No. 1 Febhtari 2010
22
Halaman 64-74 2 <.,.a;
**< .
F' F
.
.
. . . ... .. . . -,=..;,-...:;*, <.. . .;?*:,;.?.:
.
37
--':,
- .-, v
-
;2
&&
. . y5: .:* :;.T.:;;F;:,z-.+,.\::-?2,*$ ..
.;
?-L:;;.
!
-7..
IIVALENSIDALAM . MENCARI . SARANG ~. if , < ..: ,:.*:: ANGIN ;.;: *.. <.,
.:
.
.
..
.
.
.
.
.
,
.
~
..
.:,.
.
,-.-;:
..
-.
- .- . ,: . . . . .
Ts. .
,.
-.,+,..
".-
.: ..:
,
. .
&:
-""
.
. . . -
,
,
.
.
,.
:
. . .
~
4
i:.;,: +;<:
*
.
-:!" fl. a .r
,
!"-f\+.
"..-*-.s
i . ,::~ . .$$.. ... .;, . .. :., , ... .:...... - .. ..,.+t .. . : . - ?; . .d,*.&+
< - , a:?<
?
.
-2
. . . .
.
,
.
:
. , . m*".:.:z>s::. ;< ........'. . . . . ., : .,. ?: - -.:, . . .
.. .. .. .. .
_,
.......I A:. .
:. . . . . . . $
:
. . .... .
@i-
P! 4
2
aso inme
lutcn) ar
spac
ne moveme
st a cnar
left Alt
11t1 Ir
,et-l in a hiah
!ceiv~ng LI aLlL values
and fehuallal I I,
*I
alw ueLwee1I I I IUI I U ~I ly ~ I
IUlYt
ce. I.
--
dan me ~rl~licm
PB
tan unti n+-,nn m r
.
3 ir : ...
q p &mgan ~ ~~8mtserlakukan poiit& idsntlkm Icamna takut akan menggunoang rtruktvr kolmbl(Faruk,2001:7577).
,Sumkarta,dan Sum&iya. Rumg
n Mmda dm * r v w & d O ~ ~ lstana Prawtrakusuman ,me9ugakan tampat k&ahiran D a m dan twmpat Bqgslrt l4h~jengRama mrta keluarga bsamga. unia bangsawandi dalanmwel id,y&u enuh kemewahan, ad& istiadat Wsional, &n cist.iba wmra .Di ruang inl, berwn m w t
Yulitin Sungkowati - Atnbhknsi deiam b4wmri &wan$ Angdn
m i a n identitas pemiliknya. I meskipun Dawan pernah tin Rakhayahdl Plmhan,
.-
< .
Dilihat dad plsrgmkan ruangtc#'s&~ut,teks ~ ~ j u mwturljukkan g a tambhhd. F'ada saat
'
pemiliknya. Biarpunjauh tinggi diselimuti mega, namun Kanjeng Rama masih memegangi ujung talinya di bawah sana. Sejatinya, Darwan ingin terbang ditiup angin lebih tinggi lagi, lebih bebas lagi. Darwan ingin kehidupan yang lain dari semua layang-layang milik Kanjeng Rama, lain ctengan kehidupan saudara-saudaranyayang sekarang masih ditunjang oleh Kanjeng Rama, tetap mengandalkan warisan kekayaan dan keturunan kebangsawanan Surakarta Hadiningrat." (Brata, 2005:47-48).
