Wakaf Uang: Tingkat Pemahaman Masyarakat & Faktor Penentunya (Studi Masyarakat Muslim Kota Surabaya, Indonesia) Marlina Ekawaty Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Telp. +62 856-4662-5700 E-mail:
[email protected] Anggi Wahyu Muda Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Telp. +62 857-4933-0733, E-mail:
[email protected] ABSTRAK Besarnya peran wakaf sebagai sumber dana umat Islam dan rendahnya realisasi wakaf uang yang berhasil dihimpun dibandingkan potensi wakaf uang di Indonesia mendorong dilakukannya penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman masyarakat Muslim Kota Surabaya terhadap wakaf uang dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Statistik deskriptif,uji Z, dan analisis regresi berganda digunakan terhadap data primer yang dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner kepada masyarakat Muslim di Kota Surabaya. Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Muslim Kota Surabaya tidak paham wakaf uang. Tingkat Pemahaman masyarakat Muslim Kota Surabaya terhadap wakaf uang dipengaruhi baik oleh faktor internal mapun faktor eksternal Faktor internal tersebut adalah pengetahuan agama, sedangkan faktor eksternalnya adalah akses media informasi. Guna meningkatkan pemahaman masyarakat Muslim terhadap wakaf uang diperlukan peningkatan pengetahuan agama dan akses media informasi baik cetak maupun elektronik. Kata kunci: wakaf uang, persepsi, faktor internal, faktor eksternal
A. Pendahuluan Wakaf merupakan salah satu amalan untuk mewujudkan keshalihan sosial, disamping zakat, infak, atau sedekah. Diantara wujud keshalihan sosial tersebut adalah menciptakan keadilan dan kesejahteraan sosial. Walaupun demikian tidak berarti bahwa wakaf, zakat, infak, dan sedekah hanya mempunyai dimuensi hablum min al naas, tetapi juga memiliki dimensi hablun min Allah.
Dibandingkan zakat,infak, dan sedekah, wakaf memiliki beberapa kelebihan, antara lain adalah: (1) memberikan pahala yang berkesinambungan kepada pembayarnya secara berterusan 1
walaupun kepemilikannya sudah berpindah dan pembayarnya sudah meninggal dunia, (2) merupakan wujud konkrit kemandirian masyarakat Islam dalam menciptakan kesejahteraan dan solidaritas sosial diantara mereka, (3) salah satu cara melestarikan pokok harta dari kemusnahan, (4) menjadikan manfaat harta wakaf dapat dirasakan oleh generasi mendatang, dan (5) bermanfaat bagi orang-orang yang berhak untuk memenuhi kebutuhan mereka. Jika zakat ditujukan untuk menjamin keberlangsungan pemenuhan kebutuhan pokok kepada ‘delapan golongan’, maka wakaf lebih dari itu. Hasil pengelolaan wakaf dapat dimanfaatkan oleh ‘semua lapisan masyarakat’, tanpa batasan golongan untuk kesejahteraan umat. Secara ekonomi, kegiatan wakaf merupakan kegiatan transformasi fungsi suatu harta dari konsumtif menjadi investasi, yaitu mengalokasikan harta wakaf itu sebagai modal produksi yang menghasilkan keuntungan-keuntungan, manfaat-manfaat untuk dikonsumsi di masa yang akan datang, baik konsumsi kolektif seperti masjid, pondok pesantren, atau konsumsi individu seperti untuk keperluan fakir miskin dan keluarganya. Berdasarkan definisi wakaf yang dikemukakan mazhab Hanafi, mazhab Hambali, mazhab Maliki dan mazhab Syafi’I, Hasan Mansur Nasution (2010,6) menyatakan bahwa wakaf bereti menahan harta yang dimiliki untuk diambil manfaatnya bagi kemaslahatan umat dan agama. Harta wakaf tidak hanya bisa berwujud benda tidak bergerak seperti tanah atau bangunan, tetapi bisa juga berwujud benda bergerak seperti kendaraan, uang, logam mulia, atau surat berharga. Sebagai harta yang diwakafkan, benda bergerak tersebut lebih cair untuk dikembangkan dalam berbagai cara berlandaskan syariat sehingga dapat mendatangkan manfaat yang optimal terutama dalam memenuhi semua keperluan umat Islam dan fasilitas-fasilitas umum, seperti membiayai pernikahan pasangan miskin, memelihara trotoar pelajan kaki,
2
membantu pekerja bidang-bidang yang beresiko, dan sebagainya (Muhammad Syukri Salleh, 2010: 130) Wakaf dalam bentuk uang (wakaf uang) dipandang sebagai salah satu cara membuat wakaf bisa memberikan hasil yang lebih banyak. Setidaknya ada empat alasan tentang hal tersebut. Pertama, uang bukan hanya sebagai alat tukar menukar saja, tetapi juga merupakan komoditas yang siap menghasilkan dan berguna untuk pengembangan aktivitas perekonomian yang lain. Kedua, wakaf uang mempunyai daya jangkau dan mobilisasi yang jauh lebih merata di tengah masyarakat dibandingkan wakaf benda tidak bergerak. Ketiga, wakaf uang dapat dilakukan dimana saja tanpa batas Negara dan manfaatnya dapat dinikmati oleh masyarakat dimana saja. Keempat, wakaf uang merupakan model mobilisasi dana abadi ummat jika dikelola secara professional dan amanah. Wakaf uang dipopulerkan oleh Prof. Dr. M.A. Mannan dengan mendirikan suatu badan yang bernama SIBL (Social Investment Bank Limited) di Bangladesh. Menurut Magda Ismail Abdel Mohsin (2008) dalam (Muhammad Syukri Salleh, 2010: 130) wakaf tunai telah diterapkan oleh 15 negara dan 3 organisasi internasional di seluruh dunia. Diantara Negara tersebut adalah Syiria, Turki, Afrika Selatan, Pakistan, Mesir, Singapura, dan Malaysia. Di Indonesia penarapan wakaf uang telah disahkan oleh Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 11 Mei 2002 dan pada tahun 2004 telah menjadi Undang-Undang nomor 41 tentang Wakaf. Dengan jumlah penduduk Islam terbesar di dunia, potensi wakaf uang di Indonesia sepatutnya sangat besar. Hal ini didukung perhitungan Mustafa Edwin Nasution (2006), dengan jumlah umat Islam dermawan 10 juta dan rata-rata penghasilan Rp500.000 – Rp10.000.000 dapat dihimpun dana sekitar Rp3 Trilyun per tahun. Dalam kenyataan, setelah lebih 10 tahun diundangkannya UU 41/2004 Badan Wakaf Indonesia (BWI) mencatat bahwa 3
