WARNA DAERAH DALAM ROMAN UPACARA KARYA KORRIE LAYUN RAMPAN Gaudensia Wangunati, Christanto Syam, Henny Sanulita Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Email:
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan warna daerah yang tercermin dalam roman Upacara karya Korrie Layun Rampan yang meliputi kebiasaan hidup dan sikap hidup. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif, berbentuk kualitatifdengan pendekatan sosiologi karya sastra.Sumber data adalah roman Upacarakarya Korrie Layun Rampan.Data penelitian berupa kutipan-kutipan (kata, frasa, dan kalimat) yang berkaitan dengan kebiasaan hidup dan sikap hidup.Teknik pengumpulan data berupa teknik tidak langsung yaitu teknik kajian kepustakaan dan dokumenter.Alat pengumpulan data adalah penulis sendiri sebagai instrumen utama.Hasil penelitian yaitu 1) warna daerah kebiasaan hidup berupa kebiasaan mengadakan upacara kewangkey dan upacara pelulung. 2) warna daerah sikap hidup berupa sikap demokratis, sikap manja kepada alam, sikap yang dianggap sebagai musuh adalah yang menyerang secara fisik, sikap tidak bisa menabung atau merencanakan masa depan, sikap konsekuen atau tidak ada perbedaan antara kata dan perbuatan, sikap mudah tersinggung, sikap menghormati tamu secara berlebihan, sikap rela, dan sikap selalu ingat akan asalusul. Kata kunci: warna daerah, roman. Abstract: This study aimed to describe the color of the area is reflected in the romance Ceremony Korrie Layun Rampan work which includes living habits and attitudes. The method used is descriptive method, the form of qualitative sociological approach to literature. The data source is the romance Ceremony Korrie Layun Rampan work. Research data in the form of quotations (words, phrases , and sentences) related to living habits and attitudes. Data collecting techniques are not directly study of literature and documentary techniques. Data collection tool is the author's own as the main instrument . The results of the study are: 1) the color of the habit of living areas such as customs and ceremoniesof kewangkey and pelulung. 2) color areas such as democratic attitudes, spoiled attitude to nature, attitude is regarded as an enemy that attacked physically, attitude can not save or plan for the future, an attitude consequent or no difference between words and deeds, attitudes irritability, excessive respecting guest, willing attitude, and attitude will always rememberthe origin. Key words: color regions, romance.
1
R
oman merupakan karya fiksi yang mencritakan seluruh kehidupan tokoh utama dari kecil sampai dewasa bahkan, sampai meninggal dunia. Roman memuat pengalaman manusia secara menyeluruh yang merupakan suatu terjemahan mengenai perjalanan hidup yang bersentuhan dengan kebutuhan manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa roman adalah suatu potret realitas yang terwujud melalui bahasa yang estetis.Pada umumnya roman memuat realita perjalanan hidup seseorang yang digambarkan oleh pengarang melalui tokoh rekaanya.Perjalanan hidup yang diceritakan tidak terlepas dari sistem kemasyarakatan, tempat, ekonomi, pandangan hidup, kebiasaan hidup, dan pengaruh alam sekitarnya. Perjalanan hidup tokoh utama yang diceritakan oleh pengarang mampu mencerminkan warna daerah suatu tempat. Penelitian ini terfokus pada warna daerah dalam roman Upacara karya Korrie Layun Rampan tanpa maksud mengabaikan unsur-unsur lainnya karena sastra tidak dapat berdiri tanpa unsur-unsur pembangun.Unsur yang dimaksud ialah unsur intrinsik dan ekstrinsik.Sastra tidak akan menarik tanpa unsur yang lengkap. Keberadaan karya sastra sangat membutuhkan unsur yang lengkap. Kelengkapan unsur yang dimiliki karya sastra membuat sastra lebih sempurna. Roman Upacarakarya Korrie Layun Rampan diterbitkan oleh PT Pustaka Jaya, Jakartatahun 1978, dengan tebal halaman 128 halaman.Roman Upacara karya Korrie Layun Rampan merupakan satu di antara roman terbaik tahun 1976. Roman Upacarakarya Korrie Layun Rampan ini pernah mendapat penghargaan dalam sayembara menulis roman yang diselenggarakan oleh dewan kesenian Jakarta tahun 1976. Warna daerah merupakan identitas suatu daerah.Identitas yang dimaksud ialah identitas yang berkaitan dengan bagaimana kebiasaan hidup dan sikap hidup suatu masyarakat.Kebiasaan hidup dan sikap hidup suatu masyarakat mampu menunjukan etnis masyarakat tersebut. Alasan tertarik meneliti warna daerah pertama warna daerah merupakan ujung tombak sebuah karya sastra.Sastra dan warna daerah memiliki hubungan yang sangat erat dan saling mempengaruhi.Selain itu, warna daerah mampu mencerminkan indentitas suatu daerah.Keduawarna daerah mampu memperkenalkan budaya suatu daerah di mata masyarakat lain atau bangsa lain yang secara tidak langsung mampu menumbuhkan kecintaan kita terhadap budaya nusantara. Alasan menelitikarya Korrie Layun Rampan karena Korrie Layun Rampan merupakan seorang sastrawan yang produktif.Selain itu, kreatifitasnya dalam berkarya yang sangat baik.Kretifitas Korrie terbukti dari banyaknya karya yang diterbitkannya satu di antaranya ialah roman Upacara.Roman Upacara mampu menggambarkan keadaan realita dari kehidupan masyarakat Dayak Binuaq. Pembaca seolah-olah ikut merasakan apa yang terjadi pada masyarakat Dayak Binuaq. Selain itu, roman Upacara mampu menghipnotis pembaca seolah-olah mengikuti serangkaian upacara-upacara mistis yang di alami oleh tokoh utama dalam cerita. Penelitian ini mempermasalahkan kebiasaan hidup dan sikap hidup yang meliputi kebiasaan mengadakan upacara kewangkey dan upacara pelulung sedangkan sikap hidup meliputi sikap demokratis, sikap manja kepada alam,
2
