Volume 3, Nomor 2, Oktober 2005
ISSN 1693 – 5276
PEDAGOGIA
Jurnal Ilmu Pendidikan Daftar Isi Indonesian Pre-service Special Education Teacher Concerns about Including Children with Disabilities in Regular schools 83-99 Oleh: Samuel Murinda and Hideo Nakata Adaptasi dan Konflik dalam Pembinaan Kehidupan Waria Oleh: Elisabeth Koes Soedijati
100-111
Bimbingan Perkembangan Perilaku Adaptif Siswa Tunagrahita dengan Memanfaatkan Permainan Terapeutik dalam Pembelajaran 112-124 Oleh: Bandi Delphie Kajian Efektivitas Pelaksanaan Masyarakat (PKBM) Oleh: Ikka Kartika A.Fauzi
Manajemen
Pusat
Kegiatan
Belajar 125-135
Efektivitas Komite Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan (Studi pada Jenjang Sekolah Dasar di SDN Karang Pawulang dan SDN Cikadut I Kota Bandung) 136-146 Oleh: Akdon Reposisi Guru dalarn Pendidikan Nasional Oleh: Muhamad Surya
147-160
Evaluasi Pendidikan dalam Sistem Pendidikan Nasional Oleh: Furqon
161-173
KAJIAN EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MANAJEMEN PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) Oleh Ikka Kartika A.Fauzi *)
Abstrak : This study was carried out to examined the implemantation of PKBM management model that is adaptive to the real condition and the real needs of the community. The approach used in this research was qualitative and the method was case study (exploratories and explanatories). The object of the research were the boards of PKBM, the managers of the learning group, the tutors, and those who have an influence in the implementation of PKBM. The result of the study were: (1) the management of PKBM that is adaptive to the real needs and the real condition of the community; this means that it is open and involves the outsiders in its activities of planning, organizing, implementing, controlling and evaluating; (2) it handles not only PKBM but its environtment as well Kata Kunci : Aspek manajemen PKBM, model pelaksanaan aspek-aspek manajemen PKBM, perubahan pengelolaan PKBM Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dipandang sebagai suatu program pendidikan yang berbasis masyarakat (Community Based Education). Keberadaan PKBM ini merupakan upaya untuk mengatasi permasalahan dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia. Data Susenas tahun 2002 di Jawa Barat menunjukkan, jumlah buta huruf masih 6,06 %; presentase penduduk yang tamat SLTP ke atas hanya 32,91 %. Sementara itu angkatan kerja sebanyak 60,44 % di antaranya 9,44 % adalah penganggur. Di sisi lain, jumlah penduduk miskin sebanyak 35,095 dari jumlah penduduk Jawa Barat sebesar 26.026.049 orang. Melalui PKBM diharapkan mereka memiliki pengetahuan dan keterampilan LIMA memperoleh sumber pendapatan atau untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Oleh karena itu PKBM berfungsi sebagai: tempat kegiatan belajar masyarakat; tempat pusaran berbagi potensi yang ada dan berkembang di masyarakat; sumber informasi yang handal bagi warga masyarakat yang membutuhkan keterampilan fungsional; ajang tukar menukar berbagai pengetahuan dan keterampilan fungsional di antara warga masyarakat serta tempat berkumpulnya warga masyarakat yang ingin meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya. Masalah efektivitas biasanya berkaitan erat dengan perbandingan antara tingkat pencapaian tujuan dengan rencana yang telah disusun sebelumnya, atau perbandingan hasil nyata dengan hasil yang direncanakan. Dalam hai in], Lipham dan Hoeh (1987) meninjau efektivitas atau kegiatan dari faktor pencapaian tujuan yang memandang bahwa efektivitas berhubungan dengan tujuan bersama bukan pencapaian tujuan pribadi.
