Volume 15 Nomor 1 Tahun 2015
SUSUNAN REDAKSI PENANGGUNG JAWAB Drs. I Made Sendra, M.Si. (Dekan Fakultas Pariwisata Universitas Udayana) PENASEHAT Ni Ketut Arismayanti, SST.Par., M.Par. (Pembantu Dekan I Fakultas Pariwisata Universitas Udayana) I Gusti Putu Bagus Sasrawan Mananda, SST.Par., MM., M.Par. (Pembantu Dekan II Fakultas Pariwisata Universitas Udayana) I Gusti Ngurah Widyatmaja, SST.Par., M.Par. (Pembantu Dekan III Fakultas Pariwisata Universitas Udayana) KETUA Drs. Ida Bagus Ketut Astina, M.Si. MITRA BESTARI Prof. Adnyana Manuaba, M.Hons.F.Erg.S.FIPS,SF. (Universitas Udayana) Prof. Dr. I Wayan Ardika, MA. (Universitas Udayana) Prof. Dr. Michael Hichcoch (University of North London) Prof. Dae-Sik Je, M.Pd. (Young San University – Korsel) Prof. Dr. Ir. I Gede Pitana, M.Sc. (Universitas Udayana) Prof. Dr. I Made Sukarsa, SE., MS. (Universitas Udayana) Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH., MS. (Universitas Udayana) Dr. Hans-Henje Hild (SES Bonn – German) PENYUNTING PELAKSANA Dr. I Wayan Suardana, SST.Par., M.Par. IGA. Oka Mahagangga, S.Sos., M.Si. I Made Kusuma Negara, SE., M.Par. Made Sukana, SST.Par., M.Par., MBA. Dr. I Nyoman Sukma Arida, S.Si., M.Si. Yayu Indrawati, SS., M.Par. I Gde Indra Bhaskara, SST.Par., M.Sc. TATA USAHA DAN PEMASARAN I Wayan Darma Santosa, SE. I Wayan Sudarma, SH. I Gusti Putu Setiawan, SH. ALAMAT Fakultas Pariwisata Universitas Udayana Jl. Dr. R. Goris 7 Denpasar Bali, Telp/Fax : 0361-223798 E-mail :
[email protected].
PENGANTAR REDAKSI ANALISIS PARIWISATA Pembaca yang terhormat, Jurnal Analisis Pariwisata Volume 15, Nomor 1, Tahun 2015 sebagai suatu upaya publikasi temuan dari hasil penelitian terbaru bidang kepariwisataan. Pengembangan kepariwisataan diarahkan untuk kembali mengingatkan bahwa pariwisata senantiasa dinamis namun tetap harus dipelajari dan dimaknai proses dari perjalanan kepariwistaan tersebut. Begitu banyak ”pilihanpilihan” justru mengharuskan para pemegang kebijakan dan para praktisi semakin bijaksana dan tidak hanya ”taken for granted” tanpa memilah dampak-dampak negatif yang mungkin ditimbulkan. Beberapa tulisan ilmiah yang ditampilkan kali ini diharapkan mampu memenuhi dahaga para akademisi, mahasiswa dan stakeholders pariwisata yang hingga saat ini masih sulit mendapatkan literatur-literatur ilmiah bidang kepariwisataan di Indonesia. Kami sangat menanti partisipasi pembaca yang terhormat untuk menuangkan hasil riset dan kajian dalam bentuk artikel ilmiah, sehingga dapat memberikan manfaat yang besar bagi kemajuan dunia ilmiah kepariwisataan dan dapat terpublikasikan secara luas. Selamat membaca. Denpasar, Desember 2015 Redaksi
Jurnal Analisis Pariwisata Vol. 15 No. 1, 2015
ISSN : 1410 – 3729
KEBIJAKAN PELESTARIAN LINGKUNGAN PANTAI DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PARIWISATA DI BALI Ni Ketut Arismayanti Program Studi Diploma IV Fakultas Pariwisata Universitas Udayana, Denpasar Bali E-mail :
[email protected]
ABSTRACT
Bali is a small island has a coastline of 430 km. Bali island topography is mostly mountainous and coastal areas. This leads to economic activity is concentrated in lowland areas, so that the population distribution more concentrated in the area and utilization of coastal resources be highly effective and less attention to environmental conservation. Beaches in Bali have many functions for daily activities as well as activities related to culture. For Balinese people, the beach is not only as a place for recreation, but also as a place to make living primarily coastal communities whose livelihood as fishermen and salt processing. Most of the beaches in Bali have a type of white sandy beach which is one of the main assets of the coastal tourist attraction in addition to the beauty of the beaches, fish and coral reefs. Constructions of tourism facilities often alter natural coastal conditions, so that the physical condition of the beach also changed. It causes in some coastal areas in Bali had experienced physical disorder and the most prominent is the destruction of coral reefs and mangrove forests and coastal erosion. Policy implementation by the relevant institutions that still sectorial may hamper efforts in an integrated coastal zone management, if not promptly treated may result in worsening the condition of the coastal areas of the various activities that exist inside. Obstacles and delays in handling environmental issues that occur in coastal areas as a result of management efforts have not been done in an integrated manner. It is capable of and the international attention that has concern for the environment, because as is known that environmental