sikap yang dianggap sebagai musuh adalah yang menyerang secara fisik, sikap tidak bisa menabung atau merencanakan masa depan, sikap konsekuen atau tidak ada perbedaan antara kata dan perbuatan, sikap mudah tersinggung, sikap menghormati tamu secara berlebihan, sikap rela, dan sikap selalu ingat akan asalusul. Menurut Suroso dkk (dalam Candra, 2012:1), roman adalah gambaran kehidupan pelaku, sifat-sifatnya, watak-wataknya, dan tempat mereka hidup diceritakan secara keseluruhan, mulai dari kecil hingga dewasa, bahkan sampai meninggal dunia. Menurut Haryanata (2012:225), “warna daerah atau warna lokal adalah gambaran daerah tertentu seperti pakaian, sopan santun, dialek, dan sebagainya yang melatari kehidupan tokoh dalam karya sastra dan hanya bersifat dekoratif warna tempatan”. Menurut Widagdho dkk (2010:130)“sikap hidup adalah keadaan hati dalam menaggapi hidup ini”.Lebih tegas lagi dikatakan oleh Koentjaraningrat (dalam Priyadi dkk, 1997: 35), sikap hidup adalah sebagai suatu keadaan internal yang mempengaruhipilihan tindakan individu terhadap objek, pribadi, peristiwa, keadaan internal tersebut berupa keyakinan yang diperoleh dari proses akomodasi dan asimilasi pengetahuan yang mereka dapatkan. Kebiasaan hidup merupakan perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas, minat, dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk merefleksikan status sosialnya. Kebiasaan hidup adalah sesuatu yang biasa dilakukan atau dikerjakan. Secara umum dapat diartikan sebagai suatu gaya hidup yang dikenali dengan bagaimana orang menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang penting orang pertimbangkan pada lingkungan (minat), dan apa yang orang pikirkan tentang diri sendiri dan dunia sekitar (opini). METODE Berdasarkan tujuan penelitian, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.“Dalam metode deskriptif data yang dikumpulkan berupa kata-kata, kalimat-kalimat, peristiwa-peristiwa, gambar, dan bukan angkaangka” (Moleong, 2010:24). Dengan demikian laporan penelitian ini akan berupa kutipan-kutipan data yang berkaitan dengan kebiasaan hidup dan sikap hidup yang tercermin dalam roman Upacara karya Korrie Layun Rampan.Menurut Syam (2011:11), penggunaan metode deskriptif dalam penelitian sastra disebabkan karena data yang akan diolah berupa kata-kata, kalimat-kalimat, integrasi dari kata dan kalimat, dan aspek kebahasaan yang tidak memiliki referensi. Metode deskriptif digunakan karena sesuai dengan objek dan tujuan penelitian, yakni mendeskripsikan warna daerah dalam roman Upacara karya Korrie layun rampan yang meliputi kebiasaan hidup dan sikap hidup. Penelitian ini berbentuk kualitatif. Hal ini disebabkan karena penelitian yang dilakukan lebih mengutamakan atau mementingkan kedalaman penghayatan terhadap cerita yang diteliti. Data yang dianalisis dan diuraikan dalam penelitian berupa kata-kata atau kalimat bukan dalam bentuk angka-angka. Data yang dianalisis dalam penelitian ini berupa kebiasaan hidup dan sikap hidup yang tercermin dalam roman Upacara karya Korrie Layun Rampan. Menurut Syam
3
(2011:11), “metode kualitatif adalah metode yang bercirikan deskriptif, sebab data yang diperoleh peneliti berupa (1) kata-kata, (2) kalimat-kalimat, (3) integrasi dari kata-kata dan kalimat berupa formulasi kebahasaan, aspek kebahasaan yang tidak memiliki referensi”.“Penelitian kualitatif lebih banyak mementingkan segi proses daripada” hasil (Moleong, 2010:11-12). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologi karya sastra. “Pendekatan sosiologi karya sastra adalah pendekatan yang membahas mengenai hal-hal yang tersirat dalam karya sastra” (Wellek dan Werren, 1995:134). Penggunaan pendekatan sosiologi karya sastra bertujuan untuk mengungkapkan warna daerah yang tercermin dalam roman Upacara karya Korrie Layun Rampan. Warna daerah yang akan dianalisis dalam penelitian ini meliputi kebiasaan hidup dan sikap hidup. Sumber data dalam penelitian ini adalah teks tertulis berbentuk roman dengan judul Upacara karya Korrie Layun Rampan. Roman Upacara karya Korrie Layun Rampan diterbitkan oleh PT Pustaka Jaya, Jakarta tahun 1978, cetakan pertama dengan tebal halaman 128 halaman.Data yang akan dianalisis dalam penelitian ini berupa (kata, frasa, dan kalimat yang berkaitan dengan warna daerah. Warna daerah yang akan dianalisis berupa kebiasaan hidup dan sikap hidupyang tercermin dalam roman Upacara karya Korrie Layun Rampan. Kutipan-kutipan kebiasaan hidup dan sikap hidup inilah yang akan menjadi data penulis ketika melakukan penelitian. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian kepustakaan dan teknik studi dokumenter. Alasan menggunakan teknik kajian kepustakaan karena untuk memperoleh data penulis tidak hanya terpaku kepada roman Upacarakarya Korrie Layun Rampan. Selain menggunakan dokumen yaitu roman Upacara karya Korrie Layun Rampan penulis mencari-teori-teori tambahan dari bukubuku, internet, tesis, skripsi dan lain sebaginya yang berkaitan dengan permasalahan penulis yaitu kebiasaan hidup dan sikap hidup yang tercermin dalam roman Upacara karya Korrie Layun Rampan. Teori-teori yang penulis dapatkan digunakan untuk mendukung proses penelitian.Selain menggunakan teknik kajian kepustakaan penulis juga menggunakan teknik studi dokumenter. Alasan penulis menggunakan teknik studi dokumenter karena data yang penulis analisis bersumber dari dokumen. Dokumen yang dimaksud ialah roman Upacara karya Korrie Layun Rampan. Teknik studi dokumenter dilakukan dengan cara menelaah karya sastra yang menjadi sumber data dalam penelitian. Adapun langkah-langkah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Membaca roman Upacara karya Korrie Layun Rampan secara keseluruhan dengan membaca intensif. 2. Mengidentifikasi data berdasarkan permasalahan yang diteliti yang meliputi, kebiasaan hidup dan sikap hidup yang tercermin dalam roman Upacarakarya Korrie Layun Rampan. 3. Menandai atau mencatat data yang berkaitan dengan kebiasaan hidup dan sikap hidup yang tercermin dalam roman Upacarakarya Korrie Layun Rampan. 4. Mengklasifikasi data berdasarkan permasalahan yang diteliti dalam
