Definisi Pendidikan Multikultural Pengertian pendidikan multikultural sesungguhnya hingga saat ini belum begitu jelas dan masih banyak pakar pendidikan yang memperdebatkannya. Namun demikian, bukan berarti bahwa definisi pendidikan multikultural tidak ada atau tidak jelas. Sebetulnya, sama dengan definisi pendidikan yang penuh penafsiran antara satu pakar dengan pakar lainnya di dalam menguraikan makna pendidikan itu sendiri. Hal ini juga terjadi pada penafsiran tentang arti pendidikan multikultural. Menurut Banks, Multicultural education is a field of study based on the idea that students from diverse backgrounds should have equal opportunities to education. It draws on insights from a number of different fields, including ethnic studies and women studies, but also reinterprets content from related academic disciplines.1 Definisi yang dikemukakan Banks memberikan penekanan pada latarbelakang murid atau siswa dan kesempatan yang harus dimiliki siswa dalam pendidikan. Sehingga latarbelakang suku, ras, gender atau bahkan perbedaan jurusan atau konsenterasi studi, tidak harus menjadi penekanan. Tetapi harus melihat pada disiplin yang ditekuni dalam hubungannya dengan tugas. O’Donnel juga mengatakan, “multicultural education, also viewed as a way of teaching, promotes principles such as inclusion, diversity, democracy, skill acquisition, inquiry, critical thought, value of perspectives, and self-reflection.2 Apa yang dikatakan Donnel juga benar bahwa pendidikan multikultural juga dilihat dari bagaimana guru mengajar, mempromosikan prinsip-prinsip inklusi bukan eksklusi, perbedaan, demokrasi, keterampilan menerima, menjelaskan, berpikir kritis, nilai-nilai dan refleksi diri. Sebab hal tersebut dapat mendorong sisiwa untuk membawa hal-hal atau aspek-aspek budaya mereka ke dalam kelas dan di sana terjadi diskusi. Pada konteks itulah guru harus memberikan memotivasi secara intelektual kepada murid, “It encourages students to bring aspects of their cultures into the classroom and thus, allows teachers to support the child’s intellectual and social/emotional growth.3 1
Banks, J.A., & Banks, C.A.M. (Eds), Handbook of research on multicultural education. New York: Macmillan, 1995. 2 O’Donnell, C. http://www.learner.org/workshops/tml/workshop1/commentary.html (diakses 28 April 2016). 3 Banks and Banks, eds., Multicultural Education, ‘Multicultural Education: Characteristics and Goals’, ‘Culture, Teaching and Learning’, (John Wiley & Sons, 2013).
Apabila pendidikan multicultural dapat berjalan dengan baik di sekolah maka setidak-tidaknya dapat memberikan stimulus sehingga terjadi reformasi di sekolah. “Multicultural education is also attributed to the reform movement behind the transformation of schools. Transformation in this context requires all variables of the school to be changed, including policies, teachers' attitudes, instructional materials, assessment methods, counseling, and teaching styles.4 Ini berarti bahwa pendidikan multikultural memberikan banyak hal atau “menjanjikan hal-hal positif” kea rah perubahan, baik pada sikap guru, metode penilaian, konseling, dan gaya mengajar. Dengan demikian maka “Multicultural education is also concerned with the contribution of students towards effective social action. It therefore necessitates students from all backgrounds to acquire “democratic skills and knowledge” 5 sebab bagaimanapun setiap proses pendidikan harus berakhir pada kontribusi kepada masyarakat di mana kita berada, “in order to become effective citizens in a democratic society. In this process, the experience of oppressed groups is valued and a commitment to mutual respect and tolerance is developed. 6 Lingkungan pendidikan adalah sebuah sistem yang terdiri dari banyak faktor dan variabel utama, seperti kultur sekolah, kebijakan sekolah, politik, serta formalisasi kurikulum dan bidang studi. Bila dalam hal tersebut terjadi perubahan maka hendaklah perubahan itu fokusnya untuk menciptakan dan memelihara lingkungan sekolah dalam kondisi multikultural yang efektif. Setiap anak seyogianya harus beradaptasi diri dengan lingkungan sekolah yang multikultural. Dengan demikian pendidikan multikutural dapat diartikan sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. Kemudian, James Banks mendefinisikan pendidikan multikutural sebagai pendidikan untuk people of color. Artinya, pendidikan multikultural ingin mengeksplorasi perbedaan sebagai keniscayaan (anugerah Tuhan). Kemudian,
4
Banks, James A. dan Michelle Tucker, “Multiculturalism’s Five Dimensions.” NEA Today
Online. http://www.learner.org/workshops/socialstudies/pdf/session3/3.Multiculturalism.pdf (diakses 28 April 2016) 5 A. Gutmann, The Authority and Responsibility to Educate. In A Companion to the Philosophy of Education, (Randall Curren, ed. Malden, MA: Blackwell, 2003), 397-411. 6 Zhang, Naijian, Rentz's Student Affairs Practice in Higher Education, (Springfield, IL: Charles C. Thomas, 2011), 246–247.
