Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara
WARTA MINERBA EDISI XVI ▪ AGUSTUS 2013
Meningkatkan Kinerja
Sub Sektor Minerba Peran Pertambangan Bagi Indonesia
08 Perjalanan Mineral Indonesia Menuju Era Baru
12 Analisis Petrologi Batubara
16 Special Achievement in GIS Awards Penghargan yang diberikan ESRI Inc atas adanya aplikasi Minerba One Map of Indonesia (MOMI) yang diberikan di San Diego USA kepada Ditjen Minerba.
Hal 24
DAFTAR ISI
02
DAFTAR ISI artikel minerba 04
Relevansi “Paradigma Tilton”
08
Peran Pertambangan Bagi Indonesia
12
Perjalanan Mineral Indonesia Menuju Era Baru
16
Analisis Petrologi Batubara
liputan warta 24
Special Achievement In GIS Award
26
19 Th Annual Coaltrans Asia 2013
28
Dua Event Batubara Tingkat Asean di Filipina
32
The 10th ASEAN Senior Official Meeting on Mineral Working Group Meetings (ASOMM WG Meetings) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara
info minerba 34
Harga Batubara Acuan (HBA) Bulan Mei-Agustus 2013
36
Menggelar Potensi, Menggaet Investasi APKASI International Trade And Investment Summit 2013
37
Pelembang Expo 2013 dalam Rangka HUT Kota Palembang ke-1330
38 40
WARTA MINERBA EDISI XVI ▪ AGUSTUS 2013
Meningkatkan Kinerja
Sub Sektor Minerba Peran Pertambangan Bagi Indonesia
08 Perjalanan Mineral Indonesia Menuju Era Baru
Vietnam Ingin Belajar dari Indonesia
12 Analisis Petrologi Batubara
Pelantikan Pejabat Struktural Eselon III dan IV
43
Coffee Morning Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara
44
Membuat Digital Signage Menggunakan Rasberry PI
16 Special Achievement in GIS Awards Penghargan yang diberikan ESRI Inc atas adanya aplikasi Minerba One Map of Indonesia (MOMI) yang diberikan di San Diego USA kepada Ditjen Minerba.
Hal 24
Cover Story
si mino 46
Nilai Tambah untuk Semua
Turunnya perekomian dunia membawa dampak pada sektor pertambangan mineral dan batubara. Dampak yang paling terasa adalah turunnya harga. Namun, di saat kondisi turun tersebut, justru pemerintah memiliki pekerjaan rumah besar dalam menata sub sektor pertambangan mineral dan batubara.
PENGATAR REDAKSI
03
Semangat Baru
Warta Minerba Edisi XVI EMAIL:
[email protected]
WEBSITE: www.djmbp.esdm.go.id
Pembaca Warta Minerba yang Budiman, Pada edisi tengah tahun 2013 ini kami mengangkat tema OPTIMISME DI TENGAH BADAI KELESUAN EKONOMI DUNIA. Tema ini tepat sekali menggambarkan kondisi pertambangan di Indonesia. Pasar pertambangan dunia memang tengah dilanda cobaan, terutama akibat harga komoditi yang sedang turun. Namun begitu, kinerja sub sektor Mineral dan Batubara justru harus tetap tampil prima. Selain masalah harga komoditi, hal lain yang menjadi tantangan pada periode ini adalah tentang wilayah pertambangan dan peningkatan nilai tambah. Untuk itu, Direktorat Jenderal Mineral Batubara melakukan reorgani-
sasi pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara yang bertujuan untuk menumbuhkan semangat baru dan segera melakukan peningkatan kinerja di segala sektor. Ditjen Minerba terus menata dan meningkatkan pengelolaan pertambangan Mineral dan Batubara. Hal ini dilakukan agar pemanfataan pertambangan tidak hanya menguntungkan negara, pengusaha maupun investor. Namun, rakyat dan bangsa Indonesia secara keseluruhan harus mendapat manfaat nyata juga. Peningkatan hubungan kerja sama dengan Luar Negeri merupakan salah satu upaya Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara untuk dapat meningkatkan kinerja dalam segi pengelolaan. Ajang kerja
sama tersebut dimanfaatkan pula untuk mengundang investor asing bergabung dalam kegiatan pertambangan di Indonesia. Dalam edisi kali ini kami akan menyajikan beberapa informasi kegiatan kerja sama Indonesia dengan negara lain, terutama Negara ASEAN. Kami juga sajikan liputan event internasional penerimaan Special Achivement in GIS Award untuk Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara di San Diego-USA. Kami ucapkan selamat membaca Warta Minerba Edisi XVI kali ini. Semoga semangat baru yang tengah dibangun di Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara tetap menyala bersama artikel-artikel menarik yang kami sajikan di edisi kali ini.
warta minerba
warta minerba
Diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Penasehat Dr. Ir. Thamrin Sihite
Penanggung Jawab Ir. Harya Adityawarman
Koordinator Redaktur Ir. Sujatmiko Fadli Ibrahim, SH Chaerul A. Djalil, S.Sos
Editor Drs. Tri Priyono, MT Helmi Nurmalaiki, SH Drs. Rokhmadin Rina Handayani, ST Irfan. K, ST
Redaktur Pelaksana Yanna Hendro Kuncoro, ST Dra. Samsia Gustina, Msi Benny Hariyadi, ST
Penulis Artikel Asgan Riza Nasrullah Darsa Permana Dr. La Ode Tarfin Jaya, ST., MT Mohamad Anis, ST., MM. Muhammad Nasarudin Parlindungan Sitinjak, ST Rina Handayani Satyo Nareworo, Surya Herjuna, S.Hut Yanna Hendro K. Yunita Siti Indarwati
Fotografer Satyo Naresworo, S.IP
Sekretariat Nurmala Parhusip, B.Sc Sri Kusrini Iko Desy Anggareni, SH Wawan Supriawan, SH Ir. Hildah, MM Salman Akira Togi, SM
Desain & Layout Irfan K. ST
Alamat Redaksi Jl. Prof. Dr. Supomo, SH No. 10 Jakarta 12870 Telp: +62-21 8295608 Fax: +62-21 8315209, 8353361
Website www.djmbp.esdm.go.id
E-mail
[email protected]
ARTIKELMINERBA
04
Relevansi
“Paradigma Tilton”
Terhadap Kebijakan Peningkatan Nilai Tambah Komoditi Mineral di Indonesia
Dr. La Ode Tarfin Jaya, ST., MT Staf Bagian Rencana dan Laporan Sesditjen Minerba
ARTIKELMINERBA
05
Sumber: Lydall (2010) dalam State Intervention In The Mineral Sector (2012)
P
ersaingan akses terhadap sumberdaya alam menjadi pusat konflik dan kerap mengemuka sebagai isu sensitif internasional. Dalam konteks saat ini, ketika sumber daya alam khususnya sumberdaya mineral keberadaannya (availability) semakin langka. Ditambah lagi dengan meningkatnya permintaan akan bahan baku komoditas mineral. Semua ini membutuhkan strategi yang pas dalam mengatur rencana aksi untuk mengidentifikasi sumber daya baru, mempertahankan kontinuitas di dalam pasokan dan pengembangan teknologi untuk daur ulang.
Keterkaitan Industri Mineral
ARTIKELMINERBA
06
Seorang pakar ekonomi mineral, Professor John Tilton, mengidentifikasi dua paradigma yang berlawanan yaitu: “Fixed Stock” dan “Opportunity Cost” dalam menguji masalah kelangkaan mineral (mineral scarcity).
Setiap kebijakan yang dibuat hari ini akan berdampak pada generasi mendatang. Sebagian besar negara-negara berkembang menyuarakan adanya tata kelola sumberdaya mineral baru untuk membuka kran investasi dan pertumbuhan ekonomi dengan tetap mengedepankan kepentingan nasional guna pemenuhan kebutuhan dalam negerinya masing-masing. Sejatinya merencanakan dan selanjutnya menetapkan sebuah kebijakan pengelolaan sumberdaya mineral memerlukan pemahaman tentang kuantitas dan kualitas potensi sumberdaya mineral yang dimiliki, kelayakan komersialnya serta harapan untuk produksinya di masa depan serta yang tak kalah pentingnya adalah manfaat ekonomi terbesar yang dapat dihasilkan. Seorang pakar ekonomi mineral, Professor John Tilton, mengidentifikasi dua paradigma yang berlawanan yaitu: “Fixed Stock” dan “Opportunity Cost” dalam menguji masalah kelangkaan mineral (mineral scarcity). Hal itu ia ungkapkan dalam beberapa artikelnya, semisal Depletion and the Long-Run Availability of Mineral Commodities dan Is Mineral Depletion A Threat to Sustainable Mining? Menurut Tilton, paradigma “Fixed Stock“, khusus komoditas mineral logam, asasinya tidak habis ketika dipergunakan sehingga mekanisme daur ulang (re-cycle) dan penggunaan kembali (re-use) sangat memungkinkan. Dengan demikian aspek kelangkaannya (scarcity) bukan pada ketersediaan fisik komoditas itu sendiri. Mekanisme substitusi merupakan alternatif untuk mengurangi terjadinya deplesi pada komoditas tertentu, karena menyediakan pilihan alternatif kepada pengguna komoditas mineral logam tertentu. Substansi paradigma “Fixed Stock” ini sesungguhnya memberikan penekanan bahwa aspek teknologi dan mekanisme pasar berpengaruh positif terhadap perkembangan jumlah cadangan mineral, sehingga kelangkaan sumberdaya mineral adalah sesuatu yang tidak terelakkan seiring dengan pertumbuhan penduduk dan keragaman jenis konsumsi mineral. Sementara paradigma “opportunity cost” menurut Tilton, membiarkan cadangan bahan galian potensial di dalam tanah. Dengan memanfaatkan sifat kelangkaannya maka harga riil komoditas mineral meningkat terus-menerus seiring dengan peningkatan biaya untuk ekstraksinya. Dengan demikian, secara perlahan akan menghilangkan permintaan
terhadap beberapa jenis komoditi mineral pada tingkat pengguna akhir karena terlalu mahal untuk digunakan. Dengan kata lain deplesi ekonomi bisa lebih dahulu terjadi dibandingkan dengan deplesi secara fisik. Selain itu di masa mendatang ketika terjadi peningkatan kebutuhan untuk mengeksploitasi kadar mineral yang lebih rendah, lokasi yang lebih terpencil, dan lebih sulit untuk eksploitasi cadangan dari sisi teknologi akan cenderung mendorong peningkatan biaya dan harga komoditas mineral dari waktu ke waktu. Ketersediaan jangka panjang komoditas mineral akan ditentukan oleh adu cepat antara peningkatan biaya sebagai efek deplesi dan penurunan biaya sebagai efek teknologi baru. Dengan kata lain, substansi paradigma “Opportunity Cost” menganggap bahwa teknologi, daur ulang, substitusi dan mekanisme pasar dipercaya menggantikan pengurangan ketersediaan mineral atau singkatnya sumber-sumber pembiayaan untuk eksplorasi akan menjadi langka sebelum kelangkaan mineral itu sendiri. Berpijak kepada dua paradigma di atas, implikasinya memberi alarm bagi setiap negara, termasuk Indonesia, bahwa risiko kelangkaan mineral akan tetap terus terjadi sehingga pemerintah perlu memikirkan antisipasinya. Pilihan waktu ekstraksi dengan menentukan skala prioritas pada jenis mineral tertentu, fokus pada proyeksi penggunaan sumberdaya mineral beserta alokasinya (DMO/domestic market obligation) dalam skala ruang dan waktu, hilirisasi mineral (peningkatan nilai tambah), adalah pilihan langkah antisipasi yang bisa ditempuh oleh pemerintah dalam mengantisipasi
ARTIKELMINERBA
07
adanya kelangkaan sumberdaya mineral yang disebabkan oleh adanya deplesi. Sejalan dengan hal tersebut, maka pilihan kebijakan peningkatan nilai tambah komoditas mineral yang ditempuh pemerintah merupakan intervensi pemerintah yang disengaja untuk memfasilitasi pergeseran dari ekonomi yang berbasis sumber daya (resources base) ke ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge base). Hal ini juga sekaligus menjalankan amanat UU No. 4 Tahun 2009 (UU Minerba). Kebijakan ini ditempuh didasarkan pada tiga hal pokok yaitu: (1) Permintaan pasar akan komoditas mineral; (2) Ketersediaan sumberdaya dan atau cadangan yang dimiliki; (3) Kepentingan nasional terutama pada keamanan pasokan dalam negeri. Kebijakan peningkatan nilai tambah komoditas mineral oleh pemerintah cukup beralasan karena: Pertama, hingga saat ini di Indonesia teridentifikasi sedikitnya terdapat 24 jenis komoditi mineral logam yang memiliki data sumber daya/cadangan termasuk di dalamnya jenis sumberdaya mineral strategis antara lain tembaga, timah, nikel, besi, emas, dan bauksit; Kedua, vitalitas kekuatan suatu negara tergantung kepada kemampuannya untuk mengamankan sumberdaya strategis penting untuk keberlanjutan ekonominya; Ketiga, mengurangi bahkan memutus ketergantungan yang tinggi terhadap impor produk hasil olahan mineral dengan membuat terobosan strategis (strategic breaktrough) baru guna memperkuat stategi geopolitik dalam mengamankan sumberdaya strategisnya terhadap kerentanan perdagangan mineral internasional; Keempat, seperti ditunjukkan pada gambar sebelumnya (Keterkaitan Indusri Mineral), sumberdaya mineral menyediakan mekanisme untuk diversifikasi beragam produk melalui proses industrialisasi dan memberi kesempatan yang penting bagi perekonomian suatu negara untuk beralih ke produk bernilai tambah lebih tinggi beserta jejaring keterkaitan forward dan backward linkage serta side
linkage; Kelima, industri berbasis sumberdaya mineral merupakan sumber utama penciptaan lapangan pekerjaan, keterampilan dan peningkatan penerimaan negara serta perbaikan secara cepat terhadap standar penghidupan masyarakat (standard of living). Beberapa terobosan strategis (stategic breaktrough) berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan peningkatan nilai tambah komoditas mineral yang dapat ditempuh diantaranya adalah: (1) Inventarisasi lokasi dan jumlah potensi mineral logam utama beserta mineral ikutannya beserta unsur-unsur tanah jarang (rare earth element/REE); (2) Memetakan neraca sumberdaya mineral (supply-demand) untuk semua jenis mineral sehingga memudahkan dalam menentukan industri vital dan strategis nasional; (3) Kawasan Timur Indonesia khususnya cluster WP Pulau Sulawesi dan Kepulauan Maluku dan Maluku Utara serta Pulau Papua dengan jumlah cadangan mineral yang dimiliki besar diprioritaskan untuk diberikan relaksasi prosedur pendirian fasilitas pengolahan dan pemurnian untuk menumbuhkan ekonomi regional dan dampak berganda akibat hadirnya kawasan industri berbasis komoditas mineral; (4) Mengingat istilah “mines are made, not discovered” yaitu sumberdaya mineral sebagai kekuatan ekonomi potensial harus bisa ditransformasikan menjadi kekuatan ekonomi riil sehingga pertimbangan pendekatan spasial (spatial approach) menjadi penting yaitu lokasi penambangan tidak terlalu jauh dengan fasilitas pengolahan dan pemurnian. Kondisi ini membutuhkan ketersedian infrastrukur penunjang yang memadai sehingga dapat dilakukan kegiatan penambangan secara komersil pada harga yang menguntungkan sekaligus memiliki daya ungkit (leverage) untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi lokal.
hilirisasi mineral (peningkatan nilai tambah), adalah pilihan langkah antisipasi yang bisa ditempuh oleh pemerintah dalam mengantisipasi adanya kelangkaan sumberdaya mineral.
ARTIKELMINERBA
08
Peran Pertambangan
BAGI INDONESIA
D
alam banyak perbincangan, pertambangan kerap dianggap sebagai kegiatan yang menyebabkan kerusakan. Dampak pertambangan terhadap lingkungan menjadi ulasan yang menjadi sorotan. Misalnya, munculnya lubang-lubang besar, polusi udara dari debu kegiatan pertambangan, dan aspek negatif lainnya. Jarang orang membicarakan bagaimana telepon genggam atau bahkan smartphone yang digunakan sehari-hari komponennya niscaya berasal dari pertambangan. Sarana pengangkutan berupa mobil dan motor juga berasal dari kegiatan pertambangan. Belum lagi dari sisi estetika dan penampilan, perhiasan atau bahkan arloji yang dikenakan juga berasal dari pertambangan. Sederhananya, hampir seluruh benda yang ada di sekitar kita tidak dapat dilepaskan dari material yang berasal dari pertambangan! Tapi mengapa pertambangan hanya dominan dilihat dari sisi negatifnya? Mungkin diperlukan survei untuk menggali penjelasan yang lebih lengkap.
ARTIKELMINERBA
09
Parlindungan Sitinjak, ST Kasi. Penyiapan Program Batubara Direktorat Jenderal Mineral Dan Batubara
Di tengah melemahnya kondisi perekonomian dunia saat ini, tidak dapat dipungkiri komoditas pertambangan masih dapat diandalkan sebagai salah satu penyumbang devisa negara. Dengan program peningkatan nilai tambah mineral diharapkan pada masa yang akan datang kontribusi pertambangan semakin besar bagi perekonomian nasional. Lebih penting lagi, batubara berperan besar sebagai sumber energi utama untuk pembangkit listrik. Bisa dibayangkan bila kita hidup tanpa listrik. Ini menunjukkan bahwa manfaat energi batubara sangat berarti bagi kehidupan manusia.
Peran Pertambangan Mineral dan Batubara Dalam konteks pembangunan nasional, peran pertambangan mineral dan batubara dilaksanakan dalam kerangka Four Track Strategy. Pertama Pro Growth, diimplementasikan
melalui penggunaan batubara secara optimal sebagai sumber energi listrik, mineral sebagai bahan baku industri dalam negeri, peningkatan kegiatan investasi, sumber penerimaan negara dari pemanfaatan mineral dan batubara, semakin tumbuhnya usaha jasa penunjang pada kegiatan pertambangan, dan peran minerba mendukung peningkatan neraca perdagangan. Strategi kedua Pro Job, diimplementasikan melalui penyerapan dan pemanfaatan tenaga kerja dan penggunaan kandungan lokal dalam kegiatan pertambangan mineral dan batubara. Ketiga Pro Poor, diimplementasikan dengan mengalokasikan dana pengembangan masyarakat dan dana tanggung jawab perusahaan khususnya bagi masyarakat di sekitar lokasi pertambangan serta pengalokasian dana bagi hasil pertambangan bagi pemerintah daerah. Dan yang terakhir adalah pembangunan yang Pro Environment diimplementasikan melalui pelaksanaan pertambangan sesuai kaidah yang baik dan benar dan pelaksanaan reklamasi dan pascatambang sesuai ketentuan yang berlaku.