4
penelitian ini yang meliputi, kebiasaan hidup dan sikap hidup masyarakat yang tercermin dalam roman Upacarakarya Korrie Layun Rampan. 5. Menguji keabsahan data dengan teknik kecukupan referensi, triangulasi, dan diskusi teman sejawat yang berkaitan dengan data kebiasaan hidup dan sikap hidup masyarakat yang tercermin dalam roman Upacara karya Korrie Layun Rampan. 6. Mendeskripsikan data sesuai dengan pengklasifikasiannya yaitu, kebiasaan hidup dan sikap yang tercermin dalam roman Upacarakarya Korrie Layun Rampan. Alat pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah penulis sendiri sebagai instrumen utama.Dengan bantuan kartu data dan alat mekanis lainnya. Teknik analisis data yang akan dilakukan terhadap data adalah sebagai berikut: 1. Data yang sudah diklasifikasikan dan teruji keabsahannya dibaca kembali secara intensif. 2. Menganalisis dan menginterpretasikan data kebiasaan hidup yang tercermin dalam roman Upacarakarya Korrie Layun Rampan. 3. Menganalisis dan menginterpretasikan data sikap hidup yang tercermin dalam roman Upacarakarya Korrie Layun Rampan. 4. Mendiskusikan kembali hasil analisis dengan dosen pembimbing 1 dan pembimbing 2. 5. Menyimpulkan hasil analisis berdasarkan data kebiasaan hidup dan sikap hidup yang tercermin dalam roman Upacara karya Korrie Layun Rampan. 6. Melaporkan hasil penelitian. Pemeriksaan keabsahan data ini penting sebagai pertanggungjawaban atas proses dan hasil penelitian. Apabila melaksanakan pemeriksaan terhadap keabsahan data secara cermat sesuai dengan tekniknya maka hasil penelitiannya benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dari segala segi.Pemeriksaan keabsahan data yang digunakan berdasarkan atas kriteria kredibilitas (derajat kepercayaan).Untuk mendapatkan keabsahan data ada tiga teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan yaitu triangulasi, pemeriksaan sejawat melalui diskusi, dan kecukupan referensial. Berdasarkan tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) khususnya untuk mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada jenjang SMA semester 1 dengan standar kompetensi memahami berbagai hikayat, novel, roman Indonesia/terjemahan, kompetensi dasarnya menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel/roman Indonesiamemberikan simpulan bahwa roman Upacara karya Korrie Layun Rampan sesuai dengan kriteria pembelajaran sastra di sekolah. Hal ini dikarenakan dalam roman Upacara karya Korrie Layun Rampan memiliki unsur-unsur pembangun karya sastra yang terdiri dari unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Berdasarkan ketentuan kurikulum, standar kompetensi, dan kompetensi dasar di atas, roman Upacara karya Korrie Layun Rampan dapat diimplementasikan dalam pembelajaran sastra di sekolah dengan cara menganalisis latar dalam roman Upacara. Selanjutnya, dari penganalisisan terhadap latar siswa mampu
5
menemukan warna daerah berupa kebiasaan hidup dan sikap hidup yang tercermin dalam roman Upacara karya Korrie Layun Rampan. Penganalisisan terhadap roman dapat dilakukan dengan membaca ringkasan peristiwa yang sudah disediakan, dengan demikian dapat mempermudah siswa untuk menemukan warna daerah yang tercermin dalam roman Upacara karya Korrie Layun Rampan. Pada pembelajaran apresiasi sastra ini, penulis menyarankan menggunakan model kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division).Model kooperatif tipe STAD dipilih karena model pembelajaran ini dapat membuat siswa lebih terbuka mengeluarkan ide atau gagasan di dalam kelompok yang dapat mengasah kemampuan berkomunikasi bagi siswa melalui pola diskusi.Selain itu, melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD mampu meningkatkan rasa percaya diri siswa dalam belajar.Dengan demikian siswa dapat berbagi ilmu secara konseptual yang diwujudkan ke dalam bentuk aktivitas pembelajaran demi tercapainya tujuan pembelajaran, dan kerjasama antarsiswa pun dapat membuat siswa saling memahami karakter atau kelebihan mereka masing-masing dan saling melengkapi ketika ada siswa yang merasa kesulitan.Model ini diterapkan khusus untuk kelas dengan kapasitas jumlah siswa yang besar antara 30-40 siswa per kelas. Pembelajaran kooperatif tipe STAD menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang peserta didik secara heterogen (berbeda-beda jenis kelamin dan latar belakangnya) yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, agama dan suku. Dengan demikian siswa yang kurang mampu di bidang akademik dapat belajar bersama teman-temannya yang memiliki kemampuan akademik yang lebih sehingga dapat mempermudah siswa tersebut dalam belajar. Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Begitu juga dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.Menurut Trianto (2007:22), model pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki kelebihan sebagai berikut. 1. Membantu peserta didik mempelajari isi materi pelajaran yang sedang dibahas. 2. Adanya anggota kelompok lain yang menghindari kemungkinan peserta didik mendapatkan nilai rendah, karena dalam pengetesan lisan peserta didik dibantu oleh anggota kelompoknya. 3. Menjadikan peserta didik mampu belajar berdebat, belajar mendengarkan pendapat orang lain, dan mencatat hal-hal yang bermanfaat bagi orang lain. 4. Menghasilkan pencapaian belajar peserta didik yang tinggi, menambah harga diri peserta didik, dan memperbaiki hubungan dengan teman sebaya. 5. Hadiah atau penghargaan yang diberikan akan memberikan dorongan bagi peserta didik untuk mencapai hasil yang lebih tinggi. 6. Peserta didik yang lambat berpikir dapat dibantu untuk menambah ilmu pengetahuannya. 7. Pembentukan kelompok-kelompok kecil memudahkan pendidik untuk memonitor peserta didik dalam belajar bekerja sama.
