan posisi tawar (burguining power dun bargaining position) yang lebih kuat. Oleh sebab itu disinilah pentingnya peranan
penyuluhan dalam me~ngkatkan peranan kelompoktaw terutama kemampuan peranan sebagai wahana kerjasama anggota kelompok. Peranan kelompok s e w wahana belajar tersebut berdasarbn hasil analisa pada Tabel 7 sebagian besar petani (80 %) merasakan cendrung masih rendah. Hal ini lebih banyak dirasakan oleh sebagian besar anggota (88.9 %) kelompok dibanding pengurus kelompok. Hasil analisis pada Tabel 7 secara lebih rinci menunjukkan bahwa tingkat keaktifan yang tinggi tiap kegiatan
ada rasa kewajiban untuk menyampaikan berbagai informasi yang didapat dari petugas, penyuluh, dan berbagai sumber informasi lain kepada anggotanya Pengurus kelompok mempunyai kesempatan dan intensitas yang lebih tinggi untuk berhubungan dengan petugas, petani diluar kelompok, maupun pihak-pihak yang menjadi sumber berbagai informasi bagi petani. Materi yang sesuai dengan kebutuhan belajar dinyatakan sebagian besar petani (62.2 %) sangat kurang. Sebagian besar pengurus (52.8%) dan anggota
kelompok (68.5%) menilai bahwa materi dalam belajar dikelompok kurang sesuai dengan kebutuhan petani, demikian pula dengan keragaman jenis infomasi yang diperlukan petani &lam kegiatan belajar di kelompoknya. Sebagian besar petani (53.3%) menilai kurangnya berbagai jenis infomasi dan materi dalam kegiatan belajar di kelompok.. Hal ini temtama lebih dirasakan oleh sebagian besar anggota (61. I%), sedangkan sebagian (47.2%) pengum Pengurus dalam kategori sedang. Berbagai informai dan materi yang diperlukan petani dalam kegiatan belajar tersebut berkaitan yang berkaitan dengan usahataninya mencakup berbagai teknik budidaya, pasca panen, hingga infonnai pasar. Petani mengemukakan bahwa: (1) Materi belajar yang diperlukan tidak hanya teknih usaha budidaya saja, tetapi juga untuk mengatasi masalah, seperti pengendalian penyakit busuk akar yang belum bisa diatasi oleh petani, dan pasca panen untuk meningkatkan mutu dari hasil lada petani, (2) Bagaimana usaha untuk meningkatkan mutu hasil agar dapat mengikuti keinginan pembeii/pasar, (3) Usaha atau teknis pemasaran hasil
pertanian agar petani mendapatkan keuntungan lebih tin&
dibanding
penjuaUpengumpu1. Keaktifan berinteraksi adalah untuk keaktifan anggota pertukaran dan penyebaran berbagai informasi atau inovasi usahatani yang didapatkan dari berbagai sumber informasi oleh anggota kepada sesama anggota di kelompoknya. Hasil analisis pada Tabel 7 menunjukkan bahwa secara keseluruhan tingkat interaksi anggota belajar masih rendah, sebag~anbesar petani (55.5%) masih dalam kategori sedang. Sebagian be& pengurus (63.9%) memang mempunyai kemampuan berinteraksi dengan anggota di dalam kelompok cenderung lebih tinggi dibanding anggota kelompok. Keaktifan berinteraksi anggota kelompok dengan sesama petani atau anggota lebih banyak pertukaran pengalaman usahatani diantara sesama anggota, sedangkan informasi ha1 baru sangat jarang. Informasi atau inovasi yang didapatkan
petani lebih banyak berasal dari sesama petani, terutama yang berasal dari orang luar kelompok, atau bahkan dari luar daerah. Pengurus kelompok pada umumnya memiliki kesempatan lebih banyak berhubungan dengan sumber informasi dan mempunyai kemampuan mengakses informasi yang lebih baik dibanding rata-rata anggota kelompok. Pengurus juga mempunyai interaksi yang relatif lebih tingg! dengan sesama anggotanya, dan pada proses interaksi dengan anggota berbagai informasi tersebut disampaikan. Penyarnpaian clan komunikasi informasi sesama anggota kelompok lebih banyak melalui antar pribari diantara anggota kelompok (interpersonal).
Ketidaksesuaian materi dan kurangnya keragaman informasi yang dibutuhkan petani, mengindikasikan bahwa ada kecenderungan materi yang diberikan &lam kegiatan belajar-mengajar di kelompok banyak yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan keingnan petani. Ada beberapa petani tertentu, karena menginginkan informasi yang sesuai dengan yang diinginkan dan diperlukannya, maka petani b e ~ p a y a dengan caranya sendiri mencari i n f o m i dan mengernbangkan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya dengan mzncoba mengatasi dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Petant menghenhki rnateri yang disampaikan &lam kegiatan &lam kelompok sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan yang berkaitan dengan usahataninya.
Berbagai macam informasi inovasi yang selain merupakan
kebutuhan untuk memecahkan berbagai m l a h , harapan petani juga &pat memberikan alternatif pilihan inovasi untuk peningkatan usahatani dan pendapatan, jtga petani menginginkan mereka mendapat be*
alternatif
pilihan untuk pengembangan usahatani, dan memberikan peluang-peluang baru &lam pengembangan usahatani, bahkan memberikan kesemptan dan peluang untuk solusi dalam rnenjalin hubungan dengan pihak lain atau ketiga. Kebutuhan informasi yang beragam merupakan gambaran dari tuntutan petani akan berbagru infsrmasi agar &pat menjadi pilihan-pilihan inovasi yang sesuai dan tepat dengan kebutuhannya dalam berinovasi &lam
usahatmi. Penelitian penyduhan
menunjukkan bahwa berbagai informasi sangat diperlukan pads saat pertama mendengar dan saat mengambil keputusan terhadap inovasi, dan di negara yang s~stemmed~arnassanya telah maju maka petani memperoleh informasi berbagai
inovasi dari media tersebut (van den Ban, 1999). Dengan adanya gambaran kurangnya kesesuaian materi informasi yang dibutuhkan petani, dan banyaknya keragaman jenis informasi yang dibutuhkan petani, &pat merupakan indikasi perlunya kepekaan institusi pelayanan dan penyedia jasa i n f o m i akan kebutuhan petani yang selalu berkembang dan berubah sesuai perubahan-perubahan disekeliling petani yang mempengaruhi usahataninya.
Peranan Kelompok sebagai Wahana Kerjasama Kelompoktani Hasil analisis pada Tabel 8 menunjukkan bahwa peranan kelompoktani sebagai wahana kejasama kelompok cenderung masih rendah, hanya 13.3 % petani yang merasakan peranan kelompok sebagai wahana kejasama &lam kategori tinggi. Sebagian besar pengum (50.0%) dan anggota kelompok (66.7%) merasakan peranan kelompoktani sebagai wahana kejasama kelompok dalam katerori sedang. Perencanan usahatani secara bersama sebagian besar petani (86,7 %) t e m u k dalarn kategori kurang baik, yaitu pada sebagian besar anggota kelompok (96.3%) dan pengurus kelompok (72.2%).
Hal ini sebagai indikasi bahwa
perencanaan usahatani belum sesuai dengan keinginan anggota kelompok. Perencanaan usahatani bersama yang menurut penilaian petani masih kurang baik, maka berdampak pula pada kemampuan anggota kelompok dalam mengatasi pennasalahan bersama dalam usahataninya.
Tabel 8. Peranan Kelompoktani sebagai Wahana Kejasama Kelompoktani
Keterangan :
-
') n pmgurus = 36; n anggota = 54
an&
dalam kurung adalah frekuansi p&
Hasil andisis pada Tabel 8 menunjukkan bahwa tingkat kemampuan kejasama kelompok dalam mengatasi masalah bersama pada sebagtan besar petani masih rendah, hanya 7.8% yang tergol~ngkakgori tinggi, dan sebagtan besar petani (61.1%) dalam kategori rendah Sebagkn besar anggota (74.1%) dan 41.7% pengunrs masih dalarn kategori rendah dalam kerjasama mengatasi masalah Hal ini menggambarkan banyaknya
usahatani tidak &pat diatasi dan dipecahkan
bersama oleh anggota kelompok. Perencanaan kegiatan usahatani pada kenyataanya lebih banyak dilakukan oleh masing-masing individu anggota kelompok. Perencanaan kegiatan usahatani
lada oleh petani terdiri atas dua bagan, yaitu rencana pengembangan pertanaman baru atau peremajaan, dan pemeliharan tanaman atau kebun. Tanaman lada merupakan tanaman tahunan, sehingga penanaman tidak dilakukan setiap tahun atau setiap musim. Berdasarkan pengamatan temyata petani dalam merencanakan pengembangan pertananam baru dilakukan secara bertahap bersama dengan peremajan tanaman yang telah tua dibuat untuk pelaksanaan pada musim berikutnya .setelah panen, namun persiapan lahan dilaksanakan pada musim tersebut. Perencanaan pemeliharan kebun yang telah berproduksi, menurut petani hanya merupakan kegiatan rutin, yang meliputi pembersihan rumput yang dilakukan setiap bulan, pemupukan setelah panen besar dan tiga atau emapt bulan sekali. Beberapa petani mengemukakan bahwa perencanaan kegiatan secara kelompok, biasanya bila ada program pengembangan usahatani baru. Beberapa rencana kegiatan kelompoktani, yaitu: pengembangan tanaman buah-buahan dan pengembangan tanaman jati super. Perencanaan usahatani kelompok tersebut sebagian besar merupakan program dan kegiatan proyek. Kebanyakan petani belurn sepenuhnya tertarik terhadap kegiatan program pengembangan tersebut,
dan ada juga petani yang tidak berminat untuk ikut serta dalam program atau kegiatan tersebut. Kemampuan pemenuhan seluruh kebutuhan usahatani anggota secara bersama melalui kelompok hanya oleh sebag~ankecil petani (3.3%). Sebagm besar
petani (63.3%) berada pada kategori sedang, yang berarti dapat melaksanakan pemenuhan s e w a n kebutuhan usahataninya secara bersama, ha1 ini didapati pada
sebagian besar pengurus (69.9%) dan anggota kelompok (59.3%). SBdangkan sebagm kebutuhan
usabatani yang tidak dilakukan bemama, dilalcranakan sendiri
secara individu oleh petani. Walaupun ada bebefapa petani yang melaksanakan
secara bersama bila secara kebetulan pada saat bersamaan memerlukan saprodi, sehingga dirasakan akan dapat menghemat biaya transportani dan waktu.
