YANG MEMBERI KOMENTAR: WS. DR. OESMAN ARIF M.PD. DARI PANDANGAN AGAMA KHONGHUCU
1. Pendahuluan Setelah saya membaca buku dengan judul Bhinneka Catur Sila Tunggal Ika (BCSTI) saya menangkap sebuah ide yang sangat mulia, yaitu kerukunan umat berbagai agama itu akan terwujud apabila mereka menyadari sebagai umat Tuhan yang Maha Esa. Menurut saya, alur pemikiran penulis berifat linier dalam siklus sepuluhribu tahunan. Paradigma yang dipakai adalah paradigama dikhotomis, artinya keberadaan kutub positip dan berbeda dengan keberadaan kutub negatip. Saya ingin menanggapi dengan alur pemikiran yang siklus murni, dengan paradigma komplementer, artinya kutnb positip dan kutub negatip selalu berada dalam keatuan realitas. Isi dan bentuk selalu berada dalam setiap hal bersama-sama. Isi ajaran agama dan pelaksanaan ajaran agama sebagai isi dan bentuk tidak dapat dipisahkan. Permasalahan agama juga tidak terlepas dari unsur lain dalam masyarakat, seperti masalah politik, masalah ekonomi, masalah keamanan, dan masalah hukum. Semua umat beragama wajib menyadari bahwa lahirnya berbagai agama di dunia ini karena sejarah berbagai bangsa yang berbeda-beda. Lahirnya agama juga tidak bersamaan waktu, tempat kelahirannya juga berbeda. Pada waktu tertentu, di suatu negeri Tuhan mengutus seorang nabi untuk menyelamatkan suatu bangsa dari kemusnaan karena sedang terancam kekacauan, maka di sana muncul sebuah agama yang mengajarkan manusia untuk menyadari „kemanusiaannya“ kembali. Bangsa yang mengalami kekacauan tersebut
Kumpulan Makalah Seminar & Bedah Buku Satu Abad Kebangkitan Nasional, 27—29 Mei 2008
239
apabila tidak didatangi seorang nabi mungkin akan punah. Terbukti banyak bangsa yang telah punah karena Tuhan tidak menurunkan seorang nabi yang menyelamatkan mereka, contohnya bangsa Indian di benua Amerika dan bangsa asli di benua Australia. Dalam buku BCSTI hal 9 tertulis: „Pada umumnya aturan dalil rumusan tunggal yang diturunkan Allah kepada tiap-tipa agama melalui rasulnya senantiasa berubah bertambah setelah rasulnya itu wafat dan peristiwa itu masih terjadi sampai hari ini“. Pada zaman modern ini manusia mewarisi keberadaan berbagai agama dari berbagai bagian dunia. Berbagai agama itu memang berbeda tata ibadahnya, dan berbeda pelaksanaan ibadahnya, namun ajaran berbagai agama tersebut semua mengingatkan agar manusia saling mengasihi dan saling menolong. Manusia saling mengasihi tidak hanya kepada yang sama agamanya, tetapi juga mengasihi sesama manusia yang berbeda agama. Manusia modern yang telah mendapat pendidikan dapat memahami itu, mereka dapat hidup rukun dengan tetangganya atau dengan rekan kerjanya meskipun berbeda agama. Dalam buku BCSTI hal 54 tertulis: „Manusia setan mengajak atau mempertahankan kembali kepada perpecahan agama, ketimbang mengikuti sorga kedamaian agama yang diajukan Allah kepada manusia“. Pada masa lalu pernah terjadi konflik agama di mana-mana. Mungkin tidak ada agama besar yang tidak pernah mengalami konflik dengan agama lain. Yang konflik itu bukan agamanya, melainkan umat agama yang menggunakan agamanya untuk mencapai kepentingan mereka sendiri. Namun banyak orang yang mempelajari agama cuma setengah-setengah atau tidak lengkap, mereka ini menganggap bahwa agama-agama yang berbeda itu bisa memicu konflik. Konflik agama itu muncul karena adanya kelompok orang yang menggunakan agama sebagai alat konflik itu. Mungkin juga yang memicu konflik agama itu bukan umat agamanya sendiri, tetapi orang lain yang ingin memanfaatkan
Kumpulan Makalah Seminar & Bedah Buku Satu Abad Kebangkitan Nasional, 27—29 Mei 2008
240
