PENGIDENTIFIKASIAN CACAT KELURUSAN SISI DAN KESIKUAN PADA UBIN KERAMIK MENGGUNAKAN TEKNIK MORFOLOGI 1
Kurniawan, 2Rosny Gonydjaja
Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Gunadarma, Jakarta, Indonesia 2
[email protected],
[email protected]
1
Abstrak Dari hasil observasi yang penulis dapat di P.T. KIA, pengerjaan untuk pengklasifikasian kualitas keramik saat ini masih menggunakan operator manusia, Proses manual bergantung pada penglihatan mata para pekerja. Penglihatan pekerja tentu saja memiliki keterbatasan dan pastinya akan mengalami kelelahan, sehingga membutuhkan tenaga pekerja yang banyak untuk melakukan proses pengidentifikasian secara bergantian. Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis melakukan penelitian untuk menentukan kualitas keramik dengan pengolahan citra. penelitian yang penulis lakukan memanfaatkan bidang pengolahan citra untuk mengklasifikasikan jenis keramik berdasarkan cacat yang teridentifikasi. Proses identifikasi cacat dan penentuan kualitas keramik sebagai langkah awal proses pengepakan dan penyortiran yang dilakukan di pabrik keramik. Proses identifikasi dimulai dengan proses grayscaling, median filtering, binerisasi, opening, filling, clear border, closing dan identifikasi cacat. Setelah cacat teridentifikasi, dilakukan penentuan kualitas keramik berdasar pada standar spesifikasi yang diterapkan PT. Keramika Indonesia Asosiasi (KIA) untuk brand Impresso yang didapat saat studi lapangan. Kata Kunci : Morfologi, Cacat Keramik, Kelurusan Sisi, Kesikuan. 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pada saat ini hampir semua perusahaan yang bergerak di bidang industri dihadapkan pada suatu masalah yaitu adanya tingkat persaingan yang semakin kompetitif. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk merencanakan atau menentukan jumlah produksi yang berkualitas, agar dapat memenuhi permintaan pasar dengan tepat dan kualitas yang sesuai sehingga diharapkan keuntungan perusahaan akan meningkat. Pada dasarnya penentuan kualitas produksi ini direncanakan untuk memenuhi tingkat produksi guna memenuhi tingkat kualitas penjualan yang direncanakan atau tingkat permintaan kualitas pasar. Kebutuhan perusahaan industri manufaktur yang tinggi untuk menjaga kualitas produk yang lengkap memerlukan kontrol selama produksi dan pada akhir proses. kontrol produk oleh manusia secara inspeksi visual maka kontrol produk
tidak sepenuhnya dapat diandalkan dan tidak menjamin kualitas dari total kontrol. Pengklasifikasian kualitas keramik saat ini masih banyak dilakukan secara manual oleh manusia. Hal ini tentu menyulitkan karena adanya batas penglihatan manusia. Bukan hanya itu, pegawai yang bertugas dalam melakukan pengklasifikasian kualitas keramik tidak dapat dikerjakan seorang diri, pegawai yang bertugas bisa mencapai 2 – 3 orang atau lebih. Ini dilakukan untuk menjaga keramik yang terlewat oleh orang sebelumnya yang belum diperiksa kualitasnya. Ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dan pembangunan sarana prasarana fisik menuntut perkembangan model struktur yang variatif, ekonomis, dan aman. Hal tersebut menjadi mungkin karena berbarengan dengan kemajuan teknologi komputer yang semakin canggih dapat memenuhi kebutuhan akan analisa dan desain struktur saat ini. Kemampuan pembentukan keramik yang mudah dan sifatnya yang juga sederhana memungkinkan penggunaan bentuk-bentuk
