PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK – PAIR – SHARE PADA SISWA KELAS XI SEKOLAH MENENGAH ATAS LUAR BIASA (SMALB) KARYA MULIA SURABAYA DALAM MEMPELAJARI IPA POKOK BAHASAN UNSUR, SENYAWA DAN CAMPURAN.
Yuniarto Suwardi,Dian Novita,Sri Poedjiastoeti Jurusan Kimia,FMIPA,Universitas Negeri Surabaya ABSTRAK Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus sering kurang mendapatkan perhatian yang besar dari pihak pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun dari pihak masyarakat. Salah satu pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus adalah pendidikan untuk anak tuli pendengaran atau tunarungu. Agar tidak terjadi diskriminasi yang besar, maka peneliti memberikan inovasi baru dengan melakukan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think – Pair – Share pada siswa kelas XI Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) Karya Mulia Surabaya dalam mempelajari IPA pokok bahasan unsur, senyawa dan campuran. Adapun tujuan penelitian adalah mengetahui kemampuan guru dalam mengelola model pembelajaran kooperatif tipe Think – Pair – Share (TPS) dan ketuntasan belajar siswa kelas XI Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) Karya Mulia Surabaya dalam mempelajari IPA pokok bahasan unsur, senyawa dan campuran. Waktu penelitian bulan Juni 2007. Penelitian ini bersifat deskriptif dan desain penelitian menggunakan PTK (Penelitian Tindakan Kelas) dengan 3 kali siklus putaran. Jumlah sampel penelitian sebanyak 17 siswa yang terbagi menjadi dua kelas yaitu kelas A sebanyak 8 siswa dan kelas B sebanyak 9 siswa. Dari hasil penelitian didapatkan data sebagai berikut: pengelolaan model pembelajaran kooperatif tipe Think – Pair – Share secara keseluruhan pada putaran I dengan penilaian 2,95 (Baik), putaran II dengan penilaian 3,00 (Baik) dan putaran III 3,29 (Baik sekali). Sedangkan ketuntasan belajar siswa kelas XI SMALB Karya Mulia secara klasikal putaran I 94,40 %, putaran II 100 % dan putaran III 94,40 %. Kata kunci : SMALB – B, Kooperatif Tipe Think – Pair – Share, IPA.
I. Pendahuluan Setiap masyarakat Indonesia memperoleh pelayanan pendidikan yang bermutu oleh pemerintah dan bisa menikmati untuk belajar di sekolah, luar sekolah serta dapat menambah ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini tertuang di dalam UU nomor 20 tahun 2003 pasal 11 ayat 1 yaitu Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya
275
pendidikan yang bermutu bagi setiap warga Indonesia tanpa ada diskriminasi. Dari hasil wawancara peneliti dengan pihak guru mengajar IPA dan juga kepala sekolah di SMALB Karya Mulia Surabaya mengalami banyak kesulitan dalam mengajarkan materi IPA misalnya keterbatasan pengetahuan guru akan materi ilmu IPA khususnya Kimia, metode pembelajaran guru yang cenderung hanya berceramah tanpa ada dibuktikan secara langsung terhadap obyeknya. media pembelajaran IPA kurang tersedia, laboraturium IPA yang meliputi Fisika, Biologi dan Kimia kurang tersedia dan faktor dari guru pengajar yang kurang mendapatkan pelatihan dari pemerintah mengenai materi IPA khususnya Kimia. faktor – factor tersebut merupakan suatu kendala yang harus segera ditangani. Apabila tidak segera ditangani, maka akan timbul beberapa masalah lagi yang lebih kompleks. tujuan dari kurikulum IPA SMALB tuna rungu diantaranya siswa SMALB tuna rungu dapat mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan, dan memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk kehidupan di masyarakat. (Depdiknas, 2004) Temuan penelitian oleh Siti Masitoh dalam disertasinya menyebutkan bahwa pembelajaran Kooperatif tipe STAD (Students Team Achievement Division) dengan media visual pada siswa SMPLB tuna rungu kelas 2 dan 3 untuk mata pelajaran Geografi dapat meningkatkan hasil ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus. Peningkatan ini didukung oleh sikap kreatifitas guru dalam menyajikan informasi dan membuat media pembelajaran kepada siswa didik. Dengan demikian, diperlukan suatu inovasi baru terhadap penerapan pembelajaran IPA di SMALB Karya Mulia Surabaya. Peneliti tertarik untuk mengambil penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think – Pair – Share Pada Siswa Kelas XI Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) Karya Mulia Surabaya Dalam Mempelajari IPA Pokok Bahasan Unsur, Senyawa Dan Campuran “. Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran di kelas pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think – Pair – Share (TPS) pada materi IPA pokok bahasan unsur, senyawa dan campuran siswa kelas XI Sekolah Mengengah Atas Luar Biasa (SMALB) Karya Mulia Surabaya dan ketuntasan belajar siswa kelas XI Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) Karya Mulia Surabaya terhadap materi IPA pokok bahasan unsur, senyawa dan campuran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think – Pair – Share (TPS). II. Kaiian Pustaka Pembelajaran IPA di SMALB menekankan pada pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan,teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada
276
pengalaman belajar untuk meranang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi pekerja ilmiah secara bijaksana. (Depdiknas, 2004). Di dalam kurikulum IPA 2004 materi Fisika, Biologi dan Kimia tidak dispesifikasikan menjadi satu, akan tetapi tercakup menjadi satu. Pembelajaran IPA seharusnya dilakukan secara inkuiri ilmiah (Scientific inquiry) yang mempunyai tujuan menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja dan bersikap imiah serta dapat mengkomunikasikan sebagai aspek penting dalam mengembangkan kecakapan hidup. Untuk mencapai hal tersebut, maka pembelajaran IPA di SMALB jurusan tunarungu menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Pengertian tunarungu atau dalam bahasa asingnya “Hearing impairment” yang meliputi The Deaf (Tuli) dan Hard of Hearing (Kurang Dengar), diantaranya menurut Daniel F. Hallahan dan James H. Kuffmann (1991) : “ Hearing impairment, Ageneric term indicating a hearing disability that may range in severity from mild to profound it includes the substs of deaf and hard of hearing. A deaf person in one whose hearing disability precludes successful processing of liguistic information trough audition, with or without a hearing aid. A hard of hearing is one who generally with use of hearing aid, has residual hearing sufficient to enable successful processing of linguistic information through audition.” Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa tuna rungu adalah suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar, meliputi kesulitan mendengar dari ringan sampai ke berat, digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar. Pada umumnya anak tunarungu dalam perkembangan kognitifnya tidak jauh beda pada anak yang normal, akan tetapi anak tunarungu dalam perkembangan kognitifnya dihambat oleh tingkat kemampuan bicara, berbahasa, keterbatasan informasi, dan daya abstraksi anak. Kerendahan tingkat intelegensi anak tunarungu tidak dipengaruhi oleh hambatan intelektual yang rendah melainkan secara umum karena intelegensi tidak mendapat kesempatan untuk berkembang. Menurut Cruiskshank yang dikutip oleh Yuke R. Siregar (1986, 6) mengemukakan anak – anak tunarungu sering memperlihatkan keterlambatan dalam belajar dan kadang – kadang tampak terbelakang. Menurut Fruth yang dikutip oleh Sri Moerdani (1987, 3) mengemukakan bahwa anak tunarungu menunjukkan kelemahan dalam memahami konsep berlawanan. Sedangkan konsep berlawanan bergantung dari pengalaman bahasa, sebagai contoh kata Panas dan dingin, Asam dan Basa, dll. Pada pembelajaran kooperatif terdapat 4 (empat) pendekatan antara lain: Students Team Achievement Division (STAD), Jigsaw, Investigasi Kelompok dan pendekatan structural. Pendekatan struktural dalam pembelajaran kooperatif telah dikembanghkan oleh Speancer Kagem (dalam Nur,dkk.2000:25) akan tetapi terdapat perbedaan dan persamaan dalam pendekatan yang lain. Strategi model pembelajaran kooperatif tipe Think – Pair – Share dalam pembelajaran memiliki tiga tahap yaitu : Tahap I : Thinking (berpikir) : Guru mengajukan pertanyaan atau isi materi pelajaran
277
dengan menuliskan pada papan tulis atau komunikasi total siswa tunarungu. Kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isi tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. Tahap II : Pairing (Berpasangan). Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan pertanyaan dari guru. Interaksi anatar siswa tuna rungu lewat komunikasi totalnya diharapkan dapat menunjukkan interaksi keja sama dalam kelompok untuk memikirkan jawaban dari pertanyaan Tahap III Sharing (berbagi) : Guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas dari hasil diskusinya. Adapun kelebihan model pembelajaran koperatif tipe Think – Pair – Share dalah sebagai berikut : a). Siswa tunarungu dapat memecahkan masalah dengan komunikasi yang meraka lakukan dan dapat menemukan konsep yang telah telah dikembangkan lewat interaksi sesama siswa tunarungu, b). Meningkatkan keterampilan berpikir siswa tunarungu secara individu maupun secara kelompok, c). Meningkatkan kerja sama antar siswa tunarungu pada saat mereka mencari jawaban atau pada saat mereka melakukan presentasi di depan kelas. Proses belajar mengajar pada materi sains atau IPA khususnya Kimia, haruslah siswa tidak lepas dari lingkup hakekat belajar ilmu sains (IPA). Belajar dengan lingkup sains, maka sistem belajarnya tidak sekedar memperoleh informasi sains yang meliputi fakta, konsep, prinsip, hukum dalam wujud pengetahuan deklaratif (deklaratif knowledge). Akan tetapi belajar sains juga belajar tentang cara memperoleh informasi sains, cara sains dan teknologi (terapan sains) bekerja dalam wujud “ pengetahuan “ prosedural (Procedural knowledge). Belajar sains difokuskan pada kegiatan penemuan informasi melalui kegiatan mengamati, mengukur, mengajukan pertanyaan, mengelompokkan, memecahkan masalah dan memperjelas pemahaman. (Depdikanas, 2002). III. Metode Penelitian A. Sasaran Penelitian Sasaran penelitian adalah siswa kelas XI SMALB Karya Mulia Surabaya dengan jumlah 15 siswa yang terbagi menjadi dua kelas yaitu kelas A dan B. Kelas A dengan jumlah siswa 7 siswa dan kelas B dengan jumlah siswa 8 siswa. Kelas A dan kelas B terbagi secara heterogen artinya kelas A dan B terdapat tuna rungu dengan ringan, sedang atau berat. Selain itu dari segi kognitifnya terbagi secara merata. Materi yang diambil yaitu materi pokok bahasan Unsur, Senyawa dan Campuran semester I. Hal ini pada kurikulum kelas XI yang terkandung materi kimia hanya pada semester I. Sedangkan peneliti bertindak sebagai guru pengajar Kimia kelas tersebut selama penelitian. B. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan di SMALB Karya Mulia Surabaya pada kelas XI. Waktu penelitian pada Bulan Maret 2007. C. Rancangan Penelitian
278
Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK merupakan jenis penelitian yang menawarkan pendekatan dan prosedur baru yang menjanjikan dampak langsung dalam bentuk perbaikan dan peningkatan motivasi serta ketuntasan belajar siswa serta perbaikan dan peningkatan mutu dari profesionalisme guru dalam mengelola proses belajar mengajar di kelas. Penelitian ini dilakukan dengan 3 siklus putaran. Tahapan dari penelitian ini adalah rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi dan revisi. D. Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian Perangkat Pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah silabus, rencana pembelajaran, lembar kerja siswa dan buku siswa. Sedangkan instrumen penelitian yang digunakan lembar pengamatan pengelolaan model pembelajaran kooperatif tipe Think – Pair – Share dan ketuntasan belajar siswa. E. Teknik Analisis Data 1. Analisis lembar pengelolaan pembelajaran Kemampuan guru dalam mengelola kelas selama proses kegiatan belajar mengajar dianalis dengan menggunakan kriteria: 1. Tidak baik, 2. Kurang baik, 3. Baik, 4. Baik Sekali 2. Analisis Ketuntasan siswa a. Ketuntasan Individu : Jumlah jawaban benar Daya serap = x 100 % Jumlah Soal Keterangan : Siswa secara individu dianggap tuntas belajar bila daya serap mencapai 60 % b. Ketuntasan Klasikal Ketuntasan Kelas Jumlah siswa yang menjawab benar Daya serap = x 100 % Jumlah siswa Keterangan : Siswa secara kelompok (kelas) dianggap tuntas belajar bila ketuntasan mencapai 75 %. IV. Analisis Data & Pembahasan A. Pengelolaan Model pembelajaran Kooperatif Tipe Think – Pair - Share Pengelolaan pembelajaran dengan model Think – Pair – Share mengalami peningkatan yang cukup baik. Guru pada tiap siklus putaran berusaha melakukan refleksi dan revisi pada tahap proses pembelajarannya. Pengelolaan pembelajaran yang dilaksanakan guru diamati oleh 2 orang pengamat yang berasal dari guru SMALB Karya Mulia Surabaya. Proses pengelolaan pembelajaran guru meliputi tahap persiapan. Pendahuluan,
279
kegiatan inti, penutup dan pengelolaan terhadap suasana kelas. Proses pengelolaan pembelajaran pada saat menyajikan pengetahuan demonstrasi dan informasi materi guru menggunakan bantuan media visual macromedia flash. Media visual yang diterapkan guru mampu meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi dan peningkatan dalam pengelolaan pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran yang diterapkan guru juga mampu melatih siswa dalam keterampilan berkomunikasi, bertukar pikiran. Berikut tabel 4.1 mengenai pengelolaan pembelajaran kooperatif tipe Think – Pair – Share : Pengelolaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think - Pair - Share 3,9 3,6
Nilai Pengelolaan
3,3 3 2,7 2,4 2,1 1,8 1,5 1,2 0,9 0,6 0,3 0 1
2
3
Putaran
Grafik Batang 4.1 : Pengelolaan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think – Pair – Share Tiap Putaran Siklus. Pada putaran I kelas A mendapatkan penilain pengelolaan pembelajaran kooperatif tipe Think – Pair – Share dengan penilaian 2,95 (baik) dan kelas B 2,95 (baik) sedangkan putaran II kelas A 2,97 (baik) dan kelas B 3,03 (baik). Putaran III kelas A 3,32 (baik sekali) dan kelas B 3,26 (baik sekali). Kemudian nilai tersebut diambil rata – rata penilaian dan didapatkan penilaian pengelolaan model pembelajaran kooperatif tipe Think – Pair – Share putaran I 2,95 (baik), putaran II 3,00 (baik) dan putaran III 3,29 (baik sekali). Rata – rata penilaian pengelolaan model pembelajaran dapat di lihat pada tabel grafik 4.1. Proses pengelolaan pembelajaran yang dilaksanakan mengalami peningkatan pada tiap siklus putaran. Akan tetapi kenaikan penilaian tersebut tidak terlalu tinggi. Proses pembelajaran dapat dikatakan mengalami baik apabila mengalami peningkatan dalam proses pembalajaran pada tiap putaran. Selama proses pembelajaran putaran I, II, dan III guru mampu mengelola pembelajaran dengan model Think – Pair – Share pada siswa kelas XI SMALB karya mulia.
