= méê~å=t~êö~=j~çê~ë~ü=ç~ä~ã=jéåöéãä~åöâ~å= dêééå=påüççä==

Online Thesis | Volume 10, No. 2, 2015 ISSN 1978-4554

= mÉê~å=t~êÖ~=j~Çê~ë~Ü=Ç~ä~ã=jÉåÖÉãÄ~åÖâ~å= dêÉÉå=pÅÜççä== eçäáÇáå= = Abstrak. Peran warga madrasah dalam mengembangkan green school dibedakan menurut tugas, kedudukan, dan fungsinya masing-masing. Pimpinan madrasah lebih banyak berperan dalam menyusun kebijakan. Guru berperan dalam implementasi model pembelajaran berbasis lingkungan hidup melalui metode pembiasaan, teladan, penggunaan media pembelajaran berbasis alam, dan praktik pembelajaran berbasis lingkungan hidup. Peserta didik berperan dalam membiasakan sikap dari perilaku, menjaga kebersihan kelas, memelihara tanaman, penanaman pohon. Setiap warga madrasah pada umumnya berperan dalam mewujudkan lingkungan yang Islami. Setiap warga madrasah memiliki komitmen yang kuat untuk mewujudkan lingkungan yang Islami, meskipun komitmen mereka berbeda antara satu dengan lainnya. Abstract. The role of school community in developing green school differentiated according to the task, position and function of each. The headmaster of madrasah a greater role in formulating policy. Teachers play a role in the implementation of the model-based learning environment through habituation, exemplary, the use of nature-based learning media, and practice-based learning environment. Learners familiarize role in attitudes of behavior, maintain the cleanliness class, maintain plants, planting trees. Every citizen of madrasas in general play a role in creating an Islamic environment. Every citizen of madrasah has a strong commitment to create an Islamic environment, although their commitment is different from one another.

.‫ ﻭﻣﻮﻗﻒ ﻭﻇﻴﻔﺔ ﻛﻞ ﻣﻨﻬﺎ‬،‫ ﺩﻭﺭ ﺍﻟﻤﺠﺘﻤﻊ ﺍﻟﻤﺪﺭﺳﻲ ﻓﻲ ﺗﻄﻮﻳﺮ ﺍﻟﻤﺪﺭﺳﺔ ﺍﻟﺨﻀﺮﺍﺀ ﻣﺘﺒﺎﻳﻨﺔ ﻭﻓﻘﺎ ﻟﻬﺬﻩ ﺍﻟﻤﻬﻤﺔ‬.‫ﻣﻠﺨﺺ‬ ‫ ﻳﻠﻌﺐ ﺍﻟﻤﻌﻠﻤﻮﻥ ﺩﻭﺭﺍ ﻓﻲ ﺗﻨﻔﻴﺬ ﺑﻴﺌﺔ ﺍﻟﺘﻌﻠﻢ‬.‫ﻣﺪﻳﺮ ﺍﻟﻤﺪﺭﺳﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺪﺍﺭﺱ ﺍﻟﺪﻳﻨﻴﺔ ﺩﻭﺭﺍ ﺃﻛﺒﺮ ﻓﻲ ﺻﻴﺎﻏﺔ ﺍﻟﺴﻴﺎﺳﺎﺕ‬ ‫ ﻭﺑﻴﺌﺔ‬،‫ ﻭﺍﺳﺘﺨﺪﺍﻡ ﻭﺳﺎﺋﻞ ﺍﻹﻋﻼﻡ ﺍﻟﺘﻌﻠﻢ ﺍﻟﻘﺎﺋﻢ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻄﺒﻴﻌﺔ‬،‫ ﻣﺜﺎﻻ ﻳﺤﺘﺬﻯ ﺑﻪ‬،‫ﺍﻟﻘﺎﺋﻢ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﻤﻮﺫﺝ ﻣﻦ ﺧﻼﻝ ﺍﻟﺘﻌﻮﺩ‬ ،‫ ﻭﺍﻟﺤﻔﺎﻅ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻄﺒﻘﺔ ﺍﻟﻨﻈﺎﻓﺔ‬،‫ ﺍﻟﻤﺘﻌﻠﻤﻴﻦ ﺇﻃﻼﻉ ﺩﻭﺭ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻮﺍﻗﻒ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﻠﻮﻙ‬.‫ﺍﻟﺘﻌﻠﻢ ﺍﻟﻘﺎﺋﻢ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﻤﺎﺭﺳﺔ‬ .‫ ﻛﻞ ﻣﻮﺍﻃﻦ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺪﺍﺭﺱ ﺑﺸﻜﻞ ﻋﺎﻡ ﺗﻠﻌﺐ ﺩﻭﺭﺍ ﻓﻲ ﺧﻠﻖ ﺑﻴﺌﺔ ﺇﺳﻼﻣﻴﺔ‬.‫ ﻭﻏﺮﺱ ﺍﻷﺷﺠﺎﺭ‬،‫ﻭﺍﻟﺤﻔﺎﻅ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﺒﺎﺗﺎﺕ‬ ‫ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺮﻏﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﺘﺰﺍﻣﻬﻢ ﻣﺨﺘﻠﻔﺔ ﻋﻦ ﺑﻌﻀﻬﺎ ﺍﻟﺒﻌﺾ‬،‫ﻛﻞ ﻣﻮﺍﻃﻦ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﺘﺎﺗﻴﺐ ﻟﺪﻳﻬﺎ ﺍﻟﺘﺰﺍﻡ ﻗﻮﻱ ﻟﺨﻠﻖ ﺑﻴﺌﺔ ﺇﺳﻼﻣﻴﺔ‬ Key words: Green school, madrasah, school environmental. Pendahuluan Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Cijeungjing Kabupaten Ciamis adalah salah satu madrasah yang memiliki visi kuat terkait dengan pemeliharaan lingkungan hidup melalui pengembangan kepedulian dan kesadaran warga belajarnya terhadap lingkungan Islami. Visi MTsN Cijeungjing itu paralel dengan salah satu perhatian (concern) pendidikan Islam, yakni pengembangan lingkungan sekolah yang kondusif bagi dilakukannya transfer nilai-nilai ajaran Islam kepada peserta didik dan warga sekolah lainnya1. Konsep lingkungan sekolah—yang biasa juga disebut dengan iklim atau kultur sekolah—merupakan faktor penting dalam perspektif 1

Hasan Abdul 'Ali, At-Tarbiyah al-Islamiyah fi al-Qarni ar-Rabi' al-Hijri, Dar al-Fikr al-Araby, Mesir, 1977, h. 213. Ia menyebutkan bahwa sekolah atau madrasah pada masa perkembangannya merupakan bagian dan memiliki semangat masyarakat Muslim. Dengan demikian, lingkungan madrasah mesti mencerminkan semangat ke-Islam-an.

© 2015 | Online Thesis | ISSN 1978-4554

72

Holidin

pendidikan Islam. Itulah sebabnya para ahli pendidikan umumnya berpendapat bahwa perbaikan lingkungan pendidikan merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.2 Karena sekolah merupakan lingkungan yang di dalamnya peserta didik melalukan interaksi secara sosial dan psikologis bersama teman-temannya yang sebaya dengannya, maka sekolah juga diyakini sebagai sarana yang cukup efektif dalam membentuk watak dan kesadaran peserta didik terhadap masalah lingkungan hidup. Melalui aktivitas belajar, bermain dan bercanda yang merupakan kegiatan rutin peserta didik di sekolah, maka diyakini pula bahwa interaksi psikologis, sosial, dan lingkungan ini dapat saling mempengaruhi antar sesama peserta didik. Interaksi psikologis, sosial, dan lingkungan antar peserta didik juga dibangun dan diwarnai oleh rancangan sekolah dalam mengatur dan mengelola lingkungan, iklim atau kultur sekolahnya. Ini berarti bahwa prestasi akademik maupun karakter atau akhlak peserta didik bergantung pula kepada lingkungan sekolah yang menjadi tempat ia belajar, yaitu suatu lingkungan yang secara keseluruhan kondusif3. Dalam perspektif pendidikan Islam, pengembangan intelektual dan kepribadian peserta didik, merupakan kombinasi antara faktor genetik dan lingkungan sosialnya, termasuk di dalamnya lingkungan sekolahnya. Dalam perspektif teori kependidikan juga diakui bahwa sekolah, sebagaimana dikemukakan Dewey4, mempunyai dua fungsi utama yakni fungsi psikologis dan fungsi sosial. Dengan kedua fungsi ini maka sekolah berperan membimbing perkembangan kondisi psikologis dan membantu mempersiapkan peserta didik sebagai anggota masyarakat bagi kehidupan masyarakat mendatang. Dengan demikian, sekolah mempunyai peluang besar dalam mempengaruhi perkembangan anak5. Sekolah juga merupakan organisasi yang memiliki tujuantujuan dalam mempersiapkan peserta didik6, dalam arti memiliki tujuan untuk mengembangkan kualitas pribadi, termasuk penanaman nilai-nilai dan norma-norma serta berorientasi pada normanorma tertentu. Dalam melakukan sosialisasi norma-norma dan nilai-nilai, sekolah tidak hanya mempersiapkan peserta didik agar memiliki norma-norma, tetapi juga sebagai pribadi yang mampu menumbuhkan, memelihara, dan mengembangkan norma-norma pada dirinya, selaras dengan perannya di sekolah dan di masyarakat. Sosialisasi norma di sini tidak bermakna pencelupan atau peleburan diri anak7, tetapi mengembangkan kreativitas peserta didik8. Oleh karena itu, upaya mengembangkan lingkungan atau iklim sekolah yang kondusif bagi pengembangan intelektual dan kepribadian atau akhlak siswa menjadi sesuatu yang amat penting. Dalam perspektif pendidikan Islam, lingkungan atau iklim sekolah yang kondusif ini dapat pula dimaknai dengan pengembangan lingkungan sekolah yang Islami. Dalam praktik penyelenggaraan persekolahan di Tanah Air, pengem-bangan lingkungan sekolah yang Islami memang bukan merupakan tugas warga belajar. Tidak ada ketentuan bagi sekolah-sekolah, khususnya sekolah yang berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, untuk membangun lingkungan sekolah yang Islami. Namun karena mayoritas peserta didik di Tanah Air merupakan penganut Islam, maka membangun lingkungan sekolah yang Islami merupakan kepentingan mayoritas peserta didik. Hal ini berarti bahwa pengembangan lingkungan sekolah yang Islami menjadi tugas suci warga belajar suatu sekolah. 2

Zakiah Darajat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, h. 65 Ibid, h. 74 4 Darmodihardjo, Peranan IKIP dalam Pengembangan dan Pembinaan Sekolah sebagai Pusat Kebudayaan. Analisis Pendidikan. Tahun II Nomor. 3, Jaskarta, 1981, h.19. 5 Lerner, Richard. M and Hultsch, David. F., Human Development, A Life-Span Perspective, McGraw-Hill Book Company, New York, 1985, h. 272. 6 William Kay, Moral Education, A Sociological Study of the Influence of Society, Home and School, George Allen and Unwin, London, 1975, h. 204. 7 M.I. Solaeman, Pendidikan dalam Keluarga, Alfabeta, Bandung, 1984, h. 89. 8 A. Supratiknya, Teori-Teori Psikodinamik (Klinis), Kanisius, Yogyakarta, 1993, h. 251. 3

