1
2
MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA ANAK KELOMPOK B PAUD NURHIDAYATULLAH DESA PILOHAYANGA BARAT KECAMATAN TELAGA KABUPATEN GORONTALO
[email protected] Warda Husain, Rena. L Madina, Irvin Novita Arifin ABSTRAK Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah apakah dengan menggunakan metode bermain peran dapat meningkatkan keterampilan sosial anak kelompok B PAUD Nurhidayatullah Desa Pilohayanga Barat Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo? Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini untuk meningkatkan keterampilan sosial anak kelompok B PAUD Nurhidayatullah melalui metode bermain peran. Metode yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas dengan sumber data 3 orang guru dan seluruh anak kelompok B PAUD Nurhidayatullah. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan adanya peningkatan keterampilan sosial anak kelompok B PAUD Nurhidayatullah melalui metode bermain peran. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil penelitian dan pembahasan yaitu pada siklus I, ada 13 anak (65%) dari 20 anak yang sudah memiliki keterampilan sosial dibandingkan pada observasi awal hanya 45% anak yang sudah memiliki keterampilan sosial. Pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 17 anak (85%) dari 20 anak yang ada pada kelompok B PAUD Nurhidayatullah kecamatan Telaga. Berdasarkan pelaksanaan kedua siklus tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan sosial anak kelompok B PAUD Nurhidayatullah melalui metode bermain peran dapat ditingkatkan.
Kata kunci : Keterampilan Sosial, Metode Bermain Peran
Warda Husain, Mahasiswa pada Jurusan PG PAUD, Universitas Negeri Gorontalo. Dra. Hj. Rena L. Madina, M.Pd, Dosen pada Jurusan Bimbingan dan Konseling, Universitas Negeri Gorontalo. Irvin Novita Arifin, S.Pd, M.Pd, Dosen pada Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Universitas Negeri Gorontalo.
3
Tujuan dari pendidikan anak usia dini adalah untuk membantu dalam mengembangkan potensi-potensi yang ada pada diri anak. Dalam pendidikan anak usia dini terdapat aspek-aspek yang harus dikembangkan dan ditanamkan dalam diri anak, diantaranya aspek kognitif, bahasa, nilai agama dan moral serta sosial. Sosial mencakup sikap tenggang rasa, peduli, saling menghargai, saling menghormati, bekerjasama, empati dan lain sebagainya. Keterampilan sosial anak perlu dikembangkan karena pada dasarnya setiap anak akan memerlukan bantuan orang lain dan akan hidup menjadi manusia sosial, namun dalam kenyataannya masih banyak anak yang tidak dapat bersosialisasi dengan orang lain. Oleh karena itu anak harus memiliki keterampilan sosial pada dirinya. Keterampilan sosial merupakan bentuk perilaku, perbuatan dan sikap yang ditampilkan oleh individu ketika berinteraksi dengan orang lain disertai dengan ketepatan dan kecepatan sehingga memberikan kenyamanan bagi orang yang berada disekitarnya (Chaplin dalam Suhartini, 2004:18). Mengingat keterampilan sosial sangat penting dalam kehidupan sehari-hari sebaiknya keterampilan sosial ditanamkan pada anak sedini mungkin. Keterampilan sosial pada anak dapat dikembangkan melalui berbagai metode di antaranya, metode bercerita, metode tanya jawab, metode karyawisata, dan metode bermain peran. Salah satu metode yang lebih efektif
untuk
mengembangkan empati anak yaitu metode bermain peran. Metode bermain peran adalah suatu proses pembelajaran artinya anak dapat berperan langsung dengan apa yang telah dilihatnya serta dengan melaksanakan metode bermain peran anak dapat menyelami perasaan orang lain tanpa anak ikut larut di dalamnya. Sebagaimana di kemukakan Rachmawati (2007 : 31), bermain peran yaitu permainan yang memerankan tokoh-tokoh atau benda-benda sekitar anak yang akan mengembangkan imajinasi dan penghayatan terhadap bahan kegiatan yang dilaksanakan. Pada anak kelompok B di PAUD Nurhidayatullah ini keterampilan sosial anak belum muncul, anak tidak mau membantu temannya dalam hal meminjamkan alat tulis, tidak mau berbagi pada teman yang tidak membawa