bagaimana kita mampu menyikapi perbedaan tersebut dengan penuh toleran dan semangat egaliter. Pendidikan multikultural (Multicultural Education) merupakan respons terhadap perkembangan keragaman hak bagi setiap kelompok. Dalam dimensi lain, pendidikan multikultural merupakan pengembangan kurikulum dan aktivitas pendidikan untuk memasuki berbagai pandangan, sejarah, prestasi dan perhatian terhadap orang-orang non Eropa. Sedangkan secara luas, pendidikan multikultural itu mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-kelompoknya seperti gender, etnik, ras, budaya, strata sosial dan agama. Tujuan Pendidikan Multikultural Maksud dan tujuan dari pendidikan multikultural seperti yang dikatakan Levinson7 cenderung bervariasi antara filsuf pendidikan dan ahli teori politik liberal. Filsuf pendidikan mungkin berpendapat hal tersebut dimaksudkan untuk pelestarian budaya kelompok minoritas, yakni dengan meningkatkan perkembangan otonomi anak dan memperkenalkan mereka kepada ide-ide baru dan berbeda. Hal ini akan membantu anak-anak berpikir lebih kritis, serta mendorong mereka untuk memiliki pola pikir yang lebih terbuka. Di sisi lain, seorang ahli teori politik mungkin menganjurkan untuk model pendidikan multikultural, adalah untuk menjamin aksi sosial. Oleh karena itu, siswa dilengkapi dengan pengetahuan, nilai-nilai , dan keterampilan yang diperlukan untuk membangkitkan dan berpartisipasi dalam perubahan sosial, sehingga keadilan bagi kelompok etnis lain dikecualikan. Dengan model seperti itu, guru akan berfungsi sebagai agen
perubahan,
mempromosikan
nilai-nilai
demokrasi
yang
relevan
dan
memberdayakan siswa untuk bertindak. Menurut James A. Banks,8 Tujuan utama dari pendidikan multikultural adalah mengubah sekolah dan perguruan tinggi sehingga para murid yang berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda baik ras, etnis, dan kelompok kelas sosial dapat memperoleh 7
M. Levinson, Mapping Multicultural Education' in Harvey Seigel, ed., The Oxford Handbook of Philosophy of Education, (Oxford: Oxford University Press, 2009). Bab 23. 8 James A. Banks. Cultural Diversity and Education. Sixth ed, (New York: Roudledge, 2016), 39. A major goal of multicultural education as stated by specialists in the field is to reform schools, colleges, and universities so that students from diverse racial, ethnic, and social class groups will experience educational equality.
