PERBANDINGAN TITER ANTIBODI ANTI PHENOLIC GLYCOLIPID-1 PADA NARAKONTAK SERUMAH DAN NARAKONTAK TIDAK SERUMAH PENDERITA KUSTA TIPE MULTIBASILER DI DAERAH ENDEMIK KUSTA, KABUPATEN MAJENE, SULAWESI BARAT (The comparison between Antibody Anti Phenolic Glycolipid-1 level in Household contact and non Household contact in MultiBasiler Leprosy Patients in Endemic Area, Majene,Sulawesi Barat) Yuniarti Arsyad, Indopo Agusni,Anis Irawan Anwar
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan titer Antibodi Anti Phenolic Glycolipid -1 (PGL-1) pada narakontak serumah dan narakontak tidak serumah penderita kusta tipe Multibasiler di daerah endemik kusta,Kabupaten Majene,Sulawesi Barat.Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat dengan rancang bangun potong lintang. Pada 60 narakontak yang terdiri dari 30 narakontak serumah dan 30 narakontak tidak serumah dilakukan pengambilan darah kapiler pada ujung jari yang selanjutnya di serapkan pada Whatman paper dan diukur titer IgM anti PGL-1 secara ELISA. Hasil pengukuran dalan Optical Density (OD) selanjutnya dikonversikan ke unit/ml melalui program Biolise pada computer.Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah seropositif pada narakontak serumah lebih besar dibandingkan dengan narakontak tidak serumah, dimana dari 30 narakontak serumah terdapat 15 orang (50%) seropositif dan dari 30 narakontak tidak serumah hanya terdapat 11 orang (36,7%) seropositif. Kata kunci : kusta, narakontak serumah,narakontak tidak serumah ABSTRACT The aim of this study to find out the comparison between Antibody Anti PGL-1 level in Household contact and non household contact in MultiBasiler leprosy patients in Endemic area, Majene, Sulawesi Barat. This study was carried out in Majene City, Sulawesi Barat Province with cross sectional study. Sixty contact which is thirty household contact and thirty non household contact were examined serologically and ELISA test was performed to measure the level IgM anti PGL-1. The result of test by ELISA reader in Optical Density (OD) were converted to Unit/ml by Biolise computer program.The results shows that seropositivity in household contact is higher than in non household contact which is from thirty household contact were fifteen (50%) seropositif dan from thirty non household contact were eleven (36,7%) seropositif.
PENDAHULUAN Penyakit kusta (Hansen’s disease) adalah penyakit infeksi kronis granulamatosa yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae (M.leprae) terutama menyerang saraf tepi, kemudian menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan testis kecuali susunan saraf pusat.(Rea and Modlin, 2008) Sampai saat ini kusta masih merupakan salah satu kesehatan masyarakat di Indonesia, meskipun pada pertengahan tahun 2000 Indonesia sudah dapat mencapai eliminasi kusta yang ditargetkan, akan tetapi data yang dilaporkan jumlah penderita baru sampai saat ini tidak menunjukkan adanya penurunan yang bermakna. Di Indonesia pada tahun 2006, jumlah kasus penyakit kusta sebesar 19.695 sedangkan angka penemuan penderita baru per 10.000 penduduk sebesar 8,8. Indonesia diharapkan bebas kusta pada tahun 2020. World Health Organization pada
1
tahun 2006 mengeluarkan ”Strategy Global” untuk menurunkan beban penyakit dan kesinambungan program pemberantasan kusta. Sejak pertengahan tahun 2006, Strategi ini sudah dimasukkan dalam penentuan kebijakan Nasional Pengendalian kusta di Indonesia.(DepKes, 2007) Propinsi Sulawesi Barat, memiliki 5 Kabupaten yaitu Polewali, Mamasa, Majene, Mamuju dan Mamuju Utara dimana Kabupaten Majene merupakan salah satu daerah dengan tingkat endemis tinggi. Jumlah penderita kusta tipe PB yang terdaftar pada tahun 2008 adalah 11 orang, sedangkan pada tahun 2009 terdapat peningkatan menjadi 12 orang. Jumlah penderita kusta tipe MB yang terdaftar pada tahun 2008 adalah 36 orang, sedangkan pada tahun 2009 sekitar 41 orang. Penemuan penderita baru atau Case Detection Rate (CDR) pada tahun 2008 adalah 43,02 per 100.000 sedangkan pada tahun 2009 mengalami peningkatan menjadi 43,69 per 100.000 penduduk . Hal ini menunjukkan bahwa kasus kusta di Kabupaten Majene masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar.(Dinkes Prop.Sulbar 2007) Tujuan penelitian ini Mengukur titer antibodi IgM anti PGL-1 dengan teknik ELISA pada narakontak serumah penderita kusta tipe MB di Kabupaten Majene, mengukur titer antibodi IgM anti PGL-1 dengan teknik ELISA pada narakontak tidak serumah penderita kusta tipe MB di Kabupaten Majene.,melakukan analisis perbandingan antara kedua kelompok tersebut. METODE DAN CARA Penelitian dilakukan secara observasional analitik dengan menggunakan rancang bangun lintang/cross sectional. Populasi penelitian ini adalah semua narakontak serumah dan narakontak tidak serumah penderita kusta tipe MB di Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat. Sampel penelitian adalah narakontak serumah dan narakontak tidak serumah penderita kusta tipe MB di Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat dengan jumlah minimal sampel 60 orang dan memenuhi kriteria inklusi. Pada penelitian ini diambil darah kapiler pada ujung jari dengan menggunakan tabung hematokrit yang selanjutnya diisapkan pada Whatman paper membentuk bulatan dan dikeringkan, untuk selanjutnya diperiksa IgM PGL-1 dengan tehnik ELISA. HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Penelitian dilakukan pada Kecamatan Banggae , Kabupaten Majene, Sulawesi Barat. Secara geografis daerah ini merupakan dataran tingggi dimana sumber air penduduknya berasal dari tempat yang sama yaitu satu sumur yang digunakan secara bersama. Mayoritas penduduk daerah ini adalah suku mandar dengan mata pencaharian sebagai petani. Setelah seluruh prosedur pemeriksaan dipenuhi dan diperiksa secara klinik untuk memastikan belum ditemukannya gejala kusta, maka dilakukan pengambilan sampel darah dengan menggunakan kertas saring dari 30 narakontak serumah dan 30 narakontak tidak serumah penderita kusta MB. Didapatkan 60 sampel dengan menggunakan kertas saring selanjutnya dilakukan pemeriksaan di Laboratorium Leprosy Tropical Disease Center Unair di Surabaya. Gambaran sampel penelitian narakontak serumah dan narakontak tidak serumah Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene dipilih sebagai tempat penelitian karena daerah ini merupakan daerah dengan endemisitas kusta yang tinggi serta faktor aksesibilitas ke daerah tersebut yang mudah dijangkau dengan kendaraan roda empat. Sampel penelitian terdiri dari 30 narakontak serumah dan 30 narakontak tidak serumah yang telah memenuhi kriteria inklusi. Secara rinci gambaran distribusi sampel penelitian sebagai berikut :
2
Tabel 4. Distribusi sampel narakontak di Kecamatan Banggae,Kabupaten Majene Kelompok Narakontak Jumlah % Narakontak serumah 30 50 Narakontak tidak serumah 30 50 Total 60 100 Berdasarkan distribusi sampel menurut jenis kelamin, terdapat 26 orang laki-laki dan 34 orang perempuan. Distribusi sampel menurut jenis kelamin sebagai berikut : Tabel 5. Distribusi sampel narakontak berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene No
Jenis Kelamin NK Serumah NKT Serumah Jumlah (%) Jumlah (%) 1. Laki-laki 13 50 13 50 2. Perempuan 17 50 17 50 Total 30 100 30 100 NK serumah :narakontak serumah NKT serumah : narakontak tidak serumah
N 26 34 60
Total (%) 100 100 100
Tabel 5. menunjukkan bahwa dari 60 sampel didapatkan jumlah sampel laki-laki sebanyak 13 orang pada narakontak serumah dan 13 orang pada narakontak tidak serumah sedangkan jumlah sampel perempuan sebanyak 17 orang pada narakontak serumah dan 17 orang pada narakontak tidak serumah. Hal ini menunjukkan bahwa dari 60 sampel, lebih banyak ditemukan sampel jenis kelamin perempuan yaitu sekitar 34 orang dibandingkan sampel jenis kelamin laki-laki yaitu 26 orang. Hasil Pemeriksaan Serologi IgM anti PGL-1 Berdasarkan penelitian sebelumnya (Nursidah), hasil serologi dari kertas saring di dapatkan konversi 2,7 untuk mendapatkan titer dalam serum. Dikatakan seropositif jika titer IgM anti PGL-1 > 605 unit/ml. Dari 30 sampel narakontak serumah dan 30 sampel narakontak tidak serumah dengan uji serologi hasilnya diketahui berkisar antara 59,7 unit/ml sampai 5.641,3 unit/ml. Distribusi sampel narakontak berdasarkan hasil serologi dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 6.
