Workshop Nasional Eksperimen Peneliti Ilmu Sosial Indonesia Jogjakarta 19-20 Januari 2017 www.SSBRN.com
experiment & generalized
causal
inference Sekedar penyegaran kembali dasar-dasar metodologi eksperimen
Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
Eksperimen A study in which an intervention is deliberately introduced to observe its effects Sebuah penelitian di mana peneliti dengan penuh perhitungan melaukan intervensi terhadap sesuatu untuk mengetahui akibat-akibat yang ditimbulkan
Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
benarkah daging kambing menyebabkan
hipertensi ...?
Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
benarkah daging kambing menyebabkan
hipertensi ...? Sebuah studi eksperimen …!!! • Untuk memaksimalkan kontrol, eksperimen dilakukan di penjara dengan partisipan narapidana. • KELOMPOK EKSPERIMEN & KELOMPOK KONTROL dan eksperimen ditempatkan di dua sel yang terpisah, namun saling berhadapan. • Treatmen adalah menu makan harian (pagi-siangmalam) dengan porsi normal.
Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
benarkah daging kambing menyebabkan
hipertensi ...? Jadwal perlakuan sbb: • Hari 1: Kelompok eksperimen diberi masing2 satu porsi gule kambing; kelompok kontrol masing-masing tempe bacem. • Hari 2: Kelompok eksperimen diberi menu gule kambing; kelompok kontrol kering tempe. • Hari 3: Kelompok eksperimen masing2 diberi 25 tusuk sate; kelompok kontrol tempe goreng.
Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
benarkah daging kambing menyebabkan
hipertensi ...? Pengamatan eksperimen: Pada hari ke-3 terjadi huru-hara di sel kelompok kontrol … partisipan berteriak dan mengancam dengan agresif, piring dibanting!!! Sipir penjara tidak berani mendekat …
Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
benarkah daging
kambing menyebabkan hipertensi ...?
Kesimpulan: tempe … bukan daging kambing … yang menyebabkan tensi tinggi, diikuti agresivitas. …
Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
Masih ingat konsep-konsep ini?
Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
Cause
Nonmanipulable causes
Effect
Correlation
Causal relationship
Confounds
Experiment
Causal description
Natural experiment
Causal explanation
Manipulable causes
Falsification
Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
Cause • Cause (kôz) : [Middle English from Old French from Latin causa, reason, purpose.] n. 1. a. The producer of an effect, result, or consequence. b. The one, such as a person, an event, or a condition, that is responsible for an action or a result. v. To be the cause of a reason for; result in. 2. To bring about or compel by authority or force.
• Kondisi yang diperlukan sesuatu bisa menjadi causa : – “inus: insufficient but nonredundant part of an unnecessary but sufficient condition. – Contoh api: korek api dan kebakaran hutan.
Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
Effect and counterfactual inference • Effect: – An effect is the difference between what did happen and what would have happened.
• Counterfactual inference: – Counterfactual is the state of affairs that would have happened in the absence of the cause.
Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
Causal relationship • Hubungan antara A dan B sedemikian sehingga diyakini bahwa A menyebabkan B. • Syarat-syarat dapat ditegakannya causal relationship: – The cause preceded the effect. – The cause was related to the effect. – We can find no plausible alternative explanation for the effect other than the cause.
Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
Penelitian non-eksperimen Natural experiment:
Penelitian korelasional:
• Bukan eksperimen yang sesungguhnya;
• Sama dengan penelitian non-eksperimen atau penelitian survey. • Peneliti melakukan survey atau pengamatan untuk mengungkap arah dan daya keterkaitan antara variabel2 yang diteliti.