Kekmdiam be&aga~kebutuhan usahatani di d a d penelitian menyebabkan petani tidak merasa selalu merasa perlu untuklalmmenuhi kebutuhan secara bersama,karena petani beaangapm bahwa sebag~anbesar kebutuhan usahatani untuk pemeliharaan
dan peramtan kebun yang merupakan kebutuhan sepanjang tahun relatif mudah mendapatkannya karena tesedia di lokasi mereka. Kebutuhan tersebut sebag~anbesar dapat dipenuhi secara individu asalkan tersedia modal untuk keperluan tersebut.
Manfaat berkelompok yang besar sebagai wahana belajar mengajar dan wahana keqasama aqgota kelompok dapat
dirasakan hauya oleh sebagm kecil
petani (10.0%)). Manfat berkelompok jmda kategori cukup d h a k a n oleh sebagian besar pe&
(78.9).
Masih rendabnya tingkat pemnan kelompok sebaga~wahana
belajar dan kejasama anggota, tergambar pada rendahnya keseluruhan indikator peranan kelompk yang diamati,
&again besar petani (90.00h) belum
mgdsalran peranankelompok memberikm manfaat yang besar. Persepsi terludap Sifat Inqvasi Persepsi petani te-p
sifat inovasi yang diamati dalarn penelitian ini
sesuai dengan konsep Roger dan Shoemaker (1983) yang terdm atas: (1) keuntungan
relatif, (2) kompatibilitas, (3) kompleksitas, (4) triabilitas, dan ( 5 ) obsewabilitas. Dalam menganalisis persepsi petani terhadap sifat inovasi tersebut dilihat pula bagaimana persepsi pengurus dan anggota kelompok Hasil analisis pada Tabel 9 menunjukkan bahwa persepsi sebagian besar petani terhadap sifat suatu inovasi
secara keseluruhan menunjukkan
kecenderungan baik, baik persepsi terhadap keuntungan relatif, kompleksitas, triabilitas. Sedan&n.persepsi terhadap kompatibilitas dan obesewabilitas pada sebagian besar petani cendrung dalam kategori sedang. Hal ini mengindikasikan bahwa petani umumnya dapat pemahami sifat inovasi yang menjadi pertimbangan
sebelum mengambil keputusan dalam adopsi inovasi dalam usabataninya Persepsi terhadap keuntungan relatif suatu inovasi adalah perbandingan tingkat keuntungan atau keunggulan dari suatu inovasi dibandingkan dengan yang telah dilaksanakan atau dimiliki petani. Hasil analisis pada Tabel 9 menunjukkan bahwa persepsi sebagian besar petani (67.8%) terhadap inovasi dalam usahatani lada adalah menguntungkan. Hampir seluruh pengurus (80.6%) dan sebagian besar anggota (59.3%) mempersepsikan
bahwa inovasi &lam usahatani lada
menguntungkan. Tidak terdapat petani yang berpersepsi bahwa inovasi dalam usahatani lada tidak menguntungkan. Cara petani memandang bahwa suatu inovasi memiliki keuntungan relatif yang lebih tinggi dibanding yang telah dilaksanakan, yaitu bahwa jika penerapan inovasi tersebut dapat memberikan hasil yang lebih baik, yaitu produksi dan keuntungan yang lebih tin@ dibanmng cara yang dilaksanakan petani sebelumnya
Tabel 9. Persepsi Petani terhadap Sifat Inovasi
Keuntungan relatif (XIS) Kompatibilitas (XM) Kompleksitas XI^)
Keterangan :
-
*) n pengurus = 36;n anggota = 54
- angka dalam kunrng adalah frekuansi petani
Salah seorang petani lada di RDR (KM46) Desa Batuah yang menggunakan jenis bibit lada unggul dari Bangka Alasan penggunaan bibit tersebut adalah: (1) produksi yang lebih tinggi, dan (2) panen cukup satu kali
dalam setahun, sehingga &pat menghemat pembiayaan tenaga yang selalu terjadi pada lada lokal yaitu untuk pengumpulan hasil panen lada "enteng " (panen kecil)
di sepanjang musim. Persepsi ter*
kompatibilitas (kesesuaian) suatu i n o d adalah kesesuaian
suatu inovasi yang dengan kebutuhan dan kebiasaan yang telah ada pada petani. Hasil analisis pada Tabel 9 menunjukkan bahwa penepsi sebagian besar petani
(92.2%) terhadap kompatibilitas inovasi adalah cukup sesuai, baik pada pengurus maupun anggota kelompok Penilaian petani terhadap inovasi yang masih belum sesuai adalah karena petani beranggapan bahwa: (1) kebanyakan inovasi belum sesuai dengan yang diharapkan, dan (2) petani belum yakin sebelum melihat keberlanjutan dari hasil inovasi tersebui. Pengalaman petani menunjukkan bahwa banyak saran/informasi inovasi yang dianjurkan, namun belum tentu sesuai dengan harapan dan keinginan petani, walaupun petani mengetahui saran/informasi tersebut mempunyai keunggulan dan kelebihan dibanding cara petani. Petani perlu mencoba, karena menurut beberapa petani pengalaman mencoba tersebut dapat mereka dapat mengamati sehingga menemukan cara dan hail yang lebih baik. Persepsi terhadap komplekitas (tingkat kerumitan) suatu inovasi adalah tingkat kerumitan inovasi yang dirasakan petani. Hasil analisis pada Tabel 9 menunjukkan bahwa persepsi sebagian besar petani (70.0%) terhadap tingkat kerumitan suatu inovasi adalah mudah, artinya: inovasi &lam usahatani tidak memiliki tingkat kevmitan yang tinggi. Hal ini terdapat pada 72.2% pengurus milupun 68.5% anggota kelompok. Menurut pandangan petani terhadap suatu inovasi yang diinformasikan atau dianjurkan hams mempunyai kemudahan untuk diterapkan. Berdasarkan pengalaman petani bahwa kemudahan yang dimaksudkan adalah ( I ) tidak memerlukan cara yang sulit untuk diterapkan, (2) mudahan mendapatkan bahan dan peralatan dalam menerapkan inovasi tersebut, dan
(3) dapat memungkinkan untuk disesuaikan dengan keinginan dan
keperluan petani.
Persepsi terhadap triabilitas (tingkat kemudahan) suatu inovasi adalah tingkat kemudahan suatu inovasi untuk dicoba oleh petani. Hasil analisis pada Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian petani (57.8%) berpersepsi mudah dalam mencoba suatu inovasi, namun bila dibandingkan maka persepsi petani terhadap tingkat kemudahan &lam mencoba inovasi temyata terdapat pada sebagian besar (75.5%) pengurus kelompok,
sedangkan sebagian besar
anggota
kelompok (5 1.4%) terdapat pada kategori sedang. Menurut petani bahwa saran dan informasi berbagai inovasi dalam usahatani sebelum diterapkan perlu selalu dicoba terlebih dahulu walaupun jumlah dan skala yang relatif kecil. Manfaatnya adalah (1) agar petani &pat belajar dan mengetahui keunggulan dan kelemahannya. (2) dapat mengetahui apakah hasilnya kesesuaian dengan yang diinginkan petani. Persepsi terhadap obsewabilitas suatu inovasi adalah persepsi petani terhadap tingkat kemudahan untuk dapat melihat hasil suatu inovasi. Hasil analisis pada Tabel 9 menunjukkan bahwa tingkat persepsi yang tinggi terhadap obsewabilitas terhadap inovasi hanya sebagian kecil petani (15.6%), sedangkan tingkat persepsi pa& kategori sedang terhadap tingkat obsewabilitas inovasi terdapat pada sebagian besar petani (60.0 %). Menurut petani bahwa tidak mudah untuk mengamati inovasi &lam usahatani tanaman tahunan, khususnya komoditas lada, karena sebagai tanaman tahunan maka tanaman lada memerlukan waktu yang lama untuk &pat dilihat hasilnya.
Tingkat Kemampuan Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani Kemampuan petani &lam usahatani beram mampu menggunakan potensi yang dimiliki dalam mengambil keputusan secara tepat, mampu beradaptasi
secara optimal, inovatif, dan selaku menyesuaikan perubahan lingkungan fisik dan sosialnya. Perwujudan kemampuan individu petani ditunjukkan ofeh kemampuan dirinya untuk memanfaatkan potensi diri (pengeiahuan, sikap dan keterampilan) yang dimiliki untuk menetapkan pilihan terbaik dalam usahatani dan kehidupannya. Pengambilan keputusan yan8 tepat dan rasional bagi petani dalam mengadopsi suatu inovasi dengan selalu mempertimbangkan sifat atau karakteritik dari inovasi yang diadopsi dan kemungkinan resiko dari inovasi tersebut. Tingkat
kemampuan petani dalam pengambilan keputusan dalam usahatani yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah tingkat kemampuan petani sebagai anggota kelompoktani untuk memanfaatkan potensi dirinya (pengetahuan, sikap dan keterampilan) dalam menetapkan keputusan adol?si inovasi yang dianggap
paling tepat dan rasional, dan keberanian beresiko dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan resiko dan ketidakpastian yang mungkin tejadi dalam pel-
usabataninya. Dalam penelitian ini tingkat kemampuan petani dalam
pengambilan keputusan &lam usahataninya diukur dengan menggunakan indikaotor : (1) tingkat kemampuan mengadopsi inovasi pada usahataninya, dan (2) tingkat keberanian beresiko dalam usahatani.
