PEMBENTUKAN KARAKTER SANTRI/WATI BERBASIS TRADISI PESANTREN (Studi Pada PP Syekh Burhanuddin– Kampar Riau) Zulkifli Matondang,
[email protected] Jurusan PTB - Fakultas Teknik Unimed Abstrak Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengungkap pembangunan karakter santri melalui pendidikan pada pondok pesantren (PP). Rumusan masalah penelitian yaitu bagaimana metode pembelajaran yang dilakukan pengasuh pondok pesantren dalam membangun karakter para santri?. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif, selama 10 hari pada PP Syekh Burhanuddin Kampar Riau. Data dikumpulkan melalui telaah kitab kuning dan pengamatan langsung tentang pembentukan karakter. Kemudian dilakukan wawancara dengan pimpinan PP, uztad, santri dan pemuka masyarakat sekitar PP. Analisis data dilakukan dengan konsep triangulasi, berdasarkan berbagai data yang diperoleh dalam penelitian baik melalui wawancara, pengamatan dan telaah kitab. Temuan penelitian yaitu: 1) PP Syekh Burhanuddin menggunakan 62 judul kitab kuning sebagai dasar untuk membentuk karakter santri, 2) Pembentukan karakter dilakukan dalam kehidupan seharihari, 3) Metode pembelajaran dalam membentuk karakter dilakukan kyai/uztad melalui tauladan, dan 4) Pembentukan karakter di luar kelas seperti gotong royong pada siang hari dan kegiatan diskusi pada malam hari. Kata kunci : Pembentukan, Karakter, Kitab kuning, Tradisi, Pesantren Abstract The aim this research is to know of building student character by education on pesantren (PP). The formula of this research problem, how is teacher’s learning methods to character building of student ?. This reseach done with qualitative methods, among 10 days on PP Syekh Burhanuddin Kampar Riau. The data through with books study and direct observation about character building. Than done interview with header PP, teachers, students and prominent society of about PP. Data analysis done with triangulation concept, pursuant to data various from research, such is by interview, observation and and book analyze. The result of this research are: 1) PP Syekh Burhanuddin used 62 books title as base for building students character, 2) Character building done on daily lives, 3) The learning methods for character building by kyai with by example, and 4) Character building of outside class such as mutual aid at day and discussion activity at night. Keywords : Building, Character, Yellow Books, Tradition, Pesantren.
A. Pendahuluan Pendidikan di pesantren berperan besar dalam pembangunan karakter di Indonesia. Pondok pesantren selama (PP) ini telah teruji sebagai lembaga yang turut membentuk watak dan kepribadian para warga bangsa. Pesantren merupakan subPelangi Pendidikan, Vol. 21 No. 1 Juni 2014
kultur Islam yang mengakar pada kebudayaan Islam di Indonesia. Pendidikan di pesantren, tidak hanya terdapat sarana dan praktek pendidikan, juga menanamkan sejumlah nilai atau norma (Thaha, 1990). Nilai-nilai tersebut merupakan hasil dialektika yang dinamis antara nilai-nilai keagamaan yang bersumber 45
pada teks yang diajarkan seperti kitab kuning dan kekokohan prinsip para pengasuh/kyainya. Lebih lanjut nilai ini berinteraksi dengan realitas sosio kultural dan politik yang tumbuh dalam kebudayaan Indonesia dan interaksinya dengan dunia luar (global) sepanjang perjalanan sejarah. Pasang surutnya hubungan pesantren dengan negara sejak masa kolonial sampai sekarang, pada kenyataannya berpengaruh kepada beberapa aspek seperti modernisasi sistem pendidikan, kurikulum, orientasi dan visi pendidikan (Abdallah, 1999). Perubahanperubahan yang terjadi mengakibatkan beberapa nilai yang tumbuh dan berakar di pesantren menjadi goyah atau kabur dan beberapa nilai masih tetap tumbuh dan terpeliharan di pesantren, yaitu salah satunya pembentukan karakter (nilai) para santri. Menurut Mastuhu dalam Sofyan Sauri (2011), mengemukakan bahwa pendidikan karakter pada pondok pesantren memiliki beberapa kelebihan yaitu: 1) menggunakan pendekatan holistik dalam sistem pendidikan, 2) memiliki kebebasan terpimpin, 3) berkemampuan mengatur diri sendiri (mandiri), 4) memiliki kebersamaan yang tinggi, dan 5) mengabdi pada orangtua dan guru. Dalam prakteknya pendidikan karakter di pondok pesantren yang perlu mendapat perhatikan yaitu: pendidik bisa melakukan tuntunan dan pengawasan langsung selama 24 jam, terjadi hubungan yang akrab antara santri dan kyai/guru, cara hidup kyai sederhana dan menjadi taulan, serta sistem pendidikan yang murah. Ini menunjukkan bahwa pendidikan di pesantren perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak dalam membentuk karakter bangsa. Seiring dengan perubahan hubungan politik antara negara dengan umat Islam, peran pesantren semakin menunjukkan eksistensinya di masa mendatang. Peran ini tidak terbatas pada dunia pendidikan, juga dalam pembentukan nilai-nilai keislaman Indonesia yang berakar pada kebudayaan lokal. Yang menjadi masalah dalam penelitian ini yaitu, nilai-nilai apa yang Pelangi Pendidikan, Vol. 21 No. 1 Juni 2014
diwariskan pondok pesantren dalam pembentukan karakter bangsa?, apakah nilainilai tersebut masih relevan dan dibutuhkan saat ini?, apakah nilai-nilai tersebut dapat memberikan sumbangan dalam membentuk karakter warga bangsa atau justru sebaliknya perlu revitalisasi nilai-nilai agar pesantren tetap menjadi rujukan yang dapat menyumbang pada pembentukan karakter bangsa?, bagaimanakah metode pondok pesantren dalam membangun karakter para santri?. Untuk menjawab permasalah tersebut perlu dilakukan suatu penelitian yaitu penelitian tentang nilai-nilai karakter bangsa berbasis tradisi pesantren dan kitab kuning. Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui karakter apa saja yang masih bertahan dalam sistem pendidikan di PP. Adapun tujuan penelitian ini yaitu terdokumentasinya nilai-nilai pendidikan yang berorientasi pada pembentukan karakter bangsa dengan landasan nilai-nilai luhur yang terdapat dalam Kitab Kuning dan prakteknya di dunia pesantren. Ruang lingkup penelitian ini hanya pembentukan karakter yang dilakukan pada PP Syekh Burhanuddin Kampar – Riau. B. Kajian Pustaka 1. Pondok Pesantren (PP) Di Indonesia terdapat ribuan lembaga pendidikan Islam. Lembaga tersebut dikenal sebagai dayah dan rangkang di Aceh, surau di Sumatra Barat, dan pondok pesantren di Jawa (Asrahah, 2002). Pondok pesantren di Jawa banyak jenisnya, yang dapat dibedakan atas ilmu yang diajarkan, jumlah santri, pola kepemimpinan atau perkembangan ilmu teknologi. Namun demikian, unsur pokok dari suatu pesantren yaitu: kyai. masjid, santri, pondok dan kitab Islam klasik (kitab kuning). Unsur tersebut diuraikan sebagai berikut: a. Kyai; Peran kyai dalam prinsip, pertumbuhan, perkembangan dan pengurusan sebuah pesantren merupakan unsur yang esensial. Sebagai pemimpin, watak dan keberhasilan pesantren banyak 44
bergantung pada keahlian dan kedalaman ilmu, karismatik dan wibawa, serta keterampilan kyai. Dalam konteks ini, pribadi Kyai sangat menentukan sebab dia adalah tokoh sentral dalam pesantren. Istilah kyai bukan berasal dari bahasa Arab, perkataan Kiyai yaitu gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada orang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya (Haedari, 2005:28). b. Masjid. Sangkut paut pendidikan Islam dan masjid sangat dekat dan erat sekali. Dahulu, kaum muslimin selalu memanfaatkan masjid untuk tempat beribadah dan juga sebagai tempat lembaga pendidikan Islam (Haedari, 2005:35). Sebagai pusat kehidupan rohani, sosial, politik, dan pendidikan Islam, masjid merupakan aspek kehidupan sehari-hari yang sangat penting bagi masyarakat. Dalam rangka pesantren, masjid dianggap sebagai “tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sholat lima waktu, khutbah, dan sholat Jum’at, serta pengajaran kitab Islam klasik”. c. Santri. Santri merupakan unsur yang penting dalam sebuah pesantren. Langkah pertama dalam membangun suatu pesantren ada santri untuk belajar. Santri biasanya mukmin, yaitu putera/puteri yang menetap dalam PP dan biasanya berasal dari daerah jauh. Pada masa lalu, kesempatan untuk pergi dan menetap di sebuah PP merupakan suatu keistimewaan. d. Pondok. Istilah ‘pondok’ merupakan tempat tinggal kyai bersama para santrinya, Pondok atau asrama santri wanita dipisahkan dengan santri laki-laki. Komplek sebuah PP memiliki gedung selain asrama santri dan rumah kyai, termasuk perumahan ustad/guru, gedung belajar, lapangan olahraga, kantin, koperasi, lahan pertanian dan/atau lahan pertenakan (Syukur, 2002). Pelangi Pendidikan, Vol. 21 No. 1 Juni 2014
e. Kitab Islam Klasik. Kitab Islam klasik dikarang para ulama terdahulu yang membahas berbagai ilmu pengetahuan menurut agama Islam dan ditulis dalam bahasa Arab (Mastuhu, 1994:25). Dalam kalangan pesantren, kitab Islam klasik disebut kitab kuning karena warna kertasnya kebanyakan berwarna kuning. Pada masa lalu, pengajaran kitab Islam klasik merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren. Pada saat ini, kebanyakan pesantren telah mempelajari pengetahuan umum sebagai suatu bagian yang penting dalam pendidikan pesantren, dan pengajaran kitab Islam klasik diberikan. Pada umumnya, pelajaran dimulai dengan kitab yang sederhana, kemudian dilanjutkan dengan kitab yang lebih mendalam. Beberapa macam ilmu pengetahuan yang diajarkan dalam kitab Islam klasik, yaitu: 1.nahwu dan saraf (morfologi); 2.fiqh; 3.usul fiqh; 4.hadis; 5.tafsir; 6.tauhid; 7.tasawwuf. 8. Akhlak 9. Ulumul hadis. 10. Mantiq dan cabangcabang lain seperti tarikh dan balaghah (Wahid, 1399 H). Semua kitab dapat digolongkan menjadi tingkat dasar, menengah dan lanjut. 2. Sistem Pendidikan di Pesantren Pembangunan nasional pada hakekatnya bertujuan mencari nilai tambah (added values) agar kehidupan hari esok lebih baik, yang meliputi kesejahteraan jasmani, rohani, duniawi dan ukhrawi (Indra, 2005). Sistem pendidikan selalu mengalami tantangan yang semakin besar dan kompleks. Pertambahan penduduk, kemajuan ilmu teknologi dan interaksinya menyebabkan terjadinya pergeseran nilai, baik nilai dasar yang menyangkut agama maupun persoalan lainnya. Sistem pendidikan PP di Indonesia masih banyak menerapakan sistem pendidikan pesantren yang berbasis kitab kuning (Djatmika: 1986:92). PP merupakan salah satu jenis pendidikan Islam yang bersifat tradisional yang mendalami ilmu 45
agama Islam, dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup kesehariaan, atau disebut dengan “taffaquh Fiddin” (Mastuhu: 1994:3). Jadi PP menekankan pentingnya pendidikan moral dan sekaligus sebagai pembentukan karakter dalam kehidupan sehari-hari dan bermasyarakat. Hubungan pesantren dan kitab kuning dibedakan atas dua model (Arifin, 1995). Pertama, pesantren murni salafi, yaitu pesantren yang sejak berdiri tetap mempertahankan kitab kuning sebagai literatur utama dalam kurikulum. Pesantren model ini relatif langka. Pesantren ini tidak menyelenggarakan pendidikan formal, tapi hanya menyelenggarakan sekolah diniyah. Ukuran kelulusan dan keberhasilan seorang santri betul-betul ditentukan oleh kepiawaiannya dalam penguasaan kitab kuning. Penguasaan dalam hal ini adalah tak sekedar bisa membaca dengan benar, tapi juga memahami, mengungkapkan, mengembangkan, dan mengkonteks-tualisasikan kandungannya. Model kedua yaitu pesantren kolaboratif. Model ini memadukan antara sekolah formal dan sekolah diniyah. Mulanya pesantren ini hanya menyelenggarakan pendidikan diniyah dengan tanpa ijazah formal, tapi sesuai dengan perkembangan zaman, lembaga ini juga menyelenggarakan pendidikan formal. Jenis pesantren inilah yang kini merebak dan mendominasi karakter pesantren di berbagai penjuru. Biasanya, santri harus bersekolah dua kali dalam sehari, misalnya sekolah formal pada pagi hari dan sekolah diniyah pada malam hari. Secara garis besar, pesantren kolaboratif i ingin merespon modernisasi dalam arus pendidikan Islam di Indonesia. Mulanya memang bagus, ingin mengkolaborasikan antara tafaqquh fi al-din dan penguasaan ilmu pengetahuan umum. Tapi sayang, lama-kelamaan seiring perkembangan lembaga pendidikan, ternyata kemajuan yang diraih tak berjalan seimbang. Santri lebih mementingkan penguasaan ilmu umum sebagai standar kelulusan ujian nasional daripada kepiawaian menguasai kitab kuning yang tak bisa menunjang Pelangi Pendidikan, Vol. 21 No. 1 Juni 2014