Distribusi sampel narakontak berdasarkan hasil pemeriksaan serologi di Kecamatan Banggae,Kabupaten Majene ____________________________________________________________ No Kelompok NK Hasil Seropositif Hasil Seronegatif Total N (%) N (%) N (%) _________________________________________________________________________ 1. Narakontak serumah 15 50 15 50 30 100 2. Narakontak TS 11 36,7 19 63,3 30 100 Total 26 43,3 34 56,7 60 100 _______________________________________________________________________ NK : narakontak Narakontak TS : narakontak tidak serumah Hasil pemeriksaan ELISA dari 60 sampel penelitian menunjukkan dari 30 sampel narakontak serumah didapatkan titer seropositif sebanyak 15 sampel (50%) dan 15 sampel (50%) titer seronegatif, pada 30 sampel narakontak tidak serumah didapatkan 11 sampel seropositif (36,7%) dan 19 sampel (63,3%) seronegatif, hal ini menunjukkan bahwa titer seropositif lebih banyak ditemukan pada narakontak serumah dibandingkan narakontak tidak serumah.
3
Jenis sumber kontak dengan penderita kusta tipe MB pada penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu sumber kontak yang masih dalam terapi, sumber kontak RFT 2 - < 5 tahun dan sumber kontak RFT ≥ 5 tahun. Secara rinci distribusi sampel berdasarkan jenis sumber kontak sebagai berikut : Tabel 7. Distribusi hasil serologi berdasarkan jenis sumber kontak di Kecamatan Banggae,Kabupaten Majene _________________________________________________________________ NO Jenis Sumber Kontak Seropositif Seronegatif Total Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah (%) 1. MB sedang terapi 3 33,3 6 66,7 9 100 2. RFT 2 - 4 tahun 16 61,5 10 38,5 26 100 3. RFT ≥ 5 tahun 7 28 18 72 25 100 Total 26 43,3 34 56,7 60 100 RFT : release from treatment Tabel 7 menunjukkan bahwa titer seropositif ditemukan pada narakontak dengan jenis sumber kontak yang sedang dalam terapi sebanyak 3 orang, RFT 2-4 tahun sebanyak 16 orang dan RFT ≥ 5 tahun sebanyak 7 orang. Analisis Hasil Pemeriksaan Serologi Untuk mengetahui perbedaan narakontak serumah dan narakontak tidak serumah dengan hasil pemeriksaan serologi dilakukan uji statistik chi-square. Hasil pemeriksaan serologi dari 60 sampel yang terdiri dari 30 sampel narakontak serumah dan 30 sampel narakontak tidak serumah menunjukkan bahwa sampel seropositif pada narakontak serumah memiliki proporsi lebih besar dibandingkan dengan narakontak tidak serumah. Dari 30 sampel narakontak serumah didapatkan 15 orang (50%) seropotif dan 15 orang seronegatif (50%) sedangkan pada narakontak tidak serumah didapatkan seropositif sebanyak 11 orang (36,7%) dan 19 orang seronegatif (63,3%). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 8 : Tabel 8. Hasil pemeriksaan serologi narakontak serumah dan narakontak tidak serumah di Kecamatan Banggae,Kabupaten Majene _______________________________________________________________________ No Kelompok Narakontak Hasil serologi Total Seropositif Seronegatif Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah (%) 1. Narakontak serumah 15 50 15 50 30 100 2. Narakontak tidak serumah 11 36,7 19 63,3 30 100 Total 26 43,3 34 56,7 60 100 Chi-square p = 0,297 (p >0,05) Tabel 8 menunjukkan bahwa titer seropositif pada narakontak serumah memiliki proporsi lebih besar dibandingkan dengan narakontak tidak serumah, walapun hasil uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara seropositif pada narakontak serumah dengan narakontak tidak serumah (p>0,05). Hubungan Sebaran Jenis Kelamin dengan Hasil Pemeriksaan Serologi pada Narakontak Dari 30 sampel narakontak serumah yang terdiri dari 13 orang laki-laki dan 17 orang perempuan, didapatkan bahwa seropositif pada perempuan sebanyak 9 orang (52,9%) dan seronegatif sebanyak 8 orang (47,1%) sedangkan seropositif pada laki-laki sebanyak 6 orang (46,2%) dan seronegatif sebanyak 7 orang (53,8%). Dari 30 sampel narakontak tidak serumah yang terdiri dari 13 orang laki-laki dan 17 orang perempuan didapatkan bahwa seropositif pada laki-laki sebanyak 6 orang (46,2%) dan seronegatif