problems has now become a global issue. The principle of sustainable development is a means to achieve sustainable development. To create sustainable development, natural resource management in all efforts utilization should pay attention to the environmental balance and the preservation of its ability, so it can provide great benefits for the development and welfare of the local people and the generations to come. Friendly tourism development and care for the environment and community based development is one way to preserve nature and the environment and achieve equitable development and tourism benefits. Keywords: beach, coast resource, policy, preservation, tourism activities. PENDAHULUAN Best Island in the World oleh Travel & Leisure Magazine, Smart Asia Bali yang terkenal dengan berbagai Travel Magazine, Asia Spa Magazine Hongkong, julukan seperti “Morning of the world”, “Last Luxury Travel Magazine London, and SENSES paradise of the world”, “Island of Gods” dan Magazine Jerman ditambah lagi beberapa penghargaan 2002, 2003, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009 internasional yang diberikan kepada Bali, dan pada tahun 2010 Best Island Destination seperti “World’s Best Island” dari majalah The Asia-Pacific in Asia Pacific (The Fifth Annual Conde Nast Travelers Readers Travel Awards, Destin Asian Readers’ Choice Awards, 8 February London, mengalahkan Hawaii (AS) dan Phuket 2010). (Thailand); “The Best Asia Pacific Leisure Banyaknya penghargaan untuk Pulau Bali Destination”, dari majalah Business Traveler Asia sebagai destinasi terbaik tentu merupakan Pacific; dan “The Best Island In Asia”, dari proses yang panjang dan hasil sinergisitas majalah Travel and Leisure, New York, Amerika stakeholders, utamanya masyarakat Bali sebagai Serikat. Bali juga memperoleh penghargaan The pemilik daerah, pemilik budaya dan pencipta
15
Jurnal Analisis Pariwisata Vol. 15 No. 1, 2015
kearifan lokal yang menjadi daya tarik utama wisatawan untuk berkunjung. Bali telah memenuhi berbagai kriteria sebagai sebuah Daerah Tujuan Wisata yang menarik untuk dikunjungi. Wisatawan yang datang ke Bali hampir selalu meningkat dari tahun ke tahun. Kebudayaan Bali dan nilai-nilai kehidupan masyarakat Bali memang sangat mendukung kegiatan-kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Keunikan budaya dan keindahan alam Bali merupakan potensi yang sangat penting sebagai daya tarik wisata, sejak awal perkembangan kepariwisataan di pulau ini. Budaya dan keindahan alam telah menjadi image kepariwisataan daerah Bali. Sehubungan dengan hal itu, Pemerintah Daerah Bali sejak awal telah mencanangkan bahwa jenis kepariwisataan yang dikembangkan di daerah ini adalah pariwisata budaya yang dijiwai oleh Agama Hindu. Ketentuan tersebut telah tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3, Tahun 1991, yang pada Bab I, Pasal 1 antara lain menyebutkan, bahwa “Pariwisata Budaya adalah jenis kepariwisataan yang dalam perkembangan dan pengembangannya menggunakan kebudayaan daerah Bali yang dijiwai oleh Agama Hindu yang merupakan bagian dari kebudayaan nasional sebagai potensi dasar yang dominan, yang didalamnya tersirat satu cita-cita akan adanya hubungan timbal-balik antara pariwisata dan kebudayaan, sehingga keduanya meningkat secara serasi, selaras, dan seimbang”. Propinsi Bali dengan luas wilayah 5.632.086 km2 atau sama dengan 0,29% dari luas seluruh kepulauan Indonesia (BPS, 2010), mempunyai garis pantai sepanjang 430 km. Kondisi topografi Pulau Bali sebagian besar merupakan daerah pegunungan yang terletak di bagian tengah membentang dari barat ke timur menyebabkan bagian daerah yang datar terdapat di wilayah pantai. Hal ini menyebabkan kegiatan perekonomian maupun pusat pemerintahan sebagian besar terdapat di wilayah dataran rendah, sehingga penyebaran penduduk lebih banyak terkonsentrasi di daerah tersebut. Demikian juga pemanfaatan sumber daya pantai menjadi sangat efektif dan cenderung kurang memperhatikan pelestarian fungsi lingkungan. Pada umumnya, Pantai di Bali dinamai sesuai dengan nama daerah/wilayah tempat pantai tersebut berada. Pantai di Bali memiliki banyak fungsi untuk aktivitas keseharian maupun terkait aktivitas budaya masyarakat. Bagi masyarakat Bali, pantai tidak hanya sebagai tempat rekreasi, namun juga sebagai tempat
ISSN : 1410 – 3729