asset wakaf uang yang terkumpul di Indonesia per 2013 baru mencapai Rp 145,8 milliar atau 4,86% dari estimasi Mustafa Edwin Nasution. Dana tersebut dikumpulkan oleh Dompet Dhuafa Rp 83,155 M, Lembaga Bangun Nurani Bangsa ESQ Rp 47 M, PKPU Rp 4,559 M, dan BWI sekitar Rp 4,093 M (Republika, 2014). Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana sebenarnya pemahaman masyarakat Muslim tentang wakaf uang? Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pemahaman tersebut? Untuk menjawab pertanyaan tersebut dilakukan penelitian di Kota Surabaya. Setidaknya ada tiga alasan memilih Kota Surabaya. Pertama, Kota Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta serta telah mengklaim dirinya sebagai Kota Jasa dan Perdagangan. Kedua, Kota Surabaya merupakan kota/kabupaten di Jawa Timur dengan jumlah penduduk Muslim terbanyak, yaitu 2.393.070 jiwa (Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, 2010). Ketiga, potensi wakaf tunai Kota Surabaya relatif besar. B. Tinjauan Pustaka B.1. Wakaf: Pengertian dan Dasar Hukum Kata ‘wakaf’ sudah menjadi bahasa Indonesia. Berdasarkan etimologi, kata ini berasal dari kata kerja bahasa Arab waqafa (fi’il madhy), yaqifu (fi’il mudhari), dan waqfan (isim mashdar) yang artinya berhenti, berdiri, berdiam di tempat, atau menahan. Dalam bahasa arab kata waqafa adalah sinonim dari kata habasa – yahbisu – habsan yang mempunyai arti menahan (Departemen Agama RI, 2005). Wakaf didefinisikan oleh Monzer Kahf (2014) sebagai istilah yang dipakai dalam hukum Islam, yang berarti menahan suatu hak terhadap suatu barang untuk dipelihara kepemilikannya, fungsinya, maupun peruntukannya agar dapat diambil manfaatnya bagi masyarakat. Sadeq (2002) menyebutkan dalam karyanya bahwa asset yang sudah diwakafkan tidak dapat dijual, 4
kepemilikannya tidak dapat diwariskan maupun dihibahkan.Untuk wakaf, hanya manfaatnya saja yang dapat digunakan oleh pihak-pihak tertentu (biasanya masyarakat umum),untuk hal-hal yang sesuai dengan kesepakatan wakaf tersebut dibuat. Pada umumnya wakaf diperuntukkan bagi tujuan-tujuan sosial, sesuai dengan pondasi dasar wakaf yaitu amal atau derma yang diberikan secara sukarela untuk periode yang tanpa berbatas waktu dan periode. Berdasarkan epistimologinya, walaupun berbeda pendapat tentang hak kepemilikan atau jangka waktu mengambil manfaat harta, mazhab Hanafi, Hambali, Syafi’i dan Maliki mengartikan wakaf sebagai menahan yang dimiliki untuk diambil manfaatnya bagi kemaslahatan umat dan agama. Berdasarkan terminologinya, pengertian wakaf menurut Dr Mundzir Qohf adalah menahan harta untuk selamanya atau sementara untuk dimanfaatkan baik harta atau hasilnya secara berulang-ulang untuk suatu tujuan kemaslahatan umum atau khusus. Sedikit berbeda dengan itu adalah definisi wakaf dari Prof Dr MA Mannan, dimana wakaf adalah suatu aktiva yang subtansinya dipertahankan, sementara hasil/manfaatnya digunakan sesuai dengan keinginan dari orang yang menyerahkan. Sementara itu, UURI nomor 41/2004 tentang wakaf menyebutkan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakaf untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Wakaf tidak secara eksplisit disebutkan dalam al-Qur’an, tetapi keberadaannya diilhami oleh ayat-ayat al-Qur’an tertentu serta berbagai contoh dari Nabi Muhammad SAW dalam hadist. Dasar hukum yang bersumber dari al-Qur’an antara lain QS al-Baqarah ayat 261-262 yang artinya:
5
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada setiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki”. “Dan allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.”
Hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibn ‘Umar yang artinya adalah: Dari Ibn ‘Umar, ia berkata: “Umar mengatakan kepada Nabi SAW, Saya mempunyai seratus dirham sahan (tanah, kebun) di Khaibar. Saya belum pernah mendapat harta yang paling saya kagumi seperti itu”. Nabi SAW berkata kepada ‘Umar: “Tahanlah pokoknya dan jadikan buahnya sedekah untuk sabilillah”. (HR Bukhari dan Muslim)
Wakaf tidak terlalu tegas disinggung dalam al-Qur’an dan hadist. Karena itu sedikit sekali hukum-hukum wakaf yang ditetapkan berdasarkan kedua sumber tersebut, tetapi diletakkan pada wilayah yang bersifat ijtihadi (dengan tetap berpedoman pada Qur’an dan hadist), khususnya yang berkaitan dengan aspek jenis, syarat, peruntukan, pengelolaan, dan lainlain. Dengan demikian wakaf menjadi sangat fleksibel, terbuka terhadap penafsiran-penafsiran baru, dinamis dan futuristik. Wakaf merupakan sebuah potensi yang cukup besar untuk bisa dikembangkan sesuai dengan perkembanagan zaman. Apalagi ajaran wakaf termasuk bagian mu’amalah yang memiliki jangkauan sangat luas, khususnya dalam pengembangan ekonomi lemah
B.2. Wakaf Uang (Cash Waqf, Waqf al-Nuqud) Berdasarkan keadaan benda yang diwakafkan, wakaf dibedakan menjadi (1) wakaf benda tidak bergerak seperti tanah, sawah, bangunan, dan (2) wakaf benda bergerak seperti kendaraan,
6
uang, logam mulia, binatang ternak, hak atas kekayaan intelektual, dll. Wakaf uang merupakan salah satu wakaf benda bergerak. Wakaf uang didefinisikan sebagai wakaf yang dapat bergerak, yang berbentuk uang. Wakaf uang mempunyai berbagai manfaat bagi semua pihak, temasuk lembaga keuangan, investor maupun lingkungan masyarakat secara umum. Wakaf uang sebagai alternatif bagi wakif yang tidak mempunyai aset tidak bergerak namun mempunyai persediaan dana yang lebih untuk diwakafkan. Dengan demikian siapapun akan bisa menyalurkan keinginan berwakaf karena Allah SWT. Sebelum UURI tentang Wakaf diterbitkan, pada 11 Mei 2002 MUI telah menetapkan fatwa tentang wakaf uang yang isinya adalah: a) Wakaf uang adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai, b) Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga, c) Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh), d) Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’I, e) Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan. Wakaf uang diatur dalam UURI nomor 41 tahun 2002 tentang Wakaf pada pasal 16 ayat (1). Menurut Antonio (2002), setidak-tidaknya ada empat manfaat utama dari wakaf uang, yaitu: a) Nominal uang yang diwakafkan bisa bervariasi sehingga pemilik dana terbatas sudah dapat mulai berwakaf tanpa harus menunggu menjadi golongan menengah ke atas terlebih dahulu,