6
Di samping itu, terdapat juga kelemahan dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini. Menurut Trianto (2007:23), adapun kelemahannya sebagai berikut. 1. Menimbulkan ketergantungan bagi peserta didik. 2. Banyak memakan waktu dalam pembelajaran. 3. Sulitnya melaksanakan penilaian secara individu dan kelompok. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan warna daerah yang terdapat dalam roman Upacara karya Korri Layun Rampan.Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah 1) warna daerah berupa kebiasaan hidup yang berkaitan kewangkeydan upacara dengan kebiasaan mengadakan upacara pelulung.kewangkeyartinya upacara kematian/ upacara penguburan tulang-tulang manusia sedangkan pelulung artinya upacara perkawinan. 2) warna daerah berupa sikap hidup yang berkaitan dengan sikap hidup demokratis, sikap amnja kepada alam. Sikap yang dianggap sebagai musuh adalah yang menyerang secara fisik, sikap tidak bisa menabung atau merencanakan masa depan, sikap konsekuen atau tidak ada perbedaan antara kata dan perbuatan, sikap mudah tersinggung, sikap menghormati tamu secara berlebihan, sikap rela, dan sikap selalu ingat akan asalusul. Pembahasan 1. Kebiasaan hidup Kebiasaan hidup merupakan perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas, minat, dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk merefleksikan status sosialnya.Kebiasaan hidup juga mempunyai hubungan yang sangat erat dengan adat dan tradisi. Berikut ini merupakan pemaparan mengenai kebiasaan hidup yang dimiliki oleh masyarakat Dayak Binuaq yang tercermin dalam roman Upacara karya Korrie Layun rampan yang akan di analisis sesuai dengan permasalahann dan data yang diperoleh. a. Kebiasaan dalam upacara kewangkey Kutipan ini memaparkan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Dayak Binuaq yang tercermin dalam roman Upacara karya Korrie Layun Rampan setelah upacara kewangkey selesai.Secara jelas dapat kita temukan dalam kutipan berikut. “Berbagai macam bunga-bungaan diracik halus, dicampur dengan adonan tepung beras encer disebut burey. Adonan itu dimasukkan ke dalam tempayantempayan yang penuh berisi air. Air inilah yang digunakan tukang balian untuk membasuh duka, kesedihan, dan mengubah orang-orang lamin menjadi baru” (Upacara, 1978:87). Kutipan ini merupakan gambaran dari kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Dayak Binuaq setelah melaksanakan upacara kewangkey. Dalam kutipan ini digambarkan bahwa masyarakat Binuaq meracik berbagai macam bunga-bungaan yang dicampur dengan adonan tepung beras yang akan digunakan
7
oleh tukan balianuntuk membasuh duka dan kesedihan orang-orang lamin. Kata kunci dalam kutipan ini mengarahkan penulis untuk menafsirkan makna yang terdapat pada kutipan di atas.Kata kunci meracik bunga-bungaan dicampur dengan adonan tepung beras encer, menjelaskanbahwa masyarakat Dayak Binuaq memiliki kebiasaan setelah upacara kewangkey selesai.Kewangkey merupakan upacara yang berpangkal pada kesedihan. Oleh karena itu, untuk membuka harihari baru yang terlepas dari tangis dan air mata, harus diadakan upacara permandian. Tiap-tiap orang lamin harus dimandikan dengan air bunga-bungaan yang dicampur dengan adonan tepung beras. Secara simbolis upacara ini dimaksudkan sebagai pembersihan dan pembaptisan orang-orang lama menjadi manusia baru yang akan menjalani kehidupan baru. Orang-orang lamin yang sudah dimandikan dengan air racikan bunga-bungaan ini dipercayaai akan terlepas dari kesedihan, dari petaka dan kekurangan, dari penyakit dan mara bahaya, dari kelaparan, dari dengki dan prasangka buruk, dan dari mati menuju hidup. Selain itu, upacara permandian ini juga, dipercayaai sebagai upacara pelepasan anggota keluarga yang masih hidup dari arwah-arwah para almarhum yang belum dikewangkeykan agar para arwah tersebut tidak menggangu orang-orang lamin. b. Kebiasaan dalam upacara pelulung Kutipan ini mengambarkan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Dayak Binuaq dalam upacara pelulung.Secara jelas dapat kita temukan secara langsung pada kutipan di bawah ini. Pada masa seperti ini loak biasanya mempunyai sifat basa-basi menanyakan maksud dan tujuan kedatangan para tamu.Dan menurut adat-istiadat yang paling tua, sifat basa-basi loak ini harus berbalasan.Wakil-wakil tamu harus menceritakan tujuan kedatangannya. Setelah selesai upacara penyambutan jalanan ini, barulah para tamu dipersilahkan naik lamin. (Upacara, 1978:116). Kutipan di atas merupakan cuplikan kebiasaan masyarakat Dayak Binuaq dalam upacara pelulung (perkawinan).Kata kunci dalam kutipan ini mengarahkan penulis untuk menafsirkan kebiasaan yang terdapat pada masyarakat Dayak Binuaq dalam upacara pelulung.Kata kunci loak biasanya mempunyai sifat basabasi menanyakan maksud dan tujuan kedatangan para tamu, kata kunci ini memberikan makna bahwa dalam pelaksanaan upacara pelulung masyarakat Dayak Binuaq berkebiasaan menyambut tamu dengan cara menanyakan maksud dan tujuan kedatanggannya. Berbasa-basi dengan cara menanyakan maksud dan tujuan kedatangan para tamu dalam upacara pelulung yang diperankan oleh para loak(penyambut tamu dalam upacara perkawinan) diartikan sebagai suatu tradisi nenek moyang yang harus dijalankan. Tradisi berbasa-basai dalam menyambuttamu pada upacara pelulung ini juga dipercayaai sebagai keramahan tuan rumah terhadap para tamunya. 2. Sikap Hidup Menurut Florus (dalam Priyadi dkk, 1997:41) ada empat belas sikap hidup yang dimiliki oleh masyarakat Dayak. Selain yang sudah di ungkapkan oleh Florus, sikap hidup masyarakat Dayak adalah rela yaitu sikap yang iklas hati, sikap tanpa pamrih, sikap selalu ingat akan asal usul (Priyadi dkk, 1997:48). Sikap hidup masyarakat Dayak ini akan dianalisis dan diinterpretasikan sesuai dengan data yang diperoleh. Berikut ini pembahasannya. 8