konflik agama bagi keuntungan mereka. Agama sudah dicampur dengan kepentingan politik sebagai ”sumbu peledak bom waktu’ munculnya kekacauan. Oleh karena itu umat beragama dan tokoh agama perlu mewaspada munculnya kenyataan ini. Untuk mencegah agama sebagai pemicu konflik sosial, pendidikan agama dan pengajaran agama harus disusun dengan rapi. Guru agama perlu menjelaskan sejarah konflik agama dengan cermat agar para siswa memahami bahwa konflik agama itu muncul sebagai akibat konflik kepentingan lain yang menyeret agama. Di Tiongkok pada zaman kerajaan tempat ibadah agama Khonghucu, agma Tao, dan agama Buddha disatukan dalam kelenteng yang dibuat oleh negara, agar tidak terjadi konflik agama. Penguasaan pengetahuan agama yang tidak tuntas mudah menjadikan umatnya fanatik buta dan keliru. Nabi Khongcu mengumpamakan ajaran agama itu seperti air dan api. Air dan api sangat diperlukan manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Namun, penggunaan air dan api yang berlebihan atau keliru dapat membahayakan manusia. 2. Perubahan Zaman dan Perubahan Tafsir Dalam buku BCSTI hal 111 tertulis: ”Demikian pula penjajahan agama kaunkaum yang lainnyasejak dari A1 s/d B4 oleh pemuka agama adalah mengakibatkan mereka keluar dari jalur garis lurus 10.000 tahunan, dan itu yang mengakibatkan pecah-belahnya agama menjadi sekte atau sempalan dalam tiap-tiap agama ................” Dalam perjalanan sejarah, agama-agama besar mengalami perpecahan menjadi sekte-sekte yang jumlahnya banyak. Para tokoh agama pada zamannya memandang perlu untuk memberikan tafsiran baru terhadap ajaran agama yang dipeluknya. Namun, tafsiran baru ini belum tentu diterima oleh tokoh dan umat yang lain. Munculnya tafsiran baru ini memunculkan sekte baru. Sekte baru ini akan selalu muncul karena perubahan zaman dan penyebaran
Kumpulan Makalah Seminar & Bedah Buku Satu Abad Kebangkitan Nasional, 27—29 Mei 2008
241
agama ke wilayah negara lain. Sekte-sekte baru ini berbeda ajarannya dengan sekte yang lain, apabila mereka bertemu tidak jarang menjadi sumber konflik. Agama Khonghucu mempunyai sejarah yang berbeda karena sebelum muncul sekte baru sudah muncul filsafat Konfusinisme yang diajarkan oleh Xun Zi (326-233 SM). Di Tiongkok, setelah Nabi Khongcu wafat (479 SM), muncul banyak aliran filsafat yang menawarkan berbagai ajaran atau teori untuk mengatasi masalah negara yang sedang kacau balau. Aliran yang banyak itu disebut Seratus Aliran. Xun Zi, seorang pengagum dan penerus Nabi Khongcu, melihat bahwa kemunculan Seratus Aliran itu justru akan mengacaukan rakyat Tiongkok dan akhirnya negara Tiongkok akan hilang karena terpecah belah. Xun Zi mengembangkan filsafat yang bersumber dari ajaran agama Khonghucu dengan maksud menata kembali masyarakat Tiongkok secara politis, bukan secara agama. Xun Zi berpendapat bahwa kekacauan di tiongkok itu terjadi karena lemahnya filsafat politik para penguasa. Para penguasa itu tidak memiliki ideologi dan konsep membangun negara yang tepat. Mereka hanya berebut kekuasaan dengan pesaing mereka. Saat itu buku-buku ajaran agama Khonghucu sudah tertulis dalam kepingan bambu
dan
kain
sutra
yang
disebut
Enam
Kitab
Klasik.
Xun
Zi
mengembangkan filsafatnya yang diberi nama: Makro Konfusianisme atau Da Ru (baca: Ta Ru). Xun Zi menyebut agama Khonghucu dengan Mikro Konfusianisme atau Xiao Ru ( baca: Siao Ru) karena mengajarkan hubungan manusia individu dengan Tuhan. Agama Khonghucu mengajarkan upacara sembahyang kepada Tuhan dan mengajarkan manusia untuk melaksanakan kewajibannya kepada Tuhan. Ajaran itu kaitannya dengan kewajiban manusia individu kepada Tuhan. Sedangkan Makro Konfusianisme atau filsafat Khonghucu mengajarkan konsep penyelenggaraan negara, penegakan hukum, mengatur sistem pertahanan dan keamanan negara, serta mengatur perekonomian yang adil dan merata. Xun Zi bermaksud mewujudkan negara China yang kuat dan kaya. Xun Zi berhasil menyatukan Tiongkok dibawah kaisar Qin Si Huang (221 SM). Xun Zi telah menyiapkan dan membina negeri Qin menjadi negeri yang kuat yang dapat menyatukan Tiongkok.