Online Thesis | Volume 10, No. 2, 2015

73

Di sisi lain, umat manusia saat ini berhadapan dengan problem lingkungan yang sangat serius yang menuntut kesadaran setiap individu untuk peduli terhadap lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan cenderung meningkat akibat bertambah-nya penduduk dan upaya-upaya pemanfaatan sumber daya alam tanpa disertai upaya pelestarian fungsi lingkungan, yang kemudian mengakibatkan ketidakseimbangan di alam. Para ahli menyatakan bahwa kerusakan lingkungan dan sumber daya alam telah sampai pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan. Kerusakan lingkungan tidak hanya dirasakan oleh masyarakat lokal dan nasional saja, tetapi dalam skala global. Banyak kejadian-kejadian yang selama ini dapat disaksikan dan dirasakan umat manusia, misalnya kebakaran hutan, semburan gas, sampah menggunung, polusi udara, limbah-limbah yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik, menipisnya lapisan ozon, udara semakin panas, permukaan laut naik, mencairnya es di kutub, dan banyak lagi. Di sisi lain, manusia sangat tergantung pada lingkungan hidupnya, manusia akan musnah jika lingkungan hidupnya rusak. Lingkungan hidup yang rusak adalah lingkungan yang tidak dapat lagi menjalankan fungsinya dalam mendukung kehidupan. Keinginan setiap manusia untuk meningkatkan kualitas hidup merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, namun tanpa disertai kearifan dalam proses pencapaiannya, justru kemerosotan kualitas hidup yang akan diperoleh. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia melakukan eksploitasi sumber daya alam. Seiring dengan perubahan peradaban, kebutuhan terus berkembang, baik jenis maupun jumlahnya, sedangkan penyediaan sumber daya alam terbatas. Sementara itu, eksploitasi yang berlebihan akan mengakibatkan merosotnya daya dukung alam. Selain itu, dalam proses penyediaan barang kebutuhan manusia juga akan dihasilkan limbah, limbah yang dihasilkan menjadi beban bagi lingkungan untuk mendegradasinya. Jumlah limbah yang semakin besar yang tidak terdegradasi akan menimbulkan masalah pencemaran. Sejak beberapa tahun terakhir, dunia dihadapkan pada berbagai problem dan isu lingkungan. Isu-isu lingkungan yang bersifat global seperti perubahan iklim berkaitan dengan naiknya suhu udara permukaan bumi, peningkatan CO2 dan berkurangnya luas hutan dunia. Pertumbuhan penduduk dan pengambilan sumber daya alam yang jauh melampaui daya dukungnya merupakan salah satu penyebabnya. Isu-isu tersebut berkembang menjadi permasalahan lingkungan yang serius. Pencemaran udara, sampah, kelangkaan air bersih, kerusakan lahan dan hutan, longsor, banjir dan kekeringan, merupakan masalah yang sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat dewasa ini. Penanganan masalah lingkungan telah dilakukan berbagai kalangan, tingkat lokal, pemerintah maupun masyarakat berupaya dengan berbagai pendekatan. Tapi upaya-upaya tersebut belum menampakkan hasil yang nyata yang disebabkan oleh rendahnya partisipasi masyarakat untuk berperan dalam pendidikan lingkungan hidup. hal ini karena kurangnya pemahaman, rendahnya tingkat kemampuan atau keterampilan, serta rendahnya komitmen masyarakat dalam menyelesaikan masalah. Selain itu, pemahaman pelaku pendidikan terhadap pendidikan lingkungan hidup juga masih terbatas, masih ada anggapan bahwa pendidikan lingkungan hidup tidak penting. Ditambah lagi, materi dan metode pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup belum memadai dan kurang aplikatif, siswa lebih banyak diberikan teori, masih kurangnya aksi nyata, sehingga pemahaman siswa tidak utuh. Institusi pendidikan juga masih berhadapan dengan kurangnya perhatian terhadap sarana dan prasarana pendidikan lingkungan hidup, termasuk kurangnya alokasi anggaran untuk pendidikan lingkungan dari pemerintah, sehingga pelaksanaan kurang optimalnya pelaksanaan pendidikan lingkungan. Instansi-instansi juga belum melakukan koordinasi dengan baik terkait dengan para pelaku pendidikan yang kemudian menyebabkan program pendidikan lingkungan bersifat sporadis, tidak sinergis dan saling tumpang tindih. Terlepas dari berbagai kelemahan dalam program pemeliharaan lingkungan hidup, institusi pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam pemeliharaan lingkungan hidup. Dan kesadaran akan pentingnya pendidikan lingkungan hidup mulai disuarakan oleh sejumlah pihak termasuk instansi yang menangani masalah pendidikan. Maka muncullah konsep sekolah berwawasan lingkungan (green school). Secara etimologis, kata green school adalah sekolah hijau.

74

Holidin

Namun dalam makna luas, diartikan sebagai sekolah yang memiliki komitmen dan secara sistematis mengembangkan program-program untuk menginternalisasikan nilai-nilai lingkungan ke dalam seluruh aktivitas sekolah. Karenanya, tampilan fisik sekolah ditata secara ekologis sehingga menjadi wahana pembelajaran bagi seluruh warga sekolah untuk bersikap arif dan berperilaku ramah lingkungan. Mencermati kondisi lingkungan sekitar saat ini, konsep sekolah berwawasan lingkungan sangat penting untuk diimplementasikan secara lebih luas. Berbagai bencana alam yang terjadi seperti banjir, tanah longsor, dan sebagainya, sebagian besar diakibatkan oleh perbuatan manusia yang merusak ekosistem lingkungan. Selain berserah diri pada-Nya, tentu saja perlu dilakukan upaya penyadaran agar manusia makin ramah pada lingkungan. Di sinilah, konsep sekolah berwawasan lingkungan dalam menumbuhkan sikap peduli lingkungan melalui proses pembelajaran dan pembiasaan menjadi penting dan strategis. Di sekolah, proses pembelajaran mengarah pada upaya pembentukan perilaku siswa yang peduli lingkungan melalui model pembelajaran yang aplikatif dan menyentuh kehidupan sehari-hari. Sementara itu, lingkungan sekolah dijadikan wahana pembiasaan perilaku peduli lingkungan sehari-hari. Dengan demikian, kedua aspek tadi, menuju pada satu tujuan yaitu internalisasi atau pembiasaan perilaku peduli lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Lembaga pendidikan dapat melakukan pembinaan kesadaran lingkungan hidup melalui kegiatan kegiatan nyata yang dekat dengan kehidupan siswa sehari-hari, sehingga lembaga pendidikan dapat membawa siswa lebih memahami dan dapat langsung mengaplikasikannya. Hal itu disebabkan oleh karena lingkungan sekolah merupakan lingkungan para siswa hidup seharihari. Di dalamnya terdapat komponen-komponen ekosistem dan sosiosistem, jika lingkungan sekolah tersebut ditata sedemikian rupa maka akan dapat menjadi wahana pembentukan perilaku arif terhadap lingkungan. Konsep Pendidikan Lingkungan Hidup Pendidikan lingkungan hidup menurut konvensi UNESCO di Tbilisi 1997 merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menciptakan suatu masyarakat dunia yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan masalah-masalah yang terkait di dalamnya serta memiliki pengetahuan, motivasi, komitmen, dan keterampilan untuk bekerja, baik secara perorangan maupun kolektif dalam mencari alternatif atau memberi solusi terhadap permasalahan lingkungan hidup yang ada sekarang dan untuk menghindari timbulnya masalah-masalah lingkungan hidup baru9. Adapun tujuan umum pendidikan lingkungan hidup menurut konferensi Tbilisi 199710 adalah: (1) untuk membantu menjelaskan masalah kepedulian serta perhatian tentang saling keterkaitan antara ekonomi, sosial, politik, dan ekologi di kota maupun di wilayah pedesaan; (2) untuk memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, komitmen, dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melindungi dan memperbaiki lingkungan, dan (3) untuk menciptakan pola perilaku yang baru pada individu, kelompok, dan masyarakat sebagai suatu keseluruhan terhadap lingkungan. Tujuan yang ingin dicapai tersebut meliputi aspek: (1) pengetahuan, (2) sikap, (3) kepedulian. (4) keterampilan, dan (5) partisipasi.11 Adapun Internasional Working Meeting On Environment Education in School Curriculum, dalam rekomendasinya mengenai pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup, menyatakan bahwa proses pembelajaran yang dilakukan hendaknya merupakan suatu proses mereorganisasi nilai dan memperjelas konsep-konsep untuk membina keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk 9

A. Nag & K. Vizayakumar (2005), Environmental Education & Solid Waste Management, New Age International (P) Ltd., Publishers, New Delhi India, hal. 5 10 Robert L. Carter dan Bora Simmons (2010), The History and Philosophy of Environmental Education, dalam Alec M. Bodzin, Beth Shiner Klein, Starlin Weaver (Editors), The Inclusion of Environmental Education in Science Teacher Education, Springer, London, hal. 8 11 Ibid., hal. 9


75

memahami dan menghargai antar hubungan manusia, kebudayaan, dan lingkungan fisiknya.12 Pendidikan lingkungan hidup harus juga diikuti dengan praktik pengambilan keputusan dan merumuskan sendiri ciri-ciri perilaku yang didasarkan pada isu-isu tentang kualitas lingkungan13. Dengan demikian, proses pembelajaran pendidikan lingkungan hidup yang dilakukan selain memperluas wawasan kognitif hendaknya juga menyentuh ranah keyakinan ilmiah, sikap, nilai, dan perilaku. H. R. Tilaar juga menekankan hal yang senada, yakni hakikat pendidikan adalah proses menumbuh-kembangkan eksistensi peserta didik yang memasyarakat membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional, dan global.14 Pendidikan Lingkungan Hidup merupakan upaya mengubah perilaku dan sikap yang dilakukan oleh berbagai pihak atau elemen masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kesadaran masyarakat tentang nilai-nilai lingkungan dan isu permasalahan lingkungan yang pada akhirnya dapat menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya pelestarian dan keselamatan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang.15 Pendidikan lingkungan hidup mempelajari permasalahan lingkungan khususnya masalah dan pengelolaan pencemaran, kerusakan lingkungan serta sumber daya dan konservasi. 16 Perubahan lingkungan semakin cepat terjadi, berbagai bencana datang silih berganti, sungguh merupakan fenomena yang menyentak pemikiran kita. Beberapa musibah bencana disebabkan oleh penurunan kualitas lingkungan, menjadikan kita berpikir ke belakang dan menghubungkan kejadian tersebut dengan proses pendidikan yang diterapkan.17 Musibah hutan gundul yang menyebabkan erosi dan longsor mengakibatkan banyak korban dikarenakan longsoran menimpa kawasan permukiman padat, permasalahan polusi udara di kota besar dikarenakan banyaknya penggunaan kendaraan bermotor, sikap penduduk yang masih membuang sampah sembarangan, dan masih banyak penyimpangan perilaku yang dapat menurunkan kualitas lingkungan18. Permasalahan di atas membuat kita berpikir apakah kepedulian masyarakat akan lingkungan sedang mengalami krisis, apakah selama ini pendidikan yang mengupayakan peningkatan kepedulian masyarakat masih kurang atau kurang optimum. Hal tersebut yang menyebabkan kita harus berpikir bagaimana upaya-upaya yang perlu di tempuh agar masyarakat dapat meningkat kepeduliaannya terhadap lingkungan. Pernyataan yang sampai saat ini masih terngiang dari Sumarwoto adalah pembangunan dapat dan telah merusak lingkungan, tetapi pembangunan juga diperlukan untuk memperbaiki kualitas lingkungan. Kita semua memang menginginkan keadaan lingkungan yang lestari, yaitu kondisi lingkungan yang secara terus menerus dapat menjamin kesejahteraan hidup manusia dan juga mahluk hidup lainnya19. Untuk memelihara kelestarian lingkungan ini setiap pengelolaan harus dilakukan secara bijaksana. Pengelolaan yang bijaksana menuntut adanya pengetahuan yang cukup tentang 12

Fachrudin M. Mangunjaya (2006) Hidup Harmonis dengan Lingkungan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Hal. 8 Austin A. Winther, Kim Cleary Sadler, dan Gerry Saunders (2010), Approaches to Environmental Education, dalam Alec M. Bodzin, Beth Shiner Klein, Starlin Weaver (Editors), The Inclusion of Environmental Education in Science Teacher Education, Springer, London, hal. 34 14 Jatna Supriatna (2008), Melestarikan Alam Indonesia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, hal. 15 15 Jan J. Boersema (2009), Environmental Sciences, Sustainability, and Quality, Dalam Jan J. Boersema & Lucas Reijnders (Editors), Principles of Environmental Sciences, Springer, London, hal. 2 16 James T. McDonald dan Lynn A. Dominguez (2010), Professional Preparation for Science Teachers in Environmental Education, dalam Alec M. Bodzin, Beth Shiner Klein, Starlin Weaver (Editors), The Inclusion of Environmental Education in Science Teacher Education, Springer, London, hal. 19. 17 Dirk Willem Postma (2006) Why Care for Nature? In Search of an Ethical Framework for Environmental Responsibility and Education, Springer, London, hal. 6 18 Barbara Austin and Nina Schmidt (2010), Pedagogy, Environmental Education, and Context: Promoting Knowledge Through Concept Mapping, dalam Alec M. Bodzin, Beth Shiner Klein, Starlin Weaver (Editors), The Inclusion of Environmental Education in Science Teacher Education, Springer, London, hal. 228 19 Sitanala Arsyad dan Ernan Rustiadi (2008), Penyelamatan Tanah, Air, dan Lingkungan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, hal. 9 13

