Warta PERENCANA
VOLUME II NO. 14 OKTOBER - DESEMBER 2008
VOLUME II NO.14
OKTOBER - DESEMBER 2008
1
Daftar Isi 4
Wawasan
realita
16
Rumusan Rakernis Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan Bidang Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian Tahun 2008
18
Kenerja Keberhasilan UPT Empat parameter utama yang harus dinilai yaitu: Ekonomi, Sosial Budaya, Integrasi Sosial dan Keaktifan, dan Pelayanan Lembaga Sosial. Masingmasing parameter dijabarkan lagi ke dalam beberapa indikator.
Mekanisme Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 6
14
Wawasan
Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik
ANALISA Mangkir, Bersilaturrahmi di Kampung Halaman
Konsep Akuntabilitas Kinerja
Dilematisasi antara Keterbatasan Dana dan Perolehan Manfaat Optimal dalam Pengembangan Sarana dan Prasarana di Permukiman Transmigrasi
Akuntabilitas merupakan perwujudan kewajiban seorang pejabat atau unit organisasi untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya.
Kondisi sarana dan prasarana di UPT/ Kawasan Bina maupun Kawasan KTM diibaratkan sebagai seorang ‘gadis’, dipoles sedikit sudah terlihat cantik karena masih remaja.
DISIPLIN
7
9
Konsep Sertifikasi Profesi Perencana Pemerintah (Bagian 2)
2
VOLUME II NO.14
OKTOBER - DESEMBER 2008
Warta PERENCANA
INFO
20
23
24
Sebaiknya Anda Tahu
Lensa
Pengantar Redaksi
B
B
ertepatan penerbitan edisi 4 segenap Redaksi Warta Perencana mengucapkan Selamat Hari Bhakti Transmigrasi ke 52 (12 Desember 1950 - 12 Desember 2008). Sebagai ungkapan introspeksi kelembagaan maka perlu diterapkannya Mekanisme Penyusunan LAKIP sebagai dokumen yang berisi gambaran perwujudan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang disusun dan disampaikan secara sistematik dan melembaga. Penilaian kinerja Unit Pelayanan Publik di pusat dan daerah yang telah menunjukkan kinerja pelayanan terbaik, diberikan penghargaan Abdisatyabakti oleh Kementerian PAN sesuai Inpres I tahun 1995. Tantangan pembangunan transmigrasi ke depan yaitu pembangunan KTM dan pembinaan UPT-UPT oleh Dinas Nakertrans yang mempunyai kapabilitas untuk menyelenggarakan transmigrasi. Pelaksanaan pelaporan bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian masih menghadapi kendalakendala dari Dinas Provinsi sehingga belum sepenuhnya dilaksanakan secara tertib dan tepat waktu. Bagaimana mengatasinya? Kinerja keberhasilan Unit Permukiman Transmigrasi berdasarkan dukungan empat parameter utama yaitu ekonomi, sosial budaya, integrasi sosial dan kearifan serta pelayanan Lembaga Sosial. Masing-masing parameter dijabarkan lagi ke dalam beberapa indikator. Dilematisasi antara keterbatasan dana dan perolehan manfaat optimal dalam pengembangan sarana dan prasarana di permukiman transmigrasi. Hal ini sejalan dengan apa yang tertuang dalam penjelasan UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Liburan lebaran atau hari besar lainnya merupakan waktu yang dinantikan oleh sebagian besar warga negara Indonesia. Waktu libur nasional di Indonesia memang cukup banyak, untuk menyelaraskan pelaksanaan liburan di hari-hari besar ini pemerintah menerapkan Cuti Bersama dalam rangka menghindari ‘harpitnas’. Modal dasar negara maju adalah disiplin, bisakah Indonesia menjadi negara maju? Sejauhmanakah kita telah melaksanakan displin?
Warta PERENCANA
EDITORIAL
encana keuangan global kembali melanda dunia. Perekonomian Indonesia belumlah sepenuhnya pulih kembali akibat krisis moneter tahun 1997an. Dampaknya terakhir ini, banyak perusahaan harus melakukan efisiensi antara lain melalui pengurangan produksi, perusahaan terpaksa memPHK 16.988 orang pekerja, merencanakan memPHK 23.927 orang serta merumahkan dan merencanakan merumahkan 6.597 dari 19.091 orang pekerjanya. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Bersama (PB) 4 Menteri tentang Pemeliharaan Momentum Pertumbuhan Ekonomi Nasional dalam Meng antisipasi Perkembangan Perekonomian Global. Dalam perkembangannya menghadapi tuntutan pekerja/buruh agar PB tersebut dicabut, Depnakertrans merivisi substansi yang terkait dengan penetapan Upah Minimum menjadi “Gubernur dalam menetapkan Upah Minimum, memper timbangkan rekomendasi Dewan Pengupahan Daerah dan atau Bupati/Walikota dengan memperhatikan kebutuhan hidup layak para pekerja/buruh, produktivitas, dan pertumbuhan ekonomi daerah/wilayah”. Untuk mengantisipasi lonjakan pengangguran yang akan terus bertambah, Depnakertrans merencanakan melakukan penyesuaian program tahun 2009, melalui: 1. Pergeseran anggaran belanja kearah kegiatan yang lebih memberi kesempatan kerja lebih besar, antara lain: a. Meningkatkan kegiatan padat karya produktif; b. Meningkatkan usaha mandiri; c. Meningkatkan subsidi program; d. Meningkatkan konsolidasi program-program perluasan kesempatan kerja; e. Meningkatkan pelatihan pemagangan terutama untuk ke luar negeri. f. Meningkatkan kegiatan rehabilitasi fasilitas umum dan sarana prasarana di lokasi transmigrasi yang lebih memberikan peluang kerja. 2. Penghematan kegiatan penunjang: a. Sosialisasi, Bimtek, Seminar, Raker, Lokakarya. b. Perjalanan dinas; c. Penundaan pengadaan kendaraan bermotor; d. Penggunaan listrik, air dan telepon. Banyak upaya yang telah dilakukan pemerintah, namun kerjasama dengan perusahaan dan pekerja/buruh tetap dibutuhkan agar jumlah ter-PHK atau yang dirumahkan tidak terus bertambah. Conrad Hendrarto
diterbitkan setiap triwulan oleh Biro Perencanaan Departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi RI (SK Sekjen No. KEP 394/SJ/III/2008)
ISSN: 1978-3299 Pelindung Sekretaris Jenderal Depnakertrans RI Penasehat Kepala Biro Perencanaan Koordinator Conrad Hendrarto Pemimpin Redaksi Jadid Malawi Sekretariat Redaksi Yeti Yulas, Diyah N. Redaktur Helaria P. Chandra, Rifmayulis, Widyantoro, Tati Juliati, A. Gultom Editor Musrifah Mufti, Tuty H. Kiman Pracetak Gatot Sutejo Pembantu Umum Sudarmanto, Asmari Alamat Redaksi: Biro Perencanaan Departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi RI Jl. TMP Kalibata No. 17 Jakarta Selatan Tel/fax: (021) 7973060, 7973082, 7992661 E-mail:
[email protected] Redaksi menerima kiriman karya tulis Anda. Materi seputar perencanaan di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian baik di pusat maupun di daerah. Naskah yang dimuat akan diberi imbalan sepantasnya.
Warta PERENCANA
VOLUME II NO.14
OKTOBER - DESEMBER 2008
3
Wawasan
Mekanisme Penyusunan Laporan Akuntabilititas Kinerja Instansi Pemerintah *) Buyamin, S.IP.
L
2. Pengecualian, yaitu laporan mencakup hal-hal yang penting dan terdepan dalam pengambilan keputusan dan pertanggung jawaban instansi yang bersangkutan, seperti kegagalan, keberhasilan, dan perbedaan antara target dan realislasi. 3. Perbandingan, yaitu laporan dapat memberikan gambaran keadaan masa yang dilaporkan dibandingkan dengan periode lain, atau unit kerja lain. 4. Akuntabilitas, yaitu yang dilapor kan adalah hal-hal yang dominan dalam memengaruhi sukses atau gagalnya pelaksanaan rencana. 5. Manfaat, yaitu manfaat dari laporan diharapkan lebih besar dari biayanya. Sesuai dengan Inpres 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, setiap instansi pemerintah sampai tingkat eselon
II diinstruksikan mempunyai Peren canaan Strategik tentang programprogram utama yang akan dicapai selama 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun, dan pada setiap akhir tahun anggaran, mulai Tahun Anggaran 2000/2001, setiap instansi pemerintah menyampaikan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah kepada Presiden dan salinannya epada Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pem bangunan dengan menggunakan pedoman penyusunan system akuntabilitas kinerja. Di lingkungan Depnakertrans penyusunan LAKIP meliputi LAKIP Departemen, LAKIP Unit Kerja Eselon I, ALKIP unit Kerja Eselon II, dan LAKIP UPTP. Adapun alur penyusunan LAKIP di lingkungan Depnakertrans dapat digambarkan sebagai berikut:
Clipart Gallery
aporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah dokumen yang berisi gambaran perwujudan akunta bilitas kinerja instansi pemerintah yang disusun dan disampaikan secara sistematik dan melembaga, LAKIP ini memuat informasi kinerja, baik keberhasilan maupun kegagalan. Penyusunan LAKIP harus mengikuti prinsip-prinsip yang lazim, yaitu laporan harus disusun secara jujur, obyektif, dan transparan. LAKIP merupakan pelaksanaan kewajiban IP untuk menjelaskan (obigation to answer) kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Penyusunan LAKIP harus mengikuti prinsip-prinsip yang lazim, yaitu disusun secara jujur, obyektif dan transparan. Selain itu juga harus memperhatikan prinsip-prinsip yang lain sebagaimana terdapat dalam Modul Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yaitu prinsip: 1. Pertanggungjawaban, yaitu halhal yang dikendalikan atau tidak dikendalikan oleh pihak yang melapor kan harus dapat dimengerti oleh pembaca laporan.