untuk mencari nafkah utamanya masyarakat pesisir yang bermata pencaharian sebagai nelayan maupun pengolah garam. Selain itu, kehidupan masyarakat Bali yang selalu berupaya menjaga hubungan harmonis, tidak hanya dengan sesama mausia, namun juga dengan Pencipta dan lingkungan sekitar, sehingga banyak aktivitas sehari-hari maupun aktivitas budaya yang dilakukan di pantai. Aktivitas budaya masyarakat Bali, seperti melasti (upacara sebelum hari raya Nyepi) menggambarkan bahwa masyarakat sangat menghargai pantai. Dengan berkembangnya pariwisata, pantai tidak hanya dimanfaatkan oleh masyarakat Bali, namun kini juga dimanfaatkan oleh industri pariwisata maupun wisatawan yang berkunjung ke pulau ini. Beragam aktivitaspun dilakukan wisatawan dan disediakan oleh industri dan pelaku pariwisata untuk menarik minat wisatawan berkunjung ke daerah tersebut. Berbagai kepentingan ini tentu harus dikelola dengan baik, agar nantinya tidak menimbulkan gesekan, merugikan dan mengesampingkan kepentingan masyarakat maupun budaya masyarakat Bali. Dalam pengembangan aktivitas pantai kedepan tentu memerlukan suatu model pengembangan yang mampu menggugah kesadaran untuk menjaga kelestarian lingkungan pantai dan konservasi terhadap lingkungan pantai. Pariwisata diharapkan menjadi wahana dan media dalam peningkatan kesadaran dan pelestarian lingkungan pantai di Bali. Pulau Bali memiliki banyak pantai dengan pasir putih maupun pantai dengan pasir hitam dan tiap-tiap pantai memiliki keunikan dan keindahan tersendiri. Lokasi pantai di Bali tersebar di semua daerah pesisir Pulau Bali. Hal ini dikarenakan Pulau Bali dikelilingi oleh lautan. Adapun beberapa pantai di Bali antara lain: 1) Pantai Nusa Dua Bali Pantai Nusa Dua berlokasi di kawasan wisata Nusa Dua. Pantai ini sangat terjaga kebersihannya berada di kawasan akomodasi bintang lima Nusa Dua serta terdapat petugas kebersihan pantai. Di Pantai Nusa Dua ada dua pantai, yaitu Pantai Geger dan Pantai Mengiat. Aktivitas wisata yang dilakukan wisatawan di pantai ini lebih banyak berenang dan tempat bermain anak-
16
Jurnal Analisis Pariwisata Vol. 15 No. 1, 2015
2)
3)
4)
5)
anak, karena gelombang ombak pantai yang kecil. Pantai Jimbaran Pantai Jimbaran Bali ramai dikunjungi wisatawan karena menawarkan aktivitas makan malam dengan hidangan makanan laut (seafood) bakar oleh beberapa restoran/rumah makan yang berjejer di pinggir pantai Jimbaran. Hal yang menarik menjadi suguhan bagi wisatawan yang datang adalah makan dengan menyaksikan pemandangan matahari terbenam yang sangat indah. Pantai Kuta Pantai Kuta sangat terkenal, hal ini dapat dilihat dari banyaknya inspirasi menjadikan Pantai Kuta sebagai objek lukisan yang menggambarkan keindahan dan terdapat lagu Kuta Bali yang diciptakan untuk menggambarkan keindahan pantai ini. Daya tarik pantai Kuta terletak pada: pantai dengan pasir putihnya; keindahan pemandangan alam ketika matahari terbenam; dan akses sangat dekat dengan daya tarik wisata lain, airport, industri pariwisata yang ada di kawasan wisata Kuta. Pantai Pandawa Pantai Pandawa mulai banyak dikunjungi wisatawan karena keindahan dan keunikan pantai ini yang terletak pada tebing yang tinggi disekitar pantai dengan pasir putihnya yang halus dan berbagai aktivitas yang dapat dilakukan disana. Selain itu, sesuai dengan namanya Pandawa, pada tebing batu disekitar pantai dipahat patung tokoh Mahabarata, utamanya Panca Pandawa dalam ukuran besar. Pantai Sanur Pantai Sanur memiliki keindahan pemandangan matahari
ISSN : 1410 – 3729
terbit. Disepanjang pantai berjejer akomodasi dan restoran. Di Pantai Sanur seringkali dilakukan aktivitas budaya oleh masyarakat sekitar ketika upacara melasti maupun upacara nganyut setelah upacara ngaben. Pantai Sanur juga memiliki pasir putih yang sangat bersih dan berbagai aktivitas seperti berenang, berperahu, maupun memancing dapat dilakukan disana. 6) Pantai Tanah Lot Pantai Tanah Lot sangat populer dan seringkali dijadikan objek lukisan maupun gambar pada kartu pos ataupun kartu ucapan. Pantai ini hampir menjadi paket tour wajib wisatawan jika mengunjungi Bali. Setiap hari pantai ini ramai dikunjungi wisatawan baik domestik ataupun mancanegara. Keindahan dari pantai Tanah Lot Bali terletak pada pemandangan sunset dengan siluet pura yang berada di tengah laut. 7) Pantai Virgin Karangasem Pantai Virgin terletak di Kabupaten Karangas em Bali dikalanga n orang lokal lebih dikenal dengan nama Pantai Perasi Karangasem. Pantai ini disebut Virgin, karena letak pantai ini tersembunyi. Pantai ini memiliki keindahan dengan pasir putih dan masih alami. 8) Pantai Dreamland Keindahan Pantai Dreamland hampir mirip dengan pantai Kuta Bali, dengan keindah an pasir putih bersih serta landai dan sarana penunjang pariwisata seperti restoran dan villa juga banyak terdapat disekitar pantai Dreamland Bali. Pada Pantai Dreamland terdapat batu karang putih yang mengelilingi pantai, hal ini menciptakan keindahan pemandangan yang unik.