'Darwan sekwang l ditiup angin. Tapi,
67
Vol. 22, No. 1 Februaii2010: 64-74
W n y a masih terpatri di ranah budaya Jawa ywlg "tradisional". la merasa hamstenrs menulis di Dagblad Ekspres bukan hanya karena
dorongan cita-citanya sebagai jurnalis ingin mendidik orang Jawa supaya cerdas seperti
Darwan memilih kembdi ke Surakarta karena pada akhimya ia tahu bahwa untuk menjadi "modemndan maju tidak b r t i ham$berubah menjadi Belanda secara total. Sebagai novel yang berpretensi sejarah, masa lalu diduduk-
-
ass 4-
-
Beatrix + S M k van Daal
Rokhayah (keluarga Jayajais)
(S'Jmba~g) murid
FalsafahJawa d m Logika Eropa Benturan pertarnaketika Darwanbmsaha rnernbangun rnasyarakat Jawa 'moderna dengan cara rnenitu 'kernodeman" Eropa (baa Bglanda) adalah falsafahnya sebagai orang Jawa, wani ngalah luhur wskasme, langsung dihadapkan psldaCoglka Empayang $ituniukkan oleh Beatriz Vdlentinj. Ketika Yaw berjudul 'Prahara ing Surakartaa di Dagblerd Ekspres rnembuat K a n m Rama m t r d u m sefingkuh pergidari bersalah. Tindakan Da sikap waningalahl w r ituditentang okh Beatrix. Beatrkc hhwa falsafah itu membuat atang Jam tMak dapat rnaju karena selalu mengalah. Jika mernang tidak bersalah, D a m n tidak perlu pergi, tetapi justru harus rnelawan (Brata, 2005~84-86). "Sesecxangtidak ham selalu waningalahluhur wekasane (berani mengalah bahagia pada akhirnya) seperti yang menjadi panutan orang Jawa, panutan ajaran hidup yang banyak didendangkan para abdi, para petani,juga para bangsawan, dan dianjurkan oleh para guru bertindak kasar, i (Brata. 2005:82) Bekal pendidikan . Uarwan untuk mengikuti Vollentijn rnelawan Kanjeng rnernang tidak berselingkuh Kundarti. Akan tetapi, priyayi rnernbawanya rnmilih pergi. Sebagai orang yerig pertwfi
mendapat pendidikan Eropa, Darwan sebmarnya rnengakui kebenaran kata-kata batik, tetapi sebagai seorang bangsawan Jawa ia mendapatdidikan tentang nilai-nilai priyayiy a q rnenekankan pada kehalusan budi dan ketenangan btin. 6agi orang Jawa, apalagi priyayi, rasa mempakan bagian yang sangat psnting. Seorang priyayi Jawa hams t a j m rasanya. Darwan tidak mau berkanfiik secara terbuka dengan Kanjeng Rarna karena konfiik terbulta bukm cermin budaya priyayi yang. hallis. Priyayi lebih suka rnemendam atau mewdam b f k k di ddarn hatinya dengan cam mngh i i a t a u mertyingkir(Mulder, 1983: 125). Fads titik ini, tampak bahwa DaNvan tidak begjibsaja tunduk pack saran Beatrix mesldpun ia menganggapnya sebagai guru atau surnber -8tahuan dan simbd kemajuanyang ingind m . Dengank9Q hi,logika abu r a s b m l h Eropa harus berhadapan d~ngannibi-nllai budaya Jawanya yang lebih rnenonjdkanram.
Demokrasi Ban Feodalisme Nilai-nilai dernokrasi yang rnenghargai adanya kebebasan dan persarnaan hak begi sernua rnanusia, antara lain temrrnin dalam b a b . D a m n menganggapbahasa Belanda lebihdemokratk karenatidak rnernbeda&&kan manusia berdasarkanderajat atau kelas sosialnya. Bahasa Belanda digunakan untuk berbicara kepada siapa pun dengan cara yang sarna, sedangkan bahasa Jawa dianggap feodal. Bahasa Belanda yang demokratis dan egafiter sesuai dengan sernangat Darwan untuk memajukan bangsa Jawa, yaitu ingin men Waf hidup dari Gara berpikimya, bukan dari derajat keturunan atau kekayaan warisannya (Brats, 2WS:8). Oteh karma itu, Daman
Humniora, V i . 22, No. 1 F&bruan'2010:64-74