4
makanan, anak yang suka mengejek temannya, anak tidak mau membantu temannya saat merapihkan meja, dan saat ada anak yang terjatuh anak lain menertawakan bukan menolong. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian terkait dengan penerapan metode bermain peran untuk meningkatkan keterampilan sosial anak di PAUD tersebut. Berdasarkan permasalahan diatas, maka penelitian ini memfokuskan kajian pada “ Meningkatkan Keterampilan Sosial Melalui Metode Bermain Peran Pada Anak Kelompok B PAUD Nurhidayatullah Desa Pilohayanga Barat Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo”. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan sosial melalui metode bermain peran pada anak kelompok B PAUD Nurhidayatullah. Desa Pilohayanga Barat Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo. 1. Konsep Keterampilan Sosial Perilaku sosial merupakan aktivitas dalam hubungan dengan orang lain, baik dengan teman sebaya, guru,orang tua maupun saudara-saudaranya.Di dalam hubungan dengan orang lain, terjadi peristiwa-peristiwa yang sangat bermakna dalam kehidupannya yang dapat membantu pembentukan kepribadiannya Ernawulan Syaodih (2003:48). Menurut Aisyah dkk (2007:9.35) perkembangan sosial adalah proses kemampuan belajar dan tingkah laku yang berhubungan dengan individu untuk hidup sebagai bagian kelompoknya. Perkembangan sosial berbeda dengan kemampuan sosial, kemampuan sosial merupakan kecakapan seorang anak untuk merespon dan mengikat perasaan dengan perasaan positif, dan memiliki kemampuan yang tinggi untuk menarik perhatian mereka. Kemampuan sosial menuntut anak untuk memiliki kemampuan yang sesuai dengan tuntutan sosial di mana ia berada. Anak yang dapat bersosialisasi dengan baik sesuai tahap perkembangan dan usianya cenderung menjadi anak yang mudah bergaul. Menurut Mubiar (2008:12), perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan trasdisi : untuk meleburkan suatu kesatuan, saling berkomunikasi dan bekerjasama.
5
Menurut Hadis (1996:116), perkembangan sosial yang juga merupakan dasar pembentukan kepribadian telah dimulai sejak awal kehidupan. Bahwa mereka dapat mengadakan hubungan sosial terlihat dari reaksi anak terhadap suara atau tangisan bayi lain. Menurut Gunarti dkk (2008:1.14), definisi perkembangan sosial secara umum yaitu sebagai berikut : a) Keterampilan sosial merupakan suatu proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri sesuai dengan keinginan yang berasal dari dalam diri. b) Perkembangan sosial adalah suatu proses kemampuan belajar dari tingkah yang ada di seluruh dunia. c) Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntunan sosial dan memerlukan 3 proses, yaitu sebagai berikut: 1. Belajar berperilaku peduli pada lingkungan 2. Memainkan peran sosial yang dapat diterima 3. Perkembangan sikap sosial d) Sosiobilitas adalah diperolehnya kemampuan untuk bertingkah laku sesuai dengan harapan-harapan sosial yang berlaku di masyarakat. Seorang individu sebagai makhluk sosial dituntut untuk mampu dan terampil bersosialisi. Pengertian keterampilan sosial adalah proses penyesuaian individu terhadap adat istiadat, kebiasaan, dan cara hidup yang berlaku dimasyarakat sekitarnya. Proses ini berlangsung sejak awal masa hidupnya, dan bagaimana kemampuan anak dalam bersosialisasi ini secara umum banyak tergantung dari pengalamannya pada awal-awal masa hidupnya Sari,dkk (1996:114). Perkembangan sosial merupakan suatu proses memperoleh kemampuan untuk berperilaku yang sesuai dengan keinginan yang berasal dari dalam diri seseorang dan sesuai dengan tuntutan dan harapan-harapan sosial yang berlaku di masyarakat.