*) Ikka Kartika A.Fauzi adalah dosen di Program Studi PLS FKIP UNINUS
Efektivitas juga dapat dijadikan barometer untuk mengukur keberhasilan. Engkoswara (1988) mengemukakan bahwa keberhasilan manajemen pendidikan adalah produktivitas pendidikan yang dapat dilihat pada prestasi atau efektivitas dan pada efisiensi. Aspek efektivitas dapat dilihat pada: masukan yang merata, keluaran yang banyak dan bermutu tinggi, ilmu dan keluaran yang gayut dengan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun, pendapatan tamatan serta keluaran yang memadai. Kajian terhadap efektivitas merupakan suatu usaha yang panjang dan berkesinambungan, seperti pendidikan, membawa kita kepada pertanyaan apa yang menjadi indikator efektivitas pada setiap tahapannya. Kajian tentang efektivitas pendidikan harus dilihat secara sistemik mulai dari masalah input, proses, output dan outcome, dengan indikator yang tidak hanya bersifat kuantitatif, tapi juga bersifat kualitatif. Keberhasilan PKBM dalam mengembangkan pembelajaran masyarakat, dapat diukur dari karakteristik pemenuhan aspek kebutuhan belajar masyarakat, aspek strategi sistem pembelajaran pendidikan luar sekolah (PLS) dan aspek manajerial profesionalitas organisasi penyelenggara. Prioritas pemenuhan kebutuhan belajar harus berorientasi pada nilai esensial kebutuhan saat ini dan masa depan masyarakat yang dapat diandalkan untuk memperkuat sendi-sendi perekonomian secara efektif, antara lain pemenuhan kebutuhan belajar yang bermuatan life skill. Penyelenggaraan strategi sistem pembelajaran harus terarah, terintegrasi dan berkelanjutan (Sudjana, 2003). Kenyataan menunjukkan, perkembangan setiap PKBM tidak sama. Ada diantaranya yang sudah mampu mengembangkan program-program layanan pendidikannya dengan pesat, mampu bermitra dengan pengusaha nasional bahkan bermitra dengan pengusaha dari negara lain. Tapi, lebih banyak lagi PKBM yang mendapat kesulitan untuk mempertahankan keberadaannya agar tetap dapat melaksanakan program-program minimal, seperti Paket A, Paket B dan KF. Hal ini dapat dipahami bila dilihat dari latar belakang setiap PKBM tidak sama. Ketidaksamaan yang diperkirakan mampu mempengaruhi keadaan ini diantaranya : sejarah terbentuknya PKBM, pengelola, mutu sumber daya manusia (SDM) yang mengelola PKBM, kemampuan dana, pengadaan sarana dan prasarana. Efektivitas pelaksanaan manajemen PKBM selama ini seringkali dikaitkan dengan hasil yang dicapai oleh program-program PKBM tersebut. Selama ini jarang dipermasalahkan proses pelaksanaan program-program PKBM hingga mencapai keberhasilan, sehingga banyak pihak yang terkait dengan program PKBM, kurang mengetahui aspek-aspek manajemen mana saja yang paling menentukan atau paling berpengaruh terhadap keberhasilan program-program PKBM . Di sisi lain, tidak jarang pengelola PKBM yang kurang memiliki pemahaman tentang manajemen PKBM, menempatkan PKBM seolah-olah merupakan bagian yang terpisah dari masyarakat lingkungannya. Proses pelaksanaan manajemen ini menjadi penting ketika suatu PKBM tidak mampu berfungsi sebagaimana mestinya. Untuk mendorong mereka agar mampu melaksanakan program-programnya hingga mencapai keberhasilan, diperlukan kajian terhadap pelaksanaan
aspek-aspek manajemen yang sedang berjalan untuk mengetahui aspek mana yang masih lemah, mengalami kemunduran, memerlukan penguatan atau mungkin memerlukan pengurangan. Masalah utama dari keadaan ini adalah efektivitas bersifat relatif sehingga tidak bisa disamakan antara efektivitas PKBM di satu lingkungan masyarakat dengan efektivitas PKBM yang terletak di lingkungan masyarakat lainnya, apalagi jika lingkungan masyarakat tersebut memiliki karakter berbeda. Oleh karena itu efektivitas dalam hal ini lebih dikaitkan dengan kemampuan pengelola PKBM untuk menyelenggarakan program-programnya sesuai kondisi dan kebutuhan nyata masyarakat sehingga PKBM tersebut layak disebut efektif bila sudah mampu menyelesaikan tugasnya sesuai panduan penyelenggaraan PKBM dan sesuai dengan kondisi serta kebutuhan nyata masyarakat. Atas dasar kondisi itulah maka penelitian MI bertujuan untuk mengkaji secara mendalam efektivitas pelaksanaan manajemen PKBM melalui penerapan model pelaksanaan aspek-aspek manajemen yang mampu menyelenggarakan program-programnya sesuai dengan kondisi dan kebutuhan nyata masyarakat.