7
b) Dapat memberdayakan asset-asset wakaf berupa tanah-tanah kosong atau gedunggedung yang belum berfungsi, c) Dapat membantu sebagian lembaga-lembaga Islam yang cash flownya tidak tentu sehingga menggaji pegawainya ala kadarnya, d) Meningkatkan kemandirian umat Islam dalam mengembangkan syiar dan dakwahnya. B.3. Wakaf Sebagai Sistem Redistribusi Dalam Islam Redistribusi ekonomi adalah penyebaran kekayaan dari suatu masyarakat kepada masyarakat tertentu secara tunai atau dengan cara lain. Hal itu juga mencakup pembiayaan layanan publik seperti kesehatan dan pendidikan yang dilakukan oleh sekelompok orang kepada yang lainnya. Satu pihak menerima manfaat dan pihak lainnya memberikan manfaat. Agen (pelaku) redistributif berfungsi sebagai perantara (intermediari) antara kedua pihak tersebut. Ada 3 macam pelaku redistribusi: pemerintah, perorangan, dan lembaga swasta sebagai wadah yang mewakili himpunan perorangan. Program yang dilakukan tiga agen tersebut seperti pajak, infaq (derma), beasiswa, termasuk wakaf dan semua itu disebut mekanisme redistributif (Arif, 2010:110). Peranan wakaf uang sebagai alternatif mekanisme redistribusi ekonomi, setidaknya ada dua peranan yang menentukan dalam realisasinya. Peranan pertama, negara mempunyai peranan yang krusial. Negara dapat menyerahkan “lahan nganggur” secara terang-terangan dan legal sebagai “wakaf” ataupun menyerahkan sejumlah uang sebagai “wakaf uang” kepada pihak-pihak yang lemah secara ekonomi atau pihak yang kuat secara ekonomi yang berpotensi menjalankan usaha yang menguntungkan sehingga dapat menyerap tanaga kerja. Peranan kedua, negara/pemerintah menciptakan ataupun menguatkan sistem wakaf dengan cara membina, 8
mengawasi, dan mencatat pemasukan dan pengeluaran dari sistem wakaf tersebut (Arif, 2010:112). B.4. Persepsi dan Faktor yang Mempengaruhi Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting bagi manusia dalam merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala di sekitarnya. Menurut Kampus Besar Bahasa Indonesia, persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu. Persepsi adalah proses dimana seseorang memperoleh informasi dari lingkungan sekitar. Bimo Walgito (2004: 70) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan suatu proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima organisme atau individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu. Setiap orang mempunyai kecenderungan dalam melihat benda yang sama dengan cara yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut bisa dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah pengetahuan, pengalaman dan sudut pendangnya. Persepsi
merupakan
proses
internal
yang
memungkinkan
kita
memilih,
mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita. Menurut Miftah Toha (2003: 154), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut: a. Faktor internal: perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi.
9
b. Faktor eksternal: latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerak hal-hal baru dan familiar atau ketidakasingan suatu objek. Perbedaan persepsi dapat ditelusuri pada adanya perbedaan-perbedaan individu, perbedaan-perbedaan dalam kepribadian, perbedaan dalam sikap atau perbedaan dalam motivasi. Pada dasarnya proses terbentuknya persepsi ini terjadi dalam diri seseorang, namun persepsi juga dipengaruhi oleh pengalaman, proses belajar, dan pengetahuannya. Menurut Bloom, pemahaman (comprehension) yang termasuk dalam klasifikasi ranah kognitif level 2 setelah pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Pemahaman seseorang tentang sesuatu dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal (Sudaryanto, tt). Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang. Faktor internal yang mempengaruhi pemahaman seseorang meliputi: usia, pengalaman, intelegensia, dan jenis kelamin. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri seseorang. Faktor eksternal tersebut diantaranya adalah pendidikan; pekerjaan; sosial, budaya, dan ekonomi; lingkungan; serta informasi yang diperoleh. B.5. Penelitian Terdahulu Kesediaan masyarakat untuk melakukan wakaf uang sangat dipengaruhi oleh pemahaman tentang wakaf uang itu sendiri. Jumlahnya pun bervariasi sesuai dengan kemampuan dan kemauan para wakif tersebut. Sejumlah penelitian dilakukan untuk melihat hal-hal yang mempengaruhi perilaku masyarakat berkaitan dengan wakaf uang, pemahaman mereka, keinginan melakukan wakaf uang, sampai pada keputusan melakukan wakaf uang. 10