Analisis hasil penelitian pada Tabel 10 secara m u m menunjukkan bahwa tingkat kemampuan sebagian besar petani dalam pengambilan keputusan adopsi suatu inovasi masih relatif rendah. Walaupun ada kecenderungan kearah kategori tinggi namun kemampuan tersebut lebih menonjol pada pengurus kelompok dibanding anggota kelompok. Sedangkan keberanian beresiko &lam usahatani pada sebagian besar petani menunjukkan kategori tinggi baik pengurus maupun anggota kelompok.
Tabel '10. Tingkat Kemampuan Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani
Keterangan :
- *) n pengurus = 36;n anggota = 54 - angka &lam kwung adalah 6ekuand petani
Skor tingkat adopsi petani responden bervariasi dari 28
hingga 72,
sedangkan skor keberanian mengambil resiko berkisar antara 11 hingga 24. Hasil
analisis pada Tabel 10 menunjukkan bahwa petani yang mampu mengambilan keputusan dalam usahatani, baru mencapai 41,l % sedangkan sebagan besar petani (56.9 %) masih belum memiliki kemampuannya yang tinggi dalam
pengambilan keputusan dalam usahataninya. Tingkat kemampuan yang tinggi dalam pengambilan keputusau tersebut temyata terdapat pada sebagian besar (6 1.1%) )pengunrs kelompok, sedangkan anggota kelompok baru mencapai (27.7%). Hasil analisis pada Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar petani (54.5 %) mempunyai tingkat keberanian beresiko yang tinggi dalam berusahatani, Hal ini ditemui baik pada s e b a n besar pengurus kelompok (61.1%) maupun anggota kelompok (50.0%). Secara keseluruhan hasil analisis menggambarkan bahwa rata-rata petani memiliki tingkat kekeranian beresiko lebih tinggi dibanding adopsi inovasi dalam usahatani. Hal ini menunjukkan bahwa umumnya petani telah siap melaksanakan inovasi dalam usahataninya, namun bils dikaitkan dengan Tabel 6 maka dukungan faktor ekstemal terutama k e t e d a a n informasi inovasi yang masih terbatas dan inovasi yang belum banyak dengan kebutuhan petani. Bila dikaitkan dengan Tabel 9 maka petani lebih berani beresiko dalam usahataninya dengan mengadopsi inovasi yang memberikan keuntungan yang lebih tinggi walaupun pada dasamya inovasi tersebut menurut persepsi dan penilaian petani'mempunyai tingkat kesesuaian yang mash rendah. Bila dikaitkan dengan Tabel 11, maka ditunjukan adanya keterkaitan hubungan bahwa petani yang mempunyai tingkat pendapatan yang tinggi cenderung lebih tinggi dalam kemampuan adopsi inovasi dalam usahataninya. Tingkat kemampuan pengambilan keputusan dalam adopsi inovasi usahatani yang lebih tinggi pada pengurus (61.1%) dibanding anggota kelompok
(27.7%),sedangkan keberanian beresiko termasuk kategori tinggi baik pengurus
maupun anggota. Hal ini &pat dikaitkan dengan pembabasan pada Tabel 4, yaitu bahwa karakterisik individu petani pengurus memang mempunyai kualitas karakteristik individu yang lebih tinggi dibanding anggota, dalam arti potcmi kemampuan intelektual yang lebih baik dalam ha1 intensitas pendidikan non formal, tingkat motivasi, dan sifat kekosmopolitan. Selain itu pengurus kelompok umunya cenderung memiliki tingkat pendaptan yang lebih tinggi dan lahan usahatani yang lebih luas. Alasan lain yang banyak dikemukakan bahwa petani yang kaya dan mampu selalu miliki tempt penjemuran dan gudang. Selalu berusaha untuk mempertahankan mutu hasil panen agar tetap baik. Golongan petani ini berani menahan hasil panennya di gudang atau tempt perlyimpanan, untuk sementara tidak dijual pada musim panen raya karena saat itu harga jual
hasil panen rendah.
Berbeda dengan sebagan kecil petani (13.3 %) yang
memiliki keberanian beresiko yang rendah biasanya terdesak oleh kebutuhan hidup dan pembiayaan usahatani, maka hasil p e n segera untuk keperluan tersebut. Hasil analisis pada Tabel 10 menunjukkan bahwa ada sebagian kecil petani (13.3%) yang tergolong rendah dalam keberanian beresiko dalam
usahatani. terutama lebih banyak didapati pada anggota kelompok (14.8%). Berdasarkan pengamatan ternyata petani yang enggan akan beresiko &lam usahatani adalah petani yang telah berumur tua dan lahan garapan yang relatif sempit. Kebanyakan alasan yang dikemukakan petani adalah bahwa menerapkan
rekomendasi, a n j m dan cara baru memerlukan biaya tambahan sedangkan modal usahatani yang ada relatif kecil. Petani tersebut bemahatani dengan beberapa komoditas (diversifikasi) usahatani seperti sayuran, padi sawah, dan buah-buahan
untuk mengurangi kekhawatiran bila hasil usahatani utama (lada) kurang memberikan keuntungan yang layak daii tidak &pat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Hubungan Tingkat Kemampuan Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani dengan Karakteristik Individu PeQni &n Faktor Eksternal Kemampuan petani &lam usahataninya berarti mampu menggunakan potensi yang dimiliki dalam menentukan keputusan yang tepat dan rasional. Perwujudan kemampuan individu petani tersebut ditunjukkan oleh kemampuan dirinya untuk memanfaatkan potensi din (pengetahuan, sikap dan keterampilan) yang dimiliki dalam pengambilan keputusan dengan menetapkan pilihan terbaik. Tingkat kemampuan petani dalam pengambilan keputusan usahatani yang dimaksud &lam penelitian ini adalah keputusan &lam mengadopsi inovasi yang dianggap paling tepat dan rasional dan keberanian beresiko &lam pelaksanaan -ya.
Tingkat kemampuan petani dalam pengambilan keputusan
usahatani dalam penelitian ini diamati dengan menggunakan dua indikator, yaitu: (1) tingkat adopsi inovasi, dan (2) keberanian bemiko dalam usahatani. Hub-
faktor-faktor karaktertik individu petani dan karakterisitk ekstemal di luar petani yang diduga berhubungan dengan t~ngkatkemampuan petani &lam pengambilan
keputusan usahatani dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji statistik Rank Spearmen (r.), untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antara peubah-peubah yang diamati tersebut. Hasil analisis secara umum ditunjukkan Gambar 2 dm Gambar 3 bahwa tingkat kemampuan petani dalam pengmibilan keputusan dalam usahatani berhubungan dengan faktor-faktor karakteritik individu petani dan faktor eksternal petani. Sifat hubungan sangat nyata positif (p = 0.01) dan nyata positif (p : 0.05) masing-masing dengan tingkat keeratan hubungan yang berbeda, kecuali dengh umur yang berhubungan nyata negatif. Berdasarkan Gambar 2 dan Gambar 3 menunjukkan bahwa tingkat kemampuan petani &lam pengambilan keputusan mengadopsi inovasi dan keberanian beresiko dalam usahataninya berhubungan erat dengan faktor-faktor karakteritik individu petani dibanding faktor ekstemal. Hal ini menggambarkan bahwa adanya kecenderungan petani relatif mampu dalam merespon perubahan lingkungan yang selalu berubah, meskipun berbagai faktor eksternal seperti ketersedim informasi, tingkat ketejangkauan terhadap sarana produksi, dan intensitas kegiatan penyuluhan masih lemah dukungamya terhadap -tan kmampuan petani dalam pengambilan keputusan usahataninya.
c~ambar 2
menjelaskan keemtan hubungan tingkat kemarnpuan petani &lam pengambilan keputusan usahatani dengan karakteristik individu
Gambar 2 : Hubungan Faktor-FaktorKarakteristik Internal Petani yang Berhubungan dengan Tingkat Kemampuan Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani
Tingkat kemampuan petani dalam pengambilan keputusan dalam usahatani, yaitu adopsi terhadap inovasi dan keberanian beresiko dalam usahatani ditentukan oleh kualitas karakteritik individu petani. Kemampuan petani &lam pengambilan
keputusan usahatani tersebut lebih terlihat menonjol pada petani yang lebih muda dalam usia.
Hasil analisis pada Gambar 3 menujukkan ha1 yang lebih menarik, bahwa faktor eksternal petani berhubungan lebih erat dengan keberanian petani beresiko dalam usahatani dibanding kemampuan adopsi terhadap inovasi.
Hal ini
menunjukkann bahwa peranan faktor eksternal lebih menentukan keberanian petani dalam mengambil resiko dalam usahataninya.
Semakin meningkat
dukungan faktor ekstemal maka kecenderungan meningkatkan keyakinan petani sehingga lebih berani beresiko dalam berusahatani.