4
VOLUME II NO.14
OKTOBER - DESEMBER 2008
Warta PERENCANA
Wawasan ALUR PENYUSUNAN LAKIP DI LINGKUNGAN DEPNAKERTRANS BAHAN LAKIP ES. IV
BAHAN/LAKIP ES. III PADA ES. II SETJEN
LAKIP ES. II DI LINGK. SETJEN
LAKIP SETJEN BIRO CAN
BAHAN LAKIP ES. IV
BAHAN/LAKIP ES. III PADA ES. II DITJEN
LAKIP ES. II DI LINGK. DITJEN
LAKIP DITJEN
PRESIDEN
SET. DITJEN
LAKIP DEP. NAKER TRANS
BAHAN LAKIP ES. IV
BAHAN/LAKIP ES. III PADA ES. II ITJEN
LAKIP ES. II DI LINGK. ITJEN
WAKIL PRESIDEN KEMENTRIAN PAN
LAKIP ITJEN SETJEN (BIRO OK)
SET. ITJEN
BPKP
BAHAN LAKIP ES. IV ITJEN (EVALUASI)
BAHAN/LAKIP ES. III PADA ES. II BADAN
LAKIP ES. II DI LINGK. BADAN
LAN
LAKIP BADAN SET. BADAN
Ket.: Penyampaian Laporan Penyampaian Tembusan
Penyampaian LAKIP Departemen kepada Presiden selambatlambatnya 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir, sehingga untuk mengantisipasi keterlambatan penyampaian LAKIP Departemen tersebut telah diatur mengenai waktu penyampaian LAKIP bagi unit
kerja di lingkungan Depnakertrans sebagai berikut: 1. Penyampaian LAKIP Unit Kerja Eselon I kepada Menteri selambatlambatnya pertengahan bulan Februari tahun berikutnya. 2. Penyampaian LAKIP Unit Kerja Eselon II kepada Eselon I yang
Warta PERENCANA
bersangkutan selambatnya pertengahan akhir bulan Januari tahun berikutnya. 3. Penyampaian LAKIP UPTP kepada Eselon I atau Eselon II yang bersangkutan selambat-lambatnya akhir pertengahan bulan Januari tahun berikutnya.
VOLUME II NO.14
OKTOBER - DESEMBER 2008
5
Wawasan
Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik
T
ugas pelayanan masyarakat yang dilaksanakan oleh Pemerintah tercermin dalam bentuk kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, bimbingan, penyediaan fasilitas dan jasa, yang secara langsung dilaksanakan oleh aparatur pemerintah. Namun pada kenyataannya masih dirasakan banyak keluhan dari masyarakat yang merasa kurang puas atas pelayanan pemerintah tersebut. Kondisi ini mendorong Pemerintah untuk merangsang semangat perbaikan pelayanan melalui pemberian penghargaan kepada unit/kantor pelayanan publik yang dinilai berhasil, sebagai Unit Pelayanan Percontohan, seiring dengan Inpres 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan aparatur Pemerintah kepada Masyarakat. Sebagai pelaksanaan Inpres 1 Tahun 1995 tersebut, tahun 1995, 1996 dan 1997 Kementerian PAN telah menyelenggarakan program penetapan model percontohan pelayanan masyarakat, terhadap unit pelayanan Pusat dan Daerah yang telah menunjukkan kinerja pelayanan terbaik, dengan diberikan Penghargaan Abdisatyabakti. Karena beberapa kendala kegiatan ini tidak dapat dilaksanakan selama beberapa tahun, baru pada tahun 2001, 2002 dan 2004 dilaksanakan kembali dengan nama penghargaan “Citra Pelayanan Prima”. Pada tahun 2004 penghargaan Citra Pelayanan Prima diserahkan oleh Presiden dalam suatu upacara di Istana Negara pada tanggal 6 September 2004. Tahun 2006 berdasarkan Peraturan Menteri Negara PAN Nomor: PER.25/M.PAN/05/2006 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik, Depnakertrans diundang untuk berpartisipasi dalam program tersebut. Setelah melalui proses seleksi internal, Depnaker trans mengusulkan 5 (lima) Unit Pelaksana Teknis Pusat (UPTP) Depnakertrans, dengan Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Dalam Negeri di Bandung sebagai nominator penerima Piala Citra Pelayanan Prima, dan 4 UPTP (Balai Pelayanan Penempatan TKI di Medan, Balai Besar Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
6
VOLUME II NO.14
OKTOBER - DESEMBER 2008
Makassar, Balai Besar Latihan Kerja Industri di Serang, dan Balai Besar Latihan Ketransmigrasi di Yogyakarta) sebagai nominator penerima Piagam Penghargaan Pelayanan Prima. Melalui proses penilaian, peninjauan langsung dan konfirmasi dengan beberapa pihak yang terkait dengan UPTP yang ber sangkutan, Tim Penilai Pusat yang dikoordinir oleh Pejabat dari Kementerian PAN menyatakan, dari 5 UPTP yang diusulkan Depnakertrans, 2 UPTP berhasil mendapatkan Piala Citra Pelayanan Prima dan 2 UPTP lagi mendapatkan Piagam Penghargaan Pelayanan Prima. Berdasarkan Permeneg PAN tersebut, materi penilaian kinerja dibagi menjadi 2 (dua), yaitu dengan menggunakan Form A dan Form B. Form A untuk menilai kondisi Internal unit pelayanan yang dinilai, sedang kan Form B untuk menilai persepsi kepuasan masyarakat terhadap pelayanan unit pelayanan tersebut. Kondisi internal Unit Pelayanan yang dinilai meliputi: 1. Visi dan atau misi serta moto pelayanan (bobot 25%). 2. Sistem dan Prosedur pelayanan (bobot 25%). 3. Sumber Daya Manusia (SDM) Pelayanan (bobot 25%). 4. Sarana dan Prasarana (bobot 25%). Tahun 2008 ini Depnakertrans mengusulkan 1 UPTP sebagai nominator peraih Piala Citra Pelayanan Prima, dan 2 UPTP sebagai nominator peraik agam Penghargaan Pelayanan Prima. Hasilnya, 2 UPTP akhirnya mendapatkan Piagam Penghargaan Pelayana Prima.
Warta PERENCANA
Buyamin, S.IP.
Kasubbag Akuntabilitas Kinerja Biro Organisasi & Kepegawaian
Wawasan
Konsep Akuntabilitas Kinerja *) Pakhrul Yakin, SE, MSi. Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih (good governance dan clean government) mendorong pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang jelas, tepat, teratur, dan efektif yang dikenal dengan Sistem Akuntanbilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Penerapan sistem tersebut ber tujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bertanggung jawab, dan bebas dari praktekpraktek kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Beberapa definisi mengenai pengertian Akuntabilitas yaitu; menurut Sjahrudin Rasul, akunta bilitas secara sempit dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memberi jawaban kepada otoritas yang lebih tinggi atas tindakan seseorang atau sekelompok orang terhadap masyarakat secara luas atau dalam suatu organisasi. Dalam konteks institusi peme rintah bahwa pengertian “seseorang” adalah pimpinan instansi/ kementerian/lembaga sebagai penerima amanat yang harus memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan amanat tersebut kepada masyarakat/publik selaku pemberi amanat. Dari pengertian tersebut, pimpinan instansi/lembaga adalah selaku pengguna anggaran bagi kementerian/lembaga yang dipimpinnya sebagai pelaksana kegiatan dari tugas yang diamanatkan kepadanya, sedangkan dari “sekelompok orang” dalam suatu
Clipart Gallery
A. Pengertian
Akuntabilitas merupakan perwujudan kewajiban seorang pejabat atau unit organisasi untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang di percayakan kepadanya. organisasi adalah kuasa pengguna anggaran yang ditunjuk oleh pimpinan instansi/lembaga yang dipimpinnya. Dengan demikian, Akuntabilitas dapat berarti sebagai perwujudan pertanggungjawaban seseorang atau unit organisasi dalam mengelola sumber daya yang telah diberikan dan dikuasai, dalam rangka pencapaian tujuan, melalui suatu media berupa laporan akuntabilitas kinerja secara periodik Sumber daya dalam hal ini merupakan sarana pendukung yang diberikan kepada seseorang atau unit organisasi dalam rangka memperlancar pelaksanaan tugas yang telah dibebankan kepadanya. Sumber daya tersebut pada umumnya dapat berupa sumber daya
Warta PERENCANA
manusia, dana, sarana prasarana, dan metode kerja. Menurut Ledvina V. Carino; akuntabilitas merupakan suatu evolusi kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh seorang petugas baik yang masih berada pada jalur otoritasnya atau sudah keluar jauh dari tanggung jawab dan kewe nangannya. Oleh karena itu setiap pejabat harus benar-benar menya dari bahwa setiap tindakannya bukan hanya akan memberi pengaruh pada dirinya sendiri, tetapi ia harus menyadari bahwa tindakannya juga akan membawa dampak yang tidak kecil bagi orang lain. Dengan demikian, setiap tingkah lakunya seorang pejabat pemerintah harus memperhatikan lingkungannya.
VOLUME II NO.14
OKTOBER - DESEMBER 2008
7
Wawasan Akuntabilitas dapat diuraikan sebagai kewajiban untuk menjawab dan menjelaskan kinerja seseorang atau instansi kepada pihak-pihak yang memiliki hak untuk meminta jawaban atau keterangan dari se seorang atau unit organisasi yang telah diberikan wewenang untuk mengelola sumber daya tertentu. Dari berbagai pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas merupakan perwujudan kewajiban seorang pejabat atau unit organisasi untuk mempertanggung jawabkan pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui media per tanggungjawaban berupa laporan akuntabilitas kinerja secara periodik.
