DEMO : Purchase JURNAL from www.A-PDF.com to removeSOSIAL the watermark AL MASHLAHAH HUKUM DAN PRANATA ISLAM WASIAT WAJIBAH UNTUK ANAK ANGKAT Oleh: Abdurrahman Misno Bambang Prawiro* Abstrak Hukum Islam adalah system hukum yang sempurna, ia mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, dari masalah kenegaraan sampai masalah individu dan keluarga. Dalam masalah keluarga telah diatur secara rinci mengenai pembagian harta warisan, setiap anggota keluarga yang menjadi ahli waris telah ditetapkan bagian-bagiannya. Namun tidak semua keluarga dikaruniai anak, maka sebagian pasangan suami istri mengambil seorang anak untuk dijadikan anak angkat. Bagaimanakah kedudukan anak angkat dalam hukum Islam? Dan apakah ia mendapatkan warisan dari orang tua angkatnya? Secara nash syar’i yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak ditemukan secara eksplisit mengenai harta warisan bagi anak angkat, namun secara implicit semangat Islam senantiasa melindungi setiap anak yang masih membutuhkan perlindungan dan pengasuhan. Oleh karena itu para ahli hukum Islam telah merumuskan adanya wasiat wajibah bagi anak angkat. Wasat wajibah adalah wasiat yang ditetapkan oleh seorang imam (kepala Negara) bagi harta warisan dari seseorang yang memiliki anak angkat yang masih memerlukan pengasuhan. Besarnya wasiat wajibah sebagaimana wasiat secara umum yaitu tidak boleh lebih dari 1/3 dari keseluruhan harta warisan. Beberapa syarat yang berkaitan dengan pelaksanakan wasiat wajibah adalah bahwa anak angkat tersebut masih membutuhkan biaya untuk kebutuhan sehari-harinya. Key Word: Anak Angkat, wasiat wajibah, maqashid Asy-Syari’ah dan imam madzhab A. Pendahuluan Di antara hasil ijtihad Ahli Hukum Islam di Indonesia dalam ruang lingkup fiqh mawaris adalah adanya Wasiat Wajibah, wasiat ini tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 209 Ayat 1 dan 2, Kompilasi Hukum Islam sendiri adalah hasil Ijma’ Ulama Indonesia. Disebutkan bahwa Wasiat Wajibah adalah “Suatu tindakan pembebanan oleh hakim atau lembaga yang mempunyai hak agar harta seseorang yang telah meninggal dunia tetapi tidak melakukan wasiat secara sukarela, agar diambil hak atau benda peninggalannya untuk diberikan kepada orang tertentu dalam keadaan tertentu pula”.1 Wasiat wajibah yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam juga terdapat dalam Undang-Undang Waris Mesir No. 71 Tahun 1946 Pasal 76-79 dan UndangUndang Ahwal Asy-Syakhsiyah di Suriah
pasal 257.2 Adapun wasiat wajibah yang diberlakukan di Mesir adalah bagi mereka yang tidak mendapatkan warisan dari dzawil arham, seperti cucu laki-laki garis perempuan dan cucu perempuan garis perempuan.3 Sementara dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 209 Ayat 2 disebutkan “Terhadap anak angkat yang tidak menerima warisan diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya“. Sementara para Imam Madzhab berbeda pendapat mengenai hukum wasiat ada yang berpendapat wajib dan ada juga yang berpendapat hanya sunnah, adapun mengenai wasiat wajibah (wasiat yang wajib dilakukan) Ibnu Hazm berpendapat seperti dikutip oleh Hasbi Ash-Shidieqy bahwa apabila diadakan wasiat untuk kerabat-kerabat yang tidak mendapatkan warisan dari muwaris, maka hakim harus bertindak memberi sebagian dari harta peninggalan kepada kerabat-kerabat yang
* Dosen Program Studi Ahwal al Syakhsiyah STAI Al-Hidayah Bogor 1 Ahmad Rafiq, Fiqh Mawaris, hal. 184
2
3
Wahbah Al-Zuhayly, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adilatuhu, Dar Al-Fikr, 1989, hal. 121 Ahmad Rafiq, Fiqh Mawaris hal. 185.
Wasiat Wajibah Untuk...
31
AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM tidak mendapatkan warisan pusaka sebagai suatu wasiat yang wajib bagi mereka.4 B. Pembahasan 1. Pengertian Anak angkat Anak angkat dalam bahasa Arab disebut اyang berasal dari akar kata yang berarti memungut, memetik atau sesuatu yang dipungut. Sedangkan salah satu pecahan dari kata ini adalah yang berarti ( د ا ذseorang anak yang dibuang lalu dipungut).5 Sedangkan menurut Ibnu Mandzur dalam kitab Lisanul ‘Arab disebutkan bahwa anak angkat ()ا adalah:
!" #$% & '( ! ) * Anak yang ditemukan terbuang di jalan dan tidak diketahui ayah dan ibunya.6 Adapun proses dari pengangkatan anak sendiri dalam bahasa Arab lebih dikenal dengan اyang berarti إذ ا (mengangkat anak, memungut anak atau mengambil anak). Sementara proses pengangkatan anak dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah adoption yang berarti pengangkatan atau pemungutan, sehingga sering dikatakan Adoption of a child yang berarti pengangkatan atau pemungutan seorang anak.7 Dari definisi yang disebutkan dapat disimpulkan bahwa anak angkat secara bahasa adalah seorang anak yang berasal dari anak orang lain yang diasuh dan dipenuhi segala kebutuhan hidupnya sampai dia dewasa.