Aisyah
dkk
(dalam
Brewer,2007)
menggambarkan
bahwa
keterampilan sosial sebagai kemampuan untuk menilai apa yang sedang terjadi dalam
suatu
situasi
sosial,
keterampilan
untuk
memahami
dan
menginterprestasikan secara tepat tindakan-tindakan dan kebutuhan dalam
6
bermain, dan keterampilan untuk membayangkan beberapa kemungkinan alternatif tindakan dan memiliki salah satu yang paling pandai. Keterampilan sosial adalah keterampilan atau strategi yang digunakan untuk suatu hubungan yang positif dalam interaksi sosial yang diperoleh melalui proses belajar dengan tujuan untuk mendapatkan hadiah atau penguat dalam hubugan interpersonal yang dilakukan. Perkembangan keterampilan sosial adalah perkembangan perilaku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan masyarakat dimana anak berada. Perkembangan keterampilan sosial merupakan hasil belajar, bukan hanya sekedar kematangan. Keterampilan sosial diperoleh anak melalui kematangan dan kesempatan belajar terhadap dirinya. Bagi anak prasekolah, kegiatan bermain menjadikan fungsi sosial anak menjadi semakin berkembang. Tatanan sosial yang baik dan sehat serta dapat membantu anak dalam mengembangkan konsep diri yang positif akan menjadikan perkembangan sosialisasi anak menjadi lebih optimal Masitoh dkk (2005:11). 2. Hakikat Metode Bermain Peran Main peran sangat penting untuk perkembangan kognisi, sosial, dan emosi anak. Main peran menjadi landasan bagi dasar perkembangan daya cipta, daya ingat,
kerjasama
kelompok,
penyerapan
kosa
kata,
konsep
hubungan
kekeluargaan, pengendalian diri, keterampilan memahami sapsial dan afeksi. Asmawati, dkk (2008:8.10 pengertian bermain peran. Tujuan terakhir dari bermain peran adalah belajar bermain dan bekerja dengan pengalaman di dunia nyata. Bermain peran mulai tampak sejalan dengan mulai tumbuhnya kemampuan anak untuk berpikir simbolik. Dalam bermain peran atau khayal ini, misalnya anak tampak menyuapi boneka, mengajaknya berbicara dan bermain, mengajari boneka binatangnya berpakaian dan sebagainya. Sekelompok anak dapat bekerja sama menciptakan jalan cerita sendiri dalam permainan ini. Chaterine Garvey (1977 dalam Mayke Sugianto T,1995) menemukan bahwa pada umumnya anak –anak menyukai bermain peran (dramatik), mulai dari main ibu-ibuan dengan bonekanya, main sekolah-sekolahan atau menjadi ayah dan ibu. Dewasa ini kita juga dapat menjumpai anak – anak bermain menjadi
7
penari, pilot, ksatria baja hitam atau power rangers. Bermain dramatik semacam ini membantu anak mencobakan berbagai peran sosial yang diamatinya, memantapkan peran sesuai jenis kelaminnya, melepaskan ketakutan atau kegembiraannya, mewujudkan khayalannya, selain belajar bekerjasama dan bergaul dengan anak lainnya Berk, 1994 (dalam Sugianto: 1995). Selain Berk maka Turner dan Helms (1993) (dalamSugianto,1995:25) lebih menyoroti kegiatan bermain sebagai sasaran sosialisasi anak. Kegiatan bermain memberi kesempatan pada anak untuk bergaul dengan anak lain dan belajar mengenal bergai aturan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Secara garis besar, kegiatan bermain dibedakan menjadi 3 kategori besar yaitu : 1. Exploratory and manipulative play (bermain menjelajah dan manipulatif) 2. Destructive play (bermain menghancurkan) 3. Imaginative atau make-bilieve play (bermain berkhayal atau pura-pura). Supriyanti dalam Gunarti dkk (2008) berpendapat bahwa metode bermain peran adalah permainan yang memerankan tokoh-tokoh atau benda-benda sekitar anak sehingga dapat menegembangkan daya khayal (imajinasi) dan perhayatan terhadap bahan kegiatan yang dilaksanakan. Bermain peran berarti menjalankan fungsi sebagai orang yang dimainkannya, misalnya berperan sebagai dokter, ibu guru, nenek tua renta. Peran diartikan sebagai suatu rangkaian perasaan, ucapan dan tindakan individu yang ditunjukan kepada orang orang lain. Peran seseorang dalam kehidupan dipengaruhi persepsi dan penilaian dirinya dan orang lain. Untuk dapat berperan dengan baik, diperlukan pemahaman tentang peran sendiri mencakup apa yang tampak dan tindakan yang tersebunyi dalam perasaan persepsi dan sikap. Esensi bermain peran ditunjukan untuk membantu individu untuk memahami perannya sendiri dan peran yang dimainkan orang lain sekaligus berupaya memahami perasaan, sikap, dan nilai-nilai yang mendasarnya. Pada dasarnya ide utama dari bermain peran adalah untuk menjadi “sosok” individu yang diperankan dan untuk mendapatkan pemahaman tentang peran tersebut dan motivasi yang