• Tidak dilakukan manipulasi terhadap faktor-2 penyebab • Contoh: Perbedaan tingkat trauma antara korban bencana alam (mis. gempa bumi) dan bencana sosial (mis., konflik bersenjata) Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
Jenis-jenis penyebab • Necessary – Mutlak diperlukan, agar dampak yang diharapkan benar-benar terjadi
– Mis., sinar matahari diperlukan untuk menghasilkan energi dari panel surya
• Sufficient – Dengan dirinya sendiri dapat menghasilkan sebuah akibat; namun hal-hal lain juga dapat menghasilkan dampak yang sama
– Mis., aki yang sudah mati dapat dapat menyebabkan kendaraan tidak dapat dinyalakan. Namun tangki bensi yang kosong juga dapat menimbulkan akibat yang sama.
• Contributory – Dapat membantu menimbulkan sebuah dampak, namun tidak memadai tanpa kombinasi dengan hal yang lain. – Mis., gaji dan insentif secara umum dapat meningkatkan motivasi kerja karyawan, namun motivasi kerja yang tinggi dalam jangka watu yang lama tidak bisa dibentuk hanya dengan menawarkan gaji dan insentif yang menggiuarkan. Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
Jenis-jenis penyebab Manipulable • Faktor2sosial, ekonomis, politis, teknologis, dll: dapat dimanipulasi. • Dapat dikendalikan sepenuhnya atau sebagian • Randomized- dan quasiexperiments
Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
Nonmanipulable • Faktor-2 alamiah struktur kromosom (jenis kelamin): tidak dapat dimanipulasi. • Tidak dapat dikendalikan; namun bisa dipilih dari UNITS dan *UNITS • Natural experiment & correlational studies
Kesilapan penafsiran kausalitas • Bhs. inggris: causal fallacies • Kesilapan dalam penalaran sedemikian sehingga mencampuradukkan penyebab dengan yang diakibatkan …
• ... atau mistaking a contributory cause sebagai necessary cause
Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
Faktor penyebab yang meragukan • Korelasi: mencampuradukkan penyebab dan akibat – Setiap kali A muncul biasanya selalu diikuti munculnya B. – Karena itu A merupakan penyebab dari B. – Dalil penelitian: adanya korelasi bukan merupkan bukti tentang hubungan sebab-akibat antara keduanya
• Confounding: faktor penyebab sesungguhnya yang diabaikan – A dan B selalu muncul bersama-sama. – Karena itu A merupakan penyebab dari B, atau B menyebabkan A. – Kesilapan: kesimpulan diambil tanpa mempertimbangkan bahwa kemunculan keduanya disebabkan oleh faktor yang lain. Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
Causal description vs. explanation Causal description • Identifying that a causal relationship exists between A and B. • Mis.: Pavlov mempu menunjukkan bahwa stimulus terkondisi (bunyi lonceng) bila diikuti stimulus tak terkondisi (mis., makanan), dapat memancing air liur. Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
Causal explanation • Explaining how A causes B. • Kelemahan eksperimen: penjelasan mengapa stimulus terkondisi menyebabkan respon tak terkondisi (air liur) tidak sepenuhnya bisa diberikan oleh eskperimen.
Penelitian descriptive vs. explanatory • Penelitian deskriptif: – Bertujuan untuk menunjukkan ada atau tidak adanya hubungan antara dua hal. – Arah tujuan ditentukan berdasarkan penalaran logis: berdasarkan kerangka ilmiah, berdasarkan proses induksi.
• Penelitian eksplanatori: – Penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan mekanisme terjadinya perubahan pada variabel tergantung sebagai akibat dari variabel bebas. – Penjelasan tentang sebab-akibat; tercapai bila seluruh faktor dimasukkan dalam desain.
– Causal explanation yang komplit tidak mungkin dilakukan dalam bidang sosial dan perilaku.