4
5
6
7
Teungku M. Hasbi Ash Shiddieqy, Fiqh Mawaris, PT. Pustaka Rizki Putra, 2001, hal. 275. A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwri, Pustaka Progresif, Surabaya, hal. 1281. Ibnu Mandzur, Lisan Al-‘Arab, Darul Ihaya AtTurats Al-‘Araby, Beirut Libanon, 1999, hal. 312. John M. Echols dan Hasan Sadily, Kamus Inggris Indonesia, PT. Gramedia, Jakarta. 2000, hal. 13.
32
Wasiat Wajibah Untuk...
Sementara anak angkat menurut Kompilasi Hukum Islam adalah Anak yang dalam pemeliharaan hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan. Definisi di atas lebih mengarah kepada sisi hukum, hal ini mengingat bahwa kompilasi ini adalah salah satu bagian dari hukum positif di Indonesia. Sehingga adanya putusan pengadilan juga menjadi salah satu syarat seorang anak itu resmi dan sah menjadi anak angkat. Ini berbeda dengan A. Hassan mendefinisikan anak angkat dengan “Anak yang dapat dipungut dari jalan raya atau sebagainya sedang ibu, bapak dan keluarganya tidak diketahui.”8 Pengertian ini persis seperti yang disebutkan oleh Hasbi As-Sidieqy yang memberikan istilah anak angkat dengan anak pungut, beliau mengatakan bahwa “Anak pungut ialah anak yang dapat dipungut dari jalan raya atau sebagainya yang ditinggalkan oleh ibu bapaknya, sedang ibu, bapak atau keluarganya tidak diketahui”.9 Pengertian anak angkat secara umum banyak disebutkan oleh para cendekiawan Indonesia lainnya di antaranya adalah Wirjono Prodjodikoro yang mendefinisikan anak angkat dengan “Seseorang bukan turunan dua orang suami istri yang diambil, dipelihara dan diperlakukan oleh mereka sebagai anak turunannya sendiri.”10 Pendapat ini cenderung kepada pengertian secara umum yaitu pengangkatan anak yang ada di Indonesia seperti juga yang disebutkan Hilman Hadi Kusuma yang dikutip oleh Mahyuddin dari buku “Adopsi” karangan Muderis Zaini yang mengatakan bahwa Anak angkat adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tua angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat dikarenakan 8
9 10
A. Hassan, Al-Faraid Ilmu Pembagian Waris, hal. 126 Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqh Mawaris hal. 270 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan di Indonesia, Sumur Bandung, 1995, hal. 26.
AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM tujuan untuk kelangsungan keturunan dan atau pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga.11 Pendapat para imam madzhab mengenai anak angkat tidak jauh berbeda dengan definisi di atas:
d. Madzhab Syafi’iyah: Sementara Imam Syafi’i mendefinisikan anak angkat dengan:
8P ! QRK S3 P Setiap anak kecil yang terbuang dan tidak mempunyai penanggung jawab.
a. Madzhab Malikiyah: Ibnu ‘Arafah dari kalangan Madzhab Malikiah mendefinisikan anak angkat dengan:
Imam Ibnu Hazm Adz-Dzahiry mengatakan bahwa anak angkat adalah:
& ' ! J / < #$
+, !" #$ -' . / 0 123 Seorang anak yang tidak diketahui ayahnya dan juga tuannya.12 b. Madzhab Hanafiyyah: Sedangkan ulama Hanafiah mendefinisikan dengan:
6 ' 7 89 : ; < 0 /4 -5 6= 6>? 7 , 8 " Seorang anak yang dilahirkan dan dibuang oleh pemiliknya karena takut miskin atau untuk menghilangkan kejelekan yang ditimbulkannya. c. Madzhab Hanabilah: Ulama Madzhab Hambaly mendefinisikan anak angkat:
@ < +, !" =AB & ' ! C D 1E < FG H0!" I$ J K " L,M N C >O 75 Seorang anak yang belum baligh yang tidak diketahui nasabnya serta penanggungjawabnya yang dibuang di jalan atau tersesat di jalan dan tidak jelas kedua orang tuanya sampai ia dewasa.
11
12
Mahyuddin, Masailul Fiqhiyah, Kalam Mulia, Jakarta, 1998, hal. 83. Anonimus, Mausu’ah Al-Fiqhiyah Jil. XXXV, Wizarah Al-Auqaf wa Syu’un Al-Islamiyah, Kuwait, 1995, hal. 310
Seorang anak yang ditemukan terbuang di jalan dan tidak diketahui kedua orang tuanya13 Dari definisi yang diberikan oleh para Imam Madzhab ini dapat disimpulkan bahwa anak angkat menurut mereka adalah seorang anak yang ditemukan di jalan atau di tempat lainnya yang tidak diketahui asalusulnya baik nasab ataupun keluarganya. Dari sini ada sedikit perbedaan antara pengertian anak angkat yang disebutkan oleh Kompilasi Hukum Islam dan pendapat madzhab, namun perbedaan itu hanya sebatas pada asal dari anak tersebut, jika Kompilasi Hukum Islam memandang bahwa anak angkat adalah anak yang diambil dari orang lain yang disahkan secara hukum oleh pengadilan maka pendapat imam madzhab memandang bahwa anak angkat berasal dari anak yang hilang dan ditemukan oleh orang lain atau diambil dari anak orang lain yang diasuh dan ditanggung segala kebutuhan hidupnya tanpa memerlukan adanya persetujuan dari hakim. Kedua pendapat ini bermuara pada satu kesepakatan bahwa anak angkat adalah anak yang diambil dari anak orang lain yang dimasukan ke dalam keluarganya dan dianggap sebagai anak kandung dalam hal kasih sayang dan kebutuhan hidupnya, namun tidak menjadikannya anak kandung yang berhak mendapatkan warisan atau hak-hak nasab lainnya. 13
Ibnu Hazm, Al-Muhalla’, hal. 273.