76

Holidin

lingkungan dan akibat yang dapat timbul karena gangguan manusia. Pengelolaan yang bijaksana juga menuntut kesadaran akan tanggung jawab manusia terhadap kelangsungan generasi mendatang. Pengetahuan dan kesadaran akan pengelolaan lingkungan ini dapat diperoleh melalui pendidikan dan sejenisnya. Kebijakan umum pendidikan lingkungan hidup terdiri dari: Pertama, kelembagaan pendidikan lingkungan hidup menjadi wadah/sarana menciptakan perubahan perilaku manusia yang berbudaya lingkungan. Selama ini pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di lapangan masih banyak mengahadapi berbagai hambatan. Salah satu hambatan yang dirasakan sangat krusial adalah belum optimalnya kelembagaan pendidikan lingkungan hidup di Indonesia sebagai wadah yang ideal dan efektif dalam mendorong keberhasilan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di lapangan. Kedua, sumber daya manusia pendidikan lingkungan hidup yang berkualitas dan berbudaya lingkungan. Berhasil tidaknya pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di lapangan ditentukan antara lain oleh kualitas dan kuantitas pelaku dan kelompok sasaran pendidikan lingkungan hidup. Dengan meningkatnya kualitas dan kuantitas pelaku pendidikan lingkungan hidup (misalnya: guru, pengajar, fasilitator) diharapkan akan menghasilkan sumber daya manusia yang berpengetahuan, berketerampilan, bersikap dan berperilaku serta mempunyai komitmen yang tinggi terhadap pelestarian fungsi lingkungan hidup di sekitarnya. Ketiga, sarana dan prasarana pendidikan lingkungan hidup sesuai dengan kebutuhan. Agar proses belajar-mengajar dalam pendidikan lingkungan hidup dapat berjalan dengan baik, perlu didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana tersebut meliputi antara lain: laboratorium, perpustakaan, ruang kelas, peralatan belajar-mengajar. Di samping itu, dalam melaksanakan pendidikan lingkungan hidup, alam dapat digunakan sebagai sarana pengetahuan. Keempat, pengalokasian dan pemanfaatan anggaran pendidikan lingkungan hidup yang efisien dan efektif. Penyelenggaraan pendidikan lingkungan hidup perlu didukung pendanaan yang memadai. Pendanaan dan pengalokasian anggaran bagi pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup tersebut sangat bergantung kepada komitmen pelaku pendidikan lingkungan hidup di semua tingkatan, baik pusat dan daerah. Agar pendidikan lingkungan hidup dapat dilaksanakan dengan baik perlu adanya keterlibatan semua pihak dalam pengalokasian anggaran yang proporsional dan penggunaan anggaran pendidikan lingkungan hidup yang efisien dan efektif. Kelima, materi pendidikan lingkungan hidup yang berwawasan pembangunan berkelanjutan, komprehensif dan aplikatif. Penyusunan materi pendidikan lingkungan hidup harus mengacu pada tujuan pendidikan lingkungan hidup dengan memperhatikan tahap perkembangan dan kebutuhan yang ada saat ini. Untuk itu, materi pendidikan lingkungan hidup perlu dipersiapkan secara matang dengan mengintegrasikan pengetahuan lingkungan yang berwawasan pembangunan berkelanjutan, dan disusun secara komprehensif, serta mudah diaplikasikan kepada seluruh kelompok sasaran. Keenam, informasi yang berkualitas dan mudah diakses sebagai dasar komunikasi yang efektif. Kualitas informasi tentang pendidikan lingkungan hidup perlu terus dibangun dan dijamin ketersediaannya agar setiap orang mudah mendapatkan informasi tersebut. Informasi yang berkualitas dapat digunakan untuk pelaksanaan komunikasi efektif antar pelaku dan kelompok sasaran serta bagi pengembangan pendidikan lingkungan hidup. Ketujuh, keterlibatan dan ketersediaan ruang bagi peran serta masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan lingkungan hidup. Keterlibatan masyarakat diperlukan dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pendidikan lingkungan hidup. Oleh karena itu, pelaku pendidikan lingkungan hidup perlu memberikan peran yang jelas bagi keterlibatan masyarakat tersebut. Kedelapan, metode pendidikan lingkungan hidup berbasis kompetensi. Metode pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup merupakan hal yang penting dan sangat berperan dalam


77

menghasilkan proses pembelajaran yang berkualitas. Pengembangan metode pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup yang baik (berbasis kompetensi dan aplikatif), dapat meningkatkan kualitas pendidikan lingkungan hidup sehingga dapat mencapai sasaran yang diharapkan.20 Penyelenggaraan PLH di Sekolah didasarkan pada tiga prinsip dasar didaktis untuk pendidikan lingkungan hidup yang dapat dijalani siswa, yaitu sebagai berikut: Pertama, Pendidikan lingkungan secara menyeluruh. Menyeluruh artinya mencakup semua dimensi yang berhubungan dengan pemahaman lingkungan, baik yang berhubungan dengan alat indera, maupun ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Belajar yang menyeluruh akan menunjukkan hubungan keterkaitan antara satu dengan lain hal. Kedua, pendidikan lingkungan diterapkan sesuai dengan situasi. Situasi belajar harus menyentuh perasaan anak. Perlu diperhatikan bahwa perasaan anak sama dengan orang dewasa, hargailah anak agar ia dapat menumbuhkan motivasinya untuk belajar dan berbuat. Kedua, situasi belajar harus dapat memberikan peluang kepada siswa untuk berinteraksi langsung dengan lingkungan dimana ia berada sebagai sumber belajar, ajak siswa untuk mencari solusi terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul di lingkungan sekitarnya. Ketiga, pendidikan lingkungan menuntut tindakan. Penyelenggaraan PLH hendaknya memberikan pelayanan pada siswa untuk aware terhadap masalah lingkungan dan siswa berlatih untuk menyusun sebuah positive action dalam upaya meminimalisasi dampak permasalahan yang timbul di lingkungannya tersebut. Misalnya jika permasalahan yang muncul adalah mengenai tumpukan sampah yang tersebar di seluruh penjuru sekolah, maka siswa dapat melakukan tindakan positif sebagai individu yang peduli lingkungan dengan cara memungut sampah tersebut kemudian membuangnya ke tempat sampah, atau mungkin juga mengajak beberapa temannya untuk melakukan opsih (operasi bersih) di lingkungan sekolah.21 Dalam hubungan antara pendidikan lingkungan hidup dan peserta didik, pendidikan dituntut untuk memandang bahwa Masa kanak-kanak merupakan masa yang kritis sebagai generasi penerus bangsa di masa yang akan dating. Jika pengetahuan dan cara yang ditanamkan pada masa kanak-kanak itu benar, dapat diharapkan ketika ia mencapai masa remaja dan dewasa, maka bekal pengetahuan, pemahaman dan pembentukan perilaku semasa masa kanak-kanak akan membawa pengaruh positif yang sangat besar yang akan mempengaruhi kehidupannya. Dengan demikian, sangatlah strategis pembekalan mengenai lingkungan hidup diberikan kepada anak-anak secara terprogram dan berkelanjutan seperti halnya yang tertuang dalam mata pelajaran PLH ini agar tercipta insan-insan yang peduli pada lingkungan.22 Pendidikan lingkungan hidup dapat diberikan secara formal maupun informal kepada generasi muda. PLH yang diberikan secara formal dapat dilakukan di sekolah-sekolah dengan memasukkan PLH ke dalam kurikulum sekolah dan memanfaatkan potensi lingkungan yang ada di sekitarnya. Dalam hal ini guru yang menyampaikan materi pelajaran tidaklah harus selalu ekolog atau ilmuwan, guru kelas pun dapat menyampaikan materi PLH selama ia mampu menjadi pemandu dalam berpikir tentang lingkungan yang ada di sekitarnya. Perumusan materi PLH dapat dikemas secara integratif di dalam mata pelajaran sekolah, mengingat PLH bukanlah mata pelajaran baru, namun esensinya dapat diberikan bersamaan dengan pelajaran lain yang memiliki keterkaitan dengan materi PLH tersebut, atau bisa juga dikemas dalam satu pelajaran terpisah yang merupakan materi atau mata pelajaran muatan local tentang PLH.23 Penyelenggaraan PLH dapat dilakukan secara outdoor education, dengan melakukan kegiatan out bond yang mendekatkan siswa dengan alam, dan mengarahkan pada pembentukan sikap dan perubahan tingkah laku yang peka terhadap lingkungan, melalui tahap-tahap penyadaran, pengertian, perhatian, tanggung jawab dan pemupukan sikap positif lainnya seperti 20

Ibid., hal. 24-27 Ibid., hal. 31-34 22 Ibid. 23 Ibid. 21

78

Holidin

kecintaan pada lingkungan, peduli lingkungan dan memiliki kecerdasan emosi yang baik dengan mau menyayangi sesame makhluk ciptaan Tuhan. Aktivitas yang dilakukan dapat berupa permainan, mendengarkan cerita/dongeng, olahraga, eksperimen, perlombaan, mengenal kasus-kasus lingkungan di sekitarnya kemudian mendiskusikannya secara bersama untuk menemukan solusi dan menentukan positive action, jelajah lingkungan dan aksi lingkungan . aktivitas tersebut tentunya menyenangkan bagi siswa sehingga pembelajaran dapat lebih bermakna bagi siswa, sehingga apa yang diharapkan dapat dicapai dengan baik. Dengan begitu PLH menjadi aplikatif dan bukan sekedar hafalan semata. Pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup ini sebaiknya dilakukan dengan pendekatan yang melibatkan peran aktif semua unsure di sekolah dan perguruan tinggi yang lebih mengutamakan pembentukan sikap dan kepeduliannya terhadap lingkungan. Pendidikan lingkungan hidup dapat juga dimasukkan dalam kegiatan ekstra kurikuler dalam wujud kegiatan kongkret dengan mengarah pada pembentukan sikap kepribadian yang berwawasan lingkungan, seperti penanaman pohon pengelolaan sampah, serta pembahasan actual tentang isu lingkungan hidup. Konsep Sekolah Hijau Secara etimologis, green school berarti sekolah hijau, namun sebenarnya memiliki makna yang lebih luas dari arti harfiahnya.24 Green school bukan hanya tampilan fisik sekolah yang hijau/rindang, tetapi wujud sekolah yang memiliki porgram dan aktifitas pendidikan mengarah kepada kesadaran dan kearifan terhadap lingkungan hidup. ”Sekolah Hijau” yaitu sekolah yang memiliki komitmen dan secara sistematis mengembangkan program, program untuk menginternalisasikan nilai-nilai lingkungan ke dalam seluruh aktifitas sekolah.25 Tampilan fisik sekolah ditata secara ekologis sehingga menjadi wahana pembelajaran bagi seluruh warga sekolah untuk bersikap arif dan berperilaku ramah lingkungan. Program pendidikan dikemas secara partisipatif penuh, percaya pada kekuatan kelompok, mengaktifkan dan menyeimbangkan feeling (perasaan), acting (tindakan), dan thinking (pemikiran), sehingga tiap individu bisa merasakan nilai keagungan inisiasinya. Secara konsep warga belajar didorong untuk mampu melahirkan visi bersama dengan memahami apa yang menjadi penting, menemukan dan mengapresiasi apa yang telah ada dan terbaik, menemukan apa yang semestinya ada, menstrukturkan apa yang ada dan merawatnya hingga menjadi ada, sehingga hasilnya akan melampaui dari apa yang diinginkan dan sinergi dengan konteks realitas yang ada dalam kehidupan sekolah. Memahami makna green school yang seharusnya adalah berbuat untuk menciptakan kualitas lingkungan sekolah yang kondusif, ekologis, lestari secara nyata dan berkelanjutan, tentunya dengan cara-cara yang simpatik, kreatif, inovatif dengan menganut nilai-nilai dan kearifan budaya lokal. Green school atau disebut dengan adiwiyata adalah salah satu program kementerian negara lingkungan hidup dalam rangka mendorong terciptanya pengetahuan dan kesadaran warga sekolah dalam pelestarian lingkungan hidup. Green school atau adiwiyata mempunyai pengertian atau makna sebagai tempat yang baik dan ideal dimana dapat diperoleh segala ilmu pengetahuan dan berbagai norma serta etika yang dapat menjadi dasar manusia menuju terciptanya kesejahteraan hidup kita dan menuju kepada cita-cita pembangunan berkelanjutan.26 Dalam program ini diharapkan semua warga sekolah ikut terlibat dalam kegiatan sekolah menuju lingkungan yang sehat serta menghindari dampak lingkungan yang negatif. Menyikapi perkembangan lingkungan hidup serta pengembangan metode pendidikan lingkungan hidup dan untuk meningkatkan 24