4
sebanyak 7 orang (53,8%) sedangkan pada wanita didapatkan seropositif sebanyak 5 orang (29,4%) dan seronegatif sebanyak 12 orang (70,6%). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 9 : Tabel Hubungan sebaran jenis kelamin dengan hasil serologi Kecamatan Banggae,Kabupaten Majene
pada narakontak di
No Karakteristik kontak
Jenis kelamin Seropositif Seronegatif Total Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah (%) _______________________________________________________________________ 1. Narakontak serumah Laki-laki 6 46,2 7 53,8 13 100 Perempuan 9 52,9 8 47,1 17 100 Total 15 50 15 50 30 100 _______________________________________________________________________ 2. Narakontak Tidak serumah
Laki-laki 6 Perempuan 5 Total 11 Chi-square 1 p = 0.713 (p>0,05) Chi-square 2 p = 0.346 (p>0,05)
46,2 29,4 36,7
7 12 19
53,8 13 70,6 17 63,3 30
100 100 100
Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa hasil seropositif pada narakontak serumah dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 9 orang (52,9%) dan jenis kelamin laki-laki yaitu hanya 6 orang (46,2%). Hal ini menunjukkan bahwa hasil seropositif pada narakontak serumah dengan jenis kelamin perempuan memiliki proporsi lebih besar dibandingkan dengan jenis kelamin lakilaki. Pada narakontak tidak serumah didapatkan hasil seropositif pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 6 orang (46,2%) dan pada jenis kelamin perempuan sebanyak 5 orang (29,4%). Hal ini menunjukkan bahwa hasil seropositif pada narakontak tidak serumah dengan jenis kelamin lakilaki memiliki proporsi lebih besar dibanding perempuan. Hasil uji statistik pada kedua kelompok narakontak ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin tertentu dengan hasil seropositif (p > 0,05). Hubungan Sebaran Jenis Sumber Kontak dengan Hasil Pemeriksaan Serologi pada Narakontak Dari 30 sampel narakontak serumah, 15 orang memiliki seropositif dan 15 orang dengan seronegatif. Dari 15 orang seropositif didapatkan hanya 1 orang yang jenis sumber kontak penderita kusta tipe MB masih dalam terapi, 12 orang dengan jenis sumber kontak adalah penderita kusta MB yang telah RFT 2-4 tahun dan 2 orang dengan jenis sumber kontak adalah penderita kusta MB yang telah RFT 5 tahun atau lebih. Secara rinci dijelaskan sebagai berikut : Tabel 10. Hubungan sebaran jenis sumber kontak dengan hasil pemeriksaan serologi pada narakontak serumah di Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene No
Jenis sumber kontak
Seropostif Jumlah (%) 1. MB terapi 1 6,7 2 2. RFT 2 – 4 tahun 12 80 5 3. RFT ≥ 5 tahun 2 13,3 8 Total 15 100 15 Chi square p = 0,033 (p<0,05)
Seronegatif Total Jumlah (%) Jumlah (%) 13,3 3 10 33,3 17 56,7 53,3 10 33,3 100 30 100
Tabel 10. menunjukkan bahwa hasil uji statistik pada kelompok jenis sumber kontak terdapat perbedaan yang bermakna antar tiap kelompok tersebut, dimana jumlah seropositif pada narakontak serumah dengan jenis sumber kontak yang telah RFT 2-4 tahun lebih besar (80%)
5