Amirul Faiz Osman pada 2014 meneliti perilaku para intelektual muda dalam berpartisipasi untuk melakukan wakaf uang. Sampel masyarakat intelektual muda yang diambil adalah mahasiswa dan sarjana yang ada di lingkungan International Islamic University Malaysia dengan asumsi bahwa latar belakang pemahaman mereka tentang wakaf yang sudah baik. Dengan menggunakan model perilaku terencana, sejumlah pertanyaan disusun untuk melihat respon para responden. Dalam penelitiannya diungkapkan bahwa hal-hal yang mempengaruhi masyarakat (para mahasiswa dan sarjana) untuk ikut berpartisipasi mewakafkan hartanya adalah antara lain: (a) sikap/pendirian, (b) norma-norma subyektif yang dimiliki (c) control perilaku, sedangkan yang paling signifikan pengaruhnya adalah (d) tingkat relijiusitas Hanudin Amin di kota Kinabalu pada 2012 meneliti bagaimana masyarakat menerima konsep wakaf uang secara online. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang menentukan keputusan seseorang untuk melakukan wakaf secara online.Dalam penelitian ini, wakaf online yang dimaksud adalah Islamic e-donations yang ada di Malaysia. Diolah dengan menggunakan metode PLS (Partial Least Square) sejumlah 158 kuesioner dapat mendukung kesimpulan bahwa: 73% dari responden dapat menerima konsep wakaf online tersebut, dengan intensitas variasi pada empat faktor yang mempengaruhinya. Empat faktor tersebut antara lain adalah (a) pertimbangan manfaat, (b)pertimbangan kemudahan dalam mengakses, (c) tingkat relijiusitas dan (d) akses informasi. Keempat faktor tersebut secara signifikan mempengaruhi tingkat penerimaan masyarakat terhadap wakaf online. Amirul Faiz Osman (2010) meneliti hal-hal yang mempengaruhi keputusan masyarakat memberikan wakaf uang, untuk melihat tingkat kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang wakaf uang. Dapatan menunjukkan bahwa hal-hal yang secara signifikan mempengaruhi keputusan memberikan wakaf uang adalah (a) tingkat relijiusitas, (b) tingkat kesadaran terhadap 11
literatur wakaf, (c) sifat dapat dipercaya, (d) faktor demografi, (e) efisiensi manajemen pengelolaan wakaf, dan (f) insentif pajak. Efrizon (2008) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman masyarakat tentang wakaf tunia di Jakarta. Penelitian yang merupakan deskriptif-korelasional ini dilakukan pada 130 orang dengan responden para jamaah masjid yang berada di Kecamatan Rawalumbu, Bekasi. Responden adalah pelaku dan pengguna fasilitas wakaf uang, khususnya pada alokasi tempat ibadah dan sarana pendidikan agama bagi anak mereka. Dari data yang sudah diolah dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor seperti: (a) Tingkat pendidikan, (b) Pemahaman hukum Islam, (c) Akses media informasi, dan (d) Keterlibatan dalam organisasi sosial sangat berpengaruh terhadap pemahaman masyarakat tentang wakaf uang. C. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan data sampel. Populasi penelitian adalah seluruh masyarakat Muslim di Kota Surabaya. Sampel diambil dari populasi dengan metode multistage random sampling. Pada tahap pertama, Kota Surabaya yang terdiri dari 31 kecamatan dipilih 5 kecamatan berdasarkan wilayahnya, yaitu Surabaya Pusat, Surabaya Utara, Surabaya Selatan, Surabaya Timur, dan Surabaya Barat. Tahap selanjutnya, di setiap wilayah diambil satu kecamatan dengan penduduk Muslim terbanyak, yaitu kecamatan Bubutan, kecamatan Semampir, kecamatan Sawahan, kecamatan Tambaksari, dan kecamatan Tandes. Pada setiap kecamatan diambil sampel sebanyak 30 orang Islam. Jumlah ini sesuai pendapat Roscoe dalam Sugiyono (2011) yang antaranya menyatakan bahwa ukuran sampel yang layak dalam penelitian antara 30-500, dan jumlah anggota sampel dalam setiap katagori minimal 30 jika sampel dibagi dalam katagori. Secara keseluruhan jumlah sampel yang digunakan sebanyak 150 orang sebagai responden penelitian. 12
Data primer yang digunakan berasal dari jawaban responden atas pertanyaan dan pernyataan dalam kuesioner yang dibagikan kepada responden. Data tersebut digunakan untuk mendapatkan informasi tentang variabel penelitian yang digunakan. Variabel penelitian yang meliputi variabel tergantung dan variabel bebas dapat dilihat pada model regresi berganda berikut:
Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5D1 + b6D2 + e Dimana : Y
: tingkat pemahaman terhadap wakaf tunai
a
: konstanta
b 1, … b 6
: koefisien regresi parsial
X1
: pengetahuan agama
X2
: akses terhadap media informasi
X3
: keterlibatan dalam organisasi sosial
X4
: tingkat kepatuhan beragama
D₁, D₂
: dummy tingkat pendidikan
e
D₁ = 1
: untuk tingkat pendidikan menengah
D₁ = 0
: untuk tingkat pendidikan lainnya
D₂ = 1
: untuk tingkat pendidikan tinggi
D₂ = 0
: untuk tingkat pendidikan lainnya : error term (kesalahan pengganggu)
Semua variabel kecuali tingkat pendidikan belum mempunyai instrument yang baku. Oleh karenanya instrument untuk variabel-variabel tersebut dibuat peneliti yang disusun dalam pernyataan-pernyataan dengan menggunakan skala Likert berskala 1-5 (sangat tidak setuju sangat setuju). Untuk variabel Y menggunakan 5 indikator, X₁ menggunakan 4 indikator, X₂ 13
menggunakan 5 indikator, X₃ menggunakan 6 indikator, dan X₄ menggunakan 7 indikator. Sebelum variabel-variabel tersebut digunakan perlu dipastikan reliabilitas dan validitasnya. Koefisien Alpha Cronbach digunakan untuk uji reliabilitas dan korelasi product moment pearson digunakan untuk uji validitas. Untuk mengetahui tingkat pemahaman masyarakat Muslim Kota Surabaya terhadap wakaf uang dilakukan dengan mengelompokkan skor variabel Y dalam 2 kelompok yaitu ‘paham’, jika skor total Y besarnya 5-15 dan ‘tidak paham’, jika skor total Y besarnya 16-25. Jika sebagian besar responden skor total Y atau dari nilai rata-rata skor total Y dari 150 responden lebih dari 15 berarti masyarakat Muslim Kota Surabaya dikatakan paham wakaf uang. Untuk mengetahui apakah keadaan populasinya demikian dilakukan uji proporsi (uji Z) satu sisi. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pemahaman masyarakat terhadap wakaf tunai digunakan analisis regresi berganda dengan model seperti yang ditunjukkan di depan. Untuk mendapatkan estimator yang tidak bias terbaik (Best Unbiassed Estimators) dilakukan uji asumsi klasik yang mencakup multikolinearitas (nilai VIF, varian inflating factor), heteroskedastisitas (uji Glejser), korelasi serial (Run test), dan normalitas (Kolmogorov-Smirnov test). Terhadap hasil estimasi dilakukan uji hipotesis baik individual (uji t) maupun serentak (uji F) serta goodness of fit (R²) D. Hasil dan Pembahasan Responden penelitian sebanyak 150 orang sebanyak 43,33% berjenis kelamin laki-laki, dengan mayoritas (58,67%) berusia muda (10-35 tahun), bekerja sebagai pegawai swasta (52,67%), tingkat pendidikan menengah (48,67%), dan pendapatan per bulan Rp1.000.000Rp3.000.000 (54.00%). 14