diterimanya kuliah di sebuah perguruan tinggi. 3. Pembangunan Karakter Dalam menumbuhkan kemampuan berpikir rasional, PP menyadari perlunya pelajaran umum dan keterampilan khusus diberikan, seperti bertani, berternak, bertukang dan pekerjaan lainnya. Kegiatan pemberian keterampilan khusus ini dilakukan pada waktu libur, dengan tujuan untuk mengembangkan wawasan dan orientasi santri yang pandangan hidup pada ukhrawi menjadi seimbang dengan orientasi kehidupan duniawi (Dhifier, 1996:21). Prinsif pendidikan pesantren dalam membangun karakter para santri yaitu: a. Theocentric; Theocentric yaitu sistem pendidikan yang didasarkan pada pandangan yang menyatakan bahwa sesuatu kejadian berasal, berproses, dan kembali kepada kebenaran Allah Swt. Semua aktivitas pendidikan dipandang sebagai ibadah kepada Allah Swt, dan merupakan bagian integral dari totalias kehidupan keagamaan. Dalam praktiknya mengutamakan sikap dan perilaku yang kuat beroreintasi pada kehidupan ukrawi dalam kehidupan sehari-hari. Semua perbuatan dilaksanakan dengan hukum agama demi kepentingan hidup ukhrawi (Mastuhu, 1994:62). b. Sukarela dalam mengabdi; Para pengasuh PP memandang semua kegiatan pendidikan adalah ibadah kepada Allah Swt. Penyelenggaraan pendidikan pada pesantren dilaksanakan secara sukarela dan mengabdi kepada sesama dalam rangka mengabdi kepada Allah Swt. c. Kearifan; Kearifan yang dimaksud adalah bersikap sabar, rendah hati, patuh pada ketentuan hukum agama, mampu mencapai tujuan tanpa merugikan orang lain, dan mendatangkan manfaat bagi kepentingan bersama. d. Kesederhanaan; Kesederhanaan yang dimaksud adalah tidak tinggi hati dan sombong walau berasal dari orang kaya atau keturunan raja. 46
e. Kolektivitas; yaitu mengutamakan kepentingan orang banyak dari pada kepentingan pribadi. Dalam hal kewajiban orang harus mendahulukan kewajiban diri sendiri sebelum orang lain. f. Mengatur Kegiatan Bersama; Kegiatan bersama dilakukan oleh para santri dengan bimbingan para uztad atau kyai. Para santri mengatur semua kegiatan pembelajaran, terutama kegiatan kokurikurer mulai pembentukan, penyusuan sampai pelaksanaan dan pengembangannya. Demikian juga kegiataan peribadatan, olah raga, kursuskursus keterampilan dan sebagainya. g. Ukhuwah Diniyah; Kehidupan di pesantren penuh dengan suasana persaudaraan, persatuan dan gotong royong, sehingga segala kesenangan dirasakan bersama dan segala kesulitan berusaha diatasi bersama. h. Kebebasan; Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan dari segi kurikulum dan politis. Kebebasan kurikulum yaitu tidak terikat oleh kurikulum Depag maupun Kemdiknas. Sedangkan kebebasan politis, tidak berafiliasi bahkan terlibat pada salah satu pada partai politik maupun ormas tertentu. C. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada PP Syekh Burhanuddin, Jalan Pesantren No. 11 Kuntu Kec. Kampar Kiri Kab. Kampar Riau. Letak PP Syekh Burhanuddin sekitar 75 Km dari kota Pekanbaru ke arah Teluk Kuantan dan sekitar 15 Km dari kota Lipat Kain (Ibukota Kecamatan). Penelitian ini dilakukan selama 10 hari, yaitu mulai tanggal 12 Pebruari sampai 21 Pebruari 2011. Jenis penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dan studi literatur. Penelitian kualitatif ini yaitu menjaring data tentang pembentukan karakter yang dilaksanakan di pesantren sedangkan penelitian studi literatur yaitu mendata bukubuku teks (kitab kuning) yang digunakan oleh pesantren dalam membentuk karakter bangsa. Metode penelitian yang digunakan untuk studi literatur, yaitu analisis konten (teks) Pelangi Pendidikan, Vol. 21 No. 1 Juni 2014
dengan mengidentifikasi kitab-kitab yang diajarkan di pesantren dan menganalisis muatannya. Dengan menggunkan pendekatan analisis harafiah dan makna, nilai-nilai tertentu terkait dengan nilai-nilai yang mengandung pembentukan karakter akan dikumpulkan dan dianalisis berdasarkan arti harfiah, makna yang tersurat dan tersirat, dan bagaimana cara pengajarannya. Untuk studi penelitian kualitatif, yaitu dengan melakukan wawancara tentang nilainilai pembentukan karakter di pesantren. Wawancara dilakukan pada pimpinan pondok pesantren, pada ustrad dan santri serta pemuka masyarakat. Lebih lanjut dilakukan juga observasi (pengamatan) tentang aplikasi yang dilakukan oleh para santri dalam membentuk nilai kepribadian yang berhubungan dengan pembentukan karakter bangsa. Instrumen yang digunakan untuk meneliti buku teks (kitab kuning) yaitu lembar observasi, sedangkan untuk melihat praktek penanaman nilai pembentukan karakter pada santri di pondok pesantren yaitu dengan menggunakan lembar observasi, sedangkan untuk interview, instrumennya yaitu peneliti sendiri. Peneliti memiliki wawasan dan pengetahuan tentang berbagai nilai-nilai yang akan ditanyakan kepada responden (pimpinan pondok, ustad, santri dan masyarakat setempat). Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Data dianalisis dengan menggunakan konsep triangulasi untuk mengambil suatu kesimpulan dari wawancara (dept interview) yang dilakukan. Konsep triangulasi yaitu mengambil suatu kesimpulan berdasarkan dari berbagai sumber data. Sedangkan analisis data tentang isi buku (kitab kuning) dilakukan dengan contek analisis dari setiap kitab yang digunakan. Dari analisis konten tersebut diambil suatu simpulan yang dapat menanamkan nilai-nilai yang pada akhirnya dapat membentuk dan membangun karakter pada santri.