B. Bentuk Akuntabilitas
Uraian di atas merupakan peristilahan-peristilahan untuk menjelaskan pengertian akuntabilitas dari berbagai sudut pandang. Menurut Sirajudin H. Saleh, akuntabilitas sebenarnya merupakan sisi sikap dan watak kehidupan manusia yang meliputi akuntabilitas internal dan eksternal. Akuntabilitas internal seseorang merupakan pertanggungjawaban seseorang terhadap Tuhannya, meliputi pertanggungjawaban diri sendiri mengenai segala sesuatu yang dijalankannya yang hanya diketahui dan dipahami oleh dia sendiri. Akuntabilitas internal ini disebut juga sebagai Akuntabilitas Spritual. Ledvina V. Carino mengatakan, dengan disadarinya akuntabilitas spritual ini, maka pengertian accountable atau tidaknya seorang pimpinan bukan hanya dikarenakan dia tidak sensitif terhadap lingkungannya, tetapi lebih jauh dari itu, yakni adanya perasaan malu, tidak bangga menjadi bagian dari suatu bangsa dan sebagainya. Akuntabilitas ini sangat sulit diukur karena tidak ada indikator yang jelas dan dapat diterima semua orang, serta tidak ada yang melakukan pengecekan, pengevalu-
8
VOLUME II NO.14
asian, dan pemantauan baik sejak tahap proses sampai dengan tahap pertanggungjawaban. Semua tindakan akuntabilitas spritual didasarkan pada hubungan seseorang tersebut dengan Tuhannya. Namun apabila benar-benar dilaksanakan dengan penuh iman dan taqwa (imtaq), kesadaran akan akuntabilitas spritual ini akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pencapaian kinerja orang tersebut, itulah sebabnya mengapa seorang pejabat dapat melaksanakan pekerjaan dengan hasil yang berbeda dengan orang lain, atau mengapa suatu instansi dengan instansi yang lainnya dapat menghasilkan kuantitas dan kualitas yang berbeda terhadap suatu pekerjaan yang sama. Akuntabilitas eksternal seseorang adalah akuntabilitas seorang pimpinan kepada lingkungannya, baik lingkungan formal antara atasan dengan bawahannya, maupun lingkungan masyarakat. Kegagalan seorang pimpinan untuk memenuhi akuntabilitas eksternal mengakibatkan pemborosan waktu, sumber dana, dan sumber daya yang lainnya, penyimpangan kewenangan dan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pejabat tersebut. Akuntabilitas eksternal sangat mudah diukur mengingat norma dan standar yang tersedia memang sudah jelas. Kontrol dan penilaian dari pihak eksternal sudah ada dalam mekanisme yang terbentuk dalam suatu sistem dan prosedur kerja. Siklus AKIP dimulai dari penyusunan perencanan stratejik (Renstra) yang meliputi visi, misi, tujuan dan sasaran serta menetapkan strategi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Perencanaan strategi ini kemudian dijabarkan dalam perencanaan kinerja tahunan yang dibuat setiap tahun. Renja ini mengungkapkan seluruh target kinerja yang ingin dicapai (outputs/outcomes) dari seluruh sasaran stratejik dalam tahun yang bersangkutan serta
OKTOBER - DESEMBER 2008
Warta PERENCANA
strategi untuk mencapainya. Renja ini merupakan tolok ukur yang akan digunakan dalam penilaian kinerja penyelenggaraan pemerintah untuk periode tertentu. Setelah renja ditetapkan, tahap selanjutnya adalah pengukuran kinerja. Dalam melaksanakan kegiatan dilakukan pengumpulan dan pencatatan kinerja. Data kinerja tersebut merupakan capaian kinerja yang dinyatakan dalam satuan indikator kinerja, dengan diperlukannya data kinerja yang akan digunakan untuk pengukuran kinerja, maka instansi pemerintah perlu mengembangkan sistem pengumpulan data kinerja, yaitu tatanan, instrumen, dan metode pengumpulan data kinerja. Pada akhir suatu periode, capaian kinerja tersebut dilaporkan kepada yang berkepentingan atau yang meminta dalam bentuk LAKIP. Tahap, terakhir. Informasi yang termuat dalam LAKIP tersebut dimanfaatkan bagi perbaikan kinerja instansi secara berkesinambungan. Dalam perkembangan selanjut nya, melalui Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberan tasan Korupsi. Presiden RI meng instruksikan tentang penyusunan penetapan kinerja kepada menteri/ pimpinan lembaga/gubernur/bupati/ walikota, sebagaimana tercantum pada butir ketiga Inpres tersebut, yaitu Membuat penetapan kinerja dengan Pejabat dibawahnya secara berjenjang, yang bertujuan untuk mewujudkan suatu capaian kinerja tertentu dengan sumber daya tertentu, melalui penetapan target kinerja serta indikator kinerja yang menggambarkan keberhasilan pen capaiannya baik berupa hasil maupun manfaatnya(impact).
Pakhrul Yakin, SE.,MSi.
Pengadministrasi Pengelola Keuangan Biro Keuangan
Wawasan
Transmigrasi Pasca PP No. 41 Tahun 2007:
Berkembang atau Meredup? (Bagian 2)
*) Ir. A.M. Sri Wrediningsih, MCE.
Foto-foto: Dokumentasi WARTA PERENCANA
Orientasi Pembangunan Transmigrasi ke Depan
Sebagaimana telah diarahkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmi grasi, dan didukung oleh Bappenas, pembangunan transmigrasi ke depan akan berkonsentrasi pada pembangunan Kota Terpadu Mandiri (KTM). KTM dibangun dengan tujuan untuk menciptkan pusat pertumbuhan baru di Kabupaten, yang diharapkan akan memicu dan memacu pertumbuhan kawasan di sekitarnya, serta tentunya akan berdampak pula kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan KTM menggunakan pendekatan pem bangunan kawasan. Hal tersebut ditetapkan dengan pertimbangan antara lain: (a) Pembangunan transmigrasi diharapkan dapat menarik minat investor masuk untuk mengembangkan komoditas unggulan yang sesuai dengan potensi di Kawasan tersebut. Untuk itu pengembangan usaha investor harus memenuhi skala ekonomi tertentu; (b) Lokasi transmigrasi akan lebih berhasil apabila dibangun dengan pendekatan kawasan (SKP-stelsel) ketimbang pendekatan lokasi karena pembangunannya
akan menjadi lebih terarah dan terintegrasi dalam satu kawasan. Pembangunan KTM juga meng gunakan pendekatan keterkaitan antara pembangunan di sektor hulu dengan di sektor hilir. Beberapa KTM sudah dicanang kan pembangunannya oleh Men nakertrans. Dalam waktu relatif singkat KTM sudah menjadi ikon paradigma baru pembangunan transmigrasi. Para Bupati dan investor memberi respon positif dan mengajukan proposal yang didukung oleh DPRD dan lintas sektor terkait. Para Bupati menganggap bahwa pembangunan KTM di daerahnya merupakan program multiyears yang sangat strategis. Master Plan KTM pun segera disusun, dan terdiri atas rencana pengembangan kawasan dan rencana pengembangan masyarakat. Dalam pembangunan KTM, jelas sekali tetap diperlukan pendekatan dua domain pembangunan trans migrasi seperti disebut di atas, yaitu domain fisik dan domain SDM masyarakat transmigrasi. Masingmasing domain tersebut mem butuhkan dukungan wadah unit kerja yang mampu mengoperasi onalkan kebijakan pembangunan KTM, yaitu satu unit kerja eselon
Warta PERENCANA
III untuk masing-masing domain. Mengingat pembangunan KTM melibatkan seluruh sektor terkait, investor, dan masyarakat, maka tentunya semua pihak terkait berkepentingan untuk memantau perkembangannya. Dalam hal ini, sebagai leading sector dalam pembangunan KTM di daerahnya, Dinas Nakertrans Kabupaten dan Provinsi perlu bekerja keras untuk mengimplementasikan rencana yang sudah dibuat dan disepakati, dan untuk itu perlu dibantu oleh unit-unit eselon III yang kompeten dalam mengoperasionalkan pem bangunan fisik dan pembangun an SDM masyarakat transmigrasi. Diharapkan, dalam beberapa tahun mendatang beberapa KTM sudah terbangun dan dampak yang diharapkan sesuai tujuan pembangunan KTM akan terwujud. Untuk menunjang pengembangan masyarakat pada pembangunan KTM maka dapat dilakukan berbagai jenis pelatihan pada ketiga zona di KTM yaitu Zona Pertanian, Zona Industri Pengolahan, serta Zona Industri Pengolahan dan Pelayanan. Keterkaitan pelatihan dengan pengembangan KTM dapat dilihat pada Gambar 1.
VOLUME II NO.14
OKTOBER - DESEMBER 2008
9
Wawasan Gambar 1 KETERPADUAN PROGRAM PELAT TRANS DGN PROGRAM PENGAKHIRAN STATUS BINA UPT TINDAK LANJUT PEMBERDY & PENINGK
1. Batas Wil yg jelas
..............................................
2. Sar Pras Permuk. & FU
Pemeliharaan Sar Pras, Pelat Pen- Rehab/Pnk Sar Pras, Sanitasi Lingk, gelolaan Air Bersih dan Kesehatan Peningkatan Sarana Air Bersih Lingk
3. Tanah Kas Desa
..............................................
Penyediaan Tanah Kas Desa
4. Organisasi Pem. Desa
Adm. Pem. Des & Manaj Pem.
Pembentukan Pem. Des
Pengukuran Batas UPT
5. Jml. Pendd. Min. 300 KK ..............................................
Penataan Penduduk/ Penggabungan
6. LP&LU dg Sertif H Milik ..............................................
Sertifikasi
7. Kelembagaan Ekonomi Manaj. Koperasi, KUB, Kewirausahaan , Pelat Pengemb Ekon Berbasis Agribisnis, dll
Pembtk Bd Hk, Penguatan Kelemb/ Mediasi/ Konsult Usaha, Kemitraan Usaha, TL RKTL, Pendampingan
8. Perkembangan min. Tingkat Swakarya
Pelat. Teknis Budidy Komoditas Ungg, Pelat Pengemb Masy, Manaj. Usaha Skala RT, Temu Karya, Pem- berdy Peremp, Pengemb. Keteramp, Pelat Pembantu Petugas Kes, Pelat Da’i/Petugas Keagamaan, dsb
9. Pola Usaha telah berkembang
Pelat Pengemb Prod Masy Trans, Pengolahan Hsl Pertanian, Alsintan, ILP/ILU, Integrasi Sosial, Pelat Teknis, Pelat Keterampilan, dsb
Tanpa bermaksud mengabaikan kelanjutan pembinaan pada UPT-UPT Bina yang tidak termasuk ke dalam kawasan KTM, memang pada kenyataannya konsentrasi anggaran APBN akan lebih banyak kepada pembangunan KTM. Sedangkan untuk mengurangi beban anggaran untuk program pemberdayaan pada UPT-UPT Bina, lebih lanjut Menakertrans
10
REKOMENDASI PELATIHAN TRANS
VOLUME II NO.14
Pengemb. Lembaga Sos. Kemasy (Kr. Taruna, Organisasi Perempuan dsb), Peningk. Pendidikan dan Kesehatan, Keagamaan, dsb
Kemitraan Usaha/Pemberian bantuan stimulan/ modal usaha
mengarahkan untuk mengakhiri status pembinaan pada UPT-UPT Bina yang usia penempatannya sudah melebihi lima tahun. Hal ini dimaksudkan agar penyelenggara an transmigrasi tidak melanggar undang-undang. Seperti diketahui, di dalam Pasal 56 ayat (1) PP No. 2 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Transmigrasi disebutkan bahwa penyerahan pem-
OKTOBER - DESEMBER 2008
Warta PERENCANA
PENGAKHIRAN STATUS
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN UPT
KRITERIA (PP2/99 §56)
binaan UPT dilaksanakan setelah UPT tersebut memenuhi kriteria layak serah atau selambat-lambatnya 5 (lima) tahun. Realitas menunjukkan bahwa bagian terbesar UPT-UPT yang berusia lima tahun ke atas tersebut masih menyan dang berbagai permasalahan, antara lain legalitas kepemilikan tanah, tumpang tindih kawasan hutan, aksesibilitas ke lokasi, kelembagaan ekonomi dan sosial kemasyarakatan yang belum berkembang, kondisi masyarakat yang masih hidup secara subsisten, belum cukup produktif dan mandiri. Dikhawatirkan, apabila Pemerintah Daerah kurang menyadari kondisi tersebut, atau kurang merespon maka UPT-UPT tersebut akan semakin menurun kondisinya. Untuk mengantisipasi hal tersebut, banyak hal yang dapat dilakukan melalui pemberian pelatihan trans migrasi. Dari 9 (sembilan) kriteria layak serah untuk pengakhiran status UPT sesuai Pasal 56 ayat (2) PP No. 2 tahun 1999, setidaknya terdapat lima kriteria yang dapat terbantu
Wawasan
Gambar 2
pemenuhannya dengan memberikan berbagai jenis pelatihan transmigrasi. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
Permasalahan Pasca No. 41/2007
Menindak lanjuti ketentuan yang diamanatkan di dalam PP No. 41 tahun 2007, seluruh Pemerintah daerah Provinsi maupun Kabupaten/Kota telah menyusun struktur organisasi yang dianggap sesuai dengan karakter dan kebutuhan daerah. Dari hasil pemantauan diperoleh informasi bahwa untuk urusan ketenagakerjaan dan ketransmigrasian umumnya mereka
menyatukan kedua urusan tersebut dalam bentuk Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Dengan hanya dua urusan yang ditangani, maka hanya ada satu sekretaris Dinas dan empat bidang yang terbentuk. Dari keempat bidang tersebut, umumnya tiga bidang dialokasikan untuk menangani urusan ketenagakerjaan dan satu bidang urusan ketransmigrasian. Hal ini ditempuh karena urusan ketenagakerjaan merupakan urusan wajib yang harus ditangani daerah, sedangkan urusan transmigrasi merupakan urusan pilihan. Khusus di Pulau Jawa, program transmigrasi hanya terkait dengan penyiapan dan
Warta PERENCANA
pengerahan calon transmigran sehingga di Provinsi Jawa Tengah urusan ketransmigrasian dianggap cukup untuk dilaksanakan oleh satu Eselon-4. Apabila urusan transmigrasi ditangani hanya oleh satu bidang maka tugas pokok dan fungsi bidang tersebut akan mencakup operasionalisasi seluruh penye lenggaraan transmigrasi baik domain pembangunan fisik maupun domain pembangunan SDM/masyarakat transmigrasi di wilayah kerjanya (Provinsi/Kabupaten/Kota). Hal ini tidak mudah, mengingat resultante tupoksi pada kedua domain tersebut bersifat
VOLUME II NO.14
OKTOBER - DESEMBER 2008
11
Wawasan multi disiplin, membutuhkan dukungan SDM aparat dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja yang multi disiplin pula. Padahal, semenjak era otonomi daerah, banyak terjadi perputaran/mutasi pegawai di daerah sehingga sulit diharapkan untuk menerapkan ‘the right man on the right place’. Dikaitkan dengan arahan pem bangunan transmigrasi ke depan yaitu pengembangan KTM dan pembinaan unit-unit permukiman transmigrasi yang menghadapi berbagai tantangan yang semakin dinamis, apabila penyelenggaraan transmigrasi ditangani oleh satu bidang dengan dukungan SDM aparat yang belum dapat dijamin kemampuan dan kapasitasnya, maka pertanyaannya adalah, mungkinkah penyelenggaraan transmigrasi akan berkembang sebagaimana diharapkan, ataukah malahan meredup dan akhirnya dilupakan?