FAKTOR EKSTERNAL PETANl
1
Gambar 2 : Hubungan Faktor Ekstemal dengan Tingkat Kemampuan Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani
Berdasarkan hasil analisis pada Gambar 3 tersebut maka dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kemampuan petani dalam keberanian beresiko dalam usahawninya maka dukungan faktor eksternal menjadi sangat penting yaitu dalam bentuk ketersediaan informasi dan keterjangkawn terhadap sarana produksi. Menurut petani bahwa informasi petanian yang dibutuhkan berturut-turut dari yang paling penting adalah informasi harga komoditas yang diusahakan, teknik pasca panen untuk meningkatkan mutu hasit, pengendalian hama dan rumput pengganggu (gulm),dan teknik peningkatan produksi. Dukungan faktor ekstemal berupa tersedianya berbagai informasi yang dibutuhkannya dan keternjangkauan petani terhadap sarana produksi untuk usahataninya mendorong keberanian petani dalam mengambil resiko dalarn berusahatani.
Beberapa petani yang kxitis dalam merencanakan dan
mengembangkan usahataninya selalu mempertimbangkan harp yang layak untuk hasil p e n n y a , perkuaan besamya basil usabatani yang dapat terjual, clan keterjaminan ketersediaan kebutuhan usahatatunya
Tingkat kemampuan petani
dalam pengambilan Mubungan secara negatif dengan keterkaitan adat. Hal ini memberikan makna bahwa tingkat kelonggaran adat yang berlaku pada petani menentukan tingkat kemampuan petaninya dalam pengrunbilan keputusan usahatani. Masyarakat petani yang lebih longgar terhadap adat lebih terbuka terhadap penbhan-perubahan, keterbhannya terhadap berbapi inovasi, hal bam, dan sejalan dengan meningkatnya kemampuan &lam pengambilan keputusan
dalam usahataninya.
Komponen karakteristik petani yang paling nyata dan erat keterkaitannya dengan Kemampuan pe.tani &lam pengambilan keputman adopsi inovasi adalah tingkat pendapatan petani, kekosmopolitan, dan pendidikan non formal, sedangkan komponen karakteristik petani yang paling nyata dan erat
keterkaitannya dengan kemampuan petani dalam mengambil kepu?usan keberanian beresiko dalam usahatani adalah kekosmopolitan dan tingkat pendapatan.
Komponen faktor eksternal yang paling nyata dan erat
keterkaitannya dengan peningkatan kemampuan petani &lam pengambilan keputusan adopsi inovasi adalah ketersediaan informasi, sedangkan faktor ektemal yang paling nyata berperan terhadap peningkatan kemampuan petani &lam mengambil keputusan keberanian beresiko &lam usahatani adalah keterjangkauan petani terfiadap sarana produksi dan ketersediaan informasi. Hasil analisis pada Tabel 11 secara lebih rinci menunjukkan bahwa faktor karakteritik individu petani yang berhubungan sangat nyata dan positif dengan tingkat adopsi inovasi berturut-turut dari yang paling erat adalah (I) tingkat pendapan usahatmi, (2) kekosmopolitan, (3) tingkat pendidikan non formal, (4) tingkat pendidikan formal, (5) motivasi, dan (5) luas lahan usahatani. Umur berhubungan nyate dan negatif dmgan tingkat adopsi inovasi dalam usahatani. Maknanya hasil analisis ini adalah bahwa tingkat kemampuan petani dalam mengadopsi inovasi ditentukan oleh: (1) tingkat pendapatan usahatani, (2) kekosmopolitan, (3) tingkat pendidikan non formal, (4) tingkat pendidikan formal,
(5)motivasi pada kategori yang tinggi dan (5)petani yang mrmpunyai lahan usahatani yang luas.
Tabel 1 1. Hubungan Tifigkat Kemampuan Petani dalam Pengambilan Ke~utusanUsahatani den~anKarakteritik Individu Petani dan aho or Eksternal Petani
-
Variabel / sub variabel
Tk.Kemampuan P a . dalam Pengambilan Keputusan Usahatani
Pendidikan formal (X2) Pendidikan nonformal (X3) Pengalaman berusahatani (X4)
t
Ketersediaan informasi (X 10) Ketejangkauan saprodi (X I I) Keterkaitan adat (X 12) Keterangan
0.312" 0.003 0.297" 0.004 -0.376" 0.000
hasil uji korelasi *) berhubungan nyata p = 0 05 **) berhubungan sangat nyata p = 0.01
0.338" 0.001 0.387" 0.000 -0.289" 0.006
Petan] yang mempunyai ciri tingkat pendapatan yang tinggi cenderung lebih tinggi kemampuannya mengadopsi inovasi. Sifat petani yang lebih kosmopolit selalu membutuhkan ketersediaan berbagai informasi yang relevan dalam mengembangan wahataninya, memiliki tingkat pendidikan yang lebih tin& dan lebih banyak memperoleh kesempatan mendapatkan pendidikan non formal &lam bentuk kursus, pelatihan dan magang serta motivasi yang tinggi dalam ,menjadikan peta~lebih mampu untuk mempertimbangkan inovasi secara rasional dan sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya.
Keberanian beresiko &lam mengadopsi inovasi berhubungan dengan hampir semua indikator karakteristik individu petani dengan tingkat keeratan yang berbeda. Karakkristik individu pada Tabel 11 menunjukkan yang berhubungan sangat nyata dan positif dengan keberanian mengambil resiko dalam usahatani berturut-turut dari tingkat yang paling erat adalah dengan; (I) kekosmopolitan, (2) tingkat pendapatan usahatani, (3) tingkat pendidikan formal, (3) jumlah pendidikan non formal, dan (4) luas lahan usahatmi. Sedangkan terhadap umur berhubmgan nyata dan negatif.
Petani yang mempunyai karakteritik kekosmopolitan yang tin& dengan t q k a t pemhdikan yang m e w lebih berani mengambil resiko, lrtlreaa
kemampuan mempertimbangkan secara lebih realistis dengan memiliki kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor yang relatif lebih baik. Tingkat kcberanian yang lebih tinggi dijumpai pada petani yang miliki usia yang lebih muda. Bila dilihat peranan ketersediaan informasi terkait cukup erat maka dukungan kegiatan
penyuluhan dengan informasi inovasi yang sesusi dengan kebutuhan, potensi dan sumberdaya spesifik wilayah tersebut sangat penting. Faktor eksternal petani yang terkait dengan kemampuan petani dalam pengambilan keputusan dalam usahztani &lam penelitian ini ditunjukkan oleh Tabel 11 bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata dan positif antara (1) ketersediaan informasi, (2) keterjangkauan sarana produksi pertanian, sedangkan (3) keterikatan adat berhubungan sangat nyata dan bersifat negatif, baik dengan
tingkat adopsi inovasi dan keberanian petani beresiko dalam usahatani. Maknanya adalah bahwa usaha peningkatan kemampuan petani dalam pengambilan keputusan usahatani yang meliputi adopsi terhadap inovasi dan keberanian bercsiko dalam usahatani meningkat sejalan dengan memgkatnya ketersediaan informasi dan keterjangkauan petani terhadap sarana produksi pertanian yang dibutuhkan &lam usahataninya Gambaran lain adalah bahwa semakin longgarnya norma dan adat istiadat yang berkaitan dengan usahatani, mengindikasikan sebagai suatu sifat individu yang lebih terbuka sehingga inovasi akan lebih cepat di adopsi dm individu tersebut lebih tinggi keberaniannya beresiko dalam mengelola usahataninya. Berdasarkan hasil analisis pada karakteristik individu petani bahwa sifat kekosmopolitan petani berperan bag^ berkembangnya kemampuan petani. Petani yang kosmopolit selalu berusaha untuk melrcari dan menggunakan inovasi dalam mengembangkan usahataninya, tidak ingin terisolir dan dibatasi oleh kebiasaan adat
yang dapat membatasinya untuk menggunakan inovasi atau cara-cara baru &lam mengembangkan usahatani. Ketersediaan informasi berhubungan sangat nyata dan positif dengan tingkat adopsi inovasi dan keberanian beresiko dalam usahatani. Hal ini mengisyaratkan perlunya dukunga~i lembaga/instansi/lembaga penyuluhan yang terkait dengan pelayanan dan penyediaan jasa informasi dalam penyediaan informasi dan kepekaan terhadap kebutuhan informasi yang sesuai dengan kebutuhan petani di wilayah tersebut Pada saat ini telah banyak dan intensifnya informasi behaga~inovasi pertanian dari pedagang atau swasta diwilayah tersebut, namun dikhawatirkan bahwa kegiatan lebih bersifat promosi pada produk tertentu, yang &pat memberikan kesenpatan bagi pihak tertentu untuk memanfaatkan meraih keuntungan tanpa memperhatikan kemungkinan petani dirugikan dan
dampak negatif terhadap keberlanjutan usahatani (usahatani yang memperhatikan kelestarian lingkungan). Ketersediaan saprodi sebagai suatu faktor penunjang kemajuan usahatani berhubungan sangat nyata
dan positif dengan kemampuan pertani dalam
pengambilan keputusan usahatani. Tingkat adopsi inovasi dalam usahatani sangat ditentukan oleh ketersediaan be-
sarana produksi pertmian yeng sesuai d m
tepat waktu pacia saat diperlukan untuk menellipkan inovasi dalam usahataninya,
sedangkan bagi petani yang tingkat keterjangkauan harga saprodi masih rendah, perlu d~tumbuhkan kemampuan dalam mengakses permodalan usahataninya.
Ketersdiaan saprodi secara tidak langsung mengurangi kekhawatiran petani untuk memenuhi kebutuhan sarana produksi dalam menerapkan inovasi pada uda&minya. Tingkat keterikatan adat berhubungan sangat nyata dan negatif dengan tingkat adopsi inovasi dan keberanian beresiko, menunjukkan bahws petani telah lebih terbuka terhadap pedahan lingkungan yang selalu berkembang. Tingkat keterikatan adat yang rendah dalam masyarakat menyebabkan adopsi terhadap
-
inovasi lebih cepat diterima dan sebagai sikap positif petani terhadap pembahan yang &tang dari luar untuk peningkatan kualitas hidupnya.