Uji reliabilitas pada lampiran 1 menunjukkan bahwa semua semua indikator dari variabel Y, X₁, X₂, X₃, dan X₄ adalah valid, artinya semua indikator yang digunakan telah mengukur konsep variabel yang ingin diukur. Hasil uji reliabilitas dengan Alpha Cronbach pada lampiran 2 menunjukkan bahwa semua variabel adalah reliabel. Analisis dengan menggunakan data variabel-variabel tersebut dapat dilakukan karena semua variabel sudah valid dan reliable. D.1. Tingkat Pemahaman Terhadap Wakaf Tunai Dengan menggunakan kreteria tingkat pemahaman terhadap wakaf uang pada bagian C Berdasarkan kuesioner yang diisi oleh 150 responden diperoleh skor total untuk variabel Y (pemahaman terhadap wakaf tunai) sebanyak 88 responden (58,67%) bernilai 5-15 dan sebanyak 62 responden (41,33%) bernilai 16-25. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak faham tentang wakaf uang. Hal ini juga didukung oleh nilai rata-rata untuk variabel tingkat pemahaman terhadap wakaf uang (Y) yang diperoleh sebesar 14,19 yang lebih kecil dari 15. Untuk mengetahui apakah hasil sampel ini menggambarkan keadaan populasi masyarakat Muslim Kota Surabaya dilakukan uji proporsi satu sisi (uji Z) sebagai berikut:
Ho
: P ≤ 0,50
Masyarakat Muslim yang tidak paham wakaf uang tidak lebih dari 50%
H₁
: P > 0,50
Masyarakat Muslim yang tidak paham wakaf uang lebih besar dari 50%
Nilai Z tabel pada ⍺ = 5% adalah 1,64 Nilai Z hitung adalah:
Z
x/n P ( P).(1 P) / n
88 / 150 0,50 0,5867 0,50 0,0867 2,12 0,0408 (0,50)(0,50) / 150 0,00167
Karena nilai Z hitung > Z tabel maka Ho ditolak, artinya lebih dari 50% masyarakat Muslim Kota Surabaya tidak paham wakaf uang. Hal ini berarti bahwa sebahian besar masyarakat Muslim di 15
Kota Surabaya tidak paham wakaf uang. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Efrizon A (2008) tentang pemahaman masyarakat tentang wakaf uang di Kecamatan Rawalumbu, Bekasi, dan Tavianto (2009) startegi brand positioning wakaf uang pada umat Islam di Jakarta dan sekitarnya. Dari 5 indikator untuk variabel pemahaman terhadap wakaf uang jika dilihat lebih rinci mempunyai nilai antara 2,48-3,10. Skor ini berada diantara tidak tahu dan ragu-ragu. Hanya 43,3% responden yang mengetahui wakaf uang, 38,0% responden mengetahui tempat melakukan wakaf uang, 36,7% responden yang dapat membedakan wakaf uang dengan zakat atau sedekah, tetapi hanya 33,3% responden yang mengetahui cara melakukan wakaf uang. Sedangkan responden yang pernah melakukan wakaf uang hanya 22,0%. Persentase tersebut adalah persentase selain yang ragu-ragu dan tidak mengetahui. Masih sangat rendahnya realisasi dana wakaf uang yang bisa dihimpun mungkin saja disebabkan karena sebagian besar masyarakat Muslim tidak paham tentang wakaf uang. Walaupun mereka mengetahui wakaf uang, tempat, dan cara melakukan wakaf uang, ternyata tidak semuanya pernah melakukan wakaf uang. Keadaan ini antaranya disebabkan tiga hal. Pertama, terdapat khilafiyah (perbedaan pendapat) di kalangan fuqaha tentang hukum wakaf tunai (Al Jawi, 2014). Mayoritas fuqaha Hanafiyah, pendapat mazhab Syafi’i, serta pendapat yang sahih di kalangan fuqaha Hanabilah dan Zaidiyyah tidak membolehkan wakaf tunai. Sedangkan ulama Malikiyyah, satu riwayat Imam Ahmad, dan satu pendapat (qaul) di kalangan fuqaha Hanafiyah dan Hanabilah membolehkan wakaf tunai. Sumber perbedaan pendapat tersebut berkaitan dengan uang sebagai barang wakaf, apakah bendanya tetap ada atau akan lenyap (Al Jawi, 2014). Mayoritas masyarakat Muslim Indonesia menganut mazhab Syafi’i. Dalam mazhab ini, hukum wakaf uang adalah tidak diperbolehkan, karena kekhawatiran tentang kelanggengan nilai dari harta wakaf uang sendiri.. Kedua, dalam masyarakat Muslim Indonesia berkembang budaya bahwa harta yang bisa diwakafkan adalah benda tidak bergerak dan sebagian benda bergerak, tetapi tidak termasuk uang. Ketiga, hasil temuan empiris. Penelitian Sam’ani (2003) dalam Hasbullah (2013) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi ulama NU dan Muhammadiyah di Kota Pekalongan terhadap keabsahan wakaf tunai. Perbedaan pandangan ulama atas keabsahan model wakaf tunai terbagi antara yang menolak dan yang 16
menerima. Kajian Effendy (2007) menunjukkan bahwa ulama belum berperan besar dalam mensosialisasikan wakaf uang. 73% responden masih menganggap bahwa sosialisasi wakaf uang yg dilakukan oleh ulama, cendikiawan dan lainnya belum cukup baik.
D.2. Faktor Penentu Tingkat Pemahaman terhadap Wakaf Uang Hasil estimasi regresi berganda untuk faktor-faktor penentu tingkat pemahaman terhadap wakaf uang ditunjukkan pada tabel 1 berikut. Tabel 1: Hasil Estimasi Regresi Tingkat Pemahaman Masyarakat Muslim Kota Subarabaya terhadap Wakaf Uang Variabel
B
Beta
Sig.
VIF
a
Konstanta
-1,253
X₁
Pengetahuan Agama
0,631
0,413
0,000
1,396
X₂
Akses Media Informasi
0,427
0,365
0,000
1,346
X₃
Keterlibatan dl Organisasi
-0,008
-0,010
0,884
1,156
X₄
Kepatuhan Beragama
-0,009
-0,010
0,887
1,310
D₁
=1, Tk pendidikan Menengah
-0,398
-0,047
0,683
3,295
D₂
=1, Tk pendidikan tinggi
0,148
0,017
0,882
3,322
R²
0,418
F
17,149
Sig. F
0,534
0,000
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan SPSS, 2015.