The National Academies Press (2006), Green Schools: Attributes for Health and Learning, The National Academies Press, Washington, D.C., hal. 1 25 Ibid., hal. 2 26 Marian Hazzard & Ed Hazzard (2009), The Green School Effect: An Exploration of the Influence of Place, Space and Environment on Teaching and Learning at Green School, Bali, Indonesia. Laporan Penelitian: www.powersofplace.com/pdfs/greenSchoolReport.pdf, 2


79

pengetahuan dan pemahaman mengenai wawasan lingkungan hidup kepada peserta didik dan masyarakat pada tanggal 2 juni 2005 telah ditanda tangani kesepakatan bersama antara Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional dan sebagai realisasi dari MOU tersebut pada tanggal 21 Februari 2006 telah dirancang green school atau yang dikenal dengan sekolah adiwiyata yaitu sekolah peduli dan berbudaya lingkungan. Green school dalam konsep adiwiyata melalui modul terbaru 2012 adalah sekolah yang mampu mengoptimalkan potensi sumberdaya alam sebagai solusi pemecahan permasalahan yang di hadapi oleh warga seputar sekolah. Adapun komponen-komponen lain menjadi pelengkap yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan sekolah. Green school memiliki sasaran untuk seluruh warga sekolah. Dengan maksud untuk membangun serta menggali partisipasi warga sekolah dalam kegiatan kegiatan yang memiliki muatan pengelolaan dan pelestarian lingkungan. Program green school (green school movement) disusun secara holistik dengan mengaitkan keseluruhan program yang ada di sekolah serta mempertimbangkan berbagai faktor yang dapat berpengaruh, baik faktor pendukung atau faktor penghambatnya. Potensi internal sekolah yang berupa lahan, sumberdaya air, energi dan limbah serta potensi sekitar sekolah seperti tradisi masyarakat, kondisi bentang alam dan ekosistemnya akan menjadi objek-objek pengembangan dalam program green school. Program green school dikembangkan melalui lima kegiatan utama meliputi: 1) Pengembangan kurikulum berwawasan lingkungan 2) Pengembangan pendidikan berbasis komunitas 3) Peningkatan kualitas kawasan sekolah dan lingkungan sekitarnya 4) Pengembangan sistem pendukung yang ramah lingkungan 5) Pengembangan manajemen sekolah berwawasan lingkungan.27 Program green school merupakan bagian tak terpisahkan dari keseluruhan program pengembangan sekolah, oleh sebab itu program green school akan terintegrasi ke dalam program pengembangan sekolah. Pengembangan kurikulum berwawasan lingkungan dan pendidikan berbasis komunitas terwadahi dalam program kurikuler dan ektra kurikuler. Adapun pengembangan kawasan sekolah dan pengembangan sistem pendukung yang ramah lingkungan termasuk dalam program pengelolaan lingkungan fisik/fasilitas. Selanjutnya pengembangan lingkungan sosial/lingkungan kerja merupakan bagian dari pengembangan manajemen sekolah. Dalam pelaksanaannya kementerian negara lingkungan hidup bekerjasama dengan stakeholders, menggulirkan green school atau adiwiyata ini dengan harapan dapat mengajak warga sekolah melaksanakan proses belajar mengajar materi lingkungan hidup dan ikut berpartisipasi melestarikan serta menjaga lingkungan hidup di sekolah dan sekitarnya. Dalam implementasi kebijakan pendidikan lingkungan hidup, baik melalui pendidikan formal, non formal maupun informal diharapkan agar semua pihak dapat melakukan antara lain: 1) Mengembangkan kelembagaan pendidikan lingkungan hidup 2) Peningkatan kualitas sumber daya manusia 3) Pengembangan sarana dan prasarana 4) Peningkatan dan efisiensi penggunaan anggaran 5) Pengembangan materi lingkungan hidup 6) Peningkatan komunikasi dan Informasi 7) Pemberdayaan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan dan pengembangan 8) Pengembangan metode pendidikan lingkungan hidup.28 Kedelapan aspek tersebut perlu ditumbuhkembangkan sehingga dapat menjadi alat penggerak yang efisien dan efektif bagi kemajuan pendidikan lingkungan hidup. Pada hakikatnya, pendidikan lingkungan hidup adalah upaya mengubah perilaku dan sikap yang dilakukan oleh berbagai pihak atau elemen masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran masyarakat tentang nilai-nilai lingkungan dan isu 27 28

Marian Hazzard & Ed Hazzard (2009), op.cit., hal. 13 Ibid., hal. 13

80

Holidin

permasalahan lingkungan yang ada pada akhirnya dapat menggerakkan keselamatan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang.29 b. Indikator dan Kriteria Green school Dalam mewujudkan program green school telah ditetapkan berbagai indikator: 1) Pengembangan kebijakan sekolah peduli dan berbudaya lingkungan 2) Pengembangan kurikulum berbasis lingkungan 3) Pengembangan kegiatan berbasis partisipatif 4) Pengembangan dan pengelolaan sarana pendukung sekolah30 Indikator green school dijabarkan dalam beberapa kriteria: a) Pengembangan kebijakan sekolah Untuk mewujudkan sekolah peduli dan berbudaya lingkungan maka diperlukan beberapa kebijakan sekolah yang mendukung dilaksanakannya kegiatan pendidikan lingkungan hidup oleh semua warga sekolah sesuai dengan prinsip-prinsip dasar green school yaitu partisipatif dan berkelanjutan. Kebijakan sekolah adalah aspek yang penting dalam rangka mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan. Oleh karena itu kebijakan sekolah perlu mendapat prioritas utama untuk dikembangkan di seluruh tingkatan pendidikan formal mulai dari pendidikan SD dan pendidikan menengah (SMP dan SMA) atau yang sederajat. Dengan kebijakan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan diharapkan semua program dan kegiatan sekolah yang terkait dengan masalah lingkungan hidup dapat diakomodasi dengan baik. Kebijakan ini nantinya dapat menjadi dasar pengelolaan program dan kegiatan di sekolah yang berbasis lingkungan hidup. Kebijakan sekolah yang dikembangkan berdasar pada filosofi lingkungan dan mengembangkan budaya kepedulian terhadap lingkungan hidup bagi seluruh warga sekolah. Pengembangan kebijakan sekolah peduli dan berbudaya lingkungan tersebut adalah: 1) Visi dan misi sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan 2) Kebijakan sekolah dalam mengintegrasikan pelajaran lingkungan hidup pada semua mata pelajaran 3) Kebijakan peningkatan sumber daya manusia 4) Kebijakan sekolah yang mendukung lingkungan sekolah yang bersih dan sehat 5) Kebijakan sekolah untuk pengalokasian dan penggunaan dana kegiatan yang terkait dengan lingkungan hidup 6) Pengembangan kurikulum berbasis lingkungan hidup.31 b) Pengembangan kurikulum berbasis lingkungan Penyampaian materi lingkungan hidup kepada siswa dapat dilakukan melalui kurikulum secara terintegrasi atau monolitik. Pengembangan materi, model pembelajaran dan metode belajar yang bervariasi dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang lingkungan hidup yang dikaitkan dengan persoalan lingkungan sehari hari. Tema lingkungan hidup diharapkan menjadi kerangka utama dalam pengembangan dan penyusunan kurikulum berbasis lingkungan hidup. Pengembangan kurikulum berbasis lingkungan hidup untuk mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan dapat dicapai melalui hal-hal berikut: 1) Pengembangan model pembelajaran lintas mata pelajaran 2) Pengendalian dan pengembangan materi serta persoalan lingkungan hidup yang ada di masyarakat sekitar 3) Pengembangan metode belajar berbasis lingkungan dan budaya 4) Pengembangan kegiatan extra kurikuler untuk peningkatan pengetahuan dan kesadaran siswa tentang lingkungan hidup.32 29

Ibid., hal. 14 Ibid., hal. 16 31 Ibid., hal. 16 32 Ibid., hal. 19 30


81

c) Pengembangan kegiatan berbasis partisipatif Untuk mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan, warga sekolah perlu dilibatkan dalam berbagai aktifitas lingkungan hidup. Selain itu sekolah juga diharapkan melibatkan masyarakat di sekitarnya dalam melakukan berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi warga sekolah, masyarakat dan lingkungannya. Pengertian partisipatif adalah adanya keikutsertaan siswa secara suka rela atau pelibatan pihak lain dalam kegiatan yang terkait dengan lingkungan hidup. Hal ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan bagi warga sekolah agar dapat melaksanakan pembelajaran bagi lingkungan hidup di sekitarnya serta diharapkan dapat mendorong untuk memikirkan, merancang dan melakukan aksi nyata dalam menjawab tentang persoalan hidup sekitarnya. Kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh warga sekolah dalam pengembangan kegiatan bersifat partisipatif adalah: 1) Menciptakan kegiatan ekstrakurikuler di bidang lingkungan hidup bersifat partisipatif di sekolah 2) Mengikuti kegiatan aksi lingkungan hidup oleh pihak luar 3) Membangun dan diprakarsai kegiatan kemitraan dalam pengembangan lingkungan hidup di sekolah.33 Dalam mewujudkan green school perlu didukung sarana prasarana yang mencerminkan upaya pengelolaan lingkungan hidup. Selain pemanfaatan lingkungan sebagai media pembelajaran, warga sekolah juga didorong untuk mengembangkan upaya untuk meningkatkan pengelolaan dan kualitas lingkungan hidup baik di dalam maupun di luar sekolah. Kegiatan pembelajaran tidak lagi sekedar penggalian pengetahuan tetapi sekaligus mencari media untuk upaya penyelamatan lingkungan. Untuk itu sistem pendukung atau sarana prasarana sekolah yang ramah lingkungan menjadi syarat tambahan bagi green school. Proses pemilihan perancangan dan perawatan fasilitas sekolah didasarkan pada prinsip pengelolaan lingkungan hidup yang baik. Sarana Prasarana dapat menjadi sarana pembelajaran bagi warga sekolah dan masyarakat di sekitar untuk berpartisipasi dalam merancang melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan berbasis lingkungan. Pengembangan dan pengelolaan sarana tersebut meliputi: 1) Pengembangan fungsi sarana pendukung sekolah yang ada untuk pendidikan lingkungan hidup 2) Peningkatan kualitas lingkungan hidup di dalam dan di luar kawasan sekolah 3) Penghematan sumber daya alam (alam ,listrik, air) 4) Peningkatan kualitas pelayanan makanan sehat 5) Pengembangan system pengelolaan sampah.34 c. Norma dasar Green school Kepala sekolah mengajak warga sekolah melaksanakan proses belajar materi lingkungan hidup dan turut berpartisipasi dalam melestarikan serta menjaga lingkungan hidup di sekolah dan sekitarnya. Program dan kegiatan yang dikembangkan tersebut harus berdasarkan norma-norma dasar dan berkehidupan yang meliputi antara lain: Kebersamaan, keterbukaan, kejujuran, keadilan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam. d. Prinsip-prinsip dasar Green school Pelaksanaan green school diletakkan pada dua prinsip dasar (1) partisipatif, di mana komunitas sekolah terlibat dalam manajemen sekolah yang meliputi keseluruhan proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi sesuai tanggung jawab dan peran. (2) berkelanjutan, yakni bahwa Seluruh kegiatan harus dilakukan secara terencana dan terus menerus secara komprehensif.35 e. Tujuan dan manfaat penerapan Green school