dibandingkan jumlah seropositif pada narakontak serumah dengan jenis sumber kontak yang sedang dalam terapi (6,7%) dan jenis sumber kontak yang telah RFT ≥ 5 tahun (13,3%), akan tetapi tidak terdapat hubungan liniear antara jenis sumber kontak penderita kusta MB dengan titer seropositif. Tabel 11. Hubungan sebaran jenis sumber kontak dengan hasil pemeriksaan serologi pada narakontak tidak serumah di Kecamatan Banggae,Kabupaten Majene No Jenis sumber kontak Seropositif Seronegatif Total Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah (%) 1. MB terapi 2 18,2 4 21,4 6 20 2. RFT 2-4 tahun 4 36,4 5 26,3 9 30 3. RFT ≥ 5 tahun 5 45,5 10 52,6 15 50 Total 11 100 19 100 30 100 Chi-square p = 0,846 (p>0,05) MB : Multibasiler RFT : Release from treatment Tabel 11 menunjukkan bahwa dari 11 seropositif narakontak tidak serumah didapatkan 2 orang seropositif dengan jenis sumber kontaknya adalah penderita kusta tipe MB yang sedang terapi, 4 orang seropositif dengan jenis sumber kontak penderita kusta tipe MB yang sedang RFT 2-4 tahun, dan 5 orang seropositif dengan jenis sumber kontak penderita kusta tipe MB yang telah RFT selama 5 tahun atau lebih. Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antar jumlah seropositif pada ketiga kelompok ini (p>0,05). Hasil pemeriksaan serologi pada Narakontak serumah dan Narakontak tidak serumah Hasil pemeriksaan serologi pada kedua narakontak menunjukkan bahwa seropositif pada narakontak serumah (50%) lebih besar dibandingkan dengan narakontak tidak serumah (36,7%) walaupun perhitungan statistik (chi-square) terhadap kedua kelompok narakontak ini, diperoleh nilai p > 0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam seropositifitas kedua kelompok ini. Narakontak serumah memiliki resiko paling besar untuk terjadinya kusta subklinis (KSS). Penelitian prospektif oleh Douglas, et al (2004) menunjukkan bahwa status seropositif pada narakontak serumah dengan kasus indeks MB yang sudah diterapi, masih merupakan faktor risiko untuk menderita kusta. Penelitian ini juga menunjukkan adanya kemungkinan transmisi kepada narakontak serumah pada saat kasus indeks belum terdiagnosis karena belum menampakkan gejala,(Douglas et al., 2004) selain itu juga terdapat faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan penularan penyakit kusta. Faktor kontak antar kulit, kontak intim, kontak berulang juga merupakan risiko untuk terjadinya penyakit kusta ini. Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung maupun kontak tidak langsung, dapat juga melalui saluran pernafasan (udara).(Noordeen, 1994). . Pada penelitian ini, secara statistik seropositif pada narakontak serumah tidak memiliki perbedaaan yang bermakna dengan seropositif pada narakontak tidak serumah. Hal ini disebabkan karena daerah ini merupakan daerah dengan endemitas kusta yang tinggi dimana penularan dapat terjadi melalui kontak langsung maupun kontak tidak langsung (melalui inhalasi). Penelitian yang dilakukan oleh Agusni yang membandingkan kadar seropositif pada dua kelompok narakontak penderita kusta tipe MB dengan tehnik ELISA memberikan hasil yang serupa dimana pada kedua kelompok narakontak ini hasil seropositif tidak didapatkan adanya perbandingan yang bermakna.(Agusni, 2005) Penelitian oleh Frota et al yang membandingkan jumlah seropositifitas antara narakontak serumah dan narakontak tidak serumah dengan mengukur titer IgM PGL-1 menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna antara dua kelompok ini dimana jumlah seropositifitas narakontak serumah sebesar 15,8% dan seropositifitas narakontak tidak serumah sebesar 15,1%.(Frota et al., 2010)
6