Hubungan Peranan Kelompoktani dengan Karateristik Individu Petani dan Faktor Ekaternal Petani Peranan kelompok ditentukan oleh berbagai faktor dan kondisi lingkungan yang berperan terhadap efektifitas tejadinya pembahan perilaku petani. Dalam penelitian ini diamati faktor yang terkait dengan peranan kelompoktani &lam mewujudkan perubahan perilaku petani agar memiliki potensi din (pengetahuan, sikap Jan ketenunpilan) dilakukan melalui proses belajar, memberikan pengalaman, berinteraksi, dan bekerja bersama anggota dalam kelompoknya. Hasil analisis pada Tabel 12, 13,14 dan 15 menggambarkan faktor-faktor telah diamati keterkaitan hubungannya dengan peranan kelompoktani. Keterkaitan hubungan tersebut terdiri atas: (1) hubungan antara peranan kelompoktani sebagai wahana belajar anggota kelompok dengan karakteritik individu petani; (2) hubungan antara peranan kelompoktani sebagai wahana belajar anggota kelompok
dengan faktor eksternal petani; (3) hubungan antara peranan kelompoktani sebagai wahana kerjasama anggota kelompok dengan karakteristik individu; dan (4)
hubungan antara peranan kelompoktani sebagai wahana kerjasama anggota kelompok dengan faktor eksternal. Hasil analisis pada Tabel 12, 13, 14 dan 15 menunjukkan bahwa Peranan kelompoktani sebagai wahana belajar dan wahana kerjasama kelompok berhubungan lebih erat dengan karakteristik individu petani dibanding faktor eksternal. Hal ini mempakan gambaran bahwa secara m u m petani respon dalam menghadapi pembahan lingkungannya, namun dukungan faktor eksternal masih lemah. Demikian pula peranan kelompok sebagai wahana kerjasama dlbanding dengan peranan kelompok sebagai wahana belajar, mempunyai hubungan yang masih lemah dengan karakteristik individu dan faktor eksternal. Bila dikaitkan dengan hasil analisis pada Tabel 6 temyata menggarnbarkan dukungar. faktor ekstemal yang masih rendah. Oleh sebab itu pada saat ini masih pentingnya dukungan faktor eksternal untuk menumbuhkan dan meningkatkan peranan kelompoktani, terutama peranan kelomnpoktani sebagai wahana kerjasama yang masih lernah. Faktopr ekstemal yang paling lemah adalah p e r m penyuluhan,
sedangkan peranan penyuluhan sangat penting dalam menumbuhkan kemampuan kerjasama kelompok, karena berperannya kelompok sebagai wahana kerjasama kelompoktani merupakan salah satu faktor menentukan kemampuan kelompoktani tenebut. Pemn kelompok sebagai wahana kerjasama yang
masih lemah juga
ditunjukkan oleh lemahnya kemampuan pereacanaan usaha bersama, kerjasama
mengatasi masalah, dan pemenuhan kebutuhan anggota secara bersama Kelompoktani seharusnya dapat berperan besar dalam menjalin kejasama anggota kelompok sehingga mempunyai kekuatan dan posisi tawar (bargaining power dun bargaining position) yang lebih kuat Oleh sebab itu disinilah pentingnya peranan
penyuluhan dalam meningkatkan peranan kelompoktani terutama kemampuan peranan sebaga~wahana kerjasama anggota kelompok.
Hubungan Peranan Kelompoktani sebagai Wahana Belajar Kelompok dengan Karaterisitk Individu Petani
Hasil analisis pada Tabel 12 menggambarkan peranan kelompok sebagai wahana belajar anggota yang mempunyai hubungan dengan sejumlah karakteritik
individu petani.
Peranan kelompoktani sebagai wahana belajar anggota
berhubungan sangat nyata dan positif dengan M s t i k individu dengan tingkat keeratan hubungan yang berbeda, kecuali tingkat umur dan pengalaman berusahatani. Karakteristik individu petani yang berhubungan dengan peranan kelompok sebagai wahana belajar berturut-turut dari yang paling erat adalah dengan: (1) tingkat pendapatan usahatani, (2) kekosmopolitan, (3) jumlah pendidikan non formal, (4) tingkat pendidikan, (5) motivasi, dan (6) luas lahan usahatani. Dengan demikian peran kelompoktani sebagai wahana belajar kelompok ditentukan oleh kualitas karakeristik individu petani. Aktifitas anggota &lam
kelompok, kesesuaian, keragaman materi, serta interaksi peserta &lam belajar di kelompok ditentukan tingkat pendidikan individu anggota kelompok Menurgkahnla pendapatan usahatani, sifat kosmopolit, motivasi dan peningkatan luasan usahatani, diikuti dengan peningkatan aktifitas di kelompok, kebutuhan materi informasi yang lebih beragam dan sesuai dengan kebutuhan petani.
Tabel 12. Hubungan Peranan Kelompoktani sebagai Wahana Belajar Kelompok dengan Karakteritik Individu Petani Variabel 1 sub variabel Karakteritik IndiviGu
I
Wahana Belajar Kelompdc (XIS) X 13.1 X 13.2 1 X 13.3 X 13.4 1 X 13 1.052
--)
XI3 X 13.1 X 13.2 X 13.3
X 13.4
I
1
1-0.014
bemubungan sangat nyata p = 0.01
: Wahana belajar kdompok : Keaktifan anggota belajar : Kesesuaian materi : Kcragaman mat& : lnteraksi anggota
14.076
14.018
.
Keragaman materi dalam belajar berhubungan sangat nyata dan negatif dengan pengalaman usahatani, walaupun dengan tingkat keeratan yang relatif masih lemah. Petani yang mempunyai pengalaman usahatani yang relatif masih baru relatif lebih membutuhkan banyak ragam materi &lam belajar kelompok. Hal ini diduga bahwa petani yang relatif b a a &lam usahatani belum banyak mempunyai pengalaman dalam usahataninya sehingga membutuhkan beragam informasi &lam pengembangan usahataninya. Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar petani (68.8%) mempunyai pengalaman usahatan; antara 11 30 tahun, dengan demikian menjadi gambaran bahwa kebutuhan akan keragaman
materi belajar dibutuhkan oleh sebagian besar petani. Hasil analisis pada Tabel 12 merupakan gambaran bahwa peranan kelompok sebagai wahana belajar bagi anggota kelompok banyak ditentukan oleh karakteristik individu anggota kelompok yang dicirikan; memiliki kualitas tingkat pendidikan, memiliki kemampuan usahatani yang relatif lebih baik, mempunyai motivasi yang kuat, kekosmopolitan yang tinggi, serta petani relatif lebih baru dalam bemsahatani. Dengan demikian dalam meningkatkan terjadinya proses belajar pada kelompok tani maka dalam kegiatan penyuluhan perlu menjadikan individu anggota keolompok yang bercirikan seperti di atzs sebagai mitra agar tercapai efektifitas pencapaian hasil belajar yang lebih baik. Hasil analisas Tabel 12 secara rinci menunjukkan peranan kelompok sebagai wahana belajar yang berhubungan sangat nyata dan positif dengan karakeristik individu petani berturut-turut dari yang paling erat adalah:
(1)
Keaktifan anggota kelompok berhubungan sangat nya& dan positif dengan sifat kekosmopolitan, jumlah pendidikan non formal, tingkat pendidikan formal, pendapatan, dan motivasi.
(2)
Kb-sesusian materi dalam belajar berhubungan sangat nyata clan positif dengm luas lahan garapan, motivasi, pendapatan usahatani, sifat kekosmopolitan, dan jumlah pendidikan non formal.
(3)
Keragaman matei dalam belajar berhubungan sangat nyata dan positif dengan
tahun pendidikan formal, pendapatan usahatmi, sifat kekosmopolitan, pendidikan non formal, motivasi, dan luas lahan garapan, serta berhubungan sangat nyata dan negatif dengan pengalaman usahatani. (4)
Interaksi anggota untuk saling belajar sesama anggota berhubungan sangat nyata dan positif dengan pendaptan usahatani, motivasi, sifat kekosmopolitan, jumlah
pendldikan non formal, luas lahan garapan, dan tahun pendidikan
formal.
Hubungan Peranan Kelompoktani sebagai Wahana Kerjasama Kelompok dengan Karaterisitk Individu Petani Peranan kelompok sebagai wahana kerjasama anggota kelompok berhubungan dengan karakteristik
individu petani.
Hasil analisis Tabel 13
menunjukkan bahwa peran kelompok sebagai wahana kerjasama anggota berhubungan sangat nyata dengan seluruh indikator karakteristik individu dengan
tingkat keeratan yang berbeda, kecuali dengan tingkat umur. Namun karakteristik e w wahana individu petani berhubungan lebih erat dengan peranan kelompok s
belajq kelompok dibanding sebagiu wahana kerjasama kelompok.