280
B. Ketuntasan Belajar Siswa Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil ketuntasan belajar siswa yang cukup meningkat. Siswa banyak mencapai standart ketuntasan belajar baik secara pribadi maupun secara klasikal. Standar ketuntasan belajar secara individu 60 dan ketuntasan belajar secara klasikal 75 %. Pada putaran I, terdapat satu siswa kelas B yang tidak tuntas dengan nilai 40. Hal ini dikarenakan tingkat kognitif siswa masih cukup rendah. Pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru masih kurang. Siswa pada pra siklus tidak masuk sehingga pada putaran I siswa masih beradaptasi dengan memahami maksud penyampaian materi. Kemudian pada putaran III terdapat 1 siswa kelas B yang tidak tuntas dengan nilai 50. Guru mengamati hasil post test siswa tersebut. Siswa mengalami keterbatasan dalam memahami maksud soal yang diverbalisasikan pada putaran III. Pemahaman verbal yang dimaksud adalah merumuskan pengertian, manarik kesimpulan dari pengidentifikasian yang dilakukan siswa. Keterbatasan memahami kalimat verbal tidak terjadi semua pada siswa, akan tetapi hanya sebagian kecil. Pada dasarnya siswa tunarungu memiliki kemampuan yang terbatas pada kalimat soal verbal. Siswa tunarungu memiliki keterbatasan dalam bahasa. Aspek ini akan berpengaruh pada faktor intelegensi siswa. Menurut Permanarian & tati kemampuan prestasi siswa tunarungu dalam kognitif akan seimbang dengan siswa normal apabila bahasa soal atau materi yang disampaikan tidak diverbalisasikan. Dalam penelitian, guru menemukan kesesuaian dengan penjelasan Permanarian & tati. Soal – soal post test dalam bentuk verbal yang dibuat oleh guru memiliki kesukaran pada siswa dan terdapat siswa yang tidak tuntas. Akan tetapi terdapat siswa yang tuntas pada kalimat soal yang diverbalisasikan. Penerapan model Think – Pair – Share dapat meningkatkan tingkat kognitif siswa tunarungu dalam pembelajaran IPA. Hal ini dapat di lihat pada nilai standar ketuntasan belajar siswa secara klasikal yang telah memenuhi standar ketuntasan klasikal. Secara klasikal ketuntasan belajar pada setiap putaran dapat dilihat pada grafik batang di bawah ini :
281
Ketuntasan Belajar siswa Secara Klasikal 100 90 80
N ilai Pros en ta se
70 60 50 40 30 20 10 0 1
2
3
Putaran
Grafik Batang 4.2 : Rata – rata Ketuntasan Siswa Secara Klasikal Pada Tiap Siklus Putaran. Dari grafik batang 4.2 merupakan penilaian rata – rata ketuntasan siswa secara klasikal pada tiap siklus putaran. Ketuntasan belajar secara klasikal siswa kelas A putaran I 100 %, putaran II masih tetap penilaiannya 100 % dan pada putaran III juga mengalami tetap pada ketuntasan belajarnya 100 %. Sedangkan pada kelas B ketuntasan belajar siswa putaran I 88,80 %, putaran II mengalami peningkatan menjadi 100 % dan pada putaran III mengalami penurunan menjadi 88,80 %. Kemudian rata – rata ketuntasan belajar siswa secara klasikal putaran I 94,40 %, putaran II 100 % dan putaran III 94,40 %. Ketuntasan belajar seluruhnya secara klasikal telah mencapai ketuntasan belajar. V. Simpulan Dan Saran A. Simpulan Dari hasil penelitian Penerepan Model Think – Pair – Share pada pokok bahasan unusr, senyawa dan Campuran yang dilaksanakan pada tanggal 22 - 26 Juni 2007 diperoleh kesimpulan sebagai berikut 1. Pada putaran I kelas A mendapatkan penilaian pengelolaan pembelajaran kooperatif tipe Think – Pair – Share dengan penilaian 2,95 (baik) dan kelas B 2,95 (baik) sedangkan putaran II kelas A 2,97 (baik) dan kelas B 3,03 (baik). Putaran III kelas A 3,32 (baik sekali) dan kelas B 3,26 (baik
282
sekali) sedangkan rata – rata penilaian putaran I 2,95 (baik), putaran II 3,00 (baik) dan putaran III 3,29 (baik sekali). Pengelolaan pembelajaran yang diterapkan guru juga mampu melatih siswa dalam keterampilan berkomunikasi, bertukar pikiran dan meningkatkan nilai ketuntasan belajar siswa. 2. Ketuntasan belajar secara klasikal siswa kelas A putaran I 100 %, putaran II masih tetap penilaiannya 100 % dan pada putaran III juga mengalami tetap pada ketuntasan belajarnya 100 %. Sedangkan pada kelas B ketuntasan belajar siswa putaran I 88,80 %, putaran II mengalami peningkatan menjadi 100 % dan pada putaran III mengalami penurunan menjadi 88,80 % sedangkan rata – rata nilai ketuntasan belajar siswa secara klasikal putaran I 94,40 %, putaran II 100 % dan putaran III 94,40 %. Penerapan model Think – Pair – Share dapat meningkatkan tingkat kognitif dan hasil belajar siswa tunarungu dalam mempelajari materi IPA. B. Saran 1. Proses pembelajaran Think – Pair – Share dapat diterapkan dalam proses pembelajaran IPA pada siswa tunarungu. Proses pembelajaran yang diterapkan harus dibantu dengan penyediaan media visual sehingga siswa tunarungu dapat menangkap materi dari guru dengan mudah dan dapat meningkatkan ketuntasan belajar siswa. 2. Guru dalam penyampaian proses pembelajaran sebaik mungkin dapat menggunakan bahasa oral yang dapat dimengerti siswa pada saat menyampaikan materi pembelajaran. Sehingga siswa dapat dengan mudah mengerti maksud dari guru, ketuntasan hasil belajar dapat meningkat lebih baik. 3. Dalam proses pembelajaran guru harus membuat suasana pembelajaran menjadi senang dan tidak membuat siswa bosan. Siswa cepat terasa tidak senang dan bosan apabila pada saat penyampaian materi suasana belajar mengajar tidak disukai oleh siswa. Dalam hal ini, guru menyiapkan strategi yang baik agar proses pembelajaran yang diterapkan mendapatkan hasil yang meningkat baik pada aktivitas siswa dan ketuntasan belajar siswa.
VI. DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, Mulyono. Dr. 1999. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : Rineka Cipta. Bunawan Lani, Dra. 1997. Komunikasi Total. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Depdiknas.2004. Kurikulum 2004. Mata Pelajaran IPA Sekolah Menengah Atas Luar Biasa TunaRungu. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional.
283
Fata Vidari. 2006. Upaya Meningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Penerepan Model Pembelajaran Langsung Dengan Strategi Catatan Matriks Pada Pokok Bahasan Reaksi Redoks Di Kelas X – 5 SMA Ta’miriyah Surabaya. Proposal Skipsi yang tidak dipublikasikan : Jurusan Kimia, Universitas Negeri Surabaya. http : / Kambing,Vlsm: org / bebas / vol / RI / PP / 1991 / PP – 1991 - 072. txt Masitoh Siti. 2006. Peningkatan Aktivitas dan Perolehan Belajar IPA (Geografi) Siswa SMPLB TunaRungu Melalui Pembelajaran Kooperatif Metode STAD Bermedia Visual. Disertasi yang tidak dipublikasikan : Program studi Teknologi Pembelajaran Universitas Negeri Malang. Michael Purba. 2004. Kimia Untuk SMA Kelas X - A. Jakarta : Erlangga. Parning,Mika,Hurale. 2003. Kimia Kelas X – A. Jakarta : Yudhistira. Permanian, Tati, Dra. 1996. Ortopedagogik Anak TunaRungu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sukardi, Prof. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara Suranto,Basrowi,2002. Sukidin. Menajemen Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Insan Cendekia. Sutjihati, Dra. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa.Bandung : Refika Aditama. www. Dit Plb.or.id / detail.PAP.id = 10 – 38 K
284
PENGEMBANGAN BUKU AJAR KIMIA SMA KELAS XI PADA MATERI KESETIMBANGAN KIMIA SEBAGAI PENUNJANG KURIKULUM 2004 SMA Maslakhah Anis Rakhmawati, Bambang Sugiarto ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan buku ajar kimia SMA pada materi Kesetimbangan Kimia yang dikembangkan. Kelayakan tersebut ditinjau dari kriteria Kurikulum 2004 SMA, materi, penyajian, dan bahasa. Sasaran penelitian ini adalah buku ajar kimia SMA kelas XI semester I pada materi Kesetimbangan Kimia sebagai penunjang Kurikulum 2004 SMA. Sumber data dalam penelitian ini adalah 3 ahli materi (dosen kimia), 3 guru kimia, dan 12 siswa SMAN 1 Wonoayu. Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan yang mengacu pada model 4D (Four D Models) menurut Thiagarajan. Penelitian ini hanya dibatasi pada tiga tahap yaitu: 1) tahap pendefinisian (Define) yang terdiri dari analisis ujung depan, analisis siswa, analisis tugas, analisis konsep dan spesifikasi indikator pembelajaran; 2) tahap perancangan (Design) yang terdiri dari penulisan, pengadopsian dan pembuatan buku ajar kimia; 3) tahap pengembangan (Develop) yang terdiri dari telaah, revisi, validasi, ujicoba terbatas, dan laporan. Teknik pengumpulan data menggunakan lembar angket dan analisis data yang dilakukan secara deskriptif kuantitatif dari persentase untuk mengetahui kelayakan buku ajar kimia yang dikembangkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa buku ajar kimia SMA pada materi kesetimbangan kimia yang dikembangkan telah layak digunakan dalam proses pembelajaran. Hal ini ditunjukkan bahwa buku ajar kimia yang dikembangkan memenuhi: 1) kriteria Kurikulum 2004 SMA dengan persentase menurut ahli materi (dosen kimia) dan guru kimia sebesar 83,24%; 2) kriteria materi dengan persentase menurut ahli materi (dosen kimia) dan guru kimia sebesar 85,83%; 3) kriteria penyajian dengan persentase menurut ahli materi (dosen kimia) dan guru kimia sebesar 85,65% dan menurut siswa sebesar 92,22%; 4) kriteria bahasa dengan persentase menurut ahli materi (dosen kimia) dan guru kimia sebesar 79,17% dan menurut siswa sebesar 83,33%.
Kata Kunci: Pengembangan, Buku Ajar Kimia, Kurikulum 2004 SMA, Kelayakan, Kesetimbangan Kimia
A. PENDAHULUAN Pemerintah telah memperbarui kurikulum pendidikan nasional yang dikenal dengan Kurikulum 2004, yang dapat membekali peserta didik dengan berbagai kemampuan sesuai dengan tuntutan zaman dan reformasi yang sedang bergulir, guna menjawab tantangan arus globalisasi, berkontribusi pada pembangunan masyarakat dan kesejahteraan sosial, lentur dan adaptif terhadap perubahan. Kebijakan pemerintah menggunakan Kurikulum 2004 didasarkan pada PP Nomor 25 tahun 2000 tentang pembagian kewenangan pusat dan daerah, dalam bidang
238
pendidikan dan kebudayaan, dinyatakan bahwa kewenangan pusat adalah dalam hal penetapan standar kompetensi peserta didik dari warga belajar serta pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional serta pedoman pelaksanaannya, dan penetapan standar materi pelajaran pokok. Berdasarkan hal itu, Departemen Pendidikan Nasional melakukan penyusunan standar nasional untuk seluruh mata pelajaran di SMA, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok dan indikator pencapaian (Depdiknas, 2003). Menurut Kurikulum 2004, guru tidak lagi berperan sebagai aktor atau aktris utama pada proses pembelajaran karena pembelajaran dapat dilakukan dengan mendayagunakan aneka ragam sumber belajar. Siswa harus dapat belajar dengan baik tanpa didampingi guru. Untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, siswa dituntut tidak hanya mengandalkan diri dari apa yang terjadi di dalam kelas, tetapi mampu dan mau menelusuri aneka ragam sumber belajar yang diperlukan. Salah satu sumber belajar yang memberi kemudahan siswa dalam memperoleh informasi, pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan dalam proses belajar mengajar adalah bahan ajar. Bahan ajar merupakan segala bentuk bahan yang digunakan guru dan siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan ajar tersebut dapat berupa bahan ajar cetak maupun bahan ajar noncetak. Salah satu bentuk bahan ajar cetak adalah buku ajar. Buku ajar yang memenuhi Kurikulum 2004 yang mencakup tiga aspek yaitu kognitif, psikomotor dan afektif serta yang berorientasi pada Contextual Teaching and Learning (CTL) dan Life Skill (Kecakapan hidup). Untuk menunjang Kurikulum 2004, buku ajar yang dikembangkan diharapkan dapat menunjukkan bagaimana kimia dapat dikaitkan dengan kehidupan nyata, selain itu siswa diharapkan memperoleh pengetahuan yang lebih luas seperti tokoh-tokoh kimia, contoh permasalahan kimia dalam kehidupan sehari-hari (berupa gambar, analogi dan lain-lain), serta perkembangan ilmu kimia, sehingga dapat menerapkan kimia dalam kehidupan sehari-hari di sekitar kita. Saat ini, buku ajar yang telah beredar di pasaran telah mengalami berbagai perkembangan dalam upaya menunjang Kurikulum 2004 SMA yang berbasis kompetensi. Beberapa buku ajar yang beredar, belum sepenuhnya cukup menunjang pembelajaran siswa. Buku ajar yang satu dengan yang lain masih saling melengkapi, khususnya pada materi yang akan diteliti yaitu Kesetimbangan Kimia kelas XI semester I. Buku ajar 1 sudah menyajikan materi yang didukung dengan fitur-fitur seperti kegiatan percobaan, kata kunci, contoh dan latihan soal serta rangkuman soal, tetapi masih belum dilengkapi dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator hasil belajar, informasi tokoh-tokoh kimia, peta konsep, serta gambargambar yang memperjelas materi sangat terbatas. Buku ajar 2 telah menyajikan standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator hasil belajar, materi dengan tinta warna dan aplikasi materi dalam kehidupan sekitar, namun masih belum dilengkapi dengan kata kunci, peta konsep, informasi tokoh-tokoh kimia, dan gambar-gambar yang memperjelas materi. Buku ajar 3 telah menyajikan materi dengan menarik karena terdapat gambargambar maupun fakta dalam kehidupan sehari-hari yang memperjelas materi. Buku ajar ini juga menyajikan materi dengan tinta warna sehingga semakin menarik, namun buku ajar ini belum dilengkapi dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator hasil belajar, kegiatan percobaan, dan peta konsep. Buku ajar 4
239
telah menyajikan peta konsep dan aplikasi materi dalam kehidupan sehari-hari, tetapi penyajian materi belum menggunakan tinta warna. Keempat buku tersebut belum mencakup semua komponen yang harus ada untuk menunjang Kurikulum 2004 SMA yang berbasis kompetensi yaitu aspek kognitif, psikomotor dan afektif serta yang berorientasi pada CTL dan Life Skill. Berdasarkan angket pra penelitian yang diedarkan kepada 69 siswa SMA Negeri 1 Wonoayu diketahui 53,6% siswa menyatakan bahwa dalam buku ajar kurang mengkaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari. Sebanyak siswa (50,7%) mengatakan bahwa tidak terdapat peta konsep dalam buku ajar, dan sebagian besar 56,5% siswa mengatakan bahwa dalam buku ajar mereka tidak terdapat situs kimia tentang materi tersebut. Berdasarkan kenyataan tersebut, peneliti ingin mengembangkan buku ajar sebagai penunjang Kurikulum 2004 SMA yang mencakup tiga aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor serta yang berorientasi pada Contextual Teaching and Learning (CTL) dan Life Skill. Pendekatan CTL ini menekankan pada aplikasi kehidupan sehari-hari sehingga memudahkan siswa untuk membangun konsep materi ajar. Pendekatan Life Skill menekankan pada kemampuan siswa untuk berani menghadapi problema hidup dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif mencari serta menemukan solusi untuk mengatasinya. Setelah siswa membaca buku ajar tersebut, siswa tidak hanya mendapatkan ilmu pengetahuan saja, tetapi siswa juga bisa belajar mengenai sikap dan perilaku dalam menghadapi kehidupan. Strategi yang dipilih dalam pengembangan buku ajar tersebut adalah dengan mengadopsi ide-ide inovatif yang terdapat di dalam perangkat pembelajaran yang diterbitkan oleh James E. Brady (2003), John W. Moore (2005) dan Raymond Chang (2005) serta menggabungkan beberapa komponen yang telah ada pada buku ajar yang beredar di pasaran. Kesetimbangan Kimia adalah salah satu materi yang diajarkan dalam mata pelajaran kimia di SMA. Peneliti memilih materi ini didasarkan fakta bahwa diketahui sebagai contoh 55,1% siswa SMA Negeri I Wonoayu mengatakan materi tersebut menarik untuk dipelajari. Salah satu alasan yang dikemukakan adalah dengan mempelajari materi tersebut, dapat mengetahui reaksi-reaksi kesetimbangan baik reaksi-reaksi dalam tubuh maupun reaksi-reaksi yang biasanya digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Adanya fenomena tersebut, peneliti ingin mengembangkan buku ajar yang diharapkan dapat digunakan oleh siswa untuk menguasai kompetensi tertentu yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor sesuai dengan harapan Kurikulum 2004, oleh karena itu peneliti mengambil judul “Pengembangan Buku Ajar Kimia SMA Kelas XI Pada Materi Kesetimbangan Kimia Sebagai Penunjang Kurikulum 2004 SMA”. B. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan, yaitu pengembangan buku ajar kimia pada materi Kesetimbangan Kimia sebagai penunjang Kurikulum 2004 SMA. Penelitian pengembangan ini mengacu pada model 4-D (Four D Models) yang dikemukakan oleh Thiagarajan yang terdiri dari empat tahap, yaitu tahap pendefinisian (Define), perancangan (Design), pengembangan (Develop), dan penyebaran (Disseminate). Penelitian ini hanya terbatas pada tahap pengembangan (Develop). Rancangan dalam penelitian ini dapat disajikan seperti pada gambar 1. Deskripsi dari masing-masing tahap adalah sebagai berikut:
240
1. Tahap Pendefinisian (Define) Tahap ini bertujuan menentukan dan mendefinisikan kebutuhan dalam pembelajaran. Ada lima langkah pokok dalam tahap ini, yaitu: a. Analisis Ujung Depan (Front-End Analysis) Pada analisis ujung depan, beberapa hal perlu dipertimbangkan adalah kurikulum yang berlaku yaitu Kurikulum 2004 SMA, teori belajar yang relevan, tantangan dan tuntutan masa depan. b. Analisis Siswa (Learner Analysis) Dalam tahap ini, peneliti menelaah tentang karakteristik siswa yang sesuai dengan rancangan dan tahap pengembangan pembelajaran. Karakteristik siswa meliputi kemampuan akademik, latar belakang pengetahuan dan perkembangan kemampuan kognitif siswa. c. Analisis Tugas (Task Analysis) Analisis tugas adalah kumpulan prosedur untuk menentukan isi satuan pelajaran. Analisis tugas dilakukan dengan merinci isi mata pelajaran dalam bentuk garis besar. Analisis ini mencakup : 1) analisis struktur isi yang dapat dilihat dari kurikulum, 2) analisis prosedural digunakan untuk mengetahui tahap-tahap penyelesaian tugas sesuai dengan bahan kajian, dan 3) analisis proses informasi bertujuan untuk mengelompokkan tugas yang akan dilaksanakan oleh siswa dalam setiap pertemuan. d. Analisis Konsep (Concept Analysis) Analisis konsep adalah mengidentifikasi konsep-konsep utama yang akan diajarkan dan menyusunnya secara sistematis dengan merinci konsepkonsep relevan dan kurang relevan. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengungkapkan skema pemikiran maupun kerangka pemikiran seseorang akan sesuatu hal adalah dengan menuliskan skema pemikirannya dalam suatu peta konsep. Hasil analisis konsep sesuai dengan materi pembelajaran yang dipilih yaitu Kesetimbangan Kimia ditampilkan dalam bentuk peta konsep seperti gambar 2. e. Spesifikasi Indikator Pembelajaran Spesifikasi indikator pembelajaran bertujuan untuk merumuskan kompetensi dasar dan indikator pencapaian hasil belajar yang terdapat dalam Kurikulum 2004 SMA agar menjadi lebih operasional. Analisis Ujung Depan
Analisis Siswa Define AnalisisTugas
Analisis Konsep
Spesifikasi Indikator Pembelajaran
Desain Awal Buku Ajar
241
Draf 1
Design
Telaah Buku Ajar oleh 3 Ahli Materi (Dosen Kimia)
Draf 2
Revisi I
Validasi
Uji coba terbatas Develop
3 Ahli Materi (Dosen Kimia)
12 Siswa
3 Guru Kimia
Analisis
Analisis
Analisis
Buku Ajar yang Dikembangkan
Revisi II
Laporan Gambar 1. Model Pengembangan Buku Ajar Kimia Untuk SMA Reaksi Kesetimbangan
Keadaan Kesetimbangan
Pergeseran Kesetimbangan dipengaruhi oleh
Tetapan Kesetimbangan Konsentrasi Kp
Volume
Tekanan
Suhu
Kc Gambar 2. Peta Konsep Kesetimbangan Kimia
242
2. Tahap Perancangan (Design) Tujuan tahap ini adalah merancang perangkat pembelajaran yang berupa buku ajar kimia. Kegiatan utama tahap II yaitu penulisan, pengadopsian, pembuatan buku ajar kimia dan konsultasi secara intensif dengan dosen pembimbing. Pemilihan bahan acuan dan format untuk pengembangan perangkat pembelajaran materi Kesetimbangan Kimia ditempuh dengan cara mengkaji bahan acuan dan format dari James E. Brady (2003), John W. Moore (2005) dan Raymond Chang (2005) yang isinya akan diadaptasikan dengan Kurikulum 2004 SMA serta mengembangkan beberapa komponen yang telah ada pada buku ajar yang beredar di pasaran. 3. Tahap Pengembangan (Develop) Tujuan dari tahap ini adalah untuk menyempurnakan buku ajar yang lebih baik melalui revisi dan umpan balik dari para ahli yang berkompenten. Tahap ini meliputi: a. Telaah Telaah dilakukan oleh 3 ahli materi (dosen kimia). Dalam menelaah, 3 ahli materi (dosen kimia) diminta untuk memberikan pendapat dan masukan atas buku ajar kimia yang dikembangkan (draf 1). b. Revisi I Hasil telaah dari 3 ahli materi (dosen kimia) dianalisis dan digunakan untuk merevisi draf 1 sehingga menghasilkan draf 2. c. Validasi Buku yang telah direvisi dan menghasilkan draf 2, kemudian divalidasi oleh 3 ahli materi (dosen kimia) dan 3 guru kimia. Dalam memvalidasi, 3 ahli materi (dosen kimia) dan 3 guru kimia diminta untuk memberi penilaian atas buku ajar kimia yang telah direvisi (draf 2) dengan mengisi lembar instrumen penilaian. Analisis validasi menghasilkan revisi II. Pada revisi II melakukan perbaikan buku ajar kimia yang telah divalidasi oleh 3 ahli materi (dosen kimia) dan 3 guru kimia. d. Uji coba terbatas Bersama-sama dengan validasi oleh 3 ahli materi (dosen kimia) dan 3 guru kimia, uji coba terbatas draf 2 dilakukan kepada 12 siswa kelas XI SMA. Hasil uji coba terbatas ini adalah tanggapan siswa terhadap buku ajar kimia yang dikembangkan. Hasil uji coba terbatas akan dianalisis menghasilkan revisi II. Hasil analisis validasi 3 ahli materi (dosen kimia), 3 guru kimia, dan uji coba terbatas kepada 12 siswa kelas XI SMA yang menghasilkan revisi II dipakai sebagai laporan atau hasil penelitian buku ajar kimia. Data penilaian buku ajar dengan menggunakan lembar angket. Lembar angket digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang penilaian ahli materi (dosen kimia), guru kimia, dan siswa terhadap kelayakan buku ajar kimia yang telah dihasilkan. Lembar angket dimodifikasi dari Nur (2002) dan Depdiknas (2006). Langkah-langkah yang dilakukan adalah menyiapkan angket dengan persetujuan dosen pembimbing, kemudian menggandakan dan membagikan angket tersebut secara berturut-turut kepada 3 ahli materi (dosen kimia), 3 guru kimia, dan 12 siswa. Hasil angket dari ahli materi, guru kimia, dan siswa digunakan untuk menilai kelayakan dan mengetahui pendapat mereka tentang buku ajar kimia yang dikembangkan, selanjutnya dianalisis sehingga dapat diambil suatu kesimpulan dan
243
mengalami revisi (revisi II). Dari revisi II tersebut akan menghasilkan master buku ajar. Data hasil penilaian terhadap buku ajar kimia pada materi Kesetimbangan Kimia sebagai penunjang Kurikulum 2004 SMA yaitu draf 2 yang berasal dari penilaian ahli materi dan guru kimia, dikelompokkan kemudian dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan menggunakan skala Likert. Tabel 1. Skala Likert Penilaian Nilai Skala Sangat Tidak Memenuhi 1 Tidak Memenuhi 2 Memenuhi 3 Sangat Memenuhi 4 Untuk menghitung persentase kelayakan dari tiap indikator digunakan rumus sebagai berikut : Skor kriteria = skor tertinggi tiap item x jumlah item x jumlah responden jumlah skor responden P (%) = x 100% jumlah skor kriteria (Riduwan, 2003) Penilaian siswa dikategorikan dengan ya/tidak. Data hasil penilaian siswa terhadap buku ajar kimia pada materi Kesetimbangan Kimia sebagai penunjang Kurikulum 2004 SMA dikelompokkan, kemudian dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan melakukan perhitungan persentase tiap kategori jawaban pertanyaan yang diperoleh dari seluruh siswa. Data hasil penilaian siswa selanjutnya dianalisis dengan menggunakan rumus : jumlah siswa yang menjawab ya/tidak P (%) = x 100% jumlah seluruh siswa Hasil perhitungan persentase dari lembar angket penilaian 3 ahli materi (dosen kimia), 3 guru kimia dan 12 siswa saat ujicoba terbatas diinterpretasikan ke dalam kriteria yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 2. Kriteria Interpretasi Skor Angka Kategori 0% - 20%
Sangat tidak memenuhi
21% - 40%
Tidak memenuhi
41% - 60%
Cukup memenuhi
61% - 80%
Memenuhi
81% - 100%
Sangat memenuhi
(Riduwan, 2003)
Berdasarkan kriteria tersebut, buku ajar kimia pada materi Kesetimbangan Kimia sebagai penunjang Kurikulum 2004 SMA dalam penilaian ini dikatakan layak apabila persentase ≥61% responden memberikan jawaban memenuhi dan/ atau sangat memenuhi (Riduwan, 2003).
244
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil analisis data penilaian yang sudah diperoleh pada saat penelitian ditunjukkan pada tabel 3 dan tabel 4. Tabel 3. Hasil Analisis Data Penilaian Ahli Materi dan Guru Kimia Terhadap Buku Ajar No. Kriteria Persentase (%) Kategori 1. Kurikulum 2004 SMA 83,24 Sangat memenuhi 2. Materi 85,83 Sangat memenuhi 3. Penyajian 85,65 Sangat memenuhi 4. Bahasa 79,17 Memenuhi Tabel 4. Hasil Penilaian Siswa Pada Ujicoba Terbatas No. Kriteria Persen tase rata-rata Kategori 1 Kriteria penyajian 92,22% Sangat memenuhi 83,33% 2 Kriteria Bahasa Sangat memenuhi Berdasarkan tabel 3 dan tabel 4 dapat disimpulkan bahwa buku ajar kimia SMA pada materi Kesetimbangan Kimia sebagai penunjang Kurikulum 2004 SMA yang dikembangkan layak digunakan dalam proses pembelajaran dan dapat dilanjutkan ke tahap penyebaran (Disseminate). D. SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data penelitian, dapat disimpulkan bahwa buku ajar kimia SMA pada materi Kesetimbangan Kimia sebagai penunjang Kurikulum 2004 SMA yang dikembangkan layak digunakan dalam proses pembelajaran dan dapat dilanjutkan ke tahap penyebaran (Disseminate). Kelayakan buku ajar kimia dinyatakan dalam kriteria Kurikulum 2004 SMA, materi, penyajian, dan bahasa, yang diuraikan sebagai berikut: 1. Buku ajar kimia yang dikembangkan memenuhi kriteria Kurikulum 2004 SMA dengan persentase menurut ahli materi (dosen kimia) dan guru kimia sebesar 83,24%. 2. Buku ajar kimia yang dikembangkan memenuhi kriteria materi dengan persentase menurut ahli materi (dosen kimia) dan guru kimia sebesar 85,83%. 3. Buku ajar kimia yang dikembangkan memenuhi kriteria penyajian dengan persentase menurut menurut ahli materi (dosen kimia) dan guru kimia sebesar 85,65% dan menurut siswa sebesar 92,22%. 4. Buku ajar kimia yang dikembangkan memenuhi kriteria bahasa dengan persentase menurut menurut ahli materi (dosen kimia) dan guru kimia sebesar 79,17% dan menurut siswa sebesar 83,33%. E. DAFTAR PUSTAKA Azizah, Utiya. 2003. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Makalah disampaikan dalam Kegiatan Uji Coba Naskah Model Buku Pelajaran PPKn, Geografi, Biologi, dan Kimia, tanggal 20-22 Oktober 2003 di Surabaya.
245
Belawati, Tian, dkk. 2004. Materi Pokok Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Universitas Terbuka. Blanchard, Alan. 2001. Contextual Teaching and Learning. Washington: University College of Education. Brady, James E. 2003. Chemistry Matter and Its Changes. Hobaken: John Willey & Sons. Chang, Raymond. 2005. Chemistry. New York: Mc. Graw-Hill. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). 2006. Instrumen Naskah Model Buku Pelajaran Kimia (Untuk Guru). Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). 2006. Naskah Model Buku Pelajaran Matematika Instrumen (Untuk Siswa). Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). 2004. Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Umum. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). 2003. Kurikulum 2004 StandarKompetensi Mata Pelajaran Kimia Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan lanjutan Pertama. Ibrahim, Muslimin. 2001. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran Menurut Jerold E. Kemp dan Thiagarajan. Surabaya: Faculty of Mathematics and Science State University of Surabaya. Johari dan Rachmawati. 2004. Kimia SMA Untuk Kelas XI. Bandung: Esis. Moore, John W. 2005. Chemistry the Molecular Science. Canada: Thomson Learning. Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung; Remaja Rosdakarya. Nur, Mohamad. 2002. Model Buku Pelajaran Mata Pelajaran Fisika SMU. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Program Pasca Sarjana Unesa. Nur, Mohamad. 2001. Pengajaran Dan Pembelajaran Kontektual. “ Makalah disampaikan pada seminar, tanggal 20 Juni s.d 6 Juli 2001 Di Surabaya”.
246
Nur, Mohamad. 1998. Teori-teori Perkembangan. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. Nur, Mohamad dan Prima Retno Wikandari. 1998. Pendekatan-pendekatan Konstruktivis Dalam Pembelajaran. Surabaya: IKIP Surabaya. Nur, Mohamad. 1998. Teori Pembelajaran Sosial. Surabaya: IKIP Surabaya. Parning dan Horale. 2004. Kimia 2A. Jakarta: Yudhistira. Purba, Michael. 2004. Kimia Untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga. Riduwan. 2003. Skala Pengukuran Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sutresna, Nana. 2004. Kimia SMA Untuk SMA Kelas XI Semester 1. Bandung: Grafindo Media Pratama. Suyatno, dkk. 2004. Kimia 2A Untuk SMA Kelas 2. Jakarta: Grasindo.
247
ANALISIS KEMAMPUAN GURU DALAM MENERAPKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN KERJA ILMIAH DALAM PEMBELAJARAN IPA SD DI KABUPATEN LAMONGAN Oleh: Eko Hariyono, S.Pd., M.Pd. Prodi Pend. Fisika F MIPA UNESA Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan guru dalam menerapkan keterampilan proses sains dan kerja ilmiah dalam pembelajaran IPA SD di Kabupaten Lamongan. Tehnik penelitian dengan melakukan tes penguasaan konsep-konsep IPA, keterampilan membuat perangkat mengajar, dan keterampilan menggunakan alat peraga IPA. Hasil dari penelitian rata-rata penguasaan konsep IPA guru masih rendah dengan prosen ketuntasan pada nilai 75 adalah 41 %. Gambaran keterampilan guru dalam membuat perangkat adalah masih dalam kategori cukup dan kurang, kecuali penggunaan bahasa tulis dalam kategori baik, sedangkan aspek yang paling rendah dalam membuat perangkat pembelajaran adalah penilaian. Kemampuan guru dalam membuat perangkat dalam kategori cukup (87 %) dan kategori kurang 13 %. Dalam penerapan kerja ilmiah, aspek yang paling tinggi dikuasai adalah membuat gambar rancangan percobaan 58 %, sedang aspek yang paling rendah adalah menuliskan langkah-langkah percobaan dan memperoleh data hasil percobaan masing-masing 29 %. Sedangkan aspek keterampilan proses yang lain dikuasai pada rentang 35 % - 41 %. Gambaran ini memperkuat dugaan bahwa keterampilan proses sains belum dikuasai dengan baik oleh para guru. Kata Kunci: Keterampilan Proses Sains, Kerja Ilmiah
248
PENGEMBANGAN MULTIMEDIA INTERAKTIF BERBASIS KOMPUTER BERUPA DEMONSTRASI PRAKTIKUM PADA MATERI POKOK SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Ulfah Hidayati, Muchlis Pengembangan media dilakukan dengan menggunakan model 4D, yaitu Pendefinisian (define), Perancangan (design), Pengembangan (develop), dan Penyebaran (disseminate). Penelitian ini dilakukan sampai pada tahap pengembangan (develop), tahap Penyebaran (disseminate) tidak dilakukan. Media ini dinilai kelayakannya oleh dua guru kimia dan diujicobakan kepada sepuluh siswa kelas XII SMA Al-Falah Surabaya. Media ini dapat dikatakan layak apabila persentase dari masing-masing kriteria penilaian mencapai skor ≥61%. Persentase respon dari hasil penilaian guru kimia terhadap Multimedia Interaktif Berbasis Komputer Berupa Demonstrasi Praktikum ditinjau dari dari kesesuaian materi yang terdapat pada media, kejelasan dalam menyajikan konsep, tampilan gambar dan video sebagai ilustrasi dalam media dan kemudahan dalam mengoperasikan media diperoleh penilaian masing-masing sebesar 83,33%, 81,25%, 87,5% dan 100% menunjukkan penilaian yang sangat kuat. Persentase respon siswa ditinjau dari kriteria kesesuaian materi yang terdapat pada media sebesar 76,67% dan kejelasan dalam menyajikan konsep sebesar 77,5% menunjukkan respon kuat, kriteria tampilan gambar dan video sebagai ilustrasi dalam media dan kemudahan dalam mengoperasikan media memperoleh respon sebesar 85% menunjukkan respon sangat kuat, sehingga Multimedia Interaktif Berbasis Komputer Berupa Demonstrasi Praktikum Materi Pokok Sifat Koligatif Larutan layak untuk digunakan sebagai media pembelajaran. Kata Kunci : Multimedia Interaktif Berbasis Komputer, Demonstrasi Praktikum, Materi Pokok Sifat Koligatif Larutan A.