Kumpulan Makalah Seminar & Bedah Buku Satu Abad Kebangkitan Nasional, 27—29 Mei 2008
242
Makro Konfusianisme yang diajarkan oleh Xun Zi ini berhasil menyingkirkan Seratus Aliran, kecuali satu yaitu aliran Taoisme yang dianjurkan oleh Xun Zi supaya ikut mengabdikan diri kepada rakyat. Pada abad III Masehi berdiri agama Tao. Ajaran Xun Zi tidak melarang berkembangnya agama lain selain agama Khonghucu dan agama Tao. Agama Buddha juga diterima di negeri Tiongkok setelah beradaptasi dengan kebudayaan Tiongkok. Pada zaman dinasti Tang, umat agama Buddha harus ikut beribadah di kelenteng bersama umat agama Khonghucu dan umat agama Tao. Di Tiongkok pada zaman dulu semua kelenteng dibuat atau dibangun oleh negara. Pada zaman dinasti Sung (abad XII) agama Buddha sekte Chan mulai membuat biara sendiri, antara lain biara Siao Lin. Pada zaman dinasti Qing (abad XVIII), biara Siao Lin dibakar sampai dua kali karena dianggap sarang pemberontak. Buddha Chan ini pindah ke Jepang disebut Zen, namun orang Jepang tidak mengangapnya sebagai agama. Mereka menyebut Chan dengan Kesadaran Zen. Makro Konfusianisme sebagai anak telah melindungi agama Khonghucu sebagai ibunya dari serangan pihak lain maupun mencegah perpecahan dari dalam. Makro Konfusianisme menguasai Tiongkok sejak abad III SM, dan berhasil menjadikan agama Khonghucu sebagai agama negara di Tiongkok sampai tahun 1911. Pada zaman Mao Ze Dong, agama Khonghucu dilindungi oleh tokoh filsafat Konfusianisme dengan mengatakan bahwa ajaran Khonghucu itu filsafat dan bukan agama. Kalau agama dilarang. Contoh paparan tentang agama Khonghucu dan filsafat Khonghucu di atas menunjukkan bahwa terjadinya perpecahan dalam agama karena tidak ada jalan keluar untuk menyatakan adanya perbedaan pendapat. Ajaran agama perlu diimani dan jangan diperdebatkan. Apabila ajaran agama diperdebatkan pasti menimbulkan perpecahan. Ajaran filsafat tidak boleh diimani, tetapi boleh diperdebatkan. Perdebatan dalam filsafat sangat diperlukan, tertama saat orang menghadapi jalan buntu. Agama Khonghucu mengajarkan agar anak berbakti kepada orang tua, petunjuknya antara lain jangan membuat sedih
Kumpulan Makalah Seminar & Bedah Buku Satu Abad Kebangkitan Nasional, 27—29 Mei 2008
243
orang tua. Apabila seorang ibu melihat anaknya bertengkar didepannya pasti sakit hatinya. Umat Khonghucu tidak boleh bertengkar karena masalah agama. Yang dipertengkarkan umat agama biasanya masalah teknis yang bisa diatasi dalam filsafat Khonghucu. Filsafat Khonghucu mengajarkan teori Yin Yang, dua hal yang berbeda atau bertentangan merupakan pasangan dialektis komplementer, atau pasangan yang saling melengkapi. Suami dan istri adalah dua jenis manusia yang berbeda, laki-laki dan perempuan yang mempunyai pembawaan berbeda, mungkin asal-usulnya juga berbeda, tetapi mereka menjadi pasangan yang harmonis dan membangun keluarga baru yang melahirkan manusia-manusia baru yang lebih hebat dari pada mereka. Di dalam alam dan di dalam masyarakat teori Yin Yang ini juga berlaku, asalkan kita mau memahami proses dialektika komplementer ini. Bukan dialektikan kontradiktori seperti teorinya yang diajarkan oleh Hegel dan Marxis. Perbedaan-perbedaan yang muncul dalam masyarakat adalah hal yang wajar dan alami. Munculnya banyak agama dan sekte-sektenya juga hal yang wajar. Apabila perbedaan itu akan disatukan kembali dalam keseragaman sudah tidak mungkin, apabila dipaksakan akan menimbulkan keresahan dan konflik. Kebhinnekaan perlu dipahami sebagai kesatuan dalam keberagaman. Xun Zi menjelaskan kesatuan dalam keberagaman itu ibarat sebuah orkestra, alat musiknya banyak dan berbeda-beda, pemainnya juga banyak, masing-masing memainkan alat musiknys sendiri. Akan tetapi, mereka secara bersama menghasilkan musik yang indah karena masing-masing pemain sadar akan kewajibannya dan mereka juga sadar sebagai bagian dari kesatuan. Gamelan Jawa adalah contoh yang tepat untuk menggambarkan kerjasama yang baik dan menghasilkan musik yang indah karena peralatan gamelan yang sangat berbeda-beda itu. Setiap pemain gamelan wajib menjaga emosi (angon roso) menjaga waktu (angon wayah) agar tidak mengacaukan lagu yang sedang dimainkan. Xun Zi menggambarkan pemimpin negara sebagai derigen dan