han yang dihadapi dan bagaimana menghadapinya. Tulisan ini ingin merekomendasikan dilakukannya revitalisasi pemberdayaan SDM masyarakat transmigrasi melalui pelatihan, tidak sekadar pemberian bantuan-bantuan dalam masa pembinaan UPT. Tantangan penyelenggaraan transmigrasi ke depan semakin besar. Tantangan tersebut menjadi lebih besar manakala pasca PP No. 41 tahun 2007 hanya ada satu bidang pada Dinas yang menangani seluruh penyelenggaraan transmi grasi yang bersifat multi disiplin di wilayah kerjanya. Namun hal ini akan dapat ditangani dengan baik
Revitalisasi Pemberdayaan SDM Melalui Pelatihan Transmigrasi
Di atas telah diuraikan pula bahwa apabila SDM masyarakat transmigrasi diberikan pember dayaan melalui pelatihan, maka banyak perkembangan yang dapat diperoleh, baik dalam wujud masyarakat transmigrasi yang semakin produktif dan meningkat kemandiriannya, maupun dalam wujud lokasi/UPT yang semakin berkembang. Namun, lokasi/ UPT yang akan semakin berkembang tersebut bukan karena lebih banyak bantuan/intervensi Pemerintah yang diberikan, melainkan karena diberikan pelatihan transmigrasi (yang berbasis masyarakat), yang berdampak menggerakkan masyarakat, sehingga mereka kemudian mau turut membangun secara partisipatif. Melalui pelatihan mereka diberikan penyadaran, motivasi, peningkatan kemampuan keterampilan untuk melihat potensi diri dan permasala-
12
VOLUME II NO.14
OKTOBER - DESEMBER 2008
Warta PERENCANA
asalkan terdapat komitmen yang kuat pada jajaran Dinas bahwa pembangunan SDM masyarakat transmigrasi merupakan hal penting yang tidak akan diabaikan, bahkan bersifat imperatif. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah melalui pemberdayaan/ peningkatan kapasitas Balai Latihan Transmigrasi (Balatrans) setempat. Apabila di provinsi tersebut terdapat Balatrans maka beban untuk pengembangan SDM masyarakat transmigrasi dapat sebagian dialihkan ke Balatrans sehingga Balatrans menjadi lembaga pemberdaya SDM (human-resource center of excellence, development,
Wawasan and empowerment sekaligus). Balatrans diberikan kewenangan menangani pemberdayaan SDM masyarakat transmigrasi melalui pelatihan, penyuluhan, pendampingan, dan pengembangan termasuk pengembangan kelembagaan ekonomi dan sosial kemasyarakatan. Sehingga, bidang transmigrasi yang ada di Dinas dan merupakan organ penyelenggara transmigrasi dapat lebih berkonsentrasi pada pembangunan fisik termasuk pemberian paket-paket bantuan pembinaan kepada transmigran. Bagaimana apabila di provinsi tersebut selain urusan transmigrasi hanya ditangani oleh satu bidang pada Dinas Nakertrans dan tidak/ belum ada Balatrans? (Catatan: Setelah otonomi daerah diterapkan, jumlah Balatrans di seluruh Indonesia berkurang menjadi hanya 19 buah, masing-masing hanya ada di tingkat provinsi. Data terakhir pasca PP No. 41/2007 belum diketahui apakah jumlah tersebut bertambah/berkurang). Dalam hal ini maka dituntut kemampuan lebih besar lagi dari Dinas Nakertrans cq Bidang Ketransmigrasian untuk menangani kedua domain penye lenggaraan transmigrasi (domain pembangunan fisik dan domain pembangunan SDM masyarakat transmigrasi termasuk menangani pelatihan transmigrasi). Agar pelatihan transmigrasi dapat terlaksana dengan baik, tetap diperlukan komitmen kuat dari jajaran Dinas Nakertrans untuk tidak mengabai kan pelatihan transmigrasi, melain kan sebaliknya, yaitu memberikan dukungan penuh terhadap program pelatihan transmigrasi baik dengan dana bersumber dari APBN maupun APBD. Selain itu operasionalisasi pelaksanaan pelatihan dapat bekerja sama dengan UPTP Balai Latihan Transmigrasi untuk penyediaan tenaga PSM pemandu/ pelatih dan dengan Balai Besar Pengembangan Latihan Transmigrasi untuk penyediaan modul/ kurikulum dan pedoman yang terstandarisasi.
bangunan KTM dan pembinaan UPT-UPT (termasuk penyiapan pengakhiran status bina UPT) membutuhkan wadah organisasi berupa bidang-bidang transmigrasi pada Dinas Nakertrans yang mempunyai kapabilitas untuk menyelenggarakan transmigrasi. Untuk Dinas yang memiliki hanya satu bidang untuk menyelenggarakan transmigrasi maka beban pembangunan SDM masyarakat transmigrasi sebagian dapat dilimpahkan ke Balatrans, sehingga Balatrans dapat menjadi lembaga pemberdaya SDM masyarakat transmigrasi. Namun, apabila tidak terdapat Balatrans maka pembinaan SDM khususnya pelatihan transmigrasi dapat dilaksanakan oleh bidang transmigrasi dengan bekerjasama dengan UPTP Balatrans yang wilayah kerjanya termasuk provinsi tersebut. Dengan cara seperti tersebut di atas, sekalipun hasil struktur organisasi pasca PP No. 41 tahun 2007 tidak dapat mengakomodasi Penutup kan domain pembangunan fisik Transmigrasi merupakan program dan domain pembangunan SDM pembangunan yang unik dan masih masyarakat transmigrasi masingdiperlukan oleh bangsa Indonesia, masing ke dalam satu bidang, nasehingga perlu diperjuangkan untuk mun pembangunan SDM masyarakat tetap exists. Memang, dampak hasil transmigrasi kiranya masih dapat terpembangunan transmigrasi tidak laksana dengan baik, dengan syarat dapat dilihat dalam waktu singkat, adanya komitmen yang kuat dari bahkan umumnya mencapai lebih dari lima tahun. Salah satu penyebab jajaran Pemerintah Daerah cq Dinas Nakertrans Provinsi/Kabupaten/Kota lambatnya pembangunan transmi untuk mendukung pelaksanaannya grasi ditengarai karena adanya dalam bentuk dukungan program pengabaian terhadap peningkadan anggaran yang memadai. Tanpa tan SDM masyarakat transmigrasi. dukungan dimaksud, nampaknya hal Hal ini ditunjukkan dengan sangat minimnya alokasi program pelatihan tersebut akan berdampak kepada terhambatnya perkembangan transtransmigrasi dari tahun ke tahun sehingga produktivitas dan kemandi- migrasi, dan pada akhirnya program rian masyarakat rendah, dan perkem- transmigrasi akan meredup dan selanjutnya dilupakan orang. bangan lokasi menjadi terkendala. Padahal, dengan berbagai jenis pelatihan di bidang teknis, ekonomi, sosial kemasyarakatan dan manajemen yang diberikan secara konsisten dan konsekuen, akan diperoleh banyak kemajuan dalam peningkatan Ir. A.M. Sri Wrediningsih, MCE. kapasitas SDM masyarakat transmigran dan lokasi/UPT yang ditempati. Kepala Balai Besar Pengembangan Latihan Ketransmigrasian Tantangan pembangunan Ditjen Bina Lattas transmigrasi ke depan yaitu pem
Hal lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemberdaya an SDM masyarakat transmigrasi di lokasi/UPT yaitu dengan melakukan kerjasama dengan Pemerintah Ka bupaten/Kota dari daerah asal transmigran. Dalam hal ini kesepakatan Kerjasama Antar Daerah/MoU dapat diamandemen dengan memperluas ruang lingkup kerjasama yaitu sharing program dan dana di bidang pelatihan transmigrasi di lokasi/ UPT. Dasar pertimbangan perluasan ruang lingkup MoU adalah, masingmasing Pemerintah Daerah (Daerah Asal dan Daerah Tujuan Transmigrasi) mempunyai kepentingan yang sama yaitu ingin agar masyarakatnya maju dan sejahtera. Selanjutnya pemantauan perkembangan kondisi lokasi dan kondisi masyarakat di lokasi/ UPT dapat dilakukan secara bersama pula untuk mengevaluasi peningkatan produktivitas dan kemandirian masyarakat.