a. Sikap demokratis Pada roman Upacara karya Korrie Layun Rampan ditemukan unsur cerita yang mencerminkan adanya sikap demokratis pada masyarakat Dayak Binuaq.Demokratis diartikan sebagai suatu sikap yang senantiasa didasari atas azas musyawarah dan mufakat dalam menagbil suatu keputusan.Untuk lebih jelas mengenai sikap demokratis pada masyarakat Dayak Binuaq dapat dilihat secara langsung melalui kutipan di bawah ini. “Aku telah menemukan kuncinya,” ujar Paman Jomoq penuh keyakinan Tuatua yang bermusyawarat pagi itu saling bertatapan menanti kelanjutan dukun tua yang paling terpercaya di kampung. “Upacara pencarian roh harus segera kita laksanakan,” lanjutnya sungguh-sungguh (Upacara, 1978:46). Kutipan di atas mencerminkan adanya sikap hidup demokratis yang dimiliki oleh masyarakat Dayak Binuaq. Sikap demokratis ini terlihat dari Paman Jomoq dan para tetua yang sedang bermusyawarah di pagi hari. Musyawarah yang diadakan oleh Paman Jomoq dan para tetua di pagi hari ini bertujuan agar upacara pencarian roh segera dilaksanakan. Berdasarkan upacara senteau yaitu upacara pencarian sebab penyakit yang dilakukan oleh Paman Jomoq pada malam hari sebelum ia mengajak para tetua bermusyawarah di pagi harinya, paman Jomoq menemukan kejanggalan dengan roh tokoh aku. Paman Jomoq menafsirkan bahwa roh tokoh aku dalam keadaan bahaya. Oleh karena itu, di pagi harinya Paman Jomoq segera mengajak para tetua lamin bermusyawarah untuk segera melaksanakan upacara pencarian roh.Sikap yang ditunjukan oleh Paman Jomoq dan para tetua yang bermusyawarah ini dapat diiterpretasikan sebagi sikap yang demokratis. Sikap yang mengambil suatu keputusan berdasarkan azas musyawarah dan mufakat bersama. Masyarakat Dayak Binuaq selalu hidup dalam sikap demokratis segala keputusan selalu diambil berdasarkan atas kesepakatan bersama. Seorang pemimpin dalam rumah panjang senantiasa menggunakan azas musyawarah untuk mufakat. Sikap semacam ini sampai sekarang masih dimiliki oleh masyarakat Dayak Binuaq. Sikap demokratis pada masyarakat Dayak Binuaq merupakan sikap yang diwariskan secara turun temurun dalam kehidupan rumah panjang. Sikap inilah yang membuat masyarakat Dayak Binuaq senantiasa hidup dalam kebersamaan. Sebagai contoh kutipan di atas yang menceritakan tentang Paman Jomoq yang sedang bermusyawarah bersama para tetua. b. Sikap Manja kepada Alam Pada roman Upacara karya Korrie Layun Rampan ditemukan unsur cerita yang mencerminkan sikap manja kepada alam. Manja kepada alam artinnya suatu sikap yang selalu menggantungkan kehidupannya kepada alam. Hal ini dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Di hari yang keenam belas kami berhenti.Membuat pondok, menyimpan keperluan di hari berahan; esok harinya siap menjelajah hutan sekitar. Munjur sekali, hutan itu banyak menyimpan damar,rotan, pohon-pohon tayut sarat dengan madu. Sarang-sarang lebah itu bergelantungan di dahan-dahan tanyut yang tinggi-tinggi, binatang burua jinak-jinak (Upacara, 1978:67). Kutipan di atas mencerminkan adanya sikap hidup masyarakat Dayak Binuaq yang manja kepada alam. Sikap manja kepada alam ini terlihat dari tokoh kami bersama teman-temannya yang pergi ke hutan untuk mencari rotan, damar, dan 9
madu. Mujur sekali nasib tokoh aku bersama teman-temannya karena di hutan yang mereka tuju banyak sekali rotan, damar, dan madunya. Sikap tokoh kami bersama teman-temanya yang pergi kehutan mencari rotan, damar, dan madu dapat diartikan sebagai sikap yang manja kepada alam karena tokoh kami bersama teman-temannya sangat mengharapkan hasil alam yang berupa rotan, damar, dan madu yang memang sudah tersedia di alam tanpa bersusah payah untuk menanam atau memeliharanya. Ketersediaan hasil alam seperti ini sudah dapat dipastikan membuat tokoh kami bersama teman-temannya menjadi manja kepada alam. Sebagian besar masyarakat Dayak Binuaq hidup di pulau Kalimantan. Kalimantan merupakan pulau yang kaya akan flora dan fauna. Kekayaan alam yang dimiliki pulau Kalimantan membuat masyarakat Dayak Binuaqselalu menggantungkan kehidupannya kepada alam. Masyarakat Dayak beranggapan alam menyediakan segalanya sehingga tidak perlu bersusah payah untuk menemukan dan mengembangkan sesuatu yang baru. Sebagai contoh tokoh kami bersama temantemannya yang terdapat pada kutipan di atas sangat bergantung pada alam dan mengharapkan hasil alam. c. Sikap yang Dianggap sebagai Musuh adalah yang Menyerang Secara Fisik Pada roman Upacara karya Korrie Layun Rampan ditemukan unsur cerita yang mencerminkan adanya sikap yang dianggap sebagai musuh adalah yang menyerang secara fisik. Hal ini dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. “Dua hari kemudian barulah seorang pawang tua dapat memanggil buaya yang bersalah. Mula-mula ia ingkar tak mau dipanggil pawang. Sang pawang tak sabar menanti di tepi ia menyelam membawa selembar rambut si mati. Buaya tua itu diseret terus ke darat. Tak membantah. Air