membiasakan diri berbahasa Belanda dan menganggap "modem" orang yang dapat berbahasa Belanda.Akan tetapi, pada praktiknya, ia sulit meninggalkan tata krama yang terkandung dalam bahasa Jawa. Darwan yang mengingin-kandemokrasi ala Belanda, temyata merasa canggung harus berbicara ngoko dengan orang yang lebih tua dan merasa terhina ketika orang yang derajatnya lebih rendah berbicara ngoko kepadanya. Sikap ambivalen Darwan itu terlihat ketika Perhadapan dengan Rokhim dan Rakhman, tukang set huruf di Dagblad Ekspres. Pada saat berkenalan dengan Rokhim yang bekerja hanya dengan mengenakan celana pendek kotor dan baju kutang, seperti yang dipakai para kuli, bertanya ngoko padanya, D a m n terkejut dan tersinggung karena mnurutnya wong cilik seperti Rokhim haws berbahasa krama inggil kepadanya (Brata, 2005: 13). Pada saat berkenalan dengan Rakhman, Dawan merasa dihargai sebagai bangsawankarena Rakhmanberbicara bahasa Jawa kramainggilpadanya. Kedua kasusitu rrrenunjukkanbahwa meskipun Darwan sudah bertekad melepaskanderajat kebangsawanannya, ia sulit menerimaorang lain rnernpwhkukannya sebagai rakyat biasa. lajuga tidakmauikutdalam andWan burung dara clan minumtuakriebagaimana kebiasaanorang-orang biasadl kgmpung Plemahankarena rnetmdahkan pendiiikanELS dan HBS-nya (Brata, 2005:65). Tekad Darwan untuk memandang semua manusia sama sesuai dengan nilai-nilai demokrasijuga tidak mudah diwujudkan karena masih ada kontradiksi antara menerima atau menolaknya sebagai seorang bangsawan. Keputusannya untuk kost di rumahRokhim sudah diikuti misi mewlarkan kebaikan, menuntun mereka ke dunia yang bersih, dan menariknya dari lumpur kebodohan serta kerawanan sosial (Brata, 2005:74). Darwan rnemandang orang-orang Surabaya sebagai orang-orang yang belum "beradab", masih kosong pengetahuannya sehingga ia ingin mengadabkan dan mengisi mereka dengan pengetahuanmenurut ukurankeberadabandan
pengetahuan budaya Surtkmta ban Belanda (Brata, 2005:584-591). Uleh karena itu, ia mengajariRokhayahbwbahasaJawa Surakarta dan Belanda serta berperilaku sebagai seperti pfiyayi. Rokhayah menjadiSUMmembuatpsn%can karena dengan berbahasa Jawa Surakarta, pikirannya menjadi lain, tidak dapat mernbuat parikan seperti ketika masih berbicara bahasa Suroboyoan (Brata, 2005:436). Rokhayah kehilangan identitas Surabayanya. Setelah menikah, Darwan. makin menunjukkan keinginannya untuk mengubah keluarga Jayajais menjadi orang J a m Surakarh. OSeh karena itu, ketika Rokhayah sudah berbicam bahasa Jawa Surakarta kepada ayahnya, ayahnya digambarkan naikderajatnya. "Rokhayah sendiri mengubah diri, bicara kepada ayahnya dengan bahasa krarna. Jaya-jais naik martabatnyadi rnata kduarganya. Wrti waktu ia memilih Dji Sam Soe sebagai rokoknya" (Brata, 2005:589). D a m n yang menempatkanbahasa Jawa Surabaya lebih rendah daripada bahasa JBWB Surakarta sesungguhnya telah menentang gagasannya mengadopsi nilai-niiai demokrasi bagi kemajuan budaya Jawa. Hal itujuga bertentangan dengan semangatnya untuk m e ninggalkan budaya feodal karena ia justru rnemperluas budaya feodal itu hingga ke Surabaya dengan mengubah keluarga 'Surabaya yang terbuka dan demokratis mnjadi feodal. Superioritas Darwan sebagal bangsawan Surakarta secara tidak langsung telah "membunuh" budayaparikan yang dirmllki Rokhayah. Darwan menggunakan cam pandang kolonial, yaitu menganggap terjajah s~bagaiomngorang yang belum beradab sahingga harus dibimbing dan dikeluarkan dari kebodohan, sebagairnana keluargaJayajak.
Perkawinan Poligamldrrn Manmami Perkawinandan &lam budaya Jawa, khusumya yaw bmda di lingkurigan kraton, memiliki p a m n dmgan parcintartn dan perkawinanc=amWanda yang dilandasi oleh agarna KEbtd'ik, Di lahthngan bangsawan Surakarta, seolszng pangem dapat mengamkil
~~
j
I
j 1 7
:
1
!
4
1
a
-
Sungkowati Ambivalensi didam M n a r i S m n g Angin
i !
; I. 4
i 7
i
I' !