LATAR BELAKANG Seorang guru memberikan materi pelajaran kepada siswanya agar siswa dapat memahami dan menerapkan materi pelajaran dalam kehidupan sehari – hari, hal ini merupakan salah satu fungsi guru dalam berkomunikasi dengan siswanya. “Komunikasi dapat diartikan sebagai usaha atau proses untuk menyamakan isi (pesan) antara pemberi dan penerima pesan” (Arifin , 2005:145). Dalam dunia pendidikan, seorang guru sebagai pemberi pesan, para siswa sebagai penerima pesan, sedangkan pesan yang disampaikan berupa ilmu pengetahuan dan kemampuan baru baik dari aspek kognitif, psikomotor maupun afektif yang harus dimiliki seorang siswa. Untuk menyampaikan pesan tersebut seorang guru memerlukan alat bantu yang biasa disebut Media Pembelajaran. Media yang relevan akan menjadikan proses belajar–mengajar berlangsung efektif (mencapai tujuan) dan efisien (mudah, cepat dan murah), (Arifin, 2005:146).
249
Seorang guru kimia menyampaikan pesan yang berupa ilmu kimia kepada para siswa. Dalam mempelajari IPA terutama ilmu kimia kurang berhasil jika tidak ditunjang dengan kegiatan laboratorium (Arifin, 2005:109). Seperti halnya ilmu kedokteran yang melakukan kegiatan laboratorium dengan obyek makhluk hidup yang tidak bernyawa misalnya manusia yang telah meninggal dunia. Demikian juga ilmu kimia, melakukan kegiatan laboratorium dengan mereaksikan zat kimia/pereaksi. Namun keterbatasan alat, bahan kimia, biaya perawatan, dan tenaga yang mempersiapkan kegiatan laboratorium, terkadang kegiatan laboratorium tidak terlaksana. Agar siswa tetap memahami penerapan konsep dari pelajaran kimia, maka siswa dapat melakukan kegiatan laboratorium dengan melihat dan mengamati demonstrasi praktikum. Dengan demikian seorang guru kimia sebagai mediator dan fasilitator bagi siswa dapat mengelola kelas dan membekali siswa dengan ilmu kimia yang berorientasi sebagai produk dan proses, ‘Seorang lulusan SMA/MA diharapkan memiliki kemampuan untuk berpikir logis, kritis, inovatif, dan kreatif dalam memecahkan masalah serta berkomunikasi secara verbal baik lisan maupun tertulis sesuai dengan konteksnya melalui berbagai media termasuk teknologi informasi’ (Depdiknas, 2003:2). Hal tersebut merupakan tuntutan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) maupun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang sekarang ini berlaku dalam dunia pendidikan Indonesia. Berdasarkan hasil pengamatan dari angket yang telah disebarkan kepada siswa kelas XII SMAN 18 Surabaya dan SMA Al-Falah Surabaya yang telah menerima pokok bahasan Sifat Koligatif, ada 43% siswa menyatakan bahwa materi ini sulit dan guru hanya memberikan materi dengan klasikal. Materi pokok Sifat Koligatif Larutan merupakan materi pelajaran yang memerlukan eksperimen agar siswa dapat mencapai kompetensi dasar yaitu Mendeskripsikan penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku larutan dan tekanan osmotik termasuk Sifat Koligatif Larutan serta Membandingkan sifat koligatif larutan elektrolit dan larutan non elektrolit pada konsentrasi yang sama. Dari hasil wawancara dengan guru kimia SMA Al-Falah Surabaya dapat diketahui bahwa praktikum pokok bahasan Sifat Koligatif tidak dilakukan pada 3 (tiga) tahun ajaran terakhir disebabkan tidak tersedia alat dan bahan yang menunjang terlaksananya praktikum. Ketidaksediaan alat praktikum pada pokok bahasan Sifat Koligatif yaitu Manometer, alat untuk mengukur tekanan uap; Termometer bersuhu di bawah 0ºC, untuk mengukur penurunan titik beku; dan pipa kapiler, untuk menunjukkan proses tekanan osmotik. Faktor lainnya yaitu adanya pengurangan waktu kegiatan belajarmengajar untuk mata pelajaran kimia pada KTSP sehingga tidak punya waktu yang cukup untuk melakukan kegiatan praktikum di Laboratorium kimia terutama materi pokok Sifat Koligatif larutan. Menurut Edward L. Thorndike (Sudjana,2003:124) mengajukan hukum - hukum asosiasi yang dapat memperkuat hubungan stimulus – respons salah satunya berisi tentang Law of Exercis dimana ‘Hubungan S – R akan lebih kuat bila sering dilatih dan akan lemah jika tidak dipergunakan’. Dengan adanya multimedia dalam bentuk
250
demonstrasi praktikum ini diharapkan ‘para siswa lebih yakin dalam menangkap pelajarannya karena penyajian pelajaran lebih hidup, lebih realistis serta impresif’ (Sudjana, 2003 : 26), dapat memperkuat hubungan stimulusrespon dan media ini pun dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi antara guru dan murid dalam menyampaikan materi pelajaran. Salah satu solusi dari masalah tersebut adalah dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang semakin canggih saat ini. Perkembangan teknologi dan informasi terutama perkembangan media pembelajaran yang sekarang telah berbasis komputer dan internet. Media pembelajaran yang diperlukan oleh siswa dalam mempelajari Sifat Koligatif Larutan dapat berbentuk model kerja praktikum yang bervariatif. Multimedia interaktif berbasis komputer merupakan media audio visual yang memperagakan proses praktikum. Menurut Dengan media pembelajaran ini diharapkan hasil belajar siswa pada materi pokok Sifat Koligatif Larutan dapat meningkat. Seperti yang dikemukakan oleh Baugh (dalam Achsin 1986), seperti yang dikutip Arsyad (2005: 9-10). bahwa “Perbandingan pemerolehan hasil belajar melalui indera pandang dan indera pendengar sangat menonjol perbedaannya, 90% hasil belajar seseorang diperoleh melalui indera pandang dan hanya 5% dari indera pendengar serta 5% dari indera lainnya” . Dengan pemanfaatan media pembelajaran tersebut diharapkan dapat menggugah kreatifitas, motivasi dan membangun pengetahuan sendiri dari diri siswa. Dengan adanya laboratorium komputer yang dimiliki sekolah dan didukung dengan adanya 79 % siswa yang memiliki komputer di rumah, siswa dapat belajar dan mencoba praktikum pokok bahasan Sifat Koligatif sendiri dengan sistem pengajaran individual. ‘Tujuan utama dari pengajaran individual ini agar siswa dapat belajar secara optimal serta bisa mencapai tingkat penguasaan bahan pelajaran yang dipelajarinya’ (Sudjana, 2003:116). Dalam multimedia dalam bentuk demonstrasi praktikum ini siswa dapat mengetahui penerapan konsep dari materi pokok Sifat Koligatif Larutan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan multimedia interaktif berbasis komputer berupa demonstrasi praktikum materi pokok Sifat Koligatif Larutan yang dikembangkan sebagai media pembelajaran untuk siswa SMA. B.
PEMBAHASAN Berdasarkan data yang diperoleh mulai dari tahap pendefinisian, tahap perancangan (Design) sampai tahap pengembangan (Develop). 1. Tahap Pendefinisian (Define) Tujuan tahap ini adalah menetapkan dan mendefinisikan syarat – syarat pembelajaran. Tahap ini dilakukan analisis tujuan dalam batasan materi pelajaran yang akan dikembangkan perangkatnya, ada 5 tahap yaitu sebagai berikut : a. Analisis ujung depan Pada analisis ujung depan ini bermula dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa untuk menjadi entering behavior (tingkah laku awal siswa). Masalah yang akan muncul yaitu ada 43% siswa dari SMA Al-Falah
251
dan SMAN 18 Surabaya kesulitan dalam memahami materi Sifat Koligatif Larutan. Maka dibuatlah alternatif pembelajaran yang relevan yaitu multimedia interaktif berbasis komputer dalam bentuk demonstrasi praktikum. b. Analisis siswa Analisis siswa dilaksanakan dengan memperhatikan ciri, kemampuan, dan pengalaman siswa, baik sebagai kelompok maupun individu. Objek dari penelitian ini adalah 10 (sepuluh) siswa kelas XII SMA Al-Falah Surabaya dengan usia antara 16-18 tahun. Menurut Piaget dalam teori perkembangan kognitif bahwa usia tersebut tingkat perkembangan kognitif siswa berada pada Tahap Operasi Formal (Nur,1998:2). Dengan adanya keterampilan umum siswa SMA di atas dan keterampilan psikomotor siswa SMA AlFalah Surabaya, yaitu berupa keterampilan dalam mengoperasikan komputer. Hal tersebut melandasi pembuatan multimedia interaktif berbasis komputer. c. Analisis tugas Pada tahap ini dilakukan analisis untuk menentukan isi satuan pelajaran, dengan mengelompokkan isi materi ajar dalam bentuk garis besar, agar siswa lebih memahami suatu materi. d. Analisis konsep Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap konsep-konsep utama yang akan diajarkan., kemudian ditampilkan dalam suatu bentuk peta konsep. e. Perumusan tujuan pembelajaran Dalam tahap ini dilakukan pengkonversian hasil analisis tugas dan konsep menjadi tujuan pembelajaran khusus. Tujuan ini selanjutnya menjadi dasar dalam penyusunan media. 2. Tahap Perancangan (Design) Pada tahap ini dilakukan perancangan media pembelajaran. menyusun naskah dan mendesain media pembelajaran yang bersifat interaktif. Langkahlangkah yang dilakukan adalah: a. Menyusun naskah yang akan disajikan ke dalam media interaktif berbasis komputer. Penyusunan naskah didasarkan dari tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. b. Memasukkan naskah yang berupa Dasar teori, Petunjuk keamanan di laboratorium, Alat dan bahan yang digunakan, Cara kerja Praktikum, Soal Pralab, Demonstrasi kegiatan praktikum, Lembar pengamatan praktikum, Soal Evaluasi Hasil Belajar dan Kesimpulan dari Materi pokok Sifat Koligatif Larutan ke dalam media berbasis komputer dengan menggunakan perangkat lunak macromedia flash 8.. Multimedia berbasis komputer merupakan media audio visual. Komponen visual dalam media ini berupa teks, gambar, animasi dan video. Gambar-gambar yang ada dalam media diperoleh dari situs-situs yang ada diinternet, animasi dibuat dengan bantuan program macromedia flash 8 sedangkan untuk video perlu diubah dari format MPEG ke format FLV sehingga
252
video dapat terbaca oleh program macromedia flash 8. Komponen audio berupa musik pengiring dan narasi untuk animasi dan video. 3. Tahap Pengembangan (Develop) Langkah yang dilakukan pada tahap Develop yaitu : a. Telaah media komputer (oleh ahli media) Telaah media komputer dilakukan kepada ahli media pada tanggal 12-27 Juli 2007. Telaah media komputer dinilai oleh 3 (tiga) ahli media yaitu Dian Novita, ST, M.Pd, Drs Harun Nasrudin, MS, dan Muchlis, S.Pd, M.Pd. Penilaian kriteria yang diberikan adalah format media, kejelasan konsep dan materi, serta pengoperasian media. Data hasil angket diperoleh saran dan masukan dari para ahli media sebagai berikut: 1). Tampilan pembuka Tampilan pada bagian pembuka mendapat saran untuk menambah nama dosen pembimbing pada tampilan pembuka. Peneliti telah melakukan revisi dengan menambah nama dosen pembimbing pada tampilan pembuka. 2). Suara/musik yang mengiringi Salah satu komponen dari media komputer adalah audio. Suara/musik yang mengiringi pada media mendapatkan komentar/penilaian kurang baik karena suara suara guru/model kurang keras kalah dengan suara musik Peneliti telah melakukan revisi terhadap media komputer dengan mengecilkan volume suara musik 3). Kesesuaian letak teks, gambar dan video Kesesuaian letak antara teks, gambar dan video pada media mendapatkan saran untuk menghapus kode data maupun tanggal dalam video karena dapat mengganggu siswa dalam mengamati demonstrasi praktikum. Peneliti melakukan revisi dengan mentransfer ulang isi video ke dalam VCD dengan menghilangkan kode data dan tanggal tersebut, serta mengedit ulang isi dari video untuk mendapatkan isi video yang lebih singkat. 4). Kesesuaian dalam pemilihan background Kesesuaian dalam pemilihan background mendapatkan penilaian baik sehingga tidak diperlukan revisi pada media. 5). Tampilan penutup Tampilan pada bagian penutup mendapatkan penilaian baik sehingga tidak diperlukan revisi pada media. 6). Kemudahan dalam membaca teks Kemudahan dalam membaca teks mencakup pemilihan model huruf, warna, bahasa dan penulisan. Ahli media memberikan komentar bahwa bahasa yang digunakan kurang baku. Peneliti telah melakukan revisi terhadap media komputer. 7). Kesesuaian dalam menampilkan gambar sebagai ilustrasi dengan materi
253
Kesesuaian tampilan gambar sebagai ilustrasi dengan materi mendapatkan penilaian baik sehingga tidak diperlukan revisi pada media. 8). Kesesuaian dalam menampilkan video sebagai ilustrasi dengan materi Video sebagai ilustrasi dengan materi mendapatkan komentar bahwa gambar model kurang serasi. Hal ini disebabkan karena cara pengucapan model dengan suara model sedikit lambat. Peneliti tidak dapat melakukan revisi karena kesalahan teknik dalam mentransfer video. 9). Sistematika penyajian materi Sistematika penyajian materi didasarkan pada kompetensi dasar yang akan dicapai oleh siswa. Sistematika penyajian materi mendapatkan penilaian baik sehingga tidak diperlukan revisi pada media. 10). Sistematika penyajian soal evaluasi Sistematika penyajian soal evaluasi secara keseluruhan mendapatkan penilaian baik. Ahli media memberikan komentar agar sesuai dengan pola berpikir siswa dan menambah tulisan indikator di setiap indikator hasil belajar pada soal evaluasi hasil belajar. Peneliti telah melakukan revisi terhadap media. 11). Kemudahan dalam mengoperasikan media Kemudahan dalam mengoperasikan media mendapatkan penilaian baik sehingga tidak diperlukan revisi pada media. Untuk kesempurnaan multimedia berbasis komputer berupa demonstrasi praktikum. Penelaah juga memberi saran perbaikan yaitu No urut gambar kurang lengkap, Indikator tekanan osmotik kurang mengena, Kalimat cara kerja kurang mengena, kalimat option kurang bagus, Istilah-istilah kurang bagus, Penggunaan kata evaluasi dan penilaian, dan dasar pengambilan kesimpulan harus inquiry dan discovery. Dari saran-saran perbaikan tersebut, peneliti berusaha untuk merevisi multimedia tersebut. b. Penilaian media (oleh guru kimia) dan uji coba terbatas (oleh siswa) Uji coba terbatas terhadap multimedia interaktif berbasis komputer berupa demonstrasi praktikum dengan materi pokok Sifat Koligatif Larutan dilakukan kepada sepuluh siswa SMA Al-Falah Surabaya. Uji coba dilaksanakan di luar jam sekolah pada tanggal 28 Juli 2007 di laboratorium komputer SMA Al-Falah Surabaya sedangkan untuk penilaian media oleh guru kimia dilaksanakan setelah waktu ujicoba terbatas. Uji coba dilakukan selama + 2,5 jam. Tahap-tahap yang dilakukan dalam uji coba adalah sebagai berikut: 1) Siswa belajar dengan menggunakan media interaktif berbasis komputer. Tahap ini siswa diberi waktu selama + 2,5 jam 2) Siswa mengisi angket penilaian siswa. Laboratorium komputer SMA Al-Falah Surabaya memiliki 15 unit komputer dan 1 unit komputer digunakan sebagai server. Pengaturan letak dari 16 unit komputer tersebut adalah membentuk baris dan berhadapan.