pengalaman pendidikan yang sama. Dengan kata lain, pendidikan multikultural mengubah pendekatan pelajaran dan pembelajaran ke arah memberi peluang yang sama pada setiap anak. Jadi tidak ada yang dikorbankan demi persatuan. Untuk itu, kelompok-kelompok harus damai, saling memahami, mengakhiri perbedaan tetapi tetap menekankan pada tujuan umum untuk mencapai persatuan. Siswa ditanamkan pemikiran lateral, keanekaragaman, dan keunikan itu dihargai. Ini berarti harus ada perubahan sikap, perilaku, dan nilai-nilai khususnya civitas akademika sekolah. Ketika siswa berada di antara sesamanya yang berlatar belakang berbeda mereka harus belajar satu sama lain, berinteraksi dan berkomunikasi, sehingga dapat menerima perbedaan di antara mereka sebagai sesuatu yang memperkaya mereka. Tujuan penting lainnya dari pendidikan multicultural adalah “agar setiap orang, baik pria maupun wanita memiliki pengalaman pendidikan yang baik.”9 Sedangkan menurut McCann, tujuan pendidikan multikultural adalah agar siswa dapat belajar dengan baik dan mencapai kesuksesan. Dari definisi pendidikan multikultural setidak-tidaknya membantu kita mengerti tujuannya. Melalui pendidikan multikultural guru dibantu untuk membangun dan meresponi isu-isu, baik isu suku, agama, ras, maupun latarbelakang status sosial. Allison Cumming McCann dalam jurnal Focus on Basics mengatakan, bahwa: The primary goal of multicultural education is not merely to promote human relations, to help students feel good about themselves, or to preserve students' native languages and cultures. While these outcomes may be by-products, the primary goal of multicultural education is to promote the education and achievement of all students, particularly those who are traditionally dismissed a and underserved in our education systemnd underserved in our education system10 Benar bahwa tujuan pendidikan multikultural tidak sekedar mempromosikan hubungan antar manusia. Penekanannya ada pada “bagaimana siswa merasa nyaman” pada waktu berada di kelas. Kenyamanan tidak semata hanya kenyamanan infrastruktur sekolah melainkan ketika tidak ada pembedaan ras, suku, agama, status sosial dan lain-lain, atau, bahkan perbedaan tersebut menjadi alasan bullying antar siswa atau guru terhadap siswa.
9
Ibid. A. Cumming McCann. Multicultural Education Connecting Theory to Practice, 2003. http://www.ncsall.net/index.html@id=208.html (diakses 28 April 2016). 10
Bahkan lebih dari itu, “it goes beyond teaching tolerance of differences, and it is much deeper than studying”.11 Jadi, tujuan pendidikan multicultural adalah untuk mengubah sekolah dan perguruan tinggi sehingga para murid yang berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda baik ras, etnis, dan kelompok kelas sosial dapat memperoleh pengalaman pendidikan yang sama. Dengan adanya perubahan tersebut siswa akan nyaman untuk belajar. Strategi Pembelajaran Multikultural dan Praktik Bila realitas multikultural tidak terelakan dalam proses pendidikan yakni dalam proses pembelajaran di kelas maka tentu harus merencanakan strategi yang sesuai dengan kebutuhan. Robert K. Fullinwider12 mengungkapkan tentang sebuah metode kontroversial untuk mengajar kepada yang “berbeda budaya” gaya belajar. Bagi Fullinwider, berdasarkan penelitian berkaitan dengan perbedaan ras dalam belajar, ada perbedaan bahwa yang berkulit hitam akan ketinggalan dengan yang kulit putih dalam hal belajar meski hal ini “masih diperdebatkan”.13 Meski demikian Fullinwider mempertanyakan apakah dengan menerapkan strategi belajar yang berbeda kepada etnis yang berbeda akan membantu atau justru semakin menjauhkan-whether implementing different teaching strategies with different racial or ethnic groups would help or further alienate minority groups. 14 Fullinwider beranggapan bahwa “semua siswa memiliki gaya belajar yang berbeda sehingga menggunaka strategi pendidikan multicultural dalam kelas sangat memungkinkan sehingga membantu para siswa menjadi lebih sukses. Sebab pendidikan multicultural perlu sehingga murid sukeses secara ekonomi dalam dunia multicultural dengan mengajar mereka untuk nyaman dalam keragaman di dunia kerja sehingga tercipta dan terintegrasi ke dalam ekonomi global-Multicultural education needs to enable students to succeed economically in a multicultural world by teaching them to be