Metode Penelitian ini pada hakikatnya menggunakan prosedur penelitian pengembangan (Borg and Gall, 1979) melalui pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan melalui tiga tahapan. Tahap pertama menggunakan pendekatan studi kasus eksploratoris Yin (1996), tahap kedua, penelitian laboratoris dan tahap ketiga yaitu menguji keandalan model melalui eksperimen yang diukur dengan pendekatan kualitatif, yaitu studi kasus eksplanatoris (Yin, 1996) Sumber data untuk penelitian eksploratories dan eksplanatoris terdiri dari pengurus PKBM, pengelola kelompok belajar dan tutor, serta orangorang yang berpengaruh terhadap pelaksanaan PKBM, antara lain: Kepala Seksi PLS Kabupaten, Kepala Sub Sie yang menangani PKBM, Penilik Dikmas/PLS, Tenaga Lapangan Dinas (TLD), pimpinan pemerintahan setempat, dinas, badan, lembaga pemerintah terkait, pelaku dunia usaha, dan tokoh masyarakat maupun tokoh agama. Sumber data untuk penelitian eksploratoris diambiI dari PKBM yang berbeda dengan PKBM pada penelitian eksplanatoris. Pada saat penelitian laboratoris, sumber data terdiri dari: para ahli dan para praktisi PLS, dinas, badan, lembaga terkait serta mitra PKBM. Para ahli terdiri dari pakar di bidang PLS maupun pemberdayaan masyarakat. Hasil Model manajemen yang diterapkan disusun berdasarkan hasil studi kasus eksploratoris terhadap PKBM yang berhasil dan tidak berhasil serta hasil studi laboratoris. Model yang dimaksud memiliki karakteristik antara lain: (1) Memiliki tujuan yang jelas dan terukur yang lebih menekankan pada proses dan outcome atau dampak terhadap peningkatan
kehidupan dan penghidupan warga belajar; (2) Dikelola oleh orang yang memiliki kemampuan untuk melakukan hal-hal sebagai berikut: Menghimpun dan menggerakkan potensi yang ada di masyarakat; kesediaan melibatkan berbagai potensi di masyarakat, menerima saran pendapat serta membuka diri kepada masyarakat: bersikap dan berbuat: aktif, dinamis, inovatif, mudah bergaul, memiliki hubungan luas dengan berbagai unsur masyarakat, mampu beradaptasi dengan lingkungan, dan memiliki dedikasi tinggi; (3) Dalam kegiatan perencanaan , mampu mengikutsertakan: para pengelola program, tutor, Penilik Dikmas, TLD, di samping pihak-pihak yang dianggap dapat mendukung keberlanjutan PKBM, misalnya: lembaga mitra, pemerintah daerah, dunia usaha, LSM, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, tokoh masyarakat, perguruan tinggi; (4) Dalam kegiatan pengorganisasian, paling sedikit mampu mengikutsertakan: pengelola program, tutor, Penilik Dikmas,TLD, mitra. Kegiatan