ARTIKELMINERBA
10
Sumber Penerimaan Negara Pada tahun 2008 kontribusi pene-rimaan negara dari Pertambangan Umum mencapai 48 Triliun Rupiah atau 18,5% dari total penerimaan Sektor ESDM. Di tahun 2008, sektor Migas masih mendominasi penerimaan negara, yaitu sebesar 212 Triliun Rupiah atau 81,5% dari penerimaan Sektor ESDM. Sementara pada tahun 2012, kontribusi penerimaan Pertambangan Umum meningkat menjadi 122 Triliun Rupiah yaitu 29% dari penerimaan sektor ESDM, sedangkan penerimaan Migas sebesar 301 Triliun Rupiah atau 71% dari penerimaan sektor ESDM yang sebesar 424 Triliun Rupiah.
Penggerak Pembangunan Daerah Kontribusi lain Sub Sektor Minerba adalah mendukung pembangunan daerah yang dilakukan melalui penyaluran Dana Bagi Hasil dan Dana Pengembangan Masyarakat (community development) bagi masyarakat sekitar tambang. Pada 2012, Dana Bagi Hasil dari Sub Sektor Minerba untuk pemerintah daerah adalah menembus angka 13,5 Triliun Rupiah. Sementara untuk Dana Pengembangan Masyarakat untuk tahun 2012 adalah sebesar 1,87 Triliun Rupiah. Program pengembangan masyarakat pada masyarakat sekitar tambang antara lain: pemberdayaan masyarakat, pengembangan infrastruktur, dan hubungan komunitas.
Investasi Sub Sektor Minerba Investasi merupakan instrumen yang mendukung pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang dan merupakan salah satu faktor utama untuk meningkatkan kinerja perekonomian nasional. Investasi Sub Sektor Minerba pada tahun 2012 dibandingkan 2010 meningkat sebesar 32% atau rata-rata 16% per tahun. Artinya, investasi pada 2010 sebesar USD 3,18 Miliar menjadi USD 4,23 Miliar pada tahun 2012. Untuk tahun 2012 kontribusi investasi terbesar berasal dari investasi perusahaan Kontrak Karya sebesar 36%, diikuti perusahaan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara 26%, kemudian perusahaan Izin Usaha Jasa Penunjang 25%, dan yang terakhir dari Izin Usaha Pertambangan BUMN sebesar 13%.
Penyediaan Energi dan Bahan Baku Domestik Dalam menjamin kebutuhan penyedia-an batubara sebagai sumber energi untuk listrik, pemerintah telah menetapkan kewajiban pengutamaan batubara untuk dalam negeri (Domestic Market Obligation, DMO). Kewajiban DMO merupakan kebijakan yang mewajibkan perusahaan pertambangan batubara untuk terlebih dahulu menjual dan mengutamakan batubara kepada pengguna dalam negeri, baru kemudian dapat melakukan ekspor batubara.
DMO merupakan contoh nyata kebijakan pemerintah yang mengutamakan penggunaan batubara untuk kepentingan dalam negeri.
Kebijakan DMO ini sangat efektif untuk menjamin tersedianya batubara untuk kebutuhan dalam negeri. Peruntukannya diantaranya adalah untuk kebutuhan pembangkit listrik PLN maupun pembangkit listrik selain PLN, bahan bakar pabrik semen, pupuk, pulp serta untuk industri metalurgi dalam negeri. DMO merupakan contoh nyata kebijakan pemerintah yang mengutamakan penggunaan sumber daya alam batubara untuk kepentingan masyarakat dalam negeri. Secara rata-rata batubara yang dialokasikan untuk kebutuhan dalam negeri adalah sebesar 20-25% dan sekitar 75-80% batubara ekspor. Dengan alokasi demikian, menjadi pertanyaan lanjutan, mengapa jumlah batubara yang digunakan di dalam negeri hanya sebesar 20-25%? Jumlah batubara untuk dalam negeri memang masih relatif rendah karena pengguna batubara dalam negeri masih sedikit dan terbatas, sehingga penyerapan batubara dalam negeri masih rendah. Berdasarkan Pasal 103 dan 170 UU Minerba mineral wajib ditingkatkan nilai tambahnya melalui pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri. Ketentuan kewajiban peningkatan nilai tambah mineral melalui pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri diimplementasikan dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri. Dalam lampiran Permen ESDM No 7/2012 ini telah dicantumkan batas minimun mineral diekspor, sehingga mineral yang diekspor harus memenuhi ketentuan minimum, dan bila belum memenuhi wajib untuk meningkatkan kualitasnya di dalam negeri. Kewajiban peningkatan nilai tambah ini mendorong pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri yang mengolah mineral yang diproduksi oleh perusahaan pertambangan.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Peran sub sektor minerba dalam Bursa Efek Indonesia ditunjukkan dengan transaksi jual beli saham pertambangan
ARTIKELMINERBA
11
Sub sektor minerba berperan menciptakan efek berantai, baik yang bersifat backward linkage maupun forward linkage.
yang masuk bursa (listing) antara lain: PT Adaro, PT Bumi Resources, PT Aneka Tambang, PT Vale, dan perusahaan pertambangan lainnya. Harga komoditas mineral dan batubara yang meningkat mendorong transaksi jual beli yang mendongkrak IHSG. Peningkatan IHSG menunjukkan Indonesia khususnya pertambangan menjadi salah satu bidang investasi yang menarik investor dalam dan luar negeri.
Penyerapan Tenaga Kerja dan Efek Berantai Sub sektor minerba turut berkontribusi sebagai penggerak utama pembangunan melalui efek berantai. Di samping pembangunan daerah dan pengembangan masyarakat, efek berantai tersebut dapat terlihat dari kegiatan pembukaan lapangan kerja, peningkatan nilai tambah dan peningkatan kegiatan ekonomi. Sub sektor minerba memberikan dampak backward linkage dan forward linkage. Backward linkage yaitu berkembangnya industri yang mendukung kegiatan industri antara lain: industri material dan industri peralatan seperti pabrikasi peralatan tambang dan alat-alat berat. Sedangkan forward linkage yaitu berkembanganya industri yang bahan bakunya menggunakan produk pertambangan antara lain: pabrik pengolahan dan pemurnian mineral dan pabrik semen. Jumlah tenaga kerja KK dan PKP2B yang bekerja pada tahun 2012 adalah sebesar 208 ribu orang, yang meningkat dibandingkan pada tahun 2009 yang baru 130 ribu orang.
Kontribusi Pertambangan pada Produk Domestik Bruto Kontribusi pertambangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Non Migas meningkat. Berdasarkan data BPS, PDB Pertambangan tahun 2008 sebesar 195 Triliun Rupiah yaitu 4,4% dari PDB Non Migas. Kemudian pada tahun
2012 meningkat menjadi 464 Triliun Rupiah atau 6,1% dari PDB Non Migas. Peningkatan PDB Pertambangan ini menunjukkan bahwa peran pertambangan dalam perekonomian semakin besar.
Neraca Perdagangan Ekspor batubara memberikan kontribusi positif pada neraca perdagangan nasional. Bila sub sektor migas yang mengharuskan impor bahan bakar minyak untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar masyarakat sehingga membelanjakan devisa, maka ekspor batubara berkontribusi menghasilkan devisa melalui ekspor batubara. Ekspor batubara ini pada sisi neraca perdagangan dapat mengurangi defisit neraca perdagangan yang diakibatkan oleh impor kebutuhan lain. Berdasarkan data BPS, ekspor batubara pada tahun 2008 sebesar USD 10,4 Miliar yang merupakan 7,6% dari struktur ekspor Indonesia yang meningkat tahun 2012 menjadi USD 26,1 Miliar atau 13,8% dari struktur ekspor.
Pinjaman Bank Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia Maret 2013, pinjaman dari kegiatan Pertambangan dan Penggalian pada posisi Maret 2013 adalah sekitar 200 Triliun Rupiah. Jumlah pinjaman dari kegiatan pertambangan dan penggalian ini menunjukkan bahwa kegiatan pertambangan berperan dalam menggerakkan sektor riil dengan menggunakan dana sendiri serta dana pinjaman dari perbankan. Dana pinjaman selanjutnya digunakan oleh kegiatan pertambangan dan penggalian untuk kegiatan belanja operasi dan belanja modal sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Kembali ke Amanat UUD 45 Tanpa menghilangkan masih adanya dampak merugikan dari kegiatan pertambangan, besarnya manfaat pertambangan diharapkan memberikan dorongan kepada seluruh pihak yang terkait dengan pertambangan. Khususnya bagi para pemangku kepentingan di bidang pertambangan yaitu: pemerintah, pelaku usaha, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, dan masyarakat. Tak dapat dipungkiri pertambangan membawa manfaat bagi perekonomian nasional dan bagi kehidupan manusia. Dengan demikian, setiap pihak memiliki perannya masing-masing demi mewujudkan pertambangan yang membawa manfaat sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, sebagaimana amanat UUD 1945.
ARTIKELMINERBA
12
Perjalanan Mineral Indonesia
Menuju Era Baru Bagaimana bisa Kementerian ESDM dijadikan sebagai “Ponirah Terpidana?” Terkait dengan pro-kontra Permen ESDM No.07/2012, pihak yang kontra sudah pada level mengada-ada. Analoginya, kok bisa “petani penggarap” melawan “pemilik sawah”?
Darsa Permana Peneliti pada Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara
Awalnya “Menjual” Tanah Republik
S
ejak era sebelum merdeka, Indonesia sudah dikenal sebagai negara pemilik sumber daya mineral yang berlimpah. Itulah sebabnya mengapa pemerintah kolonial Belanda berupaya mati-matian mempertahankan negeri kaya sumber daya ini untuk terus berada di bawah koloninya. Dengan kekuatan tentara atau menggunakan
politik devide et impera, mereka mengadu domba setiap suku bangsa atau etnis, memecah belah, dan mengacakacak–jika perlu disuruh saling berantem di antara sesama anak bangsa. Sementara itu, sang kolonial asyik mengeruk berbagai jenis sumber daya mineral dan sumber daya alam lainnya. Produk hasil tambang umumnya berupa bijih (ore), kemudian mereka angkut ke Belanda untuk diolah bagi keperluan industri perang atau membangun industri hilir yang berbasis mineral.
ARTIKELMINERBA
13
Menggali dan Langsung Menjual Kemerdekaan yang direguk oleh Bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945, telah berdampak pada nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia. Pemerintah Indonesia juga memberlakukan UU No. 37/1960, yang memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menguasai sumber daya mineral bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sementara kehadiran UU No.11/1967, sebagai pengganti UU No.37/1960, memberi keleluasaan kepada perusahaan swasta nasional dan perusahaan asing untuk berperan serta dalam pengusahaan pertambangan mineral di dalam negeri. Di era pemerintahan orde baru inilah Indonesia mengalami kebangkitan dan masa keemasan dengan melonjaknya produksi berbagai jenis komoditas mineral. Bahkan, untuk beberapa jenis komoditas mineral, Indonesia telah dikenal sebagai produsen terkemuka di dunia. Komoditas timah, bauksit, tembaga, nikel, dan besi (bijih/pasir) merupakan contoh komoditas mineral logam utama Indonesia yang telah mendunia. Meskipun mengalami peningkatan produksi dan ekspor yang cukup signifikan, satu hal tetap tidak pernah berubah: produk berbagai jenis mineral yang diekspor hanya berupa bijih atau bahan mentah yang memerlukan proses lanjutan jika ingin digunakan oleh industri hilir (manufaktur). Memang ada beberapa yang sudah diekspor dalam bentuk hasil olahan, namun tidak sedikit yang berbentuk bijih atau bahan mentah. Kita ambil beberapa contoh. Komoditas mineral nikel, selain dalam bentuk hasil olahan, seperti nikel matte dan ferronikel, mineral ini diekspor dalam bentuk bijih nikel. Tembaga hanya diekspor dalam bentuk konsentrat, bukan logam (tembaga). Begitu juga dengan bauksit yang dijual dalam bentuk bijih, bukan alumina. Ironisnya Indonesia memiliki pabrik alumunium yang bahan bakunya, berupa alumina, yang diimpor dari Australia. Bijih/pasir besi diekspor dalam bentuk pasir berkadar rendah, bukan hasil olahan. Ini berarti, “tanah” yang berupa bijih nikel, bauksit, dan besi hanya dicuci atau tanpa dicuci, untuk kemudian langsung diekspor. Padahal, bukan tidak mungkin di dalam “tanah” tersebut terdapat mineral ikutan yang bernilai tinggi. Seperti emas, logam jarang, logam tanah jarang, dan lain-lain. Bayangkan, berapa kerugian negara atas keberadaan berbagai mineral ikutan ini yang tidak dihitung royaltinya dalam transaksi ekspor. Kondisi yang ada pada komoditas mineral bukan logam ternyata jauh lebih buruk. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Indonesia seringkali mengekspor bahan mentah, tapi mengimpor bahan hasil olahan yang notabene hampir dapat dipastikan mineralnya berasal dari Indonesia. Artinya, kita mengekspor material mentah ke negara tertentu, kemudian mereka olah–biasanya cukup dihalus-
kan sesuai pesanan, dan akhirnya balik lagi ke Indonesia. Sudah barang tentu kita menjual mineral tersebut dengan harga murah, tetapi membelinya kembali dengan harga yang jauh lebih mahal, bisa berkali-kali lipat harganya. Sungguh ironis. Cerita di atas adalah kisah nyata yang telah berlangsung sejak zaman penjajahan sampai sekarang. Penjualan “tanah” tampaknya sudah menjadi budaya negeri ini. Para pengambil keputusan memang terpesona dengan angka-angka penjualan berikut pendapatan yang diperoleh, sehingga penjualan “tanah” berlangsung terus dengan volume yang semakin meningkat. Pertanyaannya, adakah yang salah dengan semua ini?
Untung dan Rugi Tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan ekspor selama ini telah banyak memberikan keuntungan kepada negara, antara lain dalam bentuk penerimaan negara dari pajak, penerimaan negara bukan dari pajak, penyerapan tenaga kerja langsung maupun tidak langsung, pertumbuhan ekonomi dan wilayah, serta efek ganda (multiplier effect) yang bernilai positif. Memang ada dampak negatif, misalnya kerusakan lingkungan, tetapi tetap tidak mengurangi nilai positif atas hasil pertambangan tersebut. Kita tentu dapat menghitung apakah tambang-tambang itu lebih banyak mudaratnya atau manfaatnya, baik ditinjau dari aspek politik, pertahanan, keamanan, ekonomi, sosial, maupun aspek budaya. Dan apapun hasilnya, eksistensi perusahaan tambang tetap merupakan keniscayaan yang harus ditingkatkan nilai positifnya, harus dioptimalkan manfaatnya, tetapi ditekan mudaratnya. Di sisi lain, perkembangan di seluruh dunia menunjukkan bahwa sumber daya mineral semakin sulit ditemukan di alam sehingga selain menjadi perburuan perusahaan tambang, dan pemanfaatannya di sektor industri berbasis mineral juga harus benar-benar mengedepankan asas efisiensi. Hal ini tidak terlepas dari sifat mineral sebagai sumber daya tidak terbarukan (non-renewable resurces): begitu diambil tidak akan tumbuh lagi. Dengan demikian kerja sama antara sektor hulu (tambang) dengan sektor hilir (industri) dalam memberdayakan sumber daya mineral memegang peran yang sangat penting, sebab penemuan baru dalam pemanfaatan mineral di sektor industri membawa imbas kepada pembangunan di sektor pertambangan. Boleh jadi, mineral yang semula tidak ekonomis pun akan bernilai ekonomis, atau yang tidak berharga menjadi berharga. Sementara itu, pertumbuhan penduduk dan ekonomi dunia juga dipastikan membawa dampak bagi permintaan material berbasis mineral yang makin meningkat sehingga mampu menumbuhkan sektor pertambangan. Bertolak dari kondisi di atas, sudah barang tentu menjadi sangat naif jika Indonesia masih berkutat dengan persoalan mudarat atau manfaat keberadaan pertambangan. Dalam konteks yang lebih luas, mengekspor produk tam-
ARTIKELMINERBA
14
bang dalam bentuk “tanah” pun dianggap sebagai kebijakan yang “kuno”. Oleh karena itu sudah saatnya negeri ini bangkit untuk memajukan pertambangan mineral, serta menjadi produsen komoditas tambang yang lebih bernilai. Buang jauh-jauh pikiran untuk tetap menjual “tanah” dan mulailah berpikir untuk menjual komoditas mineral hasil olahan. Sudah puluhan tahun atau bahkan ratusan tahun negeri ini mengalami “kerugian” dengan mengekspor bahan mentah hasil tambang dan mengimpor hasil olahan, padahal tidak terlampau sulit untuk diolah di dalam negeri menjadi barang yang lebih bernilai. Kajian Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara menunjukkan, proses pengolahan dan/atau pemurnian dari bahan mentah menjadi hasil olahan ini sebenarnya seringkali didasarkan kepada teknologi yang tidak sophisticated–biasa-biasa saja–disertai perhitungan ekonomi (untung-rugi) yang sudah ada rumusnya. Dan menurut hitung-hitungan Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara, tidak ada yang rugi jika berbagai jenis mineral itu diolah dengan teknologi dan rezim peraturan yang ada sekarang. Namun jika rugi pun, pengusaha biasanya merengek-rengek kepada pemerintah agar diberi insentif atau keringanan pajak. Nah, dari uraian di atas, masihkah negeri ini tetap bertahan dengan kebijakan sebagai pemasok bahan mentah bagi negara lain dan menjadi pasar bahan hasil olahan dari negara lain, padahal kita mampu “menyulap” bahan mentah menjadi bahan hasil olahan? Jawabannya tentu saja, tidak!
Mengubah Paradigma Lahirnya UU No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menggantikan UU No.11/1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan, menandai dimulainya era baru menuju pertambangan yang lebih utuh. Jika sebelumnya kegiatan pertambangan “dibiarkan” hanya sampai pada tahap eksploitasi/penambangan, maka sekarang diwajibkan sampai pada tahap pengolahan dan/atau pemurnian di dalam negeri jika ingin diekspor. Perlu digarisbawahi bahwa larangan penjualan dalam bentuk bijih (ore) atau bahan mentah sebagaimana dimaksud pada UU No.4/2009 hanya berlaku untuk keperluan ekspor, tetapi tidak berlaku untuk diperjual-belikan di dalam negeri. Kewajiban pelaku usaha untuk melakukan peningkatan nilai tambah (PNT) melalui pengolahan dan/atau pemurnian mineral merupakan upaya negara untuk meningkatkan produk akhir dari usaha pertambangan dan/atau pemanfaatan mineral ikutan yang ada dalam mineral utama. Kebijakan PNT yang akan diberlakukan lima tahun sejak UU No.4/2009 diterbitkan ini, sebagaimana tertuang dalam PP No.23/2010 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, dimaksudkan untuk meningkatkan
dan mengoptimalkan nilai tambang, tersedianya bahan baku bagi industri di dalam negeri, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan penerimaan negara. Jika disimak secara lebih mendalam, hal ini sebenarnya terkait dengan upaya untuk mensubstitusi bahan baku yang berasal dari impor dalam rangka meningkatkan ketahanan industri di dalam negeri. Ada cita-cita besar untuk menjadikan negeri ini lebih maju, setara dengan negara-negara yang telah maju terlebih dulu. Selain menjelaskan PNT, PP No.23/2010 juga mengatakan bahwa kebijakan PNT akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) tentang Peningkatan Nilai Tambah Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral.