yang kompleks sehingga hampir semua bentuk bisa dibuat. Mengingat keramik merupakan material konstruksi proyek-proyek di Indonesia khususnya untuk bangunan gedung, maka perencanaannya analisa kualitasnya lebih baik dalam analisa yang diaplikasikan ke dalam program komputer di bidang rekayasa pengolahan citra. Perkembangan teknologi industri yang semakin canggih dan pengolahan citra yang sudah maju saat ini dapat diterapkan pada permasalahan pengklasifikasian kualitas keramik tersebut. Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk menentukan kualitas keramik. Penentuan kualitas keramik didasarkan pada sedikit banyaknya cacat yang teridentifikasi. Terdapat 2 kategori umum cacat keramik yaitu cacat permukaan (shading, bertumpuk, bintik hitam, bubbles, cooling crack, Crawling/cakar ayam, gelombang, glazur/terkelupas, goresan, pin holes, Powdering, retak biskuit, tetesan air, masa melekat dan stempel koter) dan cacat dimensi (ketebalan, kedataran permukaan, kesikuan dan kelurusan sisi). Penentuan kualitas keramik dilakukan saat proses pengepakan dan penyortiran yang dilakukan di pabrik keramik, sehingga akan membantu para pekerja serta menimalisir kesalahan yang terjadi. 1.2 Batasan Masalah Penelitian ini difocuskan pada proses pengklasifikasian kualitas citra keramik yang memiliki permukaan rata yang didapatkan dari PT. Keramika Indonesia Asosiasi (KIA). Keramik yang digunakan adalah keramik lantai yang memiliki ukuran 30 cm x 30 cm dengan brand impresso. Kemudian Cacat yang diidentifikasi terbatas hanya pada cacat dimensi khususnya cacat kesikuan dan kelurusan sisi keramik. Pengambilan citra keramik dilakukan di dalam ruangan dengan menggunakan kamera Digital SLR Nikon D3000. Pengklasifikasian kualitas keramik dilakukan dengan teknik morfologi dengan pengolahan citra menggunakan matlab R2010b. 2.2 Landasan Teori 2.1 Pengolahan Citra Citra adalah representasi informasi dua dimensi yang diciptakan dengan melihat, dimana dalam perwujudannya citra dibagi
menjadi dua yaitu still images (citra diam) dan moving images (citra bergerak). Citra diam adalah citra tunggal yang tidak bergerak sedangkan citra bergerak adalah rangkaian citra diam yang ditampilkan secara berurutan sehingga memberi kesan pada mata kita sebagai gambar yang bergerak. Citra digital adalah citra kontinyu yang diubah dalam bentuk diskrit, baik koordinat ruang maupun intensitas cahayanya. Pengolahan digitalisasi mempunyai dua proses, yaitu pencuplikan (sampling) posisi dan kuantisasi intensitas. Jika suatu citra digital diperhatikan secara seksama, akan terlihat titik-titik kecil yang berupa segiempat yang disebut piksel. Jumlah piksel per satuan panjang akan menentukan resolusi cita tersebut. Makin banyak piksel yang mewakili suatu citra, maka makin tinggi resolusinya dan makin halus pula gambarnya. Untuk menyederhanakan perhitungan maka dalam paper ini semua citra akan diolah dalam derajat keabuan (gray level), dimana pada citra berwarna direpresentasikan dengan nilai yang sama pada ketiga komponen R-G-B nya. Citra digital mengandung sejumlah elemenelemen dasar, antara lain : a. Kecerahan (brightness) b. Kontras (contrast) c. Kontur (contour) d. Warna (colour) e. Bentuk (shape) f.Tekstur (texture) Pengolahan citra merupakan proses pengolahan dan analisis citra yang melibatkan persepsi visual. Proses ini memiliki ciri baik data masukan maupun informasi keluaran yang berbentuk citra. Istilah pengolahan citra digital secara umum didefinisikan sebagai pemrosesan citra dua dimensi dengan komputer. Dalam definisi yang lebih luas, pengolahan citra digital juga mencakup semua data dua dimensi. Pada dasarnya ada tiga bidang yang menangani pengolahan data berbentuk citra, yaitu: grafika komputer, pengolahan citra, dan visi komputer. Pada bidang grafika komputer banyak dilakukan proses yang bersifat sintesis yang mempunyai cirri data masukan berbentuk deskriptif dengan keluaran hasil proses yang berbentuk citra. Sedangkan proses di dalam bidang visi komputer merupakan kebalikan dari proses grafika komputer. Terakhir, bidang pengolahan citra merupakan proses