Z
I
I :
:
l s e r e r n p u a ~ ~ a n g ~ - r r y a dan ~ perernpuan haws yang wbangsa (Ehta, selir. Bersenang-senang dengan peternpuan 2005: 245). blah mernbudaya di lingkungan bangsawan di Hubungan Darwandengan BwWVolbndalam kraton, tanpa beban susila dan agama tijn itu sangat rnempmgaruhi pda hubtagan (Kuntowijoyo, 2004:60). Darwan bertekad Darwan dengan Yayi dan Rdehayah. Yayi meninggalkan budaya itu dengan melakukan m r u p a b p e r e m p u a n y a ~ b e KkeEas t~ perkawinanmonogamiyangdibndad oleh rasa sosial Wtif sejajardmgan Darwanb m t p M saling mendntai, bukan kriteria b i . , hhtIdan Bupati Tuban. Oleh karma itu, Yayi juga menbobot. dapat pendidikan Belnda. Yayi menrpakan Menurut Darwan, kebiasaan para bang- garnbaran perempuanJawa modemyang tidak sawan dalarn budaya perseliran msrupakan hanya tergarnbar dad bwananya, terGapi juga bentuk"kerendahan" dan"kekurangberadaban" pendidikan, wawsrsan, dan pdcerjaannya. para bangsawan Jawa di hadapan budaya Ketika perernpuan lain pada rnmnya hny@ Brafancia. Garnbaranyang buruk itubtampak pada tinggal di rurnah, Yayi sudah bekerja di narasf berikut, "Di rurnah-nrmah pangeran, di penerbitan sebagai jurnatis DagbIad Ek@ms dalarn ternbok-ternbok bentengyang kmt itu, di dan aktivis perkumpulan Jong Jawa serta %aria pun kisah-kisah anta pe-m ber- terlibat dalam gerakan bawah tanah untuk sernbunyi dernikian berlangwnj mmi$delau. kernerdekaanbang=. Oleh karena itu, rnenghapusbydap Dilihat dari latar MJakang dm pikimnmerupakan salah satu pikiran Darwansebelumnya Yayl IWh mimerangka "mengadabkan nuhi kriteria untuk dijadihn k;bi d& Dawan mtara dengan orang BelanB4. WuNtnya, karma ia mencemkzm gadis J w a "tmdemn budaya perseliran tidak rnungMn dapat di- slesuai dengan keinginannya, sdangkan hilangkan tanpa carnpur tangan pendiikan Rokhayah rnerupakan garnbaran gadis Jawa Belanda. Kakak-kakak Darwan yang tidak "tradisional". Daman birnbang unbk memilih mendapatpendidikanW n d a , tetap ~ m u s u satu di antaranya karena keduanya =sungcWrn budaya itu (Brata, 2005:77). guhnya mewakili atau menggarnbarkan Meskipun Kanjeng R a m belurn dapat perasaan dan pikiran b i w a n yang pada mnjalankan pernikahan monogarni, setidak- dasarnya rnemang mendua, J a w dm Bdmda, nya ia telah menikahi istri-istrinya seicara resrni tradisional dan modern. Pada saat birnbang, n karena Kanjeng Ramajuga sodah berserntuhan Darwantergoda untuk kembali pad dengan budaya Eropa. Darwan ingin rne- para bangsawan umumnya, yaitu n ninggalkan sepenuhnya budaya selir dan Yayi sebagai istriresrnidan Rokhayahwbagai polligarni dengan hanya rnenikahisatu perern- selir (Brata, 2005:77). puan atas dasar rasa saling mendntai, bukan Godaan untuk kernbali pada kebiasafan hrena keturunan. l\kan tetapi, ciatarn upaya lama itu rnemsrng dihilangkan dengan dirnatibnnya Yayi sehhgg~ m m b arnbivalen. D
!
