ZAKAT TANAMAN, TAMBAK UDANG DAN AYAM POTONG MENURUT PANDANGAN HUKUM ISLAM ZULKARNAIN, SH
Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1. Pengertian Zakat dan Dasar Hukum Zakat Zakat merupakan kewajiban bagi setiap umat Islam yang telah dewasa, sehat pikirannya, merdeka dan memiliki harta yang telah mencapai Nisabnya dengan kepemilikian yang sempurna yang secara konsekwen melaksanakan Rukun Islam yaitu Rukun yang ketiga setelah mengucapkan dua Kalimat Syahadat dan melaksanakan Sholat. Dalam Hukum Islam dikenal adanya Fungsi Sosial dari setiap haria benda setiap Umat Islam yang berarti di dalam setiap harta benda seorang Muslim masih terdapat hak orang lain yang harus dikeluarkan apabila cukup nisabnya dan dibayarkan apabila telah sampai jangka waktunya (Haul). Sehingga dengan telah dilaksanakannya Syariat Islam juga merupakan tindakan pencucian/pembersihan harta benda dari hak-hak orang lain yang membebaninya. Oleh karena itu ada yang mengartikan zakat sebagai sejumlah harta tertentu yang diberikan kepada orang yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat tertentu.1 Mazhab Maliki mengartikan zakat dengan mengeluarkan sebahagian yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah mencapai Nisab (batas kuantitas yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang yang berhak menerimanya (Mustahiqq) dengan catatan kepemilikan itu penuh dan mencapai Haul bukan barang tambang dan bukan pertanian.2 Mazhab Hanafi mendefenisikan zakat dengan menjadi sebahagian yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus yang ditentukan oleh Syarat karena Allah SWT.3 Zakat secara Etimologi adalah suci, tumbuh, dan berkah. Sedangkan secara Terminologi zakat adalah kadar harta tertentu yang diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan syarat tertentu.4 Begitu pentingnya zakat ini sehingga Al Quran menegaskan kewajiban zakat bersama dengan kewajiban shalat di delapan puluh dua tempat seperti ternyata di
1
2
3 4
Pahing Sembiring, SH, Sari Kuliah Islamologi, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 1977, hal. 278 DR Wasbah Al Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, Penerbit PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1995, hal. 1 Ibid. M. Ali Hasan, Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hal. 1
©2003 Digitized by USU digital library
1
dalam Surat Al Baqarah ayat 43 yang artinya "Dirikanlah Shalat dan tunaikan Zakat …” Selain itu kewajiban zakat juga dicantumkan pada beberapa Surat lainnya seperti: Surat At Taubah ayat 103 yang artinya "ambillah sedekah dari sebahagian haria benda mereka tlntuk membersihkan dan menyucikan mereka." Surat Al Baqarah ayat 267 yang artinya "hai orang-orang yang beriman nafkahlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu dengan sebaik-baiknya”. Apabila kita meneliti lebih lanjut ketentuan mengenai zakat ini, maka kita akan memperoleh pemahaman mengenai beberapa hikmat dari zakat yaitu: 1. Untuk membantu fakir miskin, anak-anak yatim piatu, guna memenuhi kebutuhannya sehari-hari sehingga rnereka dapat terbebas dari himpitan belenggu kemiskinan atau dengan perkataan lain meningkatkan kualitas hidup/kesejahteraan manusia. 2. Untuk membersihkan/menyucikan jiwa Muzakki (orang yang mengcluarkan zakat) dari sifat-sifat tercela seperti kikir, mementingkan diri sendiri (individualisme) dan sebagainya. 3. Untuk mencegah berputarnya harta kekayaan hanya di tangan orang-orang kaya saja, demi terwujudnya pemerataan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. 4. Guna memenuhi kepentingan umum, seperti jembatan, irigasi, dan untuk kepentingan agama, seperti masjid, mushala, dan sebagainya. 