pengolahan dan analisis citra dengan data masukan maupun data keluarannya berbentuk citra. Citra juga dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu : 1. Citra tidak tampak (data foto/gambar dalam file, citra yang direpresentasikan dalam fungsi matematis). 2. Citra tampak (foto, gambar, lukisan, apa yang nampak di layar monitor/televisi dan hologram). Pencitraan (imaging) merupakan kegiatan mengubah informasi dari citra tampak/citra non digital menjadi citra digital. Beberapa alat yang dapat digunakan untuk pencitraan adalah : scanner, kamera digital dan kamera sinarx/sinar infra merah. Citra digital adalah citra yang disimpan dalam format digital (dalam bentuk file). Citra digital dapat didefinisikan sebagai fungsi f(x,y) dimana x dan y adalah koodinat spasial dan nilai f(x,y) adalah intensitas citra pada koordinat tersebut . 2.1.1 Citra Grayscale Citra yang ditampilkan dari citra jenis ini terdiri atas warna abu-abu, bervariasi pada warna hitam pada bagian yang intensitas terlemah dan warna putih pada intensitas terkuat. Citra grayscale berbeda dengan citra ”hitam-putih”, dimana pada konteks komputer, citra hitam putih hanya terdiri atas 2 warna saja yaitu ”hitam” dan ”putih” saja. Pada citra grayscale warna bervariasi antara hitam dan putih, tetapi variasi warna diantaranya sangat banyak. 2.1.2 Citra Biner Citra biner adalah citra yang hanya mempunyai dua nilai derajat keabuan yang hitam dan putih. Meskipun saat ini citra berwarna lebih disukai karena memberi kesan yang lebih kaya daripada citra biner, namun tidak membuat citra biner mati. Konversi dari citra (image) menjadi citra biner melalui proses konversi. Konversi dapat dilakukan dengan tresholding pada citra grayscale. Treshold dapat dihitung atau bisa ditentukan otomatis dengan melakukan percobaan treshold pada citra sehingga didapat nilai treshold yang tepat. Jika nilai piksel dibawah treshold maka nilai jadi 0, sedangkan jika nilai piksel diatas treshold maka nilai jadi 1.
2.1.3 Konversi Citra Hitam Putih ke Citra Biner Pengkonversian citra grayscale (hitam putih) menjadi citra biner dilakukan untuk beberapa alasan berikut : Untuk mengidentifikasi keberadaan objek, yang direpresentasikan sebagai daerah di dalam citra. Misalnya kita ingin segmentasi (memisahkan) objek dari latar belakangnya. Piksel objek ini dinyatakan dengan nilai 1 sedangkan piksel lainnya dengan 0. Objek ditampilkan seperti gambar siluet. Untuk memperoleh siluet yg bagus, objek harus dapat dipisahkan dengan mdah dari gambar latar belakangnya. Untuk lebih memfokuskan pada analisis bentuk morfologi yang dalam hal ini intensitas pikselnya tidak terlalu penting dibandingkan dengan bentuknya. Setelah objek dipisahkan dari latar belakangnya, properti geometri dan morfologi/topologi objek dapat dihitung dari citra biner. Hal ini berguna untuk pengambilan keputusan. Untuk menampilkan citra piranti keluaran yang hanya mempunyai resolusi intensitas satu bit, yaitu piranti penampil dua arah atau biner seperti printer (pencetak). Mengkonversi citra yang telah melalui proses edge enchancement (ditingkatkan kualitas tepinya) ke penggambaram garis tepi. Ini perlu untuk membedakan tepi yang kuat yang berkoresponden dengan batas objek dengan tepi lemah yang berkoresponden dengan perubahan illumination¸ bayangan dan yang lainnya. 