• Tugas peneliti: mengajukan dugaan-dugaan tentang faktor kausal, dan model kausalitas yang dapat dipertanggungjawaban secara logika. Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
Falsification • Langkah dalam penelitian yang bertujuan untuk menguji sejauh mana data empirik sesuai dengan implikasi / prediksi sebuah teori atau hipotesis. – Bila data empirik yang valid tidak sesuai dengan teori atau hipotesis, maka kebenaran teori / hipotesis tersebut harus ditolak – Kebenaran pernyataan “semua angsa berbulu putih” akan gugur bila ada bukti, sekali pun hanya satu, angsa yang berbulu hitam Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
Causal generalization • Inferences that describe how well a causal relationship extends across or beyond the conditions that were studied • Related to validity: – External validity: to what extent can you generalize the results of your study? – Ecological validity: from lab (e.g., flight simulator) to real environment (e.g., airplane cockpit).
• Types: population generalization, setting generalization, manipulation generalization Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
Population generalization • Will a study using one population generalize to another population? – Will a study of college sophomores generalize to middleaged adults? – Will a study of chronically depressed patients generalize to patients who are acutely depressed?
– Will a study of captive raised dolphins generalize to wild dolphins? – Will a study on mice generalize to humans?
Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
Setting generalization • Will a study conducted in one laboratory or clinical setting generalize to the setting of interest? – Will results obtained in a flight simulator generalize to an actual cockpit? – Will results obtained in an outpatient setting generalize to a psychiatric hospital?
– Will results obtained in a laboratory generalize to customers in a store?
Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
Manipulation generalization • Will a result obtained with one task generalize to other tasks or stimuli? – Will studies of perceiving visual illusions generalize to perception of ordinary objects? – Will a survey of consumer attitudes generalize to consumer behavior?
Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
Assessing external validity • Researcher has to make a plausibility judgment in assessing external validity: – Is the target population different from the studied population in ways that are likely to matter for the causal claim? – Is the target setting different from the studied setting in ways that are likely to matter for the causal claim? – Is the manipulation used in the experiment different from the target process in nature in ways that are likely to matter for the causal claim? Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
Latihan:
Standar causal inference dlm artikel jurnal • Multiple studies: jawaban atas pertanyaan penelitian disimpulkan dari hasil sejumlah eksperimen yang terkait satu dengan yang lain .
• Study 1: rancangan paling umum, dengan desain yang biasanya paling sederhana; tujuan utama menguji main effects.
• Study 2: replikasi sebagian dari Study 1; faktor-faktor yang ditemukan tidak signifikan pada study 1 biasanya di singkirkan dari study 2; faktor yang diduga berpengaruh pada hasil Study 1 di kontrol atau diangkat menjadi perlakukan eksperimen.
• Study 3 dan seterusnya: mengulang pola pada Study 2, di mana faktor-faktor yang lebih spesifik di kendalikan atau divariasi secara sistematik.
• Terdapat unsur replikasi eksperimen. Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
apakah dorongan kebelet pipis bisa meningkatkan kontrol diri …. & kualitas keputusan yang kita ambil?
Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
Dampak + dorongan kebelet pipis (Tuk, Trampe & Warlop, 2010)
• Teori: dorongan primitif (spt. lapar, haus) diketahui berpengaruh negatif terhadap kontrol diri. Namun pengamatan sehari-2 indikasikan dorongan pipis (yg. jg termasuk dorongan primitif) berpengaruh sebaliknya. • Hipotesis: dorongan pipis meningkatkan kontrol diri subjek, bahkan dlm berbagai ranah tak terkait.
Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
Komentar: • Teori inhibitory spill-over kuat dan jelas • Masalah teoritik (inhibitory spillover) dioperasionalkan dgn sangat jelas sbg kebelet pipis • Hipotesis konsisten dengan teori
Dampak + dorongan kebelet pipis (Tuk, Trampe & Warlop, 2010)
Eksperimen 1 : • Uji korelasional, tanpa manipulasi eksperimental • Subjek: 193 mahasiswa (rerata usia 20.64) • Prosedur: Subjek diminta menyelesaikan 4 blok (masing-2 25 tugas), di mana 2 blok di antaranya melibatkan proses inhibisi (Stroop task: color naming). Setelah itu subjek mengisi skala tingkat “kebelet pipis”. • Temuan: ada perbedaan response time antara tugas yang memerlukan inhibisi dan tidak, F(1,174)=4.68, p=.03). Response time pada tugas yang melibatkan inhibisi meningkatkan sejalan dengan tingkat kebelet pipis, t(174)=-2.13, p=0.034, B=-0.015. Tidak terdapat perubahan response time pada tugas yang tidak memerlukan inhibisi t(174)=0.86, p=0,39. Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
Komentar: • Kajian korelasional untuk evidence awal. • Korelasi ≠ kausal • Performance diukur sbg response time dlm stroop task (melibatkan proses inhibisi) • Uji korelasional menunjukan kovariansi antara tingkat kebelet pipis dg performance pada stroop task.
