-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
PERBANDINGAN PENGGAMBARAN KARAKTER TOKOH PEREMPUAN PADA NOVEL SITTI NURBAYA KARYA MARAH RUSLI DAN ASSALAMUALAIKUM BEIJING KARYA ASMA NADIA BERDASARKAN PERIODE DAN GENDER PENGARANG Asep Jejen Jaelani Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Kuningan
[email protected]
Abstract The title of this study is a comparison of Figures Character Depiction of Women On Novel Siti Nurbaya by Marah Rusli and Assalamualaikum Beijing by Asma Nadia Based Work Period and Gender Author. Problem formulation: 1) how the comparison portrayal of women characters in the novel Siti Nurbaya by Marah Rusli and Assalamualaikum Beijing by Asma Nadia by period?; 2) how the comparative portrayal of women characters in the novel Siti Nurbaya by Marah Rusli and Assalamualaikum Beijing by Asma Nadia by gender author? Methods: Descriptive comparative. Conclusion: comparison of women’s portrayal of the character in the novel Siti Nurbaya by Marah Rusli and Assalamualaikum Beijing by Asma Nadia seen works by gender author as follows: the author male with female authors use the same both direct and indirect ways. Dominant use indirect ways that the author male - male. While the more dominant in a direct way that women authors. Keywords: comparison, the depiction of female characters, period, and gender
Abstrak Judul penelitian ini adalah Perbandingan Penggambaran Karakter Tokoh Perempuan Pada Novel Sitti Nurbaya Karya Marah Rusli dan Assalamualaikum Beijing Karya Asma Nadia Berdasarkan Periode dan Gender Pengarang. Rumusan Masalah: 1) bagaimanakah perbandingan penggambaran karakter tokoh perempuan pada novel Sitti Nurbaya karya Marah Rusli dan Assalamualaikum Beijing karya Asma Nadia berdasarkan periode?; 2) bagaimanakah perbandingan penggambaran karakter tokoh perempuan pada novel Sitti Nurbaya karya Marah Rusli dan Assalamualaikum Beijing karya Asma Nadia berdasarkan gender pengarang? Metode: deskriptif komparatif. Simpulan: 1) perbandingan penggambaran karakter tokoh perempuan pada novel Sitti Nurbaya karya Marah Rusli dan Assalamualaikum Beijing karya Asma Nadia dilihat berdasarkan periode sebagai berikut: antara pengarang periode 20-an dengan pengarang periode 2000-an keduanya sama-sama menggunakan cara langsung dan tidak langsung. Yang lebih dominan menggunakan cara tidak langsung yaitu pengarang 20-an, sedangkan yang lebih dominan menggunakan cara langsung yaitu pengarang periode 2000-an; 2) perbandingan penggambaran karakter tokoh perempuan pada novel Sitti Nurbaya karya Marah Rusli dan Assalamualaikum Beijing karya Asma Nadia dilihat berdasarkan gender pengarang sebagai berikut: antara pengarang laki-laki dengan pengarang perempuan keduanya sama-sama menggunakan cara langsung dan tidak langsung. Yang lebih dominan menggunakan cara tidak langsung yaitu pengarang laki - laki. Sementara yang lebih dominan menggunakan cara langsung yaitu pengarang perempuan. Kata kunci : perbandingan, karakter tokoh perempuan, periode, dan gender
Pendahuluan Novel merupakan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya. Prosa iksi (novel) dibangun oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik yang membangun prosa iksi (novel) yaitu tema, alur/plot, tokoh dan perwatakan, latar/setting, gaya, titik pengisahan, dan amanat, sedangkan unsur ekstrinsik yang membangun sastra dari luar seperti pendidikan, agama, ekonomi, ilsafat, psikologi dan lain-lain. Di antara beberapa unsur intrinsik prosa iksi di atas salah satunya adalah tokoh dan perwatakan. Tokoh adalah orang-orang yang terlibat di dalam cerita yang disampaikan 201
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