254
Uji coba terbatas ini menggunakan 10 unit komputer yang berarti setiap 1 siswa menggunakan 1 unit komputer. Penilaian media dan uji coba terbatas ini nantinya diperoleh penilaian guru kimia dan siswa terhadap media komputer. Analisis hasil penilaian dan uji coba terbatas adalah sebagai berikut: (a). Penilaian guru kimia terhadap media interaktif berbasis komputer Penilaian media berbasis komputer ini dilakukan kepada dua guru kimia SMA Al-Falah Surabaya. Analisis hasil penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut: (1) Kesesuaian materi yang terdapat pada media Kriteria ini meliputi aspek yang dinilai yaitu kesesuaian materi yang terdapat pada media dengan indikator belajar dengan persentase 87,5%, kesesuaian materi yang terdapat pada media dengan materi yang disampaikan guru dengan persentase 87,5% dan kesesuaian soal yang terdapat pada media dengan indikator belajar mendapat persentase 75%. Penilaian guru kimia terhadap media pada kriteria ini sebesar 83,33%. Persentase tersebut jika diinterprestasikan terhadap skala likert adalah sangat kuat, hal ini menunjukkan bahwa materi yang diajarkan dengan media sudah sangat sesuai. (2) Kejelasan dalam menyajikan konsep Kriteria ini meliputi aspek yang dinilai yaitu : kemudahan dalam membaca teks mendapat penilaian sebesar 87,5% dan mendapat saran untuk bentuk tulisan diperbanyak agar lebih menarik, kejelasan media dalam menyajikan konsep materi pelajaran mendapat penilaian sebesar 75%, sistematika penyajian materi mendapat penilaian sebesar 75% dan mendapat saran untuk lebih variatif dan meningkat, sistematika penyajian soal latihan mendapat penilaian sebesar 87,5% dan saran untuk lebih variatif serta penambahan porsi soal. Penilaian guru kimia terhadap media pada kriteria ini sebesar 81,25%. Persentase tersebut jika diinterprestasikan terhadap skala likert adalah kuat sekali, hal ini menunjukkan bahwa konsep materi yang disajikan pada media sangat sesuai. (3) Tampilan gambar dan video sebagai ilustrasi dalam media Kriteria ini meliputi aspek kesesuaian tampilan gambar dan video sebagai ilustrasi yang relevan dengan materi dengan persentase sebesar 87,5%. Penilaian guru kimia terhadap media pada kriteria ini sebesar 87,5%. Persentase tersebut jika diinterprestasikan terhadap skala likert adalah kuat sekali, hal ini menunjukkan bahwa tampilan gambar dan video yang digunakan sebagai ilustrasi dalam media sudah sangat baik. (4) Kemudahan dalam mengoperasikan media Kriteria ini meliputi aspek kemudahan dalam menggunakan media mendapat penilaian sebesar 100%. Penilaian guru kimia terhadap media pada kriteria ini sebesar 100%. Persentase tersebut jika diinterprestasikan terhadap skala likert adalah kuat sekali, hal ini menunjukkan bahwa penggunaan media sudah sangat mudah.
255
Dari keempat kriteria di atas, yaitu: kesesuaian materi yang terdapat pada media, kejelasan dalam menyajikan konsep, tampilan gambar dan video sebagai ilustrasi dalam media dan kemudahan dalam mengoperasikan media diperoleh penilaian masing-masing sebesar 83,33%, 81,25%, 87,5% dan 100%. Persentase tersebut jika diinterprestasikan terhadap skala likert adalah kuat sekali. Hal ini menunjukkan bahwa multimedia interaktif berbasis komputer yang dibuat sangat baik, yang berarti media tersebut layak untuk digunakan sebagai media pembelajaran. (b). Penilaian siswa terhadap multimedia interaktif berbasis komputer Uji coba multimedia berbasis komputer ini dilakukan kepada sepuluh siswa SMA Al-Falah Surabaya. Analisis penilaian siswa dapat dijabarkan sebagai berikut: (1) Kesesuaian materi yang terdapat pada media Kriteria ini meliputi aspek yang dinilai yaitu kesesuaian materi yang terdapat pada media dengan indikator belajar dengan persentase 75%, kesesuaian materi yang terdapat pada media dengan materi yang disampaikan guru dengan persentase 75% dan kesesuaian soal yang terdapat pada media dengan indikator belajar mendapat persentase 80% . Penilaian siswa terhadap media pada kriteria ini sebesar 76,67%. Persentase tersebut jika diinterprestasikan terhadap skala likert adalah kuat, hal ini menunjukkan bahwa materi yang diajarkan dengan media sudah sesuai. (2) Kejelasan dalam menyajikan konsep Kriteria ini meliputi aspek yang dinilai yaitu : kemudahan dalam membaca teks mendapat penilaian sebesar 85%, aspek kejelasan media dalam menyajikan konsep materi pelajaran mendapat penilaian sebesar 75%, sistematika penyajian materi mendapat penilaian sebesar 75%, dan aspek sistematika penyajian soal latihan mendapat penilaian sebesar 75%. Penilaian siswa terhadap media pada kriteria ini sebesar 77,5%. Persentase tersebut jika diinterprestasikan terhadap skala likert adalah kuat, hal ini menunjukkan bahwa konsep materi yang disajikan pada media mudah dipahami. Kemudahan dalam memahami materi yang diajarkan dengan menggunakan media juga didukung dari hasil nilai soal pralab sebelum siswa melihat demonstrasi praktikum. Koligatif Larutan sebelum melihat demonstrasi praktikum. Karena dua siswa tersebut memperoleh nilai di bawah nilai standar ketuntasan minimal SMA Al-Falah sebesar 65 Berdasarkan standar ketuntasan minimal hasil belajar siswa SMA Al-Falah Surabaya, yaitu sebesar >65 maka dari data dapat diketahui bahwa sepuluh siswa telah tuntas belajar pada Materi Pokok Sifat Koligatif Larutan, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah memahami materi pelajaran yang ada dalam media. (3) Tampilan gambar dan video sebagai ilustrasi dalam media Penilaian siswa terhadap media pada kriteria kesesuaian tampilan gambar dan video sebagai ilustrasi yang relevan dengan materi sebesar 85%. Persentase tersebut jika diinterprestasikan terhadap skala likert
256
adalah kuat sekali, hal ini menunjukkan bahwa tampilan gambar dan video yang digunakan sebagai ilustrasi dalam media sangat baik. (4) Kemudahan dalam mengoperasikan media Penilaian siswa terhadap media pada kriteria kemudahan dalam menggunakan media ini sebesar 85%. Persentase tersebut jika diinterprestasikan terhadap skala likert adalah kuat, hal ini menunjukkan bahwa pengoperasian media yang dibuat sudah baik. Dari keempat kriteria di atas, yaitu: Kesesuaian materi yang terdapat pada media mendapat penilaian siswa sebesar 76,67%, Kejelasan dalam menyajikan konsep dengan persentase sebesar 77,5% jika diinterprestasikan terhadap skala likert adalah kuat. Dan Tampilan gambar dan video sebagai ilustrasi dalam media dan Kemudahan dalam mengoperasikan media memperoleh penilaian sebesar 85%. Persentase tersebut jika diinterprestasikan terhadap skala likert adalah kuat sekali. Hal ini menunjukkan bahwa media interaktif berbasis komputer yang dibuat sudah sangat baik, yang berarti media tersebut layak untuk digunakan sebagai media pembelajaran. C.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap media yang dikembangkan dapat disimpulkan bahwa Multimedia Interaktif Berbasis Komputer Berupa Demonstrasi Praktikum Materi Pokok Sifat Koligatif Larutan layak untuk digunakan sebagai media pembelajaran karena telah tercapai indikator sebagai berikut: 1. Penilaian media oleh guru kimia terhadap kesesuaian materi yang terdapat pada media, kejelasan dalam menyajikan konsep, tampilan gambar dan video sebagai ilustrasi dalam media dan kemudahan dalam mengoperasikan media diperoleh penilaian masing-masing sebesar 83,33%, 81,25%, 87,5% dan 100% menunjukkan penilaian yang sangat kuat. 2. Penilaian siswa terhadap kriteria Kesesuaian materi yang terdapat pada media mendapat penilaian siswa sebesar 76,67%, dan Kejelasan dalam menyajikan konsep dengan persentase sebesar 77,5% menunjukkan penilaian yang kuat (didukung oleh aktivitas siswa yang positif selama menggunakan media dan hasil belajar siswa dengan menggunakan media), kriteria Tampilan gambar dan video sebagai ilustrasi dalam media memperoleh penilaian sebesar 85% dan Kemudahan dalam mengoperasikan media memperoleh penilaian sebesar 85 % menunjukkan penilaian yang sangat kuat. Sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya yang sejenis, disarankan hal-hal sebagai berikut : 1 Perlu dibuat program komputer (software) yang menunjang pengubahan hasil video ke dalam multimedia sehingga produk video memperoleh hasil yang lebih baik. 2 Penggunaan multimedia interaktif berbasis komputer berupa demonstrasi praktikum pada materi pokok Sifat Koligatif Larutan hanya dapat
257
3
membantu siswa untuk memahami praktikum secara kognitif sehingga diperlukan media lain yang dapat mengukur kompetensi psikomotor siswa hingga dapat dilakukan penilaian lanjutan. Soal Pralab berisi pertanyaan tentang kegiatan/proses yang akan dilakukan saat demonstrasi praktikum sehingga tidak rancu dengan konsep pretes-postes.
DAFTAR PUSTAKA Arifin, Mulyati dkk. 2005. Strategi Belajar Mengajar Kimia. Malang:Unipress Arsyad, Azhar. 2005. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Depdiknas. 2003. Draft Usulan Perbaikan KBK Mata Pelajaran Kimia SMA dan MA. Jakarta Ibrahim, Muslimin. 2001. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran Menurut Jerold E. Kemp dan Thiagarajan. Surabaya: FMIPA Unesa . Nur, Mohamad. 1998. Teori-Teori Perkembangan. Surabaya: Institut Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Surabaya. Sudjana, Nana dan Rivai, A. 2003. Teknologi Pengajaran. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algesindo. Tim Penyusun Pedoman Skripsi. 2005. Panduan Penulisan Skripsi dan Penilaian Skripsi. Surabaya: FMIPA Unesa.
258
IMPLEMENTATION OF INQUIRY INSTRUCTION MODEL ON RATE OF REACTION FACTORS MAYOR SUBJECT Anis Yanuarti & Suyono
ABSTRACT: This research aim to know about success of inquiry model implementation on rate of reaction factors subject. Implementation success valued from: (1) syntax feasibility of inquiry instruction model, (2) student activity in learning process, (3) mastery learning both classically and individually. Learning activity held in XI-IPA 1 SMAN 1 Manyar Gresik. Syntax feasibility valued by 3 observers using syntax feasibility instruction student activity observation. Mastery learning measured by using evaluation paper in concept comprehension of scientific thingking and psychomotoric process skill.Feasibility of instruction syntax reached even if phases done respectable already appropriate with time planning. Student activity fulfill in good criteria if most student activity relevant with instruction purpose. Mastery learning analyzed individually and classically with minimal mastery 75%.Research result from inquiry instruction model show that: (1) instruction syntax already done by teacher; (2) activity of most student have respectable meaning because relevant with instruction purpose already; and (3) mastery learning reached by 36 students, increasing 75% student and classical mastery reach 90% already more than minimal mastery. Mastery of psychomotoric skill had reached 75 % appropriate with minimal mastery. Keywords: inquiry model, syntax, student activity, indicator mastery, psychomotoric skill ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan implementasi model pembelajaran penemuan pada materi pokok faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Keberhasilan implementasi dinilai dari: (1) keterlaksanaan sintak model pembelajaran penemuan, (2) aktivitas siswa dalam proses pembelajaran, (3) ketuntasan hasil belajar siswa baik secara klasikal maupun individual. Kegiatan pembelajaran dilakukan di kelas XI-IPA 1 SMAN 1 Manyar Gresik. Keterlaksanaan sintak dinilai oleh tiga pengamat menggunakan format keterlaksanaan sintak pembelajaran. Aktivitas siswa dinilai oleh 3 pengamat menggunakan format pengamatan aktivitas siswa. Ketuntasan indikator diukur menggunakan lembar penilaian dalam bentuk pemahaman konsep berpikir ilmiah dan keterampilan proses psikomotorik. Keterlaksanaan sintak pembelajaran telah terlaksana jika fase-fase sudah terlaksana dengan baik sesuai dengan alokasi yang direncanakan. Aktivitas siswa memenuhi kriteria baik jika aktivitas sebagian besar siswa telah relevan dengan tujuan pembelajaran. Ketuntasan indikator dianalisis secara individual dan klasikal dengan batas ketuntasan minimal 75%. Hasil penelitian dari implementasi model pembelajaran penemuan menunjukkan bahwa: (1) sintak pembelajaran telah dilaksanakan oleh guru dan sesuai dengan skenario pembelajaran serta waktu yang telah direncanakan; (2) aktivitas sebagian besar siswa sudah bermakna baik karena telah relevan dengan tujuan pembelajaran; dan (3) ketuntasan individual telah dicapai oleh 36 siswa, terjadi peningkatan siswa sekitar 75% dan ketuntasan klasikal sudah tercapai 90% melebihi batas minimal ketuntasan. Ketuntasan keterampilan proses psikomotorik mencapai 75% sesuai dengan batas minimal ketuntasan. Kata kunci:
model penemuan,sintak, aktivitas siswa, ketuntasan psikomotorik.