2.2 Operasi Pengolahan citra Operasi-operasi pengolahan yang dilakukan pada pengolahan citra banyak ragamnya. Secara umum, pada pengolahan citra terdapat enam jenis pengolahan, antara lain : Peningkatan kualitas citra (image enhancement) Restorasi citra (image restoration) Kompresi citra (image compression) Segmentasi citra (image segmentation) Analisis citra (image analysis) Rekontruksi citra (image reconstruction) 2.3 Operasi Morfologi Morfologi adalah teknik pengolahan citra digital dengan menggunakan bentuk (shape) sebagai pedoman dalam pengolahan. Nilai dari setiap piksel dalam citra digital hasil
diperoleh melalui proses perbandingan antara piksel yang bersesuaian pada citra digital masukan dengan piksel tetangganya. Operasi morfologi bergantung pada urutan kemunculan dari piksel, tidak memperhatikan nilai numeric dari piksel sehingga teknik morfologi sesuai apabila digunakan untuk melakukan pengolahan binary image dan grayscale image. 2.3.1 Operasi Dilasi Dilasi adalah operasi morfologi yang akan menambahkan piksel pada batas antar objek dalam suatu citra digital. Operasi ini menggunakan aturan sebagai berikut: “Untuk gambar grayscale maka nilai hasil operasi (output pixel) adalah nilai maksimal yang diperoleh dari himpunan piksel tetangganya. Dalam binary image, jika ada pixel tetangga yang bernilai 1 maka output piksel akan diset menjadi 1”. 2.3.2 Operasi Erosi Erosi adalah operasi morfologi yang akan mengurangi piksel pada batas antar objek dalam suatu citra digital. Operasi ini menggunakan aturan sebagai berikut: “Untuk gambar grayscale maka nilai hasil operasi (output pixel) adalah nilai minimal yang diperoleh dari himpunan piksel tetangganya. Dalam binary image, jika ada piksel tetangga yang bernilai 0 maka output piksel akan diset menjadi 0”. 2.3.3 Operasi Opening
Opening adalah proses erosi yang diikuti dengan dilasi. Efek yang dihasilkan adalah menghilangnya objek-objek kecil dan kurus, memecah objek pada titik-titik yang kurus, dan secara umum mengaburkan batas dari objek besar tanpa mengubah area objek secara signifikan. 2.3.4 Operasi Closing
Closing adalah proses dilasi yang diikuti dengan erosi. Efek yang dihasilkan adalah mengisi lubang kecil pada objek, menggabungkan objek-objek yang berdekatan, dan secara umum mensmooth-kan batas dari objek besar tanpa mengubah area objek secara signifikan.
2.3.5 Operasi Filling
Operasi ini, citra masukan adalah citra batas/kontur, kemudian dilakukan pengisian sehingga diperoleh segmen obyek yang pejal/solid. 2.3.6 Operasi Thinning
Operasi thinning merupakan operasi erosi yang dimodifikasi sehingga tidak boleh ada objek yang terpecah. Hasilnya adalah berupa garis yang menunjukkan topologi objek semula. Tujuan thinning adalah menghapus piksel tertentu pada objek sehingga tebal objek tersebut menjadi hanya satu piksel. Thinning tidak boleh menghilangkan endpoint dan memutus koneksi yang ada. Salah satu kegunaan thinning adalah pada proses pengenalan karakter/ huruf. 2.3.7 Pencarian Batas/Kontur (boundary detection) Operasi ini digunakan untuk menentukan batas/kontur dari segmen obyek. Salah satu aplikasi operasi erosi dan dilasi adalah untuk deteksi bidang batas suatu objek dalam citra. Jika A adalah suatu citra dan B adalah suatu structuring element yang kecil yang terdiri atas titik yang diletakkan secara simetris terhadap original, maka dapat didefinisikan bidang batas A dengan beberapa metode yaitu Internal Boundary Citra, External Boundary Citra, dan Morphological Gradient Citra. 