pengarang. Setiap tokoh memiliki karakter. Karakter dapat diartikan sebagai suatu sifat atau watak yang dapat membedakan tokoh satu dengan tokoh lainnya. Seorang pengarang prosa iksi khususnya novel menggambarkan tokoh dan perwatakan secara berbeda-beda. Menurut Sugiantomas (1998:48) ada tiga cara pengarang dalam melukiskan watak tokoh, yaitu dengan cara langsung atau analitik, dengan cara tak langsung atau dramatik, dan cara campuran analitik dan dramatik. Karakter atau watak seorang tokoh perempuan yang digambarkan oleh pengarang akan memiliki ciri khas tertentu. Ciri khas itu disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya latar belakang pengarang, gender pengarang, pendidikan pengarang, lingkungan hidup pengarang, budaya atau kebiasaan pengarang, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan pengarangnya. Hal tersebut sesuai dengan yang ditegaskan Taine (dalam Yudiono, 2007:27) bahwa seorang pengarang dipengaruhi oleh ras, lingkungan, dan momen atau saat. Gender pengarang biasanya sangat memengaruhi cara menggambarkan karakter tokoh perempuan. Hal ini seperti yang diungkapkan Djajanegara (2003:19) bahwa wanita memiliki perasaan-perasaan yang sangat pribadi, seperti penderitaan, kekecewaan, atau rasa tidak aman yang hanya bisa diungkapkan secara tepat oleh wanita itu sendiri. Misalnya, bagaimana seorang laki-laki mampu menulis secara rinci rasa sakit, cemas, serta bahagia seorang perempuan menjelang –di waktu– dan setelah melahirkan bayi? Pengarang perempuan akan lebih mengena atau menyentuh ketika menggambarkan karakter tokoh perempuan tersebut. Karena secara tidak langsung biasanya ia menggambarkan karakter tokoh perempuan tersebut berdasarkan apa yang ia rasakan sendiri. Sementara pengarang laki-laki, menggambarkan karakter tokoh perempuan berdasarkan apa yang pernah dilihatnya dari perempuan-perempuan yang pernah dikenalinya. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan pengarang laki-laki akan lebih pandai dalam menggambarkan tokoh perempuan karena keliaran imajinasinya. Selain masalah gender ada juga masalah kapan karya tersebut ditulis pengarang? Pada periode berapa karya tersebut ditulis? Ini sangat berpengaruh juga terhadap gaya pengarang dalam bercerita. Antara periode 20-an dan periode 2000-an tentu cara pengarang pada jangka periode itu memiliki gaya tersendiri, karena situasi politik dan situasi budaya yang sedang terjadi pada masa itu akan memengaruhi pola pikir pengarang. Yudiono (2007) menamakan sastra Indonesia tahun 1900-1945 atau periode 20-an itu dengan sebutan masa pertumbuhan, sastra Indonesia tahun 1998-sekarang (2000-an) disebut masa pembebasan. Gaya pengarang dalam menggambarkan karakter tokoh, baik karakter tokoh perempuan maupun karakter tokoh laki-laki akan berpengaruh pada kesan yang tersurat dan tersirat pada cerita. Cerita yang menarik akan membuat pembaca semakin penasaran dalam membaca karya sastra tersebut (novel). Para pembaca atau penikmat sastra khususnya novel diharapkan dapat memahami apa yang disampaikan pengarang dalam karya sastranya itu. Adanya kesamaan pemahaman antara pembaca dengan pengarang berarti sudah terjadi komunikasi di antara keduanya. Akan tetapi kenyataan itu sering terjadi sebaliknya. Pembaca tidak dapat memahami apa yang disampaikan pengarang, khususnya mengenai karakter tokoh perempuan. Padahal memahami tokoh itu merupakan salah satu hal yang penting ketika membaca sebuah karya sastra (novel). Karena di dalam karakter tokoh tersebut dapat diambil pembelajaran positif untuk pembaca. Misalnya, jika tokohnya berwatak baik maka pembaca dapat menirunya, dan sebaliknya jika tokohnya berwatak jahat atau pemalas maka pembaca dapat mengambil hikmah dari watak tersebut. Penelitian ini membantu para pembaca yang masih awam terhadap karya sastra (novel) untuk memahami karakter tokoh perempuan dan cara pengarang dalam menggambarkan karakter tokoh perempuan. Lebih dari itu, penelitian ini memberikan pengetahuan kepada para 202
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