Lahirnya Permen ESDM No.7/2012 Menyadari kebijakan untuk mem-PNT-kan mineral (dan batubara) akan membawa perubahan mendasar dalam pengusahaan mineral (dan batubara), Menteri ESDM membentuk Tim Khusus yang diberi tugas untuk menyusun Kajian Akademis (Academic Paper) dan Kajian Kebijakan (Policy Paper). Butuh waktu lebih dari tiga bulan bagi Tim Khusus untuk menyelesaikan kedua kajian ini sebelum akhirnya menjadi embrio dalam menyusun Rancangan Permen ESDM tentang PNT. Dalam perkembangannya, dengan berbagai alasan, kebijakan PNT untuk batubara terpaksa ditunda sementara sehingga kebijakan PNT hanya diberlakukan untuk mineral. Untuk memantapkan Rancangan Permen ESDM agar tepat sasaran, Kementerian ESDM, yang dalam hal ini diwakili oleh Ditjen Minerba dan Badan Litbang ESDM cq Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA), telah melakukan berbagai kegiatan. Mulai dari diskusi internal di lingkungan Kementerian ESDM, seminar, FGD (Focus Group Discussion), sampai kepada pemanggilan pengusaha dalam rangka sosialisasi. Khusus mengenai pemanggilan pengusaha, kepada mereka dibicarakan berbagai materi yang akan dicantumkan dalam Permen ESDM, termasuk lampiran yang memuat spesifikasi komoditas tambang yang akan diekspor. Diskusi ini berlangsung alot karena pengusaha mencoba berkelit dari kewajiban untuk mem-PNT-kan produknya. Meski sering berselisih paham, namun diskusi diupayakan tidak terjadi kebuntuan (deadlock). Kalaupun menemui jalan buntu, Kementerian ESDM terpaksa harus menggunakan kewenangannya selaku regulator di sektor ESDM. Lalu, selesaikah permasalahan ketika Rancangan Permen ESDM itu akhirnya disahkan menjadi Permen ESDM bernomor 07 Tahun 2012 yang diberi judul Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral?
ARTIKELMINERBA
15
Mengapa Berusaha Ditolak? Meskipun telah melakukan dialog dengan para pengusaha, para penyusun Rancangan Permen ESDM mulai berspekulasi mengenai berbagai kemungkinan reaksi pengusaha jika Rancangan Permen ESDM tersebut kelak diberlakukan. Ada dua pendapat ekstrim; berlangsung mulus, atau timbul reaksi. Dan ketika Permen ESDM No.07/2012 keluar... bumm! Ternyata, pendapat kedua yang muncul, dalam tensi yang tinggi, sehingga terjadilah gonjang-ganjing di sektor pertambangan mineral. Terlepas dari “kekeliruan” materi Pasal 20 Permen ESDM No.07/2012 yang terbilang kontroversi, yang akhirnya direvisi oleh Permen ESDM No.11/2012, reaksi pengusaha memang di luar perkiraan. Walaupun pengusaha–setelah memenuhi persyaratan tertentu–diberi kelonggaran untuk tetap mengekspor bijih sampai Januari 2014 (batas akhir pemberlakuan kebijakan PNT), pengusaha tetap gigih menggugat kehadiran Permen ESDM No.07/2012. Mereka pun lantas membentuk asosiasi-asosiasi baru di bidang pertambangan mineral tertentu, termasuk “asosiasi jadi-jadian” yang hanya terdiri atas beberapa gelintir pengusaha, berbicara di berbagai forum, cuap-cuap di media massa, menyurati Menteri ESDM, dan lain-lain. Cukup mengherankan karena di mana keberadaan para pengusaha penentang Permen ESDM No.07/2012 di saat Kementerian ESDM mensosialisasikan Rancangan Permennya? Hebatnya, gonjang-ganjing ini telah menjadikan Kementerian ESDM sebagai “Ponirah Terpidana”. Lho...lho kok bisa “petani penggarap” (baca: pengusaha tambang) itu melawan “pemilik sawah” (baca: pemerintah)? Penolakan para pengusaha, baik secara halus maupun terang-terangan, pada dasarnya tidak terlepas dari betapa nikmatnya menjual “tanah” selama ini. Bahkan ada adagium di lingkungan pengusaha yang mengatakan bahwa jika dengan menjual “tanah” saja sudah laku dan menguntungkan banyak pihak (pengusaha, negara, dan masyarakat), mengapa harus dijadikan mineral hasil olahan? Pengolahan dan/atau pemurnian “tanah” itu membutuhkan investasi yang tidak kecil. Selain waktu, tenaga, dan pikiran, sementara pihak perbankan terbilang pelit memberikan kredit untuk dunia usaha di bidang pertambangan. Namun apapun alasan penolakan terhadap Permen ESDM No.07/2012 jo. Permen ESDM No.11/2012, semua ini bisa diibaratkan sebagai “petani penggarap” yang tidak mau tunduk pada keinginan “pemilik sawah” untuk menanam jenis padi varietas baru. Padahal “pemilik sawah” merasa yakin bahwa padi varietas baru itu lebih unggul, dan otomatis lebih menguntungkan. Kalau “petani penggarap” langsung menolak, rasa-rasanya tidak tahu diri juga tuh karena “pemilik sawah” dipastikan akan merenegosiasikan ulang sistem baru untuk mengolah sawah tersebut. Atau, jangan-jangan pengusaha itu hanya seorang anak kecil yang tidak rela kehilangan mainannya? Ya, mereka
mungkin terdiri atas sekumpulan anak kecil yang tidak mau tumbuh menjadi besar, serta tidak juga mau memberikan kontribusi yang lebih besar bagi bangsa dan negara, baik di masa kini terlebih-lebih di masa mendatang.
Harus Bisa! Demi keberlangsungan pengusahaan di bidang pertambangan mineral, serta untuk merealisasikan kebijakan pemerintah dalam pencanangan pro growth, pro job, dan pro poor, namun dengan tetap mengedepankan pro environment, Kementerian ESDM pun memperhatikan setiap aspirasi yang berkembang. Keberatan pengusaha ditampung dan didiskusikan untuk memperoleh jalan keluar. Sebuah langkah mundur? Tentu saja, tidak. Bagaimanapun Kementerian ESDM telah menentukan batas-batas yang tidak boleh dilanggar dalam kebijakan PNT sebagaimana ditegaskan oleh Dirjen Minerba, Thamrin Sihite, yang mengatakan bahwa spesifikasi minimum komoditas tambang yang diekspor harus memenuhi rambu-rambu: keberadaan teknologi, pasar internasional, serta kondisi pemasokan dan kebutuhan (supply and demand) dunia. Sementara Direktur Pengusahaan Mineral, Ditjen Minerba, Dede Suhendra, menjelaskan, komoditas tambang yang diekspor harus menjadi bahan baku bagi industri manufaktur (end user) di negara pengimpor. Cukup clear. Boleh jadi apa yang dilakukan oleh Kementerian ESDM merupakan langkah win-win solution, tetapi yang pasti bukan upaya kongkalikong dengan pengusaha tambang. Atas dasar persepsi di atas, maka dipastikan terjadi perubahan-perubahan baru yang mengandung konsekuensi direvisinya kembali Permen ESDM No.07/2012 jo. Permen ESDM No.11/2012. Mungkin akan tetap ada pihak-pihak yang tidak puas, akan jatuh korban, tetapi semua itu adalah pilihan. Ketika pemerintah ditugaskan untuk menerapkan kebijakan PNT, maka muncul berbagai pilihan. Pilihan terbaik tentunya tidak ada korban, artinya pengusaha tetap eksis dan masa depan bangsa jauh lebih baik. Namun manakala tidak tercapai pilihan yang terbaik, pertanyaannya adalah, apakah layak masa depan anak-cucu kita dikorbankan demi mengakomodasi kepentingan pengusaha saat ini? Tentu saja, tidak. Harap diingat, sumber daya mineral tidak akan hilang, tetap ada di dalam perut bumi, dan tidak akan busuk jika tidak ditambang sekarang. Oleh karena itu, jika kebijakan yang kita buat sekarang tidak dapat menjamin kehidupan anak-cucu di masa depan, maka tanah garapan berupa sumber daya mineral merupakan warisan terbaik yang dapat diberikan. Anak-cucu kita mungkin akan mengelolanya jauh lebih baik. Semoga....(DP)
ARTIKELMINERBA
16
ANALISIS PETROLOGI
BATUBARA
Untuk Mengetahui Kondisi Umum Lingkungan Pengendapan dan Spesifikasi Batubara Indonesia Mohamad Anis, ST., MM. Staf Perencanaan Produksi dan Pemanfaatan Mineral dan Batubara
S
ecara umum sudah banyak penelitian terkait petrologi dalam hal ini petrografi batubara dalam hubungannya dengan kondisi geologi batubara setempat. Tetapi umumnya tidak secara khusus menggunakan analisis petrologi batubara secara lebih intens dan menyeluruh. Pembahasan mengenai petrografi batubara pada penulisan ini ditujukan untuk mengetahui kondisi umum lingkungan pengendapan dan spesifikasi batubara Indonesia. Ruang lingkup penulisan memang tidak secara mendalam dengan menganalisis data primer tetapi merupakan hasil kajian yang telah ada beberupa referensi terkait. Penulisan ini mencoba meramu beberapa referensi yang sangat relevan tentang petrografi batubara, keterkaitannya analisis lingkungan pembentukan batubara dan kondisi spesifikasi batubara di Indonesia. Lingkungan pengendapan batubara di Indonesia umumnya pada lingkungan pengendapan darat maupun transisi yang mempunyai karekteristik berbeda dengan batubara di wilayah benua yang relatif umumnya lebih tua. Batubara di Indonesia umumnya terbentuk dengan faktor tektonik yang lebih dominan dan kompleks sehingga mempunyai spesifikasi dan ketebalan lapisan batubara yang cukup beragam. Dalam penulisan ini juga dilengkapi dengan referensi penunjang lainnya agar cukup update untuk menggambarkan kondisi batubara terkini. Diharapkan dengan adanya penulisan ini akan memberikan pemahaman yang menyeluruh tentang karekteristik pembentukan batubara dan spesifikasinya di Indonesia.
ARTIKELMINERBA
17
Pengertian Umum Cakupan penulisan ini memang tidak terlalu mendalam, tetapi diharapkan dapat membahas bagaimana analisis petrologi dan petrografi batubara dapat mengetahui kondisi lingkungan pengendapan pembentukan batubara di Indonesia dan spesifikasinya. Ruang lingkup penulisan hanya pada kajian daerah daerah Binuang, Kalimantan Selatan pada formasi Tanjung. Lebih lanjut dari pembahasan ini kondisi asal vegetasi beserta fase sehingga menjadi lingkungan pembentukan batubara. Walaupun hanya merupakan suatu rangkaian kajian pustaka, diharapkan dapat meramu beberapa pustaka ataupun referensi penunjang agar dapat menjadi suatu tulisan yang menyeluruh untuk memahami terbentuknya batubara dengan berdasarkan pada konsep lithotype (tipe perlapisan) dan juga mempelajari sifat mikroskopis sisa vegetasi dengan menggunakan ICCP (International Committee for Coal and Organic Petrology) System. Sebagai bahan bakar fosil, terbentuk dari endapan, batuan organik yang terutama terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara terbentuk dari tumbuhan yang telah terkonsolidasi antara strata batuan lainnya dan diubah oleh kombinasi pengaruh tekanan dan panas selama jutaan tahun sehingga membentuk lapisan batu bara (World Coal Institute, 2009).
Pembentukan Batubara Menurut World Coal Institute (2009), batubara adalah sisa tumbuhan dari jaman prasejarah yang berubah bentuk yang awalnya berakumulasi di rawa dan lahan gambut. Batubara berasal dari tumbuh-tumbuhan yang mengalami proses pembentukan batubara melalui dua tahap, yaitu tahap biokimia (penggambutan/peatification) dan tahap geokimia (pembatubaraan/coalification). Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap sisasisa tumbuhan yang terendapkan dan terakumulasi tersimpan dalam kondisi reduksi (gambut) di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada ke dalaman 0,5 – 10 m. Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut (Stach et al, 1982 dalam Teichmuller, M., 1989). Gambut merupakan tahap paling awal dari proses pembentukkan batubara. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembentukkan gambut : • Evolusi tumbuhan, hara merupakan unsur utama pembentuk batubara dan sebagai penentu terbentuknya berbagai tipe batubara. Metode yang digunakan untuk mengenal jenis tumbuhan pembentuk batubara yaitu paleobotani atau maseral.
• Iklim, kelembaban memegang peranan penting dalam pembentukan gambut. Iklim tropis dapat membentuk gambut lebih cepat karena kecepatan tumbuh dari tumbuhan lebih besar, lebih banyak ragam tumbuhan. Dalam waktu 7-9 tahun dapat mencapai ketinggian 30 m. Pada iklim sedang hanya mencapai ketinggian 5-6 m dalam jangka waktu yang sama. • Paleografi dan Tektonik, syarat terbentuknya formasi batubara adalah kenaikan muka air tanah yang lambat. Adanya perlindungan rawa terhadap pantai atau sungai dan terdapat energi yang relatif rendah. Tahap selanjutnya yaitu tahap pambatubaraan (coalification) yang merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari gambut (Stach et al, 1982, dalam Teichmuller, M., 1989). Pada tahap ini persentase karbon akan meningkat, sedangkan presentase hidrogen dan oksigen akan berkurang (Fischer, 1927, dalam Susilawati, 1992). Proses ini akan menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit (Gambar 1). Meningkatnya peringkat batubara dari lignit hingga berubah menjadi subbitumin dan antrasit disebabkan oleh kombinasi antara proses fisika dan kimia serta aktifitas biologi (Teichmuller dan Teichmuller, 1968; Stach et al., 1975 Galloway dan Hobday, 1983 dalam Thomas, 2002).
Analisis Petrologi dan Petrografi Batubara Basis analisis petrologi dan petrografi ini didasarkan pada karekteristik material organik (komposisi maseral) dan mineral penyusun batubara. Istilah ini pada awalnya diperkenalkan oleh Stopes, 1935 (Stach, dkk. 1982 dalam Teichmuller, M., 1989) untuk menunjukkan material terkecil penyusun batubara yang hanya dapat diamati di bawah mikroskop sinar pantul. Dengan mengetahui komposisi maseral atau karakteristik batubara secara mikroskopis, lingkungan pengendapan batubara dapat ditafsirkan termasuk juga peringkat spesifikasi dan tingkat kematangan batubara. Petrologi batubara adalah ilmu yang mempelajari komponen organik, bukan organik pembentuk batubara. Petrologi batubara memberikan dasar untuk pemahaman genesa, sifat-sifat dan arti penting unsur organik di dalam batubara. Cook (1982), menjelaskan bahwa jenis batubara (coal type) berhubungan dengan jenis tumbuhan pembentuk batubara dimana dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh diagenesa tingkat awal. Batasan jenis batubara (coal type) dipergunakan untuk mengklasifikasi berbagai jenis pembentuk batubara dan juga menjelaskan bahwa jenis batubara (coal type) merupakan dasar klasifikasi pe-
ARTIKELMINERBA
18
Gambar 1. Tahapan perkembangan pembantubaraan dari gambut sampai dengan menjadi meta-antrasit (Thomas, 2002)
trografi batubara yang terdiri dari berbagai macam unsur tumbuhan sebagai penyusun batubara dengan kejadian yang berbeda-beda. Material organik berasal dari berbagai macam tumbuhan dan sebagian bercampur dengan sedimen anorganik selama tahap pembentukan gambut, oleh karena itu jenis batubara (coal type) ditentukan pada tahap biokimia yang dapat dipergunakan untuk mengetahui lingkungan pengendapan batubara, terutama berdasarkan material organik-nya. Penentuan jenis batubara (coal type) secara mikroskopis dan makroskopis yang didasarkan pada konsep maseral, microlitotype dan litotype. Teichmuller, M., 1989, menyatakan, asalmula dari unsur mikroskopis dari batubara (kondisi maseralnya) dan asosiasi maseral (microlithotypes) mewakili fasies batubara yang telah dibahas berbagai studi, dengan mengingat kemajuan terbaru yang telah dibuat dalam studi gambut dan batubara modern. Sedangkan untuk mempelajari petrologi batubara umumnya ditinjau dalam dua aspek yaitu jenis (coal type) dan peringkat batubara (coal rank). Coal type berhubungan dengan jenis tumbuhan pembentuk batubara dan perkembangannya dipengaruhi oleh proses biokimia selama penggambutan. Dengan demikian batubara bukan benda homogen, melainkan terdiri dari bermacam-macam komponen dasar. Matthias W. Haenel, 1992, mendifinisikan maseral sebagai komponen terkecil (optical) yang merupakan komposisi fosil sisa bahanbahan organik/tanaman penyusun/pembentuk batubara (analog dengan mineral pada batuan), yang berkaitan dengan sifat keteknikan batubara tersebut. Konsep dasar yang digunakan hubungan antara maseral dan lingkungan pengendapannya adalah bahwa klasifikasi dan studi modern sistem pembentukan gambut memberikan dasar untuk penafsiran dari pengendapan batubara (fosil gambut). Konsep ini berasal dari karya Dissel (1986), secara historis, konsep maseral selama ini kurang dimi-
nati dibandingkan microlithotypes pada studi lingkungan purba batubara. Para peneliti sebelumnya dalam Mukhopadhyay et. al. (1991) telah mengembangkan terutama dalam menanggapi ketersediaan yang luar biasa dari bentuk analisis dan telah dimungkinkan oleh penyempurnaan penentuan maseral, terutama dalam kelompok vittrinit, dan peningkatan pengetahuan tentang asal-usul maseralnya tersebut. Pengembangan dalam mikroskop fluoresensi dan studi maseralnya di lignit dan tahapan gambut telah memberikan kontribusi untuk penyempurnaan ini. Maseral dalam batubara dapat dikelompokkan dalam tiga grup (kelompok) utama, yaitu grup vitrinit, liptinit dan inertinit. Pengelompokan ini didasarkan pada bentuk morfologi, ukuran, relief, struktur dalam, komposisi kimia, warna pantulan, intensitas refleksi dan tingkat pembatubaraannya (Stach, dkk. 1982 dalam Thomas, 2002). Teichmuller, M., 1989, menggunakan sistem standar untuk pembagian jenis batubara yang biasanya dibedakan antara hard coal dan brown coal dalam tiga kelompok group maseral (tabel 2) yaitu: 1. Grup vitrinit, merupakan bahan utama penyusun batubara (umumnya > 50%). Berasal dari tumbuh-tumbuhan yang mengandung serat kayu (woody tissues) seperti batang, dahan, akar dan serat daun. Pengamatan dengan mikroskop sinar langsung (transmitted light microscope) menunjukkan warna coklat kemerahan sampai gelap (tergantung pada tingkat metamorfosa batubara). Semakin tingkat ubahannya, maseral ini terlihat semakin gelap. Pengamatan dengan mikroskop sinar pantul (reflected light microscope) menunjukan warna pantul yang lebih terang, mulai dari abuabu tua sampai abu-abu terang. Semakin tinggi tingkat coalifikasinya, warna yang ditunjukan semakin terang. Kandungan presentase hidrogen dan zat terbang
ARTIKELMINERBA
19
Tabel 2. Sistem Standar Klasifikasi Maseral dan kelompoknya (Teichmuller, M., 1989)
Group Vitrinite
Liptinite
Inertinite*
Maceral
Characteristics
telinite
cell walls
telo-collinite
tissue amorphous (gel or gelified detritus)
detro-corpocollinite
cell fillings
vitrodetrinite
detritus
sporinite
spores, pollen
cutinite
cuticles
suberinite
suberinized cell walls (cork)
fluorinite
plant oils
resinite
resins, waxes, latex
alginite
algae
bituminite
amorphous (bacterial, algal, faunal)
liptodetrinite
chlorophyll
chlorophyllinite
detritus
exsudatinite
secondary exudates
fusinite
cell walls (charred, oxydized)
semifusinite
cell walls (partly charred, oxydized)
sclerotinite
fungal cell walls
macrinite
amorphous gel (oxydized, metabolic)
inertodetrinite
detritus
micrinite
secondary relics of oil generation (mainly)
*A small part of inertinite is derived from melanin-rich plant and animal material (”primary inertinite”). A greater part does not attain its inertinitic properties until during the early coalification process (”rank inertinite”).