5. Untuk membersihkan harta benda dari segala kemungkinan bercampur dengan harta benda yang tidak 100% halal.5 2. Pihak-pihak yang Dapat Menerima Zakat dan Syarat Zakat Al Qur'an secara tegas telah mengemukakan pihak-pihak yang dapat menerima zakat di dalam Surat At Taubah ayat 60 yang artinya "sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualla! yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untukjalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah mahapengasih dan maha bijaksana." Dengan demikian di dalam Surat At Taubah ayat 60 tersebut diatur 8 (delapan) golongan orang-orang yang berhak untuk menerima zakat, yaitu: 1. Fakir 2. Miskin Pada umumnya para ulama sepakat bahwa fakir miskin adalah kelompok yang paling berhak menerima zakat untuk meringankan beban hidupnya dan menolong mereka agar dapat hidup mandiri dan mencukupi kebutuhan hidupnya. Menurut Yusuf Al Qardhawi, pengarang kitab Musykilatu Al Faqr Qa Kaifa alajaha al Islam, bahwa fakir miskin ada dua macam yaitu: a. Orang yang masih mampu bekerja/berusaha dan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi ia kekurangan modal berusaha/berkerja, mereka wajib diberikan zakat secukupnya sehingga mereka mampu mandiri. b. Orang yang tidak/belum mampu berkerja seperti orang yang sudah lanjut usia, anak yatim, janda, orang yang cacat fisik atau mentalnya, mereka ini harus diberi zakat secara teratur setiap bulan sampai akhir hayatnya atau sampai mereka mampu mandiri.6 5
6
Abbas Kararah, sebagaimana dikutip dari Prof. Drs. H. Masfuk Zuhdi, Masail Fiqiyah, PT Gunung Agung, Jakarta, 1994, hal. 242 Ibid, hal. 263
©2003 Digitized by USU digital library
2
3. Amil aitu orang-orang yang diangkat pemerintah yang bertugas untuk mengumpulkan zakat dan menyalurkannya kepada yang berhak menerimanya. 4. Muallaf yaitu orang-orang yang sedang mencari kebenaran dari suatu agama sedangkan ia tidak memiliki uang. 5. Hamba Allah yaitu orang-orang yang dalam keadaan diperbudak, ia diberikan zakat agar ia mampu membebaskan dirinya dan terlepas dari perbudakan. 6. Musyafir yaitu orang-orang yang sedang dalam perjalanan dan bukan untuk tujuan maksiat misalnya untuk menuntut ilmu, berdagang dan sebagainya. 7. Orang-orang yang Berhutang yaitu orang-orang yang sedang dalam perselisihan menyangkut soal hutang piutang, apabila perlu untuk mendamaikannya dipergunakan uang zakat. 8. Jalan Allah (Fisabillillah) Yaitu orang-orang yang sedang berperang untuk jalan Allah dengan sukarela dan tidak mendapatkan upah dari pemerintah termasuk orang-orang yang sedang melakukan kegiatan sosial/keagamaan misalnya mendirikan pesantren dan lainlain. Selain telah diatur pihak-pihak yang dapat menerima zakat, juga telah ditentukan syarat wajib dan syarat sahnya zakat, yaitu: 1. Syarat Wajib a. Merdeka yaitu zakat dikenakan kepada orang-orang yang bebas dan dapat bertindak bebas, menurut kesepakatan para ulama zakat tidak wajib atas hamba sahaya yang tidak mempunyai milik, tuannyalah yang mempunyai milik. b. Islam Menurut Ijma' zakat tidak wajib atas orang kafir karena zakat ini merupakan ibadah Mahdah yang suci sedangkan orang kafir bukan orang suci. c. Baliq dan Berakal Zakat tidak wajib diambil atas harta anak kecil dan orang-orang gila sebab keduanya tidak termasuk ke dalam ketentuan orang yang wajib rnengerjakan ibadah seperti sholat dan puasa. d. Harta yang dikeluarkan adalah harta yang wajib dizakati. Harta yang wajib dizakati disyaratkan produktif dan berkembang sebab salah satu makna zakat adalah berkembang dan produktifitas yang dihasilkan dari barang-barang yang produktif. e. Harta yang dizakati telah mencapai Nisab atau senilai dengannya, maksudnya ialah Nisab yang ditentukan oleh syara' sebagai pertanda kayanya seseorang dan kadar-kadar yang mewajibkannya berzakat. f. Harta yang dizakati adalah harta milik penuh. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa harta benda yang wajib dizakati adalah harta benda yang berada di tangan sendiri atau harta milik yang hak pengeluarannya berada di tangan seseorang atau harta yang dimiliki secara asli. g. Kepemilikan harta telah mencapai setahun atau telah mencapai Jangka waktu yang mewajibkan seseorang mengeluarkan zakat misal Masa panenan. 2. Syarat sahnya zakat Sedangkan syarat sahnya zakat adalah niat yang menyertai pelaksanaan zakat. 3. Benda-Benda yang Dapat Dikenakan Zakat
©2003 Digitized by USU digital library
3
Apabila mengkaji lebih lanjut ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Al Qur'an dan Sunah Nabi yang merupakan penjabaran Al Quran hanya disebutkan secara eksplisit 8 (delapan) jenis harta benda yang wajib dizakati beserta keterangan mengenai batas minimum harta yang wajib dizakati (Nisab dan jatuh tempo zakatnya) yakni: No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenis Harta Benda Emas Perak Hasil pertanian/perkebunan (beras, jagung, gandum, kurma, anggur) Barang perdagangan Hasil tambang Mata uang Barang temuan Binatang ternak : a. Unta
Nisabnya 93,6 grm 624 grm 750 kg 93,6 93,6 93,6 93,6
grm grm grm grm
5 ekor
Haul 1 thn 1 thn waktu panen 1 thn 1 thn 1 thn waktu ditemukan 1 thn
b.
Sapi/unta
30 ekor
1 thn
c.
Kambing
40 ekor
1 thn
Persentase 2,5 % 2,5 % 5 % dgn teknologi 10 % non teknologi 2,5 % 2,5 % 2,5 % 20 % 1 ekor kambing biasa umur 2 tahun lebih 1 ekor anak sapi/kerbau umur 2 tahun lebih 1 ekor kambing betina biasa umur 2 tahun lebih 1 ekor kambing betina domba umur 1 tahun lebih
Sumber : Buku Masail Fiqhiyah, karangan Prof. Drs. H. Masjfuk Zuhdi Tetapi ini tidak berarti bahwa selain ke delapan jenis barang tersebut di atas tidak wajib dizakati, misalnya mata liang, sertifikat, obligasi dan surat-surat berharga lainnya yang juga wajib dizakati dengan dalil Qiyas (analogical reasonin) yang diqiyaskan dengan emas dan perak, sebab pada hakekatnya mata uang tersebut adalah pengganti emas dan perak. Di samping zakat harta benda, adapula dikenal zakat terhadap penghasilan yang diperoleh oleh seseorang dari berbagai pekerjaannya, termasuk diantaranya seorang pegawai/karyawan dengan gaji yang diterimanya atau honorarium sebagai penghasilan yang diterima seseorang sebagai balas jasa karena rnelaksanakan pekerjaan di luar tugas pokok rnisalnya uang lembur. Untuk menentukan besarnya zakat atas gaji dan honorarium ini para ulama cendekiawan muslim mengqiyaskan kepada zakat perdagangan karena profesi yang dilaksanakannya hampir mirip dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pedagang yaitu sama-sama menjual. Kalau pedagang menjual barang dagangannya sedang pegawai/karyawan menjual jasa kepada orang lain yang sama-sama mengandung resiko kerugian. Di samping zakat harta dan zakat penghasilan adapula zakat lain yang diwajibkan atas setiap orang Islam baik pria/wanita, tua/muda, dan anak-anak sebagai upaya untuk menyempurnakan ibadah puasa dan menyambut hari raya yang besarnya 2,5 kg perorang berupa bahan makanan pokok dari masyarakat seternpat rnisalnya beras yang dapat diganti dengan uang yang nilainya diperkirakan sama dengan 2,5 kg beras tersebut. Namun tidak semua harta benda/kekayaan yang dimiliki oleh seseorang terkena zakat. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain: a. Batas zakat seperti rumah tempat tinggal beserta perabot-perabotnya, mobil pribadi dan peralatan kerja.