indikator, keterampilan
PENDAHULUAN Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, (2) Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman, (3) Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, (4) Sumber belajar bukan
259
hanya guru tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif artinya guru tidak lagi berperan sebagai pusat dalam proses pembelajaran, dan (5) Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya atau pencapaian suatu kompetensi (Depdiknas, 2003). Melalui Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK), khususnya pengajaran IPA diharapkan tidak hanya memberikan kemampuan supaya siswa dapat membuat dan memecahkan soal-soal IPA tetapi juga secara konkrit dapat membentuk cara berpikir logis, kritis, dan sikap ilmiah yang lain serta memiliki keterampilan teknologi. Mengajar bukan merupakan suatu kegiatan statis, tetapi merupakan interaksi yang dinamis antara kondisi sosial, tujuan pengembangan berpikir, teori-teori belajar, teknologi yang mendukung terutama dengan aspek personal dan intelektual dari pelajar. Guru seharusnya selalu mencari cara agar dalam interaksi tersebut semua faktor dapat berintegrasi sehingga diperoleh hasil yang sebaik mungkin dengan memanfaatkan berbagai pendekatan dan metode yang cocok sesuai dengan tingkat perkembangan dan materi yang dipelajari siswa (Arifin, 1995). Materi pokok yang memiliki kompetensi dasar yang dalam pencapaiannya melibatkan suatu proses (penyelidikan) salah satunya adalah faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Standar kompetensi yang harus dimiliki siswa adalah memahami kinetika dan kesetimbangan reaksi kimia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa adalah menyelidiki faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dan menyimpulkannya (Depdiknas, 2003). Dalam mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar pada materi pokok faktorfaktor yang mempengaruhi laju reaksi, guru perlu mengusahakan berbagai cara untuk membuat pengalaman belajar menjadi lebih bermakna. Pengalaman-pengalaman belajar yang tidak diupayakan oleh guru akan menimbulkan kesulitan siswa dalam belajar khususnya belajar kimia. Berdasar penelitian Anwar (2006), dalam mengupayakan kegiatan latihan berpikir kritis melalui penyelidikan laboratorium untuk menemukan konsep adalah salah satu cara yang harus diupayakan guru agar siswa dapat membuat pengalaman belajarnya lebih bermakna. Model pembelajaran yang mendukung siswa dalam latihan berpikir kritis melalui peyelidikan adalah model pembelajaran penemuan. Pembelajaran penemuan ini memberikan kesempatan pada siswa untuk beraktivitas selama kegiatan latihan keterampilan dan sesuai dengan tingkat perkembangan serta materi yang dipelajari siswa. Guru hanya memegang peran sebagai fasilitator dan pembimbing sehingga memungkinkan hasil belajar tuntas dan siswa dapat membangun sendiri konsep serta definisinya secara benar. Karakteristik-karakterisik tersebut sama dengan metode ilmiah yang seharusnya selalu diterapkan siswa ketika mempelajari ilmu kimia. Metode ilmiah tersebut meliputi: (1) pendeskripsian permasalahan, (2) observasi, (3) merumuskan hipotesis, (4) melakukan percobaan, dan (5) menyimpulkan (Arifin, 1995). Sebelum melakukan penelitian, dilakukan kegiatan prapenelitian untuk melihat sejauh mana kemampuan siswa dalam menjawab soal-soal bercirikan metode ilmiah. Jenis soal yang dipakai adalah pilihan ganda, mengadopsi dari soal yang dikembangkan oleh Nur dari Pusat Sains dan Matematika Sekolah (PSMS) Unesa. Pada kegiatan prapenelitian di SMA Negeri I Manyar Gresik didapatkan hasil bahwa tidak semua karakteristik-karakteristik metode ilmiah dapat terlaksana dengan baik. Pada soal observasi hanya 32% siswa yang menjawab benar, kegiatan merumuskan masalah hanya 55% siswa yang dapat merumuskan dengan benar, soal eksperimen dan mendefinisikan variabel-variabel percobaan hanya 27% siswa menjawab dengan benar, dan kegiatan menyimpulkan hanya 45% siswa yang menyimpulkan dengan benar. Hasil tersebut tidak sesuai dengan pendapat Sudjana (2006) yang menyatakan bahwa siswa dikatakan tuntas jika telah mencapai sekurang-kurangnya 75% dari tujuan pembelajaran baik secara klasikal atau individual. Menitikberatkan hal di atas kekhawatiran-kekhawatiran akan terjadi hal yang sama pada materi laju reaksi membuat peneliti ingin mengantisipasinya dengan menerapkan model pembelajaran penemuan karena kelebihan-kelebihan seperti yang sudah tertulis pada bagian sebelumnya. Dengan penerapan model penemuan ini diharapkan dapat meningkatkan
260
keterampilan berpikir ilmiah khususnya dalam mempelajari kimia sehingga dapat membuat pengalaman belajar menjadi lebih bermakna. Penerapan model pembelajaran dapat dikatakan berhasil, pertama jika guru telah berhasil melaksanakan sintak model pembelajaran dengan baik dan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Kedua, jika aktivitas siswa telah relevan dengan tujuan pembelajaran, dan ketiga jika pada akhir pembelajaran, siswa dapat meningkatkan ketuntasan belajarnya baik secara klasikal maupun individual (Sudjana, 2006). Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan alinea-alinea terdahulu bahwa yang menjadi permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah “Bagaimana keberhasilan implementasi model pembelajaran penemuan pada materi pokok faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi?” Untuk menjawab rumusan masalah pokok itu perlu dirumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang mengacu pada komponen-komponen pengajaran. Komponen pengajaran sebagai dimensi penilaian proses belajar mengajar setidaknya mencakup: (1) konsistensi KBM dengan kurikulum, (2) keterlaksanaan rencana pembelajaran oleh guru, (3) keterlaksanaan rencana pembelajaran oleh siswa, (5) keaktifan para siswa, (6) interaksi antara guru dan siswa, (7) kemampuan atau keterampilan guru mengajar, dan (8) kualitas belajar yang dicapai oleh siswa (Sudjana, 2006). Permasalahan umum tersebut di atas dapat disederhanakan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana keterlaksanaan sintak model penemuan oleh guru? 2. Bagaimana aktivitas siswa selama kegiatan belajar mengajar?
3. Bagaimana ketuntasan belajar siswa baik secara individual maupun klasikal? METODE PENELITIAN 1. Sasaran Penelitian dan Sumber Data Sasaran penelitian ini adalah kegiatan implementasi model pembelajaran penemuan pada materi pokok faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. 2. Rancangan Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penilaian deskriptif. Untuk mengetahui gambaran mengenai hasil implementasi model pembelajaran penemuan, yaitu keterlaksanaan sintak pembelajaran, aktivitas siswa di dalam kinerja praktikum (psikomotor), ketuntasan komponen berpikir ilmiah. Penelitian ini mengikuti rancangan penelitian “One Group Pretest Postest Design”. Sebelum pembelajaran siswa dikenai suatu pretes dan pada akhir pembelajaran siswa dikenai postes. Rancangan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
O1 X O2 Dengan O1 adalah tes awal sebelum implementasi pembelajaran penemuan. X adalah perlakuan berupa implementasi pembelajaran penemuan pada materi pokok faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. O2 adalah tes akhir setelah implementasi pembelajaran. 3. Bahan Penelitian Bahan penelitian yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang dipakai dalam implementasi model pembelajaran penemuan, antara lain: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), buku siswa, Lembar Kerja Siswa (LKS), dan Lembar Penilaian (LP) 4. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data antara lain: a. Format pengamatan keterlaksanaan sintak pembelajaran pada model pembelajaran penemuan (instrumen 01). b. Format pengamatan aktivitas siswa di dalam praktikum (instrumen 02).
261
c. Tes keterampilan berpikir ilmiah dan hasil belajar kimia (instrumen 03). 5. Pengumpulan Data a. Data penilaian keterlaksanaan sintak-sintak merupakan catatan/narasi hasil pengamatan yang dilakukan oleh 3 pengamat. Untuk menjamin releabilitas dan validitas penilaian yang diberikan, maka para pengamat diberikan pengarahan teknis penggunaan instrumen dan pengumpulan data dan berlatar belakang pendidikan kimia. b. Data aktivitas siswa dalam kelompok praktikum dikumpulkan dengan mengamati kelas setiap kali tatap muka. Pengamatan dilakukan oleh tiga pengamat yang sudah dilatih sehingga dapat mengoperasikan lembar pengamatan secara benar. c. Data hasil belajar keterampilan berpikir ilmih dikumpulkan dengan metode percobaan/eksperimen. Eksperimen dilakukan pada saat implementasi model pembelajaran penemuan. Data ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar siswa dapat melakukan keterampilan berpikir ilmiah dengan mengimplementasikan model pembelajaran penemuan (ketuntasan komponen keterampilan berpikir ilmiah). d. Catatan khusus: sebelum pelaksanaan pembelajaran yang sebenarnya, peneliti melakukan sosialisasi model pembelajaran yang akan diimplementasikan kepada siswa (sasaran) dan juga pengenalan tentang materi pokok faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Kegiatan ini melibatkan calon pengamat. 6. Teknik Analisis Data a. Hasil Keterlaksanaan Sintak Pembelajaran. Analisis penilaian pengamat dalam bentuk pilihan yaitu: terlaksana dan tidak terlaksananya sintak pembelajaran dalam implementasi model pembelajaran penemuan dilakukan secara deskriptif. b. Persentase Aktivitas Siswa di dalam Kelompok. Penilaian dilakukan dengan mengamati kelas tiap kali tatap muka. Pengamatan dilakukan oleh tiga pengamat yang sudah dilatih sehingga dapat mengoperasikan lembar pengamatan secara benar. Berdasarkan rata-rata penilaian dari tiga pengamat untuk tiap kategori yang diamati, untuk tiap rencana pelaksanaan pembelajaran akan ditentukan persentasenya (P) dengan rumus:
Rata rata dari tiga pengamat P x 100% Jumlah Pengama tan c. Ketuntasan Komponen Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Untuk mendapatkan data tentang pengaruh implementasi model pembelajaran penemuan sebagai upaya untuk mencapai ketuntasan komponen keterampilan berpikir tingkat tinggi yang digunakan rumus ketuntasan klasikal sebagai berikut:
% Ketuntasan klasikal
Jumlah siswa yang tuntas x 100% Jumlah seluruh siswa
Prestasi belajar dikatakan tuntas bila penerapan rumus di atas menghasilkan nilai 75 % untuk materi pokok faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Selain itu juga di gunakan rumusan ketuntasan komponen keterampilan berpikir ilmiah secara individual sebagai berikut: Jumlah komponen yang tuntas % Ketuntasan individual x 100% Jumlah seluruh komponen Prestasi siswa dikatakan tuntas bila penerapan rumus di atas menghasilkan 75% untuk materi pokok faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi
262
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Keterlaksanaan Sintak Pembelajaran untuk RPP
Data keterlaksanaan sintak untuk RPP1 (Pengaruh Konsentrasi). Data ini merupakan penggambaran untuk RPP 2, 3 dan 4. Data waktu dan keterlaksanaan sintak untuk RPP 2, 3 dan 4 kurang lebih sama seperti data pada Tabel 1. Dari hasil analisis data ditemukan bahwa mayoritas pengamat menyatakan bahwa guru telah taat melaksanakan fase pembelajaran penemuan dengan alokasi waktu yang tidak terpaut jauh dengan waktu yang direncanakan. Ketaatan dalam menjalankan fase pembelajaran merupakan bukti empiris bahwa rencana pembelajaran yang dibuat telah memenuhi skenario pembelajaran penemuan. Dalam analisis keterlaksanaan sintak, ditinjau dari kriteria terlaksana atau tidak terlaksana. Ketika sebuah fase dinilai terlaksana maka masih terdapat kajian lebih lanjut yaitu dimensi waktu. Dengan memperhatikan catatan waktu pelaksanaan fase dalam model pembelajaran yang sedang diterapkan masih terdapat ketidaksesuaian dengan alokasi waktu yang direncanakan. Di dalam proses belajar mengajar, waktu bukan menjadi penghambat karena orientasinya adalah kinerja (Slamet, 2004). Dipakainya indikator waktu sebagai indikator keberhasilan karena pada pengembangan silabus ada batasan alokasi waktu. RPP adalah operasionalisasi dari silabus sehingga distribusi waktu masih penting untuk diperhatikan dan dalam praktek pembelajaran di kelas tetap ada batasan waktu 2 x 45 menit walau masih konvensional. Pada tahap pendahuluan, guru mengawali pembelajaran dengan mengingatkan siswa terhadap materi sebelumnya dan kaitannya dengan pengetahuan baru yang akan dialami siswa. Sesuai dengan teori konstruktivis oleh Vygotsky bahwa mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa berguna untuk membangun pengertianpengertian baru. Tahap selanjutnya siswa diminta untuk bergabung dalam kelompok kooperatif. Tujuan pembentukan kelompok kooperatif ini adalah agar siswa mampu mengembangkan kemampuan mereka dalam memperoleh informasi juga agar siswa saling bekerja sama. Dalam melakukan kegiatan dalam bimbingan guru. Seperti yang disampaikan oleh Vygotsky (dalam Nur, 2004) yang percaya bahwa interaksi sosial dengan teman lain akan memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Pembentukan kelompok dilakukan secara heterogen terdiri atas lima orang tiap kelompok dengan tingkat kemampuan yang berbeda. Pengkategorian ini didasarkan pada hasil pretest siswa. Satu kelompok terdiri atas satu siswa dengan kemampuan lebih, satu siswa dengan kemampuan rendah dan tiga siswa dengan kemampuan rata-rata. Arends (1997) mengemukakan bahwa anggota-anggota kelompok diatur dan terdiri atas siswa dengan kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Pembagian kelompok dapat dilihat pada Lampiran 7. Identifikasi siswa dengan kemampuan berbeda ini berdasarkan nilai tes atau nilai raport siswa. Dalam penelitian ini yang dipakai pedoman untuk membagi siswa dalam kelompok berdasarkan nilai tes awal.
263
Tabel 1. Data Keterlaksanaan sintak untuk RPP 1 Uraian Tiap Fase
a. Kegiatan Pendahuluan (5 menit) 1. Review (2’) 2. Siswa duduk dalam suatu kelompok kooperatif. (3’) b. Kegiatan Inti Fase 1: Identifikasi masalah (7 menit) 1. Demonstrasi oleh guru (5’) 2. Penyampaian tujuan pembelajaran (2’) Fase 2: Siswa membuat rumusan hipotesis (16 menit) Guru membimbing siswa dalam: 3. mengidentifikasi masalah (3’) 4. mengumpulkan informasi (8’) 5. merumuskan hipotesis (5’) Fase 3: Mengumpulkan data (42 menit) Guru membimbing siswa dalam: 6. membuat rancangan percobaan (10’) 7. melakukan percobaan (25’) 8. menyajikan data (7’) Fase 4: Menginterpretasikan data (10 menit) Guru membimbing siswa dalam: 9. membuat pernyataan (5’) 10. menguji hipotesis (5’) Fase 5: Membuat simpulan (5 menit) Guru membimbing siswa dalam: 11. membuat ringkasan (2’) 12. membaca ringkasan (1’). 13. Mengecek pemahaman siswa (1’) Kegiatan Penutup (5 menit) 1. Guru mengadakan evaluasi (4’) 2. Meminta siswa mempersiapkan diri belajar materi berikutnya di rumah.
Hasil Pengamatan Pengamat 1 T/ Waktu TT (menit) Ren Riil cana
Pengamat 2 T/ Waktu TT (menit) Ren Riil cana
Pengamat 3 T/ Waktu TT (menit) Ren Riil cana
T T
2 3
2 3
T T
2 3
2 3
T T
2 3
2 3
T T
5 2
5 2
T T
5 2
5 2
T T
5 2
5 2
T T T
3 8 5
4 6 7
T T T
3 8 5
4 6 7
T T T
3 8 5
4 8 4
T T T
10 25 7
9 25 8
T T T
10 25 7
8 26 6
T T T
10 25 7
10 5 8
T T
5 5
6 5
T T
5 5
6 4
T T
5 5
4 5
T T T
2 1 2
2 2 2
T T T
2 1 2
2 2 2
T T T
2 1 2
2 2 2
T T
4 1
3 1
T T
4 1
3 1
T T
4 1
3 1
Pada kegiatan inti model pembelajaran penemuan, fase satu sampai fase lima, telah terlaksana dengan baik karena berdasarkan pengamatan, guru telah melaksanakan sintak demi sintak dengan baik. Dengan implementasi penemuan diharapkan siswa dapat menggunakan pengalaman dan observasi langsung dalam memperoleh informasi dan memecahkan masalahmasalah ilmiah. Seperti yang dikemukakan oleh Jerome Bruner (dalam Nur, 2004) bahwa model pembelajaran penemuan adalah suatu model pengajaran yang menekankan pada membantu siswa memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu, perlunya siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan suatu keyakinan bahwa pembelajaran sebenarnya terjadi melalui penemuan pribadi 2. Aktivitas Siswa dalam Kelompok Persentase rata-rata aktivitas siswa dalam kelompok disajikan dalam Tabel 2.
264
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Dalam Model Pembelajaran Penemuan No.