Tabel 13. Hubungan Peranan Kelompoktani sebagai Wahana Kerjasama Kelompok dengan Karakteritik Individu Petani
Keterangan : hasil uji korelasi *) berhubungan nyata p = 0.05 **) berhubungan sangat nyata p = 0.01 X 1 4 : Wahana kerjasama kelornpok 14.1 : PerenCanaan usahatani X 14.2 : Kejasama rnengatasi masalah X 14.3 : Kejasama pemenuhan kebutuhan X 14.4 : Manfaat berkelompok
x
Peran kelompok sebagai wahana kerjasama anggota yang berhubungan sangat nyata dan positif dengan karakteristik individu dari yang paling erat adalah
dengan: (1) kekosmopolitan, (2) pendapatan usahatani, (3) tingkat pendidikan formal, (3) jumlah pendidikan non formal, (4) luas lahan, dan (5) motivasi. Sedangkan dengan (6) pengalaman be~sahataniberhubungan sangat nyata dan bersifat negatif. Dengan demikiai~ tingkat peranan kelompoktani sebagai wahana kejasama sangat ditentukan oleh kualitas karakeristik individu petani. Usaha kejasama anggota dalam perencanan usahatani kelompok, pemecahan masalah, dan pemenuhan kebutuhan bersama ditentukan oleh tingkat pcndidikan individu anggota dalam kelompok, kekosmopolitan dan pengalaman usahatani individu anggota kelompok. Dengan demikian individu yang dicirikan lebih menonjol kualitas karakteristik individunya dijadikan pendorong dalam usaha peningkatan kejasama anggota dalam kelompok. Hasil analisis pada Tabel 13 juga menggambarkan p e m n kelompok sebagai wahana kejasama anggota yang berhubungan sangat nyata maupun nyata dan positif dengan karakeristik individu petani berturut-turut dari yang paling erat adalak (1) Perencanan usahatani berhubungan sangat nyata dan positif adalah dengan jumlah tahun peddikan, sifat kekosmopolitas, jumlah pendidikan non formal,'
dan pendapatan usahatani, serta berhubungan nyata dan positif dengan motivasi.
(2) Kejasama anggota mengatasi masalah berhubungan sangat nyata dan positif adalah dengan tahun pendidikan formal, sifat kekosmopolitan, jumlah
pendidikan non formal, ddan pendapatan usahatani, serta berhubungan nyata
dan positif dengan motivasi. (3) Kejasama pemenuhan kebutuhan berhubungan s a n w nyata dan positif
adalah dengan pendapatan usahatani, tahun pendidikan formal, sifat kekosmopolitan, dan luas lahan garapan, serta berhubungan nyata dan positif dengan jumlah pendidikan non formal. (4) Manfaat kelompoktani berhubungan sangat nyata dan positif adalah dengan
pendapatan usahatani, sifat kekosmopolitan, dan luas lahan garapan, serta berhubungan nyata dan positif dengan tahun pendidikan formal.
Hubungan Peranan Kelompoktani sebagai Wahana Belajar dengan Faktor Eksternal Petani
Faktor eksternal mencakup beberapa faktor yang zda di luar individu petani yang diduga mempunyai keterkaitan hubungan dengan peranan kelompoktani sebagai wahana belajar bagi anggota kelornpok. Hasil analisis Tabel 14 menunjukkan bahwa peranan kelompok sebagai wahana belajar anggota berhubungan sangat nyata dan positif berturut-turut dan yang paling erat adalah dengan: (I) kete&aan
lnfomasi dan (2) keteqangkauan saprodi, dan berhubungan
nyata dm negatif dengan (3) keterkaitan adat. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 14 rnaka kornponen faktor ekstemal yang paling nyata dan sangat erat keterkaitamya dengan peranan kelompok
sebagai wahana belajar adalah ketersediaan informasi. Ketersediaan informasi sangat nyata dan san*
erat hubungannya dengan keragaman materi belajar yang
dibutuhkan petani sebagu anggota kelompok dalam kegiatan belajar di kelompoktani.
Tabel 14. Hubungan Peranan Kelompoktani sebagai Wahana Belajar Kelompok dengan Faktor Ekstemal Petani
Intensitas penyuluhan (X 9)
Keterkaitan adat (X
12)
Keterangan : hasil uji korelasi *) berhubungan nyata p = 0.05 **) berhubungan sangat nyata p = 0.01 x 1 3 : Wahana belajar kelompok X 13.1 : Keaktifan anggota belajar X 13.2 : Kesesuaian materi 13.3 : Kaagaman & X 13.4 : Iuteraksi anggota
x
Hasil analisis pada Tabel 14 menggambarkan pula bahwa peranan kelompok sebagai wahana belajar anggota ditentukm oleh tersedia informasi yang dibutuhkan petani dan tingkat keterjangkauan petani terhadap sarana produksi. Peningkatan ketersediaan informasi dan keterjangkauan petani terhadap sarana produksi diikuti dengan peningkatan peran kelompok &lam kegiatan belajar angota kelompok. Sedangkan peranan kelompok juga ditentukan oleh kondisi
keterikatan adat, masyarakat telah menunjukkan kondisi adat dan nonna yang cenderung longgar yang diikuti dengan meningkatnya peranan kelompok sebagai wadah belajar bagi anggota kelompok Secara rinci hasil analisis pada Tabel 14 menunjukkan bahwa peranan kelompok sebagai wahana belajar anggota kelompok yang mempunyai keterkaitan hubungan dengan faktor ekstemal petani secara berturut-turut dari yang paling berhubungan erat adalah : (1)
Keaktifan anggota kelompok &lam belajar dan mengajar berhubungan sangat nyata dan positif dengan ketersediaan informasi dan ketejangkauan sarana produksi.
(2) Kesesuaian materi &lam belajar dikelompok berhubungan nyata dan positif dengan intensitas penyuluhan dan keterjangkauan petani terhdap sarana prcduksi.
(3) keragaman materi belajar berhubungan sangat nyata dan positif dengan ketersediaan informasi dan
ketejangkauan
sarana produksi, serta
berhubungan sangat nyata dan bersifat negatif dengan keterkaitan adat. (4) Intemksi peserta dalam belajar-mengajar berhubungan sangat nyata dan
positif dengan intensitas penyuluhan, dan berhubungan nyata dan positif dengan ketejangkauan sarana produksi dan ketersediaan infonnasi yang sesuai dengan kebutuhan petani.
Aubungan Peranan Kelompoktani sebagai Wahana Kerjasama Kelompok dengan Faktor Eloternal
Faktor eksternal mencakup beberapa faktor yang ada di luar individu petani diduga mempunyai keterkaitan hubungan dengan peranan kelompoktani sebagai wahana kerjasama bagi anggota kelompok. Hasil analisis pada Tabel 15 menunjukkan bahwa peranan kelompok sebagai wahana kerjasama anggota kelompok berhubungan dengan karakteristik faktor ekstemal, berhuut-turut dari hubungan yang paling erat adalah dengan: (1) keterikatan adat berhubungan sangat nyata dan bersifat negatif, (2) keterjangkauan terhadap sarana produksi, dan (3) ketersediaan informasi berhubungan sangat nyata dan positif.
Tabel 15. Hubungan Peranan Kelompoktani sebagai Wahana Kerjasama Kelompk dengan Faktor Ekstemal Petani
Variabel / sub variabel Karateristik Faktor E k s t c d
Wahana Kerjasama Kelompok XI^)
X 14.1
X 14.2
I
X 14.3
0.217' 1 0.016 0.040 0.878 0.2%" 0.403" 0.005 0.000 -0.062 0.403" 0.559 0.000 -0.082 -0.354" 0.442 0.001 Keterangan : hasil uji korelasi *) berhubungan nyata p = 0.05 ") berhubungan sangat nyata p = 0.01 X14 : Wahana kerjasama kelompok X 14.1 : Peremaman usahatani X 14.2 : Kerjasama mengatasi masalah X 14.3 : Kejasama pemenuhan kebutuhan X 14.4 : Manfaat berkelompok 0.033 0.755 0.334" Ketersediaan informasi (X lo 0.001 Keterjangkauan saprodi (X I I) -0.029 0.783 -0.100 Keterkaitan adat (X 12) 0.349
Intensitas penyuluhan (X 9)
I 1
X 14.4 0.187 0.077 0.281" 0.007 0.313" 0.003 -0.230' 0.029
I 1
x14
0.183 0.085 0.281" 0.007 0.332" 0.001 -0.35 1" 0.001
1
Berdasarkan hail analisis pada Tabel 15 maka komponen faktor eksternal yang paling nyata dan cukup erat keterkaitannya dengan peranan kelompok sebagai wahana kejasama adalah keterikatan adat. Sedangkan komponen faktor eskternal yang terdiri: (1) ketersediaan informasi dan (2) ketyejangkauan saprodi mempakan komponen faktor ekastemal yang paling erat hubungannnya dengan kejasama pemenuhan kebutuhan kelompok. Secara keseluruhan tingkat keeratan hubungan peranan kelompok sebagai 0
wahana belajar dengan faktor ekstemal lebih erat dibanding dengan hubungan antara peranan kelompoktani sebagai wahana kejasama dengan faktor ekstemal. Hal ini mengindikasikan bahwa faktor eksternal lebih besar pengaruhnya terhadap peran kelompok sebagai wahana belajar kelompok dibanding terhadap peran kelompok sebagai wahana kejasama kelompok. Faktor ekstemal yang sangat erat hubungan dengan peran kelompok sebagai wahana kejasama adalah ketersediaan informasi bagi petani. Adanya kecenderungan bahwa anggota belajar lebih mengutamakan ketersediaan informasi yang sesuai dengankebutuhan untuk belajar dengan ditunjang sarana propduksi yang sesuai dengan kebutuhan pula. Ketersediaan i n f o m i yang sesuai berkecenderungan mendorong aktifitas anggota kelompok dalam belajar melalui kelompok. Sejauh ini penjelasan yang dikemukakan pet an^ bahwa belum banyaknya informasi yang sesuai dengan yang dibutuhkan petani, terutama infomasi yang diharapkan berasal dari penyedia lembagalinstansi penyedia informasi maupun penyuluhan. Menurut petani bahwa kebanyakan informasi
yang tersedia sebagai materi belajar lebih banyak pa& usaha budidaya ha1 tersebut telah banyak diketahui petani, sedangkan kebutuhan informasi bagi petani saat ini lebih dari ha1 tersebut, seperti informasi perkembangan harga pasar, pengendalian penyakit tanaman, dan pasca panen atau peningkatari mutu produksi. Pada saat ini telah banyak sering adanya percontohan (demontrasi) berbagai produk saprodi seperti pestisida, pupuk, dan obat-obatan. Pada kondisi masyarakat yang lebih longgar terhadap keterikatan adat mengindikasikan bahwa miyarakat sud& mulai terbuka terhadap perubahan-perubahan disekitamya yang berarti meraka terbuka menerima berbagai inovasi untuk mengingkatkan kehidupnnya. Bagi kebanyakan petani berpenhpat bahwa ha1 tersebut sebagai suatu informasi ha1 baru. Petani yang inovatif selalu mencoba ha1 yang baru dan melalui pertimbangan yang rasional jika produk yang dipromosikan lebih baik maka petani langsung menerapkannya Namun apakah informasi dan inovasi yang telah ditawarkan tersebut cukup valid? adakah dampak lain yang dapat merugikan petani yang &pat ditimbulkannya &lam jangka panjang ? Peranan IembagaJinstansi dan pihak terkait penyedia informasi menjadi semakin penting. Dari gambaran diatas ada kencenderungan bahwa peranan p e n y d d m tidak lagi hanya menghantarkan prognun-program yang berasal dari atas, tetapi yang lebih penting adalah berperan membantu petani memberikan ir~formasi,pemecahan masalah, dan sebagai mitra bagi petani dalam membantu dan mendorong peningkatan kemampuan petani &lam pengelolaan usahataninya.