dalam kelompok maseral ini berada diantara kelompok inertinit dan eksinit. Berdasarkan struktur bagian dalam, jenis maseral ini terbagi tiga kelompok, yaitu : • Telinit, dicirikan oleh adanya struktur dinding sel. • Kolinit, terlihat tanpa strukttur (structurless), didapatkan sebagai perekat dan pengisi ruang antar jaringan. • Vitrodetrinit, merupakan fragment yang terkungkung dalam kolinit. 2. Grup liptinit, berasal dari jenis tumbuhan yang tingkatannya lebih rendah, misalnya: spora, ganggang (algae), kulit luar (culticles), getah tanaman (resin) dan serbuk sari (polen). Pengamatan dengan mikroskop sinar langsung menunjukkan warna terang, kuning sampai kuning tua. Pengamatan dengan mikroskop sinar pantul menunjukkan warna pantul abu-abu sampai gelap. Kandungan presentase hidrogen dalam kelompok maseral ini paling besar diantara kedua kelompok lainnya (Teichmueller, 1989). Berdasarkan morfologi dan sumber asalnya, grup liptinit dapat dibedakan seperti: sporinit (berasal dari spora, serbuk sari); cutinit (berasal dari kulit ari, daun,tangkai, akar); suberinit (berasal dari kulit kayu); resinit (resin,lemak,parafin); liptodetrinit (berasal dari pecahan liptinite); exsudatinit (minyak, dimana bitumen yang keluar selama proses pembatubaraan), flourinit (berasal dari lipids, minyak); alginit (berasal dari sisa-sisa ganggang); dan bituminite (Tabel 2). 3. Grup inertinit, diperkirakan berasal dari tumbuhan yang sudah terbakar (char coal) dan sebagian lagi di-
perkirakan akibat proses oksidasi dari maseral lainnya atau proses decarboxylation yang disebabkan oleh jamur atau bakteri (proses biokimia) atau hasil ubahan (biokimia) dari kayu dan serat-serat kayu selama penggambutan. Dengan adanya proses tersebut kelompok inertinit memiliki kandungan oksigen relatif tinggi, kandungan hidrogen rendah, dan ratio O/C lebih tinggi dari pada grup vitrinit dan liptinit. Grup inertinit memiliki nilai reflektensi tertinggi diantara grup maseral lainnya. Dibawah miskroskop refleksi, inertinit memperlihatkan warna abu-abu hingga abu-abu kehijauan, tetapi pada sinar ultra violet tidak menunjukan flouresens. Berdasarkan struktur dalam, tingkat pengawetan dan intensitas pembakaran, grup inertinit dibedakan menjadi beberapa maseral, yaitu fusinit, semifusinit, sclerotinit, icrinit, inertodetrinit dan macrinit (Tabel 2). Dalam penentuan klasifikasi maseral beberapa peneliti telah membagi dengan beberapa sistem pembagian untuk penentuan jenis spesifikasi batubara. Berikut adalah penentuan kalasifikasi maseral menurut Teichmuller, M., 1989:
Komposisi Kimia Batubara dan Peringkat Batubara (Coal Rank) Batubara merupakan senyawa hidrokarbon padat yang terdapat di alam dengan komposisi yang cukup kompleks. Bahan organik utamanya yaitu tumbuhan yang dapat ditengarai berupa jejak kulit pohon, daun, akar, struktur kayu, spora, pollen, damar, dan lain-lain. Selanjutnya bahan organik tersebut mengalami berbagai tingkat pembusukan (dekomposisi) sehingga menyebabkan perubahan sifat-sifat fisik maupun kimia baik sebelum ataupun sesudah tertutup oleh endapan lainnya. Batubara merupakan senyawa hidrokarbon padat yang terdapat di alam dengan komposisi yang cukup kompleks. Pada dasarnya terdapat dua jenis material yang membentuk batubara, yaitu: • Combustible Material, yaitu bahan atau material yang dapat dibakar/ dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dari karbon padat (Fixed Carbon), senyawa hidrokarbon, total Sulfur, senyawa Hidrogen, dan beberapa senyawa lainnya dalam jumlah kecil. • Non Combustible Material, yaitu bahan atau material yang tidak dapat dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terediri dari aenvawa anorganik (Si02, A1203, Fe203, Ti02, Mn304, CaO, MgO, Na20, K20, dan senyawa logam lainnya dalam jumlah yang kecil) yang akan membentuk abu/ash dalam batubara. Kandungan non combustible material ini umumnya tidak diingini karena akan mengurangi nilai bakarnya. Pada proses pembentukan batubara/coalifi-
ARTIKELMINERBA
20
cation, dengan bantuan faktor fisika dan kimia alam, selulosa yang berasal dari tanaman akan mengalami perubahan menjadi lignit, subbituminus, bituminus, atau antrasit. Proses transformasi ini dapat digambarkan dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
Gambar 2. Rangkaian unsur penyusun senyawa polimer hidrokarbon padat batubara
Pada proses pembentukan batubara, dengan bantuan faktor fisika dan kimia alam, cellulosa (C49H7O44) yang berasal dan tanaman akan mengalami perubahan menjadi Lignite (C70H5O25), Subbituminous (C75H5O20), Bituminous (C80H5O15) atau Anthracite (C94H3O3). Untuk proses pembatubaraan fase lanjut dengan waktu yang cukup lama atau dengan bantuan pemanasan, maka unsur senyawa karbon padat yang terbentuk akan bertambah sehingga grade batubara akan menjadi lebih tinggi. Pada fase ini unsur Hidrogen yang terikat pada molekul air yang terbentuk akan menjadi semakin sedikit. Konsep bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan diperkuat dengan ditemukannya cetakan tumbuhan di dalam lapisan batubara. Dalam penyusunannya batubara diperkaya dengan berbagai macam polimer organik yang berasal dari antara lain karbohidrat, lignin, dll. Namun komposisi dari polimer-polimer ini bervariasi bergantung pada spesies dari tumbuhan penyusunnya. Berikut ini adalah gambaran rangkaian unsur penyusun senyawa polimer hidrokarbon padat batubara. Selain material utama dari tanaman dan dekomposisi awal sebelum selama tahapan gambut, derajat/peringkatan pembatubaraan merupakan hal menentukan bagi penampakan mikroskopis maseralnya. Morfologi dan reflektansi pantul adalah sifat utama untuk membedakan maseralnya dan kelompok maseralnya secara mikroskopis. Petrografi batubara dapat digunakan untuk menentukan peringkat batubara (coal rank), yaitu menggunakan metode analisis reflektansi dan analisis komposisi maseral dengan melihat besarnya nilai pemantulan vitrinit atau vitrinite reflectance (Ro) dalam bentuk persen (%). Penentuan peringkat batubara dengan metode analisis reflektansi maseral (vitrinit) didasarkan pada konsep bahwa pertambahan tingkat kematangan (peringkat) suatu lapisan batubara akan diikuti oleh peningkatan reflektansi maseralnya, sehingga analisis reflektansi maseral (vitrinit) digunakan untuk menentukan peringkat batubara (Tb. 2). Teichmuller, M., 1989, menggunakan grafik derajat/peringkat pembatu-baraan dari lignit/subbituminus sampai dengan bituminus berdasarkan pembagian tiga kelompok maseral utama yaitu grup (kelompok) vitrinit, liptinit dan inertinit (gambar 2.) Peningkatan prosentase reflektan yang maksimum (Rmax) dari ketiga kelompok maseral utama akan menunjukan peringkat batubara sesuai dengan kadar atau prosentase vitrinitnya. Ketika prosentase Rmax vitrinit naik ditunjukan dengan nilai ketiga kelompok maseral utama yang naik pula maka dapat diketahui bahwa peringkat batubaranya adalah Low volatil Batubara bituminus, tetapi jika prosentase ketiga kelompok maseral utama berada pada pertengahan nilai Reflektan dan vitrinit maka batubaranya adalah batubara peringkat high vol.
Bituminus. Jadi nilai prosentase ketiga kelompok maseral utama (terutama vitrinit) akan sangat menentukan tingkat peringkat batubara. Setelah pembahasan secara umum maseral diatas, perlu diketahui tentang mikrolitotipe (Microlithotypes) dan litotipe (Lithotypes). Microlithotypes adalah tipikal asosiasi dari maseralnya yang dapat diidentifikasi di bawah mikroskop, dan litotipe adalah lapisan seam batubara yang dapat dibedakan secara kasat mata. Setelah penelitian singkat dari asal-usul maseralnya termasuk juga perubahan yang paling penting selama proses penggambutan dan pembatubaraan, asal-usul mikrolitotipe dan litotipe batubara keras dan asal mula litotipe batubara peringkat rendah banyak dibahas untuk dipertimbangkan, sehingga umumnya hasil pengenalan lebih lanjut tetapi belum termasuk dapat diindentifikasi dalam buku teks dari petrologi batubara saat itu (Stach, dkk. 1982 dalam Teichmuller, M., 1989). Beberapa metoda analisis petrologi (termasuk ICCP system) dalam hal penentuan mikrolitotipe dan litotipe akan menujukan karekteristik dan jenis batubara, mulai dari lignit sampai dengan bituminus. Teichmuller, M., 1989, menjelaskan penentuan mikrolitotipe dan litotipe berdasarkan pada bentuk morfologi, ukuran, relief, internal structure, kesamaan komposisi kimia, warna pantulan, intensitas refleksi dan tingkat pembatubaraan (degree of coalification). Asosiasi yang berkaitan dengan maseral adalah litotipe (lapisan-lapisan tipis pada singkapan batubara) seperti: vitrain (berbentuk lapisan atau lensa, tebal 3 – 5 mm, pecahan kubik, kaya vitrinite); clarain (lapisan tipis cemerlang dan buram, kaya vitrinite dan liptinite); fusain (hitam, kilap sutera, musah diremas, kaya akan fusinite); durain (kilap berminyak, kaya liptinite dan inertinite). Tabel berikut adalah beberapa sistem penentuan litotipe batubara berdasarkan Coal Lithotype Australia System (Diessel). Coal rank atau peringkat batubara merupakan suatu urutan dari tingkatan-tingkatan kematangan material organik pada batubara yang didasarkan pada material vegetasi yang terubah yang disebut maseral. Rank batubara dapat ditentukan dengan mengetahui jumlah kandungan kimia batubara antara lain total moisture, ash, volatile matter,
ARTIKELMINERBA
21
Gambar 3. Grafik menunjukan jejak pembatubaraan dari kelompok maseralnya, (Modifikasi Smith and Cook (1980) dalam Teichmuller, M., 1989)
Tabel 3. Coal Lithotype Australia System (Diessel, 1986)
Stopes Classification (ICCP)
Australia Classification Bright coal
Streak vitreous-subvitreous, conchoidal, <10% dull thin layer
Banded bright coal
Bright coal, dull thin layer (10-40%)
Banded coal
Same amount of bright coal & dull thin layer (40-60% dull layer)
Banded dull coal
Dull coal, some bright coal( 10-40%)
Dull coal
Dull coal, earthy streak, uneven, <10% bright coal
Fibrous coal
Silky strak
Vitrain
Clarain
Durain Fusain
Description
Keterangan: Rmax: mean maximum reflectance, wt : weight.
fix carbon, calori value, dan total sulfur. Material organik yang terubah menjadi batubara melalui tingkatan sikuen. Perubahan fisika dan kimia dapat diamati. Perubahan fisik dan kimia sejalan dengan meningkatnya tingkat kematangan yang terlihat pada batuan induk marine kerogen-bearing, dan dapat digunakan pada penunjuk yang serupa untuk mengevaluasi potensi coalbed methane dari area coal-bearing. Perubahan tersebut paling sering digunakan sebagai indikator dari kematangan material organik yaitu nilai kalori, kandungan kelembaban atau kapasitas mempertahankan kelembaban, prosentase zat volatile, vitrinite reflectance, dan kandungan karbon. Beberapa perubahan kimia mengindikasikan tingkat kematangan lebih sesuai pada tahap-tahap tertentu. Sebagai contoh, kelembaban lapisan (ash-free) dan nilai kalori (moist ash-free) banyak terdapat pada peat sampai medium-volatile bitumonuos. Perubahan unsur di atas terukur dan terprediksikan oleh meningkatnya suhu diikuti meningkatnya kedalaman penimbunan.
pengendapannya. Lingkungan pengendapan dari masingmasing litotipe adalah sebagai berikut: 1. Vitrain dan Clarain, diendapkan di daerah pasang surut dimana terjadi perubahan muka air laut. 2. Fusain, diendapkan pada lingkungan dengan kecepatan pengendapan rendah, yaitu lingkungan air dangkal yang dekat dengan daratan. 3. Durain, diendapkan dalam lingkungan yang lebih dalam lagi, diperkirakan lingkungan laut dangkal. Sedangkan interpretasi lingkungan pengendapan berdasarkan mikrolitotipe adalah sebagai berikut :
Interpretasi Lingkungan Pengendapan Purba Batubara
1. Vitrit, berasal dari kayu-kayuan seperti batang, dahan, akar, yang menunjukkan lingkungan rawa berhutan. 2. Clarit, berasal dari tumbuhan yang mengandung serat kayu dan diperkirakan terbentuk pada lingkungan rawa. 3. Durit, kaya akan jejak jejak akar dan spora, hal ini diperkirakan terbentuk pada lingkungan laut dangkal. 4. Trimaserit, yang kaya akan vitrinit terbentuk di lingkungan rawa, sedangkan yang kaya akan liptinit terbentuk di lingkungan laut dangkal dan yang kaya akan inertinit terbentuk dekat daratan.
Interpretasi Lingkungan Pengendapan dari Litotipe dan Viikrolitotipe, Tosch (1960) dalam Bustin dkk. (1983), Teichmuller and Teichmuller (1968) dalam Murchissen (1968). Mereka berpendapat bahwa litotipe dan mikrolitotipe batubara berhubungan erat dengan lingkungan
Untuk melakukan penafsiran lingkungan pengendapan batubara dalam petrografi batubara menggunakan metoda penentuan dan model lingkungan pengendapan dengan menggunakan model lingkungan pengendapan dari Diessel (1986), Calder (1991) dan Mukhopadhyay
ARTIKELMINERBA
22
(1989). Penafsiran lingkungan pengendapan pada modelmodel tersebut didasarkan pada konsep maseral, yang mana kehadiran beberapa maseral tertentu dalam batubara akan memberikan pendekatan mengenai awal terbentuknya batubara. 1. Model lingkungan pengendapan menurut Diessel (1986) Diesel (1986) telah menerapkan modelnya pada batubara yang berumur Perm di lembah Hunter dan Gunnedah yang termasuk dalam cekungan Sydney, Australia. Model ini juga telah banyak diaplikasikan dibeberapa lapangan batubara di dunia. Penentuan lingkungan pengendapan pada model ini digunakan perbandingan antara harga Gelification Index (GI) dengan Tissue Preservation Index (TPI) yang kemudian diplotkan dalam diagram, lihat rangkaian formula perbandingan antara harga Gelification Index (GI) dengan Tissue Preservation Index (TPI) dan diagram gambar yang menunjukan lingkungan pengendapan batubara berdasarkan Diessel (1986) berikut: GI =
TPI =
Vitrinite + Macrinite Semifusinite + Fusinite + Inertodetrinite Telinite + Telocollinite + Semifusinite + Fusinite Desmocollinite + Macrinite + Inertodetrinite
dan kedalaman muka air (hydrologic regime). 3. Model lingkungan pengendapan modifikasi Mukhopadhyay (1989) Mukhopadhyay (1989) mendasarkan asosiasi maseral untuk menentukan fasies batubara di cekungan Mosehopotanus, Greece, Athena, Yunani pada endapan batubara Tersier. Asosiasi maseral yang dipakai merupakan meseral-maseral yang dapat memberikan gambaran mengenai komunitas tumbuhan, tipe pengendapan, potensi reduksi-oksidasi, dan susunan batubara pada sistem lingkungan pengendapan batubara. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Teichmuller, 1982 (dalam Stach dkk, 1982), yang menyatakan bahwa faktor yang menentukan fasies batubara yaitu komunitas tumbuhan, tipe pengendapan, potensi reduksi-oksidasi, dan susunan batubara. Kondisi pengendapan yang paling sering disebut adalah dataran delta bawah dan atas tetapi setiap pemeriksaan acak dari batubara terkait mengungkapkan perbedaan komposisi substansial untuk batubara dialokasikan untuk lingkungan yang sama. Dalam rangka menyelidiki hasil tak terduga lebih lanjut, sebuah studi sistematis telah dimulai yang bertujuan untuk membangun hubungan antara indikator fasies batubara dan lingkungan pembentukan batubara. Pembentukan batubara terjadi pada kondisi reduksi di daerah rawa-rawa lebih dari 90% batubara di dunia terbentuk pada lingkungan paralik. Daerah seperti ini dapat dijumpai di dataran pantai, laguna, delta, dan fluviatil. Berikut ini adalah contoh berupa lingkungan pengendapan batubara di dataran pantai, pengendapan batubara terjadi pada rawa-rawa di belakang pematang pasir pantai yang berasosiasi dengan sistem laguna ke arah darat. Di daerah ini tidak berhubungan dengan laut terbuka sehingga efek oksidasi air laut tidak ada sehingga menunjang pada pembentukan batubara di daerah rawa-rawa pantai.