5.2 Hubungan sebaran jenis kelamin dengan hasil serologi pada narakontak Penyakit kusta dapat menyerang manusia baik pada jenis kelamin laki-laki maupun perempuan, tetapi jenis kelamin laki-laki lebih banyak menderita dibandingkan perempuan. Jumlah penderita laki-laki dewasa biasanya 2-3 kali lebih besar daripada wanita, hal ini dihubungkan dengan aktifitas pria diluar rumah sehingga resiko tertular lebih besar.(Agusni, 2005) Pada penelitian ini angka kejadian seropositif kelompok jenis kelamin perempuan ( 52,9%) lebih banyak daripada laki-laki pada kelompok narakontak serumah. Hasil uji statistik pada kelompok ini menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin dengan angka kejadian seropositif. Pada kelompok narakontak tidak serumah angka kejadian seropositif pada kelompok jenis kelamin laki-laki (46,2%) lebih banyak dibandingkan dengan kelompok jenis kelamin perempuan (29,4%). Hasil uji statistik pada kelompok ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin dengan angka kejadian seropositif. Hal ini disebabkan karena baik pada lakilaki maupun wanita memiliki tingkat paparan yang sama karena aktifitas mereka diluar rumah. Pada penelitian ini, angka kejadian seropositif pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna antara kedua kelompok ini. Penelitian yang dilakukan oleh Saenong,dkk yang mendeteksi mycobacterium leprae dari mukosa hidung anak sekolah dengan metode reaksi rantai polimerase menunjukkan bahwa dari 17 anak dengan hasil positif didapatkan 8 orang anak laki-laki dan 9 orang anak perempuan yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok ini.(Saenong, 2007) Penelitian yang dilakukan oleh Nerawati yang memeriksa prevalensi seropositif narakontak serumah dan narakontak tidak serumah menunjukkan bahwa jumlah seropostitif pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan pada kedua kelompok narakontak ini menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna.(Nerawati, 2003) Hubungan Sebaran Jenis Sumber Kontak dengan Hasil Pemeriksaan Serologi pada Narakontak hingga saat manusia masih diyakini sebagai sumber penularan M.leprae yang utama terutama penderita kusta tipe MB. Banyak penderita baru yang ditemukan tidak mempunyai riwayat kontak dengan penderita kusta yang mengeluarkan bakteri dari lesi kulitnya. Untuk penularan diperlukan kontak yang intim dan lama, terutama pada kontak serumah dan satu tempat tidur. Kontak serumah dengan penderita kusta tipe MB mempunyai peluang yang 5-10 kali lebih besar kemungkinan untuk tertular. Para pakar kusta sependapat bahwa frekuensi kontak dengan sumber infeksi merupakan hal yang penting dalam penularan.(Nurjanti and Agusni, 2002) Penularan kusta juga dapat terjadi secara tidak langsung, yaitu melalui lingkungan. Hal ini diperkuat dengan adanya kenyataan bahwa adanya penurunan prevalensi kusta ternyata tidak diikuti dengan penurunan insidensi dan masih tetap adanya penderita baru yang ditemukan walaupun kasus aktif sebagai sumber infeksi telah diobati. Mycobacterium leprae mampu hidup diluar tubuh manusia dan keluar terutama dari sekret nasal. Mycobacterium leprae ditemukan pada tanah disekitar lingkungan rumah penderita, dan hal ini dibuktikan dengan salah satu penelitian menggunakan telapak kaki mencit sebagai media kultur, juga dapat dibuktikan bahwa M.leprae mampu hidup beberapa waktu di lingkungan. (Cree and Smith, 1998) Mycobacterium leprae juga dapat ditemukan pada debu rumah penderita, air untuk mandi dan mencuci yang dapat menjadi sumber infeksi, akan tetapi hal ini masih memerlukan penelitian lanjut.(Nurjanti and Agusni, 2002) Jenis sumber kontak pada penelitian ini dibagi atas tiga kelompok yaitu 1) jenis sumber kontak dengan penderita kusta tipe MB yang sedang dalam terapi, 2) jenis sumber kontak dengan penderita kusta tipe MB yang telah RFT 2-4 tahun dan 3) jenis sumber kontak dengan penderita kusta tipe MB yang telah RFT 5 tahun atau lebih. Hasil penelitian seropositif pada narakontak serumah menunjukkan perbedaan yang bermakna antar tiap kelompok tersebut, dimana jumlah seropositif pada narakontak serumah dengan jenis sumber kontak yang telah RFT 2-4 tahun lebih besar (80%) dibandingkan jumlah seropositif pada narakontak serumah dengan jenis sumber kontak yang sedang dalam terapi (6,7%) dan jenis sumber kontak yang telah RFT ≥ 5 tahun, akan tetapi tidak terdapat hubungan liniear antara jenis sumber kontak penderita kusta MB dengan titer seropositif. Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya sumber penularan lain selain dari penderita kusta itu sendiri yaitu lingkungan, terutama sumber airnya dimana penduduk didaerah ini mengambil dan menggunakan air dari satu sumber. Hal ini didukung oleh penelitian yang