17
Jurnal Analisis Pariwisata Vol. 15 No. 1, 2015
9) Pantai Menjangan Bali Barat Pantai Menjang an Bali Barat terletak di Pulau Menjang an Bali. Pantai ini memiliki keindahan pemandangan sunset dan panorama bawah laut, seperti terumbu karang alami, ikan warna warni serta air laut kebiruan, membuat pantai ini ramai dikunjungi oleh wisatawan yang gemar melakukan aktivitas snorkeling dan diving. Selain beberapa pantai tersebut, masih banyak pantai lainnya di Bali dengan keindahan alam yang sangat menarik. Namun demikian, kondisi wilayah pantai di Bali dari tahun ke tahun mengalami banyak tekanan yang disebabkan oleh berbagai pemanfaatan dan untuk berbagai kepentingan. Kelompok kepentingan tersebut antara lain untuk kegiatan pariwisata, upacara keagamaan, perhubungan, perikanan, kehutanan, dan pertambangan. Di antara kelompok-kelompok kepentingan tersebut yang paling dominan dijumpai adalah kegiatan pariwisata. Hal ini tidak terlepas dari potensi yang dimiliki oleh pantai-pantai tersebut serta kebijakan pemerintah dalam mengembangkan 21 kawasan pariwisata yang sekarang telah diusulkan dan kemudian diciutkan menjadi 15 kawasan pariwisata sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Tingkat I Bali Nomor 4 Tahun 1999, antara lain: kawasan pariwisata Sanur, Kuta, Tuban, Nusa Dua, Soka, Kalibukbuk, Batuampar, Perancak, Candi Kusuma, Nusa Penida, Candidasa, Ujung, Tulamben, Pantai Lebih, dan Ubud, dimana sebagian besar dari kawasan pariwisata tersebut berada di kawasan pantai (Disparda, 2004). Sebagian besar pantai-pantai wisata di Bali mempunyai tipe pantai berpasir putih yang merupakan salah satu aset utama dari daya tarik wisata pantai disamping keindahan pantai, ikan hias serta terumbu karangnya. Kondisi morfologi pantai di Bali cukup bervariasi dan memiliki ekosistem yang sangat bervariasi pula, seperti terumbu karang, rumput laut dan mangrove. Pada umumnya kondisi terumbu karang di wilayah perairan Bali masih berada dalam keadaan baik, sedangkan keberadaan hutan mangrove di beberapa wilayah perairan akhir-akhir ini semakin terancam sebagai akibat
ISSN : 1410 – 3729
pemanfaatan areal tempat tumbuhnya mangrove tersebut untuk kegiatan-kegiatan non kehutanan yang tidak sesuai dengan peruntukannya sebagai kawasan suaka alam. Dengan adanya aktivitas pariwisata di pantai, mulai dari tahap penyediaan fasilitas sampai dengan operasionalnya sangat berpeluang untuk merusak kondisi fisik wilayah pesisir pantai tersebut. Pembangunan fasilitas pariwisata seringkali mengubah kondisi alamiah pantai, sehingga kondisi fisik pantai juga ikut berubah. Hal tersebut menyebabkan di beberapa wilayah pesisir pantai di Bali telah mengalami gangguan fisik dan yang paling menonjol adalah rusaknya terumbu karang dan hutan mangrove serta abrasi pantai. PEMASALAHAN LINGKUNGAN PANTAI DI BALI Pesatnya perkembangan pembangunan di wilayah sekitar pantai sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk serta meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan yang diikuti dengan pembangunan sarana dan prasarana kepariwisataan dalam menunjang aktivitas pariwisata tersebut, membawa dampak terhadap perubahan bentang alam yang pada akhirnya akan terjadi perubahan pada struktur tata ruang Bali. Semua aktivitas pembangunan di samping memberikan dampak positif terutama dalam kaitannya dengan penyerapan tenaga kerja serta peningkatan ekonomi penduduk, disisi lain telah menimbulkan dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan. Pantai sebagai fasilitas umum yang biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat Hindu di Bali sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan upacara keagamaan, akhir-akhir ini dirasakan sudah semakin terdesak karena pemanfaatan pantai di dominasi oleh kegiatan pariwisata. Selain itu terdapat juga pencemaran lingkungan pantai. Pencemaran lingkungan pantai sebagian karena adanya sampah plastik disekitar pantai. Pencemaran lingkungan pantai juga dapat terjadi karena adanya masukan polutan dari berbagai kegiatan yang beroperasi di sepanjang garis pantai dan secara tidak langsung melalui aliran sungai yang memberikan pengaruh langsung terhadap kapasitas daya dukung pantai. Meningkatnya penggunaan pestisida sebagai konskuensi dari budidaya pertanian diperkirakan dapat mempengaruhi ekosistem di perairan pantai. Berbagai permasalahan yang dihadapi dalam upaya melestarikan wilayah pesisir pantai