Gambar 4. Diagram fasies batubara untuk penentuan variasi dari lingkungan pengendapannya 2. Model lingkungan pengendapan menurut Calder,dkk (1991) Calder, dkk (1991) mengusulkan perbandingan antara Vegetation Index (VI) dan Ground Water Index (GWI) dipakai sebagai parameter untuk menentukan lingkungan pengendapan. Model ini secara lebih rinci mengklasifikasikan lingkungan pengendapan batubara ditinjau dari asal material organik pembentuk batubara
Pada lingkungan delta, batubara terbentuk di backswamp clan delta plain. Sedangkan di delta front dan prodelta tidak terbentuk batubara disebabkan oleh adanya pengaruh air laut yang besar dan berada di bawah permulcaan air laut. Pada lingkungan fluviatil terjadi pada rawa-rawa dataran banjir atau fluvial-plain dan belakang tanggul alam atau natural revee dari sistem sungai yang meander. Umumnya batubara di lingkungan ini berbentuk lensalensa karena membalik ke segala arah mengikuti bentuk cekungan limpahnya. Endapan Batubara Paralik Lingkungan paralik terbagi ke dalam tiga sub lingkungan, yakni endapan di muara belakang pematang (back barrier), endapan batubara delta, endapan batubara antar delta dan dataran pantai, ketiganya mempunyai bentuk lapisan tersendiri. Akan tetapi pada umumnya tipis-tipis, tidak menerus secara lateral, mengandung kadar sulfur, abu dan nitrogen yang tinggi.
ARTIKELMINERBA
23
Endapan Batubara Belakang Pematang (back barrier) Batubara belakang pematang terakumulasi ke arah darat dari pulau-pulau pematang (barrier island) yang telah ada sebelumnya dan terbentuk sebagai akibat dari pengisian laguna. Kemudian terjadi proses pendangkalan cekungan antar pulau-pulau baru sehingga material yang diendapkan pada umumnya tergolong ke dalam klastika halus seperti batulempung sisipan batupasir dan batugamping. Selanjutnya terbentuk rawa-rawa air asin dan pada keadaan ini endapan sedimen dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga moluska dapat berkembang dengan baik sebab terjadi pelemparan oleh ombak dari laut terbuka ke laguna yang membawa materi organik sebagai makanan yang baik bagi penghuni laguna. Sedangkan endapan sedimen yang berkembang pada umumnya terdiri dari perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan batubara dan batugamping. Struktur sedimen yang berkembang ialah lapisan bersusun, silang siur dan laminasi halus. Endapan batubara terbentuk akibat dari meluasnya perrmukaan rawa dari pulau-pulau gambut (marsh) yang ditumbuhi oleh tumbuhan air tawar. Endapan Batubara Delta Berdasarkan bentuk dataran deltanya, batubara daerah ini terbentuk pada beberapa sub lingkungan yakni delta yang dipengaruhi sungai, gelombang pasang surut. dataran delta bawah dan atas, dan dataran aluvium. Kecepatan pengendapan sangat berpengaruh pada penyebaran dan ketebalan endapan batubara. Batubara daerah ini tidak menerus secara lateral akibat dari perubahan fasies yang relatif pendek dan cepat yang disebabkan oleh kemiringan yang tajam sehingga ketebalan dan kualitasnya bervariasi. Pada umumnya batubara tersebut berasal dari alang-alang dan tumbuhan paku. Endapan Batubara Antar Delta dan Dataran Pantai Batubara daerah ini terbentuk pada daerah rawa yang berkembang di :jerah pantai yang tenang dengan water table tinggi dan pengaruh endapan liaaik sangat kecil. Daerah rawa pantai biasanya banyak ditumbuhi oleh: tumbuhan air tawar dan air payau. Batubara ini pada umumnya tipis-tipis dan secara lateral tidak lebih dari 1 km. Batubara lingkungan ini kaya akan abu, sulfur, nitrogen, dan mengandung fosil laut. Di daerah tropis biasanya terbentuk dari bakau dan kaya sulfur. Kandungan sulfur tinggi akibat oleh naiknya ion sulfat dari air laut dan oleh salinitas bakteri anaerobik.
Hasil Kajian Petrografi Batubara di Indonesia Pada akhir penulisan ini akan dibahas secara umum gambaran hubungan analisis petrologi dan petrografi dari contoh kasus kajian di daerah Binuang, Kalimantan Selatan (Haryono, 2009). Kajian ini menggambarkan kondisi karekteristik dan lingkungan pengendapan purba batubara dengan
menggunakan rangkaian analisis petrologi dan petrografi batubara. Kondisi karakteristik batubara hubungannya dengan lingkungan pengendapan purba batubara Formasi Tanjung di daerah Binuang dan sekitarnya, Kalimantan Selatan. Haryono (2009) menggambarkan secara megaskopis, karakteristik lapisan ba¬tubara di Lajur Barat, Tengah, dan Timur adalah sama, yaitu berwarna hitam, mengilap (Lajur Timur dominan bright dan Lajur Barat dan Tengah domi¬nan bright banded), gores warna hitam, dengan pecahan konkoidal, dan ringan, dijumpai adanya material resin. Hasil analisis petrografi organik menunjukkan bahwa vitrinit berkembang dengan baik dalam batubara di semua lajur, kecuali pada percontoh batubara 07AM44B yang berbanding terbalik dengan kandungan eksinit, sehingga di¬perkirakan percontoh ini termasuk dalam batubara jenis sapropelic tipe cannel. Inertinit berkembang baik dalam batubara di Lajur Timur dan Tengah. Reflektansi vitrinit (Rv) lapisan batubara di Lajur Barat adalah 0,43 - 0,47 %, sedangkan di Lajur Tengah 0,45 %, dan di Lajur Timur 0,45 % sampai 0,50 %. Peringkat batubara di semua lajur temasuk subbituminus B, namun di Lajur Timur nilai reflek¬tan vitrinitnya relatif lebih tinggi. Lingkungan pengendapan batuan sedimen pembawa batubara dan batubara di Lajur Barat mulai dari lingkungan subakuatik (laut) sampai dengan upper–lower delta plain dengan fasies wet for¬est swamp (backmangrove sampai rawa air tawar) dalam kondisi genang laut, sedangkan di Lajur Tengah termasuk ke dalam fasies wet forest swamp (backmangrove sampai rawa air tawar) pada lingkungan upper sampai lower delta plain, dalam kondisi genang laut. Adapun lingkungan pengendapan batuan sedimen pembawa batubara dan batubara di Lajur Timur termasuk ke dalam fasies wet forest swamp (rawa air tawar) pada lingkungan paparan banjir, dalam kondisi genang laut. Lingkungan pengendapan batubara di Lajur Barat mulai dari subakuatik sampai transisi (backmangrove – rawa air tawar), di Lajur Tengah di lingkungan transisi (backmangrove - rawa air tawar), dan Lajur Timur di darat (rawa air tawar). Kesimpulan Analisis petrologi dan petrografi batubara merupakan hal penting dalam menunjukkan: • lingkungan purba pembentuk batubara; • peringkatan spesifikasi dan lingkungan pengendapan batubara. Penentuan jenis batubara (coal type) dan lingkungan pembentukannya secara mikroskopis dan makroskopis yang didasarkan pada konsep maseral, microlitotype dan litotype; Hasil analisis petrografi daerah Binungan memberikan gambaran lingkungan pengendapan yang umumnya transisi dimana pengaruh darat dan marine cukup dominan.
LIPUTANWARTA
24
Special Achievement In GIS Awards untuk
Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Asgan Riza Nasrullah Staf Seksi Informasi Mineral dan Batubara
P
enghargaan “Special Achievement in GIS Awards” untuk Minerba One Map of Indonesia (MOMI) disampaikan oleh ESRI Inc di San Diego, USA. Pada 10 Juli 2013, ESRI Inc memberikan penghargaan tersebut kepada Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Penghargaan disampaikan pada saat mengikuti ESRI International User Conference. Acara ini merupakan pertemuan tahunan ajang sharing berbagai pengetahuan, produk dan teknologi informasi geografi. MOMI adalah suatu sistim informasi wilayah pertambangan berbasiskan web GIS yang dibangun oleh Ditjen Minerba pada tahun 2011. Sistem ini menyatukan data wilayah pertambangan seluruh Indonesia yang sampai saat ini mencapai 10.870 WIUP mineral dan batubara. Sistem informasi wilayah pertambangan yang belum diluncurkan secara resmi ini diharapkan dapat mengintegrasikan data pertambangan dari seluruh provinsi, kabupaten dan kota se-Indonesia. Bahkan dapat diakses di seluruh dunia oleh para pengguna menggunakan akses internet. Khusus untuk akses publik, masih menunggu peraturan pendukung yang sedang disusun.
Kedepan MOMI diharapkan dapat membantu distribusi data keruangan berupa izin usaha pertambangan (IUP) dari daerah kepada pusat tanpa harus dilakukan pelaporan langsung atau dilakukan secara online. Hal ini tentu saja membutuhkan fasilitas yang memadai baik dari sistem pusat maupun fasilitas berupa internet di masing-masing daerah. Selain mempermudah dalam pendistribusian informasi, pemerintah daerah dapat melakukan pengecekan terhadap izin yang memiliki masalah keruangan berupa tumpang tindih dengan izin lainnya. Hal ini bertujuan untuk mengurangi permasalahan pertambangan, utama-
LIPUTANWARTA
25
ESRI International Conference merupakan kegiatan rutin tahunan yang diselenggarakan oleh ESRI Inc. untuk memfasilitasi penggunanya dalam berbagi pengetahuan, teknologi, pengalaman dan pemecahan masalah mengenai peta dan sistem informasi geografis. Konferensi yang dihadiri lebih dari 15.000 peserta ini terdiri dari berbagai negara yang mewakili institusinya baik itu organisasi pemerintah, bisnis dan perusahaan swasta, lembaga swadaya masyarakat, universitas, maupun pengguna perorangan. Selain menampilkan berbagai produk dan teknologi survei pemetaan terkini, ESRI juga menyediakan berbagai jenis pelatihan, diskusi, dan konsultasi tentang proses produksi peta, kartografi, geodatabase, analisis spasial, web services, mobile GIS, cloud computing dan infrastruktur data spasial.
ference. Penghargaan ini diberikan langsung oleh Jack Dangermond, presiden sekaligus pendiri ESRI Inc. Pada tahun ini, penghargaan diberikan kepada 135 organisasi dari seluruh dunia. Sejak pertama kali diadakan, Indonesia tercatat dua kali memenangkan penghargaan ini, yaitu yang pertama diraih oleh Kementerian Perhubungan pada tahun 2012 dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada tahun 2013.
Tampilan Minerba One Map of Indonesia (MOMI) nya tumpang tindih antar izin usaha pertambangan. Kemudahan dalam mengakses informasi ini juga diikuti oleh tingkat keamanan pada data informasi dimana pengguna fasilitas ini harus mendaftarkan diri terlebih dahulu untuk mendapatkan user id sebelum dapat mengakses sistem informasi ini. Mengusung tema “Transforming Our World”, ESRI International User Conference 2013 diselenggarakan pada tanggal 6-12 Juli 2013, di San Diego, California Selatan yang terletak di sudut barat daya Amerika Serikat. Jack Dangermond, Presiden ESRI Inc., memimpin plenary session sebagai pembuka ESRI International User Conference 2013 dengan menyampaikan visinya tentang Geographic Information System (GIS) yang telah membuat perbedaan signifikan dalam hal teknologi dan pengguna. Dalam presentasinya, ia memberikan menjelaskan mengenai bagaimana GIS berkembang dari waktu ke waktu dan telah mengubah cara pengguna dalam menggunakan teknologi GIS. Seiring dengan perkembangan teknologi SIG, banyak organisasi di dunia yang telah membuat perbedaan sangat signifikan terhadap pemanfaatan teknologi SIG dan menciptakan suatu preseden baru terhadap komunitasnya diantaranya Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, KESDM. Penghargaan Special Achievement in GIS diadakan setiap tahun mulai dari tahun 2003 dan dilangsungkan bersama dengan acara Esri International User Con-
Setelah mengikuti konferensi bertaraf internasional ini diharapkan ESRI sebagai salah satu vendor besar dalam sistem informasi geografis yang memiliki sumber daya dan pengalaman yang baik di bidang pembangunan infrastruktur data spasial tetap membangun kerjasama dengan pihak Minerba dalam peningkatan pengetahuan terkini mengenai teknologi Sistem Informasi Geografi. Adanya kerja sama dengan ESRI dalam Minerba One Map Indonesia (MOMI) dapat dimanfaatkan untuk memperoleh ilmu dan keahlian dalam pengembangan MOMI. Komunikasi yang intens dengan tim dari ESRI harus terus dilakukan untuk menjaga kualitas pekerjaan dan menjamin produk yang dihasilkan. Pihak ESRI International sendiri bersedia membantu dalam program pelatihan sumberdaya manusia (capacity building) Ditjen Mineral dan Batubara, antara lain: Pelatihan GIS presentation skill untuk wilayah pertambangan, Pelatihan Sistem Informasi Geografis berbasis analisis citra penginderaan jauh untuk pertambangan, Pelatihan sinkronisasi data SIG antar unit di lingkungan Kementerian ESDM, Pelatihan integrasi data geologi yang bersifat spasial dengan Sistem Informasi Geografis, termasuk pembuatan model dan penampang geologi bawah permukaan, serta Pelatihan Sistem Informasi Geografis dengan menggunakan multi data untuk analisis kebijakan sub-sektor mineral dan batubara. Pihak ESRI International bersedia memfasilitasi tenaga pengajar dan tempat pelatihan baik di dalam maupun di luar negeri yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan dalam beberapa tahun (multi years), akan dimulai pada bulan November 2013 di Australia.
19TH ANNUAL COALTRANS ASIA 2013 Bali International Convention Center (BICC), Nusa Dua, Bali Rina Handayani Staf Bagian Rencana dan Laporan Sekretariat DIrektorat Jenderal Mineral dan Batubara
19
th Coaltrans Conferences diselenggarakan di Bali International Convention Centre, Nusa Dua - Bali pada tanggal 2–5 Juni 2013. 19th Annual Coaltrans Asia diselenggarakan oleh Coaltrans Conferences, Ltd., Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), dan KingMining.com (kelompok 15 perusahaan yang merupakan pemimpin pasar bidang masing masing dalam industri batubara Indonesia). Coaltrans Conference adalah pertemuan tahunan di bidang pertambangan batubara yang secara internasional dibagi atas empat wilayah utama: yaitu Amerika, Eropa, Asia dan Afrika. Untuk wilayah Asia bernama Coaltrans Asia
Coaltrans Conference ditujukan untuk berbagi informasi terkini mengenai industri batubara dunia. Hal utama yang disoroti adalah perkembangan dan kondisi pasar penting dunia seperti: China, India dan Amerika. Selain itu, kegiatan yang rutin dilakukan setiap tahun ini menjadi sarana bertemunya semua pemain kunci pasar batubara. Mulai produsen, pengguna, pedagang, dan distributor. Tujuan konferensi ini adalah untuk memperluas jaringan kerjasama dan sebagai sarana diskusi bagi setiap stakeholder di industri batubara Asia. Dalam forum ke-19 ini, jadwal acara dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan peserta menyesuaikan dengan kebutuhan bisnis masing-masing. Susunan agenda acara menampilkan platform dari tokoh-tokoh senior di industri batubara
LiputanWarta
27
dengan menyampaikan topik-topik utama terkait industri batubara saat ini. Juga terbuka kesempatan yang besar bagi peserta untuk memperluas jaringan, sehingga dapat menjalin kerjasama bisnis baru dan sarana konsolidasi dengan mitra yang sudah ada. Forum ini menghadirkan pembicara dari kalangan Pemerintah, BUMN, dan Swasta. Diikuti oleh lebih dari 800 perusahaan, lebih dari 2000 peserta, lebih dari 60 pembicara, lebih dari 40 negara, dan lebih dari 120 stand pameran. Di acara 19th Annual Coaltrans Asia 2013 ini, Menteri ESDM menyampaikan Keynotes Speech pada Senin, 3 Juni 2013, tepatnya pukul 10.15 WIB. Dalam sambutannya, beliau mengatakan akan mendukung sepenuh hati bagi para stakeholder yang mendukung four track strategy sebagai peran serta pertambangan dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Kegiatan 19th Annual Coaltrans Asia 2013 Dilaksanakan selama tiga hari, yaitu: a. Pre–Conference Programme: Turnamen Golf dan Turnamen Tenis. b. Hari pertama (3 Juni 2013): Sesi 1: Keynotes – Indonesia’s Government Policy, Sesi 2: Asia Industry Keynotes dan sesi 3: Asia in a global Context. c. Hari kedua (4 Juni 2013): Sesi 4a: Metallurgical coal, Sesi 4b: Cutting cost and Maximizing efficiencies, Sesi 5a: Regulatory environment, Sesi 5b: Adapting strategies to the current market cycle, Sesi 6a: Indonesia production outlokk – Panel Discussion, Sesi 6b: Coal procurement – Buyers perspectives, Sesi 7: Shopping and transport logistics. d. Hari ketiga (5 Juni 2013): Sesi 8: Finance and Investment
Sesi 9: Coal Pricing
ISU STRATEGIS BIDANG BATUBARA Pemerintah semakin concern dalam pengendalian batubara sebagai sumber energi primer alternatif dan kita harus mampu menjawab isu strategis nasional dan tantangan global untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia mencapai kehidupan yang sejahtera, aman dan nyaman. Terdapat enam isu strategis bidang batubara yang membutuhkan dukungan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, melalui sektor ESDM , enam isu tersebut adalah: 1. Pengendalian produksi nasional
Pemerintah menetapkan besaran produksi nasional untuk tahun depan pada bulan Juni tahun berjalan (sesuai Permen ESDM No. 34/2009) dalam kaitannya dengan DMO. Dengan jumlah cadangan low rank dan medium rank yang mencapai hampir 90% dari cadangan nasional, potensi ini perlu dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan domestik dan meningkat nilai tambah dari batubara, investasi baik domestik maupun asing sangat diperlukan.