©2003 Digitized by USU digital library
4
b. Wajib dizakati harta bendanya saja seperti emas, perak apabila telah mencapai nisab dan haulnya. c. Wajib dizakati penghasilan dari harta bendanya saja seperti hasil dari tanah pertanian/perkebunan, dan sewa gedung. d. Wajib dizakati harta benda dan penghasilan yang ditimbulkan dari padanya seperti hasil dari peternakan sapi dan perdagangan. Mengenai barang temuan dan barang tambang masih terdapat polemik dari berbagai ulama mengenai pengenaan zakatnya, Mazhab Hanafi beranggapan bahwa barang tambang yang dikenakan ketentuan zakat adalah barang tambang yang merupakan barang padat yang mencair dan bisa dicetak dengan cara manaskannya dengan api misalnya emas, perak, besi, tembaga dan lain-lain sedangkan barang tambang yang merupakan barang tambang padat yang tidak mencair dan tidak bisa dicetak dengan cara memanaskan dengan api (kapur, batu bata, semua jenis bebatuan) dan barang tambang cair tidak padat misalnya minyak bumi dan aspal tidak wajib dikenakan zakat.7 Sedangkan Prof. Drs. H. Masfuk Zuhdi berpendapat bahwa untuk barangbarang temuan (rikaz) apapun jenis barangnya apakah berupa logam mulia, atau benda energi (BBM), apalagi benda purbakala tidak wajib dizakati karena itu dikuasai oleh negara dan tidak dikuasai oleh penemunya karena kepentingan umum dan negara harus terlebih dahulu diutamakan daripada kepentingan pribadi.8 Di samping masalah-masalah tersebut, ada pula beberapa masalah yang relatif baru antara lain: a. Perusahaan negara/badan usaha negara, pemerintah tidak wajib menzakati kekayaan dari perusahaan negara/Badan Usaha milik negara karena pemerintah bukan pemiliknya, namun pemerintah wajib mempergunakan sebagian hasil usahanya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat khususnya fakir miskin. b. Badan-badan pengelola wakaf tidak wajib menzakati basil dari tanah wakaf dan harta benda wakaf lainnya, karena harta wakaf tersebut sudah lepas dari tangan pemiliknya dan menjadi hak Allah. BAB II PERMASALAHAN Zakat memiliki peranan yang cukup penting bagi pemerataan kesejahteraan masyarakat, terutama untuk membantu fakir miskin dan anak-anak yatim, apalagi dengan didukung jumlah penduduk Indonesia yang telah mencapai 200.000.000,jiwa lebih dan sebahagian besar memeluk agama Islam, maka potensi zakat cukup layak untuk digali oleh pemerintah guna membantu program pengentasan kemiskinan, apalagi di tengah-tengah deraan badai krisis moneter yang cukup menambah beban hidup masyarakat. Untuk mengali potensi tersebut, tentunya dibutuhkan panduan yang jelas bagi masyarakat awam mengenai benda-benda yang dikenakan zakat, beserta batas minimum benda yang dapat dikenakan zakat (Nisab) serta jatuh tempo pembayaran zakat (Haul) serta persentase zakatnya. Al Quran dan Sunah Nabi hanya secara eksplisit menetapkan 8 (delapan) jenis harta benda yang dapat dikenakan zakat seperti yang telah dicantumkan pada bahagian yang telah lalu. Namun sesuai dengan perkembangan dinamika masyarakat dan bidang usaha yang dijalankannya, maka ada beberapa bidang usaha
7 8
DR. Wahbah Al-Zuhayly, Op.Cit., hal. 148 Prof. Drs. H. Masjfuk Zuhi, Op. Cit., hal. 229
©2003 Digitized by USU digital library
5