matanya titik. Bapakku dan bapak Waning membuka isi perutnya” (Upacara,1978:71) Kutipan di atas mencerminkan adanya sikap hidup masyarakat Dayak Binuaq menganggap yang menjadi musuhnya ialah yang menyerangnya secara fisik. Hal ini terlihat dari pertikaian antara buaya dan pawang tua. Buaya pada kutipan di atas sudah dianggap sebagi musuh oleh pawang tua karena sudah menyerang terlebih dahulu.Buaya dipanggil oleh pawang tua untukmempertanggungjawabkan perbuatannya karena buaya ini sudah memangsa Waning yang menjadi satu di antara warga pawang tua. Akan tetapi, sang buaya ini tidak memenuhi panggilan pawang tua sehingga membuat pawang tua tidak sabar lagi menunggu akhirnya pawang tua pun langsung menyelam ke dasar sungai dengan membawa rambut si mati mencari buaya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Tanpa ragu lagi buaya ini pun diseret ke darat dan dibunuh oleh pawang tua. Pawang tua membunuh buaya dengan alasan bahwa buaya sudah membunuh terlebih dahulu. Menurut pawang tua hukuman bagi orang yang membunuh maka ia pun harus dibunuh. Perbuatan yang ditunjukan oleh pawang tua dengan membunuh buaya yang sudah menyerang terlebih dahulu ini dapat diartikan bahwa pawang tua memiliki sikap menganggap yang menjadi musuhnya ialah yang menyerang secara fisik. Masyarakat Dayak Binuaq pada dasarnya tidak suka berkelahi. Masyarakat Dayak Binuaq adalah masyarakat yang cinta damai. Selain itu, masyarakat Dayak Binuaq merupakan masyarakat yang dekat dengan lingkungan dan sesamanya, mereka tidak akan menyerang jika tidak diserang terlebih dahulu.
10
Namun, mereka akan membabi buta manakala pihak mereka yang diserang terlebih dahulu. Sebagai contoh pawang tua yang membabi-buta membunuh sang buaya karena buaya sudah menyerang terlebih dahulu. d. Sikap tidak Bisa Menabung atau Merencanakan Masa Depan Pada roman Upacara karya Korrie Layun Rampan ditemukan unsur cerita yang mencerminkan sikap tidak bisa menabung atau merencanakan masa depan. Menabung artinya menyisihkan sebagian dari penghasilan untuk keperluan terdesak. Hal ini dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. “Kau memancing atau melihat poti,” Rie meneruskan cita-citanya sendiri. “anakanak kita bermain atau tidur, aku dapat menampi beras tumbukan kemaren pagi. Kita tak perlu menyimpan beras banyak, nanti rusak dan tak enak,” (Upacara, 1978:104) Kutipan di atas mencerminkan adanya sikap hidup masyarakat Dayak Binuaq tidak mengenal sistem menabung yaitu menyimpan beras dalam jumlah yang banyak. Andaikan ada yang menyimpan beras umumnya hanya untuk persediaan beberapa saat saja. Jarang sekali masyarakat Binuaqyang mau menyimpan beras dalam jumlah yang banyak. Yang sering terjadi apa yang di tumbuk hari ini akan habis hari ini juga. Hal ini dapat dilihat dariperkataan Rie yang mengatakan bahwa “kita tidak perlu menyimpan banyak beras nati tidak enak”.Perkataan Rie inidapat di artikan bahwaRie memiliki sikap tidak bisa menabung yaitu menyimpan beras dalam jumlah yang banyak. e. Sikap Konsekuen atau tidak Adanya Perbedaan antara Kata dan Perbuatan Pada roman Upacara karya Korrie Layun Rampan ditemukan unsur cerita yang mencerminkan adanya sikap konsekuen pada masyarakat Dayak Binuaq. Konsekuen artinya kesesuaiaan antara perkataan dan perbuatan. Untuk lebih jelas melihat sikap konsekuen yang ada pada masyarakat Dayak Binuaqdapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Mula-mula ia muncul menggores kaki langit barat. Awan-awan bagai luka, teja menyibak. Mendekat ia kelapangan, meliuk dengan gerakan yang anggun sesuai permintaan Paman Jomoq, atas kehendak orang-orang asing itu (Upacara, 1978:52). Kutipan di atas mencerminkan adanya sikap kosekuen pada masyarakat Dayak Binuaq. Sikap ini terlihat dari Paman Jomoq yang memenuhi permintaan orang asing sesuai dengan janji yang pernah dikatakannnya bahwa, Paman Jomoq akan mengundang burung punai atas permintaan orang asing itu.Paman Jomoq beranggapan janji adalah mati yang tidak boleh di ubah-ubah lagi. Apa yang telah dikatakan harus dilaksanakan. Oleh karena itu, meskipun sangat berbahaya jika burung punai ini diundang dihadapan orang ramai tetapi Paman Jomoq tetap melalukannya demi memenuhi janjinya kepada orang asing itu. Sikap yang dicerminkan oleh Paman Jomoq ini dapat diiterpretasikan sebagi sikap yang konsekuen yaitu sikap menepati janji.Masyarakat Dayak Binuaq pada dasarnya memiliki sikap jujur tidak pernah berbohong. Jarang sekali masyarakat Dayak Binuaq yang mau berbohong terutama bagi masyarakat yang berada di pedesaan atau pedalaman. Masyarakat Dayak Binuaq sering mengatakan sebagai jujur kayu atau jujur bambu, artinya segala sesuatu dikatakan apa adanya dilaksanakan sesuai
11