Sebelum analisis terhadap hasil estimasi di atas, perlu dipastikan dahulu apakah asumsi klasik sudah dipenuhi atau belum. Tabel 3L dalam lampiran menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) Kolmogorov-Smirnov Z adalah 0,481 (48,1%). Nilai ini lebih besar daripada tingkat signifikansi (⍺) yang digunakan (5%), artinya residual regresi didistribusikan secara normal. Uji keberadaan heteroskedastisitas dengan uji Glejser hasilnya ditunjukkan pada tabel 4L dalam lampiran. Tabel tersebut menunjukkan bahwa sig t untuk setiap variabel bebasnya 17
(48,9%, 48,8%, 66,3%, 94,1%, 30,8%, dan 95,8%) tidak ada yang lebih kecil dari ⍺ 5%, artinya tidak ada variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap besarnya absolute residual (tidak terjadi heteroskedastisitas). Tabel 5L dalam lampiran menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2tailed) Z pada run test adalah 0,071 (7,1%). Nilai ini lebih besar daripada tingkat signifikansi (⍺) yang digunakan (5%), artinya tidak terjadi korelasi serial. Tabel 1 kolom 5 menunjukkan nilai VIF setiap variabel bebas tidak ada yang lebih besar dari 10, artinya tidak terjadi masalah multikalinearitas pada hasil estimasi regresi tabel 1. Hal ini menunjukkan bahwa semua asumsi klasik penggunaan regresi berganda dapat dipenuhi, artinya analisis terhadap hasil estimasi regresi pada tabel 1 dapat dilakukan. Berdasarkan nilai koefisien determinasi yang diperoleh (R²) dapat diartikan bahwa variasi tingkat pemahaman masyarakat Muslim Kota Surabaya terhadap wakaf uang 41,8% dapat dijelaskan oleh faktor internal pengetahuan agama (X₁), kepatuhan beragama (X₄), dan tingkat pendidikan (D₁ dan D₂), serta faktor eksternal akses terhadap media informasi (X₂) dan keterlibatan dalam organisasi sosial (X₃). Sedangkan 58,2% variasi tingkat pemahaman terhadap wakaf uang dijelaskan oleh faktor internal dan faktor eksternal yang lain selain variabel bebas yang diteliti. Berdasarkan besarnya nilai Sig. F yang diperoleh (0,000), hasilnya dapat dinyatakan bahwa dengan tingkat kepercayaan 95% faktor internal pengetahuan agama (X₁), kepatuhan beragama (X₄), dan tingkat pendidikan (D₁ dan D₂), serta faktor eksternal akses terhadap media informasi (X₂) dan keterlibatan dalam organisasi sosial (X₃) secara serentak berpengaruh signifikan terhadap tingkat pemahaman masyarakat Muslim Kota Surabaya tentang wakaf uang. 18
Sedangkan pengaruh secara individual setiap variabel bebasnya ditunjukkan oleh besarnya nilai Sig. t. Dengan tingkat kepercayaan 95% dapat dinyatakan bahwa faktor internal pengetahuan agama (X₁) secara individual berpengaruh signifikan terhadap tingkat pemahaman masyarakat Muslim Kota Surabaya. Demikian juga dengan faktor eksternal akses terhadap media informasi (X₂). Sedangkan faktor internal kepatuhan beragama (X₄), dan tingkat pendidikan (D₁ dan D₂), serta faktor eksternal keterlibatan dalam organisasi sosial (X₃) secara individual tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat pemahaman masyarakat Muslim Kota Surabaya. Dari hasil estimasi di atas didapatkan hasil bahwa secara serentak faktor internal pengetahuan agama (X₁), kepatuhan beragama (X₄), dan tingkat pendidikan (D₁ dan D₂), serta faktor eksternal akses terhadap media informasi (X₂) dan keterlibatan dalam organisasi sosial (X₃) berpengaruh signifikan terhadap tingkat pemahaman masyarakat Muslim Kota Surabaya tentang wakaf uang. Walaupun demikian kemampuan variabel-variabel bebas tersebut dalam menjelaskan variasi pemahaman masyarakat Muslim Kota Surabaya tentang wakaf uang relatif rendah. Keadaan ini dapat dijelaskan dari dua hal. Pertama, koefisien determinasi yang diperoleh relatif rendah yaitu 0,418. Ini berarti bahwa variasi pemahaman masyarakat Muslim Kota Surabaya tentang wakaf uang hanya 41,8% yang dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas tersebut. Sedangkan 58,2% variasi tingkat pemahaman tentang wakaf uang dijelaskan oleh variabel bebas lain di luar model regresi yang digunakan. Variabel tersebut diduga antaranya sikap (pendirian), dan norma-norma subyektif (Amirul Faiz Osman, 2014), sifat dapat dipercaya, efisiensi manajemen pengelolaan wakaf, insentif pajak, dan faktor demografi (Amirul Faiz Osman, et al., 2014), mazhab yang diikuti (Raihanatul Quddus, 2009). Mazhab yang diikuti diduga juga mempengaruhi pemahaman terhadap wakaf uang. Terdapat perbedaan pendapat diantara fuqaha tentang hukum wakaf uang dan mahzab Syafi’i yang diikuti oleh mayoritas 19
Muslim di Indonesia tidak membolehkan wakaf uang. Kajian CSRC (Center for the Study of Religion and Culture) UIN Jakarta (2006) mendapati bahwa 48% nadzir (pengelola wakaf) tidak setuju terhadap wakaf uang. Selain variabel tersebut, pemahaman masyarakat tentang wakaf uang diduga juga dijelaskan oleh variabel pendapatan. Walaupun wakaf uang boleh dilakukan dalam nominal kecil seperti Rp5.000 atau Rp10.000, tetapi tetap saja kegiatan ini berkaitan dengan kemampuan finansial pihak yang mengeluarkannya dan kemampuan ini ditunjukkan oleh pendapatannya. Kedua, dari lima variabel bebas yang digunakan hanya dua variabel bebas yang secara individual berpengaruh signifikan terhadap pemahaman
masyarakat Muslim Kota
Surabaya tentang wakaf uang. Variabel bebas kepatuhan beragama, dan tingkat pendidikan, serta keterlibatan dalam organisasi sosial (X₃) secara individual tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat pemahaman masyarakat Muslim Kota Surabaya tentang wakaf uang. Secara individual variabel pengetahuan agama berpengaruh signifikan terhadap tingkat pemahaman masyarakat Muslim Kota Surabaya tentang wakaf uang. Koefisien regresi yang bertanda positif berarti bahwa semakin tinggi pengetahuan agama seorang Muslim maka semakin tinggi tinggi tingkat pemahamannya tentang wakaf uang. Hasil ini sesuai yang diharapkan teori. Kegiatan berwakaf merupakan kegiatan yang diperintahkan agama (Islam) yang hokum melakukannya adalah sunah. Oleh karenanya kegiatan ini berkaitan dengan pengetahuan agama seseorang. Pengetahuan agama seseorang dapat dipengaruhi oleh keluarga dan lingkungan sekitar, misalnya seseorang tersebut pernah menempuh pendidikan di pondok pesantren, mendapat penjelasan dari ustad, atau penceramah. Seorang Muslim yang pernah menempuh pendidikan berlatar belakang agama Islam seperti di pondok pesantren, sekolah Islam, suka membaca buku-buku Islam, mengikuti pengajian, rajin mendengarkan ceramah cenderung memiliki pengetahuan agama Islam yang lebih luas dibandingkan seorang Muslim 20