Warta PERENCANA
VOLUME II NO.14
OKTOBER - DESEMBER 2008
13
Analisa
Dilematisasi antara Keterbatasan Dana dan Perolehan Manfaat Optimal dalam Pengembangan Sarana dan Prasarana di Permukiman Transmigrasi
Dokumentasi WARTA PERENCANA
*) Yupiter Ersan
Kondisi sarana dan prasarana di UPT/Kawasan Bina maupun Kawasan KTM diibaratkan sebagai seorang ‘gadis’, dipoles sedikit sudah terlihat cantik karena masih remaja.
B
ila kita membuka tirai pokokpikiran paradigma baru pendekatan sistem penyelenggaraan transmigrasi, teragendakan hal-hal untuk: mendukung ketahanan pangan; mendukung ketahanan nasional; mendorong strategi pemerataan investasi serta pertumbuhan per ekonomian nasional dan daerah; dan penanggulangan penganggur an secara berkesinambungan dan jangka panjang. Kesemuanya ditujukan untuk meningkatkan
14
VOLUME II NO.14
kesejahteraan transmigran dan masyarakat sekitarnya; meningkatkan dan meratakan pembangunan daerah; dan memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa. Untuk mencapai harapan ketahanan pangan, ketahanan nasional, dan lain-lain yang diinginkan, kebijakan yang ditempuh oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi (Ditjen P2MKT), antara lain: meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian di daerah transmi-
OKTOBER - DESEMBER 2008
Warta PERENCANA
grasi untuk mendukung ketahanan pangan; meningkatkan kapasitas dan kemandirian masyarakat transmigran; mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro di Daerah Transmigrasi melalui pembentukan dan pengembangan Tabung Tani untuk mengatasi masalah pengangguran dan meningkatkan produksi pertanian; meningkatkan kualitas pembinaan dan pemberdayaan UPT yang masih dibina serta pengembangan kawasan untuk mendukung ketahanan pangan daerah; memberdayakan lingkungan fisik dan sosial di daerah transmigrasi untuk mendukung ketahanan nasional; peningkatan integrasi UPT dengan desa sekitar sehingga
Analisa terjadi pengembangan kawasan yang memadai untuk mendukung pembangunan daerah (pemerataan pertumbuhan daerah); dan mewujudkan Kota Terpadu Mandiri di Kawasan Transmigrasi sebagai penyangga dari kota/pusat pertumbuhan yang ada (mendorrong strategi pemerataan investasi serta pertumbuhan perekonomian nasional dan daerah). Di lain sisi, merujuk pada Hasil Monitoring dan Evaluasi Pengem bangan Sarana dan Prasarana di Unit Permukiman Transmigrasi/ Kawasan Transmigrasi Tahun Anggaran 2007 kuartal III (Agustus - Desember 2007) oleh Direktorat Pengembangan Sarana dan Pra sarana Kawasan dalam rangka mendukung pelaksanaan program pembinaan pengembangan kawasan dan masyarakat transmi grasi, khususnya pembangunan fisik bidang pengembangan sarana dan prasarana pada TA. 2007 baru teralokasikan dana sebesar Rp 139.087.020.000,- yang tersebar pada ± 250 UPT. Sementara total kebutuhan dana pengembangan sarana dan prasarana di UPT/ awasan Bina pada TA. 2008 yang berhasil dimonitor oleh Subdit Evaluasi Sarana dan Prasarana pada bulan Juni 2007 mencapai sebesar Rp 887.429.121.298,87,-, terbagi berdasarkan status program, meliputi: pemenuhan paket sebesar Rp 30.162.382.160,- (tersebar di 18 provinsi); mendukung penanganan pada lokasi yang mendesak (eks. PLG, Daerah Konflik, Daerah Bencana, Hasil Kunjungan Kerja) sebesar Rp 45.900.407.393,50,- tersebar di 14 provinsi; mendukung pengakhiran status Rp 368.630.034.068,52,tersebar di 22 provinsi; mendukung pengembangan kawasan sebesar Rp 106.760.070.500,- tersebar di 6 provinsi; dan pemeliharaan sarana dan prasarana sebesar Rp 335.976.227.176,85,- tersebar di 23 provinsi. Bila diibaratkan kondisi sarana dan prasarana di UPT/Kawasan Bina maupun Kawasan KTM seba-
gai seorang ‘gadis’, untuk saat ini penampilannya tidak seperti dahulu lagi yang apabila dipoles sedikit sudah terlihat cantik karena masih remaja. Raut wajah UPT/Kawasan Bina dan lokasi KTM yang ada sudah terlihat seperti Wanita Tua Renta, sehingga dibutuhkan sentuhan yang lebih banyak untuk memoles, butuh dana banyak untuk menarik bagian kulit wajah ke samping, ke atas, ke bawah, tambal dada, tambal bokong biar tampak kencang dan sintal. Semua perawatan/operasi dimaksud, tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit, karena membutuhkan campur tangan seorang Dokter Ahli Bedah Plastik. Perumpamaan ini yang meng inspirasikan perlunya perhatian dan kepedulian yang lebih mendalam ter hadap permasalahan untuk mengembangkan sarana dan prasarana di permukiman transmigrasi. Dalam artian, diperlukan kucuran dana yang lebih besar untuk memperoleh manfaat yang lebih optimal dari sisi penyediaan sarana dan prasarana di permukiman transmigrasi, karena melalui program rehabilitasi, pemeliharaan, dan peningkatan infrastruktur (sarana dan prasarana) diyakini akan mampu menggerakkan perputaran ekonomi dan pelayanan sosial masyarakat di UPT Bina, lokasi KTM, dan masyarakat sekitarnya. Hal ini sejalan dengan apa yang tertuang dalam penjelasan UndangUndang RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang mempunyai dasar pemikiran bahwa Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut Azas Desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada Daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Sebagai rujukan utamanya adalah Undang-Undang Dasar 1945 yaitu merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan otonomi dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah, sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPR-RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan
Warta PERENCANA
Sumberdaya Nasional yang Berkeadilan; serta perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Harapan ke depan melalui sentuh an yang lebih mendalam terhadap pembangunan sarana dan prasarana di era otonomi dapat diartikan sebagai bentuk optimisme bangsa dalam memecahkan persoalan kesenjangan sosial, seperti masih banyak daerah-daerah yang selama ini justru samasekali belum tersentuh pembangunan terutama di lokasi-lokasi transmigrasi. Jangankan kemajuan ekonomi, sarana dan prasarana jalan saja masih banyak yang tidak tersedia. Dengan kata lain, otonomi daerah bisa dijadikan sebagai jawaban terhadap persoalan kesenjangan antara Jakarta dan daerah-daerah yang selama ini tidak terperhatikan, “antara Jawa dan luar Jawa”. Tugas Pemerintah Pusat adalah memberikan arahan umum mendesain pembangunan untuk kesejahteraan rakyat. Sementara, untuk mengolah kekayaan alam dan sumberdaya alam di daerah, diserah kan sepenuhnya kepada Pemerintah Daerah. Mudah-mudahan Allah SWT bisa menunjukkan jalan yang lurus kepada pengemban amanat yang bertaqwa (yaitu) seperti jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. Sehingga persoalan-persoalan kesejahteraan sosial, masalah kesenjangan, kemiskinan, dan ketertinggalan dari sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya warga transmigran dan masyarakat di sekitarnya bisa teratasi. Mudah-mudahan ini menjadi komitmen kita bersama. Amien...