Wasiat Wajibah Untuk...
33
AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM B. Kedudukan Anak Angkat dalam Islam Islam sebagai agama yang sesuai dengan fitrah manusia selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Apa lagi jika manusia tersebut adalah seorang muslim maka darah, harta dan kehormatannya haram untuk dilanggar sebagaimana sabda Nabi :
! G ! T UV5 -A W X0 Y ! c d :]^_ ` ;a$ !G Z [5, \ " Z ),e f g,O" hf$ hf" \C -A " ,i= #", 6>j Tidak dihalalkan darah (membunuh) seorang muslim yang bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan aku utusan Allah, kecuali disebabkan salah satu dari tiga sebab : seorang yang telah menikah berbuat zina, membunuh orang lain, murtad keluar dari agamanya serta memisahkan diri dari jama’ah. HR Bukhary dan Muslim. Dan inilah salah satu asas dalam Islam di antara asas-asas yang lainnya yaitu hifdz an-nafs (memelihara jiwa). Sebuah amal yang amat mulia jika seseorang dapat membantu orang lain, Bukankah Allah berfirman dalam QS Al-Maidah ayat 2 :
% (B" 'k!% " `l Om" n =ol % (B"'k"
( M Z p T Go Z p km" T " '( l" -o _l rq l s o %' l Dan tolong -menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolongmenolonglah dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya Saling tolong menolong dan memberi-kan manfaat bagi orang lain adalah sendi dari sendi-sendi Islam, yang
34
Wasiat Wajibah Untuk...
berarti memudharatkan orang lain berarti sebuah amal tercela, Allah berfirman dalam QS Al-Ahzab ayat 58:
o 2 $o t f u >( l" I fo u >( l T% "vu ( 7 " wf o= x w>_lGo" wBOU $( > O; % 8% (=A OPl
Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata. Dalam ayat ini secara gamblang menunjukan bahwa sebuah dosa yang nyata ketika kita membuat sebuah kemudharatan/kesusahan bagi orang lain padahal orang lain tersebut tidak berbuat jahat kepada kita, atau bisa disebutkan juga bahwa sebuah dosa ketika kita membiarkan orang lain yang berada di sekeliling kita susah atau sengsara dan kita membiarkannya tanpa mau membantunya padahal kita mampu untuk menolongnya. Jika hal ini dikaitkan dengan pemeliharaan seorang anak yang terlantar maka Islam sangat memperhatikannya. Dan Rasul sendiri telah melaksanakannya, dimana beliau mengangkat Zaid bin AlHaritsah sebagai anak angkatnya. Seorang Ulama besar Ibnu Hazm mengatakan dalam kitab Al-Muhalla':
k {y 7 z 8 v=f 123 " TG B"'k" |'k Z [ $ !" $ X T ~r B"'k !" `O" } 7 " |'k Z [" H Re k" T" '" ~G !" H Re ' f ; 8 : ; H0 6>AB LK 7 ~G 7 - t
; cBv ! H123 X^5r > hB k+ : s^ Pk " 0 $" Z 3 Z [5, 7 3 +" M ^$ Z ! f -; ! 7 -5"
AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM Apabila ditemukan seorang anak kecil yang terbuang maka wajib bagi orang yang menemukannya untuk merawatnya Sebagaimana firman Allah ta'ala '…dan tolong menolonglah kalian dan hal kebaikan dan ketakwaan dan jangan kalian tolong menolong dalam hal dosa dan kemurkaan' dan juga firman-Nya ' …barang siapa yang menghidupkannya, maka seolaholah dia telah menghidupkan semua manusia' tidak ada dosa yang lebih besar melainkan seseorang yang membiarkan hilangnya nyawa seorang anak kecil yang dilahirkan dalam Islam yang tidak ada dosa padanya kemudian dia meninggal karena kelaparan dan kedinginan atau meniggal dimakan anjing, itu berarti dia telah membunuh anak itu dengan sengaja tanpa ada keraguan, karena telah datang hadits dari Rasulullah sabdanya 'Barang siapa yang tidak menyayangi manusia maka dia tidak akan disayangi Allah'.14
Islam.15 Dan hukum ini segera terhapus dengan turunnya ayat dalam QS Al-Ahzab ayat 4 – 5: 4 ϵÏùöθy_ ’Îû É÷t7ù=s% ÏiΒ 9≅ã_tÏ9 ª!$# Ÿ≅yèy_ $¨Β £åκ÷]ÏΒ tβρãÎγ≈sàè? ‘Ï↔¯≈©9$# ãΝä3y_≡uρø—r& Ÿ≅yèy_ $tΒuρ öΝä3Ï9≡sŒ 4 öΝä.u!$oΨö/r& öΝä.u!$uŠÏã÷Šr& Ÿ≅yèy_ $tΒuρ 4 ö/ä3ÏG≈yγ¨Βé& uθèδuρ ¨,ysø9$# ãΑθà)tƒ ª!$#uρ ( öΝä3Ïδ≡uθøùr'Î/ Νä3ä9öθs% Ÿ≅‹Î6¡¡9$# “ωôγtƒ
Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar, itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). öΝ©9 βÎ*sù 4 «!$# y‰ΖÏã äÝ|¡ø%r& uθèδ öΝÎγÍ←!$t/Kψ Νèδθãã÷Š$# ÈÏe$!$# ’Îû öΝà6çΡ≡uθ÷zÎ*sù öΝèδu!$t/#u (#þθßϑn=÷ès?