18
Jurnal Analisis Pariwisata Vol. 15 No. 1, 2015
sebagai akibat adanya tekanan dari berbagai aktivitas pembangunan antara lain : 1) Kurang koordinasi antar sektor, baik pemerintah, swasta dan masyarakat, sehingga perencanaan dan pelaksanaan pengembangan sumber daya alam pantai selama ini masih bersifat sektoral. 2) Rusaknya habitat hutan mangrove akibat adanya berbagai aktivitas yang berlokasi di daerah pasang surut kawasan pantai. 3) Rusaknya terumbu karang akibat aktivitas pelayaran yang rawan terhadap kebocoran dan tumpahan minyak dari kapal dan pembuangan sisa-sisa minyak di laut lepas, serta adanya sikap ketidakpedulian para pengusaha dan masyarakat yang membuang jangkar seenaknya di perairan lokasi terumbu karang berada, sehingga dapat menghancurkan terumbu karang yang ada. 4) Adanya kegiatan penangkapan ikan yang berlebihan dengan menggunakan bom, potassium yang selama ini sulit dideteksi mengingat terbatasnya sarana dan Sumber Daya Manusia. 5) Adanya pencemaran di wilayah pantai di Bali yang dapat merusak habitat biota laut, sehingga dapat mengurangi daya tarik wisata pantai bagi wisatawan. Pencemaran ini terjadi sebagai akibat dari adanya limbah industri rumah tangga, limbah pupuk, pestisida dari pertanian, limbah industri dan pengendapan karena adanya pengolahan lahan di hulu sungai. Disamping itu, kegiatan kepariwisataan seperti perhotelan, rekreasi air yang tidak jarang memberikan dampak yang besar terhadap pencemaran di pantai. 6) Adanya abrasi pantai sebagai akibat dari tekanan manusia terhadap kawasan pantai membawa dampak yang sangat buruk bagi keindahan, keserasian dan kelangsungan pantai sebagai tempat upacara keagamaan dan sebagai daya tarik wisata dalam aktivitas pariwisata. 7) Adanya intrusi air laut sebagai akibat pemanfaatan air tanah yang tidak terkendali untuk mendukung aktivitas pariwisata. Daerah pantai yang menjadi pusat-pusat kegiatan pariwisata, seperti Kuta dan Sanur sudah menunjukkan adanya intrusi air laut, sehingga pengambilan air tanah perlu dikendalikan dan diupayakan secara efektif menggunakan PDAM. Melihat berbagai permasalahan tersebut dapat dikatakan bahwa memang belum banyak upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi karena terbatasnya sarana dan Sumber Daya Manusia
ISSN : 1410 – 3729
yang ada dalam mengendalikan pencemaran dan kerusakan pantai, sehingga perlu terus dicari upaya-upaya untuk menanggulanginya serta melibatkan seluruh stakeholders untuk ikut berperan aktif. Perencanaan maupun dalam pelaksanaan pembangunan diantaranya sektor-sektor tersebut dan sektor penunjang lainnya diharapkan dapat berjalan secara bersinergi, termasuk pula cakupan wilayah pantai yang tersebar di wilayah kabupaten se-Bali dan dengan tetap memasukkan aspirasi dan partisipasi masyarakat lokal serta selalu mempertimbangkan aspek-aspek pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan. Akan tetapi dalam suatu perencanaan, banyak faktor akhirnya berpengaruh terlebih lagi keinginan pemerintah daerah dan termasuk masyarakat untuk dapat mengambil manfaat di sektor pariwisata ini, akhirnya mengakibatkan permasalahan pembangunan di sektor pariwisata yang antara lain dapat diidentifikasi sebagai berikut : 1) Munculnya beberapa kasus pembangunan sarana kepariwisataaan yang tidak sesuai dengan rencana pemanfaatan kawasan dan rencana umum tata ruang wilayah. Kasus pembangunan ini dapat terjadi di wilayah pegunungan, pantai, daerah pejurangan atau kawasan-kawasan konservasi lainnya. Pada beberapa kasus pembangunan tersebut diperkirakan akan menimbulkan dampak negatif terhadap sistem hydrologi, tanah longsor dan pencemaran daerah sekitar akibat aktivitas di daerah hulu / daerah konservasi tersebut. 2) Kurang harmonisnya atau terintegrasinya beberapa aktivitas pembangunan sarana dan prasarana dengan sektor-sektor lain, baik diperairan laut, hutan, kawasan suci, atau wilayah-wilayah yang memang telah ditetapkan sebagai kawasan pariwisata/daya tarik wisata. Pada beberapa masalah yang terjadi di lapangan menimbulkan kesan bahwa pembangunan tiap sektor tersebut berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya lintas sektor yang mau ikut membangun agar lebih bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. 3) Pemahaman masyarakat yang kurang lengkap terhadap rencana pembangunan sarana pariwisata dan kurangnya kesadaran dan tanggungjawab beberapa investor untuk mentaati peraturan perundangan yang berlaku. Dalam proses rencana pembangunan sarana pariwisata ataupun fasilitas lainnya, terdapat mekanisme