47
D. Hasil Penelitian 1. Profil PP Syehk Burhanuddin Pondok Pesantren (PP) Salafiyah Syekh Burhanuddin didirikan oleh Abuya Dr. (Hc) AM. Djamarin di desa Kuntu Kec. Kampar Kiri Kab. Kampar – Riau tanggal 1 Pebruari 1973. Pendirian PP ditandai dengan pembangunan satu unit Musholla ukuran 6 x 10 m. Sejak berdiri PP mendapat dukungan positif (moral maupun materil) dari Pemerintah Daerah dan masyarakat sekitar pesantren. PP Syekh Burhanuddin telah memiliki alumni sekitar 2.500 orang yang tersebar di daerah provinsi Riau, Riau Kepulauan, Sumatera Barat dan Jambi. Kondisi sekarang PP Syekh Burhanuddin memiliki sebanyak 7 ruang kelas, satu ruang perpustakaan, satu ruang praktek komputer. Satu ruang guru yang bergabung dengan ruang kepala/pimpinan pondok, satu mesjid/musholla, 4 ruang WC dan satu ruang UKS. Kemudian pada umumnya guru/ustad berdomisili di lingkungan pesantren sehingga berintegrasi selama 24 jam dengan para santri/wati. Hal yang menarik pada PP Syekh Burhanuddin yaitu para santri tidak dipungut biaya pendidikan. Baik itu biaya SPP, listrik, biaya operasional sekolah, dan biaya lainnya. Para santri datang ke PP hanya untuk belajar tanpa ada pungutan biaya dari pihak pondok atau yayasan. Sedangkan untuk makan para santri, ada yang masak sendiri, ada yang katering dan ada yang diantar keluarganya. Masalah makan para santri, pihak PP tidak ikut campur kepada siapa santri ingin katering. Pada umumnya santri katering kepada masyarakat/keluarga yang ada di sekitar PP. Pihak/pimpinan pesantren hanya memberikan rambu-rambu biaya katering maksimum sebesar Rp. 10.000,- per hari dan pembayaran dilakukan setiap minggu. Ini menunjukkan bahwa pesantren menerapkan sifat kesederhanaan dalam mengikuti pendidikan di pondok. Kemudian kepada setiap santri tidak diperbolehkan memiliki/membawa handphone (Hp) di lingkungan PP. Pelangi Pendidikan, Vol. 21 No. 1 Juni 2014
Bila ditinjau visi, misi dan tujuan dari PP Syekh Burhanuddin, yaitu: Visi: Menjadi PP Syekh Burhanuddin sebagai lembaga pendidikan unggul, dalam rangka penghayatan atas Kebesaran Allah Swt. Misinya yaitu: 1) Membantu pemerintah meningkatkan SDM, 2) Membantu masyarakat kurang mampu melanjutkan pendidikan tanpa mengeluarkan biaya dan tanpa ke laur daerah, 3) Menghasilkan lulusan yang memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt, 4) Menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan integratif antara ilmu agama dan ilmu umum, 5) Menghasilkan lulusan yang berkualitas dan mampu bersaing, 6) Menghasilkan lulusan yang memiliki jiwa kepemimpinan yang agamis, 7) PP Syekh Burhanuddin merupakan penyambung (estapet) dari perjuangan Syekh Burhanuddin (berasal dari Arab) dalam mengembangkan ajaran Islam. Tujuan PP Syekh Burhanuddin sesuai denga motto yang digariskan pendirinya yaitu: Tafaqquh Fiddin (mendalami ilmu agama) disamping menguasai ilmu pengetahuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, PP mengadakan berbagai inovasi/ terobosan dalam berbagai program keterampilan (life skill). 2. Sistem Pendidikan Pesantren PP Syekh Burhanuddin merupakan lembaga pendidikan Islam yang bersifat tradisional mendalami ilmu agama Islam. PP ini merupakan suatu komunitas tersendiri, dimana kyai, ustad, santri dan pengurus hidup bersama yang berlandaskan nilai agama Islam lengakap dengan norma tersendiri, yang secara ekslusif berbeda dengan pendidikan umum. PP merupakan suatu keluarga besar dibawah asuhan seorang kyai, dan dibantu oleh ustad/guru, dan tenaga administrasi. Sistem pendidikan PP ini menggunakan pendekatan holistik, artinya para pengasuh pesantren memandang bahwa kegiatan belajar-mengajar merupakan kesatu paduan atau lebur dalam totalis kegiatan kehidupan sehari-hari (Mochtar, 1999). Bagi 48
santri belajar dipesantren tidak mengenal perhitungan waktu, kapan harus mulai dan harus selelesai, dan target apa yang harus dicapai. Bagi dunia pesantren hanya ilmu fardu ain yang dipandang sakral. Dalam pandangan mereka semua kegiatan yang terjadi dalam kehidupan berawal dari Allah Swt, dan berproses menurut hukum, dan berakhir kembali pada-Nya. Setiap peristiwa yang terjadi merupakan bagian dari keseluruhan dan selalu berhubungan satu sama lain dan pada akhirnya pasti bertemu pada kebenaran ajaran Allah Swt. Kyai yakin bahwa apa saja yang dipelajari oleh santri di PP adalah baik dan pada suatu saat akan mendatangkan manfaat bagi yang bersangkutan jika sudah tiba waktunya. Misalnya, seorang santri dengan keterampilan melalui otodidak (seperti: tukang kayu, bangunan, bengkel, belajar pencak silat), pada saat ini belum bermanfaat tetapi dalam beberapa tahun kemudian akan memberikan kegunaan. Jadwal kegiatan para santri untuk harian dan minguan, bulanan dan tahunan di PP Syekh Burhanuddin dalam membentuk karakter diuraikan sebagai berikut: Tabel 1. Jadwal Kegiatan Harian Pukul Jenis Kegiatan 04.00 Peringatan bangun pagi 04.30 Bangun pagi, sholat subuh dan tadarrus al Qur’an 06.00 Mengulangi pelajaran, mandi pagi 06.30 Makan pagi, persiapan kesekolah 07.00 Belajar dikelas 13.00 Sholat zuhur, makan siang 14.00 Kegiatan ekstrakurikuler (komputer, bahasa, tahfidzh, dll) 17.30 Mandi sore, persiapan ke mesjid 18.00 Kegiatan ekstrakurikuler (muzakarah) 18.30 Sholat maghrib, kultum, tadarus al Qur’an 19.30 Sholat isya 20.00 Makan malam, ekstrakurikuler 21.30 Peringatan istirahat, tidur 22.00 Istirahat, tidur (Sumber: PP Syekh Burhanuddin – Riau) Pelangi Pendidikan, Vol. 21 No. 1 Juni 2014