prbedaan yang rnernisg
: Darwan, pernikahan atau I
Vd. 22, No. 1 ~ r i 2 0 1 064-74 :
ari mktra
naa aalam Panasi a w a ke dalr- baha:
II
I uarwan DuKan budah menerima
-
Yulitin Sungkowati Ambivalensi dalam Menarl &mng anglin
Rama dan Darwan sama-sama menjalani inisiasi di wilayah kekuasaan Belanda. Proses inisiasi itu yang rnembuat para bangsawan lebih dewasa dan bijaksana karena langsung menyerap pengalaman nyata di luar tembok kratonyang serba kecukupan. Berkat pendidikan Belanda dan pengalaman hidup terbuang di negeri Belanda, Kanjeng Rama rnenjadi sosok yang arif dan bijaksana, dapat memahami keinginan generasi muda dan tidak suka memaksakan kehendak. Darwan juga kembali ke Surakarta setelah merasa cukup mendapat pengalaman batin yang membuatnya berbeda dengan bangsawan Jawa yang tetap berada di dalam istana (Brata, 2005:698). Kanjeng Rama adalah sosok bangsawan yang berfalsafah Jawa dan berpikiran Eropa. Dalam diri Kanjeng Rama terpadu dua unsur budaya. Kanjeng Ramalah yang kemudian menjadi model penyatuan dua budaya atau budaya "jalan ketiga". Darwan memilih menggabungkan budaya "modem" Belanda dalam ha1 kebiasaan membaca, menulis, bekerja keras, pemikahanrnonogamidengan rasa-nya sebagai orang Jawa. ldentitas baru yang terbentuk adalah gabungan nilai-nilai "tradisonal" Jawa dan "kemodeman" BelandaIEropa. Hal itu menegaskan bahwa identitas adalah sebuah proses yang terbentuk, bukan merupakan suatu yang diberikan (Loomba, 2003:227). Hibriditas sebagai suatu proses penciptaan identitas kultural seperti itu sebenamya telah tetjadi di Jawa dalam rentang waktu yang panjang sebelum kedatanganBelanda, yaitu pada masa Hindu--Budha dan Islam (J. Supriyono, 2004: 146). Bahkan, kesenianJ+ sepertiwayang kulit pun menurut Schechner (Setion0~2003:194) merupakan hasil kolaborasi pemikiranpara ahli &rat (Belanda) dengan kraton. Kembalinya Darwan ke Surakarta, kepada Kanjeng Rama, dengan mengikuti pola per: paduan budaya Jawa--Belm yang dipraktikan Kanjeng Ramadapat pulad i m a M sebagai "nasionalisme" dan merupakan puncak pengterhadap budayadominan Belanda. Meskipun sejak awal narasi novel dan protagonis Daman sangat be/simpati dan rnenga-
gumi Belanda dengan menempatkannya pada posisi superior, pada akhimya Darwan memilih tetap 'napak tilas nunggaksemP darah leluhurnya rnenjadiorang "Jawa", tidak m u mmgikuti jejak Ndara Darisman yang pindah menjadi warga negara Belanda. D a m n bukan gambaran manusia yang tercerabut dari akamya, kakinya tetap berpijak di bumi sendiri. Belanda hanya dijadikan sebagai sumber wacana untuk memajukan bangsa Jawa.
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa ambivalensi dalam novel Mencan' Sarang Angin karya Suparto Brata terlihatjelas pada struktur ruang dan waktu serta dalam berbagai persoalan yang dikemukakan berkaitan dengan aspek kebudayaan, yaitu antara keinginan untuk menerimalmemakai budaya Eropa dan keinginan untuk mempertahankan budaya sendiri (Jawa). Ambivalensi yang muncul berkaitan dengan aspek kebudayaantersebut dalam novel ini "diselesaikan" dengan jalan "perkawinan" atau hibriditas antara budaya Eropa dan Jawa sebagai jalan tengahnya. DAFTARRUJUKAN Basuki, Sunaryono.2007. "Mencclri Scrrang Angm, Novel Perjuangan!" dalarnjowcr Pos, tanggal 24 Maret Brata, Suparto.2005. Mencari Sarung Angin. Jakarta: Grasindo Bhabha, Homi K. I993. The Location ofCuIture. Routledge: Londonand New York Faruk. 200 1. Beyond Imagination: Sastra Mutakhir dun Ideologi.Yogyakarta: Gamamedia Foulcher, Keith. 1999. "Mimikri Siti Nurbaya: Catatan untuk Faruk" dalamjurnal Kalam Nomor 14 Iskan, Dahlan.2005."Narel&ncariS<mmgAngin: se@ah Surabaya Versi Suparto Bratan dalarn Jawa Pa, Milqp, 5Juni Kuntowiioyo.2004. Raja* Prjruyl, dm dank: Sumha, I900--1915. Qmbak Loornba, Ania.2003. WoniaIisme/~a&donia/~sme. T'rjeunahan Hwtono Hadiknsumo. Yoyakarta:
B=-% M*,
Nicals. 1983.J*mW: gcberoaa Awbadngan Sosial Budbye. Yogyakarta: Gadjah Mada University Prers
hmaniora, Vol. 22, No. 1 Febtuati 2010: 6474
(Ed.) Budi Susam.- Y
KmkIrrs