yang hanya menempuh pendidikan formal. Dengan semakin luasnya pengetahuan agama seorang Muslim, maka potensi untuk mengenal dan memahami wakaf uang semakin besar. Berdasarkan isian kuesioner pengetahuan agama paling banyak diperoleh melalui penjelasan ustad, penceramah, atau guru mengaji. Selanjutnya pengetahuan agama diperoleh dari membaca bukubuku agama Islam. Menempuh pendidikan berbasis agama Islam seperti di madrasah atau pondok pesantren dilakukan oleh paling sedikit responden. Berbeda dengan hasil kajian Efrizon (2008) dan Raihanatul (2009), tingkat pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat pemahaman masyarakat Kota Surabaya tentang wakaf tunai. Ini berarti bahwa tingkat pemahaman masyarakat tentang wakaf tunai tidak ditentukan oleh tinggi rendahnya tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh. Pendidikan merupakan hal penting bagi perkembangan pola berfikir seseorang, karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin banyak ilmu yang diperoleh dan semakin mudah pula untuk memahami suatu hal. Ketidaktahuan dapat disebabkan karena pendidikan yang rendah. Seseorang dengan tingkat pendidikan rendah akan sulit menerima pesan, mencerna pesan dan informasi yang disampaikan. Dalam kajian ini dapat dikatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin besar kemungkinan seseorang untuk mengetahui dan memahami wakaf uang. Perbedaan hasil kajian ini dengan kajian Efrizon dan Raihanatul diduga karena dua hal. Pertama, perbedaan karakteristik responden. Responden dalam kajian ini adalah masayarakat umum, sedangkan responden kajian Efrizon adalah jamaah masjid di kecamatan Rawalumbu dan responden kajian Raihanatul adalah Kiai pesantren di daerah Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Responden Efrizon dan Raihanatul intensitas pengetahuan agama lebih baik. Kedua, pada pendidikan formal di Indonesia secara umum intensitas pembelajaran agama Islam hampir sama di semua tingkatan. Pembahasan wakaf merupakan bagian dari mata 21
pelajaran Agama Islam pada pendidikan formal. Walaupun tingkat pendidikan semakin tinggi namun intensitas pembelajaran agama Islam tidak semakin banyak. Jika dilihat kurikulum program sarjana di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya, dari 144 sks yang harus diselesaikan, bobot mata kuliah Agama Islam hanya 3 sks. Bahkan untuk program S2 atau S3 mata kuliah Agama Islam tidak ada dalam kurikulumnya. Sehingga meskipun dengan berpendidikan tinggi seseorang mendapatkan ilmu semakin banyak dan semakin mudah memahami, tetapi jika tidak pernah mendapatkan ilmu tersebut khususnya wakaf uang, maka seseorang tersebut tidak akan faham tentang wakaf khususnya wakaf uang. Variabel kepatuhan beragama secara individual tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat pemahaman masyarakat Kota Surabaya tentang wakaf uang. Kepatuhan beragama merupakan bentuk ketaatan seseorang kepada Allah SWT sebagai Tuhannya. Bentuk ketaatan ini dapat digambarkan melalui ibadah yang diperintahkan-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Meskipun karakteristik responden berdasarkan kepatuhan beragamanya cenderung baik, tetapi untuk kepatuhan dalam melakukan ibadah yang hukumnya wajib seperti sholat lima waktu, berpuasa ramadhan, mengeluarkan zakat, dan pergi haji bagi yang mampu. Demikian juga untuk variabel keterlibatan dalam organisasi sosial secara individual tidak berpengaruh terhadap tingkat pemahaman masyarakat tentang wakaf uang. Informasi yang diterima seseorang tidak hanya berasal dari dirinya sendiri, misalnya dengan membaca buku, tetapi bisa juga dari teman, keluarga, atau orang-orang dalam suatu kelompok yang sama seperti organisasi. Tidak berpengaruhnya variabel ini diduga karena dua hal. Pertama, karena karakteristik responden yang berbeda dengan kajian Efrizon (2008). Responden kajian Efrizon adalah jamaah ma sjid di kecamatan Rawalumpu yang aktif dalam kegiatan keIslaman. Kedua, karakteristik organisasi sosial. Organisasi sosial dalam penelitian ini adalah semua jenis organisasi tanpa batasan, 22
sedangkan Efrizon menggunakan organisasi sosial keagamaan. Orang-orang yang terlibat dalam organisasi sosial keagamaan mempunyai kemungkinan yang lebih besar memperbincangkan wakaf uang dibandingkan orang-orang dalam organisasi sosial umum. Secara individual variabel akses media infrmasi berpengaruh signifikan terhadap tingkat pemahaman masyarakat Kota Surabaya tentang wakaf uang. Positifnya koefisien regresi parsialnya menunjukkan bahwa semakin tingginya akses media informasi seseorang, maka pemahamannya tentang wakaf uang akan meningkat. Dengan mengakses media informasi apakah cetak, elektronik atau internet seseorang dapat mengetahui berbagai macam informasi dan pengetahuan dengan cepat dan mudah, sehingga dapat membentuk persepsi seseorang terhadap informasi atau pengetahuan tersebut dan selanjutnya terjadi tanggapan dan perilaku. Hasil ini sesuai temuan Efrizon dalam penelitiannya pada jamaah masjid di kecamatan Rawalumbu, Bekasi. Dari isian kuesioner media informasi yang paling banyak diakses responden adalah radio atau televisi dan selanjutnya adalah internet. Berkaitan dengan hasil di atas, maka upaya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang wakaf uang dapat dilakukan dengan tiga cara. Pertama, meningkatkan pengetahuan agama masyarakat melalui penjelasan ustad, penceramah, atau guru mengaji sebagai cara yang paling banyak dilakukan responden. Kedua, meningkatkan akses media informasi melalui radio atau televisi sebagai cara yang paling banyak dilakukan oleh responden. Ketiga, menggabungkan cara pertama dan kedua, yaitu meningkatkan pengetahuan agama melalui penjelasan ustad atau penceramah melalui media elektronik radio atau televise. Di Surabaya terdapat lebih dari 10 radio dakwah diantaranya adalah radio Suara an-Nida, Suara Akbar, Suara Giri, Ampel Dento, Salafy Ahlussunah Surabaya, Suara Iman, Menara 3, Suara Fitrah, dan Suara Muslim Surabaya.
23
Demikian juga dengan televise seperti AnTV, RCTI, Global TV, TV One, Metro TV, Trans TV, RTV, TV Batu, MNC TV, Indosiar TV, TVRI, SCTV, Malang TV, dan Batu TV.
E. Rumusan Berdasarkan hasil kajian ini didapati bahwa sebagian besar masyarakat Muslim Kota Surabaya (lebih dari 50%) tidak paham tentang wakaf uang. Hal ini diduga disebabkan karena tiga alasan.
Pertama, mayoritas masyarakat Indonesia mengikuti mazhab Syafi’i yang tidak
membolehkan wakaf uang. Kedua, dalam masyarakat Muslim Indonesia berkembang budaya bahwa harta yang bisa diwakafkan adalah benda tidak bergerak dan sebagian benda bergerak, tetapi tidak termasuk uang. Ketiga, beberapa hasil temuan empiris mendukung hal ini, seperti Sam’ani (2003) dalam Hasbullah (2013) dan Effendy (2007). Tingkat pemahaman masyarakat Muslim Kota Surabaya tentang wakaf tunai secara individual dipengaruhi oleh variabel pengetahuan agama Islam, dan variab\el pengetahuan agama dan akses media informasi. Sedangkan variabel kepatuhan beragama, tingkat pendidikan, dan keterlibatan dalam organikasi sosial tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat pemahaman masyarakat tentang wakaf uang.