pembaca bahwa gender pengarang turut berpengaruh terhadap penciptaan karakter tokoh perempuan, serta karya sastra memiliki periode-periode tertentu. Dari periode itu memiliki karakter tersendiri, seperti yang dijelaskan Yudiono (2007) di atas bahwa periode 20-an dinamakan masa pertumbuhan dan periode 2000-an dinamakan masa pembebasan. Atas dasar tersebut penulis memilih novel Sitti Nurbaya karya Marah Rusli dan Assalamualaikum Beijing karya Asma Nada. Alasan pemilihan kedua novel ini yaitu dilihat dari segi periode kedua novel ini memiliki periode yang jauh berbeda, antara periode 20-an dengan periode 2000-an. Dilihat dari gender pengarang, novel Sitti Nurbaya dikarang oleh laki-laki dan novel Assalamualaikum Beijing dikarang oleh perempuan. Selain itu, novel Sitti Nurbaya ini merupakan salah satu novel terpenting pada periode 20-an, dan ceritanya tak termakan zaman karena temanya tentang cinta. Selanjutnya novel Assalamualaikum Beijing merupakan novel terbaru yang dikarang oleh pengarang periode 2000-an yaitu Asma Nadia. Pengarang ini termasuk pengarang produktif. Tema yang disuguhkan dalam novel Assalamualaikum Beijing juga tentang cinta. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah (1) Bagaimanakah perbandingan penggambaran karakter tokoh perempuan pada novel Sitti Nurbaya karya Marah Rusli dan Assalamualaikum Beijing karya Asma Nadia berdasarkan periode?, dan (2) Bagaimanakah perbandingan penggambaran karakter tokoh perempuan pada novel Sitti Nurbaya karya Marah Rusli dan Assalamualaikum Beijing karya Asma Nadia berdasarkan gender pengarang? Kajian Pustaka 1. Cara Pengarang dalam Menggambarkan Karakter Tokoh Banyak cara dilakukan pengarang dalam menggambarkan karakter (watak) para tokoh yang diinginkannya. Setiap pengarang tentu memiliki cara tersendiri agar tokoh yang digambarkannya menarik perhatian pembaca. Sugiantomas (1998:48) membaginya menjadi tiga cara pengarang dalam melukiskan watak tokoh, yaitu dengan cara langsung atau analitik, dengan cara tak langsung atau dramatik, dan cara campuran analitik dan dramatik. Cara tak langsung atau dramatik dilakukan dengan: (1) menggambarkan isik tokoh; (2) menggambarkan tempat atau lingkungannya; (3) menggambarkan perbuatan atau tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu kejadian; (4) menggambarkan pikiran-pikiran tokoh; (5) menggambarkan melalui dialog tokoh. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2012:194) teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya – atau lengkapnya: pelukisan sifat, sikap, watak, tingkah laku, dan berbagai hal lain yang berhubungan dengan jati diri tokoh – dapat dapat dibedakan ke dalam dua cara atau teknik, yaitu teknik uraian (teeling) dan teknik ragaan (showing). Menurut Altenbernd dan Lewis (dalam Nurgiyantoro, 2012:194) teknik penjelasan, ekspositor (ekspository) dan teknik dramatik (dramatic). Menurut Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2012:194) teknik diskursif (discursive), dramatik, dan kontekstual. 2. Gender Pengarang Gender pengarang biasanya sangat memengaruhi cara menggambarkan karakter tokoh perempuan. Hal ini seperti yang diungkapkan Djajanegara (2003:19) bahwa wanita memiliki perasaan-perasaan yang sangat pribadi, seperti penderitaan, kekecewaan, atau rasa tidak aman yang hanya bisa diungkapkan secara tepat oleh wanita itu sendiri. Misalnya, bagaimana seorang laki-laki mampu menulis secara rinci rasa sakit, cemas, serta bahagia seorang perempuan menjelang –di waktu– dan setelah melahirkan bayi? Pengarang perempuan akan lebih mengena atau menyentuh ketika menggambarkan karakter tokoh perempuan tersebut. Karena secara tidak langsung biasanya ia menggambarkan karakter tokoh perempuan tersebut berdasarkan 203
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
apa yang ia rasakan sendiri. Sementara pengarang laki-laki, menggambarkan karakter tokoh perempuan berdasarkan apa yang pernah dilihatnya dari perempuan-perempuan yang pernah dikenalinya. Seperti yang telah dipaparkan di atas, laki-laki dalam melukiskan karakter tokoh perempuan berdasarkan apa yang dilihatnya. Laki-laki melihat perempuan berdasarkan budaya atau kebiasan yang sudah menjadi perbincangan umum. Seperti yang diungkapkan Wood (dalam Santrock, 2007:221) di sebagaian besar budaya di dunia, perempuan memiliki kekuasaan dan status yang lebih rendah dibandingkan laki-laki, dan perempuan juga memiliki kontrol yang lebih kecil terhadap sumber daya. Dibandingkan laki-laki, perempuan lebih banyak melakukan tugas-tugas rumah tangga, kurang banyak menggunakan waktunya untuk melakukan pekerjaan yang digaji, memperoleh penghasilan yang lebih rendah, dan kurang banyak yang terpilih menjadi wakil dalam jajaran yang tertinggi dari suatu