7
dilakukan oleh Adriaty yang mendeteksi DNA M.leprae dengan menggunakan metode PCR pada sumber air penduduk di daerah endemis kusta di Kabupaten Sumenep menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna dimana pada daerah prevalensi kusta yang tinggi ditemukan 13 sampel positif yang berasal dari air sumur penduduknya dibandingkan pada daerah dengan prevalensi kusta rendah yang hanya ditemukan 6 sampel positif.(Adriaty, 2005) KESIMPULAN Hasil seropositifitas dari 30 narakontak serumah penderita kusta MB sebanyak 15 orang (50%) dan seronegatif sebanyak 15 orang (50%).Hasil seropositifitas dari 30 narakontak tidak serumah penderita kusta MB sebanyak 11 orang (36,7%) dan seronegatif sebanyak 19 orang (63,3%).Terdapat perbedaan yang tidak bermakna antara seropositifitas narakontak serumah dan narakontak tidak serumah. Dengan proporsi positip lebih tinggi pada narakontak terumah dibanding yang tak serumah. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin tertentu dengan hasil seropositif .Terdapat perbedaan yang bermakna antara seropositifitas narakontak serumah dengan kelompok jenis sumber kontak penderita kusta MB yang sedang terapi, kelompok jenis sumber kontak yang telah RFT 2-4 tahun dan kelompok jenis sumber kontak yang telah RFT 5 tahun atau lebih. Terdapat perbedaan yang tidak bermakna antara seropositifitas narakontak tidak serumah dengan kelompok jenis sumber kontak penderita kusta MB yang sedang terapi, kelompok jenis sumber kontak yang telah RFT 2-4 tahun dan kelompok jenis sumber kontak yang telah RFT 5 tahun atau lebih. KEPUSTAKAAN ADRIATY, D. (2005) Deteksi DNA M.leprae pada sumber air penduduk di daerah endemik kusta. Ilmu Kedokteran Tropis. Surabaya, Airlangga. AGUSNI, I. (2000) Imunologi penyakit kusta. IN SUDIGDOADI, SUTEDJA, E., AGUSNI, Y. & SUGIRI, U. (Eds.) Buku makalah lengkap kursus imunodermatologi. Bandung, Bungsu rusli. AGUSNI, I. (2003) Penyakit kusta penyakit tua dengan segudang misteri. Pidato penerimaan jabatan guru besar UNAIR. Surabaya; FK-UNAIR. AGUSNI, I. (2005) Kusta stadium subklinis pada dua jenis kelompok narakontak penderita kusta. Konas XI Perdoski. Jakarta. AGUSNI, I. & MENALDI, S. L. (2003) Beberapa prosedur diagnostik baru pada penyakit kusta. IN SJAMSOE-DAILI, E., MENALDI, S. L., ISMIARTO, S. P. & NILASARI, H. (Eds.) Kusta. Jakarta, Balai Penerbit FK-UI. AMIRUDDIN, M. D. (2003) Ilmu penyakit kusta, Makassar, Hasanuddin University Press. AMIRUDDIN, M. D., HAKIM, Z. & DARWIS, E. (2003) Diagnosis penyakit kusta. IN DAILI, E. S., MENALDI, S. L., ISMIARTO, S. P. & NILASARI, H. (Eds.) Kusta. Jakarta, Balai Penerbit FK-UI. BAKKER, M., MAY, L., HATTA, M. & KWENANG, M. (2005) Genetic,Household and Spatial Clustering of Leprosy on an Island in Indonesia : a population-based. BMC Medical Genetics 2005;6:40. BARRETO, NOGUEIRA, DIORIO & BUHRER-SEKULA (2008) Leprosy serology (ML Flow test) in borderline leprosy patient classified as paucibacillary by counting cutaneous lesions: an useful tool. Rev Soc Bras Med Trop, 41, 45-7. BRITTON, W. & LOCKWOOD, D. (2004) Leprosy. Lancet, 363, 1209-19. BRYCESON, A. & PFALTZGRAFF, R. (1990) Leprosy, London, Churchil Livingstone.