BIBLIOGRAFI Budiman, Mochammad Arif. "The Role Of Waqf For Environmental Protection In Indonesia." Aceh Development International Conference 2011. Bangi: Universiti Kebangsaan Malaysia, 2011. Budiman, Mochammad Arif, and Dimas Bagus Wiranata Kusuma. "The Economic Significance of Waqf: A Macro Perspective." The 8th International Conference on Tawhidi Methodology Applied to Islamic Microenterprise Development. Jakarta, 2011. Çizakça, Murat. "Awqaf In History And Its Implications For Modern Islamic Economies." Islamic Economic Studies 6 (1998). Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden Republik Indonesia (2004). Undang-Undang Republik Indonesia nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf, 10. Jakarta. 24
Efrizon, A (2008). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemahaman Masyarakat tentang Wakaf Uang (Di Kecamatan Rawalumbu Bekasi). Tesis diserhkan kepada Universitas Indonesia. Tidak Diterbitkan. Ghozali, Imam (2009). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit – Undip. Hasbullah, Hilmi. (2012). Dinamikan Pengelolaan Wakaf Uang (Studi Sosio-Legal Perilaku Pengelolaan Wakaf Uang Pasca PemberlakuanUU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Kertas yang dibentangkan dalam AICIS 12 tahun, Surabaya. Islahi, Abdul Azim. "Islamic Distributive Scheme: A Concise Statement." Journal of Objective Studies, 1993: 98-111. Kahf, Monzer. "Financing The Development Of Awqaf Property." Seminar on Development of Awqaf. Kuala Lumpur: IRTI, 1998. —. "The Role Of Waqf In Improving The Ummah Welfare." International Seminar on “Waqf as a Private Legal Body” . Medan: Islamic University of north Sumatra, 2003 . Kountur, Ronny. Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta: Penerbit PPM, 2003. Lubis, Suhrowardi K, (2010). Potensi Wakaf Uang untuk Kemandirian Umat. Dalam Bahdin Nur Tanjung & Farid Wajdi (ed), Wakaf & Pemberdayaan Umat (hal. 21-53). Jakarta: Sinar Grafika. Matarneh, Bashar, and Mousa Almanaseer. "Waqf and its Role in the Social and Economic Development of the Hashemite Kingdom of Jordan." Journal of Economics and Sustainable Development, 2014: 18-25. Masyhuri & M. Zainuddin (2008). Metodologi Penelitian - Pendekatan Praktis dan Aplikatif. Bandung: PT Refika Aditama. Nasution, Hasan Mansur, (2010). Wakaf dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam Bahdin Nur Tanjung & Farid Wajdi (ed), Wakaf & Pemberdayaan Umat (hal. 1-20). Jakarta: Sinar Grafika. Neuman, W. L. (2007). Basics of Social Research: Qualitative and Quantitative Approaches, 2 nd ed. Boston: Pearson Education Inc. Nurrachmi, Rininta. "The Implication Of Cash Waqf In The Society." Munich Personal RePEc Archive. 2013. 25
Raihanatul Quddus, 2009. Persepsi Pesantren Terhadap Wakaf Uang (Pesantren Di Jadetabek). Tesis yang diserahkan kepada Universitas Indonesia. Tidak Diterbitkan.
Rubin, E and Babbie, E.R. (2008). Research Methods For Social Work. Belmont, California: Thomson Brooks. Sekaran, U. (2003). Research Methods for Business: A Skill Building Approach (4 th ed). New York: John Wiley & Sons Inc. Shirazi, Nasim Shah. "Integrating Zakāt and Waqf into the Poverty Reduction Strategy of the IDB Member Countries." Islamic Economic Studies, 2014: 79-108. Sugiyono,(2011). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Uswatun, Hasanah, (2010). Perkembangan Wakaf di Dunia Islam. Dalam Bahdin Nur Tanjung & Farid Wajdi (ed), Wakaf & Pemberdayaan Umat (hal. 21-53). Jakarta: Sinar Grafika. Zuhrinal M. Nawawi, (2011). “Kecenderungan Masyarakat untuk Berwakaf Tunai. Media Syariah, Vol. XIII No. 2, 2 Juli-Desember 2011.
Lampiran: Tabel-1L: Hasil Uji Validitas Variabel Y Pemahaman Masyarakat
X₁ Pengetahuan Agama Islam
X₂ Akses Media
Item
Koefisien Korelasi
Sig
Keterangan
Y1
0,905
0,000
Valid
Y2
0,938
0,000
Valid
Y3
0,924
0,000
Valid
Y4
0,831
0,000
Valid
Y5
0,762
0,000
Valid
X 1.1
0,764
0,000
Valid
X1.2
0,734
0,000
Valid
X1.3
0,694
0,000
Valid
X1.4
0,693
0,000
Valid
X2.1
0,750
0,000
Valid
X2.2
0,306
0,000
Valid
X2.3
0,764
0,000
Valid
X2.4
0,564
0,000
Valid 26
Informasi
X₃ Keterlibatan Organisasi
X₄ Kepatuhan Beragama
X2.5
0,772
0,000
Valid
X2.6
0,599
0,000
Valid
X3.1
0,790
0,000
Valid
X3.2
0,703
0,000
Valid
X3.3
0,801
0,000
Valid
X3.4
0,659
0,000
Valid
X3.5
0,776
0,000
Valid
X3.6
0,523
0,000
Valid
X4.1
0,674
0,000
Valid
X4.2
0,736
0,000
Valid
X4.3
0,689
0,000
Valid
X4.4
0,733
0,000
Valid
X4.5
0,628
0,000
Valid
X4.6
0,610
0,000
Valid
X4.7
0,593
0,000
Valid
X4.8
0,562
0,000
Valid
Sumber: Hasil pengolahan SPSS, 2015. Tabel 2L: Hasil Uji Reliabilitas Variabel
Alpha Cronbach
Kriteria Minimum
Reliabilitas
Y
Pemahaman thd Wakaf Uang
0,921
0,60
Reliabel
X₁
Pengetahuan Agama
0,680
0,60
Reliabel
X₂
Akses Media Informasi
0,716
0,60
Reliabel
X₃
Keterlibatan dlm Organisasi Sosial
0,718
0,60
Reliabel
X₄
Kepatuhan Beragama
0,807
0,60
Reliabel
Sumber: Hasil pengolahan SPSS, 2015.
Tabel 3L: Hasil Uji Normalitas Unstandardized Residual N Normal Parametersa Deviation Most Extreme Differences
Mean Std. Absolute
150 .0000000 3.21202764 .069 .028 27
Positive Negative
-.069 .840 .481
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) Sumber: Data yang diolah (2015)
Tabel 4L: Hasil Uji Heterokedastisitas Variabel Tergantung Absolut Residual (ABSE1)
Variabel Bebas
t- hitung
Signifikansi
Pengetahuan Agamam (X₁)
0,694
0,489
Akses Media Informasi (X₂)
-0,695
0,488
Keterlibatan Organisasi (X₃)
0,437
0,663
Tingkat Keagamaan (X₄)
0,074
0,941
Tingkat Pendidikan Menengah (D₁)
1,023
0,308
Tingkat Pendidikan Tinggi (D₂)
-0,053
0,958
Sumber: Data diolah (2015) Tabel 5L: Hasil Run Test Unstandardized Residual Test Value Cases < Test Value Cases >= Test Value Total Cases Number of Runs Z Asymp. Sig. (2-tailed) Sumber: Data diolah (2015)
-,08259 75 75 150 65 -1,802 .071
28