Tabel 2. Jadwal Kegaitan Mingguan Hari Pukul Jenis Kegiatan Selasa 07.00-08.00 Apel pagi selasa Rabu, 16.00-17.30 Olahraga Santri Sabtu, Senin Rabu, 16.00-17.30 Olahraga Jumat, Santriwati Senin Rabu 19.00-20.30 Albarjanzi Santriawati Khamis 19.00-20.30 Albarjanzi santri Sabtu 19.00-20.30 Dalail al-Kahirat Santriwati Ahad 10.30-13.00 Muhadarah Umum Ahad 19.00-20.30 Dalail al-Kahairat Santri Senin 06.00-08.30 Senam dan Gotong Royong (Sumber: PP Syekh Burhanuddin – Riau) c. Kegiatan Bulanan : Wirid Bulanan d. Kegiatan Tahunan : Ulang Tahun Pondok, Peringatan Hari Besar Islam, Wisuda Santri Kelas VII 3. Metode Pengajaran Metode pengajaran pada PP Syekh Burhanuddin diberikan dalam bentuk, sorogan, bandong, halaqah dan hafalan. Sorogan artinya: belajar secara individual dimana seorang santri berhadapan dengan seorang guru, terjadi interaksi saling mengenal antara keduanya. Bandongan artinya belajar secara kelompok yang diikuti seluruh santri, dan biasanya Kiyai mengunakan bahasa daerah setempat dan langsung menterjemahkan kalimat demi kalimat dari kitab yang dipelajarinya. Halaqah artinya diskusi untuk memahami isi kitab, bukan untuk mempertanyakan kemungkinan benar salahnya apa yang diajarkan oleh kitab, tetapi untuk memahami apa maksud yang diajarkan kitab. Santri yakin bahwa Kyai tidak akan mengajarkan hal-hal yang salah dan mereka yakin bahwa isi kitab yang dipelajari adalah benar. 49
Dalam kegiatan pembelajaran para santri seminggu sekali pada saat shalat isya dan subuh, mengadakan belajar pidato atau belajar memberikan ceramah keagamaan. Isi ceramah keagamaan dipilih para santri, tetapi kebanyakan berkisar pada sejarah nabi Muhammad Saw, kepahlawan, kejujuran para sahabat dan tema aktual lainnya. Para santri juga belajar memberikan kata sambutan dalam berbagai hal, misalnya kemalangan, pesta, sunatan dan kata sambutan lainnya yang dianggap perlu untuk di sampaikan. Para santri dalam satu kelompok disebut khafilah, diketuai oleh seseorang dengan jumlah sekitar 30 orang. Semua santri wajib berpidato atau memberikan kata sambutan dalam berbagai hal. Metode pembelajaran yang unik, setiap 3 bulan dilakukan pertandingan antar khfilah. Setiap anggota khafilah dipilih secara demokrasi untuk bertanding dengan anggota khafilah lainnya. Demikian dilakukan untuk setiap jenis yang dilombakan. Bila anggota khafilah kalah, maka teman-temannya menerima dan belajar lebih baik lagi. Dalam satu kelompok khafilah terdiri dari berbagai kelas, dari kelas I s/d kelas VII. Dalam latihan pada malam hari, setiap anggota memberikan pidato dan ceramah keagamaan yang berdurasi lebih kurang 10 menit dan selesai sampai jam 10 malam. Apabila ada anggota kelompok yang tidak siap tampil, padahal sudah dijadwal maka mereka dihukum, yaitu berdiri dengan memegang telinga sampai kegiatan tersebut selesai. Hal yang unik dari kegiatan ini, semuanya berjalan dengan lancar tanpa ada ustad dan ustazah yang mengawasinya. Kegiatan ini menanamkan kejujuran sejak usia dini, dengan tujuann supaya santri mandiri dan berusaha dengan sekuat tenaga untuk menyiapkan materi yang akan disampaikan. Bagi santri kegiatan proses kegiatan tersebut adalah ibadah kepada Allah Swt. Diperoleh atau tidaknya ilmu sebagai hasil belajar sangat tergantung pada ridah Allah Swt. Melalui usaha dengan segenap kesucian jiwa melalui sholat, puasa dan kegiatan Pelangi Pendidikan, Vol. 21 No. 1 Juni 2014
lainnnya, para santri terus belajar. Cara belajar seperti ini tidak memerlukan biaya yang mahal, seperti penyediaan meja bejar, projektor, infokus, laptop dan lain-lain. Para santri biasanya duduk di diambal yang telah disediakan dalam kegiatan pembelajaran. Untuk menumbuhkan kemampuan berpikir rasional para santri, pihak PP Syekh Burhanudin memberikan pelajaran umum dan keterampilan khusus di pesantren seperti: bertani, berternak, bertukang dan pekerjaan lainnya yang akrab dengan kehidupan seharihari. Kegiatan ini dilakukan saat libur dengan tujuan untuk menyeimbangkan antara ukhrawi dengan duniawi. 