yang dilakukan antara lain : menghimpun dan menggerakkan sumber daya, memanfaatkan sumber daya sesuai kebutuhan program, menata pelaksanaan kegiatan program, menata tenaga kependidikan; (5) Dalam kegiatan Pelaksanaan, pengelola PKBM mampu mengikutsertakan paling sedikit: pengelola program, tutor, Penilik Dikmas/TLD, mitra. Kegiatan yang dilakukan antara lain :melakukan layanan bidang pendidikan, layanan informasi dan pengembangan jaringan komunikasi, jaringan kemitraan serta pembinaan teknis tenaga kependidikan; (6) Dalam kegiatan pemantauan dan pengendalian, pengelola PKBM mampu mengikutsertakan antara lain : pengelola program, tutor, Penilik Dikmas/ TLD, mitra. Kegiatan yang dilakukan antara lain : menyusun alat pemantauan, menyusun dokumen pencatatan dan pengembangan program, perkembangan pelaksanaan program, dan forum pertemuan reguler untuk pengendalian dan evaluasi; (7) Dalam kegiatan evaluasi, pengelola PKBM mampu mengikutsertakan antara lain : pengelola program, tutor, Penilik Dikmas/TLD, mitra. Kegiatan yang dilakukan antara lain : melakukan pengukuran terhadap pencapaian tujuan meliputi : bidang layanan pendidikan, bidang layanan informasi dan pengembangan jaringan komunikasi, pembinaan teknis tenaga kependidikan dan membuat laporan penyelenggaraan seluruh kegiatan PKBM. Beberapa perubahan yang tampak nyata sesudah model diterapkan terjadi di dalam dan di luar PKBM . Di dalam PKBM terjadi perubahan dalam aspek perencanaan hingga aspek evaluasi. Secara kuantitas, perubahan ini belum menyeluruh karena memang untuk berubah itu perlu waktu, perlu kesiapan dan kemampuan masing-masing PKBM. Namun, secara kualitatif, terdapat empat perubahan yang mendasar bagi keberlangsungan PKBM. Atas dasar perubahan ini Inaka terjadi pula perubahan-perubahan pada unsur-unsur lainnya yang terkait atau yang dipengaruhi aspek yang berubah. Perubahan mendasar mencakup: perencanaan program melibatkan berbagai pihak; Kemitraan sudah mulai diialin bahkan ada yang sudah terjalin, tutor sudah diikutsertakan sejak perencanaan, bahkan dilibatkan di kepengurusan; dalam perkembangan pelaksanaan program, tampak sudah ada upaya untuk meningkatkan kualitas layanan program, mengembangkan jenis program, menyiapkan dokumen pancatatan perkembangan setiap program kegiatan Perubahan yang tampak nyata terjadi di luar PKBM antara lain: Keberadaan PKBM sudah diketahui dan bahkan dipahami oleh berbagai unsur masyarakat. dua Bapeda secara langsung menyatakan akan menidakianjuti melalul lokakarya dan program nyata.