8
berkaitan. Kegiatan ini dapat melibatkan jumlah anak yang terbatas dalam interaksi berpasangan atau beberapa anak dalam kelompok kecil. Metode ini memberikan kesempatan pada anak untuk mempelajari tingkah laku manusia. Anak dapat mengeksplorasi perasaan mereka, menghayati persepsi dan tingkahlaku oranglain dan belajar terlibat dan berinteraksi dalam proses pembuatan keputusan. Metode ini mengajarkan pada anak untuk belajar melalui dramatisasi. Pengertian bermain peran menurut buku Didaktik Metodik di Taman Kanak-kanak (Depdikbud 1998) adalah memerankan tokoh-tokoh atau bendabenda di sekitar anak dengan tujuan untuk mengembangkan daya khayal (imajinasi) dan penghayatan terhadap bahan pengembangan yang dilaksanakan. Dengan demikian metode bermain peran, artinya mendaramatisasikan cara tingkah laku dalam hubungan sosial. 1. Tujuan dan Manfaat Bermain Peran. Menurut Vigotsky (Gunarti dkk 2008:10.11) bermain peran mendukung munculnya kemampuan penting yaitu: a. Kemampuan untuk memisahkan pikiran dari kegiatan dan benda. b. Kemampuan menahan dorongan hati dan menyusun tindakan yang diarahkan sendiri dengan sengaja dan fleksibel. Bermain peran mempunyai makna penting bagi perkembangan anak usia dini karena dapat: a. Mengembangkan daya khayal ( imajinasi) anal b. Menggali kreatvitas anal c. Melatih motorik kasar anak untuk bergerak d. Melatih penghayatan anak terhadap peran tertentu e. Menggali perasaan anak. Penggunaan metode ini juga memupuk adanya pemahaman peran sosial dan melibatkan interaksi verbal paling tidak dengan satu orang lain. Penggunaan metode ini membantu anak untuk mempelajari lebih dalam mengenai dirinya sendiri, keluarganya, dan masyarakat sekitarnya. Mereka menjalankan perannya berdasarkan pengalamannya terdahulu. Mereka belajar memutuskan dan memilih berbagai informasi yang relevan. Hal tersebut sangat membantu mereka dalam
9
mengembangkan kemampuan intelektualnya. Mereka juga banyak belajar dari temannya tentang cara-cara berkonsentrasi dalam kondisi sosiodramatik. Selain itu, mereka juga belajar berkonsentrasi dalam satu tema drama dalam waktu tertentu. Area ini juga memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan kemampuan sosial dan emosionalnya dalam, seperti mengatasi rasa takut dengan memerankan berbagai tokoh yang sebenarnya bagi mereka menakutkan. Misalnyaseorang anak yang takut disuntik memerankan tokoh sebagai pasien sehinngga metode ini juga berfungsi sebagai katharis (pelepasan emosi) dan terapis Nana Sujana (2000:84) pengertian bermain peran mendefinisikan bermain peran sama artinya dengan sosio drama yang dalam pemakaiannya sering disilih gantikan. Sosiodrama pada dasarnya yaitu mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial. Bermain peran adalah suatu metode pembelajaran yang bertujuan untuk membatu siswa menemukan makna diri (jatidiri) di dunia sosial dan memecahkan dilemma dengan bantuan kelompok. Menurut Gunarti dkk (2008 : 111) manfaat dari bermain peran adalah: 1. Mengembangkan daya khayal 2. Menggali kreativitas. 3. Melatih motorik kasar anak untuk bergerak 4. Melatih penghayatan anak terhadap peran. 5. Menggali perasaan anak. Penggunaan metode ini juga memupuk adanya pemahaman peran sosial dan melibatkan interaksi verbal paling tidak dengan satu orang lain. Penggunaan metode ini membantu anak untuk mempelajari lebih dalam mengenai dirinya sendiri, keluarganya, dan masyarakat sekitarnya. Mereka menjalankan perannya berdasarkan pengalamannya yang terdahulu. Mereka belajar memutuskan dan memilih berbagai informasi yang relevan. Hal tersebut sangat membantu mereka dalam mengembangkan kemampuan intelektualnya. Mereka juga banyak belajar dari temannya tentang cara - cara berinteraksi dalam kondisi sosiodramatik. Selain itu, mereka juga belajar berkonsentrasi dalam satu tema drama untuk waktu tertentu. Area ini juga memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan
10
kemampuan sosial dan emosionalnya, seperti mengatasi rasa takut dengan memerankan berbagai tokoh sebagai yang sebenarnya bagi mereka yang menakutkan. Tujuan bermain peran menurut Gunarti dkk (2008:10.11) diantaranya adalah : 1.