Secara rinci Tabel 15 menunjukkan bahwa peranan kelompok sebagai
wahana kerjasema bagi anggota kelompok yang mempunyai keterkaitan hubungan dengan faktor ekstemal petani secara berturut-turut dari yang paling berhubungan erat adalah : (1)
-
Perencanan usahatani bersama berhubungan sangat nyata dan positif dengan ketersediaan informasi yang dibutuhkan petani.
(2) Kerjasama mengatasi masalah berhubungan sangat nyata dan positif dengan ketersedi-
informasi, dan berhubungan nyata dan positif dengan intensitas
penyuluhan.
(3) Kerjasama pemenuhan kebutuhan anggota kelompok berhubungan sangat nyata dan positif dengan ketersediaan informasi dan keterjangkauan sarana produksi, serta berhubungan sangat nyata ddan bersifat negatif dengan keterkaitan adat.
(4) Manfaat kelompoktani yang dirasakan anggota berhubungan sangat nyata dan positif dengin ketersediaan informasi dan ketejangkauan sarana produksi,
serta berhubungan sangat nyata dan bersifat negatif dengan keterkaitan adat.
Hubungan Tingkat Kemampuan Petani dalam Pengambilan Keputosan Usahatani dengan Peranan Kelompoktani Kajian secara teoriiis menyimpulkan bahwa untuk mewjudkan perubahan perilaku kemampuan petani yang memiliki potensi din (pengetahuan, sikap dan keterampilan) agar memiliki kemampuan menetapkan pilihan terbaik dalam
kehidupannya yang dapat dilakukan memalui proses belajar memberikan pengalaman, berinteraksi dan bekejasama dalam lingkungan atau kelompoknya Hasil analisis penelitian ini menggambarkan peranan kelompoktani sebagai wahana belajar dan wahana kejasama anggota kelompok dengan berbagai faktor dan kondisi lingkungan yang berperan terhadap efektifitas terjadinya perubahan perilaku petani dalam hubungannya dengan perwujudan kemampuan petani sebagai anggota kelompok &lam pengambilan keputusan usahatani. Hasil analisis pada Gambar 4 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kemampuan
petani dalam pengambilan keputusan usahatani
dengan peranan kelompoktani.
Sifat hubungan tersebut mempunyai tingkat
keeratan yang berbeda. Tingkat kemampuan petani dalam pengambilan keputusan
usahatani berhubungan lebih erat dengan peran kelompoktani sebagai wahana belajar anggota kelompok dibanding dengan peranan kelompoktani sebagai wahana kerjasama bagi anggota kelompok. Hal ini berarti bahwa kegiatan belajar
mengajar di kelompok lebih berperan &lam usaha meningkatkan kemampuan petani dalam pengambilan keputusan usahatani, baik pengaruhnya dalam ha1 peningkatakan kemampuan petani dalam adopsi terhadap inovasi maupun pengaruhnya terhadap keberanian petani beresiko dalam usahstani. Peranan penyuluhan menjadi semakin penting &lam meningkatkan kemampuan petani, karena wahana belajar kelompoktani merupakan wadah bagi kegiatan penyuluhan &lam usaha untuk peningkatan kemampuan anggota kelompktani.
TK. KEMAMPUAN PETANI DALAM PENCAMBILAN
Gambar 4 : Hubungan Tingkat Kemampuan Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani d e n m Peranan Kelom~oksebaeai Wahana ~ e l a i adan r Wahana ~e j&a
-
Hasil analisis pada Gambar 4 juga menujukkan bahwa peranan kelompoktani sebagai wahana kejasama anggota kelompok mempunyai keeratan hubungan yang lebih erat dengan tingkat kemampuan petani dalam pengambilan keberanian
beresiko dalam usahatani dibanding dengan kemampuan adopsi terhadap inovasi &lam usahatani.
Hal ini menunjukkan lagi pentingnya peranan penyuluhan
untuk menumbuhkan kemampuan kejasama kelompoktani agar petani mempunyai kemampuan yang tinggi dalam mempertimbangkan resiko yang &pat lebih menguntungkan usahataninya Hasil analisis berdasarkan Gambar 2, Gambar 3, dan Tabel 11 menunjukkan bahwa tingkat kemampuan petani dalam pengambilan keputusan dalam usahatani berhubungan lebih erat dengan faktor-faktor karakteristik individu petani dibanding faktof ekstemal, sedangkan Gamber 4 dan Tabel 16 menunjukkan bahwa tingkat kemampuan petani dalam pengambilan keputusan dalam usahatani berhubungan lebih erat dengan peranan kelompok sebagai
wahana belajar dibanding wahana kejasama. Berdasarkan hasil analisis tersebut maka variabel karakteristik individu petani dan variabel peranan kelompok sebagai wahana belajar anggota sangat menentukan tingkat kemampuan petani dalam pengambilan keputusan usahatani. Oleh karena kedua variabel tersebut ditentukan oleh faktor sumberdaya petani, maka untuk peningkatan kemampuan petani dalam pengambilan keputusan periu peningkatan kemampuan sumberdaya manusia (SDM)petani. Secara lebih rindi Tabel 16 menujukkan bahwa faktor wahana belajar yang besar perannya dalam peningkatan kemampuan petam d a m pangarnbilan keputusan usahatani bertunt-turut dari hubungan yang paling erat adalah: (1) interaksi anggota belajar, (2) kesesuaian materi, (3) keragaman materi belajar, dan
(4) keaktifan anggota dalam kelompok. Implikasinya adalah bahwa peranan dan
kemampuan penyuluhan semakin penting dalam menumbuhkan suasana belajar agar interkasi anggota lebih baik, membantu clan memberikan kebutuhan materi belajar yang sesuai dengan kebutuhan, dan berbagsu ragam informasi yang penting bagi petan;.
Tabel 16. Hubungan Tingkat Kemampuan Petani &lam Pengambilan KeputusanUsahatani dengan Peranan kelompoktani
Keterangan : hasil uji korelasi *) berhubungan nyata p = 0.05 **) berhubungan sangat nyata p = 0.01
Pada dasarnya petani menghendaki materi yang disampaikan dalam kegiatan belajar dalam kelompok sesuai dengan permasalahan dan kebrrtuhan yang berkaitan dengan usahataninya. Keragaman informasi yang selain mempakm kebutuhan untuk memecahkan berbagai masalah dan peningkatan usahatani dan pendapatan, juga keragaman informasi diperlukan petani memungkinkan d a p t memberikan b e h g a ~alternatif pilihan dalam peningkatan produksi, pengembangan usahatani, dan memberikan peluang-peluang baru dalam pengembangan usahatani, bahkan kemungikan dapat memberikan terbuka solusi dalam menjalin hubungan dengan pihak ketiga. Petani tertentu memiliki cara tersendiri &lam mengakses informasi yang dibutuhkannya. Ada petani yang sering bepergian keluar daerah yang selalu belajar banyak belajar dan bertukar pengalaman dengan petani lain yang lebih maju di daerah yang dikunjunginya Belajar dan bertukar pengalaman dengan petani lain tersebut dirasakan metupakan informasi yang sangat berharga bagi petani. Petani lainnya ada pula yang telah mampu pula mengakses informasi dari berbagai sumber informasi seperti pedagang, buku, dan media massa Ada pula petani yang inovatif yang selalu berusaha mendapatkan i n f o m i dan mencoba hal-ha1 baru walaupun hasilnya belum tentu memuaskan, pengalaman petani biasanya memerlukan cukup waktu untuk penyesuaian dan memadukannya dengan pengalaman yang telah dimilikinya. Petani demikian merupakao petani yang mampu memodifiklasi inovasi dan informasi dan menyesuaikan dengan pengalamannya. Sarif (Said el al., 2001) menyebutkan bahwa petani dalam proses pembelajaran yang berkelanjutan sangat memerlukan empat hal, yaitu : (1)
kemampuan memanfaatkan teknologi; (2) kemampuan mengkompilasi teknologi; (3) kemampuan akuisisi teknologi; dan (4) kemampuan mencipta teknologi. Dengan demikian kegiatan penyuluhan dapat berperan sebagru fasilitator agar proses tersebut dapat bejalan. Informasi dan pengalaman sesama petani tersebut terdiseminasi kepada sesama petani melalui interaksi sesama petani atau didalam kelompok. kebanyakan
berdasarkan
pengamatan
transfer informasi adalah secara
interpersonal kepada sesama anggota. Berdasarkan informasi dan penjelasan dikemukan bahwa baik pengurus kelompok mapun anggota yang mempunyai kesempatan memperoleh informasi berbagai inovasi maupun teknik-teknik baru &lam usahatani, selalu disampaikan kepada anggota kelompok pada setiap kesempatan baik secara perorangan maupun dalam pertemuan tertentu yang bukan pertemuan rutin dari kelompok. Hasil analisis pada Tabel 16 secara lebih rinci menggambarkan bahwa: (1) Tingkat kemampuan petani &lam pengambilan keputusan terhadap tingkat adopsi inovasi berhubungan sangat nyata dan positif dengan peranan kelornpoktani sebagai wahana belajar kelompok berturut-turut clan yang paling erat adalah dengan: (1) interaksi anggota, (2) keragaman materi, dan (3) keaktifan anggota dalam belajar, serta berhubungan nyata dan positif dengan (4) kesesuaian materi dalam belajar.