4. Pembentukan Karakter Santri Beberapa prinsip sistem pendidikan pada PP Syekh Burhanuddin dalam membentuk karakter santri diuraikan sebagai berikut: a) Theocentric; Pada PP sistem pendidikan didasarkan pada filsafat theocentric. Setiap santri beraktivitas dipandang sebagai ibadah kepada Allah Swt. Semua aktivitas pendidikan merupakan bagian integral dari totalias kehidupan keagamaan, sehingga kegaitan belajar tidak memperhitungkan waktu. Dalam prakteknya para santri cenderung mengutamakan sikap dan prilaku yang beroreintasi kepada kehidupan ukhrawi. Semua perbuatan dilaksanakan berdasarkan hukum agama demi kepentingan hidup ukhrawi. b) Sukarela dalam mengabdi; Para pengasuh PP memandang semua kegiatan pendidikan adalah ibadah kepada Allah Swt, sehingga penyelenggaraan pesantren dilaksanakan secara sukarela dan mengabdi kepada sesama dalam rangka mengabdi kepada Allah Swt. Mengingat biaya pendidikan di PP Syekh Burhanuddin tidak ada, maka honor dan gaji para kyai, uztad/guru tidak tahu dari mana, namun ada saja rezekinya. Satu titah (nasehat) pendiri pondok yaitu jangan mencari makan/hidup dari pesantern tapi hidupkanlah pesantren. Bila hendak mencari rezeki silakan bekerja 50
atau mengajar ketempat lain untuk memenuhi kebutuhan hidup istri dan anaknya. Dengan konsep demikian para santri merasa wajib menghormati kyai dan ustadnya serta saling menghargai sesamanya, karena itu merupakan perintah agama. Santri yakin bahwa dirinya tidak akan menjadi orang berilmu tanpa guru dan bantuan sesamanya. c) Kearifan; PP Syekh Burhanuddin menekankan pada santri bahwa pentingnya kearifan dalam bertingkah laku sehari-hari. Kearifan yang dimaksud adalah bersikap berlaku sabar, rendah hati, patuh pada ketentuan hukum agama, mampu mencapai tujuan tanpa merugikan orang lain, serta dan mendatangkan manfaat bagi kepentingan bersama. Para santri PP Syekh Burhanuddin diberikan kebebasan untuk membentuk jati dirinya sebagai santri yang tunduk dan taat pada aturan pesantren. d) Kesederhanaan; Pesantren Syekh Burhanuddin menekankan pentingnya penampilan sederhana sebagai salah satu nilai luhur pesantren dan menjadi pedoman prilaku sehari-hari bagi seluruh santri. Kesederhanaan yang dimaksudkan adalah tidak tinggi hati dan sombong pada santri lain walaupunn dia berasal dari golongan orang kaya. Satu hal yang unik dari pengasuh PP ini jika mau membeli mobil atau prabot rumah tangga, maka para pengasuh pondok berdiskusi/memberitahu santri. Ini dilakukan untuk menjelaskan bahwa apa yang mereka beli memang kebutuhan yang mendesak. Misalnya membeli mobil, dijelaskan penting untuk kepentingan tranportasi ke Pekanbaru untuk mengurus administrasi PP. Dengan penjelasan tersebut akhirnya para santri memahami dan menerimanya. Bila dilihat kasus membeli mobil tersebut, wajar pengasuh pondok tak perlu mendiskusikan dengan santri karena tidak ada biaya yang dikutip dari santri, baik: uang masuk, uang makan, penginapan, uang bulanan, dan biaya lainnya. e) Kolektivitas; PP Syekh Burhanuddin menekankan kebersamaan lebih tingi dari pribadi. Dalam keseharian pada PP Pelangi Pendidikan, Vol. 21 No. 1 Juni 2014
diutamakan kepentingan orang banyak dari pada pribadi. Dalam kewajiban santri mendahulukan diri sendiri sebelum orang lain. Untuk memutuskan sesuatu santri memelihara hal-hal baik dan mengembangkan hal-hal yang baru dan baik. Nilai ini tetap berlaku dalam kehidupan para santri yang tinggal pada kamar berukuran 2 x 3 m dan ditempati dua atau tiga santri. Kamar tersebut berdinding dan berlantai papan yang dibangun oleh para santri dengan cara saling membantu (gotong royong). Kemudian bila santri telah tamat (lulus) secara ikhlas kamar tersebut diberikan kepada generasi berikutnya. Para santri juga saling menolong jika terlambat uang kiriman dari uang tuanya. Mereka berusaha bersama untuk membantu meringankan masalah rekannya f) Mengatur Kegiatan Bersama; Kegiatan bersama yang dilakukan oleh para santri biasanya bersifat relatif dan mengikat, yang dilakukan oleh santri dengan bimbingan ustad. Para santri mengatur hampir semua kegiatan proses belajar terutama berkenaan dengan kegiatan kokurikurer. Pembentukan, penyusuan sampai pelaksanaan dan pengembangannya dilakukan para santri secara bersama. Demikian juga mengatur kegiatan peribadatan, olah raga, kursus keterampilan dan sebagainya direncanakan oleh para santri dengan tidak menyimpang dari ajaran Islam dan ketentuan pesantren. g) Ukhuwah Diniyah; Kehidupan santri di PP penuh suasana persaudaraan yang akrap, persatuan dan gotong royong, sehingga kesenangan di rasakan bersama dan kesulitan diatasi bersama. Hal ini dapat terwujud melalui keyakinan dan pandangan hidup yang sama, bahwa manusia di ciptakan dan berada di bumi ini tidak lain hanyalah untuk mengabdi kepada sang kholik, yaitu Allah Swt. Sebagai hamba yang beriman (mukmin) mereka bersaudara dengan sesama dan berbuat baik terhadap mereka. Hal ini aplikasi dari surat Al Hujurat ayat 10 yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah diantara
51
kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” h) Kebebasan; Kebebasan yang dilaksanakan oleh PP dari segi kurikulum dan politis. Kebebasan kurikulum berarti PP Syekh Burhanuddin tidak terikat oleh kurikulum Depag dan Kemdiknas. Secara politis PP merupakan lembaga independen, tidak berafiliasi bahkan terlibat pada salah satu partai politik atau ormas tertentu. Dalam konteks santri, kebebasan di sini berarti penanaman sikap demokratis. Mereka bebas berpikir dan bebas dalam menentukan jalan hidupnya kelak di masyarakat, optimis dalam menghadapi hidup ini. Namun semua itu dilakukan dalam batas-batas syari’at Islam. Pembelajaran dan pengkajian kitab kuning menjadi utama dan merupakan ciri khas pembelajaran di PP Syekh Burhanuddin. Kitab kuning yang diajarkan oleh kyai dikaitkan dengan persoalan yang aktual di masyarakat. Itu dilakukan agar para santri memahami permasalahan yang muncul dan aktual. Misal, persoalan formalisasi syariah, perdebatan paham, persoalan sikap terhadap agama lain, dan lain sebagainya. Kitab kuning adalah sumber rujukan utama dalam pembentukan karakter para santri, dan menempatkan kitab kuning sebagai acuan utama dalam kehidupan seharihari. Terutama yang menyangkut masalah hukum ibadah, akhlak, mu'amalah hubungan sosial, kejujuran, disipilin, dan hidup penuh kesederhanaan, toleransi. Tidak ada kitab kuning secara khusus membicarakan tentang masalah karakter, namun dari sub judul dari kitab yang ada (satu sampai dua halaman) ada membicarakan karakter. Kemudian mengenai kejujuran, kesederhanan, kedisipilinan, kesabaran, ketaatan beragama dan lain-lain, ini semua tercermin dalam prilaku dan penampilan para kyai, ustad/guru di PP Syekh Burhanuddin. Semua perilaku kyai, ustad/guru di PP menjadi cerminan dari para santri. Semua perilaku dalam bersikap, berkata, berbuat dan berpenampilan dalam bentuk kesederhanaan. Bila dilihat dari asrama santri tidak ada media Pelangi Pendidikan, Vol. 21 No. 1 Juni 2014
teknologi komunikasi (Hp, radio, televisi ataupun lainnya). Ketika warga menemui persoalan yang sifatnya aktual atau berkaitan dengan masyarakat, rujukannya adalah bertanya ke kyai. Kyai PP akan menjelaskan berdasarkan keterangan dari kitab kuning dan pemahaman yang didapat dari buku yang pernah dibaca. Menurut kyai kitab kuning yang digunakan cukup aktual sebagai pedoman untuk kondisi sekarang dan masa mendatang. Dari pengamatan dan pengalaman peneliti di PP, setiap malam selalu ada anggota masyarakat yang datang ke PP untuk bertukar pikiran dan diskusi yang berlangsung dari selesai sholat isya, bahkan sampai pukul 12 atau pukul 1 malam. Selain berdiskusi juga disediakan berupa makanan ringan dan teh manis atau kopi khas Kampar. Pada umumnya penduduk yang datang saling berganti satu sama lain dan jumlahnya 8 sampai orang, dan berlanjut tiap malam. Ini menunjukkan bahwa PP Syekh Burhanuddin terbuka pada masyarakat luar pesantren. Para ustad PP Sykeh Burhanuddin juga sering menjadi panitia dan pengurus BKM mesjid yang dikelolah masyarakat diluar pesantren Adapun kitab kuning yang dipelajari di PP Syekh Burhanuddin yaitu: 1) Kitab fiqih, Patahu Qarib, Inatu Tolibin, Ayatul wa Taqrib, dan Mahally, 2) Kitab ushul fiqh, Mubadi awaliyah, Lathoif Isyorah, Ghoyatul Ushul, 3) Kitab Aklaq, Ahklakul Banin IIII,Tahsyirul Akhlak, Ta’lim wa Ta’lim, 4) Kitab Tasawuf, Ta’lim wa ta’lim, 5) Kitab tauhid/kalam, Matan Sanusi, Tizan Dharuri, Fatahul Majid, Khilafatul Awam, 6) Kitab Tafsir, Tafsir Jalalaen, Tafsir Khazin, Tafsir ibn Kasir, 7) Kitab Hadis, Nukhttarol Hadist, Matan Arbain, Majelis Saniah, Syarah Matan Atba, 8) Kitab Ulumul Hadist, Mimhatul Muhiz, 9) Kitab Tarikh, Dar Dir, Nurul Yaqin, Hulaqatul Nurul Yaqin, 10) Kitab Mantiq, Aidol Mobaham, 11) Kitab Nahwu, Matan Jurmiyah, Kuakib Hudriyah, Hudri, 12) Kitab Sharaf, Matan Bina, Taftazani, Khailani, 13) Kitab Ilmu Falaq, Shiratul Ashar, dan 14) Kitab Siyasah, Majelis Jana 52
Penggunaan kitab kuning dalam pembentukan karakter di PP Syekh Burhanuddin, yaitu kitab Taklim wa Ta’lim, yang berbicara tentang banyak adab baik kepada manusia, orang tua dan juga dengan yang lainnya. Kitab Tahsyirul Akhlak berisi tentang bagaimana cara bergaul dengan masyarakat sekitarnya, Akhlaqul Banin berisi tentang adab kepada sesama manusia dan kitab-kitab lain sangat mempengaruhi pembentukan karakter para santri, dan ditambah dengan penjelasan kyai, ustad/guru pondok. Pola pendidikan di pesantren sangat relevan digunakan untuk membentuk karakter santri, baik itu sistem pendidikan yang digunakan, metode pembelajaran yang dilaksanakan dan nilai-nilai karakter yang dikembangkan. Melalui pola pendidikan di pesantren, pendidikan karakter dilakukan secara holistik dan berlangsung selama 24 jam. Para kyai dan santri berintekrasi secara nyata dalam kehidupan sehari-hari dalam membentuk karakter dan kemandirian serta menjalin komunikasi secara terbuka dalam mempelajari dan mendiskusikan permasalahan dalam kehidupan yang didasarkan atas Al Qur’an dan Hadist serta didukung pada berbagai isi kandungan kitab kuning. Pola pendidikan di pesantren menerapkan prinsip “memanusiakan manusia” dalam proses pembelajaran sehingga perlu diterapkan pada sekolah umum. Jika pada pendidikan formal, sekolah lebih berorientasi pada pencapaian akademik dan materi semata, maka di pesantren lebih ditekankan pada pembinaan karakter individual dan keteladanan dari seorang guru kepada peserta didik yang berlangsung 24 jam penuh. E. Penutup Berdasarkan temuan dan pembahasan yang dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat dikemukakan beberapa simpulan yaitu: 1) PP Syekh Burhanuddin – Kampar berdiri tahun 1973 dengan jumlah alumni berkisar 2500 orang yang tersebar pada provinsi Riau, Pelangi Pendidikan, Vol. 21 No. 1 Juni 2014