2. Fluktuasi harga batubara
Review kembali formula harga batubara berdasarkan Peraturan Dirjen Minerba No 515.K/32/DJB/2011 tentang Formula Untuk Penetapan Harga Patokan Batubara. Untuk menjamin harga batubara yang saat ini rendah akibat suplainya yang melimpah, perlu dilakukan kontrol terhadap tingkat produksi nasional sampai ke level 400 juta ton pertahun yang secara gradual akan diturunkan terus untuk menjamin umur tambang yang lebih panjang.
3. Penerimaan negara (royalti)
Perlu dilakukan kebijakan mengenai tarif royalti yang selama ini berbeda penerapan terhadap IUP dan PKP2B ke level yang lebih bisa diterima oleh pasar, untuk meningkatkan penerimaan negara, sehingga pendapatan negara dari batubara bisa lebih ditingkatkan.
4. Peningkatan nilai tambah Melalui UU No.4 tahun 2009, pemerintah mengeluarkan kebijakan peningkatan nilai tambah hasil pertambangan termasuk batubara terutama untuk batubara kualitas rendah (low rank coal). Pemerintah baik KESDM, Kemenperin, BPPT, LIPI dan lembaga-lembaga kelitbangan terus melakukan pengembangan produk nilai tambah batubara terutama untuk kualitas rendah. Beberapa yang akan dikembangkan adalah: Coal gasification, Coal liquafaction, Coal upgrading dan Pembangkit listrik mulut tambang. 5. Peran batubara untuk pembangkit listrik mulut tambang Peran batubara sebagai sumber energi primer untuk membangkit tenaga listrik, perlu ditingkatkan berdasarkan data APBN-P 2013 kontribusi batubara ditargetkan 55%, sedangkan penggunaan minyak bumi dan gas semakin dikurangi berturut-turut 10% dan 22%. 6. Infrastruktur
Pemerintah melalui program MP3EI sedang menggenjot pembangunan infrastuktur guna meningkatkan investasi di sektor riil. Beberapa daerah konektivitasnya mulai dikembangkan baik melalui pembangunan sarana bandara, pelabuhan, jalan tol, jalan kereta api dan telekomunikasi. Salah satu yang dikembangkan untuk pengangkutan batubara adalah jalan rel kereta api di Sumsel, Kaltim, dan Kalteng.
LIPUTANWARTA
28
The 2nd Board of Judges (BOJ) for Coal Competition of the ASEAN Energy Award The 11th ASEAN Forum on Coal (AFOC) Council
Dua Event Batubara Tingkat ASEAN di Filipina Cebu, Filipina, 5-7 Juni 2013
P
ada 5–7 Juni 2013 telah dilaksanakan the 2nd Board of Judges (BOJ) for Coal Competition of the ASEAN Energy Awards and the 11th ASEAN Forum on Coal (AFOC) Council di Cebu, Filipina. Pertemuan tersebut dihadiri oleh 101 peserta dari 6 negara ASEAN, Wakil dari ASEAN Center for Energy (ACE), dan Japan Coal Energy Center (J-Coal). Dalam pertemuan ini terdapat 4 Negara anggota yang tidak dapat hadir yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, Laos dan Singapura.
Surya Herjuna, S. Hut Kasi. Informasi Mineral dan Batubara
Satyo Naresworo Staf Bagian Rencana dan Laporan Sekretariat DJMB
Delegasi Indonesia Pada kesempatan ini Ir. Lydia Hardiani, M. Si, Kepala sub Direktorat Investasi dan Kerjasama Mineral dan Batubara, Ditjen Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) RI ditunjuk sebagai Ketua Delegasi Indonesia. Beliau didampingi oleh pejabat dari Biro Perencanaan dan Kerjasama KESDM; Pusat Diklat Mineral dan Batubara, KESDM; Pusat Litbang Teknologi Mineral dan Batubara, KESDM; Direktorat Pembinaan Pengusahaan Mineral, KESDM; Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara, KESDM dan Direktorat Kerjasama Ekonomi ASEAN, Kementerian Luar Negeri. Pertemuan the 11th ASEAN Forum on Coal (AFOC) Council diketuai oleh Mr. Ramon Allan V. Oca, Undersecretary, Department of Energy, Filipina dengan vice-chair oleh Dr. Phumee Srisuwon, Head of Mineral Fuel Group, Thailand.
The 2nd Board of Judges (BOJ) Meeting Dalam pertemuan the 2nd Board of Judges (BOJ) for Coal Competition of the ASEAN Energy Awards, 5 Juni 2013 membahas dan menyepakati mengenai Objectives, Qualification of Applicant, Competition Categories and Definition, Application per Country and Winner per Category, Criteria and Allocation of Scores, Guide for Documentation, Corpoate Social Responsibility, Special Sumission, Rules and Requirements of Submission, Announcement of Winner, Prizes, Awarding Ceremonies and Publication & Promotion, Final Work Program and Schedule sebagai Guidelines dari rencana pemberian ASEAN Coal Awards. Adapun tujuan dari pemberian award adalah untuk mempromosikan peran perusahaan dalam pengelolaan batubara, terutama dalam pengembangan Clean Coal Tech-
LiputanWarta
29
nologies, sebagai bagian dari program ASEAN Plan of Action on Energy Cooperation (APAEC). Forum memutuskan bahwa Guidelines ASEAN Coal Awards akan ditetapkan pada Senior Official Meeting on Energy pada 24 Juni 2013 di Indonesia. Forum juga memutuskan akan dilakukan rapat 3th BOJ Meeting pada tanggal 15-16 Agustus 2013 di Manila untuk melakukan penilaian terhadap nominasi perusahaan. Adapun pegumuman pemenang akan dilakukan dalam acara welcome dinner ASEAN Ministers on Energy Meeting (AMEM) di Indonesia pada 25 September 2013. ACE akan mengirim surat kepada Senior Official on Energy (SOE) Leaders masing-masing negara ASEAN pada tanggal 13 Juni 2013 untuk meminta konfirmasi mengenai calon anggota dari BOJ dan alternate BOJ. Indonesia telah menetapkan Prof. Dr. Bukin Daulay sebagai calon anggota BOJ dari Indonesia. Usulan alternate BOJ akan diusulkan kemudian.
The 11th ASEAN Forum on Coal (AFOC) Pada pertemuan The 11th ASEAN Forum on Coal (AFOC), setiap negara ASEAN melaporkan mengenai kegiatan dan program yang telah dan akan dilaksanakan pada tahun 2012–2015 sebagai bagian dari APAEC dan tindak lanjut dari pertemuan the 10th AFOC tahun lalu. Indonesia melaporkan telah melaksanakan beberapa Workshop dan program, yaitu: Workshop on Clean Coal Technology (CCT), Cirebon, tanggal 2-5 Oktober 2012
sebagai tindak lanjut Capacity Building Activities and Best Practices on CCT; Workshop AFOC on Harmonization of Emmision Standars and Minimum Efficiency Requirments for Coal-Fired Power Plant (CFPP), Bali, 10-11 Oktober 2012; Workshop on Low Quality Coal Enhancement, Coal Upgrading and Coal Gasification for AFOC Member Countries, Medan, 2-5 Mei 2013 sebagai tindak lanjut Low Rank Coal Gasification Using Fixed-bed Gasifier (LRCG), Low Rank Coal Upgrading (LRCU) and Enhance Low Quality Coal to High Quality; ASEAN Workshop on Carbon Capture and Storage (CCS), Bandung, 20-21 Mei 2013; Workshop on ASEAN Coal Database and Information System (ACDIS), Jakarta, 9-12 Juli 2012 dan Bandung, 21-24 Mei 2013. Malaysia melaporkan mengenai penyelenggaraan Workshop on ASEAN Agreement on Coal Use and Trading (ACUT), Kuala Lumpur, Oktober 2012. Myanmar melaporkan mengenai perkembangan Encourage Private Sector Investment and Participation. Filipina melaporkan mengenai perkembangan Harmonization of Instruments to enhance Coal Supply and Faclitate Delivery Arrangement. Thailand melaporkan mengenai rencana pelaksanaan ASEAN Forum on CCT, Chiang Mai, 11-13 November 2013 sebagai bagian dari Promote Coal and Image in the Light of Global Environment Concern (PCI) and Clean Coal Iniative for ASEAN (CCIA). Setiap negara juga diberikan kesempatan untuk menyampaikan country profile terkait perkembangan dari komoditi batubara, kebijakan dan peraturan pemerintah, strategi pengembangan batubara, konsumsi, proyeksi produksi
LIPUTANWARTA
30
dan R & D.
Indonesia memperoleh Key Performance Indicator (KPI) tertinggi di ASEAN karena mendapatkan perolehan nilai tertinggi untuk pelaksanaan program-program APAEC 20102015.
POINT-POINT PENTING PERTEMUAN Draft ASEAN Agreement on Coal Use and Trading (ACUT) Malaysia menyampaikan mengenai laporan pelaksanaan workshop ASEAN Agreement on Coal Use and Trading yang dilaksanakan di Kuala Lumpur, Malaysia pada 22 Oktober 2012. Workshop dimaksudkan untuk mendapat masukan dari negara ASEAN pada konsep yang diusulkan pertama kali pada pertemuan the 9th AFOC Meeting di Myanmar. Malaysia berpandangan bahwa ACUT merupakan salah satu kerjasama penting dalam rangka ketahanan energi di kawasan khusus di bidang batubara, mengambil contoh dari kerjasama ASEAN Petroloeum Security Agreement (APSA) yang telah diratifikasi oleh semua negara ASEAN. Beberapa point yang terdapat dalam ACUT, yaitu:
a) Mencegah situasi darurat terhadap ketersediaan batubara di ASEAN; b) Menyediakan tambahan suplai batubara kepada negara yang mengalami bencana; c) Penetapan harga batubara dengan merujuk pada indeks harga batubara ASEAN yang akan disusun; d) Menyediakan tonase batubara jika tidak memungkinkan, negara produsen batubara menyediakan batubara kepada negara yang sedang mengalami bencana dengan jumlah 10% dari kebutuhan normal domestik. Malaysia akan melakukan revisi draft ACUT sesuai dengan masukan negaranegara ASEAN dan akan disirkulasikan kepada negara ASEAN untuk dimintakan
Pejabat EKONID, KESDM, Kemenlu RI dan Dr. Ilham Habibie dalam acara temu mahsiswa Indonesia
komentarnya sebelum acara 31st SOME dilaksanakan. Draft ACUT hasil masukan negara-negara ASEAN akan dilakukan endorsement pada saat pelaksanaan 31st SOME tahun 2013. Pada AFOC meeting, Indonesia menyampaikan belum dapat menyampaikan tanggapan karena belum menerima draft yang telah direvisi. Malaysia menyampaikan bahwa draft revisi akan disampaikanmelalui ACE pada Minggu kedua Juni 2013. Pelaksanaan Workshop kedua Workshop AFOC on Harmonization of Emmision Standars and Minimum Efficiency Requirments for Coal-Fired Power Plant (CFPP) Pada Work Plan 2013-2014, ACE mengharapkan agar Indonesia dapat menyampaikan mengenai proposal dan tentative program pelaksanaan kedua kalinya Workshop AFOC on Harmonization of Emmision Standars and Minimum Efficiency Requirments for Coal-Fired Power Plant (CFPP) pada awal November 2013. Menanggapi permintaan ACE tersebut, Indonesia menyampaikan bahwa saat in Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, Badan Litbang Energi dan Sumber Daya Mineral tidak menganggarkan biaya untuk rencana pelaksanaan workshop kedua dimaksud. Namun hal ini akan didiskusikan lebih lanjut kepada Ditjen Ketenagalistrikan yang berkaitan dengan subject pada workshop yang dimaksud, untuk kemungkinan dibiayainya penyelenggaraan tersebut oleh anggaran Ditjen Ketenagalistrikan, sebagaimana yang telah dilakukan dalam workshop pertama.
ASEAN Coal Database and Information System (ACDIS) Pada pertemuan The 10th ASEAN Forum on Coal (AFOC) tahun lalu telah disampaikan mengenai rencana pembuatan ASEAN Coal Database and Information System (ACDIS) dan telah dilakukan dise-
Diskusi dalam acara temu mahsiswa Indonesia
LiputanWarta
31
Booth Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
minasi cara pengisian data pada saat Workshop on Coal Data Base yang dilakukan pada Juli 2012 di Jakarta. ACDIS merupakan web data yang menyediakan informasi mengenai data batubara di kawasan ASEAN. Hingga saat ini, baru Indonesia yang telah melakukan input data mengenai informasi batubara di Indonesia. Indonesia pada The 11thAFOC mengharapkan agar negaranegara ASEAN dapat melakukan input data, dan karena sistem dgn teknologi yang sedikit rumit, Indonesia menyatakan kesiapannya jika diperlukan suatu kegiatan capacity building untuk pengisian data base tersebut.
ASEAN Workshop on Carbon Capture and Storage (CCS) Pada Workshop yang dilakukan di Bandung pada 21-23 Mei 2013, pembahasan Carbon Capture and Storage masih fokus pada Minyak dan Gas. Indonesia mengharapkan pada workshop berikutnya dapat difokuskan untuk Batubara, dengan anggapan AFOC merupakan pembahasan khusus mengenai batubara. Dalam hal ini, Indonesia telah meminta negara ASEAN yang mempunyai pengalaman dalam CCS bidang batubara dapat melaksanakan workshop berikutnya, namun pada saat The 11th AFOC, tidak ditemukan negara yang mempunyai pengalaman CCS di bidang batubara. Jepang meskipun mempunyai pengalaman dalam hal ini, namun karena hanya sebagai observer, Jepang menyampaikan bahwa sebaiknya program dilaksanakan oleh negara ASEAN. Untuk langkah lebih lanjut, Indonesia akan membahas hal ini secara internal.
Date and Venue for the Next Meeting Pertemuan The 12th ASEAN Forum on Coal (AFOC) akan dilaksanakan di Thailand.
PENGAMATAN DAN KESIMPULAN Kegiatan dan program yang dilakukan selama tahun
Foto Perwakilan Peserta AFOC tahun 2013 2012-2013 terlihat kecendurangan lebih banyak dilaksanakan oleh Indonesia, mungkin perlu dipertimbangkan untuk keseimbangan pada workshop selanjutnya. Hal ini terkait dengan efisiensi dana yang menggunakan anggaran pemerintah Indonesia. Pada pembahasan draft ACUT, terlihat kepentingan Malaysia yang ingin menjamin kebutuhan batubara di negaranya. Kerjasama perdagangan batubara Indonesia dan Malaysia selama ini telah berjalan melalui skema businessto-business dengan menggunakan harga pasar dunia. Melalui ACUT, Malaysia mencoba untuk memaanfaatkan skema ASEAN untuk dapat menjamin ketersediaan batubara di negaranya dengan menggunakan harga khusus di ASEAN, hal ini terlihat pada point: Negara produsen batubara menyediakan batubara kepada negara yang sedang mengalami bencana dengan jumlah 10% dari kebutuhan normal domestik; Penetapan harga batubara dengan merujuk pada Indeks harga batubara ASEAN dan persetujuan harga dan tonase batubara. Indonesia perlu mempertimbangkan mengenai perlu tidaknya melakukan penandatanganan perjanjian dimaksud, hal ini karena kebutuhaan batubara domestik Indonesia yang belum mencukupi dan untuk ketahanan energi nasional Indonesia. Hal yang perlu dicermati pada point “Negara produsen batubara menyediakan batubara kepada negara yang sedang mengalami bencana dengan jumlah 10% dari kebutuhan normal domestik”, hal ini akan mengikat negara produsen batubara, termasuk Indonesia untuk memenuhi kebutuhan batubara negara ASEAN yang membutuhkan dengan mengacu kebutuhan normal domestik negara tersebut, bukan bergantung pada ketersediaan batubara di negara produsen. Hasil penilaian Key Performance Indicator (KPI) menunjukkan untuk seluruh kegiatan yang dilakukan oleh Indonesia mendapakan nilai maksimal/tertinggi dibanding dengan negara-negara ASEAN lainnya. Nilai maksimal menunjukkan Indonesia telah menyelesaikan program-program dalam rencana APAEC 2010-2015.
LIPUTANWARTA
32
The 10th ASEAN Senior Official Meeting on Mineral Working Group Meetings (ASOMM WG Meetings)
P
ada 28 – 29 Agustus 2013 telah dilaksanakan The 10th ASEAN Senior Official Meeting on Mineral Working Group Meetings (ASOMM WG Meetings) di Bukit tinggi, Sumatera Barat. Pada kesempatan ini Delegasi Indonesia dipimpin oleh Kepala Pusat Sumber Daya Geologi, Ir. Calvin Karo karo Gurusinga, M.Sc dengan didampingi perwakilan dari Biro Perencanaan dan Kerjasama, Balitbang ESDM, Ditjen Mineral dan Batubara, Badiklat ESDM, Badan Geologi, dan perwakilan dari Kementerian Luar Negeri.