Aktivitas siswa dalam kelompok
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Membaca (mencari informasi, dsb) Memanipulasi alat dan bahan Mendiskusikan tugas partisipasi seluruh anggota Mendiskusikan tugas partisipasi ada yang dominan Mendiskusikan prosedur kerja Melakukan percobaan dan pengamatan Diskusi yang tidak relevan dengan tugas Saling berbantah prosedur kerja Diskusi substansi, relevan dengan tugas Suasana diam atau bingung Perilaku yang tidak relevan Berdiskusi dengan guru Mendengarkan penjelasan guru
Persentase (%) RPP ke….. 1 2 3 4 8,333 8,056 9,722 10 5,833 5,833 6,667 8,889 7,778 7,222 7,5 7,778 8,611 8,611 6,389 3,889 7,5 7,778 8,889 10,28 8,333 9,167 10 10,56 9.444 6,667 5,833 3,333 6,389 8,333 9,722 10,56 5,556 7,222 9,167 10,56 10 8,889 5 3,889 10 6,944 5,556 3,611 6,111 8,056 7,778 8,611 6,111 7,222 7,778 8,056
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan aktivitas siswa yang relevan dengan tujuan pembelajaran, misalnya membaca, mendengarkan penjelasan guru, berdiskusi dengan partisipasi seluruh anggota, diskusi prosedur kerja, diskusi substansi yang relevan, dan melakukan percobaan. Selain terjadi peningkatan juga terjadi penurunan aktivitas yang tidak relevan dengan tujuan pembelajaran, seperti: perilaku yang tidak relevan, suasana diam dan bingung, diskusi yang tidak relevan dengan tugas, dan ada dominasi dari dua atau tiga anggota kelompok. Diskusi yang tidak relevan dengan tujuan pembelajaran, misalnya berbincangbincang terlepas dari masalah pembelajaran. Perilaku yang tidak relevan misalnya membuat keributan ketika sedang dalam KBM, mondar-mandir berbicara keras, dan lain-lain. Aktivitas-
aktivitas dalam proses pembelajaran ada yang bersifat menguntungkan atau merugikan bagi tercapainya tujuan pembelajaran atau indikator. Dari Tabel 4.6 terlihat bahwa terjadi peningkatan aktivitas siswa yang relevan dan penurunan aktivitas yang tidak relevan dengan pembelajaran. Hasil analisis data pada Tabel 2 dapat diringkas dalam sebuah grafik Gambar 1. Persentase Aktivitas
100% 80% 60% 40% 20% 0% 1
2
3
4
RPPke.. . Akt ivitas yang Relevan
Akt ivitas yang tidak relevan
Gambar 1. Grafik Persentase Aktivitas Siswa Siswa dalam Pembelajaran Frekuensi aktivitas yang relevan dengan tujuan pembelajaran cenderung meningkat seiring dengan urutan pelaksanaan RPP. Hal ini mengindikasikan bahwa implementasi model pembelajaran penemuan telah berhasil meningkatkan aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Sesuai yang dikemukakan oleh Bruner (dalam Nur, 2004) bahwa dengan model pembelajaran penemuan aktivitas siswa karena siswa
265
diajak mengalami dan melakukan observasi langsung untuk memperoleh informasi dan memecahkan masalah-masalah ilmiah. Besarnya persentase waktu pembelajaran yang digunakan oleh siswa untuk beraktivitas dalam RPP 1 sampai 4 didukung oleh data dalam Tabel 2 dan Gambar 1 yaitu keantusiasan siswa yang makin tinggi dan menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran telah berpusat pada siswa. Tingginya semangat siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran didorong juga oleh kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran cukup baik diantaranya kegiatan memotivasi siswa, membimbing siswa mengerjakan LKS, membimbing percobaan, dan mengecek pemahaman siswa. Meskipun demikian pada RPP 1 masih ditemukan kecenderungan siswa berperilaku kurang relevan dengan pembelajaran. Kecenderungan tersebut berkurang seiring dengan berlangsungnya proses pembelajaran pada pertemuan-pertemuan selanjutnya. Dari penilaian umum terhadap aktivitas siswa menunjukkan bahwa pelaksanaan model pembelajaran penemuan telah dapat mengantarkan siswa dalam meningkatkan aktivitasnya yang relevan dengan pembelajaran. 3. Ketuntasan Indikator Keberhasilan siswa dalam belajar materi pokok faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi melalui implementasi model pembelajaran penemuan didasarkan pada data ketuntasan indikator. Data ketuntasan indikator diperoleh melalui tes hasil belajar, baik dari aspek pemahaman konsep maupun pada aspek keterampilan melalui proses psikomotor. Indikator ke6, adalah indikator untuk menilai aspek psikomotorik siswa. Pada kegiatan pretest dan postest indikator ke-6 ini tidak dinampakkan karena indikator ini hanya berlangsung ketika siswa terlibat dalam kegiatan percobaan. Data ketuntasan indikator pada aspek pemahaman konsep yang diperoleh ditinjau dari dimensi individual dan dimensi klasikal dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Data Ketuntasan Indikator No.Nama Pretes % Siswa I N D I K A T O R Ketun1 2 3 4 5 6 7 8 tasan 1 ARI 5 2 5 2 2 2 2 20 2 AAW 5 2 5 2 5 5 2 26 3 CF 10 5 20 10 10 15 5 75 4 KAR 5 5 10 10 10 10 5 55 5 AFN 10 5 20 10 10 15 5 75 6 CTY 5 5 10 5 5 10 5 45 7 DAA 5 10 15 10 5 10 5 60 8 ACD 5 10 10 5 5 10 5 50 9 AKV 5 10 20 10 5 10 5 65 10 FK 5 10 5 5 5 5 5 40 11 FAS 5 5 10 10 5 5 2 42 12 RRR 5 10 20 15 10 10 5 75 13 UC 10 10 20 10 10 10 5 75 14 VS 10 10 10 10 10 10 5 65 15 WWD 2 5 10 10 5 5 2 39 16 AH 10 10 20 15 10 10 5 80 No.Nama Pretes % Siswa I N D I K A T O R Ketun1 2 3 4 5 6 7 8 tasan 17 SSM 5 10 10 10 7 10 5 57
T/TT
TT TT T TT T TT TT TT TT TT TT T T TT TT T T/TT
TT
266
Postes % INDIKATOR Ketun1 2 3 4 5 6 7 8 tasan 10 10 20 20 10 20 5 95 10 5 15 20 10 20 5 85 10 10 15 10 10 15 5 75 10 10 15 15 5 15 5 75 10 10 15 15 10 20 5 85 10 10 10 10 10 20 5 75 5 5 10 10 10 15 5 60 10 10 20 10 5 10 5 70 10 10 20 10 10 15 5 80 10 10 10 15 10 15 5 75 10 10 20 15 10 10 5 80 5 10 10 20 10 20 5 80 10 5 20 15 10 15 5 80 10 10 10 15 10 10 5 70 5 10 15 10 10 20 5 75 10 10 10 15 10 20 5 80 Postes % INDIKATOR Ketun1 2 3 4 5 6 7 8 tasan 10 10 10 15 10 15 5 75
T/TT
T T T T T T TT T T T T T T TT T T T/TT
T
18 TNQ 5 10 20 10 7 10 5 19 WNH 5 5 10 10 5 5 5 20 WND 2 5 5 10 5 5 2 21 AM 10 10 20 10 10 20 5 22 ADH 5 10 10 10 10 20 5 23 DN 5 5 5 5 10 10 2 24 RIK 5 10 20 10 5 10 5 25 ARF 5 5 10 10 5 5 2 26 DP 5 10 20 10 10 10 5 27 ENA 5 5 5 5 10 10 2 28 IUI 5 10 20 10 5 10 5 29 RF 5 10 20 10 5 10 5 30 STW 5 10 20 15 10 10 5 31 BWR 5 10 15 15 10 10 5 32 FRN 5 5 5 5 10 10 2 33 LMM 5 10 10 10 7 10 5 34 NA 5 5 10 10 5 5 5 35 UR 5 10 10 10 10 20 5 36 AHN 5 10 20 10 10 10 10 37 DAP 0 5 5 10 5 5 5 38 DS 5 10 20 10 5 10 5 39 NA 5 5 5 5 10 10 2 40 BMF 5 10 10 10 5 5 5 Keterangan: T: Tuntas, TT: Tidak Tuntas
67 45 34 85 70 42 65 42 70 42 65 65 75 70 42 57 45 70 75 35 65 42 50
TT TT TT T TT TT TT TT T TT TT TT T TT TT TT TT TT T TT TT TT TT
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 5 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
10 5 10 5 10 10 10 10 10 10 10 10 5 10 10 10 5 10 10 10 10 10 10
20 10 20 20 20 10 15 25 20 10 10 25 20 20 15 10 10 5 20 10 20 10 20
20 20 20 10 20 15 10 20 20 20 20 20 15 20 20 20 20 20 20 10 10 15 20
10 10 5 10 10 10 10 10 10 10 5 10 10 10 10 5 10 10 10 10 5 10 10
15 20 10 15 10 15 15 10 20 20 20 20 20 20 5 5 15 10 20 20 20 15 15
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
90 80 80 75 85 75 75 90 95 85 80 100 80 95 75 65 75 70 95 75 80 75 90
T T T T T T T T T T T T T T T TT T TT T T T T T
Pengertian ketuntasan keterampilan berpikir ilmiah adalah analisis ketuntasan siswa dalam mengerjakan setiap komponen keterampilan berpikir ilmiah. Setiap komponen keterampilan berpikir mempresentasikan keterampilan berpikir yang terpayungi oleh sebuah indikator hasil belajar. Jika seorang siswa benar dalam melakukan sebuah komponen keterampilan berpikir maka siswa tersebut dinyatakan telah menguasai keterampilan berpikir dan sebaliknya. Dari hasil analisis data terlihat bahwa siswa mengalami peningkatan ketuntasan baik ketuntasan individual maupun klasikal. Hal tersebut bermakna bahwa implementasi model pembelajaran penemuan telah dapat mengantarkan siswa dalam mencapai ketuntasan khususnya pada materi pokok faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Ketuntasan indikator hasil belajar merupakan cerminan dari keberhasilan guru dalam pelaksanaan fase pembelajaran yang memiliki kualitas baik. Bila dilihat secara klasikal, jumlah siswa yang tuntas mencapai 90% melebihi batas minimal ketuntasan. Menurut Ischak (1987), belajar tuntas (mastery learning) adalah suatu sistem belajar yang mengharapkan sebagian besar siswa dapat menguasai tujuan instruksional umum dari suatu satuan atau unit pelajaran secara tuntas sekurang-kurangnya 75% dari tujuan instruksional yang hendak dicapai harus dikuasai siswa. Sistem penilaian ini disebut sistem penilaian acuan kriteria. Sistem penilaian acuan kriteria adalah salah satu karakteristik penilaian dalam KBK (Slamet, 2004). Sistem penilaian acuan kriteria, menilai ketuntasan siswa disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. Dengan demikian keberhasilan siswa dibandingkan dengan tujuan instruksional yang seharusnya bukan dibandingkan dengan rata-rata kelompoknya. Biasanya keberhasilan siswa ditentukan kriterianya yakni 75%. Sistem penilaian ini mengacu pada konsep belajar tuntas atau mastery learning. Prinsip belajar tuntas berlaku umum, baik bagi proses belajar mengajar secara klasikal maupun individual (Sudjana, 2006). Bertitik tolak dari tujuan pembelajaran pada kurikulum berbasis kompetensi yang meliputi domain kognitif, psikomotor, dan afektif maka selain domain kognitif seperti yang telah diungkap pada alinea sebelumnya juga akan diungkap ketuntasan keterampilan psikomotorik berikut ini. Pada domain psikomotorik diketahui ketuntasan klasikal siswa sebesar
267
75% sesuai batas minimal ketuntasan. Keterampilan psikomotorik dalam penelitian ini adalah percobaan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Sesuai dengan KBK, penguasaan mata pelajaran dengan menyentuh secara nyata, mendidik siswa untuk cenderung lebih riil, aktual, konkrit, nyata, dan menyentuh realitas. Lebih dari itu proses belajar mengajar dapat menerapkan nilai-nilai yang dipelajari ke dalam kehidupan sehari-hari dan menginternalisasikan nilai-nilai ke dalam hati nuraninya. Ketuntasan belajar mengajar di kelas XI IPA 1 SMAN 1 Manyar Gresik telah tercapai dengan menerapkan model pembelajaran penemuan (inkuiri). Model inkuiri merupakan suatu proses yang ditempuh siswa untuk memecahkan masalah, merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data dan menarik simpulan. Dalam model ini, siswa terlibat secara mental dan fisik untuk memecahkan suatu permasalahan (Nur, 2004). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis data penelitian dan pembahasan, dapat dituliskan simpulan penelitian sebagai berikut: 1. Fase-fase dalam sintak model pembelajaran penemuan pada materi pokok faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dapat dilaksanakan sesuai dengan RPP. 2. Implementasi model pembelajaran penemuan pada materi pokok faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dapat menumbuhkan aktivitas belajar siswa. 3. Implementasi model pembelajaran penemuan pada materi pokok faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi berhasil mengantarkan siswa mencapai ketuntasan belajar baik secara klasikal maupun individual. Terjadi kenaikan siswa yang tuntas sekitar 75%. Ketuntasan siswa secara klasikal tercapai sebesar 90%. Siswa yang tuntas secara individual berjumlah 36 siswa. Saran Berdasarkan pada simpulan-simpulan yang telah dibuat dan temuan-temuan, peneliti mengajukan saran atau rekomendasi sebagai berikut: 1. Model pembelajaran penemuan terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan ketuntasan belajar siswa. Oleh karena itu guru disarankan untuk menerapkan model pembelajaran penemuan ketika mengajarkan materi faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. 2. Melalui model penemuan siswa betul-betul ditempatkan sebagai subyek yang belajar, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mencoba mengimplementasikan model penemuan pada materi pokok lain yang mempunyai spesifikasi seperti materi pokok faktorfaktor yang mempengaruhi laju reaksi. 3. Dalam mengimplementasikan model penemuan, masih ditemukan aktivitas siswa yang kurang relevan dengan tujuan pembelajaran sehingga perlu dilakukan kajian mendalam terhadap kasus siswa yang kurang relevan tersebut. 4. Sesuai dengan KBK bahwa kompetensi siswa harus meliputi tiga aspek yaitu kognitif, psikomotor, dan afektif dapat terintegrasi dalam suatu kegiatan belajar mengajar. Aspek afektif tidak menjadi perhatian dalam penelitian ini sehingga disarankan agar peneliti lain dapat menyusun suatu rancangan penelitian untuk meneliti aspek afektif siswa, sehingga tujuan KBK untuk mengintegrasikan aspek kognitif, psikomotor, dan afektif dapat terwujud dalam suatu rangkaian proses pembelajaran. DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Choirul. 2006. Profil Pengalaman Belajar Penyebab Kesulitan Belajar Kimia Siswa LBB dan Ide Pemecahannya. Skripsi (tidak dipublikasikan). Surabaya: Unesa Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
268
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Carin, Arthur. 1970. Teaching Modern Science. Ohio: Charless E. Merril Publishing Company Depdiknas. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi Siswa Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas Djamarah, S. 1996. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta Gafur, Abdul. 1984. Disain Instruksional. Solo: Tiga Serangkai Ibrahim, M dan Muhammad Nur. 2005. Pengajaran Berdasarkan Masalah, Surabaya: Unesa University Press Ischak & Warji. 1987. Program Remedial Dalam Proses Belajar Mengajar. 1987. Yogyakarta: Liberty Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi Karakteristik dan Implementasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Ningsih, Nur. 2002. Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri dalam CTL untuk Mencapai Ketuntasan Belajar di Kelas IA SLTP Islam Parlaungan Waru Sidoarjo. Skripsi (tidak dipublikasikan). Surabaya: Unesa Nur, Muhammad dan Wikandari. 2004. Pembelajaran Berpusat Pada Siswa dan Pendakatan Konstruktivis. Surabaya: PSMS Universitas Negeri Surabaya Slamet. 2004. Pendidikan Berbasis Kompetensi. Makalah Yang Disampaikan Pada Acara Persiapan Monitoring dan Evaluasi Sekolah Standar Nasional. Jakarta Suderadjat, Hari. 2004. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Cipta Cekas Grafika Sudjana, Nana. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya Sudjana, Nana & Daeng Arifin. 1987. Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Suyono. 2004. Perangkat Pembelajaran. Makalah yang Disampaikan Pada Acara TOT guru Sains SD se-Jawa Timur Kanwil P dan K Propinsi Jawa Timur Universitas Negeri Surabaya. 2005. Panduan Penulisan Skripsi dan Penilaian Skripsi. Surabaya: Unesa University Press.