8
BUCHANAN, T. (1994) Serology of leprosy. IN HASTING, R. & OPROMOLLA, D. (Eds.) Leprosy. 2nd ed. London, Churrchill Livingstone. BUHRER-SEKULA, CUNHA, M. & FOSS, N. (2001) Dipstick assay to identify leprosy patient who have an increased risk of relapse. Trop Med and Int health, 6, 317-23. BUHRER-SEKULA, SMITS, H., GUSSENHOVEN, G., VAN INGEN, C. & KLATSER, P. (1998) A simple dipstick assay for the detection of antibodies to phenolic glycolipid-1 of M.leprae. Am J Trop Med Hyg, 58, 133-6. BUHRER-SEKULA, S. (2008) PGL-1 leprosy serology. Rev Soc Bras Med Trop, 41, 3-5. BUHRER-SEKULA, S., SMITS, H., GUSSENHOVEN, G., VAN LEUWEEN, J., AMADOR, S. & FUJIWARA, T. (2003) Simple and fast lateral flow test for classification of leprosy patient and identification of contacts with high risk of developing leprosy. J Clin Microbiol 41, 199-5. CHO, S. & BRENNAN, P. (1999) New biological tools for leprosy surveillance. Int J Lepr Other Mycobact Dis, 67, 59-62. CREE & SMITH (1998) Leprosy transmission and mucosal immunity : towards eradication? Lepr Rev, 69, 112-21. CROWTHER, J. (2001) The ELISA guidebook, New Jersey, Humana Press. DEPKES (2007) Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta, Jakarta. DHAMENDRA (1994) Classification of leprosy. IN HASTING, R. (Ed.) Leprosy. New York, Churrchill Livingstone. DHARMENDRA (1979) History of Spread & Decline of Leprosy. J Lepr Vol.1. DOUGLAS, J., CELLONA, R., FAJARDO, T., ABALOS, R., BALANGON, M. & KLATSER, P. (2004) Prospective study of serology conversion as a risk factor for development of leprosy among household contacts Clin Diag Lab Immunol, 11, 897-900. ELDER, D., ELENITSAS, R., JOHNSON, B. & MURPHY, B. (2005) Lever's histopathology of the skin, Philadelphia, Lippincott William & Wilkins. FAT, L. & RUDY, F. (1994) Leprosy. IN HARPER, J., ORANGE, A. & PROSE, N. (Eds.) Textbook of pediatric dermatology. 2nd ed. New York, Blackwell. FINE, P. & WANDORFF, K. (1997) Leprosy by the year 2000-what is being eliminated. Lepr Rev, 201-2. FROTA, C., FREITAS, M. & FOSS, N. (2010) Seropositivity to anti phenolic glycolipid-1 in leprosy cases,contacts and no known contacts of leprosy in an endemic and a non endemic area in northeast Brazil. Trans R Soc Trop Med Hyg, 104, 490-5. LECHAT, M. (2000) The Source of an infection : an unsolved issue. Indian J Lepr, 72, 169-84. MEIMA, SMITH & OORTMARSSEN, V. The Future Incidens of leprosy : a scenario analysis. Bull WHO 2004 ;82 (5):373-80. NERAWATI (2003) Studi faktor yang berhubungan dengan terjadinya seropositif infeksi kusta pada narakontak serumah penderita kusta tipe MB didaerah endemis kusta di Kabupaten Gresik. Ilmu Kesehatan Masyarakat Pascasarjana. Surabaya, Airlangga. NURJANTI, L. & AGUSNI, I. (2002) Berbagai kemungkinan sumber penularan Mycobacterium leprae. Berkala Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK-Unair, 14, 288-98. SAENONG, R. (2007) Deteksi mycobacterium leprae dari mukosa hidung anak sekolah di Kecamatan Bonto Ramba kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan dengan metode reaksi rantai polimerase. Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Makassar, Universitas Hasanuddin.
9
SEHGAL, V. & JOGINDER (1990) Slit skin smear in leprosy. International J of Dermatol, 29, 915. SENGUPTA, U. (1997) Serodiagnostic test for leprosy. Indian J of Clin Biochemist, 12, 93-96. WHO (2009) Global leprosy situation. Wkly Epidemiol Rec, 84, 333-340. WU, Q., YIN, Y., ZHANG.L, CHEN, X. & YU, Y. (2002) A study on a possibility of predicting early relapse in leprosy using a ND-O-BSA based ELISA. Int J Lepr Other Mycobact Dis, 70, 1-8. YAWALKAR, S. (2002) Leprosy: for medical practitioners and paramedical workers, NewDelhi, Novartis Foundation.
10