Yunita Siti Indarwati Staf Subdit Pengembangan Investasi dan Kerjasama Minerba
Muhammad Nasarudin Staf Bagian Rencana dan Laporan Sekretariat DJMB
ASOMM WG Meetings dihadiri oleh sembilan Negara ASEAN yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand dan Vietnam. Hadir juga dalam pertemuan tersebut perwakilan dari ASEAN Sekretariat. Pertemuan ASOMM WG Meeting diawali dengan pelaksanaan Seminar on Permit Policy and Mechanism for Mineral Mining license in ASEAN Countries pada tanggal 27 Agustus 2013. Pertemuan tersebut dihadiri oleh 8 (delapan) Negara kecuali Filipina serta hadir pula dari perusahan seperti PT Antam, PT Weda Bay Nickel dan PT Vale Indonesia. Seminar tersebut dibuka oleh SAM Bidang Ekonomi dan Keuangan KESDM, Dr. Ir. Djadjang Sukarna, M.Sc dan dimoderatori oleh Teuku Mufizar Mahmud, ST, M.Sc dari PT Vale Indonesia. Pada kegiatan The 10th ASEAN Senior Official Meeting on Mineral Working Group Meetings (ASOMM WG Meetings) memaparkan hal-hal sebagai berikut: • ASEAN Member States (AMS) memaparkan pengalamannya dalam mempraktekkan kebijakan DMO di sektor mineral dan pembatasan eksport bijih mineral dalam rangka meningkatkan ekonomi lokal serta sebagai salah satu usaha konservasi • AMS saat ini sedang melakukan punyusunan program peningkatan nilai tambah mineral dan membuka peluang invesstasi bagi penanaman modal asing. • Untuk mengatasi penolakan masyarakat sekitar terhadap tambang khususnya mineral, AMS sepakat bahwa salah satu solusinya adalah dengan mengembangakan CSR dan meningkatkan keterlibatan sosial ekonomi dari masyarakat setempat. • Setiap AMS sudah memiliki kebijakan PMA dalam negeri dan kebijakan tersebut bisa bervariasi sebagaimana yang disajikan dalam seminar yaitu penyusunan skema
perijinan yang optimal dan efisien untuk menarik minat investor asing. • Beberapa AMS bahkan sudah mempunyai serangkaian peraturan yang membedakan dengan jelas peranan negara bagian dan pemerintah pusat, tanpa harus berlama-lama dalam prosesnya. Pemerintah pusat dalam hal ini berperan sebagai pebuat kebijakan nasional, sedangkan negara bagian mempunyai peran sebagai pelaksana kebijakan tersebut. Pembagian tugas yang jelas dapat memperkecil tumpang tindih kekuasaan antar lembaga pemerintah di berbagai level. Adapun hasil pembahasan masing-masing Working Groups adalah sebagai berikut: a. Working Group on Mineral Trade and Investment/ WGTIM Pada Working Group ini Ditjen mineral dan batubara menjadi penanggungjawab dan melaporkan hasil Seminar on Permit Policy and Mechanism for Mineral Mining License in ASEAN Countries yang telah dilaksanakan pada tanggal 27 Agustus 2013 yang merupakan bagian dari project dibawah WGTIM. Pada tahun 2014, Ditjen Minerba akan menyelenggarakan Seminar on Mining Business and Investment Opportunities of the Rare Earth Minerals yang akan dilaksanakan bersamaan dengan Seminar on Reclamation, Mine Closure and Minerals Conservation. Terkait dengan project di bawah WGTIM yang menjadi tanggung jawab IMA, telah dilaporkan bahwa kegiatan tersebut akan ditarik dari ASOMM. Adapun kegiatan tersebut adalah: • Seminar on Promote and facilitate Joint venture cooperation between ASEAN private Sector Companies dilaksanakan oleh Indonesian Mining Association (IMA) pada tahun 2013
LiputanWarta
33
• One-day Workshop to Exchange Information and Experience on the Available Mechanism and Identify the Roles of One Stop Mineral Trade and Investment Center. • Seminar on Reviewing of Existing Regulation and Incentives with View to Promote and Facilitate Mineral Trade and Investment. • Workshop Establishment of a One-Stop Mineral Trade and Investment Promotion/Facilitation Center in each ASEAN Member States. • Seminar on reviewing of existing regulations and incentives with a view to promote and facilitate mineral trade and investment. WGTIM juga membahas tentang kontribusi terhadap ASEAN Mineral Trust Fund. b. Working Group Mineral Database/ WGMID
Information
and
Pada Working Group ini Badan Geologi menjadi penanggungjawab dan melaporkan pelaksanaan Workshop on ASEAN Minerals Database and Information System (AMDIS) yang telah dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 2013 di Bali serta perkembangan AMDIS. WGMID juga membahas rencana Launching AMDIS yang akan dilaksanakan pada saat acara ASEAN Ministerial Meeting on Mineral (AMMin) pada 29 November 2013 di Bali dengan dihadiri oleh seluruh Menteri yang membidangi urusan mineral ASEAN. Anggota ASEAN sepakat untuk segera melengkapi data pada portal yang telah disediakan oleh Badan Geologi paling lambat minggu ke-3 bulan Oktober. c. Working Group on Capacity Building in Minerals/
WGCBM Pada Working Group ini Badan DIklat ESDM menjadi penanggungjawab dan melaporkan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: • Training Program on Geological Surveys and Resources Mapping yang telah dilaksanakan pada tahun 2013 • Training Program on Minerals Processing for Tin, Gold and Industrial Mineral akan dilaksanakan pada 2014 • Technical Workshop on EITI Implementation pada 2013 • Multi-stakeholder Exchange Forum on Extractive Industries pada 2014 • Regional Dialogue on Good Practices on EITI implementation pada 2015 d. Working Group on Sustainable Mineral Development/ WGSMD Pada Working Group ini Balitbang ESDM menjadi penanggungjawab dan menyampaikan laporan perkembangan penelitian seperti: • Study on Upgrading of Low Grade Bauxite by Flotation yang sudah dilaksanakan pada tahun 2013 • Study on Processing of Rare Earth Minerals yang direncanakan selesai pada 2014 • Study on Processing of Precious Stones yang direncanakan selesai pada 2015 • Seminar on Reclamation, Mine Closure and Minerals Conservation yang akan dilaksanakan pada tahun 2014 bersamaan dengan Seminar on Mining Business and Investment Opportunities of the Rare Earth Minerals.
Diskusi dalam acara temu mahsiswa Indonesia
INFOMINERBA
34
Harga Batubara Acuan (HBA) Bulan Mei - Agustus 2013
US$ 85,33
Mei 2013
US$ 84,87
Juni 2013
INFOMINERBA
galangtoink.files.wordpress.com
35
US$ 81,69
US$ 76,70
Juli 2013
Agustus 2013
INFOMINERBA
36
Menggelar Potensi, Menggaet Investasi APKASI International Trade And Investment Summit 2013-JIEXPO Jakarta Penulis: Sutarman
A
sosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) pada 15-17 Mei 2013 menyelenggarakan sebuah event bertaraf internasional. Organisasi yang menjadi wadah kerjasama kabupaten se-Indonesia itu mengusung tajuk “APKASI International Trade and Investment Summit”. Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, resmi membuka acara yang dilaksanakan di JIExpo-Kemayoran Jakarta Pusat. Dalam sambutannya beliau mengharapkan pameran ini dapat meningkatkan pembangunan ekonomi daerah maupun nasional karena ini merupakan ajang promosi perdagangan dan investasi di seluruh kabupaten di Indonesia yang bertaraf internasional. Menurut Menko Perekonomian, para bupati adalah ujung tombak pencapaian pembangunan ekonomi nasional, sejalan dengan program MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi) pada enam koridor. Selaku kepala pemerintahan daerah, bupati memegang peran paling puncak untuk mencapai pembangunan yang adil dan merata di setiap wilayah.
dan mempromosikan potensi kekayaan daerah tersebut. Potensi yang dikembangkan bisa dari potensi pertanian, energi maupun terkait pengembangan pariwisata yang sampai saat ini belum maksimal dilakukan di daerah. Ditambahkan pula perlu adanya inovasi di setiap daerah untuk mengembangkan potensi kekayaan yang ada di daerah dalam rangka meningkatkan investasi dan perdagangan di daerahnya. Hal ini juga berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan dan perekonomian rakyat di setiap daerah. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral turut berpartisipasi pada ajang pameran tersebut dan dikoordinir oleh Biro Hukum dan Humas KESDM. Unit KESDM yang turut berpartisipasi diantaranya Sekretariat Jenderal ESDM, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Badan Litbang KESDM, Badan Diklat KESDM. Keikutsertaan tersebut pada dasarnya juga mempromosikan peluang investasi sektor pertambangan dan energi serta penyebarluasan informasi..
Hatta Rajasa sependapat dengan APKASI bahwa kebutuhan investasi dan perdagangan menjadi komponen penting dalam pertumbuhan ekonomi. Tujuan APKASI mengadakan pameran ini juga untuk mempromosikan potensi luar biasa setiap daerah. Untuk meningkatkan investasi keberadaan infrastruktur sangat penting karena menjadi infrastruktur yang baik akan mempercepat investasi nyata di setiap daerah. Ketua APKASI, Isran Noor, menegaskan pameran internasional ini adalah ajang untuk memperlihatkan
Stan DJMB ESDM pada APKASI International Trade And Investment Summit 2013
INFOMINERBA
37
Palembang Expo 2013 dalam Rangka Hut Kota Palembang Ke-1330 Penulis: Sutarman UKM, pariwisata dan budaya, kerajinan nasional dan produk/jasa unggulan lainnya. Pameran yang dilaksanakan pada 13-17 Juni 2013 diselenggarakan dalam rangka memperingati HUT Kota Palembang yang ke-1330. Pemerintah Kota Palembang mengambil tema Integrity Fair dan Perencanaan Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK). Kegiatan pameran tersebut dilaksanakan di Sriwijaya Promotion Centre Jakabaring Palembang. Pameran dibuka oleh Sekretaris Daerah Palembang H. Ucok Hidayat yang didampingi oleh Kepala Ombudsman RI perwakilan Sumatera Selatan – Indra Zuardi dan Kepala BPKP Perwakilan Sumsel – Surya Negara. Sedangkan dari pemerintah pusat hadir Deputi Pengawasan dan Akuntabilitas, Kementerian PAN – Wiharto.
P
alembang Expo 2013 merupakan pameran terpadu yang digelar Pemerintah Kota Palembang. Pada pameran ini dapat ditemui informasi mengenai layanan publik, investasi dan potensi daerah, industri kreatif, produk unggulan
Dalam sambutannya, Wiharto mengatakan Palembang menjadi salah satu kota pencanangan zona integritas untuk “bersih”. Penandatangan pakta integritas sudah dilakukan dengan Menpan dan Reformasi Birokrasi pada tanggal 20 Mei 2012. Reformasi birokrasi sudah dilakukan, peran birokrasi di Palembang sudah menunjukkan hasilnya, pembangunan Palembang juga makin pesat jika dibandingkan dengan kota-kota lain di Indonesia ungkapnya. Hal ini ditandai dengan diraihnya opini wajar tanpa pengecualian (OTP) dalam hal pengelolaan keuangan dan tujuh kali meraih Adipura.
Pembukaan pameran oleh sekretaris daerah palembang H Ucok Hidayat
INFOMINERBA
38
VIETNAM Ingin Belajar dari INDONESIA
Satyo Naresworo Staf Bagian Rencana dan Laporan Sekretariat Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara
P
enandatanganan nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) bidang energi dan sumber daya mineral telah dilakukan oleh Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo dan Deputi Menteri Industri dan Perdagangan Vietnam, HE Nguyen Cam Tu. Penandatangangan MoU tersebut pada Jumat, 28 Juni 2013, di Jakarta. Tujuan adanya MoU ini adalah untuk meningkatkan hubungan antar kedua negara. Selain itu pula untuk membuka kesempatan kerjasama pihak swasta
antara Indonesia dengan Vietnam. Dalam kesempatan ini Wamen ESDM menyampaikan beberapa pendapat atau harapan setelah penandatanganan MOU. Bagi Vietnam, selain meningkatkan hubungan kerja sama dengan Indonesia, mereka juga mengharapkan dapat melakukan kolaborasi eksplorasi dan eksploitasi di bidang mineral dan batubara. Selain hubungan kerjasama antar Negara, penandatanganan MoU ini juga diharapkan menjadi sarana yang dapat memfasilitasi kerjasama pihak swasta antara Indonesia dengan Vietnam. Lingkup kerja sama dalam nota kesepahaman ini mencakup
INFOMINERBA
39
MOIT
MEMR
Wakil Menteri ESDM dan Deputi Menteri industri dan perdagangan Vietnam tandatangani MOU bidang energi
kerja sama bidang eksplorasi dan pengembangan, investasi dan perdagangan, riset, capacity building, dan rencana strategis antara kedua negara. Saat hendak meninggalkan ruangan setelah acara penandatanganan MOU ini, Wamen ESDM juga menyampaikan beberapa hal kepada wartawan media cetak maupun elektronik, bahwa Vietnam ingin kolaborasi eksplorasi dan eksploitasi di mineral resources termasuk batubara dan mineral lainnya. “Di sana (Vietnam) sudah ada perusahaan nasional yang sudah melakukan aktivitas (pekerjaannya)” ungkapnya.
Wamen ESDM meninggalkan ruangan pertemuan, sambil menjawab pertanyaan dari beberapa wartawan
Bahkan Wamen ESDM juga menawarkan Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) buat pegawai, termasuk sarana fasilitas pendidikan yang bagus. “Kita lebih terbuka lagi dan saya tawarkan ke beliau kalau berminat untuk mengirimkan staf dari sana untuk belajar di Indonesia,” tambahnya.
INFOMINERBA
40
Pelantikan Pejabat Struktural
ESELON III DAN IV di Lingkungan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara KESDM
Penulis: Tim Warta Minerba
Pengambilan Sumpah Jabatan
J
akarta, bertempat di Auditorium Lt. V Gedung Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara telah dilaksanakan Pelantikan dan Pengambilan Sumpah Pejabat Struktural Eselon III dan IV di Lingkungan Direktorat Jenderal Mineral Dan Batubara (DITJEN MINERBA). Acara tersebut diselenggarakan pada Selasa, 16 Februari 2013, tepatnya pukul 14.00 Wib. Acara berlangsung didahului dengan Penandatanganan Dokumen Pakta Integritas yang merupakan pernyataan atau janji kepada diri sendiri tentang komitmen melaksanakan seluruh tugas, fungsi, tanggung jawab, wewenang dan peran sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kesanggupan untuk tidak melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Penandatanganan Pakta Integritas ini disaksikan oleh Inspektur Jenderal KESDM beserta Pejabat Eselon I dan II di Lingkungan Ditjen Minerba.
Penandatanganan Berita Acara Sumpah Jabatan
Acara pelantikan dan pengambilan sumpah yang berjalan Khitmad tersebut dipimpin langsung oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Bapak Dr. Ir. Thamrin Sihite, ME didampingi oleh Rohaniawan dari Kementerian Agama dan disaksikan oleh Pejabat Struktural dan Fungsional serta Karyawan Karyawati Direktorat Jenderal Mineral Dan Batubara. Selanjutnya diteruskan dengan penandatanganan Berita Acara Sumpah yang di awali oleh Pejabat yang di sumpah di ikuti Direktur Jenderal Mineral dan Batubara serta Para saksi. Acara pengambilan sumpah diakhiri dengan ucapan selamat dari semua hadirin di awali oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Bapak Dr. Ir. Thamrin Sihite, ME dan diikuti oleh para hadirin yang mengikuti acara pengambilan sumpah tersebut.