Pembahasan Efektivitas PKBM saat ini sangat tergantung pada kemapanan lembaga yang memayunginya atau kepada ketokohan pimpinannya, sehingga proses yang terjadi untuk mencapai efektivitas itu menjadi tidak penting. Apakah hasil yang dicapai merupakan manipulasi data atau " keberhasilan semu" karena hanya "numpang" pada data output lembaga yang memayunginya, tampaknya bukan masalah yang perlu dibahas. Masalah muncul ketika mereka tidak tahu apa yang harus diperbuat saat menghadapi hambatan yang akan mengganggu efektifitas yang sudah dicapai. Indikator untuk niengukur standar minimal manajeinen PKBM sebenarnya sudah disusun, namun masih belum tersosialisasikan serta masih belum mampu diadopsi semua penyelenggara PKBM dengan alasan kurang praktis. Para penyelenggara dalam mengelola PKBM tampaknya hanya berpedoman pada intuisi. Padahal efektivitas erat kaltannya dengan proses pengelolaan itu sendiri. Steer (1985) mengungkapkan bahwa efektivitas adalah, bagaimana organisasi melaksanakan seluruh tugas pokoknya atau mencapai sasarannya. Suatu organisasi dan lembaga dikatakan efektif jika tujuan bersama dapat dicapai. Mulyasa (2002) rnemandang efektivitas adalah bagaimana suatu organisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan operasional. la menyimpulkan bahwa efektivitas berkaitan dengan terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan, ketepatan waktu dan adanya partisipasi aktif anggota. Bahkan bila dilihat dari teori sistem, kriteria efektivitas harus mencerminkan keseluruhan siklus input- prose s-output, tidak hanya output atau hasil, serta harus mencerminkan hubungan timbal balik antara manajemen pendidikan dengan lingkungan sekitarnya. Bila berdasarkan dimensi waktu, efektivitas dapat dilihat dari jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Kondisi ini memang bukan sepenuhnya kesalahan penyelenggara PKBM, paling tidak merupakan dampak dari perlakuan masyarakat lingkungan terhadap PKBM atau lebih luas lagi terhadap penyelenggaraan PLS. Sumber permasalahan sebenarnya terletak pada kurangnya sosialisasi PKBM terhadap kelompok sasaran maupun terhadap berbagai pihak yang dapat mendukung keberlanjutan program-program PLS, bahkan terhadap personil Dinas Pendidikan itu sendiri. Ketidaktahuan berbagai pihak serta ketidakpahaman pengelola terhadap keberadaan PKBM menyebabkan PKBM dipandang sebelah mata. Dampak lebih jauh lagi, kondisi ini mempengaruhi kinerja petugas Pendidikan Masyarakat di masyarakat. Mereka kurang percaya diri untuk menyampaikan masukan bagi pengembangan PLS kepada unsur-unsur pemerintah, maupun menjalin kemitraan dengan pihak-pihak yang dianggap mampu memberikan kontribusi terhadap program-program PLS. Apalagi di kalangan pemerintahan yang sudah mengetahui sekilas tentang program-program PLS, menganggap program PKBM adalah program "milik" Dikmas. Di sisi lain, manfaat PKBM ternyata tidak hanya dirasakan oleh warga sasaran yang tidak mampu, penganggur atau orang dewasa yang buta huruf latin, melainkan juga dinikmati oleh warga masyarakat yang kehidupannya relatif sudah mapan karena telah memperoleh penghasilan tetap bahkan telah memiliki jabatan yang dihormati oleh masyarakat lingkungannya. Mereka ini termasuk kelompok yang ingin mempertahankan status
jabatannya, ingin meningkatkan karir atau karena malu oleh masyarakat yang berada di wilayah binaannya. Tenaga Lapangan Dikmas (TLD) selama ini dianggap mampu menjembatani aktivitas yang dilakukan Penilik Dikmas terhadap PKBM sehingga sebagian besar PKBM yang berhasil merasa bantuan mereka sangat berarti bagi kemajuan PKBM. Di beberapa PKBM bahkan mereka terlibat langsung dalam kegiatan pengelolaaan. Namun, tidak semua Penilik Dikmas Kecamatan dibantu oleh TLD. Dari empat kecamatan yang dijadikan lokasi penerapan model, hanya satu kecamatan yang memiliki TLD, padahal keberadaan mereka juga diperlukan dalam membantu membina programprogram PLS lainnya, seperti lembaga kursus, yang tersebar di seluruh kecamatan. Forum PKBM yang baru tumbuh pada tahun 2002, ternyata juga membawa angin segar bagi PKBM untuk memperjuangkan keberadaannya. Beberapa PKBM bahkan bisa saling tukar informasi, saling memperkuat program, dan bekerjasama untuk mengembangkan potensi yang dimiliki masing-masing. Di samping itu, forum memenuhi ketentuan untuk menjadi jembatan bagi PKBM saat akan melakukan kerjasama dengan berbagai unsur pemerintah maupun unsur masyarakat dan dunia usaha. Sayangnya tidak semua forum PKBM mampu tumbuh seperti itu, karena ada forum yang terbentuk tanpa diketahui oleh PKBM-PKBM yang ada di wilayah tersebut. Atau dengan kata lain, forum itu seolah-olah dibentuk atas aspirasi segelintir orang, bukan atas kesepakatan seluruh PKBM yang ada di wilayah tersebut. Kondisi awal seperti ini akan memunculkan rasa saling curiga di antara PKBM, bukan rasa sating berbagi. Ini jelas tidak sejalan dengan pengertian forum itu sendiri, yang seharusnya terbentuk berdasarkan kebutuhan dan kesepakatan bersama (bottom up), bukan atas dasar penunjukkan (top down).
Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model pelaksanaan manajemen yang mampu menyesuaikan diri dengan kondisi dan kebutuhan nyata masyarakat remiliki ciri : pengelolaan bersifat terbuka dan mampu mengikutsertakan berbagai pihak dalam melaksanakan aspek perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi. Hal ini erat kaitannya dengan kesediaan pengelola melibatkan berbagai potensi di masyarakat, menerima saran pendapat serta membuka diri kepada masyarakat. Penerapan model pelaksanaan tersebut ditujukan untuk melakukan perubahanperubahan terhadap keberadaan PKBM. Penanganannya tidak terhadap PKBM itu saja, akan tetapi juga terhadap lingkungannya. Berdasarkan kesimpulan di atas, maka untuk mewujudkan pelaksanaan manajemen PKBM yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan nyata masyarakat harus ditunjang oleh berbagai faktor dari dalam maupun dari luar PKBM itu sendiri. Untuk melakukan perubahan di dalam tubuh PKBM, disarankan agar dilakukan beberapa upaya sebagai berikut: (1) Ketepatan pengelola serta jajarannya (pengelola program
dan tutor) untuk mendayagunakan semua sumber daya yang ada agar dapat mencapai tujuan yang direncanakan, merupakan kunci keberhasilan. Pengetahuan untuk melaksanakan pengelolaan secara tepat biasanya dilakukan dengan menggunakan mekanisme, metoda, strategi, media yang sudah teruji. Aspek ini semua telah diperoleh pengelola PKBM, pengelola program serta tutor melalui pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan Dinas Pendidikan Propinsi maupun Kabupaten.Oleh karena itu, salah satu upaya untuk mencapai pelaksanaan manajemen yang efektif adalah menerapkan hasil pelatihan-pelatihan yang telah diperoleh secara balk dan benar. Penyusunan data dasar yang berkaitan dengan jumlah anak yang tidak sekolah, anak putus sekolah, warga masyarakat pencari kerja atau yang tidak bekerja serta identifikasi kebutuhan masyarakat dan identifikasi potensi atau sumber daya yang ada di lingkungan PKBM merupakan keharusan karena akan menjadi masukan dasar untuk menyusun rencana kegiatan PKBM . Membangun jaringan' kemitraan merupakan suatu keharusan bagi PKBM yang kegiatannya ingin mendapat dukungan masyarakat luas agar keberlanjutannya bisa dipertahankan. Upaya ini sebenarnya tidak sulit karena dapat dilakukan dengan berbagai cara, balk secara informal maupun secara formal. Keterbukaan pengelola terhadap kontribusi pihak lain harus dianggap sebagai aktivitas membangun kemitraan dalam upaya menggalang berbagai potensi yang ada di lingkungannya. Sebaliknya, kontribusi pihak lain juga jangan diartikan pengelola PKBM sebagai intervensi terhadap penyelenggaraan PKBM. Selanjutnya, upaya untuk melakukan perubahan di luar lingkungan PKBM dapat dilakukan dengan berbagai aktivitas berikut ini. Sosialisasi PKBM harus dilakukan secara terencana, sistimatis dan berkesinambungan sehingga dapat mendukung keberadaan PKBM itu sendiri.. Aktivitas ini merupakan faktor yang sangat penting artinya bagi keberadaan dan keberlangsungan PKBM sehingga harus merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan pemerintah melalui proyek-proyek PLS. Kenyataan menunjukkan bahwa bantuan yang diberikan pemerintah selama ini kepada program-program PLS, khususnya PKBM, kurang bermakna, bahkan oleh unsur-unsur pemerintah kurang dilirik sebagai bagian dari upaya pengembangan sumber daya manusia yang layak dikaitkan dengan angka IPM Kabupaten, padahal keberhasilan PKBM dapat memberi kontribusi langsung kepada tiga bidang yang mempengaruhi angka IPM, yaitu bidang pendidikan , bidang ekonomi dan bidang kesehatan. Informasi yang diperoleh menyatakan bahwa sosialisasi sebenarnya sudah pernah dilakukan saat program PKBM baru diluncurkan. Namun setelah itu tidak pernah dilakukan lagi secara khusus. Pelaksanaan sosialisasi, tidak hanya kepada berbagai unsur pemerintah dan unsur masyarakat, tapi juga harus dilakukan terhadap personil di dalam dinas Pendidikan itu sendiri selaku pembina teknis PKBM. Forum peduli pendidikan masyarakat. Bila hasil pembelajaran PKBM dianggap memiliki kontribusi berarti bagi pengembangan SDM yang berdampak Ian-sung terhadap peningkatan IPM, maka untuk menjaga keberlangsungannya serta kualitas lulusannya
diperlukan adanya suatu forum khusus yang peduli terhadap pendidikan masyarakat. Forum ini harus melibatkan berbagai unsur, seperti : lembaga pemerintah, LSM, dunia usaha, tokoh agama, tokoh pendidikan, organisasi kemasyarakatan, organisasi wanita, organisasi profesi, forum PKBM itu sendiri, Ikatan alumni PKBM dan lain-lain. Kedudukan forum lebih tepat berada di tingkat kabupaten, karena di tingkat inilah pengambilan kebijakan dilakukan. Forum ini juga sangat tepat berada di bawah koordinasi Bapeda Kabupaten selaku Badan pemerintah yang salah satu aktifitasnya melakukan koordinasi dengan berbagai unsur pemerintah maupun unsur masyarakat. Keterlibatan banyak pihak juga untuk lebih mempertegas bahwa PKBM bukan "milik" Dikmas seperti dugaan banyak pihak selama ini, tapi milik masyarakat yang dapat dihadapi secara bersama. Pembentukan Forum PKBM sebaiknya didasarkan pada kebutuhan PKBM itu sendiri yang antara lain untuk memperjuangkan keberadaannya, dibentuk oleh PKBM secara bersama, bukan atas dasar penunjukkan ataupun hanya dibentuk oleh sebagian PKBM. Keberadaan forum dapat menjadi kekuatan bersama bagi PKBM untuk menggali potensi yang ada di lingkungannya.
Daftar Rujukan Badan Pusat Statistik Jawa Barat (2002), Data sosial ekonomi masyarakat Jawa Barat Tahun 2002, Publikasi Hasil Susenas 2002, Bandung: BPS Jawa Barat Engkoswara, (1988), Dasar-dasar administrasi pendidikan. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud. Lipham, M. dan Hoeh, J. A. (1987), The principalship, foundation and functions. New York:Harver and Row Publisher. Mulyasa, E. (2002), Manajemen berbasis sekolah: konsep, strategi dan implementasi, Bandung: Rosda Sudjana, D. (2003). Strategi pengelolaan dan pengembangan pusat kegiatan belajar masyarakat, Makalah. Steer, R. M. (1985), Organizational effectiveness, Jakarta: Erlangga Yin, R. K. (1984). Studi kasus (desain dan metode). Terjemahan Mudzakir M.D. (1996). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.