Dampak + dorongan kebelet pipis (Tuk, Trampe & Warlop, 2010)
Eksperimen 2 : • Manipulasi eksperimen: tingkat kebelet pipis, dgn cara tes air minum 45 menit sebelum tasks. ½ peserta dikondisikan minum 5 cups (700 ml), ½ peserta mencicipi (+/- 50 ml). • Dep var.: intertemporal choice (mendapatkan Rp. 105 rb besok atau Rp. 200 rb dlm waktu 35 hr kemudian). • Hasil: Kelompok minum memiliki tingkat kebelet pipis yang tinggi (t(100) = 4,71, p < 0.001); dan lebih banyak memilih reward yang tertunda, t(100) = 2.20, p = 0.03). Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
Komentar: • Desain eksperimen sederhana: posttest only with exp. & control groups • Manipulasi eksperimen sangat cerdik. • Operasionalisasi dep variable: intertemporal choice (decision making yg memerlukan kontrol diri) • Hasil meyakinkan
Dampak + dorongan kebelet pipis (Tuk, Trampe & Warlop, 2010)
Eksperimen 3 : • Manipulasi eks: sama dengan Exp 2, dengan tambahan subjek mengisi skala Behavioral Inhibition System (individual differences terkait dengan kontrol diri). • Hasil: Manipulation check menunjukkan efektivitas manipulasi (spt., Exp 2); replikasi temuan perbedaan intertemporal patience Exp 2, t(95) = 2.11, p < 0.05; analisis regresi menunjukkan signifikan interaksi antara kebelet pipis dengan BIS, t(93) = 2.58, p = 0.01. Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
Komentar: • Replikasi atas Exp 2, dengan hasil yang sama. Kredibilitas eksperimen tinggi. • Penambahan faktor nonmanipulable (trait kepribadian: Bhv Inhibition System) • Analisis efek moderasi BIS menunjukkan bahwa pengaruh kebelet pipis pada kualitas keputusan meningkat pada sujek dgn BIS tinggi.
Dampak + dorongan kebelet pipis (Tuk, Trampe & Warlop, 2010)
Eksperimen 4 : • Manipulasi eks: kondisi ‘kebelet pipis’ dibentuk dengan teknik induksi melalui tugas mengenali kata dalam sebaran huruf acak. Klp Exp mengenali kata-2 terkait kebelet pipis, mis., urination, toilet, bladder. Klp Kontrol dgn kata-2 netral, mis., table, watching, hammer. • Hasil: Manipulation check menunjukkan efektivitas manipulasi (spt., Exp 2 & Exp 3); replikasi temuan perbedaan intertemporal patience Exp 2, t(129) = 2.27, p < 0.05; analisis regresi menunjukkan signifikan interaksi antara kebelet pipis dengan BIS, t(128) = 2.71, p = 0.01. Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
Komentar: • Generalisasi stimulus yg menyebabkan kondisi kebelet pipis (k.p.). Kondisi k.p. tidak dgn induksi fisik (minum banyak), tetapi induksi kognitif (memikirkan kata2 terkait k.p.) • Hasil sejalan dengan Exp 2 & Exp 3.
Tertarik melakukan replikasi?
Rahmat Hidayat, Ph.D. FAKULTAS PSIKOLOGI UGM