Kumpulan Makalah Seminar & Bedah Buku Satu Abad Kebangkitan Nasional, 27—29 Mei 2008
244
rakyat sebagai pemain musiknya, kerjasama antara pemimpin dan rakyat adalah kunci kejayaan negara. 3. Penyebab Munculnya Konflik Agama Dalam buku BCSTI hal 313 tertulis :” Sesungguhnya Firaun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduk terpecah-belah, seperti setan memecah-belah agama .............” Kerukunan umat beragama sangat didambakan oleh semua umat beragama. Tidak ada umat beragama yang ingin konflik dengan umat agama yang lain, meskipun mereka berbeda cara hidupnya. Menurut Xun Zi kerukunan umat beragama dan kerukunan seluruh rakyat itu bergantung pada kebijakan pemerintah yang mengaturnya. Negara perlu membuat undang-undang yang jelas sehingga segala akibat buruk yang akan terjadi sudah dapat dicegah sebelumnya. Konflik antar umat agama atau antar sekte memerlukan penyelesaian yang adil dan tuntas dengan dibuatkan undang-undang yang jelas. Semua manusia di seluruh dunia menginginkan hidup dalam kedamaian, kerukunan, dan kesejahteraan. Kedamaian dan kerukunan ini akan terganggu apabila muncul kelompok yang ingin mendominasi masyarakat. Kelompok ini meresa paling pinter, paling suci, paling benar, dan menganggap orang lain yang tidak seperti dia sebagai orang jahat. Dalam masyarakat juga muncul orang beragama yang menganggap agamanya paling baik, paling disukai oleh Tuhan, dan mempunyai hak monopoli terhadap surga. Kelompok orang beragama semacam ini biasanya bersikap agresif menyebarkan agamanya, dan mendorong umat agama lain untuk pindah ke agamanya. Bahkan ada kelompok yang mendatangi rumah-rumah untuk menarik umat agama lain. Kelompok inilah yang sering menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Munculnya
kelompok
yang
meresahkan
masyarakat
seperti
di
atas
memancang reaksi kelompok agama lain yang bersikap radikal. Negara perlu
Kumpulan Makalah Seminar & Bedah Buku Satu Abad Kebangkitan Nasional, 27—29 Mei 2008
245
mencegah terjadinya konflik horizontal dengan membuat undang-undang mengatur penyebaran agama. Pengaturan penyebaran agama tidak berarti melanggar hak asasi manusia,
sebaliknya membiarkan rakyat saling
menyerang itu yang pantas disebut melanggar hak asasi manusia. Orang berhak menyebarkan agama, tetapi orang juga berhak mempertahankan ajaran agama yang sudah dipeluknya. Para pemimpin agama dan guru agama wajib mengendalikan umatnya masing-masing untuk tidak merendahkan umat agama yang lain. Umat beragama wajib diajarkan untuk menghormati ajaran agama lain yang berbeda. Kerukunan dan perdamaian adalah modal utama bagi pembangunan bangsa dan negara. Peringatan seabad Hari Kebangkitan Nasional adalah saat yang tepat bagi kita bangsa Indonesia untuk mengevaluasi diri. Selama seratus tahun ini bangsa Indonesia juga telah mencapai kemajuan, amtara lain terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamerkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun, perlu kita akui bahwa sampai hari ini masih banyak permasalahan yang masih melilit bangsa Indonesia. Salah satu masalah yang aktual adalah belum terwujudnya kerukunan umat beragama, masih banyak agama yang meresahkan atau dibuat resah oleh keberadaan agama lain. Menurut saya, hal itu terjadi karena masih