Yupiter Ersan
Kepala Seksi Pengkajian Subdit PSSP Dit. PSPK
VOLUME II NO.14
OKTOBER - DESEMBER 2008
15
Realita
Rumusan Rakernis Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan Bidang Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian Tahun 2008
Dokumentasi WARTA PERENCANA
*) Edy Saputra Munthe
R
apat Kerja Teknis Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan Bidang Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian Tahun 2008 diselenggarakan berdasarkan Keputusan Sekretaris Jenderal Nomor KEP.509 /SJ/VII/2008 tentang Pembentukan Panitia Pelaksana Rapat Kerja Teknis Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan Bidang Ketransmigrasian Tahun 2008 pada tanggal 23 - 25 Juli 2008 bertempat di Garden Permata Hotel, Jl. Lemahneundeut No.7 Setrasari, Bandung. Rapat Kerja Teknis Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan ini dihadiri oleh 97 orang peserta Daerah yang melaksanakan tugas pelaporan bidang Ketenagakerjaan dan Ketrans migrasian pada Dinas Provinsi, dan unsur Pusat yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang Program Evaluasi dan/atau Pelaporan di lingkungan Depnakertrans, dengan Pembicara dari Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan/Bappenas. Tujuan dari Rapat Kerja Teknis Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan Bidang Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian adalah untuk: 1. Mengetahui seberapa jauh pelaksanaan program bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian pada tahun 2008 (posisi Juni 2008); 2. Mengetahui mekanisme sistem pelaporan pelaksanaan program dan kegiatan serta kendalanya; dan 3. Merumuskan solusi permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan program bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian maupun sistem pelaporan. Setelah mendengar dan memperhatikan arahan Sekretaris Jenderal Depnakertrans, dan masukan dari narasumber serta peserta Rapat Teknis pada Sidang Pleno maupun Sidang Desk, hasil rumusan Rapat Kerja Teknis
16
VOLUME II NO.14
OKTOBER - DESEMBER 2008
Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan Bidang Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Dalam rangka reformasi birokrasi bahwa pelaporan mempunyai manfaat yang strategis bagi pimpinan dalam menetapkan kebijakan dan sekaligus untuk menilai kinerja dari satuan unit kerja serta merupa kan pertanggungjawaban suatu instansi pemerintah terhadap publik. 2. Dari evaluasi pelaksanaan pelaporan anggaran bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian tahun 2008 bahwa rata-rata pencapaian penyerapan anggaran sampai dengan Juni 2008 sebesar 26,29%. Kendala yang dihadapi rendahnya penyerapan anggaran pada tahun 2008, yang disebabkan: a. Adanya keterlambatan revisi DIPA akibat adanya ketentuan penghematan anggaran APBN sebesar 10% dari Departemen Keuangan Republik Indonesia; b. Tingginya frekuensi mutasi pejabat, khususnya Ke pala Dinas yang berpengaruh terhadap perubah an KPA/PPK/Bendahara, dengan ditetapkannya PP NO. 41 Tahun 2007 tentang Perangkat Daerah; c. Sebagian besar proses pengadaan barang dan jasa masih dalam proses pelelangan; d. Kesiapan sumber daya manusia (SDM) dalam pelak sanaan program dan anggaran masih terbatas. 3. Solusi untuk mempercepat penyerapan anggaran tahun 2008 perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: a. Telah ditindaklanjuti percepatan proses revisi DIPA melalui surat dari Depnakertrans ke Departemen Keuangan RI; b. Perubahan nomenklatur dan struktur organisasi di daerah diupayakan tidak mengganggu pelaksanaan
Warta PERENCANA
Realita program dan anggaran; c. Dilakukan Bimtek Pengadaan Barang dan Jasa serta pembinaan pelaksana anggaran dan percepatan proses pelelangan; d. Diupayakan diselenggarakan rapat pengendalian di tingkat provinsi oleh dinas provinsi secara reguler (bulanan, triwulanan dan semester) dalam rangka mengevaluasi dan mengetahui yang melibatkan dinas kabupaten/kota; 4. Kendala-kendala yang dihadapi dalam penyampaian laporan bidang ketenagakerjaan dan ketransmi grasian dari dinas provinsi ke pusat adalah: a. Dukungan anggaran untuk pelaporan terdapat pada unit pelaksana/satker dan dananya terbatas, dan pemanfaatannya terbatas untuk kebutuhan pelaporan di Satker; b. Frekuensi mutasi pejabat di daerah termasuk pejabat/staf yang melaksanakan tugas dan fungsi pelaporan sangat tinggi sehingga hal ini ber dampak pada kelancaran pelaksanaan pelaporan; c. Terbatasnya SDM baik pejabat/staf yang melaksanakan pelaporan termasuk penguasaan teknologi informasi, sarana dan prasarana; dan d. Pelaporan dari kabupaten/kota belum berjalan dengan baik ke provinsi akibat belum adanya kesadaran kabupaten/kota untuk melaporkan secara berkesinambungan dan sebagai akibat tidak adanya hirarki secara langsung. Untuk mengatasi kendala tersebut, ke depan perlu ditempuh langkah-langkah sebagai berikut: a. Guna mendukung kegiatan penyusunan pelaporan pelaksanaan tugas pada masing-masing Stasker, telah diterbitkan surat a.n. Menakertrans No. 171/MEN-SJ/III/2008 yang ditujukan kepada Kepala Dinas Provinsi yang isinya menyatakan bahwa “untuk mendukung kelancaran penyusunan laporan dari Dinas Provinsi agar mengalokasikan anggaran untuk mendukung kegiatan pelaporan yang anggarannya tersedia pada masing-masing pengelola program”. b. Wacana yang berkembang dari peserta Rapat Teknis Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan Bidang Ketenaga kerjaan dan Ketransmigrasian bahwa untuk kebutuhan alokasi anggaran pelaporan pada tahun 2009 dapat dilakukan dengan alternatif: 1) Alokasi anggaran disusulkan dipusatkan di Biro Perencanaan, Setjen Depnakertrans yang selanjutnya di SKO kan ke Dinas Provinsi; 2) Alokasi anggaran pada masing-masing Satker untuk kebutuhan penyusunan laporan ditegaskan dalam DIPA dengan menguraikan pelaporan berdasarkan Permen 33A Tahun 2006. c. Dalam rangka penyusunan pelaporan perlu dilakukan sosialisasi dan bimbingan teknis Permen
33 A Tahun 2006 bagi komunitas pelaporan di Dinas Provinsi, Kabupaten/Kota; d. Untuk menjalin kerjasama yang harmonis antara penanggung jawab pelaporan di Dinas Provinsi dengan penanggung jawab di Kabupaten/ kota perlu dilakukan pertemuan teknis di Kabupaten/ Kota, atau sebaliknya di Provinsi;. 5. Dasar pelaksanaan sistem pelaporan bidang ketenaga kerjaan dan ketransmigrasian berpedoman pada: a) Inpres No. 7 Tahun 1999 tentang Laporan Akuntabilitas Kinerja; b) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah; c) Peraturan Pemenrintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan; d) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 33A/MEN/XII/2006 Tahun 2006 tentang Sistem Pelaporan Bidang Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian; dan e) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan; f) PP. No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan rencana Pembangunan Daerah. 6. Ketentuan dalam PP. No. 7 Tahun 2008 bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah yang secara sengaja dan atau lalai dalam menyampaikan laporan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan decara triwulan dapat dikenakan sanksi berupa penundaan pencairan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan untuk berikutnya atau penghentian alokasi dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan untuk tahun berikutnya; 7. Untuk membantu dan mempermudah bagi komunitas pelaporan dalam penyampaian laporan pelaksanaan tugas setiap bulan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, maka Biro Perencanaan telah menyusun sistem aplikasi pelaporan yang merujuk pada Permen akertrans No. 33 A Tahun 2006. Pelaksanaan sistem aplikasi pelaporan ini akan disosialisasikan ke daerah; 8. Untuk sepenuhnya agar laporan keuangan Depnaker trans pada tahun 2008 dapat dikategorikan nondisclaimer dibutuhkan kedisiplinan dan ketaatan dalam menyampaikan laporan dari satuan kerja pusat maupun daerah baik itu laporan pelaksanaan tugas, laporan SAI dan laporan SABMN.
Warta PERENCANA
Edy Saputra Munthe
Kasubbag Evalap III Bagian Evalap Biro Perencanaan VOLUME II NO.14
OKTOBER - DESEMBER 2008
17
Realita
Kinerja Keberhasilan UPT
Foto-foto : Dokumentasi WARTA PERENCANA
*) Bachrudin Effendi
Empat parameter utama yang harus dinilai yaitu Ekonomi, Sosial Budaya, IIntegrasi Sosial dan Keaktifan dan Pelayanan Lembaga Sosial. Masing-masing parameter dijabarkan lagi ke dalam beberapa indikator.
P
embangunan Transmigrasi dapat dikatakan dimulai dari pembangunan Unit Permukiman Transmigrasi (UPT). Pada era Kabinet Indonesia Bersatu atau dalam kurun waktu 2005 - 2008 ini tidak kurang dari 170 UPT baru. Selain itu masih ada UPT yang dibangun pada tahun-tahun sebelumnya yang masih dalam tahap pembinaan oleh Depnakertrans. Ketika suatu UPT ditetapkan untuk dibangun, maka calon transmigran juga dipersiapkan sebelum nantinya mereka dipindahkan ke UPT tersebut. UPT yang sudah ada trans migrannya, selanjutnya dibina oleh Depnakertrans maupun Dinas yang menangani ketransmigrasian hingga menuju tataran berhasil. Untuk menentukan keberhasilan UPT, tentunya ada besaran-besaran tertentu yang bisa diukur sehingga penetapan keberhasilan UPT ini tidak berdasarkan intuisi tetapi berdasar
18
VOLUME II NO.14
kan tolok ukur yang rasional. Namun secara praktis, seringkali keberhasilan UPT ini diukur berdasarkan hasil produksi UPT atau kesejahteraan transmigrannya. Padahal kita tahu bahwa tujuan pembangunan trans migrasi tidak hanya bertumpu pada kesejahteraan transmigran saja namun ada hal-hal lain yang perlu diperhatikan antara lain masalah pengembangan wilayah, keamanan, persatuan dan lain-lain.
Kepmen 06/1999
Untuk mengukur atau menilai keberhasilan suatu UPT, Depnaker trans telah memiliki dan menetapkan suatu perangkat (tool) berupa Kepmen 06/1999 yang berlaku sampai dengan saat ini (belum ada perangkat kebijakan lain sebagai penggantinya). Kepmen tersebut disusun dengan terlebih dahulu dilakukan sejumlah penelitian berikut
OKTOBER - DESEMBER 2008
Warta PERENCANA
uji coba yang memerlukan tidak saja anggaran yang cukup besar namun juga dalam waktu yang cukup lama. Belakangan banyak orang yang sebenarnya tidak mengetahui atau belum memahami benar mengenai Kepmen 06 ini berkomentar bahwa Kepmen tersebut tidak valid untuk dijadikan tool dalam menilai keberhasilan suatu UPT. Kepmen 06/1999 tersebut menetap kan empat Parameter Utama yang harus dinilai yaitu 1) Ekonomi, 2) Sosial Budaya, 3) Integrasi Sosial dan 4) Keaktifan dan Pelayanan Lembaga Sosial. Masing-masing parameter dijabarkan lagi ke dalam beberapa indikator (secara keseluruhan ada 19 indikator). Diyakini pilihan indikatorindikator yang harus dinilai tersebut mewakili secara keseluruhan dari tujuan penyelenggaraan program transmigrasi. Masing-masing indikator ini mempunyai bobot yang berbeda-beda sesuai dengan besar dampak yang ditimbulkan dalam pengaruhnya terhadap keberhasilan suatu UPT. Semestinya, bila ada keraguan mengenai ‘kecanggihan’
Realita Kepmen tersebut harus mengkritisi indikator-indikator tersebut berikut alasannya. Di dalam menghitung keber hasilan UPT tersebut dibutuhkan sejumlah elemen data. Data tersebut tidak perlu lagi harus dikumpulkan secara tersendiri karena Pusdatintrans telah memiliki database Ketransmigrasian Berbasis UPT yang sebagian datanya dapat digunakan dalam perhitungan/penilaian keberhasilan UPT seperti yang dimaksud dalam Kepmen 06 tersebut. Database Ketransmigrasian yang terdiri dari ratusan elemen data ini dikumpulkan setiap tahun dalam format Data Perkembangan UPT (Datin-01) dan Data Kesejahteraan Transmigran (Datin-02).
Penyerahan (Pengakhiran Status) UPT
Keberhasilan UPT ini merupakan syarat utama dalam penyerahan atau pengakhiran Status UPT. Bilamana UPT yang akan diakhiri Status (pembinaannya oleh Depnakertrans) dinilai belum/ tidak berhasil, artinya UPT tersebut belum bisa diserahkan/diakhiri statusnya. Penilaian dengan Kepmen 06/1999 tersebut dengan jelas menunjuk parameter atau indikator mana yang menyebabkan UPT tersebut tidak/ kurang berhasil. Hal ini tuntunya akan memudahkan di dalam penanganan masalah sehingga ke depan kinerja UPT tersebut dapat diperbaiki. Bapak Menteri pada tahun ini telah membuat kebijakan agar UPT Bina dengan usia lebih dari 5 tahun untuk segera diserahkan/diakhiri statusnya. Dengan pertimbangan berbagai hal, telah ditetapkan sebanyak 156 UPT yang harus segera
diserahkan/diakhiri statusnya dalam kurun waktu 2008-2009. Untuk mendukung kebijakan tersebut, akan sangat tepat bilamana kita mewajibkan penilaian keberhasilan UPT dengan menggunakan Kepmen 06 ini. Karena hasil Evaluasi dengan Kepmen ini menunjukkan dengan jelas indikator apa yang mempengaruhi, bilamana UPT tersebut belum berhasil. Hal ini nantinya menjadi ‘hutang’ Departemen kepada Daerah untuk tetap diselesaikan meskipun UPT tersebut telah diakhiri status binanya.