19
Jurnal Analisis Pariwisata Vol. 15 No. 1, 2015
sosialisasi di masyarakat, dengan harapan agar masyarakat ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan yang direncanakan oleh investor, masyarakat dan pemerintah. Dalam pembangunan sarana pariwisata di Bali terdapat beberapa kelemahan, antara lain: 1) Pemilihan lokasi kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan terlebih di kawasan konservasi. 2) Kurang konsistennya investor dalam melaksanakan persyaratan-persyaratan tentang pemanfaatan lahan sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam perizinan. 3) Pengetahuan dan pemahaman masyarakat lokal yang kurang tepat terhadap usulan suatu proyek, sehingga pendapat masyarakat dalam memberikan masukan sebagai wujud partisipasinya kurang didasarkan atas prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Pendapat masyarakat terkadang lebih banyak hanya mempertimbangkan dari aspek penyerapan tenaga kerja ataupun aspek ekonomi. Demikian pula dapat kita temukan, bahwa masih rendahnya upaya-upaya pelaku pariwisata untuk lebih memberdayakan masyarakat untuk ikut ambil bagian secara langsung dalam aktivitas pariwisata secara proforsional. DESKRIPSI KONSEP Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1993 dirumuskan bahwa pembangunan lingkungan hidup merupakan bagian penting dari ekosistem yang berfungsi sebagai penyangga kehidupan seluruh mahluk hidup di muka bumi diarahkan pada terwujudnya kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam keseimbangan dan keserasian yang dinamis dengan perkembangan kependudukan agar dapat menjamin Pembangunan Nasional yang berkelanjutan. Guna menjamin kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup tersebut, maka pengintegrasian pertimbangan lingkungan ke dalam setiap kegiatan pembangunan, baik yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat tingkat pusat dan daerah mutlak diperlukan. Secara normatif lingkungan hidup diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat UUPLH). Menurut pasal 1 angka 1 UUPLH, Lingkungan Hidup adalah: “kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup, termasuk manusia
ISSN : 1410 – 3729
dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya”. Unsurunsur Lingkungan Hidup mencakup: 1) Lingkungan Non Hayati yang dibentuk oleh sumber daya alam non hayati; 2) Lingkungan Hayati yang dibentuk oleh sumber daya alam hayati; 3) Lingkungan Buatan yang dibentuk oleh sumber daya buatan; dan 4) Lingkungan Sosial yang dibentuk oleh perilaku manusia (Putra dkk, 2001). Pengelolaan lingkungan hidup pada hakekatnya merupakan kegiatan yang dilakukan manusia terhadap lingkungan hidup, baik pada tahap penentuan kebijaksanaan, penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendaliannya untuk mencapai kelestarian fungsinya. Pengembangan dan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Semakin berkembangnya pariwisata diharapkan masyarakat semakin berdaya dan mendapatkan manfaat dari berkembangnya pariwisata di daerahnya. Pengembangan dan pembangunan pariwisata harus sesuai dengan budaya yang dimiliki oleh masyarakat, sehingga pengembangannya berdasarkan pariwisata budaya. Konsep pengembangan wisata bahari didasarkan pada view, keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karaktersitik masyarakat sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Wisata bahari adalah seluruh kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan kesenangan, tantangan, pengalaman baru, kesehatan yang hanya dapat dilakukan di wilayah perairan. Wheat ( 1994) dalam Nurisyah (2000) berpendapat bahwa wisata bahari adalah pasar khusus untuk orang yang sadar akan lingkungan dan tertarik untuk mengamati alam. Wisata bahari dengan kesan penuh makna bukan semata-mata memperoleh hiburan dari berbagai suguhan atraksi dan suguhan alami lingkungan pesisir dan lautan tetapi juga diharapkan wisatawan dapat berpartisipasi langsung untuk mengembangkan konservasi lingkungan sekaligus pemahaman yang mendalam tentang seluk beluk ekosistem pesisir sehingga membentuk kesadaran bagaimana harus bersikap untuk melestarikan wilayah pesisir dan dimasa kini dan masa yang akan datang. Pelaksanaan wisata bahari dikatakan berhasil apabila memenuhi berbagai komponen, yaitu terkaitnya dengan kelestarian lingkungan alami, kesejahteraan penduduk yang mendiami wilayah tersebut, kepuasan pengunjung yang