dengan apa yang dikatakannya. Sebagai contoh Paman Jomoq yang menepati janjinya kepada orang asing dengan mengundang burung punai atas permintaan orang asing itu. f. Sikap Mudah Tersinggung Pada roman Upacara karya Korrie Layun Rampan ditemukan unsur cerita yang mencerminkan sikap mudah tersinggung. Mudah tersinggung artinya mudah terprovokasi untuk marah atau mudah merasakan sakit hati. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Pemuda yang satu dengan sopan menjelaskan padaku tentang nama, makna, kejadian, benda, pemandangan, tulisan, gedung, dan jalan yang kami lalui. Tetapi pemuda yang lainnya selalu dengan selidik mengawasiku, membuat sebel dan ringkuh meronta dalam dadaku yang sangat perasa. ( Upacara, 1978:34) . Kutipan mencerminkan adanya sikap hidup masyarakat Dayak Binuaq yang mudah tersinggung. Sikap mudah tersinggung ini terlihat dari suara hati tokoh aku yang mengatakan bahwa “sebal dan ringkuh meronta dalam dadaku yang sangat perasa”. Suara hati tokoh aku ini sudah dapat diiterpretasikan bahwa tokoh aku mudah tersinggung. Roh tokoh aku tersesat dalam perjalanannya ketika hendak pulang ke dalam raganya. Dalam pejalanan inilah roh tokoh aku bertemu dengan dua orang pemuda. Dua orang pemuda ini segera mengangkat dan mendudukan roh tokoh aku di atas kursi kereta yang indah berkilauan. Dalam perjalanan ini roh tokoh aku melihat pemandangan yang sangat menakjubkan. Satu di atara dua pemuda yang bersamanya mejelaskan tentang nama, kejadian, benda, pemandangan, tulisan, gedung, dan jalan yang roh tokoh aku lalui. Akan tetapi, pemuda yang satu selalu mengawasi roh tokoh aku dengan selidik. Sikap pemuda ini membuat roh tokoh aku merasa tidak nyaman, merasa tersinggung karena diperhatikan terus-menerus sepanjang perjalanannya. Sikap yang ditunjukan oleh roh tokoh aku ini sudah mencerminkan sikap yang mudah tersinggung. g. Sikap Menghormati Tamu secara Berlebihan Pada roman Upacara karya Korrie Layun Rampan ditemukan unsur cerita yang mencerminkan sikap menghormati tamu secara berlebihan. Menghormati tamu secara berlebihan artinya berusaha untuk menyenangkan hati tamu dengan berbagai cara sekalipun mengorbankan diri sendiri. Hal ini dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. “Telahku tunggu sejak tadi!” suara si tua memberat di dalam. Ia mempersilahkan Paman Jomoq duduk di kursi tua, kursi satu-satunya di ruangan itu” (Upacara, 1978:47) Kutipan di atas mencerminkan adanya sikap hidup masyarakat Dayak Binuaq memperlakukan tamu secara berlebihan. Sikap ini terlihat dari prilaku Tonoy yang mempersilahkan tamunya yaitu, Paman Jomoq untuk duduk di kursi yang satusatunya berada di dalam ruangan itu. Sementara Tonoy rela tidak duduk di kursi kepunyaanya demi untuk menghormati Paman Jomoq. Tonoy beranggapan tamu adalah raja yang harus diperlakukan dengan sebaik mungkin sekali pun mengorbankan dirinya sendiri.Perilaku yang ditunjukan oleh Tonoy ini dapat dikatakan berlebihan karena Tonoy rela mengorbankan diri demi menghormati dan menyenangkan hati Paman Jomoq. Masyarakat Dayak Binuaq pada dasarnya
12
beranggapan bahwa tamu adalah raja. Dengan anggapan demikian masyarakat Dayak Binuaq selalu memperlakukan tamunya secara berlebihan sampai-sampai mengorbankan diri sendiri bahkan keluarga. Semua ini dilakukan demi untuk menghormati dan menyenagkan hati tamunya. Sebagai contoh Tonoy yang rela mengorbankan diri demi menyenangkan hati Paman Jomoq dengan mempersilahkan Paman Jomoq untuk duduk di kursi satu-satunya milik Tonoy yang ada di ruangannya. h. Sikap Rela Pada roman Upacara karya Korrie Layun Rampan ditemukan unsur cerita yang mencerminkan adanya sikap rela.Rela artinya iklas hati dalam menerima maupun melepaskan sesuatu.Untuk lebih jelas dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. “Kain tenunnya betul-betul telah rampung. Bagus sekali. Ada sulaman yang menggambarkan cinta kami yang kudus. Pakaian pengantin kami, tinggal bagian-bagian dalamnya saja yang masih perlu dihaluskan. Tapi semuanya kini berantakan. Biarlah semuanya dibawa Waning pergi. Tak mau aku barang itu menjadi beban kenanganku yang berlarat. Waning telah pulang kepada-Nya, tak mungkin kembali lagi” (Upacara 1978:72) Kutipan di atas mencerminkan sikap hidup masyarakat Dayak Binuaq memiliki sikap rela atau iklas hati.Sikap rela atau iklas hati ini terlihat dari tokoh aku yang mengiklaskan kepergian Waning untuk selamanya walaupun terasa berat hatinya untuk melepaskan kepergian Waning tunangannya karena tokoh aku sangat mencintainya.Sikap rela ini dipertegas dengan kutipan berikut “Tak mau aku barang itu menjadi beban kenanganku yang berlarat Waning telah pulang kepada-Nya tak mungkin kembali lagi”, kutipan ini menggambarkan sikap iklas yang dimiliki tokoh aku atas kepergian tunangannya menghadap Jubata.Tokoh aku tidak mau menyimpan semua kenangannya bersama Waning.Sikap yang ditunjukan oleh tokoh aku ini bukan berarti tokoh aku ingin melupakan Waning selamanya melainkan tokoh aku tidak mau terpuruk dalam kesedihan yang berlarut-larut bila melihat kenangannya bersama Waning.Tokoh aku beranggapan bahwa semuanya berasal dari Jubata dan akan kembali kepada Jubata. Semua itu merupakan kehendak Jubata semata. Jadi apa pun yang terjadi tokoh aku berusaha untuk tetap tegar dan sabar serta iklas menerima semuanya. Sikap yang dicerminkan oleh tokoh aku menggambarkan sikap hidup yang rela dan ikhlas dengan mengiklaskan kepergian Waning tunangannya menghadap Jubata.Masyarakat Dayak selalu menyadari bahwa segala sesuatu berasal dari Jubata maka kalau diambil kembali oleh Jubata baik secara langsung atau lewat manusia yang lain haruslah bersikap rela. Sikap rela bagi masyarakat Dayak ditandai dengan sikap tidak bersedih hati apabila harus menerima musibah atau masalah.Masyarakat Dayak percaya bahwa Jubata selalu menginginkan yang terbaik untuk umatnya, hal inilah yang mendasari masyarakat Dayak selalu bersikap iklas dan rela.Sebagai contoh tokoh aku yang mengiklaskan kepergian Waning tunangannya menghadap Jubata.