Anak dapat mengekspresikan perasaan-perasaannya.
2.
Memperoleh wawasan tentang sikap, nilai-nilai, dan persepsinya.
3.
Mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
4.
Mengembangkan kreatiitas dengan membuat jalan cerita atas inisiatif anak.
5.
Melatih daya tangkap
6.
Melatih daya konsentrasi
7.
Melatih membuat kesimpulan
8.
Membantu mengembangkan kognitif
9.
Membantu perkembangam fantasi
10. Menciptakan suasana yang menyenangkan 11. Mencapai kemampuan berkomunikasi secara spontan/ berbicara lancar 12. Membangun pemikiran yang analitis dan kritis. Membangun sikap positif dalam diri anak 13. Menumbuhkan aspek afektif melalui penghayatan isi cerita 14. Untuk membawa situasi yang sebenarnya ke dalam bentuk stimulasi miniatur kehidupan. 15. Untuk membuat variasi yang menarik dalam kegiatan pengembangan. Menurut Piaget (Gunarti dkk:2008:112) bermain peran merupakan suatu aktivitas anak yang alamiah karena sesuai dengan cara berfikir anak usia dini, yaitu berpikir simbolik. 5. Kelebihan dan kelemahan metode bermain peran Kelebihan metode bermain peran : a. Melibatkan anak secara aktif dalam pembelajaran yang dibangunnya sendiri b. Anak memperoleh umpan balik yang cepat/ segera c. Memungkinkan anak mempraktikan keterampilan berkomunikasi d. Sangat menarik minat dan antusiasme anak
11
e. Membuat guru dapat mengajar pada ruang lingkup yang luas dalam mengoptimalkan kemampuan banyak anak pada waktu yang bersamaan f. Mendukung anak untuk berfikir kritis dan analitis g. Menciptakan percobaan situasi kehidupan dengan model lingkungan yang nyata. Kelemahan metode bermain peran : a. Perlu dibangun imajinasi yang sama antara guru dan anak, dan hal ini tidak mudah. b. Sulit menghadirkan elemen situasi yang penting seperti yang sebenarnya, misalnya suara hiruk pikuk pasar, air terjun, ributnya suara kemacetan lalu lintas, tanpa bantuan pendukung, misalnya suara rekaman atau dubbing. c. Jalan cerita biasanya berlangsung singkat, dan karena memungkinkan tidak adanya kesinambungan adegan demi adegan dapat terpotong-potong sehingga tidak integral menampakkan suatu jalan cerita yang utuh, hal ini karena metode bermain peran yang lebih menekankan pada imajinasi, kreativitas, inisiatif dan spontanitas dari anak sendiri. Kelemahan-kelemahan itu dapat diatasi dengan perencanaan yang matang. Guru berperan penting dalam metode ini, namun tentunya keberhasilan terletak pada pada peran anak dalam membangun simulasi adegan ini. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini menggunakan variable input, variable proses dan variable output. Prosedur penelitian dengan tahappersiapan dan pelaksanaan tindakan yaitu : a. Tahap persiapan. 1) Mendiskusikan tema pembelajaran bersama kepala sekolah dan guru mitra. 2) Membuat lembar observasi tentang keterampilan sosial anak. 3) Menyusun Rencana Kegiatan Harian (RKH). 4) Menyusun langkah-langkah tindakan pada jadwal kegiatan.
12
b. Tahap pelaksanaan tindakan. Siklus I Tema
: Kebutuhanku
Sub Tema
: Jenis – Jenis Pakaian
Langkah-Langkah Pembelajaran : a. Doa dan salam. b. Menghangatkan suasana dan memotivasi anak. c. Penjelasan tema, Tanya jawab tentang jenis pakaian. d. Menyampaikan aturan main e. Memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih teman main. f. Anak mulai beraksi secara spontan, sesuai dengan peran masing - masing. Mereka berusaha memainkan setiap peran seperti benar-benar dialaminya. g. Menyiapkan pengamat. h. Mengadakan evaluasi terhadap kegiatan yang dilakukan. Siklus II a. Tahap persiapan 1) Membuat lembar observasi yang merupakan perbaikan dari kelemahan yang dilakukan pada siklus sebelumnya. 2) Menyusun Rencana Kegiatan Harian (RKH). 3) Menyusun langkah - langkah tindakan pada jadwal kegiatan. b. Tahap pelaksanaan tindakan Siklus 2 ini dilaksanakan
sebanyak 1 kali pertemuan. Penelitian ini
dilaksanakan secara kolaboratif dengan guru kelas lain. Agar pelaksanaan tindakan dapat berjalan lancar, maka diperlukan kegiatan sebagai berikut : 1) Menyusun prosedur pelaksanaan, yaitu penyempurnaan prosedur siklus I. 2) Melaksanakan pemantauan dan evaluasi, agar tidak terjadi penyimpangan. 3) Jika terjadi penyimpangan segera diadakan modifikasi untuk menjamin tercapainya tujuan.