269
Meningkatkan Ketaqwaan Siswa Melalui Pembelajaran kimia Lingkungan (Sebuah Meaningful Learning) Oleh: Yatimun* A
b
s
t
r
a
k
Pr os es ki mi a te rj ad i ham pi r di se mu a te mp at , di se pa nj an g wa kt u da n te ru s ak an te rj ad i sa mp ai du ni a in i be ra kh ir. Ban yak ob yek pe ru baha n ki mi a yan g be rs if at ma kr o ma up un mi kr o yan g da pa t di gu na ka n se ba gai me di a be la ja r si sw a. Me la lu i in te rn et si swa da pa t ki ta tu gas ka n aga r me nd al am i pr os es pe ru ba ha n ik li m da n ke ru sa ka n li ng ku ng an yan g te rj ad i di be rb aga i be la ha n bu mi . Pe ri st iw a me ni pi snya la pi sa n oz on, tu mp ah nya mi ny ak da ri ka pa l ta ng ke r da n te rc em ar ny a ai r su ng ai di Ci na da ra ta n ad al ah se bu ah co nt oh ti nd ak an ma nu si a yan g ta k be rt an gg un g ja wa b te rh ad ap li ng ku nga n. Se ca ra te gas Al la h SW T te lah be rf ir ma n me la lu i Al -Qu r’ an Su ra t Ar-Ru m aya t 41 yan g be rb un yi: “T el ah ta mp ak ke ru sa ka n di da ra t da n di la ut ka re na pe rb ua ta n ta ng an ma nu si a su pay a Al la h me ra sa kan ke pa da me re ka seb ag ia n da ri (a ki ba t) pe rb ua ta n me re ka , ag ar me re ka (ke mb al i ke ja la n yan g be na r) .” Ka ji an ki mi a li ngk un gan yan g di aj ark an di se ko la h -se ko la h ki ran ya da pa t di gu na ka n ol eh pa ra gu ru ki mi a un tu k me nc ob a me ne rapka n pe ng aj ar an yan g be rm ak na (m ea ni ngfu l le ar ni ng ). Pe ng aj ar an in i da pa t me ma du ka n be rb aga i pe nd ek at an , di ant ar an ya: 1) . Si sw a di aj ak me li ha t fa kt a li ngk un gan su nga i, se lo ka n, da n te mp at pe mb ua nga n sa mp ah yan g ad a di se ki ta r se ko la h, 2) . Si sw a di tu gas i un tu k me nc ar i da ta ke na ik an su hu bu mi di in te rn et , 3) . Si sw a di tu gas i me nc ar i gam ba r-gam ba r/ fo to ke ru sa ka n al am di be rb aga i be la ha n bu mi ak ib at /u la h ta ng an ko to r ma nu si a. Di sk us ik an ma sa la h da n fa kt a-fa kt a te rs ebu t. Ka ji be rs am a un tu k di ca ri be na ng me ra hn ya. Ban di ng ka n de ng an si fa t-si fa t al am ia h pa da ek os is tem as li ta np a se nt uh an ma nu si a (c on to h Ek os is te m hu ta n tr op is Pap ua , ek os is te m ai r taw ar su ng ai Mah ak am , ek os is te m Hut an Lin du ng Me ru Bet ir i) dl l. Am an at UU Si sd ik nas am at la h je la s ba hwa pe ni ng ka ta n ke takwa an si sw a bu ka n ha nya tu gas pa ra gu ru ag am a. Gu ru ma ta pe la ja ra n la in pu n ha ru s ik ut se rt a me ng aj ak pe se rt a di di k un tu k pa nd ai se ca ra ko qn it if , pa nd ai ps yko mo to ri k da n pa nd ai da la m ha l af ek ti f. *
Guru SMA Sejahtera 1 Surabaya
270
P E N D A H U L U A N Ju m’ at le gi te pa t bu la n Ra ma dh an ta ng gal 17 Ag us tu s 19 45 , So ek ar no – Ha tt a me mp ro kl ami rka n ke me rd ek aa n ba ng sa Ind on es ia . Ke es ok an ha ri ny a UU D 19 45 di sah ka n seb aga i da sa r ko ns ti tu si na si on al ki ta . Pa da pe mb uk aa n UUD 19 45 it ul ah da pa t ki ta ba ca de ng an se ks am a, tu ju an pe nd ir ia n ne gar a Re pu bl ik Ind on es ia , yai tu : 1) . Me maj uk an ke sej ah te ra an um um , 2) . Me nc er da sk an ke hi du pa n Ba ng sa , 3) . Ik ut ser ta da la m ke te rt ib an du ni a da n pe rd ama ia n ab ad i. Di kt um me nc er da sk an ke hi du pa n ban gs a it ul ah yan g ak hi rn ya me ngi lh am i pa sa l 31 UU D 19 45 yan g me ny at ak an ba hw a 1) . Se ti ap wa rga ne gar a be rh ak me nd ap at ka n pe nd id ik an ; 2) . Se ti ap wa rga ne gar a wa ji b me ng ik ut i pe nd id ik an da sa r da n pe me ri nt ah wa ji b me mb ia yai ny a; 3) . Pe me ri nt ah me ngu sa ha ka n da n me nye le ng ga ra ka n sa tu si st em pe ndi di ka n nas io na l yan g men in gk at ka n kei man an da n ke tak wa an ser ta ak hl ak mu li a da la m ra ng ka me nc er da sk an ke hi du pa n ba ng sa ; 4) . Neg ar a me mp ri or it as kan an gg ar an Pe nd id ik an se ku ra ng – ku ra ng ny a du a pu lu h pe rs en da ri An gg ar an Pe nda pa ta n da n Bel anj a Ne gar a se rt a da ri An gg ar an Pe nd ap at an da na Bel an ja Da er ah un tu k me me nu hi ke bu tu ha n pe nye le ng ga ra an pe nd id ik an na si on al ; se rt a 5) . Pe me ri nt ah me ma ju ka n il mu pen get ah ua n da n te kn ol og i de ng an men ju nj un g tin ggi ni la i – ni la i ag ama da n pe rs atu an ba ngs a un tu k ke ma ju an pe ra da ba n ser ta ke se ja ht er aa n um at ma nu si a. Ber da sa rk an pa da po ko k – pok ok pi ki ra n dia ta s ma ka la h in i di bua t un tu k me nye le ng gar ak an da n me ngg ab un gka n 3 do ma in pe nd id ik an ki mi a yai tu si sw a me mi li ki ket ra mp il an ps ik om ot ori k, si sw a me mi li ki ke ma mp ua n in te le kt ua l da n si sw a ma mp u be rs ik ap sa nt un da la m ti nd ak af ek ti f. KAJIAN
PUSTAKA
Trilogi Kecerdasan An ak – an ak yan g se da ng be la ja r di se ko la h se lu ru h Ind on es ia sa at in i ad al ah as et, se ka li an pe mi li k ma sa de pa n ba ngs a. Na si b ba ngs a da n ne gar a da la m du a at au ti ga de ka de me nd at an g ad a di ta ng an me re ka . Ke pa da me re ka pe rl u di ke mb an gk an 3 do ma in ke ce rd as an se kal ig us yai tu ke ce rd as an Int ek tu al (IQ = Int el eq en ce Qu ot ie nt ), Ke ce rd as an Em os io na l (E Q = Emo ti on al Qu ot ie nt ) da n da n Ke ce rd as an Sp ir itu al (S Q = Sp ir it ua l Qu ot ie nt ). Hu bu ng an Ke ti ga do ma in ke ce rd as an di at as me nu rut Ya ti mu n da pat di gam ba rk an de ng an Mo de l be ri ku t: Ca ta ta n : 1. SQ be ra da di pu sa t be rm ak na Sp ir it ua l Cerdas Intelektual (IQ) Se ba gai pe nu nt un hi dup ma nu si a un tu k me mb ed ak an ba ik da n bu ru k (t he Li ght ) Cerdas 2. EQ be ra da di li ngk ar an lu ar ba wa h Spiritual (SQ) me nyi ra tk an pe ra n EQ se ba gai po nd as i hi du p be rm as yar ak at (f ou nd at io n)
271
3.
IQ be ra da di li ngka ra n lu ar at as be rm ak na IQ se ba gai pe nc er ah an pe ra da ba n. (Br ig ht ne ss ) Cerdas Emotional (EQ) Ban gs a Ind on es ia sa at in i su da h ba nya k yan g pa nd ai ba ik se ca ra in te lektu al ma upun Em ot io na l, nam un ak hir – ak hi r in i ad a di ant ar a me re ka yan g ha ru s di pe nj ar a ka re na te rj er at ka su s kri mi na l da n ka su s ti nd ak pi da na ko ru ps i. Su ki rn o da la m tu li sa nn ya di se bu ah Ha ri an Te rb it , menyatakan : “...Namun banyak orang cerdik, pandai bahkan sebagian ilmuwan kita yang sudah mencapai puncak karier serta menduduki jabatan sebagai petinggi negara, justru mengalami kegagalan hidup karena terlibat kasus tindak pidana korupsi. Ternyata hanya dengan dibekali IQ tanpa EQ dan SQ, mereka bukan hanya membuat malu sekaligus menyusahkan keluarga mereka, tetapi juga telah menyebabkan kerugian negara dan rakyat secara keseluruhan...”
PELAJARAN KIMIA Ki mi a ad al ah sal ah sa tu ca ba ng Ilm u Pe ng et ah ua n Al am ka re na ny a ma ka il mu ki mi a di kem ba ngk an pa ra ah li de nga n ja la n me ne li ti , me nga ma ti , me nc at at , me ng ub ah va ri ab el , me nc oc ok ka n da ta da ri su at u pe rc ob aa n – pe rc ob aa n ki mi a. Pe la ja ra n ki mi a yan g di aj ar ka n di se kol ah SM A ka da ng di ja uhi ol eh be be ra pa si sw a ka re na me re ka be ra ng gap an ba hw a pe la ja ra n in i sa nga t su li t. Ak ib at nya me re ka ta ku t de ng an pe la ja ra n ki mi a. (H ar yon o Ha rd jo wa rs it o, 19 97 ). Ji ka sa ja pa ra gur u da pa t me re ra pk an fi lo so fi il mu ki mi a yai tu il mu yan g me mp el aj ar i si fa t – si fa t, st ru kt ur ma te ri , da n per ub ah an – pe ru ba ha nn ya, ma ka pe la ja ra n kimi a men ja di pe la ja ra n yan g me na ri k. Ap al agi ji ka to pi k yan g me nj ad i pe mb ah as an ad al ah ki mi a li ngk un gan . Pa da to pi k in i pa ra si sw a bi sa di be ri tu gas pe nga ma ta n li ngk un gan se ki ta r se ko la h (m is al se lo ka n, su ng ai , TP S, dl l) . Bi sa ju ga di mi nt a me nc ar i da ta – da ta te rs ebu t di in te rn et ke mu di an di di sk us ik an da n di bu atl ah ke si mp ul an , la lu ki ta hu bu ng ka n de ng an si fa t/ pe ri la ku ma nu si a sec ar a um um . Ka it ka n de ng an aj ar an – aj ar an mo ra l da ri aga ma yan g di an ut si sw a da n aj ak la h se lu ru h si sw a un tu k me re nu ng. DIMENSI KETAKWAAN Ke ta kw aa n ad al ah su at u ko nd is i di ma na se se or an g me ra sa di li ha t da n di aw as i la ng su ng ol eh Tu ha n se hi ng ga ia ti da k be ra ni me la ng ga r la ra ng an – la ra ng an -Ny a da n se la lu pa tu h me nj al an ka n pe ri nt ah – pe rin ta h-Nya . Me nj au hi la ra ng an da n me nj al an ka n pe ri nt ah Tu ha n ad al ah Ko ns ek ue ns i lo gi s da ri or an g yan g be rt ak wa . Me sk i di ra yu de ng an ha di ah – ha di ah yan g me ng gi ur ka n se ka li pu n, or an g yan g be rt ak wa ti da k ak an ma u me la ku kan pe rb ua ta n ma ks iat , ka re na me re ka ta hu ba hw a Tu ha n Ma ha Ta hu dan Me nya ks ik an se gal a pe rb uat an ma nu si a. Da la m di me ns i ket ak wa an in i Su ki rn o me nu li s : “. .. Se mu a aga ma mo not ei sm e se pe rti Isl am , Kr is te n, Ka to li k dan la inla in nya , me ng aj ar ka n ba hw a se mu a ma kh lu k se na nt ia sa da lam
272
pe ngaw as an Tu ha n Ya ng Ma ha Es a ka re na Di a be rs if at Ma ha Me li hat se lu ruh ci pt aa n-Nya . Imp li ka si nya , se ti ap man us ia ha ru s men ga pr es ia si ke ju ju ra n, ke be na ra n, ke ad il an , keb ai ka n, ke man us ia an , ka si h sa ya ng , ke so pa nan da n ke su si la an se ba ga i mak hl uk so si al se ka li gu s mak hl uk sp iri tu al.. .”
Model Pengajaran Kimia Un tu k me ni ngk at ka n pe ma ha ma n ma te ri ki mi a li ng ku ng an sek al ig us ke ta kw aa n si sw a, mak a mo de l be ri ku t pe nu li s ap li ka si ka n di kel as de ng an ti ga al te rn at if : Al te rn at if I : Pe nc ema ra n li ng ku ng an se ki tar Lan gka h 1 : me ma su ki ke la s se tel ah me nj ela sk an to pi k pe la ja ra n ha ri it u si swa di mi nt a me mb uat ke lo mp ok ma si ng – ma si ng 4 sa mp ai 5 sis wa Lan gka h 2 : ke lo mp ok te rs eb ut ki ta tu gas ka n un tu k me nga ma ti , me ne li ti , me nc at at da n me ng el om po kk an pe nc em ar an li ng ku ng an di se lo ka n, su nga i, ta ma n se kol ah, te mp at sa mp at da n sek it ar to il et Lan gk ah 3 : se tel ah kem ba li ke ke la s ket ua ke lo mp ok mel ap or kan ha si l pe nga ma ta nn ya di de pa n ke la s. Lan gk ah 4 : di sk us ik an be rs am a da n sa li ng ta ny a ja wa b. Lan gk ah 5 : ak hi ri de ng an re nu ng an , me ng ap a pe nc em ar an it u te ru s me ne ru s te rj ad i? Me nga pa ma nu si a se ri ng me rus ak da n me nya ki ti li ngk un gan ? Al te rn at if II : Pe nc ema ra n ud ar a Lan gk ah 1 : be ri tu gas si sw a se ca ra ke lo mp ok un tu k me nc ar i be rb aga i in fo rm as i pe nc em ar an ud ar a di in te rn et . Lan gk ah 2 : be be rk an da ta pe nc em ar an it u di di nd in g ke la s Lan gk ah 3 : se lu ru h si sw a di mi nt a me mb ac a, me nc at at da n me ng an al is is da ta . Lan gk ah 4 : di sk us ik an be rs am a da n ak hi ri de ng an re nu ng an . Al te rn at if II I : Pe nc em ar an ai r su ngai da n lau t Ga nt i to pi k da ri pe nce ma ra n ud ar a me nj ad i pe nc em ar an ai r lau t ol eh tu mp ah an mi nya k da ri ta ng ke r da n pe ng eb or an le pa s pa nt ai .
Kesimpulan dan saran Ke si mp ul an : 1. se mu a pe la ja ra n da pa t ki ta gu na ka n un tu k me ng aj ak an ak di di k aga r le bi h be rt ak wa ke pa da Tu ha n YM E. 2. Ke ta kw aa n se se or an g me ma ng ti da k da pa t di uk ur la ng su ng da ri ru ti ni ta s ib ad ah , tet ap i ju ga ha ru s mel ih at as pe k so si al ke ma sy ar ak at an ny a. 3. Se ma ki n pa ha m pe laj ar an ki mi a se ha ru sn ya se ma ki n me na mb ah ke de ka ta n ki ta de ng an Tu ha n YM E se ba b pr os es ki mi a ad al ah pr os es yan g su da h pa st i, da n ha l it u me nu nj uk ka n ad an ya ca mp ur ta ng an Tu ha n YM E. Sa ra n 1. Se mu a gur u se bai kny a me ng up aya ka n pe ni ngk at an pe ma ha ma n pe la ja ra n ba ik dom ai n ko qn it if , ps yko mo to ri k ma up un af ek ti f.
273
2. Ka re na se mu a gur u me mi li ki ke wa ji ban yan g sa ma un tu k me ni ngka tk an ke ta kwa an si sw a ma ka har us ad a up aya nyat a me la lu i pe la ja ra n ma si ng -ma si ng.
Daftar Pustaka De pa rt em en pe nd id ik an Na si on al , Te ro pon g Pen di di ka n Ki ta, Pu sa t Inf or ma si da n Hu ma s, Ja ka rt a 20 06 . De pa rt em en pe nd id ik an Na si on al , Re nc an a St ra te gi s De pd ik na s 20 05 – 20 09 , Pu sa t Inf or ma si da n Hum as , Ja ka rt a 20 07 . Ha ryo no Ha rd jo wa rs it o, Dr s. , Pen gg un aa n Al at Per ag a da la m Pe mb el aj ar an Ki mia , Ma ka la h Se mi na r Kim ia , IKI P Ne ger i Sb y, 19 97 Pa ul Su pa rn o, Si ap ka n Gu ru Se be lu m Ku ri ku lu m di ub ah la gi , Ha ri an Ko mp as 27 Pe br ua ri 20 06 . So egi jo Co kr od ia rd jo , Pr of ., Pe man fa ata n La bo ra to riu m da la m Pro se s Pe mb el aj ar an Ki mia , Ma ka la h Se mi na r Ki mi a, IK IP Ne ger i Sb y, 19 97 . Su ki rn o, Ha ri an Te rb it , 18 Ju ni 20 05 . Ya ti mu n, Dr s. H. , Me mb an gu n Ket ak wa an Si sw a Me la lui Ma ta Pel aj ar an IPA , Ma ja la h Tu na s Ban gs a, Ed is i 28 , Okt – Nop 20 07 .
274