2.4 Keramik Keramik berasal dari bahasa Yunani keramikos yang artinya suatu bentuk dari tanah liat yang telah mengalami proses pembakaran. Kamus dan ensiklopedia tahun 1950-an mendefinisikan keramik sebagai suatu hasil seni dan teknologi untuk menghasilkan barang dari tanah liat yang dibakar, seperti gerabah, genteng dan porselin. 2.4.1 Klasifikasi Keramik Tipe Keramik , pada dasarnya hanya ada 2 jenis keramik yaitu : a.Keramik dengan lapisan glazur ( glazed ) b. Keramik homogenious tanpa lapisan glazur ( unglazed )
2.4.2 Proses Awal Produksi Keramik Proses awal produksi Keramik ada dua metode proses produksi yang paling umum : a.Bicottura b. Monocottura 2.4.3 Keseragaman Warna dan Ukuran
Keramik Dikenal istilah KW1, KW2, KW3 serta KW A, KW B yang sebenarnya mengacu pada ketepatan ukuran keramik dan keseragaman warna . Perbedaan ini terjadi dikarenakan proses produksi dan pembakaran. Pihak produsen akan mengelompokaan perbedaan ini pada proses quality control dan packing. Perbedaan dalam KW tidak berhubungan dengan kuat tekan dan daya absorbsi keramik melainkan hanya dalam ukuran dan keseragaman warna. 2.4.4 Permukaan Keramik Pada keramik terdapat jenis keramik, yaitu : a.Mengkilat dan licin b. Doff atau Matte c. Bertekstur kasar d.Cutting edge
Permukaan
2.4.5 Cacat Kesikuan Keramik Keramik dengan cacat kesikuan, sudut-sudut keramik tidak benar-benar siku dan perbedaan ukuran antar keramik kurang dari 0,8 mm untuk KW1/ KW A/ KW STANDART. Ini menyebabkan lebar nat dapat sangat tipis dan lantai keramik pun akan terlihat rapi. Walaupun ukuran keramik tertera di dalam box adalah 30 x 30 cm, tetapi ukuran aktual sekitar 29,7 – 29,8 mm. KW3/ KW B/ KW ECONOMIC merupakan kualitas yang kedua. Sudut-sudut keramik tidak benar-benar presisi. Ukurannya selisih sampai 2,8 mm karena sisi keramik yang mengalami penyimpangan kesikuan . Pemakaian nat pada KW3/ KW B/ KW ECONOMIC ini lebih besar dari KW1/KW A/ KW STANDART walaupun dari segi warna masih relatif seragam. KW3/ KW B/ KW ECONOMIC merupakan kualitas yang kedua. Sudut-sudut keramik tidak benar-benar presisi. Ukurannya selisih sampai 2,8 mm karena sisi keramik yang mengalami penyimpangan kesikuan . Pemakaian nat pada KW3/ KW B/ KW ECONOMIC ini lebih besar dari KW1/KW A/
KW STANDART walaupun dari segi warna masih relatif seragam. 2.4.6 Cacat Kelurusan Sisi Keramik Keramik dengan cacat kelurusan sisi pada sisi-sisi keramik tidak benar-benar lurus, sisi keramik berbentuk cekung kedalam atau cembung keluar dan perbedaan sisi kecekungan dan kecembungan kurang/lebih dari 0,7 mm untuk KW1/ KW A/ KW STANDART KW3/ KW B/ KW ECONOMIC merupakan kualitas yang kedua. Sisi-sisi keramik tidak benar-benar presisi. Ukurannya selisih sampai 1 mm karena sisi keramik yang mengalami penyimpangan kelurusan sisi. Pemakaian nat pada KW3/ KW B/ KW ECONOMIC ini lebih besar dari KW1/KW A/ KW STANDART walaupun dari segi warna masih relatif seragam. 3. Metodologi 3.1 Pengambilan Data Data yang digunakan berupa citra keramik yang didapat saat melakukan studi lapangan di PT. Keramika Indonesia Asosiasi (KIA). Citra tersebut merupakan citra dari keramik dengan brand Impresso berukuran 30 cm X 30 cm dengan berbagai motif. Keramik yang diambil citranya meliputi KW A/ KW 1/ KW STANDART, KW B/ KW 3/ KW ECONOMIC dan AFKIR untuk brand Impresso. Pengambilan citra keramik dilakukan di dalam ruangan pada saat kondisi cahaya terang, pencahayaan sangat mempengaruhi pengambilan citra maka diusahakan