(2) Tingkat kemampuan petani dalam pengambitan keputusan keberanian beresiko dalam usahatani berhubungan sangat nyata dan positif dengan
peranan kelompoktani sebagai wahana belajar kelompok, berturut-turut dari yang paling erat adalah dengan: (1) kesesuaian materi &lam belajar, (2) interaksi anggota, (3) keaktifan anggota dalam belajar di kelompok, dan (4) keragaman materi.
(3) Tingkat kemampuan petani dalam pengambilan keputusan terhadap adopsi inovasi berhubungan nyata
dan positif dengan peranan kelompoktani
sebagai wahana kejasama kelompok, berturut-turut dari yang paling erat adalah dengan: (1 ) perencanaan usahatani bersama, (2) kerjasama anggota dalam nlengatasi masalah dalam usahatani, dan (3) kejasama anggota kelompok dalam memenuhi kebutuhan bersama, (4) Tingkat kemampuan petani untuk keputusan keberanian beresiko &lam usahatani berhubungan sangat nyata dan positif dengan peranan kelompoktani sebagai wahana kejasama, berturut-turut dari yang paling erat adalah dengan: (1) kerjasama pemenuhan kebutuhan bersama, dan behubungan nyata dan positif bemirut-turut dari yang paling erat adalah dengan: (2) perencanan usahatani bersama, (2) kejasama dalam mengatasi masalah bersama, dan (4) manfaat kelompoktani yang dirasakan anggota kelompok.
Hubungan Persepsi Petani terhadap Sifat Inovasi dengan Peranan Kelompoktani Persepsi petani terhadap sifat inovasi adalah merupakan suatu penafsiran, tanggapan atau pandangan petani terhadap sifat inovasi. Melalui peranan
kelompoktani sebagai wahana belajar dan bekejasama kelompok tejadi proses belajar, pemberian pendarnan, interaksi dan kegiatan bekejasama &lam lingkungan atau kelompoknya dan berperan terhadap pembentukan persepsi petani. Hasil penelitian analisis pada Tabel 17 menunjukkan bahwa persepsi petani terhadap sifat inovasi berhubungan dengan peranan kelompoktani sebagai wahana belajar kelompok maupun peranan kelompok sebagai wahana kejasama kelompok. Masing-masing hubungan mempunyai tingkat keeratan yang berbeda. Persepsi petani terhadap sifat inovasi berhubungan lebih erat dengan peranan kelompok sebagai wahana kerjasama kelompok dibanding dengan peranan kelompok sebagai wahana belajar kelompok. Hasil analisis pa& Tabel
17 menunjukkan bahwa persepsi petani
terhadap sifat keuntungan relatif suatu inovasi berhubungan paling erat dengan peranan kelompok sebagai wahana kejasama. Hal ini ditunjukkan pula oleh komponen
peranan kelompok sebagai wahana kejasama yang terdiri dari:
kesesuaian materi, keragaman informasi, dan interaksi anggota, berhubungan sangat nyata dan relatif cukup erat dengan persepsi petani terhadap sifat keuntungan relatif inovasi. Komponan peranan kelompoktani sebagai wahana kerjasama yang berhubungan paling erat dengan bahwa persepsi petani terhadap sifat suatu inovasi
adalah
manfaat
berkelompok,
sedangkan
Komponen
peranan
kelompoktani sebagai wahana belajar yang berhubungan paling erat dengan bahwa persepsi petani terhadap sifat suatu inovasi adalah keragaman materi belajar
anggota yang berhubungan nyata
dengan persersi petani terhadap
keuntungan relatif. (2) Peranan kelompok sebagai wahana belajar kelompok yang berhubungan sangat nyata dengan persepsi petani terhadap sifat kompatibitas suatu inovasi adalah komponen keragaman informasi
(3) Peranan kelompok sebagai wahana belajar kelompok yang berhubungan sangat nyata dengan persepsi petani terhadap sifat triabilitas suatu inovasi berturut-turut dari yang paling erat adalah komponen: (1) keragaman informasi, dan yang berhubungan nyata adalah komponen: (2) kesesuaian materi, (3) interaksi anggota, dan (4) keaktifan anggota (4) Peranan kelompok sebagai wahana belajar kelompok yang berhubungan
sangat nyata dengan persepsi petaru terhadap sifat observabilitas suatu inovasi adalah komponen: (1) keaktifan anggota, (2) keragaman informasi, dan (3) interaksi anggota.
(5) Peranan kelompok sebagai wahana kejasama kelompok yang berhubungan sangat nyata dengan persepsi petani terhadap sifat obsewabilitas suatu inovasi adalah komponm (1) perencanaan usahatani, (2) kejasama mengatasi masalah, (?) manfat berkelompok, dan (4) dengan pemenuhan kebutuhan bersama berhubungan nyata. (6) Peranan kelompok sebagai wahana kerjasama kelompok yang berhubungan
nyata dengan persepsi petani terhadap sifat kompleksitas suatu inovasi adalah komponen pemenuhan kebutuhan bersaha, dan yang berhubungan sangat
nyata dengan persepsi petani terhadap sifat kompleksitas suatu inovasi adalah komponen rnanfaat berkelornpok.
Hubungan Tingkat Kemampuan Petani dalam Pengambilan Keputusan dengan Persepsi Petani terhadap Sifat lnovasi Persepsi sebagai suatu pandangan pengertian dan interpretasi seseorang tentang suatu objek yang diinfonnasikan kepadanya, terutama cara orang tersebut memandang, mengartikan dan menginterpretasikan infonnasi itu dengan cara rnempertimbangkan ha1 tersebut dengan dirinya dan lingkungannya tempat ia
berada dan berinteraksi. Hasil ana!isis pada Gambar 5 menunjukkan bahwa tingkat kemampuan petani dalam pengambilan keputusan berhubungan sangat nyata dengan persepsi petani terhadap sifat inovasi, namun dengan keeratan hubungan yang berbeda-beda terhadap masing-masing sifat inovasi. Berdasarakan hasil analisis pada Gambar 5 t d u t ternyata tingkat kemampuan petani dalam adopsi terhadap inovasi berhubungan lebih erat dengan pxsepsi petani terhadap sifat inovasi dibandingkan hubungan tingkat kemampuan petani beresiko dalam usahatani dengan persepsi petani terhadap sifat inovasi. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat persepsi petani terhadap sir*at inovasi lebih banyak menentukan tingkat kemampuan petani pengarnbilan keputusan adopsi terhadap inovasi dalam usahatani. Maknanya adalah kesesuaian persepsi petani terhadap sifat inovasi sangat berperan menentukan tingkat kemampuan petani
dalam pengambilan keputusan adopsi terhadap inovasi dibanding terhadap keberanian petani dalam beresiko dalam usahatani.
I
I
I
Keuntunean Relatif
I
Kompatibilitas
I
Komoleksitas
Triabilitas2
Obsewabilitas
-0.224*
1
Tin kat Kemampuan Setani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani Adopi Inovasi Keberanian Beresiko
Gambar 5 : Hubungan Tingkat Kemampuan Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani dengan Persepsi Petani terhadap Sifat Inovasi
Hasil analisis menggambarkan pula bahwa tingkat persepsi petani terhadap sifat triabilitas paling kuat pengaruhnya terhadap kemampuan petani dalam pengambilan keputusan adopsi suatu inovasi dalam usahataninya. Maknanya
adalah tingkat kemudahan petani dalam mencoba suatu inovasi akan memberikan pengalaman bagi petani tentang inovasi tersebut, sehingga menambah keyakinan petani &lam mengadopsi terhadap inovasi &lam usahataninya.
Sedangkan
persepsi terhadap keuntungan relatif yang lebih kuat pengaruhnya terhadap keberanian petani beresiko dalam usahataninya, berarti petani lebih mendahulukan suatu inovasi yang bersifat menguntungkan dan keunggulan dibanding sifat inovasi yang lain.
Tabel 18. Hubungan Tingkat Kemampuan Pctani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani dengan Persepsi Petani terhadap Sifat lnovasi
Persepsi tcrhadap Sifat Inovasi
Ketzrangan : hasil uji korelasi *) berhubungan nyata p = 0.05 **) berhubungan sangat nyata p = 0.01
Hasil analisis pada Tabel 18 secara rinci menunjukan bahwa tingkat adopsi terhadap inovasi berhubungan sangat nyata dan positif secara bertumt-turut dari
yang paling erat adalah dengan persepsi terhadap sifat inovasi yang terdiri atas: (1) triabilitas, (2) keuntungan relatif, (3) obsewabilitas, dan (4) kompleksitas.
Sedangkan kemampuan petani &lam bentuk keberanian beresiko dalam usahatani menunjukkan hubungan sangat nyata dan positif secara berturut-turut dengan persepsi terhadap: (1) keuntungan relatif dan (2) triabilitas, dan berhubungan nyata dengan persepsi terhadap (3) observabilitas.