13
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan
hasil
penelitian
terkait
dengan
upaya
meningkatkan
keterampilan sosial pada kegiatan belajar melalui metode bermain peran pada anak kelompok B PAUD Nurhidayatullah Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo menunjukkan bahwa pada awal terdapat 11 anak (55%) yang belum memiliki keterampilan sosial dan 9 anak (45%) yang telah memiliki keterampilan sosial. Setelah dikenai tindakan pada siklus yang pertama dengan menggunakan kegiatan bermain peran pada proses pembelajaran maka anak yang memiliki keterampilan sosial mengalami peningkatan menjadi 13 anak (65%). Pada siklus yang kedua kembali dilakukan kegiatan untuk meningkatkan keterampilan sosial anak. Kegiatan pelaksanaan pada siklus kedua pendidik lebih banyak memberikan dorongan serta motivasi kepada anak sehingga keterampilan sosial anak dapat ditingkatkan. Dalam konteks ini pendidik berusaha untk memusatkan perhatian anak terhadap kegiatan yang dilaksanakan dan serlalu mengarahkan anak sehingga anak mempunyai keberanian untuk tampil didepan kelas. Untuk mengoptimalkan peningkatan keterampilan sosial anak, pendidik memberikan kesempatan kepada anak dan motivasi serta dorongan sehingga lebih meningkatkan konsentrasi anak untuk belajar dengan baik. Strategi yang dilakukan pada siklus II ini, memberikan hasil yang optimal, dalam konteks ini terjadi peningkatan anak yang memiliki keterampilan sosial dari 9 anak (45%) menjadi 13 anak (65%) dan pada siklus II meningkat menjadi 17 anak (85%) yang telah memiliki keterampilan sosial. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan metode bermain peran, keterampilan sosial anak kelompok B PAUD Nurhidayatullah Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo meningkat. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil penelitian yaitu pada siklus I, ada 13 anak (65%) dari 20 anak yang sudah memiliki keterampilan sosial dibandingkan pada observasi awal hanya 45% anak yang sudah memiliki keterampilan sosial. Pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 17 anak (85%) dari 20 anak yang ada pada kelompok B PAUD Nurhidayatullah kecamatan Telaga.
14
Berdasarkan pernyataan di atas maka dapat dikemukakan beberapa saran yaitu sebagai berikut: 1. Pendidik PAUD perlu menjadikan bermain peran sebagai salah satu metode yang digunakan untuk meningkatkan keterampilan sosial anak PAUD. 2. Diharapkan kepada semua pendidik PAUD yang melaksanakan penelitian tindakan kelas ini merencanakansemua tindakan dengan baik sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. 3. Pendidik perlu banyak berlatih untuk meningkatkan keterampilan sosial anak melalui metode bermain peran. Hal ini dilakukan agar anak memiliki keterampilan sosial. DAFTAR PUSTAKA Aisyah dkk (2007) Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Universitas Terbuka. Ernawulan Syaodih (2003).Bimbingan di Taman Kanak-kanak.Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal pendidikan Tinggi Bagian Proyek Peningkatan Pendidikan Tenaga kependidikan. Gunarti,Winda,dkk. ( 2008 ). Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dasar Anak Usia Dini. Edisi ke-1 Universitas Terbuka Hadist, Aswin ,Fauzia: ( 1996 ) Psikologi Perkembangan Anak : Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktoral Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Guru ( 1996 ) Mubiar Agustin. (2008) Mengenal dan Memahami Anak : Lotus Mandiri Digital Copie Uni BKPAP UPI Bandung Sari, Daeng, P, Dini (1996) Metode Mengajar Ditaman Kanak- Kanak, Bagian ke-2. Departeman Kebudayaan Dan Direktorat Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Akademik
15
Sugiyanto, Mayke.T (1995) Bermain, Mainan dan Permainan. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tenaga Kependidikan Tenaga Akademik