banyak pemahaman dan penghayatan beragama yang tidak tepat. Masih ada umat beragama yang memandang umat agama lain itu belum beragama alias masih kafir. Sikap dan perilaku seperti ini sudah tidak sepantasnya dilakukan oleh manusia Indonesia yang mempunyai Falsafah Pancasila sebagai Dasar Negara. Sumber keresahan lain yaitu penggunaan tempat penyiaran agama yang tidak pada tempatnya, misalnya menggunakan mall dan ruko sebagai tempat berbisnis beralih fungsi menjadi tempat penyiaran agama menyebabkan perasaan tidak nyaman bagi orang lain. Negara Kesatuan Republik Indonesia telah merdeka selama 63 tahun, namun masih banyak harapan rakyat yang belum tercapai. Bangsa Indonesia sedang dalam proses membangun. Bangsa Indonesia yang sedang dalam proses
Kumpulan Makalah Seminar & Bedah Buku Satu Abad Kebangkitan Nasional, 27—29 Mei 2008
246
mencari bentuk jangan lepas dari ideologinya yaitu Pancasila. Bangsa Indonesia harus belajar dari sejarah, belajar dari pemikiran dan perjuangan para pemimpin masa lalu. Nabi Khongcu mengajarkan, “Setiap tiga orang berjalan lewat, pasti ada guruku, segala yang baik dapat dilanjutkan, yang tidak baik disimpan untuk diperbaiki. Buku BCSTI ini merupakan buku yang perlu dibaca untuk menambah wawasan lebih dalam tentang keberadaan agama sejak zaman dahulu sampai sekarang. Agama sebagai tuntunan rohani manusia menjadi unsur penting dalam menempuh hidup. Agama adalah sumber nilai yang perlu dihayati setiap manusia agar manusia tetap menjadi manusia. Nabi Khongcu mengajarkan bahwa manusia dilahirkan di dunia ini sebagai makhluk yang paling tinggi derajatnya, maka jangan lupa menjalani hidup sebagai manusia. Manusia yang lupa kemanusiaannya akan menjadi monster jahat yang mencelakakan orang lain. Namun, bisa juga menusia merasa menjadi malaikat dan lupa dirinya sebagai manusia, mereka ini seing menghujat sesama manusia. Selama kita masih hidup di dunia sebagai manusia wajib menjalani semua kewajiban manusia yang diperintahkan oleh agamanya dengan benar. Wujudkan pengabdian manusia kepada Tuhan melalui pengabdian kepada sesama manusia. Manusia yang hanya ingat menyembah Tuhan, tetapi tidak berbuat baik kepada sesama manusia yang memerlukan pertolongannya tidak dibenarkan oleh agama. Nabi Khongcu mengajarkan, ”orang yang ingin menyembah Tuhan harus melalui berbuat kebajikan kepada sesama manusia”. Tugas manusia adalah bekerja sama dengan sesama manusia untuk membangun dunia agar lebih indah dan nyaman dihuni oleh manusia. Secara implisit dapat diartikan: ”Jadikanlah dunia ini seperti sorga. Bagi yang akan masuk sorga ujiannya adalah menjadikan dunia ini seperti dalam sorga. Orang yang menjadikan dunia ini seperti neraka mereka akan dimasukkan ke dalam neraka”.
Kumpulan Makalah Seminar & Bedah Buku Satu Abad Kebangkitan Nasional, 27—29 Mei 2008
247
Perdamaian dan kerukunan umat beragama bergantung pada perilaku para umat agama masing-masing. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang sudah berbudaya tinggi sudah dapat menghormati kepentingan dan perasaan orang lain. Apabila para umat agama tidak dapat hidup rukun, negara wajib bertanggung jawab merukunkan mereka. Berbagai agama yang ada di dunia ini tidak mungkin dilebur menjadi satu agama baru untuk merukunkan umat beragama. Dan tidak mungkin memaksa seluruh umat manusia memeluk satu agama yang sama. Perilaku cinta kasih, sikap saling menghormati seperti yang diajarkan oleh masing-masing agama perlu dilaksanakan dengan ketulusan hati. Sifat serakah dan tamak untuk menjadi paling kuat dan paling besar janganlah dimiliki oleh pemuka agama apa pun. Itulah kunci perdamaian dan kerukunan umat beragama. Shan Zai.
Kumpulan Makalah Seminar & Bedah Buku Satu Abad Kebangkitan Nasional, 27—29 Mei 2008
248