20
Jurnal Analisis Pariwisata Vol. 15 No. 1, 2015
menikmatinya dan keterpaduan komunitas dengan area pengembangannya. Cernea ( 1991) dalam Lindberg dan Hawkins (1995) mengemukakan bahwa partisipasi lokal memberikan banyak peluang secara efektif dalam kegiatan pembangunan dimana hal ini berarti bahwa memberi wewenang atau kekuasaan pada masyarakat sebagai pemeran social dan bukan subjek pasif untuk mengelola sumber daya membuat keputusan dan melakukan kontrol terhadap kegiatan –kegiatan yang mempengaruh kehidupan sesuai dengan kemampuan mereka. Adanya kegiatan wisata bahari haruslah menjamin kelestarian lingkungannya terutama yang terkait dengan sumberdaya hayati renewable maupun non renewable, sehingga dapat menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut. UPAYA PELESTARIAN LINGKUNGAN PANTAI Dalam rangka pelaksanaan kebijakan pengelolaan pantai, maka sasaran kegiatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran seluruh masyarakat akan pentingnya arti nilainilai budaya, dan manfaat ekologi maupun ekonomi sumber daya pantai, serta meningkatkan peran serta masyarakat mulai dari proses perencanaan, pemanfaatan, pengelolaan dan pengawasan sumber daya pantai dalam melaksanakan pengelolaan dan pelaksanaan yang berkelanjutan. Mengacu pada hal-hal tersebut, maka kebijakan pengelolaan daerah pantai diarahkan pada hal-hal sebagai berikut : 1) Untuk meningkatkan kesadaran seluruh masyarakat akan pentingnya arti nilai-nilai budaya, dan manfaat ekologi maupun ekonomi sumber daya pantai, serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam melaksanakan pengelolaan sumber daya pantai secara berkelanjutan. 2) Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, baik yang menyangkut ketrampilan maupun pendidikan, agar dapat berperan serta secara aktif dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan pantai secara berkelanjutan. 3) Untuk mengelola dan memanfaatkan ekosistem terumbu karang secara terpadu dan lestari serta melindungi kelestarian ekosistem hutan mangrove melalui pengelolaan terpadu dan partisipasi masyarakat.
ISSN : 1410 – 3729
4) Untuk mengendalikan pencemaran di wilayah pantai yang diakibatkan oleh pembuangan limbah rumah tangga, industri kecil dan perhotelan serta mengembangkan dan menerapkan teknologi budi daya dan perikanan pantai yang ramah lingkungan. 5) Untuk mengembangkan wisata pantai dan wisata bahari yang ramah lingkungan, berkelanjutan, dan melibatkan partisipasi masyarakat serta usaha budidaya pantai yang ramah lingkungan dan berbasis masyarakat. 6) Untuk mengembangkan usaha transportasi kegiatan-kegiatan perdagangan antar pulau dan meningkatkan peluang usaha bagi masyarakat secara berkelanjutan serta menjamin tercapainya konsensus dan komitmen dalam penyusunan dan pelaksanaan strategi pengelolaan wilayah pantai secara terpadu dan lestari. 7) Untuk memadukan basis data dan informasi yang ada di berbagai instansi ke dalam suatu struktur pengelolaan basis data yang dikoordinasikan oleh Pusat Data Propinsi dan mnegembangkan berbagai struktur perencanaan, sehingga menjamin pelaksanaan berbagai rencana pengelolaan. Upaya pengintegrasian secara menyeluruh menuntut dikembangkannya keterpaduan dalam pengelolaan lingkungan pada setiap tahap pembangunan mulai dari tahap perumusan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan sampai tahap pengendalian terintegrasi dalam proses pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, yaitu suatu proses pembangunan secara berkelanjutan mengoptimalkan manfaat dari Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia dengan cara menyerasikan aktivitas manusia sesuai dengan kemampuan Sumber Daya Alam yang menopangnya. Dalam pengertian ini terkandung beberapa makna, yaitu: 1) Proses pembangunan berlangsung secara berlanjut dan didukung oleh sumber daya alam dengan kualitas lingkungan dan manusia yang semakin berkembang. 2) Sumber daya alam, terutama udara, air, dan tanah memiliki ambang batas penggunaanya akan menciutkan kuantitas dan kualitas sumber daya alam, sehingga mengurangi kemampuannya untuk menopang pembangunan secara berkelanjutan dan menimbulkan gangguan pada keserasian hubungan manusia dengan alam dan lingkungannya.