33

Ibid., hal. 19 Ibid., hal. 24 35 Ibid., hal. 31 34

82

Holidin

Adapun tujuan dari green school adalah mewujudkan warga sekolah yang bertanggung jawab dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui tata kelola sekolah yang baik. Secara garis besar konsep pembelajaran yang menggunakan lingkungan memiliki kelebihan yaitu: 1) Peserta didik dibawa langsung ke dunia konkret tentang penanaman konsep pembelajaran, sehingga peserta didik tidak hanya bisa menghayalkan materi. 2) Lingkungan dapat digunakan setiap saat, kapan pun, di manapun, sehingga tersedia setiap saat, tetapi tergantung dari jenis materi yang sedang diajarkan. 3) Konsep pembelajaran lingkungan tidak membutuhkan biaya karena semuanya telah disediakan oleh alam lingkungan. 4) Mudah dicerna oleh peserta didik, karena peserta didik disuguhkan materi yang sifatnya konkret bukan abstrak. 5) Suasana yang nyaman memungkinkan peserta didik tidak mengalami kejenuhan ketika meneriam materi. 6) Memberi peluang untuk untuk berimajinasi.36 Dari beberapa kelebihan di atas maka dapat disimpulkan bahwa konsep pembelajaran menggunakan lingkungan memberikan peluang yang sangat besar bagi peserta didik, untuk meningkatkan hasil belajarnya. Konsep lingkungan merujuk pada eksplorasi ekologi sebagai andalan mahluk hidup yang saling tergantung antara yang satu dengan yang lain, dari konsep inilah para siswa dituntut untuk memahami arti penting lingkungan hidup. Oleh karena itu guru mesti mampu menyadarkan para siswa bahwa ekosistem lingkungan sangat mempengaruhi kesejahteraan hidup manusia. Misalnya guru menyadarkan siswa bahwa maraknya bencana yang terjadi di Indonesia seperti banjir, tanah longsor, kebakaran, wabah penyakit, merupakan kesalahan manusia dalam menjaga dan melindungi fungsi ekosistem. Pencemaran tersebut terjadi karena manusia tidak menjaga ekosistem lingkungan misalnya membuang sampah di sungai, menebangi pohon secara sembarangan serta melakukan pencemaran udara, baik sengaja maupun tidak. Akhirnya masyarakat yang harus menanggung resiko negatifnya. Tujuan utama penekanan konsep lingkungan ini adalah untuk menjelaskan fungsi manusia dalam menjaga alam semesta dan menunjukkan cara menjaga kualitas lingkungan alam untuk kepentingan bersama pada masa yang akan datang. f. Pentingnya penerapan Green school Kelancaran kegiatan belajar mengajar serta kelas yang kondusif dapat tercipta juga dengan tanaman dan tumbuh tumbuhan. Tanaman dan tumbuh tumbuhan mampu menyediakan oksigen yang dapat menjadikan otak berkembang. Semakin banyak oksigen yang didapat, akan semakin meningkat pula kinerja otak. Jika kinerja otak semakin meningkat, para peserta didik akan mampu mengikuti dan mencerna pelajaran yang diberikan oleh guru dengan baik. Tentunya hal itu dapat menjadikan tujuan kegiatan belajar mengajar tercapai. Itulah sebabnya, penting bagi sekolah untuk menerapkan green school, di lingkungan sekolah perlu ditanam tanaman atau tumbuh tumbuhan agar peserta didik mendapatkan pasokan oksigen yang melimpah dari alam. Selain itu berbagai tumbuhan atau tanaman tanaman tersebut akan menjadikan sekolah menjadi rindang, teduh dan nyaman sehingga kegiatan belajar mengajar di kelas menjadi kondusif.37 Sementara itu jika tidak ada tanaman atau tumbuh tumbuhan, suasana kelas dan sekolah menjadi panas, para guru dan peserta didik pun menjadi tidak nyaman melaksanakan belajar mengajar di kelas. Akibatnya, kegiatan belajar mengajar di kelas pun akan terganggu, peserta didik pun susah untuk berkonsentrasi belajar karena suasana kelas menjadi sesak dan pengap. Bayangkan saja, oksigen yang sangat terbatas tersebut harus dibagi bagikan dengan puluhan 36 37

Ibid., hal. 34 Ibid., hal. 42


83

peserta didik yang sedang belajar di dalam kelas, bahkan ratusan peserta didik dalam satu sekolah sehingga menimbulkan peningkatan kadar karbon dioksida38. Hal itu terjadi karena tidak ada pepohonan dan tumbuh tumbuhan di sekitar kelas. Padahal tumbuh tumbuhanlah yang berperan dalam daur ulang gas karbon dioksida menjadi oksigen. Di sisi lain kerja otak juga sangat terganggu diakibatkan dengan minimnya aliran darah yang mengandung oksigen segar ke dalam otak. Hal tersebut tentu saja dapat mengganggu kegiatan belajar mengajar karena kerja otak peserta didik kurang maksimal. Peserta didik menjadi kurang mampu untuk berkonsentrasi dalam belajar, guru pun menjadi mudah marah dan menjadi kurang fokus dalam menyampaikan materi pelajaran. Semakin jelaslah bahwa fungsi dan peran tumbuh tumbuhan dalam kegiatan belajar mengajar sangat penting bagi kelancaran serta kebersihan kegiatan belajar mengajar itu sendiri. Itulah sebabnya pengaturan tanaman dan tumbuh tumbuhan di lingkungan kelas harus direncanakan dan direalisasikan sedemikian rupa agar suasana kegiatan belajar mengajar di dalam kelas berlangsung dengan kondusif. Green school sangat penting untuk digalakkan demi terselenggaranya kegiatan belajar mengajar yang sehat.39 Selain membawa kemanfaatan bagi stakeholder pendidikan, program tersebut juga akan membantu mengurangi dampak pemanasan global meskipun dalam skala yang relative kecil. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif40. Metode deskriptif adalah suatu metode penyelidikan terhadap unit-unit kecil, seperti individu, sekolah, keluarga dan lain-lain41 Unsur-unsur penelitian kualitatif meliputi analisis yang terbuka dengan fokus penelitian yang bisa berubah dan banyak perhatian terhadap penggunaan wawancara mendalam. Metode ini dimaksudkan untuk menganalisa kehidupan unit sosial, seperti (satu atau beberapa) kelompok, masyarakat, organisasi atau individu. Studi kasus kadang-kadang digambarkan sebagai metode ‘naturalistik’ dengan mengutamakan teknik observasi dan wawancara mendalam. Hasil penelitian studi kasus sering digunakan untuk mengungkapkan situasi dan kondisi yang unik. Peran Kepala Madrasah dalam Mengembangkan Green School Peran pimpinan madrasah, dalam hal ini Kepala Madrasah dan para Wakil Kepala Madrasah dalam mengembangkan green school di MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis dapat dicermati dari kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis. Kebijakan yang dibuat oleh pimpinan dalam mengembangkan sekolah hijau atau green schooladalah: (1) Mengembangkan kurikulum MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis yang berwawasan lingkungan. (2) Mengembangkan pendidikan berbasis komunitas. (3) Peningkatan kualitas kawasan MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis dan lingkungan sekitarnya. (4) Mengembangkan sistem pendukung yang ramah lingkungan. (5) Pengembangan manajemen MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis berwawasan lingkungan. 42 Program green schooldi MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis merupakan program yang tak terpisahkan dari keseluruhan program pengembangan madrasah. Oleh karena itu, program green schooldi MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis terintegrasi ke dalam program pengembangan

38

Joy Palmer dan Philip Neal (1994), The Handbook of Environmental Education, Routledge, London, hal. 32 Tim Forsyth (2003), Critical Political Ecology: The Politics of Environmental Science, Routledge, London, hal. 14 40 Donald Ary, et.al., (2004) Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, diterjemahkan oleh Arief Furchon. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal. 447 41 Ibid. 42 Wawancara dengan kepala MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis pada tanggal 12 Agustus 2015 39

84

Holidin

madrasah. Pengembangan kurikulum berwawasan lingkungan dan pendidikan berbasis komunitas di MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamisterwadahi dalam program kurikuler dan ektrakurikuler. Adapun pengembangan kawasan madrasah dan pengembangan sistem pendukung yang ramah lingkungan di MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis termasuk dalam program pengelolaan lingkungan fisik/fasilitas. Pengembangan lingkungan sosial/lingkungan kerja merupakan bagian dari pengembangan manajemen madrasah. Melalui kebijakan pengembangan sekolah hijau ini, pimpinan MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis berharap dapat mengajak warga madrasah melaksanakan proses belajar mengajar materi lingkungan hidup dan ikut berpartisipasi melestarikan serta menjaga lingkungan hidup di lingkungan madrasah dan sekitarnya. Untuk mewujudkan warga madrasahdi MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis yang peduli dan berbudaya lingkungan diperlukan beberapa kebijakan madrasah yang mendukung dilaksanakannya kegiatan pendidikan lingkungan hidup oleh semua warga madrasah sesuai dengan prinsip-prinsip dasar green school yaitu partisipatif dan berkelanjutan. Kebijakan MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis adalah aspek yang penting dalam rangka mewujudkan madrasah yang peduli dan berbudaya lingkungan. Oleh karena itu kebijakan MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis mendapatprioritas utama untuk dikembangkan diMTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis. Dengan kebijakan madrasah yang peduli dan berbudaya lingkungan diharapkan semua program dan kegiatan madrasah yang terkait dengan masalah lingkungan hidup dapat diakomodasi dengan baik. Kebijakan ini menjadi dasar pengelolaan program dan kegiatan diMTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis yang berbasis lingkungan hidup. Kebijakan MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis dikembangkan berdasar pada filosofi lingkungan dan mengembangkan budaya kepedulian terhadap lingkungan hidup bagi seluruh warga madrasah. Pengembangan kebijakan MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis yang peduli dan berbudaya lingkungan tersebut dilakukan melalui: (1) Visi dan misi MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis yang peduli dan berbudaya lingkungan. (2) Pengembangan kurikulum MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis berbasis lingkungan hidup. (3) Kebijakan MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis dalam mengintegrasikan pelajaran lingkungan hidup pada semua mata pelajaran. (4) Kebijakan peningkatan sumber daya manusiaMTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis. (5) Kebijakan MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis yang mendukung lingkungan madrasah yang bersih dan sehat. (6) Kebijakan MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis untuk pengalokasian dan penggunaan dana kegiatan yang terkait dengan lingkungan hidup. 43 Berkenaan dengan pengembangan kurikulum berbasis lingkungan di MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis dilakukan antara lain melalui penyampaian materi lingkungan hidup kepada siswa yang dilakukan melalui kurikulum secara terintegrasi. Pengembangan materi, model pembelajaran dan metode belajar di MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis yang bervariasi dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang lingkungan hidup yang dikaitkan dengan persoalan lingkungan sehari hari. Tema lingkungan hidup menjadi kerangka utama dalam pengembangan dan penyusunan kurikulum berbasis lingkungan hidup di MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis. Pengembangan kurikulum berbasis lingkungan hidup untuk mewujudkan MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis yang peduli dan berbudaya lingkungan dilakukan melalui beberapa upaya: (1) Pengembangan model dan metode pembelajaran lintas mata pelajaran. (2) Mengaitkan materi pembelajaran denganpersoalan lingkungan hidup yang ada di masyarakat sekitar. (3) Mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler untuk peningkatan pengetahuan dan kesadaran siswa tentang lingkungan hidup. 44

43

Wawancara dengan Kepala MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis pada tanggal 12 Agustus 2015 Wawancara dengan Wakil Kepala Bidang Kurikulum MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis pada tanggal 13 Agustus 2015

44


85

Selain pengembangan kurikulum berbasis linbgkungan hidup, kebijakan MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamislain dalam mewujudkan madrasah yang peduli dan berbudaya lingkungan adalah dengan melibatkan warga madrasah(peserta didik, guru, staf administrasi) dalam berbagai aktifitas lingkungan hidup. Selain itu,MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis juga melibatkan masyarakat disekitarnya dalam melakukan berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi warga madrasah, masyarakat dan lingkungannya. Konsep partisipatif di sini adalah adanya keikutsertaan siswa secara suka rela atau pelibatan pihak lain dalam kegiatan yang terkait dengan lingkungan hidup. Hal ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan bagi warga madrasahMTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamisagar dapat melaksanakan pembelajaran bagi lingkungan hidup di sekitarnya serta diharapkan dapat mendorong untuk memikirkan, merancang dan melakukan aksi nyata dalam menjawab tentang persoalan hidup sekitarnya. Kegiatan kegiatanyang dilakukan oleh warga MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis dalam pengembangan kegiatan bersifat partisipatif adalah: (1) Menyelenggarakan kegiatan ekstrakurikuler dibidang lingkungan hidup bersifat partisipatif di madrasah. (2) Mengikuti kegiatan aksi lingkungan hidup yang diselenggarakan oleh pihak luarMTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis. (3) Memprakarsai kegiatan kemitraan dalam pengembangan lingkungan hidup di madrasah. 45 Untuk mewujudkan konsep sekolah hijau di MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis,pimpinan madrasah memandang perlunyadukungan sarana prasarana yang mencerminkan upaya pengelolaan lingkungan hidup. Selain pemanfaatan lingkungan sebagai media pembelajaran, warga madrasahdi MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamisjuga didorong untuk mengembangkan upaya untuk meningkatkan pengelolaan dan kualitas lingkungan hidup baik didalam maupun diluar madrasah. Kegiatan pembelajaran tidak lagi sekedar penggalian pengetahuan tetapi sekaligus mencari media untuk upaya penyelamatan lingkungan. Karena itu, sistem pendukung atau sarana prasarana madrasah yang ramah lingkungan menjadi syarat keberhasilan pengembangan green school di MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis. Proses pemilihan perancangan dan perawatan fasilitas madrasah didasarkan pada prinsip pengelolaan lingkungan hidup yang baik. Sarana prasarana dapat menjadi sarana pembelajaran bagi warga madrasah dan masyarakat di sekitar untuk berpartisipasi dalam merancang melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan berbasis lingkungan. Pengembangan dan pengelolaan sarana di MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis meliputi: (1) Mengembangkan fungsi sarana pendukung MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis yang ada untuk pendidikan lingkungan hidup. (2) Meningkatkan kualitas lingkungan hidup didalam dan diluar kawasan MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis. (3) Melakukan penghematan sumber daya alam (alam, listrik, air). (4) Melakukan peningkatan kualitas pelayanan makanan sehat. (5) Mengembangkan ssstem pengelolaan sampah. 46 Dalam kaitannya dengan pengembangan green school di MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis, fungsi kepala madrasah memegang peranan penting karena bertanggung jawab penuh terhadap pengaturan dan pengelolaan jalannya roda pendidikan. Hal yang sama juga berlaku dalam mewujudkan green school. Dalam mengimplementasikan terwujudnya green school, peran yang dilakukan kepala madrasahadalah terkait denganfungsinya sebagai perencana. Kepala madrasah sebagai perencana dalam mewujudkan green school diMTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamisdilakukan melalui rencana yang strategis yang berwawasan lingkungan. Selain itu, dalam kapasistasnya sebagai pengkoordinir, kepala MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis juga menyusun dengan baik struktur organisasi madrasah dan struktur dalam pelaksanaan green school agar kegiatan yang direncanakan dapat berjalan dengan baik. Dalam hal ini, kepala MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis telah membentuk TIM ADIWIYATA MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis. Di antara kebijakan penting kepala MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis dalam mengembangkan green school adalah kebijakan tentang pengelolaan sampah di kantin madrasah. 45