yang belum jelas pengaturannya seperti misalnya zakat tanaman, tambak udang, ayam potong yang akan ditinjau lebih lanjut dalam karya tulis ini. Oleh karena itu penulis berketetapan hati untuk mengajukan permasalahan yang berkaitan dengan topik pembahasan yaitu: - Bagaimanakah penetapan zakat tanaman, tambak udang, dan ayam potong yang belum jelas nisab, haul dan persentase zakatnya. BAB III ZAKAT TANAMAN, TAMBAK UDANG, AYAM POTONG MENURUT HUKUM ISLAM Gerak dinamika masyarakat berkembang begitu pesatnya, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menghantarkan manusia kepada kehidupan modern yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Kalau pada mulanya manusia menjalankan bidang usaha yang pada proses akhir akan menghasilkan produk berupa barang misalnya pertanian, pertukangan kayu dan sebagainya, maka sekarang telah bergeser kepada bidang-bidang usaha yang menawarkan jasa/tenaga kepada orang lain, misalnya pedagang yang menjadi perantara antara penjual dan pembeli, guru, notaris, pegawai, karyawan yang selain mengandalkan tenaga sebagai jasa yang ditawarkan, juga pemikiran. Oleh karena itu konsep zakat yang telah ditetapkan dalam Al Qur'an serta Sunah Nabi mengenai benda-benda yang dapat dikenakan zakat, Nisab, Haul, dan persentasenya menjadi kurang pengaturannya, karena akan ditemukan berbagai bidang kehidupan masyarakat yang dapat dikenakan zakat menjadi tidak jelas persentase yang harus dibayarkan, Nisab, dan Haul yang dapat dikenakan zakat. Untuk karya ilmiah ini penulis akan membahas zakat tanaman, dan tambak udang, serta ayam potong menurut pandangan hukum Islam. Dan untuk menjamin sistematika penulisan maka pembahasan akan dilaksanakan bidang perbidang yang dimulai dari zakat tanaman. 1. Zakat Tanaman Indonesia dikenal sebagai bangsa yang sebagian besar bidang kehidupan masyarakatnya masih mengandalkan dirinya kepada sektor pertanian yang menghasilkan bahan makanan kebutuhan pokok masyarakat (beras) serta sayur mayur. Atau berbagai bidang usaha yang membutuhkan tanah sebagi modal yang permanen sifatnya seperti usaha peternakan yang membutuhkan lapanganlapangan pengembalaan, usaha perikanan yang membutuhkan tanah untuk membuat tambak-tambak dan lain-lain sebagainya. Para ulama telah sepakat untuk mewajibkan zakat atas hasil bumi berupa tanam-tanaman dan buah-buahan yang sudah mencapai nisabnya yaitu 750 kg. Pada setiap kali masa panenan berdasarkan Surat Al Baqarah ayat 267 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah sebagian dari hasil usahamu yang sebaik-baiknya dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk mu.” Surat Al-An' am ayat 141 yang berbunyi: "Dan dialah yang menjadi kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak menftmjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun, delima yang serupa dan tidak sama (rasanya), makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila berbuah dan tunaikanlah haknya (zakat) pada hari memetik hasilnya, " Kedua ayat ini menunjukkan bahwa semua hasil bumi wajib dizakati tanpa terkecuali termasuk hasil yang dikenai pajak seperti tanaman keras, cengkeh,
©2003 Digitized by USU digital library
6
tanaman hias, semua jenis tanam-tanaman, buah-buahan dan sayur-sayuran sesuai dengan masa panenannya, yang pada akhir-akhir ini dengan ditemukannya bibit unggul dan pengairan yang baik bisa dilakukan dua kali setahun bahkan lebih untuk tanaman yang lain.9 Pendapat ini ternyata juga dianut oleh Majelis Ulama Indonesia yang menetapkan zakat atas tanaman hias, buah-buahan, dan sayur-sayuran. Namun tanaman buah-buahan, tamaman hias dan sayur-sayuran tersebut di atas dapat digolongkan kepada tanaman pertanian yang kadar zakatnya ditetapkan 5% jika airnya sulit clan 10% jika airnya mudah diperoleh dengan Nisabnya senilai 1350 kg gabah atau 750 kg beras. Untuk tanaman-tanaman tertentu yang dijadikan sebagai komoditi perdagangan misalnya cengkeh, tebu, kopi dan lain-lain maka sudah tentu akan dikeluarkan zakatnya pula yang besarnya 2,5% per