Ucapan Ibnu Hazm di atas benarbenar membawa ruh Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam, dan begitulah Islam memandang anak yang dibuang ataupun yang terlantar, dimana tidak ada yang menanggung biaya hidupnya. Membahas tentang kedudukan anak angkat dalam Islam maka tidak bisa lepas dari sejarah pada awal-awal Islam. Pada awalnya kedudukan anak angkat sama dengan anak kandung termasuk dalam masalah waris, dimana anak angkat mendapatkan bagian dari harta waris, sebagaimana disebutkan oleh Ahmad Rafiq yang mengatakan bahwa anak angkat pada masa jahiliyah sama hukumnya dengan anak kandung sehingga berhak untuk mendapatkan warisan, hal ini terus berlanjut sampai pada masa awal-awal
14
Ibnu Hazm Adz-Dzahiri, Al-Muhalla’, hal. 231
!$yϑ‹Ïù Óy$uΖã_ öΝà6ø‹n=tæ }§øŠs9uρ 4 öΝä3‹Ï9≡uθtΒuρ 4 öΝä3ç/θè=è% ôNy‰£ϑyès? $¨Β Å3≈s9uρ ϵÎ/ Οè?ù'sÜ÷zr& $¸ϑŠÏm§‘ #Y‘θà"xî ª!$# tβ%Ÿ2uρ
Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapakbapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudarasaudaramu seagama dan maulamaulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh 15
Ahmad Rafiq, Fiqh MAwaris, hal. 14.
Wasiat Wajibah Untuk...
35
AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Syaikh Abdurrahman bin Nasir AsSa’di dalam Taisir Karim Ar-Rahman Fi Tafsir Kalam Al-Manan mengatakan mengenai ayat ini bahwa: ... Allah menghendaki untuk membatalkan dan menghapuskannya (hukum anak angkat), dan telah jelas bagi kita yang demikian bahwa hal itu (panggilan anak angkat dengan nasab kepada ayah angkatnya) adalah sebuah kebatilan dan kebohongan dan setiap yang batil dan kebohongan tidak terdapat dalam Syariat Allah, juga tidak menjadi sifat bagi hamba-hambaNya.16 Imam Ibnu Katsir mengomentari ayat ini katanya:
sebenarnya keadilan, keseimbangan dan kebaikan sejati.17 Dari dua tafsir di atas menunjukan bahwa ayat ini menghapuskan adanya pengangkatan anak angkat secara mutlak dalam Islam, sehingga anak angkat dalam Islam tidak menjadi anak kandung bagi orang tua angkatnya. Adapun hadits yang berbicara mengenai hal ini adalah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary dalam kitab Shahihnya :
5 7$ ' f_ ; Z , ,i= [+ 7$ 5 7 ,Oie 7$ CC' = f_ ; > 7$ Z = 7 .5 _ ; [+ 6= | " f Z /K, 6_,; 7$ TG [+ fP -5" Z 3 Z [5, "T [CB ; > 7$ !G # B
: -UR$ -:0" :" C +" N TP e 5B : "Z f A+ f$ 0 7 X^5r O$
Z f A+ : -UR$ -:0
|'k" g,=k 8 0 -:" cB : T " 6 4 N -UR$ |G -U=AB 0 $ }" A" [ ' : Adapun firman Allah “Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapakbapak mereka, itulah yang lebih adil pada sisi Allah” hal ini adalah sebuah perintah yang menghapuskan sebuah hukum yang ada pada awal Islam, mengenai bolehnya memanggil anak-anak orang lain (anak angkat) dengan panggilan ayah angkatnya. Maka Allah ta’ala mengembalikan nasab mereka kepada bapak-bapak mereka, dan inilah hakikat
16
Abdurrahman Bin Nasir As-Sa’di, Taisir Karim Ar-Rahman fi Tafsir Kalam Al-Manan, Jam’iyyah Ihya At-Turats Al-Islamy, Kuwait, 2000, hal. 907.
36
Wasiat Wajibah Untuk...
Dari Abdullah bin ‘Umar dia berkata: Sesungguhnya Zaid bin Haritsah Rasulullah, kami memanggilnya dengan Zaid bin Muhammad hingga turunlah ayat dalam QS Al-Ahzab: 5 Ayat lain yang menjelaskan kedudukan anak angkat dalam Islam adalah firman-Nya dalam QS Al-Ahzab 37:
% > ' B%" % Z - ' B% [k vl Go" /8 /i k(" Z p Jo km" " % A q % Z " mf Vi k" = ( Z A q l B w <% " Uf n {+% m>%8% #( Vi k T% Jx ; % I fo u >( l % T% !% / % UP% f "m
17
Isma’il bin katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim, Jam’iyyah Ihya At-Turats Al-Islamy, Kuwait, 1994, hal.
AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM
7m U( f { +% %vGo - Uo R 0 % o " % /8 ; Z q ( % T% %P" w <% " “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: "Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteriisteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.” Ayat ini, seperti disebutkan para mufassirin adalah berkenaan dengan hukum dibolehkannya menikah dengan bekas istri dari anak angkat, hal ini terjadi karena anak angkat bukanlah anak kandung. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kedudukan anak angkat dalam Islam adalah bukan sebagai anak kandung dan tidak terkena padanya hukum-hukum anak kandung. Namun dia tetap mendapatkan tempat yang mulia dalam Islam baik dari segi kasih sayang, biaya hiudp perlindungan dan lain sebagainya dari orang tua angkatnya, dan hak-haknya sama seperti seorang muslim lainnya karena dia adalah seorang yang merdeka, sebagaimana disebutkan oleh A.Hassan mengutip ucapan Umar bin Khatab bahwa Anak yang dapat dipungut itu hukumnya merdeka.18
C. Kedudukan Anak Angkat dalam Hukum Waris Islam Sesungguhnya permasalahan mengenai waris dalam Islam telah dijelaskan oleh Allah dan RasulNya secara rinci dari mulai saat seseorang itu akan meninggal, persiapan sampai pembagian harta warisannya. Sehingga tidak ada sedikitpun celah yang tersembunyi padanya. Namun sebagai bagian dari ilmu fiqh, tidak sedikit permasalahan yang muncul yang belum pernah terjadi pada masa Nabi, atau bisa jadi ada ijtihad tersendiri ketika seorang mujtahid menghadapi sebuah permasalahan yang dipandang memerlukan adanya istidlal (pengambilan hukum) karena berkaitan dengan maslahat ummat. Pengangkatan anak angkat pada dasarnya sudah ada sejak masa Nabi, bahkan sebelum Islam itu berkembang, dimana beliau juga mempunyai seorang anak angkat yang bernama Zaid bin Haritsah, demikian juga Hudzaifah yang mempunyai anak angkat bernama Salim. Seperti disebutkan oleh Muhammad Ali As-Shabuni bahwa sebab menerima wasiat ada tiga : 1. Kerabat Hakiki (ikatan nasab). 2. Nikah, yaitu akad pernikahan yang sah antara suami dan istri. 3. Al-Walaa’, yaitu kerabat berdasarkan hukum karena memerdekakannya dari perbudakan.19 Berdasarkan sebab-sebab di atas maka anak angkat bukan termasuk dari ahli waris, karena tidak ada ikatan nasab, pernikahan ataupun hak wala. Namun Islam tidak begitu saja membiarkan seorang anak angkat terlunta-lunta tanpa ada jaminan hidup, Allah ta’ala begitu memahami hal ini sehingga syari’at wasiat menjawab kegundahan ini, disyari’atkannya wasiat adalah bagi orang-orang yang tidak mendapatkan wasiat seperti dzawil arham 19
18
A. Hassan, Al-faraid Ilmu pembagian waris, hal. 20.
Muhammad Ali As-Shabuni (Zaid Husein AlHamid : Penerjemah), Ilmu Hukum Waris Menurut Ajaran Islam, Mutiara Ilmu, Surabaya, hal. 31.
Wasiat Wajibah Untuk...
37
AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM juga anak angkat seperti yang disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam. D. Menurut Kompilasi Hukum Islam Seperti disebutkan dalam pasal 209 ayat 2 Kompilasi Hukum Islam bahwa bagi anak angkat diberikan wasiat wajibah dari orang tua angkatnya sebesar tidak lebih 1/3 harta peninggalan orang tua angkatnya. Hal ini tentu sebagai rasa tanggung jawab dari orang tua yang meninggalkan anak angkatnya, pada asalnya wasiat ini tidak menjadi wasiat wajibah ketika sebelum meninggal orang tua yang mengangkat anak tersebut telah berwasiat, sehingga walaupun anak angkat tidak mendapatkan waris namun bisa mendapatkan harta peninggalan orang tua angkatnya dengan jalan wasiat. Kompilasi Hukum Islam memahami bahwa terkadang manusia lupa untuk berwasiat, entah karena malas atau lalai, dari sinilah Kompilasi Hukum Islam menjaga hal itu dengan adanya wasiat wajibah bagi anak angkat, sehingga walaupun orang tua angkat lupa berwasiat, namun hakim atau pengadilan berhak untuk mengambil sebagian hartanya yang diberikan kepada anak angkat yang disebut wasiat wajibah. Hukum wasiat wajibah sendiri banyak dipengaruhi oleh undangundang hukum wasiat Mesir dan juga Hukum Ahwal Asy-Syakhisyah di Suriah. Hal ini mengingat adanya hubungan yang dekat antara ulama-ulama di Indonesia dan di Mesir. Selain hal tersebut di atas bahwa kedudukan anak angkat dalam masyarakat Indonesia turut mempengaruhi kedudukannya dalam Kompilasi hukum Islam, adanya sistem penggantian waris juga bagian dari pengadopsian kompilasi ini yang diambil dari hukum adat dan juga hukum barat yang terdapat dalam KUH Perdata. E. Menurut Pendapat Imam Madzhab Kedudukan anak angkat dalam hukum waris tidak banyak dibahas oleh imam madzhab dan para pengikut pendapat mereka, pembahasan mereka berkisar masalah merdekanya status hukum anak yang dipungut dari jalan, hartanya serta
38
Wasiat Wajibah Untuk...
hal-hal yang berkaitan dengannya. Jumhur Ulama berpendapat bahwa anak angkat tidak mempunyai bagian dari harta warisan orang tuanya, hal ini karena tidak ada satu dalilpun yang menunjukannya. Sedangkan mengenai hartanya Umar bin Khatab berpendapat bahwa harta anak angkat menjadi hak Baitul Mal, demikian juga pendapat Imam Syafi'i dalam Al-Umm katanya :
/8 [ Z , /m ' 8mV '> 5 ( _ o >BmGo" , ( % p %" %" ;( :( :v (=f> l % [ P n 9( +% - U( Bm%$o T% (>A >( l ( %
“Dia (anak angkat) statusnya merdeka dan tidak ada hak wala' atasnya, hartanya diwarisi oleh kaum muslimin karena mereka berhak menguasai setiap harta yang tidak ada tuannya.” 20 Penguasaan harta yang dimaksudkan oleh beliau adalah diserahkan kepada Baitul Mal yang dimanfaatkan untuk kemaslahatan kaum muslimin termasuk anak angkat tersebut. Menegenai merdekanya laqith jumhur Ulama sepakat akan hal ini seperti disebutkan oleh Imam Ibnu Hazm Adz-Dzahiri :
mf T % ; % % p %" %" ;( " >U p m; o " " X 0 0( %" % - U( P %$o , ; % H m ( l 0( %" %" T m ;( >:( " X^A Tl % G ;( U( 8% ; % * 8% ; % 7 & %9 >Uo 8 m B %" 6 fm5( " % , T + x B c o ( %8% % ) m ,o % vl Go" , ) %+, G c ( o ( 6 m3 ' $ G p %" % ( Bm% ; % ; % p %" " % c o +% ( % s % % " % , q > l % ) ,o [ (5, [% %+ , =oA f$o %G Q( o '$ 20
Imam Syafi'I, Al-Umm, hal.
AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM
7 > % l >BmG} : -5" Z 3 , " , 6% % of; /o$% [ +% %: " {J O % 7o $ > ( 7 m 3 +%" . 0("0" , /n ' 8V m " Jo o <% 7 #( fn",( f Z /K, s o i l 6% % > /o$% I fo5 7 s UM 7o $ 7
7o $ > ( %G $o k%8% v(=f " ( Bm% #( ¤( %" " , ;( :( : ( > ( ( % [% %8% s o i l
[o >l $ 7 ( O(% % B" ,% “Seorang anak pungut itu adalah merdeka statusnya dan tidak ada wala' atasnya, karena semua manusia semuanya adalah anak keturunan adam dan Hawa keduanya merdeka demikian juga keturunannya. Tidak ada perbedaan pendapat mengenai merdekanya anak pungut, kecuali ada nash yang memalingkan hal tersebut. … hal ini seperti pendapat Abu Hanifah, Malik, Syafi'I dan Daud…21Kalau harta anak angkat diambil oleh Baitul Mal maka apakah hak anak pungut tersebut ? dalam system pemerintahan Islam, orang-orang yang terlantar atau tidak diketahui keluarganya akan diberi nafkah oleh Baitul Mal termasuk anak pungut. Sehingga hak pemeliharaan berada di tangan pemerintah Islam. Kalaupun tidak ada pemerintahan maka individu Muslim dibolehkan menggunkan harta anak pungut tersebut untuk kesejahteraannya. Hal ini sudah menjadi kesepakatan dikalangan Fuqaha’.22 F. Wasiat Wajibah Untuk Anak Angkat Munculnya wasiat wajibah untuk anak angkat dalam Kompilasi Hukum Islam tentu bukan sebuah kebetulan, melalui proses yang panjang akhirnya pasal 21 22
Ibnu Hazm, Al-Muhhala' hal. 231. Anonimus, Mausu;ah Al-Fiqhiyah Jil. XXXV, hal. 322.
209 ini terwujud. Adanya kompromi antara fiqh Islam mengenai wasiat yang dikorelasikan dengan kemaslahatan bagi anak angkat menjadikan permasalahan ini mencuat dalam bentuk hukum positif. Selain itu adanya hukum adat di beberapa wilayah Indonesia yang memberikan hak waris bagi anak angkat juga mewarnai Kompilasi Hukum Islam ini, seperti disebutkan oleh Soerojo Wignjodipoero yang menyatakan bahwa anak angkat termasuk ahli waris yang mendapatkan warisan.23 Wasiat wajibah yang diperuntukan bagi anak angkat dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia adalah sebagai ganti bagi wasiat wajibah yang diberikan kepada cucu laki-laki dan cucu perempuan dari anak-laki-laki dan perempuan yang meninggal terlebih dahulu sebelum kakek atau neneknya. Yang mana hal ini tercantum dalam Undang-Undang Hukum Wasiat Mesir Nomor: 71 Tahun 1946, sebagaimana dikutip Fathurrahman dalam “Ilmu Waris”.24 Sementara dalam Kompilasi Hukum Islam cucu laki-laki dan perempuan dari anak laki-laki ataupun anak perempuan mendapatkan waris dengan jalan menggantikan kedudukan orang tuanya yang telah meninggal terlebih dahulu dari pada kakek atau neneknya, sistem ini di Indonesia terkenal dengan nama penggantian kedudukan waris (Plaatvevulling).25 G. Kriteria Anak Angkat yang mendapatkan Wasiat Wajibah Tidak dapat dipungkiri bahwa adanya wasiat wajibah untuk anak angkat akan mendatangkan kemaslahatan bagi mereka, namun ada beberapa syarat yang harus dipenuhi ketika hakim atau pejabat yang berwenang mengambil bagian wasiat
23
24 25
Soerojo Wignjodipoero, Hukum Warisan Di Indonesia, Penerbit Sumur, Bandung, 1995, hal. 26. Fathurrahman, Ilmu Waris, hal. 64. Hmad Rafiq, Fiqh Mawaris, hal. 186.
Wasiat Wajibah Untuk...
39
AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM wajibah untuk anak angkat. Beberapa kriteria tersebut adalah : 1. Anak tersebut sangat membutuhkan harta untuk kelangsungan hidupnya. 2. Tidak ada orang lain yang menanggung biaya hidupnya. 3. Anak angkat tersebut masih belum dewasa dan sangat membutuhkan perhatian dan pengasuhan. 4. Hubungannya dengan orang tua angkatnya begitu dekat. 5. Belum pernah diberikan sesuatupun dari ayah angkatnya baik berupa hibah ataupun pemberian lainnya yang setara dengan bagiannya pada wasiat wajibah. Dari beberapa persyaratan di atas maka terlihat bahwa anak angkat tersebut memang sangat memerlukan adanya harta benda yang dapat menopang kehidupannya. Sehingga dia tidak akan terlantar hingga bisa hidup mandiri. Selain persyaratan di atas maka ada persyaratan lain yang harus dipenuhi ketika anak tersebut akan menerima wasiat wajibah salah satunya adalah bahwa anak tersebut syah menjadi anak angkat dengan keputusan dari pengadilan, hal ini seperti disebutkan oleh Kompilasi Hukum Islam pada pasal ke 171 poin h : Anak yang dalam pemeliharaan hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan.26 Jika persyaratan di atas tidak terpenuhi maka anak angkat tersebut tidak akan mendapat wasiat wajibah, apalagi jika adanya hal-hal lain yang menghalangi seperti anak angkat tersebut membunuh orang tua angkatnya atau anak angkat tersebut tidak memerlukan pembiayaan hidup lagi karena sudah dewasa dan dapat hidup mandiri. Atau bisa juga hubungan antara orang tua dan anak angkatnya tidak harmonis karena berbagai hal seperti
26
Anonimus, Kompilasi Hukum Islam. hal. 73
40
Wasiat Wajibah Untuk...