Wawancara dengan Wakil Kepala Bidang Kurikulum MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis pada tanggal 13 Agustus 2015 46 Wawancara dengan Wakil Kepala Bidang Sarana dan Prasarana MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis pada tanggal 16 Agustus 2015

86

Holidin

Pertama, kebijakan pengelolaan sampah di MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis didasarkan pada beberapa pertemibangan. Sampah dalam hal ini adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Sebagai sebuah komunitas, warga MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis menghasilkan banyak sampah organik masih mungkin digunakan kembali/ pendaurulangan (re-using), walaupun akhirnya akan tetap merupakan bahan/ material yang tidak dapat digunakan kembali. Sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan sebenarnya hanya sebagian dari benda atau hal-hal yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau harus dibuang, sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu kelangsungan hidup. Dari segi ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sampah di sini ialah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia, dan umumnya bersifat padat, karena air bekas tidak termasuk di dalamnya. Pengelolaan sampah di MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamisakan membawa pengaruh bagi warga madrasah maupun lingkungan madrasah ini sendiri. Pengaruhnya tentu saja ada yang positif dan ada juga yang negatif. Kepala MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamismenyedarai bahwa pengelolaan sampah yang baik akan memberikan pengaruh yang positif terhadap warga MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamismaupun lingkungannya. Sebaliknya, pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan, lingkungan, maupun bagi kehidupan warga madrasah. Kedua, pengelolaan kantin madrasah di MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis juga diarahkan untuk mendukung keberhasilan program Adiwiyata. Bagi MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis, salah satu komponen penting dalam manajemen madrasah adalah keberadaan kantin karena kantin menjadi bagian dari kegiatan siswa di madrasah selain mengikuti pelajaran di madrasah. Sudah menjadi tradisi sejak dulu kala bahwa seorang siswa diberi uang saku saat putra/putrinya berangkat madrasah dengan tujuan untuk membeli makanandan minum selama mengikuti kegiatan belajar di madrasah. Dapat dibayangkan apabila dalam rentang waktu mengikuti pelajaran tidak diberi kesempatan istirahat, untuk itu siswa diberi kesempatan untuk melepaskan lelah dari berpikir, menjadi segar kembali setelah mengikuti keseriusan belajar. Dan sudah menjadi kebiasaan bahwa siswa akan menuju kantin. Jadi sangat jelas bahwa kantin sudah selayaknya menjadi penting dan menjadi perhatian bagi madrasah dan mengelolanya dengan baik dan benar agar makanan dan minuman yang disediakan menjadi tambahan gizi yang bermanfaat dan menyehatkan. Kantin madrasah yang dikembangkan di MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis diarahkan untuk memenuhi kriteria berikut: 1) Ada persediaan air bersih untuk mengolah makanan, mencuci tangan dan mencuci peralatan makan 2) Mempunyai tempat penyimpanan bahan makanan dan peralatan makan yang bebas dari serangga dan hewan pengerat. 3) Memiliki tempat khusus penyimpanan bahan bukan pangan (sabun cuci piring, cairan anti serangga) yang terpisah dari tempat penyimpanan bahan pangan. 4) Memiliki tempat yang bersih dan tertutup untuk pengolahan dan persiapan penyajian makanan. 5) Kasir berada di tempat khusus, minimal orang yang bertugas di kasir tidak bertugas menyiapkan makanan karena kuman penyakit dapat tersebar ke makanan melalui tangan yang memegang uang. 6) Mempunyai tempat pembuangan sampah padat, cair dan gas. 7) Selalu diperhatikan agar jajanan kemasan yang dijual di kantin belum kadaluarsa dan sudah lolos sertifikasi BPOM.


87

Keamanan jajanan anak di lingkungan sekolah seringkali menjadi salah satu kekhawatiran, mengingat banyaknya jajanan yang menggunakan bahan pewarna berbahaya, bahan pengawet, bahan tambahan pangan yang berlebihan, dan juga kemungkinan tercemar kuman penyakit. Karena itu keberadaan kantin di MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis menjadi salah satu prioritas dalam mengembangkan green school. Kepala MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis selalu menekankan agar jajanan yang ada di kantin hendaknya tidak banyak menghasilkan sampah seperti penggunaan plastik dan lainnya. Selain itu keberadaan kantin hendaknya tercukupi oleh cahaya,sirkulasi udara dan tempat yang memadai, mengingat lokasi kantin yang terbatas akan memicu kebiasaan siswa membawa jajanan ke dalam kelas akibatnya bungkus/kemasan hanya di masukkan dalam laci meja siswa. Selain memberikan pembinaan rutin kepada penjual jajanan/penjaga kantin, kepala MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis juga mengajak siswa berperan aktif dalam mewujudkan kantin sehat dengan berbagai kegiatan. Berbagai tema diintegrasikan dalam mata pelajaran terkait, pembelajaran luar kelas dengan mengajak siswa mengenal kantin atau bahkan siswa dapat di ajak praktek mengetahui kandungan bahan-bahan pengawet dan berbahaya di dalam jajanan. Dengan demikian, kantin di MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis merupakan salah satu bahan ajar dan sumber belajar bagi siswa khususnya dalam membangun karakter siswa peduli dan berbudaya lingkungan hidup. Terkait dengan peran kepala madrasah MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis dalam mengembangkan sarana dan prasarana madrasah yang dapat mendukung terwujudnya green school, beberapa kebijakan telah ditetapkan, yaitu: (1) mengembangkan fungsi saranapendukung untuk pendidikan lingkungan hidup; (2)meningkatkan kualitas pengelolaan lingkungan di dalam dan di luar madrasah; dan (3) penghematan sumber daya alam (listrik air, dan ATK). 47 Untuk mewujudkan budaya warga madrasah yang dapat mendukung terwujudnya green school, kepala MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis memiliki beberapa kebijakan, yaitu: (1) pembiasaan diri warga madrasah melalui berbagai disiplin yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan disekitar madrasah. (2)Pengembangan kreatifitas warga madrasah dalam mengelola lingkungan dengan berdasarkan pada nilai/etika lingkungan. (3) Pengembangan kerjasama warga madrasah dan sekitarnya dengan berdasarkan pada nilai/etika lingkungan. Kebijakan kepala MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis dalam mewujudkan green school telah berhasil mewujudkan beberapa program dalam pembudidayaan tanaman tertentu, antara lain: Pertama, penanaman dan pembudidayaan beberapa jenis tanaman, antara lain: 1) Tanaman hias:Begonia, Gelombangcinta, Kuping Gajah, Eforbia, dan lain-lain 2) Tanaman Obat (Toga):Kunyit, Lempuyang,Sambiloto, Lidah Buaya, Cabe Rawit, Jahe,dan lainlain. 3) Kebun Sekolah :Bengkuang, Pepaya, Talas, Singkong, dan lain-lain. 4) Hutan Sekolah: Rambutan, Mangga, Jeruk, Manglid, dan lain-lain 5) Lahan Sawah Sekolah : Padi dan Palawija 6) Greenhouse (pembibitan): Cabe Rawit, Bawang Daun,Seledri,Causin, Mawar, Melati, Anggrek, Bunga Kertas, Begonia, dan lain-lain Kedua, pembuatan Biopori, yang fokuskan di area-area berikut: 1) Halaman depan kelas 40 lubang biopori 2) Halaman depan ruang guru 15 lubang biopori 3) Halaman Masjid 10 lubang bipori Ketiga, pembuatan Sumur Resapan yang dibuat pada dua tempat, yaitu: 1) Sekitar lapangan upacara sebanyak 3 buah 2) Depan masjid sebanyak 1 buah Kebijakan kepala MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis dalam mengembangkan green school juga diimplementasikan dalam bentuk 47

Wawancara dengan Wakil Kepala Bidang Sarana dan Prasarana MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis pada tanggal 16 Agustus 2015

88

Holidin

1) Pengembangan tanaman penuduh di lingkungan lahan olah raga, di mana di sampingnya terdapat tanaman peneduh Glodogan, Ketapang, dan Trembesi sebagai upaya untuk menghindari suhu panas dan pergantian oksigen. 2) Lahan depan kelas lantai bawah ditanami tanaman hias dan peneduh ditambah bak sampah organik dan anorganik juga penampungan air bersih untuk cuci tangan. 3) Saluran air bekas cuci tangan dan bekas wudlu di masjid dialirkan ke kolam ikan dan dari kolam ikan air dipergunakan untuk menyiram tanaman. 4) Membuat Septictank dengan jarak lebih dari 10 m dengan sumur pompa air. 5) Membuat lubang-lubang biofori dan sumur resapan. 6) Mengembangkan hutan madrasah dan kebun madrasah. Peran Guru dalam Mengembangkan Green School Para guru di MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis memiliki kesadaran bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu tugas profesional yang terkait dengan logika dan estetika, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan (civic mission) yang berkaitan dengan etika. Tugas profesional seorang guru dalam rangka meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak. Tugas manusiawi yaitu membantu anak didik agar dapat memenuhi tugas-tugas utama dan manusia kelak dengan sebaik-baiknya dalam rangka transformasi diri, identifikasi diri sendiri dan pengertian tentang diri sendiri, sedangkan tugas kemasyarakatan merupakan konsekuensi guru sebagai warga negara yang baik, turut mengemban dan melaksanakan apa-apa yang telah digariskan oleh bangsa dan negara lewat UUD 1945. Para guru MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis berpandangan bahwa ketiga tugas guru tersebut harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan organis harmonis dan dinamis. Guru tidak hanya mengajar di dalam kelas namun harus mampu menjadi katalisator, motivator dan dinamisator pembangunan tempat di mana ia bertempat tinggal. Kemudian, jika dipandang dari segi anak didik, guru harus memberikan nilai-nilai yang berisi pengetahuan masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang, pilihan nilai hidup dan praktek-praktek komunikasi. Pengetahuan yang diberikan kepada anak didik, harus mampu membuat anak didik untuk memilih nilai-nilai hidup yang semakin kompleks dan harus mampu membuat anak didik berkomunikasi dengan sesamanya di dalam masyarakat serta tidak akan hidup dalam mengasingkan diri. Dari hasil pengumpulan data, khususnya melalui wawancara dan observasi, ditemukan bahwa peran guru MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis dalam mengembangkan green school dilakukan melalui pengembangan model atau metode pembelajaran berbasis lingkungan. Model atau metode pembelajaran berbasis lingkungan yang diterapkan di MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis bertujuan agar siswa memperoleh pengalaman lebih berkaitan dengan lingkungan sekitar. Model pembelajaran ini adalah model pembelajaran yang mengedepankan pengalaman siswa dalam hubungannya dengan alam sekitar, sehingga siswa dapat dengan mudah memahami isi materi yang disampaikan. Artinya, model pembelajaran ini ditujukan agar siswa dapat memiliki kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Model pembelajaran ini digunakan di MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis dengan tujuan agar siswa dapat dengan mudah berinteraksi dengan bahan pelajaran yang telah disusun dan disesuaikan dengan model pembelajaran. Bahan pembelajaran yang disajikan kepada siswa disusun dengan melibatkan lingkungan sekitar. Artinya, pembelajaran bisa dilakukan tidak hanya di dalam kelas, tetapi juga di luar kelas dengan tujuan agar siswa lebih nyaman dan aktif dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran berbasis lingkungan ini diterapkan oleh para guru MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis dengan cara belajar di luar kelas. Beberapa hal yang penting dalam model pembelajaran ini yaitu isi dan prosedur pembelajaran harus sesuai dengan lingkungan