Aplikasi EVALKIN
Karena banyaknya indikator yang harus dihitung, seringkali orang menyangka bahwa proses penghitungannya sangat sulit. Sebenarnya tidak demikian halnya. ‘Ala bisa karena biasa’. Bila saja kita telah mulai mencoba, sesungguhnya penghitungannya cukup mudah. Hanya saja memang memerlukan waktu yang cukup ‘lumayan’ lama. Untuk mengatasi hal ini biasanya Dinas ‘menyuruh’ Perguruan Tinggi untuk membantu menghitung atau mengevaluasi keberhasilan UPT ini. Menyadari ‘kerepotan’ dalam menghitung/menilai keberhasilan UPT ini, Pusdatintrans telah memiliki suatu aplikasi yang dinamakan Aplikasi EVALKIN. Dalam pengoperasiannya, Aplikasi ini cukup mengimpor data dari Aplikasi Data Base Ketransmigrasi an. Jadi tidak diperlukan lagi pengumpulan dan entry data lagi. Dengan demikian, untuk menetapkan keberhasilan UPT dapat dilakukan dengan mudah, cepat dan akurat, bukan lagi menjadi ‘momok’ yang menakutkan.
Sosialisasi dan Bimtek
Dalam dua tahun terakhir, Pus datintrans aktif melakukan Sosialisasi sekaligus Pembinaan Teknis (Bintek) mengenai Kepmen 06/1999 berikut Aplikasi Data Base Ketransmigrasian dan Aplikasi EVALKIN, di hampir seluruh Provinsi daerah tujuan Transmigrasi. Kegiatan ini juga diikuti oleh Pejabat/Staf yang menangani masalah Data dan Infor-
Warta PERENCANA
masi Ketransmigrasian dari beberapa Kabupaten. Dalam kegiatan ini, aplikasi-aplikasi tersebut dibagikan, diinstall ke dalam komputer yang ada di Dinas dan nantinya dapat dioperasikan sendiri oleh staf Dinas masing-masing. Dengan demikian diharapkan Dinas akan mempunyai Data Base Ketransmigrasian berbasis Teknologi Informasi yang memungkinkan pengelolaan Data dan Informasi akan dapat dilaksanakan dengan mudah, murah, cepat dan valid. Meskipun telah dilakukan Sosial isasi dan Bintek, diakui hasilnya belum memuaskan. Hal ini terutama masalah konsistensi di dalam penugasan staf serta adanya ‘mobilitas’ yang sangat tinggi di organisasi pemerintahan daerah. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi Pusdatintrans dalam kaitannya dengan peningkatan kinerja pengelolaan data dan informasi ketransmigrasian utamanya dalam penilaian kinerja UPT. Selain hal tersebut, disadari bahwa mobilitas yang tinggi dalam mutasi pegawai juga terjadi di Departemen terutama pada unit yang menangani ketransmigrasian. Hal ini tidak mustahil mengakibatkan unit kerja teknis yang seharusnya menggunakan Kepmen 06/1999 ini untuk mengukur kinerja dalam kaitannya dengan pembinaan UPT tidak menggunakan lagi Kepmen 06/1999 ini dikarenakan tidak ada lagi yang bisa/tahu cara mengoperasikan (menggunakannya). Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Pusdatintrans beserta orangorang yang mengerti dan memahami fungsi Kepmen 06/1999 ini perlu untuk mengadakan sosialisasi atau workshop di lingkungan pejabat atau staf terutama yang berhubungan dengan pembinaan transmigrasi seperti di Ditjen P2MKT dan Biro Perencanaan atau yang lainnya.
Bachrudin Effendi Staf Pusdatintrans
VOLUME II NO.14
OKTOBER - DESEMBER 2008
19
Info
mangkir, bersilaturahmi di kampung halaman
Gatot M. Sutejo
*) Tuty Kiman
Suasana lebaran masih terasa di lingkungan kantor lembaga pemerintah. Pada hari pertama kerja setelah cuti bersama lebaran, ruang kerja masih lengang. Banyak pegawai yang masih belum hadir. Inspeksi mendadak (sidak) yang semula dianggap ampuh guna menegakkan disiplin di kalangan pegawai pemerintah ternyata tidak berpengaruh banyak. Mengapa sampai terjadi demikian?
Cuti bersama, pertimbangan bersama?
Pemerintah bersikukuh telah mengeluarkan kebijakan libur nasional lebaran tahun 2008 selama 9 (sembilan) hari akan cukup untuk berlibur dan bersilaturahmi dengan sanak keluarga di kampung halaman. Cuti bersama ini pun dapat diperpanjang dengan mengambil ’jatah’ cuti tahunan. Namun, untuk mengambil cuti tersebut ada kebijakan tersendiri, yaitu tiap-tiap unit kerja hanya boleh mengizinkan maksimal 20% dari jumlah pegawai
20
VOLUME II NO.14
di lingkungan unit tersebut. Bisa dibayangkan, sulitnya menetapkan pegawai yang diizinkan cuti. Bila ditotal dengan cuti tahunan yang khusus diambil, pegawai yang ‘beruntung’ bisa bercengkrama dengan keluarga di kampung halaman dengan agak tenang. Waktu libur nasional di Indonesia memang cukup banyak dan bila digabungkan akan menjadi suatu jangka waktu libur panjang. Sayangnya waktu tersebut tidak tergabung menjadi suatu rangkaian libur panjang, tetapi terputus-
OKTOBER - DESEMBER 2008
Warta PERENCANA
putus karena terdiri dari berbagai hari libur peringatan nasional dan keagamaan. Akibatnya, bila seorang karyawan memerlukan waktu untuk menyelesaikan suatu keperluan pribadi, yang bersangkutan akan mengalami kesulitan, karena waktu cuti tahunannya sudah hampir habis dan/atau yang tersisa tidak lagi mencukupi kebutuhannya.
Mudik Lebaran
Liburan lebaran merupakan waktu yang dinantikan oleh sebagi an besar warga negara Indonesia yang umumnya menganut agama Islam. Masa liburan inilah yang sepenuhnya dimanfaatkan untuk bersilaturahmi di kampunghalaman. Kota-kota besar akan lengang, karena penduduk yang melakukan tradisi mudik-lebaran. Para pemudik ini umumnya ting-
gal dan mencari nafkah di kotakota besar dengan akar keluarga mereka tinggal di tempat lain yang mungkin secara jarak tidak terlalu jauh, namun waktu tempuh yang diperlukan cukup lama, tergantung pada sarana, prasarana yang tersedia dan, utamanya, kemampuan finansial masing-masing. Sarana transportasi darat yang dipergunakan para pemudik selain kereta api adalah kendaraan bermotor pribadi roda 4 dan roda 2. Jenis kendaraan pribadi yang belakangan disebut selama tiga tahun terakhir merajai jalanan. Para pengendara ini kadang kurang memperhatikan keselamatan dan kenyamanan selama di perjalanan. Satu unit sepeda motor, misalnya, tidak jarang berpenumpang empat orang yang merupakan satu keluarga dan dengan perlengkapan perlindungan yang minim. Anak sulung biasanya berada di depan, tanpa pelindung kepala (helmet) dan baju yang memadai, dan si adik duduk-dijepit di antara kedua orang tuanya. Belum lagi barang yang dibawa. Pakaian keperluan lebaran dan oleh-oleh untuk sanak keluarga memenuhi setiap milimeter yang tersisa, bahkan sering melebihi badan kendaraan. Kalau sudah begini, pertimbangan akan keselamatan dan kenyamanan sudah tidak ada lagi. Lelah dan kantuk sering tidak tertahankan. Tidak heran bila kecelakaan kendaraan jenis ini banyak terjadi selama masa mudik. Kendaraan bermotor roda-4 pun tidak sedikit yang mengalami kecelakaan. Beban kendaraan ini pun tidak jarang melebih kapasitas yang seharusnya. Mahalnya biaya transportasi dan sulitnya mendapat kan tiket dari sarana transportasi lainnya, membuat tidak ada lagi diperhitungkan keselamatan dan kenyamanan; yang terlintas di benak hanya dapat dan cepat sampai ke kampung halaman, bertemu sanak keluarga. Akibatnya, pengemudi dan penumpang berada dalam kondisi tidak nyaman.
PIKIRAN RAKYAT
Info
Apabila mempergunakan sarana transportasi umum, banyak kendaraan yang sudah tidak laik jalan namun dipaksakan untuk beroperasi. Kondisi perekonomian nasional yang belum pulih, mengakibatkan mahalnya harga sukucadang kendaraan, sehingga sulit mengharapkan kendaraan umum yang benar-benar dalam kondisi baik. Kondisi para pengemudi dan awak kendaraan juga merupakan faktor utama dalam menentukan keamanan dan kenyamanan. Ke sehatan dan kenyamanan mereka harus sangat diperhatikan, meng ingat sedikit kelalaian yang mereka lakukan, akan banyak nyawa yang dipertaruhkan. Diberlakukannya pemeriksaan kesehatan bagi para awak sarana transportasi umum merupakan suatu langkah yang patut diacungkan jempol. Kondisi jalan yang tidak memadai juga memperparah perjalanan mudik. Hujan lebat dan banjir yang terjadi beberapa waktu sebelumnya membuat banyak ruas jalan dan jembatan rusak. Belum lagi banyak nya kendaraan berat dengan beban melebihi kapasitas jalan yang melintasi jalan dan/atau jembatan tersebut. Sementara perbaikan yang dilakukan belum sepenuhnya selesai atau bahkan justru membuat jalan dan/atau jembatan
Warta PERENCANA
lebih buruk lagi karena peralatan dan material perbaikan ditinggalkan begitu saja di pingir jalan. Bahkan pada ruas jalan tertentu, sebagian badan jalan ditutup dan dimanfaatkan para pedagang kaki lima untuk menggelar barang dagangannya dan mendirikan ’pasar tumpah’. Mereka mencoba memanfaatkan kesempatan untuk mengais keuntungan guna mampu mewujudkan UPGK (upaya peningkatan gizi keluarga) di hari raya. Sebenarnyalah mereka harus mengais rizki mengingat persaingan yang tajam antar para PKL dan kesempatan yang langka –hanya setahun sekali– untuk memperoleh rizki lebih. Sarana lin yang banyak dipilih pemudik adalah kereta-api. Untuk memperoleh kesempatan ini, mereka harus berjuang jauh sebelum waktu keberangkatan. Tidak sedikit mereka harus menginap di stasiun demi lembaran tiket yang akan membawa nya ke tanah kelahiran. Mereka yang beruntung mendapatkan kesempat an mempergunakan kereta api juga belum terjamin kenyamanan dan keselamatannya. Kemampuan fiansial terbatas, mempersempit pilihan untuk menikmati dua hal tadi. Pada saat itu kereta-api jenis ekonomi dan bisnis sudah tidak tampak lagi wujudnya, tertutup
VOLUME II NO.14
OKTOBER - DESEMBER 2008
21
PIKIRAN RAKYAT
Dokumentasi WARTA PERENCANA
Info
manusia yang ingin berlebaran. Tapi hanya itu yang mampu diraih. Selain itu, jalur rel kereta api pun harus mendapat perhatian. Bantalan rel dan mur/baut nya harus terpasang dan terikat erat, agar tidak ada lagi gerbong yang keluar dari jalurnya, dan berakibat pada penundaan kedatangan dan/ atau keberangkatan kereta api. Layanan jasa khusus pun telah diberikan oleh pihak swasta. Mereka memberikan secara cuma-cuma berupa bus gratis dari Jakarta ke kotakota tertentu di Jawa dan Sumatera, misalnya, informasi situasi lalu-lintas, obat-obatan dan tempat istirahat, bahkan jasa pemijatan. Bahkan ada sebuah perusahaan yang memberikan layanan mudik lebaran gratis dengan sarana transportasi pesawat udara, kapal laut, bus, dan fasilitas kenyamanan berkendara bagi mereka yang mempergunakan sepeda motor. Namun angka kecelakaan lalu-lintas masih tetap tinggi. Kecelakaan ini tidak hanya membuat korbannya luka-luka, bahkan tidak sedikit yang harus kehilangan nyawa.