cahaya lampu tidak memantul pada keramik karena bisa mempengaruhi hasil pemrosesan kualitas citra keramik. Keramik difoto secara manual menggunakan kamera digital SLR Canon D3000 dengan resolusi 12 megapiksel dengan jarak 30 cm di atas objek keramik, Standar minimal kamera yang seharusnya digunakan adalah kamera digital dengan resolusi 8 megapiksel. Posisi kamera pada saat pengambilan citra harus tegak lurus terhadap objek keramik dengan jarak 30 cm dan akan lebih baik lagi kamera diletakkan di penyangga tatakan kamera agar posisi kamera selalu tegak lurus terhadap objek keramik dan auto fokus dari kamera tidak berubah. Citra yang digunakan sebanyak 100 citra untuk keramik ukuran 30 cm X 30 cm. Keramik terdiri dari 40 keramik kualitas KW
A/ KW 1/ KW STANDART, 30 keramik kualitas KW B/ KW 3/ KW ECONOMIC dan 30 keramik kualitas AFKIR, 3.2 Pemrosesan Data Penelitian ini dilakukan dengan metode pengolahan citra. Data berupa citra dijadikan sebagai input, lalu dilakukan tahap identifikasi yang terdiri dari beberapa proses. Selanjutnya tahap penentuan kualitas keramik degan standar spesifikasi yang dijadikan acuan. 3.3 Tahap Identifikasi Cacat Kesikuan Proses yang dilakukan pada tahap identifikasi cacat, antara lain proses grayscaling, median filtering, tresholding, opening, filling, clear border dan closing. Skema umum proses yang berjalan dalam proses pengklasifikasian keramik dapat dilihat pada gambar 3.1.
Gambar 3.1. Diagram Alur ProsesPada Tahap Identifikasi Cacat Kesikuan 3.4 Tahap Identifikasi Cacat Kelurusan Sisi Proses yang dilakukan pada tahap identifikasi cacat, antara lain proses grayscaling, median filtering, tresholding, opening, filling, dan clear border. Skema umum proses yang berjalan dalam proses pengklasifikasian keramik dapat dilihat pada gambar 3.2.
Gambar 3.3. Diagram Alur Proses Pada Tahap Identifikasi Cacat Kelurusan Sisi 3.5 Tahap Penentuan Kualiatas Cacat Kesikuan Proses yang dilakukan pada tahap penentuan kualitas untuk keramik dengan cacat kesikuan, antara lain proses pendeteksian koordinat penyimpangan kesikuan, perhitungan nilai koordinat penyimpangan kesikuan dan penentuan kualitas berdasarkan standar spefisifikasi. Standar spefisifikasi merupakan standar spesifikasi yang diterapkan di pabrik keramik PT. Keramika Indonesia Asosiasi (KIA). 3.6 Tahap Penentuan Kualiatas Cacat Kelurusan Sisi. Proses yang dilakukan pada tahap penentuan kualitas untuk keramik dengan cacat kelurusan sisi, antara lain proses pendeteksian luas penyimpangan kelurusan sisi dengan luas area cacat dan perbandingan luas cacat dengan luas dari cacat keramik. Perhitungan nilai luas penyimpangan kelurusan sisi disusaikan berdasarkan standar spefisifikasi, patokan ukuran panjang penyimpangan di dapat hasil luas yang sesuai. Standar spefisifikasi merupakan standar spesifikasi yang diterapkan di pabrik keramik PT. Keramika Indonesia Asosiasi (KIA). 4. Hasil dan Analisis 4.1 Hasil Pengujian Pengujian dilakukan terhadap 100 data berupa 100 buah keramik ukuran 30cm x
30cm dengan berbagai motif dan corak. Pengujian citra keramik ini dilakukan dengan menggunakan aplikasi yang telah dibuat. Gambar 4.1 menunjukkan bentuk aplikasi yang dibuat untuk membantu dalam proses penentuan kualitas keramik ini.
4.2 Hasil Nilai Penyimpangan dan Penentuan Kualitas Range kualitas kesikuan keramik dengan cacat kesikuan dan kelurusan sisi dapat dilihat pada tabel 4.1 dan tabel 4.2 Tabel 4.1 Range Kualitas Kesikuan Berdasarkan Standarisasi Pabrik. Tabel 4.2 Range Kualitas Cacat Kelurusan Berdasarkan Standarisasi Pabrik.