13
i. Sikap Selalu Ingat Akan Asal-usul Pada roman Upacara karya Korrie Layun Rampan ditemukan unsur cerita yang mencerminkan sikapselalu ingat akan asal-usul. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada kutupan di bawah ini. “O, para dewa. Kami takut kiamat, jangan kucurkan petaka ke atas kepala kami. Kami tak mengundang kemurkaan. Kami hanya mengisi saat-saat yang manis dari keluarga upacara. Tak ada maksud menghojat tak ada niat menyulut kemarahan!Aku mengangkat pembelaan do’a dalam hati”(Upacara,1978:100). Kutipan di atas mencerminkan adanya sikap hidup masyarakat Dayak Binuaq yang selalu ingat akan asal-usunya. Sikap selalu ingat akan asal-usul ini terlihat dari tokoh aku yang memanjatkan doa kepada Jubata ketika tokoh aku merasa takut.Pada masa kanak-kanak tokoh aku bersama teman-temannya bermain pengantin-pengantinan. Anak-anak bersorak-sorai mengelu-elukan tokoh aku. Pada saat asyik-asyiknya bermain tiba-tiba lamin terguncang anak-anak lintang pukang ketakutan lari tak menentu lamin serasa akan roboh diputar tangan-tangan gaib. Tokoh aku merasa sangat takut. Saat ini jugalah tokoh aku segera memanjatkan doa permohonan kepada Jubata memohon perlindungan. Sikap yang ditunjukan oleh tokoh aku ini dapat di artikan bahwa tokoh aku selalu ingat akan asal usulny, selalu ingat kepada siapa ia hendak memohon dan berserah.Masyarakat Dayak Binuaq senantiasa ingat akan asal-usulnya. Tindaktanduk dalam kehidupannya sehari-hari selalu berorientasi kepada Jubata. Sebagai contoh tokoh aku yang memanjatkan doa kepada Jubata memohon perlindungan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis data yang penulis temukan dalam roman Upacara karya Korrie Layun Rampan maka diperolehlah simpulan sebagai berikut.1) warna daerah berupa kebiasaan hidup yang ditemukan dalam roman Upacara Karya Korrie Layun Rampan adalah kebiasaan mengadakan upacara kewangkey, dan upacara pelulung. Kewangkeyartinya upacara bangkai atau upacara adat bagi orang yang telah lama meninggal, sedangkan pelulung artinya upacara perkawinan.2) warna daerah sikap hidup yang ditemukan berupa sikap demokratis, sikap manja kepada alam, sikap yang dianggap sebagai musuh adalah yang menyerang secara fisik, sikap tidak bisa menabung atau merencanakan masa depan, sikap konsekuen atau tidak ada perbedaan antara kata dan perbuatan, sikap mudah tersinggung, sikap menghormati tamu secara berlebihan, sikap rela, dan sikap selalu ingat akan asal usul. Saran Berdasarkan simpulan di atas maka saran yang dapat kemukakan dalam penelitian mengenai warna daerah dalam roman Upacara karya Korrie Layun Rampan adalah sebagai berikut.Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan dalam mengajarkan apresiasi sastra pada jenjang SMA/MA kelas XI semester satu khususnya pada meteri menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik novel/roman Indonesia.Dalam mengajarkan pokok bahasan mengenai apresiasi sastra hendaknya guru mata pelajaran bahasa dan Sastra Indonesia
14
memilih karya sastra yang tepat. Satu di antara karya sastra yang dapat dijadikan referensi adalah roman Upacara karya Korrie Layun rampan.Hal ini dikarenakan roman Upacara karya Korrie Layuan banyak mengandung unsur kebudayaan.Dengan dijadikannya roman Upacara ini sebagai meteri pembelajaran/bahan ajar disekolah maka secara langsung maupun tidak langsung dapat menumbuhkan rasa cinta siswa terhadap budaya nusantara. Pada zaman sekarang ini dengan adanya kemajuan teknologi membuat kesadaran siswa terhadap kebudayaan bangsa ini sangat minim sekali. Oleh karena itu, guru harus pandai memilih materi pembelajaran yang dapat menumbuhkan kesadaran dan rasa cinta siswa terhadap budaya nusantara. DAFTAR PUSTAKA Candra, Hidayat. 2012. “Analisis Konflik Tokoh Utamadalam Roman Bumi Manusia”. Skripsi. Pontianak: FKIP Universitas Tanjungpura Haryanata, Agung Tri. 2012. Kamus Kebahasaan dan Kesusastraan.Surakata: PT Aksarra Sinergi Media. Moleong, Lexy. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Priyadi, Antonius Totok dkk. 1997. Nilai Budaya dalam Sastra Lisan Dayak Kanayatn. Pontianak: Bagian Pembinaan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Kalimantan Barat. Rampan, Korrie Layun.1978. Upacara. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. Syam, Christanto. 2011. Metode Penelitian Sastra. Pontianak: FKIP Untan. Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka. Werren, Austin dan Rene Wellek. 1995. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia. Widagdho, Djoko dkk. 2010. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
15