tidak ada lagi alasan mangkir bila...
Cuti lebaran bersama nampaknya tidak dapat disesuaikan lagi. Apabila para pemudik ini diharapkan kembali hadir bekerja tepat waktu, banyak hal yang harus dibenahi, dan bukan menjadi tanggung jawab pemerin tah semata. Keterlibatan langsung pihak swasta dan masyarakat, merupakan bagian yang tidak da-
22
VOLUME II NO.14
pat dipisahkan dalam menciptakan kondisi ini. Segenap pihak harus memahami dan menegakkan kebijakan dan peraturan yang telah diberlakukan. Dalam hal prasarana dan sarana transportasi, pemerintah dan swasta harus lebih cermat lagi dalam merencanakan perbaikan jalan. Perhitungan waktu, tenaga dan biaya harus benar-benar dicermati, sehingga prasarana transportasi sudah dalam kondisi yang layak pada saat puncak jalur mudik terjadi. Jalur pantai utara (pantura), misalnya, seharusnya dibenahi jauh sebelumnya dan dengan dirancang untuk suatu konstruksi permanen dan dilengkapi dengan saluran air. Dengan rancangan permanen dimaksudkan untuk menghindari pemborosan biaya, waktu dan tenaga. Sementara masyarakat harus berperan aktif dalam memelihara kondisi fasilitas umum yang tersedia. Mereka harus memahami bahwa badan jalan dan sungai bukan tempat-sampah, dan trotoar (pavement) adalah tempat untuk pejalan-kaki bukan untuk berdagang atau kendaraan bermotor roda-2. Rambu dan marka jalan harus menjadi perhatian dan dipatuhi para pengguna jalan. Para pengusaha bus, perusahaan kereta-api, maskapai kapal laut dan udara, serta anggota masyarakat harus pula mempersiapkan armada kendaraan dan awaknya. Juga harus diperhitungkan daya tampung/dukung armada angkutan dengan animo masyarakat yang
OKTOBER - DESEMBER 2008
Warta PERENCANA
akan mempergunakan layanan jasa tersebut. Selain itu, khususnya bagi pihak pengelola kereta-api, harus tegas menjalankan komitmen yang sudah disepakati. Gerbong yang seharusnya diperuntukan bagi kaum lanjut usia (lansia), perempuan hamil atau menyusui hendaknya benar-benar diisi oleh mereka yang berhak. Bila untuk mendapatkan haknya harus bersaing dengan mereka yang masih muda dan kuat, sudah tentu kaum lansia tidak akan berkesempatan. Kesemua itu, memerlukan perhatian khusus lainnya dan harus dilakukan secara berkesinambungan agar apa yang diharapkan oleh pengguna dan penyedia jasa benar-benar terwujud. Apabila sarana dan prasana trasportasi telah dipersiapkan dengan baik, pengguna fasilitas sadar akan hak dan kewajibannya, tidak akan ada lagi karyawan yang mangkir setelah cuti lebaran dengan alasan belum mendapat kendaraan balik-mudik atau terjebak macet. Utamanya lagi, angka kecelakaan lalu lintas dapat ditekan serendah mungkin. Tercipta mudik lebaran yang lancar, aman dan nyaman.
Tuty Kiman
Staf Bagian Evalap Biro Perencanaan
Sebaiknya Anda Tahu
DISIPLIN *) Tridjoko
A
nda penggemar Lawak Srimulat yang pernah ditayangkan lewat salah satu acara media TV? Pada masa itu, sekitar tahun 1990an tentunya mengenal pelawak Timbul. Dalam salah satu lawakannya, sering kali memelesetkan kata disiplin menjadi diselipin atau dipelisin. Terlepas arti istilah kata kata pelesetan tersebut, yang kita tangkap bahwa untuk mengucapkan kata saja sulit, apa lagi untuk menjalankan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan Purwodarminto, Disiplin didefinisikan sebagai ‘suatu tindakan untuk melaksanakan aturan’. Di negara-negara maju, disiplin sudah menjadi kebiasaan dan ‘makanan’ sehari-hari. Itulah yang menjadi salah satu modal dasar bagi negara-negara maju sehingga mereka lebih maju dibanding negara lain. Di Asia Tenggara, tengoklah Vietnam. Negara yang baru saja merdeka, pertumbuhan ekonominya mengalahkan negara-negara tetangganya yang sudah lama merdeka. Bagaimana dengan kita?
Disiplin di Masyarakat
Tidak usah kita bicara dalam lingkup negara. Lihat saja pelaksanaan disiplin di berbagai kehidupan masyarakat. Apabila kita perhatikan di jalan umum, masih banyak dijumpai kendaraan, baik roda empat maupun roda dua yang saling serobot/mendahului tanpa mengindahkan aturan dan etika berlalulintas. Trotoar yang diperuntukkan bagi pejalan kaki digunakan sebagian bahkan seluruhnya oleh para pedagang asongan. Trotoar yang sudah sempit, gilanya lagi... masih seringkali dilewati oleh pengendara sepeda motor untuk menerobos kemacetan. Ironisnya lagi... seorang pejalan kaki hampir terserempet oleh ulah pengendara sepeda motor yang lewat trotoar. Ketika ditegur, justru yang marah adalah si pengendara sepeda motor. A’udzubillah minzalik! Di bidang transportasi udara, apabila Anda dinas atau bepergian mempergunakan pesawat terbang, berapa persen ketepatan waktu keberangkatan pesawat terbang? Belum lagi apabila Anda mempergunakan alat transportasi bus, berapa kali bus berhenti di agen untuk mengambil penumpang? Masih segudang contoh ketidakdisiplinan di jalan khususnya di perkotaan, seperti angkotan kota yang seenaknya mengetem di sembarang tempat, atau pejalan kaki yang menyeberang jalan tidak pada tempatnya.
Disiplin di Birokrasi
Suatu negara dinilai lebih maju, salah satu indikatornya adalah kedisiplinan aparat birokrasinya. Apakah aparat kita sudah taat aturan, khususnya dalam hal kedisiplinan? Kita lihat saja dalam keseharian. Jam kantor yang mestinya masuk pukul 8.00, namun masih banyak pegawai yang datang tidak tepat waktu. Bahkan ada sejumlah pegawai yang timbul tenggelam kehadirannya di kantor. Kadang masuk kantor kadang tidak. Bahkan ada sejumlah pegawai yang tidak masuk sama sekali selama berbulan-bulan. Hebatnya lagi... gajinya tetap dibayarkan dan utuh pula! Apabila ada undangan rapat baik di lingkungan internal kantor atau di luar kantor, sebagian besar masih menggunakan jam karet. Contoh-contoh tersebut hanyalah contoh kecil, dan masih banyak contoh ketidaksiplinan aparat birokrasi.
Penegakan Hukum
Sebenarnya sudah banyak, bahkan terlalu banyak aturan hukum dibuat. Lihat saja aturan hukum di bidang transportasi Undang-Undang Lalu Lintas Jalan Raya, bahkan sampai-sampai dibentuk Komisi Pengawasan Transportasi, dan di bidang birokrasi seperti Peraturan Masalah Disiplin Pegawai. Kembali ke masalah disiplin. Berapapun peraturan perundang-undangan diterbitkan sepertinya hanyalah sebagai peraturan tanpa ada kedisiplinan untuk melaksanakannya. Maksud diterbitkannya peraturan perundang-undangan adalah untuk mengatur sesuatu agar lebih tertib dan baik, bukan adanya peraturan dibikin untuk dilanggar.
Renungan
Apakah kita telah melaksanakan disiplin yang merupakan salah satu persyaratan mutlak untuk dilaksanakan? Disiplin bisa dimulai dari individu, kemudian berkembang menjadi kelompok, komunitas, masyarakat dan seterusnya sampai pada bangsa. Untuk mewujudkan hal tersebut bukanlah sesuatu yang mudah. Hal ini karena kita terbiasa dengan hidup tidak disiplin. Harus ada kemauan politik seluruh lapisan masyarakat. Tanpa itu semua, sulit rasanya melihat negara Indonesia sejajar dengan negara maju lainnya.
Warta PERENCANA
Drs. Tridjoko
Kasubbag Evalap I Bagian Evalap Biro Perencanaan
VOLUME II NO.14
OKTOBER - DESEMBER 2008
23
Lensa
Suasana pada acara Rapat Koordinasi Nasional Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI dengan mengambil tema EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM 2008 DAN PEMANTAPAN PROGRAM 2009. Acara ini berlangsung di Ruang Tridharma, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Jl. Gatot Subroto - Jakarta pada tanggal 26 - 27 Agustus 2008. Foto-foto: Dokumentasi WARTA PERENCANA
Rubrik LENSA berisi foto-foto aktifitas komunitas perencana. Redaksi menerima kiriman foto-foto dari seluruh komunitas perencana baik di pusat maupun di daerah untuk dimuat dalam rubrik ini.
24
VOLUME II NO.14
OKTOBER - DESEMBER 2008
Warta PERENCANA