89

pembelajar/siswa, pengetahuan yang diberikan harus memberikan jalan keluar dalam menanggapi lingkungan. Para guru di MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis menyadari bahwa hasil dari proses pendidikan dan pembelajaran akhirnya akan bermuara pada lingkungan. Manfaat keberhasilan pembelajaran akan terasa apabila apa yang diperoleh dari pembelajaran dapat diaplikasikan dan diimplementasikan dalam realitas kehidupan. Inilah salah satu sisi positif yang melatarbelakangi pembelajaran dengan pendekatan lingkungan. Jadi, model pembelajaran berbasis lingkungan digunakan oleh para guru MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis diarahkan agar siswa dapat memiliki kepedulian terhadap lingkungan. Penggunaan model pembelajaran ini dapat dilakukan dengan sistem belajar di luar kelas agar siswa memiliki pengalaman lebih dan proses pembelajaran bisa menyenangkan. Sesungguhnya model pembelajaran berbasis lingkungan, bukan merupakan pendekatan pembelajaran yang baru. Melalui model pembelajaran ini, para guru MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis hendak mengembangkan suatu strategi pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan sebagai sasaran belajar, sumber belajar, dan sarana belajar. Dalam melaksanakan pembelajaran berbasis lingkungan ini, salah seorang guru IPS di MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis mempraktikkanya dengan cara memanfaatkan kardus bekas untuk dibuat menjadi media pembelajaran sejarah. Kardus bekas tersebut dibuat menjadi papan display sejarah. Papan display adalah suatu tempat untuk menempatkan berita atau informasi yang ingin disampaikan kepada khalayak. Ternyata siswa kelihatan sangat tertarik. Selanjutnya guru melibatkan siswa dalam proses pembuatannya mulai dari membuat konsep papan display, membentuk dan akhirnya menyelesaikan. Papan display dipajang di sekitar madrasah. Hal ini dilakukan untuk mengampanyekan kepada teman-temannya untuk lebih peduli terhadap lingkungan dengan cara memanfaatkan sampah untuk diolah menjadi sesuatu yang lebih berguna. Dengan cara menggunakan bahan kardus bekas sebagai media pembelajaran itu, guru secara tidak langsung telah terlibat dalam proses pengembangan green school di MTsN Cijeungjing. Selain itu, guru tersebut juga telah melatih siswa untuk bisa memanfaatkan sampah menjadi barang yang berguna, juga membiasakan siswa lebih rajin mengumpulkan sampah, serta mendidik siswa agar tidak membuang sampah sembarangan. Jadi, pembelajaran berbasis lingkungan di MTsN Cijeungjing sesuai dengan pembelajaran PAIKEM (pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan). Model pembelajaran ini mampu melibatkan siswa secara langsung dengan pengenalan terhadap lingkungan. Sehingga melalui pembelajaran berbasis lingkungan ini siswa lebih aktif dalam belajar, inovatif dalam berfikir, dan kreatif dalam menciptakan sesuatu yang berguna. Peran Peserta Didik dalam Mengembangkan Green School Peran siswa MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis dalam mengembangkan green school dapat dicermati dari keterlibatan mereka untuk mendukung kebijakan madrasah. Peran siswa dalam mendukung terwujudnya green school di MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis dilakukan melalui: 1) Memiliki pengetahuan tentang konsep 5 R, yaitu reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), recycle (mendaur ulang), replace (menggunakan kembali) dan replant (menanam kembali). 2) Menjaga kebersihan kelas 3) Memelihara tanaman/pohon di sekitar madrasah 4) Penanaman pohon di sekitar madrasah Pengetahuan tentang konsep 5 R sangat penting bagi para siswa di MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis. Tanpa pengetahuan itu, mereka akan sulit memiliki sikap sadar lingkungan. Konsep 5 R yang mencakup reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), recycle (mendaur ulang), replace (menggunakan kembali) dan replant (menanam kembali) dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, recycle. Recycle atau mendaur ulang adalah kegiatan mengolah kembali atau

90

Holidin

mendaur ulang. Pada prinsipnya, kegiatan ini memanfaatkan barang bekas dengan cara mengolah materinya untuk dapat digunakan lebih lanjut. Contohnya adalah memanfaatkan dan mengolah sampah organik untuk dijadikan pupuk kompos. Kedua, reuse. Reuse atau penggunaan kembali adalah kegiatan menggunakan kembali material atau bahan yang masih layak pakai. Sebagai contoh, kantong plastik atau kantng kertas yang umumnya didapat dari hasil kita berbelanja, sebaiknya tidak dibuang tetapi dikumpulkan untuk digunakan kembali saat dibutuhkan. Contoh lain ialah menggunakan baterai isi ulang. Ketiga, reduce. Reduce atau pengurangan adalah kegiatan mengurangi pemakaian atau pola perilaku yang dapat mengurangi produksi sampah serta tidak melakukan pola konsumsi yang berlebihan. Contoh menggunakan alat-alat makan atau dapur yang tahan lama dan berkualitas sehingga memperpanjang masa pakai produk atau mengisi ulang atau refill produk yang dipakai seperti aqua galon, tinta printer serta bahan rumah tangga seperti deterjen, sabun, minyak goreng dan lainnya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi potensi bertumpuknya sampah wadah produk di rumah. Keempat, replace. Replace atau penggantian adalah kegiatan untuk mengganti pemakaian suatu barang atau memakai barang alternatif yang sifatnya lebih ramah lingkungan dan dapat digunakan kembali. Upaya ini dinilai dapat mengubah kebiasaan seseorang yang mempercepat produksi sampah. Contohnya mengubah menggunakan kantong plastik atau kertas belanjaan dengan membawa tas belanja sendiri yang terbuat dari kain. Kelima, replant. Replant atau penanaman kembali adalah kegiatan melakukan penanaman kembali. Contohnya melakukan kegiatan kreatif seperti membuat pupuk kompos dan berkebun di pekarangan rumah. Dengan menanam beberapa pohon, lingkungan akan menjadi indah dan asri, membantu pengurangan suhu pada tingkat lingkungan mikro (atau sekitar rumah), dan mengurangi kontribusi atas pemanasan global. Selain itu, MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis juga memiliki program dalam rangka meningkatkan keterlibatan siswa dalam pengelolaan lingkungan madrasah yang bersih dan sehat melalui program-program berikut: 1) Mengembangkan apotek hidup di madrasah. 2) Mengurangi atau menghemat penggunaan lampu ruang kelas, konsumsi air, dan energi lainnya. 3) Membangun mekanisme pembuangan sampah yang sehat di lingkungan madrasah. 4) Membiasakan untuk kegiatan hemat atau bahkan mendaur ulang semua kertas, plastik dan sejenisnya 5) Menyediakan tempat sampah berdasarkan jenis sampahnya. 6) Mengkondisikan kegiatan ekstra kurikuler berbasis lingkungan, seperti kelompok hijau, pecinta alam dan sejenisnya. 7) Melakukan diskusi atau studi kasus tentang pemeliharaan lingkungan madrasah dan sejenisnya. Contoh menonton film bertemakan lingkungan, kemudian mendiskusikan atau membahasnya bersama-sama 8) Mengadakan karya wisata atau studi banding dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan kebersihan dan kelestarian lingkungan madrasah 9) Melaksanakan tata tertib kebersihan dan kelestarian lingkungan madrasah. 10) Mengembangkan kecintaan dan kepedulian siswa terhadap lingkungan madrasah melalui berbagai loba peduli lingkungan, seperti lomba kebersihan antar kelas, menulis, menggambar, atau aneka kreativitas lain yang bersifat ramah lingkungan. 11) Mengadakan pengawasan dan penegakan kedisiplinan. 12) Mengadakan gerakan cinta kebersihan dan kesehatan lingkungan madrasah 13) Memanfaatkan hari-hari besar nasional untuk gerakan peduli lingkungan Kegiatan nyata yang telah dilakukan para siswa dalam mengembangkan green school antara lain:


91

Pertama, kegiatan pengembangan diri. Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di luar jam belajar di MTs Negeri Cijeungjing merupakan kegiatan pengembangan diri yang bertujuan mengembangkan karakter, dan pembiasaan-pembiasaan bagi siswa. Adapun jenis kegiatan siswa yang berhubungan dengan lingkungan hidup antara lain: 1) Penanaman tanaman keras dalam rangka reboisasi di desa Handapherang Kecamatan Cijeungjing; 2) Pembuatan pupuk organik dalam rangka pemanfaatan sampah-sampah organik; 3) Pemanfaatan limbah sampah non organik seperti pembungkus kopi kemasan, plastik bekas air kemasan gelas, plastik bekas air kemasan botol, kertas koran, sedotan air mineral, plastik pembungkus minyak goreng dan sabun yang semuanya dapat dijadikan barang yang berguna dan bernilai profit seperti kerajinan membuat vas bunga, tas, wadah untuk penyemaian (polibag), dan lain-lain 4) Melaksanakan kegiatan upacara pada hari-hari lingkungan seperti hari tanpa asap rokok, hari lingkungan hidup, hari air sedunia, dengan tujuan kampanye dan mengajak warga MTs dan masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan hidup. Kedua, keterlibatan dalam kegiatan yang dilakukan oleh instansi lain, yaitu: 1) Pengadaan bibit tanaman keras Mou dengan Dinas Kehutanan, Perkebunan, 2) Pengadaan mesin pencacah sampah dengan Dinas Lingkungan Hidup (LH) 3) Pengadaan tempat sampah dan roda angkut sampah dengan Karang Taruna dan Desa Handapherang 4) Menjadi narasumber dalam undangan pelestarian Lingkungan di SD Handapherang 1 dan 2, MI Handapherang dan SMK Miftahusalam Handapherang, SD Dewasari. Para siswa MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis juga dilibatkan dalam proses pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah di MTsN Cijeungjing dibagi dalam dua jenis sampah yakni organik dan an organik yang sudah dipilah dalam tong yang berbeda Pertama, pengolahan sampah organik. Sampah organik dalam tong depan kelas yang selama ini ada di lingkungan MTs selanjutnya dibawa ke tempat penampungan akhir siap dibuat pupuk setelah di giling oleh petugas siswa yang tergabung dalam tim pencinta alam (PCA) dibuat fermentasi dengan campuran em4 selama seminggu lalu dicampur kotoran hewan dan dedak setelah itu diayak/disaring dan dikemas dalam kantong plastik siap dipasarkan. Rata-rata dalam sebulan dihasilkan kurang lebih 150 kantong ukuran 5 kg. Produksi pupuk organik berlangsung sejak tahun 2014 sampai sekarang yang dikelola oleh para siswa dari pembuatan sampai pemasarannya yang kini produksi tersebut semakin meningkat dan banyak permintaan. Kedua, pengelolaan sampah non organik. Sampah non organik di MTs Negeri Cijeungjing dikumpulkan oleh para siswa atas nama kelas dan mereka tabungkan di Bank Sampah Risa yang dibentuk semester kedua tahun 2013. Sampah–sampah tersebut selanjutnya di jual ke agen limbah dan sebagian dibuat kerajinan sebagai kegiatan 5 R, yaitu reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), recycle (mendaur ulang), replace (menggunakan kembali) dan replant (menanam kembali). Hal ini merupakan perwujudan bahwa sampah akan bermanfaat dan mendatangkan keberkahan. Pada tahun 2014 mulai mengalami peningkatan semakin banyak nasabah bank, baik siswa atas nama kelas maupun karyawan atau guru. Kini di tahun 2015 setiap siswa membawa sampah dari rumahnya masing-masing dan bank sampah buka setiap hari kamis pagi pukul 06. 30- 07. 10 wib dan 12. 00 – 12. 30 wib. Adapun keuntungan 85% untuk nasabah dan 15% untuk keuntungan bank sebagai pengelola. Ketiga, pengolahan sampah lain. Sampah lain yang dirasakan tidak bermanfaat, dikumpulkan dari warga masyarakat dan lingkungan madrasah lalu dibuang ke tempat yang ditentukan oleh Pemerintah Kabupaten Ciamis melalui Dinas Ciptakarya yang selanjutnya di angkut oleh petugas. Jadwal pengangkutan setiap hari Kamis yang ditetapkan sebagai Kegiatan Kamis Bersih. Faktor-faktor yang mendukung pengembangan green school di MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis antara lain:

92

Holidin

Pertama, MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis berada di lingkungan Pondok Pesantren Miftahussalam, sehingga memudahkan dilakukannya koordinasi antar eleman warga madrasah. Kedua, MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis berada di wilayah pedesaan sehingga masyarakat di sekitarnya cenderung masih akrab dengan lingkungan alam. Ketiga, instansi pemerintah daerah, khususnya yang terlibat dalam pemeliharaan lingkungan, juga memberikan dorongan agar madrasah mengembangkan budaya sadar lingkungan dan lingkungan yang Islami. Keempat, di sekitar MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis masih terdapat lahan-lahan pertanian dan perkebunan yang sangat potensial untuk mengenalkan siswa pada lingkungan Kelima, MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis memiliki stakeholder dengan beberapa lembaga swasta dan instansi pemerintah yang memberikan dukungan pada pengembangan madrasah yang sehat dan Islami. Keenam, di sekitar MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamisterdapat beberapa pengusaha di bidang peternakan, khususnya sapi dan ayam, yang memberikan peluang pengembangan pembelajaran berbasis lingkungan. Ketujuh, lingkungan masyarakat MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis adalah komunitas yang religius, sehingga lebih efektif untuk mengembangkan lingkungan madrasah yang Islami. Kedelapan, para siswa memiliki motivasi yang relatif tinggi untuk mengembangkan lingkungan sehat, Islami, dan berwawasan lingkungan. Kesembilan, ada kecenderungan yang menguat terkait dengan kesadaran masyarakat terhadap krisis lingkungan hidup. Kesepuluh, MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis didukung oleh sarana dan prasarana pendidikan yang memungkinkan diwujudkannya lingkungan madrasah yang Islami dan sehat. Sementara itu, hasil penelitian ini menemukan beberapa faktor yang dapat dipandang sebagai penghambat pengembangan green school dan lingkungan madrasah Islami di MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis antara lain. Pertama, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dapat mengganggu upaya madrasah untuk membangun lingkungan madrasah yang Islami. Kedua, masyarakat Indonesia, termasuk masyarakat di sekitar MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis cenderung bersikap hedonis dan materialistic akibat dari perkembangan tayangan sinetron dan film di televisi yang mengajarkan pola hidup hedonistik dan materialistic. Ketiga, sebagian besar siswa MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis berasal dari keluarga kelas menengah ke bawah, sehingga pengembangan green school menjadi kurang efektif akibat keterbatasan sarana dan prasarana. Keempat, masyarakat cenderung bersikap instan dalam mengerjakan sesuatu, sehingga untuk memperkenalkan produk organis relatif terhambat, karena produk organik cenderung lambat efeknya. Misalnya, para petani cenderung memilih pupuk kimia, karena pupuk kimia memiliki efek yang cepat terhadap pertumbuhan padi. Sebaliknya, para petani cenderung keberatan untuk menggunakan pupuk organik, karena pupuk organik lambat efeknya terhadap pertumbuhan padi. Kelima, di sekitar MTsN Cijeungjing Kabupaten Ciamis terdapat beberapa perusahaan penggergajian kayu. Perusahaan ini, baik langsung maupun tidak langsung berdampak terhadap perusakan lahan-lahan perkebunan. Kesimpulan Pertama, peran warga MTsN Cijeungjing Ciamis dalam mengembangkan green school dibedakan menurut tugas, kedudukan, dan fungsinya masing-masing. Pimpinan madrasah lebih banyak berperan dalam menyusun kebijakan. Guru berperan dalam implementasi model pembelajaran berbasis lingkungan hidup melalui metode pembiasaan, teladan, penggunaan media pembelajaran berbasis alam, dan praktik pembelajaran berbasis lingkungan hidup. Peserta didik berperan dalam membiasakan sikap dari perilaku 5 R, menjaga kebersihan kelas, memelihara

93


tanaman, penanaman pohon. Sementara itu, peran orang tua dan masyarakat masih terbatas dan tidak optimal. Kedua, setiap warga madrasah MTsN Cijeungjing Ciamis pada umumnya berperan dalam mewujudkan lingkungan yang Islami. Setiap warga madrasah memiliki komitmen yang kuat untuk mewujudkan lingkungan yang Islami, meskipun komitmen mereka berbeda antara satu dengan lainnya. Ketiga, faktor-faktor pendukung pengembangan green school dan lingkungan Islami di madrasah ini adalah: keberadaan madrasah di lingkungan pondok pesantren dan pedesaan sehingga; adanya dukungan dari instansi pemerintah; adanya lahan-lahan pertanian dan perkebunan; adanya jaringan dengan beberapa lembaga swasta dan instansi pemerintah; adanya beberapa pengusaha di bidang peternakan, khususnya sapi dan ayam; lingkungan masyarakat yang religius; motivasi siswa yang relatif tinggi; kesadaran masyarakat terhadap isu lingkungan cenderung menguat; adanya dukungan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. Sementara itu, faktor-faktor penghambatnya adalah: pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi; berkembangnya sikap hedonis dan materialistis masyarakat; sebagian besar siswa berasal dari keluarga kelas menengah ke bawah; masyarakat cenderung bersikap instan; adanya industri perkayuan yang berdampak terhadap perusakan lahan-lahan perkebunan.

DAFTAR PUSTAKA A. Nag & K. Vizayakumar (2005), Environmental Education & Solid Waste Management, New Age International (P) Ltd., Publishers, New Delhi India A. Soni Keraf (2010). Etika Lingkungan Hidup, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta Anil Kumar De (2004) Environmental Education, New Age International (P) Ltd., Publishers, New Delhi India Atmaksusumah, Maskun Iskandar, Warief Djajanto Basorie (1996), Mengangkat Masalah Lingkungan ke Media Massa, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Austin A. Winther, Kim Cleary Sadler, dan Gerry Saunders (2010), Approaches to Environmental Education, dalam Alec M. Bodzin, Beth Shiner Klein, Starlin Weaver (Editors), The Inclusion of Environmental Education in Science Teacher Education, Springer, London. B. Creemers, Thomas Peters, & D. Reynolds (1989), School Effectiveness and School Improvement. Lisse, The Netherland: Swets & Zeitlinger Barbara Austin and Nina Schmidt (2010), Pedagogy, Environmental Education, and Context: Promoting Knowledge Through Concept Mapping, dalam Alec M. Bodzin, Beth Shiner Klein, Starlin Weaver (Editors), The Inclusion of Environmental Education in Science Teacher Education, Springer, London. Bryan M. Rebar and Larry G. Enochs (2010), Integrating Environmental Education Field Trip Pedagogy into Science Teacher Preparation, dalam Alec M. Bodzin, Beth Shiner Klein, Starlin Weaver (Editors), The Inclusion of Environmental Education in Science Teacher Education, Springer, London. Carleton R. Holt & Roland M. Smith (2002). The Relationship Between School Climate and Student Success, Arkansas Educational Research & Policy Studies Journal, Spring 2002, Vol. 2, No. 2. Charan John & John Wesley Taylor (2003), Leadership Style, School Climate, and the Institutional Commitment of Teacher, University of California: California D. L. Fisher,, & Fraser, B. J. (1990) School Climate, (SET research information for teachers No.2). Melbourne: Australian Council for Educational Research Darmodihardjo, (1981) Peranan IKIP dalam Pengembangan dan Pembinaan Sekolah sebagai Pusat Kebudayaan. Analisis Pendidikan. Tahun II Nomor. 3, Jaskarta

94

Holidin

Dirk Willem Postma (2006) Why Care for Nature? In Search of an Ethical Framework for Environmental Responsibility and Education, Springer, London. Djamaluddin Ancok (2001), Upaya Membina Akhlak dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, dalam dalam Rama Furqona (Ed.) Pendidikan Agama dan Akhlak bagia Anak dan Remaja, Logos, Jakarta, 2001 Djanius Djamin (2007) Pengawasan dan Pelaksanaan Undang-undang Lingkungan Hidup: Suatu Analisis Sosial, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta Donald Ary, et.al., (2004) Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, diterjemahkan oleh Arief Furchon. Pustaka Pelajar, Yogyakarta Fachrudin M. Mangunjaya (2006) Hidup Harmonis dengan Lingkungan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Fachrudin M. Mangunjaya, Husain Heriyanto, Reza Gholami (2007), Menanam Sebelum Kiamat: Islam, Ekologi, dan Gerakan Lingkungan Hidup, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. James T. McDonald dan Lynn A. Dominguez (2010), Professional Preparation for Science Teachers in Environmental Education, dalam Alec M. Bodzin, Beth Shiner Klein, Starlin Weaver (Editors), The Inclusion of Environmental Education in Science Teacher Education, Springer, London. Jan J. Boersema (2009), Environmental Sciences, Sustainability, and Quality, Dalam Jan J. Boersema & Lucas Reijnders (Editors), Principles of Environmental Sciences, Springer, London. Jatna Supriatna (2008), Melestarikan Alam Indonesia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Joy A.Palmer (1998), Environmental Education in the 21st Century: Theory, Practice, Progress and Promise, Routledge, London Joy Palmer dan Philip Neal (1994), The Handbook of Environmental Education, Routledge, London. Keith Davis dan John W. Newstrom (1985), Human at Work: Organizational Behavior, alih bahasa Agus Dharma, Erlangga, Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup (2012). Buku Panduan Adiwiyata: Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan, Kerjasama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Kenneth J. Gregory, et.al. (2009), Environmental Sciences: A Student’s Companion, Sage Publication Ltd., Los Angeles Linda Hadfield (2009) Crisis? Which Crisis? Dalam Estelle L. Weber (ed.), Environmental Ethics, Sustainability and Education, Inter-Disciplinary Press, Oxford, United Kingdom. Linda Plevyak dan Amy Mayfield (2010), Environmental Education Within Early Childhood, dalam Alec M. Bodzin, Beth Shiner Klein, Starlin Weaver (Editors), The Inclusion of Environmental Education in Science Teacher Education, Springer, London. M.B. Miles, and A.M. Huberman (1992). Analisis Data Kualitatif. Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi, Universitas Indonesia Press, Jakarta M.I. Solaeman (1984), Pendidikan dalam Keluarga, Alfabeta, Bandung Matthijs Hisschemöller, Jan Eberg, Anita Engels, dan Konrad von Moltke (2009), Environmental Institutions and Learning: Perspectives from the Policy Sciences, Dalam Jan J. Boersema & Lucas Reijnders (Editors), Principles of Environmental Sciences, Springer, London. Moleong, Lexy.J. (2000) Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Rosdakarya, Bandung N.H.T. Siahaan (2004) Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, Erlangga, Jakarta R.C Bogdan, dan S.K. Biklen (1980) Qualitative Research for Education, An Introduction to Theory and Methode. Allyn and Bacon. Inc, Boston Richard. M Lerner dan Hultsch, David. F. (1985), Human Development, A Life-Span Perspective, McGraw-Hill Book Company, New York.


95

Robert L. Carter dan Bora Simmons (2010), The History and Philosophy of Environmental Education, dalam Alec M. Bodzin, Beth Shiner Klein, Starlin Weaver (Editors), The Inclusion of Environmental Education in Science Teacher Education, Springer, London. S. Nasution (1980). Metode Penelitian Kualitatif, Tarsito, Bandung Sumita Dasgupta (2011) Environmental Education: A Book of Activities, Center for Science and Environment, New Delhi. The National Academies Press (2006), Green Schools: Attributes for Health and Learning, The National Academies Press, Washington, D.C. Tim Forsyth (2003), Critical Political Ecology: The Politics of Environmental Science, Routledge, London. Wayne K Hoy dan Cicil G. Miskel (1982), Educational Administration, Theory, Research, and Practice, Random House, New York. William Kay, (1975) Moral Education, A Sociological Study of the Influence of Society, Home and School, George Allen and Unwin, London. Zakiah Daradjat (2001), Pembinaan Akhlak bagi Anak Sekolah Dasar dan SMTP, dalam Rama Furqona (Ed.) Pendidikan Agama dan Akhlak bagi Anak dan Remaja, Logos, Jakarta. Zakiah Darajat, dkk. (1996), Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta Zoer’anini Djamal Irwan (2009), Besarnya Eksploitasi: Perempuan dan Lingkungan di Indonesia, Elexmedia Komputindo, Jakarta.

96

Holidin

= méê~å=t~êö~=j~çê~ë~ü=ç~ä~ã=jéåöéãä~åöâ~å= dêééå=påüççä==

Recommend Documents