Riau Kepulauan, Sumatera Barat dan Jambi. PP menggunkan sekitar 62 judul kitab kuning yang berisi tentang: aqidah, hukum, islam, sejarah, akhlak, hadist, tafsir, dan lainnya. Kitab kuning banyak mengkaji dan berisi (tersurat dan tersirat) tentang pembentukan karakter (akhlak) manusia sesuai dengan ajaran Islam. 2) Dalam membentuk karakter (akhlak) para santri PP Syekh Burhanuddin diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Nilai karakter yang dibentuk sesuai isi kitab kuning, seperti: relijius, kejujuran, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, perduli lingkungan, perduli sosial dan tanggung jawab. 3) Metode pembelajaran di kelas dalam membentuk karakter, para guru/ustad/kyai memberikan contoh (tauladan) seperti: memberikan kebebasan pada santri untuk mengungkapkan pendapat tentang suatu materi yang dibahas/diajarkan (aplikasi sifat demokrasi), hadir di kelas sesuai dengan jadwal (aplikasi sifat disiplin waktu), memberikan tugas hapalan dan tapsir hadist atau firman Allah (aplikasi kerja keras), dan lainnya. 4) Pembentukan karakter pada santri di luar kelas seperti: setiap pagi setelah sholat subuh melakukan gotong royong (aplikasi kebersihan dan perduli lingkungan), gotong royong pembangunan fisik: jalan, bangunan, mesjid, dll (aplikasi kemadirian dan keterampilan/lifeskill), kegiatan santri pada malam hari (aplikasi menjalin komunikasi dan keperdulian sesama), setiap malam selesai sholat Isya melakukan beberapa kegiatan (aplikasi lifeskill bidang agama dan kemasyarakatan, seperti: khotbah Jum’at, bimbingan mayit, kultum, membawa acara keagamaan, ceramah dan lainnya), mencari dana untuk melakukan kegiatan dengan bekerja di ladang/sawah masyarakat (aplikasi kemandirian, lifeskill) dan lainnya. Dari berbagai kesimpulan yang diuraikan diatas, maka dapat dikemukakan 53
beberapa rekomendasi yaitu: 1) Para pengambil kebijakan pada kemdiknas, agar mengadopsi sistem pendidikan pesantren pada sekolah formal dalam membentuk karakter siswa. 2) Kepada kepala dinas pendidikan kabupaten/kota, agar meniru model pembelajaran di pesantren dalam mengaplikasikan pembentukan karakter siswa. 3) Kepada para pimpinan sekolah/pesantren, agar lebih membuat suatu program-program yang konkrit untuk membentuk karakter siswa/santri. 4) Kepada para ustadz/guru/muallim, agar lebih memantua dan memberikan perhatian yang lebih konkrit untuk membentuk karakter siswa/santri. 5) Kepada para santri/santriwati, pembentukan karakter dapat dilakukan secara maksimum, apabila tingkah laku atau kegiatan siswa terpantau secara 24 jam. 6) Kepada para orangtua/wali siswa/santri, agar ikut mendukung dan lebih memperhatikan perkembangan karakter pada siswa/santri.
Indra,
Hasbi. 2005. Pesantren Dan Transformasi Sosial, Jakarta: Penamadai.
Mastuhu. 1994. Dinamika Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian Tentang Unsur Pendidikan Pesantren, Jakarta: Inis. Mochtar, Affandi. 1999. Tradisi Kitab Kuning: Sebuah Observasi Umum Dalam Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan Dan Transformasi Pesantren, Bandung: Pustaka Hidayah. Sauri, Sofyan. 2011. Peran Nilai Pesantren Dalam pendidikan Karakter. http://berita.upi.edu/2011/05/31, didownload 29 Juli 2011. Thaha, M. Chatib. 1990. Strategi Pendidikan Islam Dalam Mengembangkan Manusia Indonesai Yang Berkualitas, Yogyakarta: IAIN Walisongo.
DAFTAR PUSTAKA Abdallah, Ulil Abshar. 1999. Humanisasi Kitab Kuning: Refleksi Dan Kritik Atas Tradisi Intlektual Pesantren Dalam Pesantren Masa Depan Wacana Pemberdayaan Dan Transformasi Pesantren, Bandung: Pustaka Hidayah. Arifin, M. 1995. Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, Jakarta: Bina Aksara. Asrahah, Hanun. 2002. Pesantren di Jawa: Asal Usul dan Perkembangan dan Pelembagaan. Dhifier, Zamakhsayari. 1996. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta: LP3ES. Djatmika, Rachmat. 1986. Pandangan Islam Tentang Pendidikan Luar Sekolah dalam Pembanguan Pendidikan Dalam Pandangan Islam, Surabaya: IAIN. Haedari, Amin. 2005. Masa Depan Pesantren: Dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Komplesitas Global, Jakarta: IRD Press. Pelangi Pendidikan, Vol. 21 No. 1 Juni 2014
54