jauhnya jarak keduanya atau tidak adanya ikatan batin antara keduanya. Demikianlah beberapa syarat dan kriteria bagi anak angkat yang berhak untuk mendapatkan wasiat wajibah, dan hal ini tentu menjadi tugas bagi hakim atau pihakpihak yang berwenang untuk memeriksa apakah seorang anak itu pantas dan memenuhi kriteria atau tidak untuk diberikan wasiat wajibah. Kesimpulan Pemberian wasiat wajibah kepada anak angkat dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia dilatar belakangi oleh adanya sebagian hukum adat yang menganggap bahwa anak angkat berhak mendapatkan warisan, dimana adat ini telah tumbuh dan berkembang pada beberapa wilayah di Indonesia. Selain itu adanya sistem penggantian kedudukan (plaatvervulling) bagi ahli waris yang ayahnya meninggal terlebih dahulu sebelum kakek atau neneknya juga mengarahkan pemberian wasiat wajibah ini kepada anak angkat. Jika ditinjau dari segi kemaslahatan, maka seorang anak angkat yang masih kecil dan belum mampu untuk membiayai hidupnya sendiri yang dalam kehidupan sehari-harinya ditanggung oleh orang tua angkatnya, maka sangat rasional ketika orang tua angkatnya meninggal dia juga berhak untuk mendapatkan manfaat dari peninggalannya, sebagai kelanjutan dari konsekwensi orang tua angkatnya yang berkewajiban untuk menanggung semua kebutuhan hidupnya. Apa lagi jika tidak ada lagi orang tua atau kerabat anak angkat tersebut. Dari sinilah Kompilasi Hukum Islam mengakomodir kebutuhan anak angkat tersebut, sehingga diharapkan peninggalan harta orang tua angkatnya dalam bentuk wasiat wajibah dapat memnehuhi kebutuhan hidupnya. Jika hal ini dikaitkan dengan pendapat imam madzhab, maka mereka semua sepakat bahwa wasiat wajibah itu adalah bagi seseorang yang meninggalkan
AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan orang lain yang belum terpenuhi semasa hidupnya, seperti hutang, wadi'ah, kafarat dan lain-lain, dari sini bahwa tanggungan seseorang yang meninggal dunia dan mempunyai tanggungan anak angkat juga bisa masuk ke dalamnya, karena ini adalah bagian dari tanggungan yang harus dilaksanakan, karena kalau tidak tidak tentu akan menyusahkan anak angkat tersebut yang tidak lagi mempunyai orang tua dan kerabat. Kenapa para imam madzhab tidak berbicara tentang hak wasiat ataupun hak waris bagi anak angkat? Hal ini terjadi karena anak angkat bukan termasuk ahli waris dan dalam sistem pemerintahan Islam, bahwa semua warga negara yang tidak mampu untuk mencari nafkah diberikan subsidi oleh khalifah. Termasuk juga anak yang tidak diketahui orang tua dan kerabatnya, maka pemerintah dalam hal ini khalifah berkewajiban untuk memliharanya dan memenuhi semua kebutuhan hidupnya, sehingga Umar bin Khatab berpendapat bahwa harta anak pungut (laqith) itu adalah untuk Bait AlMal. Lalu bagaimana dengan saat ini yang tidak ada lagi pemerintahan Islam ? sistem pemerintahan di Indonesia juga mengantisipasi hal ini, adanya panti asuhan adalah salah satu bukti keseriusan negara dalam memenuhi kebutuhan orang-orang yang tidak bisa atau belum bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Dan anak pungut yang disebutkan dalam fiqh klasik jika dikiaskan dengan anak angkat tentu kedudukannya sama yaitu anak orang lain yang diasuh dan dicukupi kebutuhan hidupnya. Walaupun dia tidak mempunyai hak mewarisi dalam Islam, namun dia berhak untuk mendapatkan wasiat dari orang tua angkatnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari sinilah elastisitas hukum Islam, dimana salah satu asasnya adalah menghilangkan kemudharatan dan mendatangkan kemudahan dan
kemanfaatan. Inilah inti ajaran Islam yang menjadi rahmat bagi semua ummat manusia. Mengenai pelaksanaan wasiat wajibah maka setelah seseorang meninggal maka harta diambil untuk pengurusan jenazahnya, setelah itu untuk membayar hutang-hutangnya dan selanjutnya diambil dari sisa harta tersebut wasiat wajibah yang jumlahnya tidak boleh lebih dari sepertiga, atau tidak boleh lebih banyak dari ahli waris yang sebenarnya. Anak angkat yang disebutkan oleh Kompilasi Hukum Islam adalah seorang anak yang dalam pemeliharaan hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan. Para imam madzhab menyebut anak angkat dengan istilah Al-Laqith yaitu anak yang ditemukan di jalan dan tidak diketahui orang tua dan kerabatnya. Anak angkat dalam hukum waris Islam bukanlah sebagai ahli waris karena tidak ada sebab yuang mengakibatkan dirinya mendapatkan warisan, para ulama sepakat bahwa seseorang menjadi ahli waris dikarenakan tiga sebab yaitu : 1. Adanya pertalian nasab 2. Adanya ikatan perkawinan 3. Wala’ Kompilasi Hukum Islam juga tidak memasukan anak angkat ke dalam ahli waris walaupun dia berhak mendapatkan wasiat wajibah. Wasiat wajibah yang diberikan kepada anak angkat dalam Kompilasi Hukum Islam adalah hasil ijtihad ulama Indonesia yang mengandung kemaslahatan bagi anak angkat tersebut. Jika diteliti menurut sejarahnya adanya wasiat wajibah bagi anak angkat adalah karena Indonesia menganut sistem waris penggantian kedudukan (plastvervulling,) dimana jika seseorang meninggal dunia maka anak keturunannya berhak untuk menggantikan warisan orang tuanya yang meninggal dunia terlebih dahulu sebelum kakek atau
Wasiat Wajibah Untuk...