tahun dan Nisabnya ditetapkan senilai 94 gram emas murni. Dengan demikian untuk tanaman perkebunan tidak dikenakan zakat untuk pertanian tetapi zakat perdagangan dengan alas an tanaman tersebut sengaja ditanam untuk sebagai komoditi perdagangan.10 2. Zakat Tambak Udang Pada mulanya untuk usaha perikanan ini kebanyakan mengandalkan kepada hasil-hasil yang diperoleh dari alam seperti dari laut, sungai, maupun danau, yang kesemuanya digantungkan kepada kemurahan alam. Namun dengan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknolgoi sekarang orang berfikir untuk melakukan budi daya perikanan dengan membuat kolam maupun tambak dengan mempergunakan teknologi modern. Untuk budidaya tambak udang ini juga termasuk ke dalam bidang usaha yang dapat dikenakan zakat, namun Al Qur'an dan Hadist Nabi tidak memuat pengaturannya secara jelas. Oleh karena itulah kita bisa mencari hukumnya melalui metode Ijtihad seperti Qiyas, Maslahah, Mursalah, Istihsan dan sebagainya. Zakat untuk tambak udang ini tampaknya lebih dekat dikiaskan dengan usaha perdagangan dibandingkan dengan usaha peternakan. Oleh karena komoditi udang ini memang ditujukan untuk sebagai komoditi perdagangan yang berpeluang eksport dengan mempergunakan teknologi modern. Oleh karena itu zakat tambak udang ini dikenakan zakat yang sama seperti usaha pertanian, perkebunan yaitu nisabnya senilai 94 gram emas murni dengan kadar zakat 2,5% setiap kali masa panenan. Namun ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa bagi usaha yang bersifat tetap modal usahanya seperti industri, dengan pabrik dan mesinmesinnya, pertanian dengan tanahnya. pertambakan dengan kolam-kolamnya, dikenakan zakat seperti zakat pertanian dengan perairan teknis yaitu 5% setiap kali panen/menghasilkan, tetapi dengan adanya ketetapan zakat di dalam tabel zakat rumusan MUI Pusat maka pertentangan mengenai besarnya Nisab dan kadar zakatnya dapat diselesaikan. 3. Zakat Ayam Potong Seperti halnya tambak udang, peternakan ayam potong ini juga tidak ditentukan secara jelas di dalam Al Qur'an maupun Hadis Nabi, oleh karena itu dipergunakan Metode Ijtihad berupaya Qiyas di dalam menentukan Nisab dan kadar zakatnya. 9
M. Ali Hasan, OP. Cit., hal. 7 Prof. Drs. H. Masjfuk Zuhdi, Op. Cit., hal. 218
10
©2003 Digitized by USU digital library
7
Majelis Ulama Indonesia berpendapat bahwa peternakan ayam potong ini lebih dekat diqiyaskan kepada kelompok perusahaan/perdagangan. Karena memang apabila kita lihat dari tujuan pengadaan peternakan ayam potong tersebut ditujukan sebagai komoditi perdagangan/diperjualbelikan. Kemudian pada umumnya hewan yang digolongkan kepada binatang ternak memiliki ciri fisik yang besar-besar seperti halnya unta, lembu, sapi clan kambing yang berlainan dengan ayam potong yang memiliki ciri fisik kecil-kecil. Oleh sebab itulah ayam potong tidak dinilai dengan zakat dengan jumlah tertentu (misalnya sapi wajib dizakati apabila telah sampai nisabnya 30 ekor, kambing, biri-biri, domba wajib dizakati apabila telah telah sampai nisabnya 40 -120 ekor) akan tetapi nisab ayam potong dinilai dengan senilai 94 gram emas murni dengan kadar zakat 2,5% pertahun. Ketentuan untuk ayam potong ini juga merupakan terobosan baru terhadap ketentuan mengenai persyaratan wajib zakat binatang ternak. Karena untuk binatang ternak disyarakat bahwa binatang ternak tersebut mencari makanannya sendiri dan tidak disediakan oleh pemiliknya, kecuali apabila binatang ternak tersebut ditujukan untuk komoditi perdagangan maka ia akan dikenakan ketentuan zakat perdagangan.11 Dengan mempertimbangkan pendapat tersebut di atas, maka untuk peternakan ayam potong tidak dimasukkan ke dalam golongan binatang ternak, akan tetapi dimasukkan ke dalam golongan komoditi perdagangan dengan kewajiban zakatnya dinilai berdasarkan 94 gram emas murni dan dibayarkan 1 tahun sekali. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Setelah kita membahas beberapa materi yang berkaitan dengan zakat khususnya zakat terhadap tanaman, zakat Tambak Udang dan Zakat Ayam Potong, maka kita sampailah kepada beberapa kesimpulan, yaitu: a. Zakat dapat diartikan sebagai sejumlah harta tertentu yang dikeluarkan dari sejumlah harta tertentu yang telah sampai Nisabnya clan jangka waktu pembayarannya (Haul) dengan persentase zakat tertentu, yang diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. b. Ketentuan dari harta benda yang dikenai zakat dalam Al Qur'an maupun Hadis Nabi tidak menyentuh bidang-bidang kehidupan masyarakat modern yang telah mengalami kemajuan dengan pesat sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, oleh sebab itu metode Ijtihad seperti Qiyas, Maslahah, Mursalah, Istihsan dan sebagainya sangat diperlukan dalam mengantisipasi perkembangan tersebut. c. Penetapan Majelis Ulama Indonesia tentang harta benda yang dapat dikenakan zakat sangat membantu dalam hal penetapan harta benda yang pada mulanya tidak jelas pengaturannya seperti halnya zakat terhadap tanaman, zakat tambak udang, zakat ayam potong. d. Untuk komoditi yang ditujukan untuk komoditi perdagangan seperti tanaman perkebunan (kopi, tembakau, tebu dan lain-lain), hewan ternak (ayam potong, kelinci dan sebagainya) dan usaha pertambakan/perikanan (tambak udang) yang mempergunakan teknologi modern dan modan yang bersifat permanen dikenakan zakat perdagangan yang dinilai dengan 94 gram emas murni,
11
DR. Wahbah Al-Zuhayly, Op. Cit., hal. 226-227
©2003 Digitized by USU digital library
8
dengan persentase zakatnya 2,5% dan dibayarkan dalam jangka waktu 1 tahun sekali. 2. Saran Dalam rangka meningkatkan keberadaan lembaga zakat dalam meningkatkan kesejahteraan umat Islam, maka dapatlah diajukan beberapa saran sebagai berikut: a. Hendaklah zakat dipergunakan dengan sebenar-benarnya untuk meningkatkan kesejahteraan umat Islam dengan menyalurkan zakat kepada orang yang benar-benar berhak untuk menerimanya dan membantu pengusaha kecil yang kekurangan modal untuk memperluas usahanya. b. Kepada pemerintah sebagai salah satu instansi yang mengelola zakat melalui BAZIS (Badan Amil Zakat Infaq dan Sadakah) untuk selalu mempertimbangkan pembebasan pengenaan pajak terhadap harta benda/penghasilan yang terkena zakat, sehingga umat Islam tidak memikul beban yang terlalu berat dalam membayar pajak dan zakat, sehingga umat Islam akan lebih bergairah lagi dalam menunaikan zakat. c. Perlu diadakan sosialisasi penetapan zakat yang telah ditentukan oleh Majelis Ulama Indonesia Pusat sehingga masyarakat awam dapat terketuk hatinya untuk menunaikan zakat sebagai salah satu syariat Islam. DAFTAR KEPUSTAKAAN Ali Hasan, Muhammad, Zakat, Pajak, Asuransi, dan Lembaga Keuangan PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996. Daud Ali, Muhammad, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf, Penerbit Universitas Indonesia (VI Press), Jakarta, 1988. Hasbi Ash Shiddieqy, Muhammad Tengku, Hukum-hukum Fiqh Islam, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang, 1997. H. Masjfuk Zuhi, Drs., Prof., Islamologi, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 1977. Wahbah Al-Zuhayly, Dr., Zakat Kajian Berbagai Mazhab, Penerbit PT Rejama Rosdakarya, Bandung, 1995.
©2003 Digitized by USU digital library
9