organisasi. Pemaparan Wood ini sifatnya lebih dasar, melihat perempuan dari sudut pandang perbedaan dengan laki-laki dalam perannya pada lingkungan domestik dan publik. Sementara bagian yang lain seperti perasaan-perasaan yang dialami perempuan tidak dipaparkan. Padahal dalam menggambarkan karakter tokoh perempuan akan lebih tepat apabila sudut pandang dilihatnya kedua-duanya yaitu hal yang dilakukan perempuan dan hal yang dirasakan perempuan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa laki-laki dalam menggambarkan karakter tokoh perempuan lebih cenderung karakter tokoh perempuan itu lemah, lebih pantas bekerja pada lingkungan domestik, perempuan digambarkan memiliki status lebih rendah dari laki-laki, serta kurang aktif. Sementara perempuan dalam menggambarkan tokoh perempuan di antaranya lebih cenderung memunculkan kesetaraan gender (menggambarkan status perempuan sejajar dengan laki-laki), perempuan kuat atau tidak cengeng seperti yang digambarkan oleh laki-laki, perempuan pantas bekerja pada sektor publik, dan perempuan bersifat aktif. Metode Penelitian Pada penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif komparatif. Metode deskriptif komparatif adalah metode penelitian yang dapat digunakan untuk menggambarkan perbandingan (perbedaan dan persamaan) dua variabel (Heryadi, 2010:44). Hasil dan Pembahasan Novel Sitti Nurbaya karya Marah Rusli termasuk pada karya sastra periode 20-an, yang di dalamnya terdapat beberapa tokoh perempuan di antaranya Sitti Nurbaya, Sitti Maryam, Putri Rubiah, Rukiah, Sitti Alimah, dan Fatimah. Tokoh-tokoh perempuan ini memiliki karakter yang berbeda-beda. Cara pengarang dalam menggambarkan karakter tokoh perempuan tersebut pun tak sama. Selain itu, pengarang memiliki ciri khas tertentu di dalam menggambarkan tokoh perempuannya. Marah Rusli dalam novel Sitti Nurbaya menggambarkan karakter tokoh perempuannya dengan cara sebagai berikut: dengan cara langsung sebanyak 6 kutipan, dengan cara tidak langsung ada 66 kutipan, melalui gaya bahasa 2 kutipan, dan melalui sudut pandang 1 kutipan. Selain itu, novel Sitti Nurbaya memiliki ciri bergaya bahasa seragam yaitu masih terasa kemelayuannya, bersifat romantik sentimental, bersifat kedaerahan, bertema sosial, mengandung renungan religiusitas. Pada novel Assalamualikum Beijing, cara Asma Nadia menggambarkan karakter tokoh perempuan di antaranya dengan cara langsung digambarkan total 20 kutipan, dengan cara tidak langsung total 23 kutipan, melalui gaya bahasa total 3 kutipan, melalui sudut pandang total 1 kutipan. Perempuan digambarkan memiliki karakter kuat, lemah, bekerja pada lingkungan
204
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
domestik, bekerja pada lingkungan publik, memiliki status yang sejajar dengan laki-laki, dan aktif. Karakter yang paling dominan adalah karakter kuat. Simpulan Dilihat dari segi periode, cara pengarang dalam menggambarkan karakter tokoh perempuan pada novel Sitti Nurbaya karya Marah Rusli dan novel Assalamualaikum Beijing karya Asma Nadia antara pengarang periode 20-an (Marah Rusli) dengan pengarang periode 2000an (Asma Nadia) keduanya sama-sama menggunakan cara tidak langsung dan langsung. Yang lebih dominan menggunakan cara tidak langsung yaitu pengarang periode 20-an, sedangkan yang lebih dominan menggunakan cara langsung yaitu pengarang periode 2000-an. Cara pengarang dalam menggambarkan karakter tokoh perempuan pada novel Sitti Nurbaya karya Marah Rusli dan Assalamualaikum Beijing karya Asma Nadia antara pengarang laki-laki dengan pengarang perempuan keduanya sama-sama menggunakan cara tidak langsung dan langsung. Yang lebih dominan menggunakan cara tidak langsung adalah pengarang lakilaki, sedangkan yang lebih dominan menggunakan cara langsung adalah pengarang perempuan.
Daftar Pustaka Djajanegara, Soenarjati. 2003. Kritik Sastra Feminis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Yudiono K.S.. 2007. Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: Grasindo. Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Santrock, John W. 2007. Remaja. Jakarta: Erlangga. Sugiantomas, Aan. 1998. Kajian Prosa Fiksi. Kuningan: PBSI STKIP.
205