11
Ibid. Banks and Banks, eds., Multicultural Education, ‘Multicultural Education: Characteristics and Goals’, ‘Culture, Teaching and Learning’, (John Wiley & Sons, 2013), 3. 13 R. Fullinwider, Multiculturalism’ in Randall Curren, ed., A Companion to Philosophy of Education, (Blackwell, 2013), 5-6. 14 Ibid. 12
comfortable in a diverse workforce and skillful at integrating into a global economy”.15 Dalam konteks multikultural inilah diharapkan guru dapat menyelaraskan kurikulum dengan kelompok yang diajarkan. Setiap murid memiliki gaya belajar yang berbeda, guru harus menemukan strategi yang sesuai sehingga dapat membangun mereka ketika mengajar. Berkaitan dengan strategi pembelajaran multicultural, ada tiga pendekatan yang dapat digunakan: 1. Pendekatan kontribusi atau The Contributions Approach.16 Melalui pendekatan ini diharapkan setiap siswa dapat memberikan kontribusi atau sumbangsih. Hanya saja apakah memungkin sebab perbedaan latarbelakang sosial, ekonomi, dan lain-lain kemungkinan membuat siswa malu atau minder dalam memberikan kontribusi. 2. Pendekatan transformative atau The Transformative Approach. 17 Pendekatan ini secara
signifikan
lebih
menantang
untuk
mengajar
daripada
sebelumnya:
"memerlukan transformasi lengkap dari kurikulum dan dalam beberapa kasus, upaya sadar dari guru untuk mendekonstruksi apa yang mereka telah ajarkan untuk berpikir, percaya, dan mengajar. Intinya adalah transformasi kurikulum sehingga disesuaikan dengan situasi kelas. 3. Pendekatan pembuatan keputusan dan aksi sosial atau The Decision Making and Social Action Approach.18 Pendekatan ini mencakup semua elemen dari pendekatan transformatif tetapi juga menantang siswa untuk bekerja untuk membawa perubahan sosial. Tujuan dari pendekatan ini adalah tidak hanya untuk membuat siswa menyadari masa lalu dan ketidakadilan, tetapi untuk membekali mereka dan memberdayakan mereka untuk menjadi agen perubahan. Memperhatikan strategi praktis dalam menerapakan pendidikan multikultural di kelas, Andrew Miller 19 menawarkan beberapa saran yang mungkin memberikan bermanfaat : 15
M. Levinson, Mapping Multicultural Education' in Harvey Seigel, ed., The Oxford Handbook of Philosophy of Education, (Oxford: Oxford University Press, 2009), 435. 16 McCann, A. Cumming, Multicultural Education Connecting Theory to Practice, 2003. http://www.ncsall.net/index.html@id=208.html (diakses 28 April 2016). 17 Ibid. 18 Ibid. 19 A. Miller. Seven Ideas for Revitalizing Multicultural Education, 2011. http://www.edutopia.org/blog/multicultural educationstrategy tips-andrew-miller (diakses 28 April 2016).
1. Kenali siswa Anda. Membangun hubungan dan belajar tentang latar belakang dan budaya mereka-Build relationships and learn about their backgrounds and cultures. 2. Gunakan seni sebagai titik awal dalam diskusi tentang isu-isu budaya dan ras-Use art as a starting point in discussions of cultural and racial issues. 3. Mintalah siswa membuat atau menghimpun kata-kata, misalnya kata-kata umpatan. Contohnya, “gelo loe artinya kamu tidak jelas atau kepo alias ingin tahu”-Have students create collective classroom slang dictionaries. 4. Cari ruang atau space dalam kurikulum Anda untuk menanamkan pelajaran multikultural, ide, dan bahan-Find places in your current curriculum to embed multicultural lessons, ideas, and materials… 5. Memperbolehkan kontroversi atau perbedaan. Membuka kelas Anda untuk diskusi secara hormat tentang ras, budaya, dan perbedaan lainnya-Allow controversy. Open your classroom up to respectful discussions about race, culture, and other differences. Dari strategi-strategi pendidikan multicultural yang dikemukakan di atas maka Miller memberikan pendekatan yang jelas. Dari semuanya, mengenali siswa merupakan poin penting dalam pendekatan. Sebab, dengan mengenali siswa, guru dapat memikirkan cara terbaik membantu siswa dalam belajar.