Gambar 4.1 Bentuk Aplikasi yang Dibuat Untuk menentukan tingkat kualitas keramik, yang pertama kali dilakukan adalah memilih citra akan diproses. Citra berupa citra keramik dengan cact kesikuan atau kelurusan sisi. Citra ini didapat dari hasil pengujian dan pencocokan dengan data yang didapat dari pabrik. Aplikasi ini selanjutnya akan menentukan kualitas keramik yang kita uji berdasarkan proses-proses yang telah dijelaskan sebelumnya. Hasil pengujian dapat dilihat pada gambar 4.2.
Gambar 4.2 Hasil Pengujian Menggunakan Aplikasi Gambar 4.2 di atas adalah contoh hasil proses pengujian data citra keramik yang digunakan dalam aplikasi tersebut. Prosesproses tersebut meliputi proses grayscaling, median filtering, binerisasi, opening, filling, clear border, closing dan penentuan kualitas.
4.3 Hasil Pengujian Pengujian dilakukan terhadap 100 citra yang berukuran 30 X 30 cm. Keramik berukuran 30 cm X 30 cm menurut KW pabrik terdiri dari 48 KW A, 28 KW B, dan 30 untuk cacat yang tidak dapat ditolerir lagi (afkir). Jumlah citra yang diidentifikasi dengan benar sebanyak 71 dan kesalahan sebanyak 29. 5. Penutup Hasil identifikasi menunjukkan jumlah KW-A lebih banyak dari yang seharusnya. Hal ini disebabkan karena pada penelitian ini tidak semua jenis cacat dapat diidentifikasi. Selain itu, tahap pra-proses sangat mempengaruhi hasil identifikasi seperti kesulitan pengambilan gambar di lapangan dan pencahayaan kamera. Pada penelitian ini hanya jenis cacat tertentu yang dijadikan pertimbangan dalam penentuan kualitas. Jadi, faktor kegagalan penentuan kualitas adalah dipengaruhi jenis cacat lain yang tidak termasuk dalam proses identifikasi dan juga pengaruh tahap pra-proses. Penelitian ini membutuhkan pengembangan lebih lanjut, untuk memperbaiki hasil penelitian ini, dengan meningkatkan jumlah citra keramik yang diteliti dengan beragam pola. Penggunaan kamera digital secara professional tentu akan meningkatkan kualitas citra yang dihasilkan, tata letak pengambilan citra serta pencahayaan yang terang akan membuat citra menjadi jelas. Penilaian terhadap dimensi keramik dan jenis cacat lain akan menjadi penelitian ini lebih baik. Daftar Pustaka [1] Aborisade, D.O & Ojo, J.A. Novel Defect Segmentation Technique in Random
Texture Tiles, International Journal of Scietific, Engineering Research. 2011. [2] Agus, Prijono, dkk. Pengolahan Citra Digital Menggunakan MATLAB, Penerbit Informatika, Bandung, 2007. [3] Firman, Dasar Matlab, http://www.IlmuKomputer.com/, 1 Mei 2012.. [4] Munir, Rinaldi. Pengolahan Citra Digital Dengan Pendekatan Algoritma, Informatika, Bandung. 2004. [5] Muntasa, Arif & Hery Purnomo, H. Mauridhy. Konsep Pengolahan Citra Digital dan Ekstraksi Fitur, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010. [6] Novak, I & Hocenskiz, Z. Texture Feature Extraction for a Visual Inspection of Ceramic Tiles. Faculty of Electrical Engineering/Department Of Automation and Computer Engineering, Osijek, Croatia. 2007. [7] Paulus, Erick & Nataliani, Yessica. Cepat Mahir GUI Matlab, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2007. [8] Prasetyo, Eko. Pengolahan Citra Digital dan Aplikasinya Menggunakan MATLAB, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2011. [9] Putra, Darma. Pengolahan Citra Digital, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2010 [10]Sudawarti. Memilih, memasang, dan merawat keramik, Penebar Swadaya, Jakarta.2006. [11] Sugiharto, Arif. Pemrograman GUI dengan MATLAB, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2006.