Yang Mencinta dalam Diam Aku melihat sebuah abstrak dengan gambar batu-batu
cantik
menyerupai
sebuah
rumah,
lengkap dengan air-air jernih dibatu-batu tersebut, mereka mengalir dan bergerak sebebas-bebasnya, seperti namamu yang dengan bebas hadir di renunganku ketika selang berapa lama kita tak bertemu. Aku menemukan senyummu di nama itu, atau itu memang dirimu. Aku mensinyalir ada nafas kerinduan di senyum itu, namun engkau terlalu bisu atau gagu, atau terlalu angkuh hanya untuk membaginya denganku. Kau memasuki sebuah gua dengan bertanda tangan seperti penyetaraan cinta pada bumi. Engkau yang begitu rapi, engkau yang tidak seperti biasanya. Engkau yang bertahta lembut di hatiku, tidak bisakah mulai detik ini saat kau menghela nafas kau bersumpah pada hujan dan embun, bahwa di setiap kaki yang melangkah, di setiap lapar yang meronta, disetiap dingin yang menyadarkanmu dari mimpi hanya ada aku,
tentangku dan untukku dalam dirimu yang entah kapan akan menjadi milikku. selang berapa lama kita tak bertemu, angin menghembuskan paksa wajahmu dalam relung suciku. tapi ketika darah tak kunjung berhenti untuk menyapaku, lalu menghardikku dengan kejam. tak kunjung kujumpai angin di tempat ini untuk
sampaikan
kerinduan
dan
kegilaanku
tentangmu. aku sakit, terbaring dengan infus tak pernah lepas. dengan bau kamar yang tak sedap. tiap detik aku tersayat karena cinta menghujaniku dengan rasa putus asa. ia bilang, aku takkan lagi mampu menjumpaimu. ia membuatku berhenti berharap. tak perlu ada cinta, katanya. maka ia akan pergi karena yang mencinta telah lemah dan tak berarti. ia membuatku membenci dinding-dinding pemisah keabadian ini. aku benci terpuruk, aku benci terbaring lemah, aku benci menangisi hatiku yang belum mendengar kata cinta darimu. aku benci jika harus pergi tanpa tahu bagaimana perasaanmu terhadapku.
2
ini adalah kisah tragis, tentang seorang gadis lemah, aku, yang menanti seorang pria, dirimu, datang dengan sebuah kata, cinta. lalu mungkin aku akan bersahabat dengan takdir, membiarkan dirinya membawaku pergi. jauh menelusuri pengunungan, bukit, lautan, samudera, danau, palung, teluk, padang pasir, benua, garis khatulistiwa. lalu bertemu bintang, bulan, menyapa matahari untuk terakhir kali. aku akan pergi dengan diriku dalam pelukanmu.
aku
akan
pergi
hanya
dengan
membawa satu kata darimu, cinta. sosok itu datang, mereka yang berbaju putih. mereka
yang
pura-pura
tersenyum
tapi
menyakitiku. mereka yang dengan tega menusukkan besi
tajam
ke
dalam
urat
nadiku,
lalu
meninggalkanku dalam keadaan tergigit rasa sakit. saat itu aku membutuhkanmu, butuh senyummu, sinyal
keberadaanmu
kuyakin
akan
mampu
menghilangkan rasa sakit itu. setiap hari aku menunggu,
setiap
pertukaran
oksigen
dalam
jantungku, aku menyebut namamu. namun cahaya wajahmu tak kunjung kudapati.
3
mereka pernah bilang kau menyayangiku, aku pun berpikir begitu. mereka bilang, mungkin kau menyayangiku, aku pun berpikir begitu. mereka bilang, kau hanya memanfaatkanku, aku pun berpikir begitu. mereka bilang kau hanya tidak punya nyali untuk memulai semuanya denganku, kau dikatai gagu, aku pun berpikir begitu. tapi detik ini, bukan lagi tentang omong kosong mereka. tidakkah kau sadari, bumi pernah menyediakan waktu bagi kita untuk memperdebatkan sebuah rahasia tentang hati dua anak manusia. langit menghalangi
hujan
untuk
datang,
siang
bersenggama dengan malam agar dia lelah dan tak muncul. semua yang bernyawa dikawal untuk tak hadir diantara kita. tapi....kau lagi-lagi terlalu egois dengan
menahan
segala
keindahan
yang
dipersembahkan takdir untukku. aku membencimu, jika kau pikir aku akan menyerah dan bertekuk lutut demi meredam keegoisanmu, kau salah satu juta salah. aku lebih angkuh, martabat dan harga diriku kusematkan di ketinggian bukit yang tak pernah disinggahi dewa. maka lihatlah aku yang kini lemah dan hampir 4
tiada, aku tetap memilih menunggu, tidak terlintas sedikitpun untuk tertunduk demimu. satu hal mendasar, cinta adalah sebuah keegoisan paling hakiki. aku akan pergi, mungkin didetik ke sepuluh setelah kutuntaskan hasrat pena ini. tidak ada salam untukmu, tidak juga pesan meski tak kupungkiri tetap ada sebuah pengharapan padamu, laki-laki idaman. tapi takdir telah kecewa, ia marah, maka ia memaksaku pergi. tentang kebodohanmu, ia tak lagi peduli. aku benci pergi yang selalu mengalahkan datang, aku benci akhir yang selalu mengalahkan awal. aku benci ketiadaanku yang meniadakan kebahagiaanmu. tinta pena ini habis, maka ijinkan nafas kerinduan ini kubawa dalam kedamaianku menjumpai langit. aku berhenti menunggu, ternyata tak ada kata cinta. tidak, pasti ada. mungkin didunia kedua sana. satu, dua, tiga detik, nafasnya telah dibunubun.ia siap untuk pergi, matanya terpejam atau langit telah gelap. di detik ke tujuh, seorang laki-laki datang membawa setangkai bunga mawar dengan senyum dan mata seirama cinta terindah yang ia punya. melihat mata yang terpejam, tubuh yang 5
kaku. nafas yang pergi. ia diam, menyeruput sunyi yang tiba-tiba datang, membuat cinta yang ia bawa menggila. mawar itu berubah hitam. senyum itu berubah sendu, tidak ada tangis. hanya ada jiwa kaku, dan semilyar sesal untuk cinta yang tak pernah terutarakan.
salam, yang Mencinta dalam diam
6