41
AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM neneknya. Sistem ini berasal dari hukum waris barat yang terdapat dalam KUH Perdata dan juga terdapat dalam hukum adat yang ada di Indonesia. Adapun kriteria anak angkat yang mendapatkan wasiat wajibah di antaranya adalah : 1. Anak tersebut sangat membutuhkan biaya untuk hidupnya dan tidak ada orang lain yang menggungnya 2. Anak angkat tersebut belum dewasa dan belum mampu menghidupi dirinya sendiri 3. Hubungan yang terjalin antara orang tua dan anak angkat tersebut telah terjalin erat dan toidak ada percekcokan diantara keduanya. 4. Anak angkat tersebut belum pernah mendapatkan sesuatupun dari harta orang tua angkatnya baik berupa hibah, wasiat ikhtiyariyyah atau yang selainnya.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah bin Abdur-rahman Al-Bassam, Taudhihul Ahkam fi syarh Bulughul Maram Juz IV, cet: III, Maktabah Nahdhah Al-Hadits, Makkah, KSA. 1997 Abdul Halim ‘Uwais, Fiqih Statis dan Fiqih Dinamis, Pustaka Hidayah, Bandung. 1998 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indoensia, Akademika Pressindo, Jakarta 2004 Abdurrahman Bin Nashir As-Sa’dy, Taisir Karim Ar-Rahman fi tafsir Kalam AlManan, Jum’iyah Ihya At-Turats AlIslamy, Kuwait. 2000 Abdurrahman Al-Jazairi, Fiqh ala Madzahibul Arba’ah Juz III. Darul Ihya At-Turats Al-Araby, Beirut. 1997 Abu Al-Fida’ Ismail bin Katsir AdDimasyqi, Tafsir Al-Qur’an Al‘Adzim Jil. I, Maktabah Darus Salam, Riyadh. 1994 Abu Abdillah Muhammad bin Idris AsySyafi’i, Al-Umm, Juz IV, Darul Kutub Ilmiyyah, Beirut. 1993
42
Wasiat Wajibah Untuk...
Abu Muhammad Ali bin Ahmad bin Sa’id bin Hazm Adz-Dzahiry, Al-Muhalla’, Darul Afaq Al-Jadidah, Beirut Libanon. Tt. A. Hassan, Al-fara’id Ilmu Pembagian waris, Cet. XV. Pustaka Progressif, Surabaya. 2003. A.Hassan ( Penerjemah), Bulughul Maram min Adilatil Ahkam li Ibni Hajar AlAsqolani. Diponegoro, Bangil Jawa Timur. 1991 Anonimus, Mausu’ah Al-Fiqhiyah Jil. XXXV, Wizarah Al-Auqaf wa Syu’un Al-Islamiyah, Kuwait, 1995 Ali Asy-Syobuny. H. Zaid Husain AlHamid (Penerjemah), Ilmu Hukum Waris. Mutiara Ilmu, Surabaya. Ahmad bin Ali Bin Hajar Al-Asqolaniy, Fathul Bary Syarh Shahih AlBukhory Juz V, Darul Kutub Ilmiyah, Beirut Libanon. 1989. Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris. PT. Raja Grafindo, Jakarta. 1999. As-San’any, Subulus Salam Syarah Bulughul Maram, Juz III cet : I. Jum’iyah Ihyau Turots Al-Islamy Kuwait. 1997 A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab – Indonesia, Pustaka Progresif, Surabaya. 1997. Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, cet . III. Logos Wacana Ilmu, Jakarta. 1999 Fatchur Rahman, Ilmu Waris, cet: II. PT Al-Ma’arif, Bandung. 1981. Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral menurut Qur’an dan Hadits, cet. III. Tintamas, Jakarta. 1964 Ibnu Mandzur, Lisan Al-‘ArabJuz XII, Darul Ihaya At-Turats Al-‘Araby, Beirut Libanon, 1999. Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, Al-Mughni Juz VII. Darul Alam Al-Kutub, Saudi Arabia. 1999. Idris Ramulya, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan KUH Perdata. Penerbit Sinar Grafika, Jakarta. 2004
AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM M. Budiarto, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi Hukum. Akapress, Jakarta. 1991. Malik bin Anas, Al-Muwatho’, Jum’iyah Ihya At-Turats Al-Islamy, Kuwait. 1998. Muhammad bin Ali bin Muhammad AsySyaukany, Nailul Authar Juz IV, Darul Kalam Ath-Thayib, Damaskus. 1999.
Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah Juz III, cet. VIII, Darul Kutub Al-Araby, Beirut. 1987 Teungku M. Hasbi Ash Shiddieqy, Fiqh Mawaris. PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang. Wahbah Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islam wa Adilatuhu, Juz VIII, 1984.
Wasiat Wajibah Untuk...
43