INFOMINERBA
41
Daftar nama pejabat yang dilantik NO
NAMA/NIP
JABATAN LAMA
JABATAN BARU
ESELON III 1
Dra. Samsia Gustina,M.Si. NIP 19630819 199003 2 001
Kepala Sub Bagian Penyiapan Rencana Kerja, Sekretariat Direktorat Jenderal Minerba
Kepala Sub Direktorat Penyiapan Program Mineral dan Batubara Direktorat Pembinaan Program Mineral dan Batubara
2
Syamsu, ST NIP 19670521 199803 1 002
Kepala Seksi Pengawasan Penyelidikan Umum dan Eksplorasi Mineral Direktorat Pembinaan Pengusahaan Mineral
Kepala Sub Direktorat Perencanaan Produksi dan Pemanfaatan Mineral dan Batubara Direktorat Pembinaan Program Mineral dan Batubara
3
Ir. Imam Bustan Pramudya Yudi Ananta NIP 19641105 199403 1 002
Kepala Seksi Bimbingan Pengelolaan Barang Operasi Usaha Kepala Sub Direktorat Pelayanan Usaha Mineral Direktorat Mineral Direktorat Pembinaan Pengusahaan Mineral Pembinaan Pengusahaan Mineral
4
Ir. Hersonyo Priyo Wibowo NIP 19600927 198703 1 001
Kepala Sub Direktorat Pengawasan Usaha Eksplorasi Batubara Direktorat Pembinaan Pengusahaan Batubara
5
Ir. Syaiful Hidayat,MM NIP 19600222 198803 1 001
Kepala Sub Direktorat Pengawasan Usaha Operasi Produksi Kepala Sub Direktorat Hubungan Komersial Mineral Direktorat dan Pemasaran Mineral Direktorat Pembinaan Pengusahaan Pembinaan Pengusahaan Mineral Mineral
6
Ir. M. Taswin NIP 19591106 198903 1 001
Kepala Sub Direktorat Hubungan Komersial Batubara Direktorat Pembinaan Pengusahaan Batubara
Kepala Sub Direktorat Pengawasan Usaha Eksplorasi Batubara Direktorat Pembinaan Pengusahaan Batubara
7
Ir. Gamma Suyoto,MT. NIP 19591103 199003 1 002
Kepala Sub Direktorat Hubungan Komersial Mineral Direktorat Pembinaan Pengusahaan Mineral
Kepala Sub Direktorat Hubungan Komersial Batubara Direktorat Pembinaan Pengusahaan Batubara
8
Supriyanto, ST.MT. NIP 19630316 199603 1 001
Kepala Seksi Keselamatan Pertambangan Batubara Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara
Kepala Sub Direktorat Standardisasi dan Usaha Jasa Mineral dan Batubara Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara
9
Rustam,ST,M.Si NIP 19650507 199503 1 001
Kepala Seksi Konservasi Mineral Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara
Kepala Sub Direktorat Pengawasan Teknik Mineral dan Batubara Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara
10
Dr. Lana Saria, S.Si, M.Si NIP 19681013 199803 2 006
Kepala Seksi Perlindungan Lingkungan Batubara Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara
Kepala Sub Direktorat Perlindungan Lingkungan Mineral dan Batubara Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara
11
Tresnasih Jusuf, S.E. NIP
Auditor Madya pada Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
Kepala Sub Direktorat Penerimaan Negara Mineral dan Batubara pada Direktorat Pembinaan Program Mineral dan Batubara
Kepala Sub Direktorat Pengawasan Usaha Operasi Produksi dan Pemasaran Mineral Direktorat Pembinaan Pengusahaan Mineral
Eselon IV NO
NAMA/NIP
JABATAN LAMA
JABATAN BARU
1
Drs. Tri Priyono,MT NIP 19630227 199003 1 002
Kepala Sub Bagian Evaluasi dan Laporan Sekretariat Direktorat Jenderal Minerba
Kepala Sub Bagian Penyiapan Rencana Kerja, Sekretariat Direktorat Jenderal Minerba
2
Yanna Hendro Kuncoro, S.T. NIP 19800819 200604 1 001
Kepala Sub Bagian Pengelolaan Informasi Sekretariat Direktorat Jenderal Minerba
-
3
Susanna Renna Ertanti, S.Si NIP 198508112009012001
Inspektur Tambang Pertama Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara
Kepala Sub Bagian Pengelolaan Informasi Sekretariat Direktorat Jenderal Minerba
4
Agus Yuliyanto, MT,MM. NIP 19680718199403 1 002
Kepala Seksi Pengawasan Pemasaran Batubara Direktorat Pembinaan Pengusahaan Batubara
Kepala Sub Bagian Evaluasi dan Laporan Sekretariat Direktorat Jenderal Minerba
5
Yuyu Rahayu, SE.MM. NIP 19680421 199803 1 002
Kepala Sub Bagian Akuntansi Sekretariat Direktorat Jenderal Minerba
Kepala Sub Bagian Perbendaharaan Sekretariat Direktorat Jenderal Minerba
6
Drs. Dwidjo Santosa NIP 19580531 198003 1 001
Kepala Sub Bagian Perlengkapan dan Rumah Tangga Sekretariat Direktorat Jenderal Minerba
Kepala Sub Bagian Kekayaan Negara Sekretariat Direktorat Jenderal Minerba
7
Indra Yuspiar, SE. NIP 19690828 200408 1 001
Pengolah Sistem Akuntansi Sekretariat Direktorat Jenderal Minerba
Kepala Sub Bagian Akuntansi Sekretariat Direktorat Jenderal Minerba
8
Rani Febrianti, SH.MH NIP 19810219 200502 2 001
Calon Perancang Peraturan Perundang-Undangan Sekretariat Direktorat Jenderal Minerba
Kepala Sub Bagian Informasi Hukum Sekretariat Direktorat Jenderal Minerba
INFOMINERBA
42
NO
NAMA/NIP
JABATAN LAMA
JABATAN BARU
9
Tiyas Nurcahyani,S.T.M.Si NIP 19710929 200604 2 001
Inspektur Tambang Pertama Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara
Kepala Sub Bagian Perlengkapan dan Rumah Tangga Sekretariat Direktorat Jenderal Minerba
10
Drs. Rokhmadin NIP 19580919 198503 1 001
Kepala Sub Bagian Informasi Hukum Sekretariat Direktorat Jenderal Minerba
Kepala Sub Bagian Kepegawaian Sekretariat Direktorat Jenderal Minerba
11
Parlindungan Sitinjak, S.T NIP 198108242009011002
Calon Perencana Direktorat Pembinaan Program Mineral dan Batubara
Kepala Seksi Penyiapan Program Batubara Direktorat Pembinaan Program Mineral dan Batubara
12
Kris Octari Yudha, ST. NIP 19811014 200502 1 001
Analis Pengembangan Investasi Mineral dan Batubara Direktorat Pembinaan Program Mineral dan Batubara
Kepala Seksi Pengembangan Investasi dan Kerjasama Batubara Direktorat Pembinaan Program Mineral dan Batubara
13
Dedi Supriyanto, S.T NIP 198112072009011003
Calon Perencana Direktorat Pembinaan Program Mineral dan Batubara
Kepala Seksi Perencanaan Produksi Mineral dan Batubara Direktorat Pembinaan Program Mineral dan Batubara
14
Djati Murjanto, ST. NIP 19730108 200212 1 001
Kepala Seksi Perencanaan Wilayah Pertambangan Direktorat Pembinaan Program Mineral dan Batubara
-
15
Satya Hadi Pamungkas, S.T.M.T NIP 19810618 200604 1 001
Penyusun Peta Wilayah Pertambangan Direktorat Pembinaan Program Mineral dan Batubara
Kepala Seksi Perencanaan Wilayah Pertambangan Direktorat Pembinaan Program Mineral dan Batubara
16
Paryanto, S.Si. NIP 19791224 200604 1 002
Kepala Seksi Informasi Mineral dan Batubara Direktorat Pembinaan Program Mineral dan Batubara
-
17
Surya Herjuna, S. Hut NIP 19770929 200502 1 001
Kepala Seksi Pengembangan Investasi dan Kerjasama Batubara Kepala Seksi Informasi Mineral dan Batubara Direktorat Pembinaan Program Mineral dan Batubara Direktorat Pembinaan Program Mineral dan Batubara
18
Aditya Noviaji, S.T. NIP 19761116 200604 1 001
Kepala Seksi Pengawasan Usaha Operasi Produksi Mineral Direktorat Pembinaan Pengusahaan Mineral
Kepala Seksi Pelayanan Usaha Operasi Produksi MIneral Direktorat Pembinaan Pengusahaan Mineral
19
Erita Simbolon, SH NIP 19610604 199010 2 001
Kepala Seksi Pelayanan Usaha Operasi Produksi MIneral Direktorat Pembinaan Pengusahaan Mineral
Kepala Seksi Pengawasan Penyelidikan Umum dan Eksplorasi Mineral Direktorat Pembinaan Pengusahaan Mineral
20
Andri Budhiman Firmanto, S.T NIP 19790616 200912 1 001
Inspektur Tambang Muda Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara
Kepala Seksi Pengawasan Usaha Operasi Produksi Mineral Direktorat Pembinaan Pengusahaan Mineral
21
Benny Hariyadi, ST NIP 19840701 200801 1 002
Penyusun Laporan dan Kinerja Sekretariat Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara
Kepala Seksi Bimbingan Pengelolaan Barang Operasi Usaha Mineral Direktorat Pembinaan Pengusahaan Mineral
22
Sinta Amalia, S.T.ME NIP 19760712 200604 2 002
Analis Kelayakan Usaha Pertambangan
Kepala Seksi Pelayanan Usaha Eksplorasi Batubara
Direktorat Pembinaan Pengusahaan Batubara
Direktorat Pembinaan Pengusahaan Batubara
23
Katisna Ari Perbawa, ST. MBA NIP 19770727200212 1 001
Kepala Seksi Pengawasan Pemasaran Batubara Kepala Seksi Bimbingan Pengelolaan Barang Operasi Usaha Batubara Direktorat Pembinaan Pengusahaan Batubara Direktorat Pembinaan Pengusahaan Batubara
24
Hermawan Soeroso, ST. NIP 19770523 200502 1 001
Kepala Seksi Pelayanan Usaha Eksplorasi Batubara Direktorat Pembinaan Pengusahaan Batubara
Kepala Seksi Bimbingan Pengelolaan Barang Operasi Usaha Batubara Direktorat Pembinaan Pengusahaan Batubara
25
Donny P. Simorangkir, ST NIP 19770922 200801 1 001
Inspektur Tambang Muda Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara
Kepala Seksi Pengawasan Teknik Batubara Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara
26
Dwinanto Herlambang, S.T. NIP 19751015 200604 1 001
Inspektur Tam bang Muda Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara
Kepala Seksi Keselamatan Pertambangan Mineral Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara
27
Wahyu Hidayat, ST.M.K.K.K NIP 19780810 200212 1 001
Kepala Seksi Pengawasan Teknik Batubara Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara
Kepala Seksi Keselamatan Pertambangan Batubara Direktorat Teknik an Lingkungan Mineral dan Batubara
28
Antonius Agung Setijawan, ST. NIP 19720228 200502 1 002
Inspektur Tam bang Muda Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara
Kepala Seksi Perlindungan Lingkungan Batubara Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara
29
Jajat Sudrajat, S.T NIP 198204012009011003
Inspektur Tambang Pertama Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara
Kepala Seksi Konservasi Mineral Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara
30
Ari Hendarwanto, ST.M.S.E NIP 19760215 200502 1 001
Inspektur Tambang Muda Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara
Kepala Seksi Konservasi Batubara Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara
INFOMINERBA
43
Coffee Morning
Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara
Pembukaan Coffee Morning
Peserta Coffee Morning
Rina Handayani Staf Bagian Rencana dan Laporan Sekretariat DIrektorat Jenderal Mineral dan Batubara
P
agi Jumat, 5 juli 2013 lantai 5 gedung Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara telah didatangi oleh tamu undangan padahal pagi ini cukup dingin karena jakarta sedang dilanda hujan. Parkiran Gedung supomo 10 terlihat penuh padahal jam masih menunjukkan pukul 07.00 pagi hari. Kesibukan panitia dan tamu undangan memasuki gedung tengah yang bersimbol merah tersebut. (Kabalitbang ESDM) Bp Sutijastoto, Thobrani Alwi, (Kabadiklat ESDM) Teguh Pamuji, Hikmahanto Juwana, perwakilan dari IMA, APBI dan ASPINDO datang langsung mengisi daftar hadir yang disediakan. Acara hari itu adalah Coffee Morning Ditjen Minerba, kegiatan yang sudah dilakukan beberapa kali ini memang memiliki daya tarik tersendiri bagi para stakeholder dan instansi terkait lainnya. Pemberitaan mengenai progres isu strategis bidang minerba tetap menjadi hot topic bagi para pelaku usaha
pertambangan. Enam isu sub sektor mineral dan batubara yang disampaikan pagi ini diantaranya: 1. PNBP MINERAL DAN BATUBARA 2. E-TRACKING SYSTEM DAN UNIT PELAYANAN TEKNIS 3. PROGRESS PENINGKATAN NILAI TAMBAH 4. RENEGOSIASI KK DAN PKP2B 5. WILAYAH PERTAMBANGAN 6. PENATAAN IUP Satu hal yang selalu di tekankan Bapak Thamrin Sihite adalah, dalam mengelola sumber daya alam Indonesia ini harus didasari dengan rasa nasionalisme agar tidak hilang tanah dan air kita.
INFOMINERBA
44
MEMBUAT DIGITAL SIGNAGE Menggunakan Raspberry PI
Yanna Hendro. K Staf Bagian Rencana dan Laporan Sekretariat DIrektorat Jenderal Mineral dan Batubara
D
igital signange adalah bentuk layar elektronik yang menampilkan program televisi, menu, informasi, iklan dan pesan lainnya. Digital signange (memanfaatkan teknologi seperti LCD, LED atau plasma display) dapat ditemukan di ruang publik maupun swasta, termasuk toko-toko ritel, hotel, restoran, dan bangunan perkantoran. Penggunaan digital Signage sebagai media promosi saat ini mulai populer di tengah masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan adanya revolusi dari media analog menjadi media digital yang lebih interaktif dan dinamis sehingga lebih efektif menarik perhatian pelanggan. Penggunaan digital signage cukup luas mulai dari bidang kesehatan, pendidikan, pemerintahan, perusahaan, bank, rumah sakit, hotel, toko, swalayan dan lain-lain. Dengan konten yang menarik dan bermutu tinggi dengan didukung penempatan TV LCD yang tepat dapat meningkatkan kepuasan audiens/ pelanggan. Akan tetapi harga sebuah perangkat digital signage cukup mahal, sehingga tidak setiap organisasi mempunyai digital signage. Padahal dengan kelebihan yang dimilikinya, digital signage bisa menjadi sarana publikasi/promosi yang tepat bagi suatu instansi pemerintah dalam mensosialisasikan kebijakan maupun untuk sarana promosi potensi daerahnya kepada calon investor. Dengan kehadiran perangkat Raspberry PI, maka solusi untuk memiliki sebuah perangkat digital signage dengan harga terjangkau dapat terwujud. Apa sebenarnya Raspberry PI? “Raspberry PI adalah sebuah komputer berukuran kartu kredit yang dihubungkan ke TV dan keyboard.“ Perangkat PC kecil ini memiliki kemampuan sebagaimana yang dimiliki PC desktop, seperti kemampuan spreadsheet, pengolah kata dan permainan. Bahkan perangkat
Rasberry PI ini juga mampu memainkan video definisi tinggi. Harga sebuah Raspberry PI lengkap dengan perangkat/ aksesoris (adaptor, SD card, casing, kabel HDMI) pendukungnya tidak sampai 1 juta rupiah. Untuk memiliki perangkat Raspberry PI ini, pembaca dapat membelinya secara online. Baiklah mari kita mulai membuat digital signange. Requirement yang dibutuhkan untuk membuat perangkat digital signage antara lain: 1. 2.
Raspberry PI (model B) dengan perangkat pendukung : a. SD Card (> 4GB) direkomendasikan Class 10. b. Adaptor (bisa menggunakan charger blackberry) c. Kabel HDMI. d. Koneksi kejaringan LAN/WAN (dengan DHCP). Monitor/TV (direkomendasikan yang memiliki fitur full HD dan HDMI input). 3. Scrennly OSE (software digital signage)
INFOMINERBA
45
Tahapan instalasi : 1. Download image screenly OSE dialamat http://screenlyapp.coc-releases.s3.amazonawa.com/2013-05-19Screenly_OSE_4GB.zip. Extract file tersebut menjadi 2013-05-19-Screenly_OSE_4GB.img 2. Download aplikasi Win32 Disk Imager di alamat http:// sourceforge.net/projects/win32diskimager. Aplikasi ini berguna untuk menginstal screenly OSE kedalam SD card. 3. Jalankan aplikasi win32 Disk Image Pilih file image yang sudah di extract dan tentukan target device yang terpasang SD card. Lalu tekan tombol write. 4. Muncul konfirmasi target device yang akan dipasang scrennly OSE Tekan tombol yes. 5. Proses penulisan file image kedalam SD card berlangsung. Tunggu sampai selesai.
Konten didalam aplikasi screenly disebut dengan asset. Saat ini screenly baru mensupport tiga jenis media yaitu: 1. Video (Screenly menggunakan omxplayer sebagai pemutar video file dan masih terbatas untuk video dengan MP4/h264-encoded) 2. Gambar 3. Halaman web Untuk menonaktifkan konten contoh yang telah disediakan, gunakan tombol on/off yang ada di samping tiap-tiap konten tersebut. Sedangkan untuk menambah konten (asset) maka gunakan tombol asset yang ada di kanan atas. Sebagai contoh apabila kita ingin menambah konten video maka tekan tombol asset, maka akan muncul pop up untuk menambah asset. Pilih tab upload, lalu pilih asset type menjadi video. Gunakan tombol choose file untuk mencari file video yang akan dimasukkan kedalam aplikasi screenly tersebut. Beri nama konten tersebut pada kolom name, lalu tentukan start date dan end date (masa tayang) dari konten tersebut. Setelah itu tekan tombol save dan tunggu sampai proses upload selesai.
Proses instalasi telah selesai. Tahapan selanjutnya adalah memasukkan SD card kedalam Raspberry PI. Hubungkan kabel jaringan, adaptor ke perangkat Raspberry PI, dan kabel HDMI dari Raspberry PI ke layar TV.
Setelah proses upload selesai maka pada bagian asset (inactive asset) akan bertambah satu konten. Untuk mengaktifkan konten tersebut silahkan tekan tombol on/off yang ada di sebelah kanan konten tersebut.
Ketika adaptor telah terhubung dengan listrik maka secara otomatis Raspberry PI akan booting (karena Raspberry PI tidak memiliki tombol power on/off).
Konten yang akan dijalankan oleh aplikasi ini tidak dibatasi hanya satu konten saja, tetapi bisa beberapa konten yang akan dijalankan secara bergantian (rekursif).
Secara default screenly mengkonfigurasi ip address Raspberry PI secara otomatis (menggunakan DHCP), oleh sebab itu koneksi jaringan harus memiliki DHCP server (bagi yang menggunakan speedy, secara default DHCP server telah aktif). Pada saat screenly selesai booting maka dilayar akan ditampilkan alamat URL management screenly (misalnya: http://10.0.10.58:8080). Untuk mengatur konten tersebut, gunakan komputer lain yang terhubung dengan jaringan untuk membuka alamat URL tersebut dengan menggunakan browser. Ketika screenly pertama kali dinyalakan maka secara default telah tersedia tiga buah konten (asset) yang telah di masukkan kedalam aplikasi.
Selamat mencoba.
Referensi : • http://en.wikipedia.org/wiki/Digital_signage • http://www.raspberrypi.org • http://www.screenlyapp.com/ose.html
MINO&DINO
46
Nilai Tambah untuk Semua
“Nilai Tambah itu untuk apa?”
47
MINO & DINO D
i satu sore yang cerah, Mino duduk ditemani dengan Dino. Mereka berdua sedang asyik membaca majalah. Dengan nada riang Mino menunjukkan gambar-gambar yang dia sukai. Gambar–gambar itu yang dilihat mereka adalah pabrik-pabrik besar dengan teknologi canggih. “Bagus- bagus ya pabrik disana”, kata Dino
sahut Dino.
“Iya Din, mereka mengelola sumberdaya alamnya dengan teknologi canggih,” jawab Mino.
“Nah... itu lo ngerti,” Mino puas melihat daya tangkap Dino.
“Kalo ndak salah, di pabrik itu mereka mengolah bahan mentah menjadi bentuk yang siap pakai,” tambah Mino sambil terus membaca majalah tersebut. Mino
“Terus meningkat deeeh perekonomian sekitar pabrik itu…..gitu kan Min?” Dino meminta konfirmasi ke Mino.
“Ah lo Min, gayanya seperti pengamat dunia pertambangan saja,” celetuk Dino. “Eehh, gw penasaran, apa maksudnya peningkatan nilai tambah tuh, artinya apa ya??” tanya Dino setelah melihat slogan peningkatan nilai tambah. “Apa yang dinilai, trus apa yang tambah-tambahin?” kata Dino sambil tersenyum. “E...alah, emangnya matematika Din, ada tambah trus dinilai gitu…,” sahut Mino melirik ke Dino. “Nih dengar baek-baek, kalau sudah dijelasin jangan minta diulang lagi!” Mino tarik nafas, siap-siap kasih penjelasan. “Begini maksudnya Din. Dulu kan bahan mentah tambang itu kebanyakan langsung diekspor oleh pengusahapengusaha tambang kita. Habis digali langsung dijual begitu saja. Nah..., sekarang sejak Undang-Undang Pertambangan yang baru ada (UU No 4/2009), maka mineral terutama mineral logam tidak boleh langsung diekspor. Tetapi harus diolah dan dimurnikan dulu di negara kita sendiri,” jelas Mino. “Nah... harapannya, nanti akan semakin banyak tuh pabrik-pabrik pengolahan dan pemurnian yang kayak lo lihat di majalah tadi. Gitu Din…” Mino memberi penjelasan tambahan. “Oooohh tau deh sekarang, kan kalo ada pabrik, pasti butuh karyawan, trus pasti di luar pabrik banyak yang jualan makanan, ada warung-warung makan, de el el…”
“Waahh pinter juga lo Din, akhirnya penjelasan gue masuk juga,” jawab Mino. “Itulah yg dinamakan multiplyer effect dari pertambangan,” tambah Mino. Sekedar mengingatkan, Peningkatan Nilai Tambah memang menjadi isu strategis nasional. Pemerintah sudah mengeluarkan Inpres Nomor 3 Tahun 2013 tentang Percepatan Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Dalam Negeri. “Eh sebentar, INPRES itu apaan? Untuk apa sih?” tanya Dino penasaran lagi. Sambil menutup majalahnya, Mino menjelaskan bahwa Inpres itu singkatan Instruksi Presiden. Inpres dikeluarkan untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan secara terkoordinasi dan terintegrasi sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing menteri. Untuk meningkatkan nilai tambah mineral di dalam negeri Inpres dibutuhkan untuk koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, peningkatan pelayanan dan percepatan perizinan, peningkatan efektifitas pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kebijakan serta percepatan peningkatan nilai tambah mineral. Tiba-tiba Dino berdiri dan bergegas pergi. “Eeeh mau kemana kamu Din?” tanya Mino. “Mau cari inspirasi supaya bisa memanfaatkan multipliers effect tadi,” jawab Dino sambil berlalu. Mino hanya bisa menggelengkan kepala dan bertanyatanya apa lagi ulang Dino nanti.
DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Jl. Prof. Dr. Supomo, SH No. 10, Jakarta 12870 - Indonesia Telp: +62-21 8295608; Fax: +62-21 8315209, 8353361 www.djmbp.esdm.go.id E-mail:
[email protected]