21
Jurnal Analisis Pariwisata Vol. 15 No. 1, 2015
3) Kualitas lingkungan berkorelasi langsung dengan kualitas hidup, semakin baik kualitas lingkungan, maka semakin positif pengaruhnya pada kualitas hidup yang tercermin pada meningkatnya harapan usia hidup, turunnya tingkat kematian dan lainlain. 4) Pola penggunaan Sumber Daya Alam tidak menutup kemungkinan memilih peluang lain pada masa depan dalam menggunakan Sumber Daya Alam. 5) Pembangunan memungkinkan generasi sekarang meningkatkan kesejahteraannya tanpa mengurangi kemungkinan bagi generasi masa depan meningkatkan kesejahteraan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka konsep pembangunan berkelanjutan memberikan implikasi adanya batas yang ditentukan oleh tingkat masyarakat dan organisasi sosial mengenai Sumber Daya Alam serta kemampuan boisfer menyerap berbagai pengaruh dari aktivitas manusia. Demikian juga dalam pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan di daerah Bali, berpedoman pada filsafat Tri Hita Karana yang merupakan tiga jalan kebahagian dengan memperhatikan keseimbangan hubungan antara manusia dengan Tuhan (Parahyangan), hubungan antara manusia dengan manusia (Pawongan), dan hubungan antara manusia dengan lingkungan sekitarnya (Palemahan). Demikian juga halnya dalam upaya pengelolaan dan pelestarian pantai tetap berpedoman pada falsafah Tri Hita Karana tersebut secara nyata diwujudkan dengan meningkatkan kualitas fisik dan perlindungan terhadap kelangsungan hidup komunitas di dalamnya. Sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, maka kebijakan pengelolaan wilayah pantai di Bali dilakukan secara terpadu dengan mempertimbangkan aspek pembangunan ekonomi, sosial budaya dan efisiensi Sumber Daya Alam, serta keseimbangan pembangunan dengan kemampuan daya dukung dan daya tampung (carrying capacity) lingkungan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memelihara kelestarian lingkungan. Dalam upaya untuk menciptakan suatu kondisi wilayah pantai wisata yang bersih, lestari, dan indah serta bebas dari bahan zat pencemar, maka pemerintah dapat mengupayakan berbagai program yang menitikberatkan pada usaha pengendalian pencemaran pantai untuk meningkatkan
ISSN : 1410 – 3729
kualitas air laut di pantai wisata tersebut. Salah satu upaya pengendalian pencemaran atau kerusakan lingkungan wilayah pantai tersebut dilakukan melalui Program Pantai Lestari berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep45/MENLH/11/1996, yang meliputi: 1) Pantai Wisata Bersih. 2) Bandar Indah, yaitu program kerja pengendalian pencemaran atau kerusakan wilayah pelabuhan. 3) Taman Lestari, yaitu program kerja pengendalian pencemaran atau kerusakan terhadap terumbu karang dan mangrove. Dalam pelaksanaannya Program Pantai Lestari meliputi pelaksanaan: 1) Program fisik, yang dilaksanakan berdasarkan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) terhadap sembilan pantai wisata di Bali berupa kegiatan pengamanan pantai, pemasangan ramburambu rehabilitasi vegetasi, pembuatan pospos penyelamatan pantai, dan pengelolaan ekosistem pantai (terumbu karang). 2) Program pengendalian pencemaran terhadap sembilan pantai wisata di Bali meliputi: pengelolaan DAS, pengelolaan dan pengendalian pencemaran limbah, pemantauan kualitas lingkungan (air laut), dan pemantauan kualitas lingkungan (udara dan tanah). 3) Program pemberdayaan masyarakat terhadap sembilan pantai wisata di Bali meliputi kegiatan: penyuluhan, peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan, dan peran pengusaha dalam pengelolaan lingkungan. 4) Program pengkondisian untuk pantai wisata lainnya dimaksudkan karena tidak semua pantai wisata di Bali merupakan prioritas dalam program pantai lestari, sehingga diharapkan dengan adanya program pengkondisian tersebut maka di tahun mendatang pantai-pantai wisata tersebut sudah siap untuk ikut dalam program pantai lestari. SIMPULAN Sejalan dengan pesatnya perkembangan pembangunan di wilayah pantai menyebabkan semakin besarnya tekanan-tekanan yang dialami oleh wilayah tersebut. Penerapan kebijakan oleh lembaga terkait yang selama ini masih bersifat sektoral dapat menghambat upaya pengelolaan wilayah pantai secara terpadu, apabila tidak
22
Jurnal Analisis Pariwisata Vol. 15 No. 1, 2015
segera ditangani akan dapat mengakibatkan semakin parahnya kondisi wilayah pantai dari berbagai aktivitas yang ada di dalam. Adanya hambatan dan kelambatan dalam penanganan permasalahan-permasalahan lingkungan yang terjadi di wilayah pantai sebagai akibat belum dilakukannya upaya pengelolaan secara terpadu. Hal tersebut mampu dan menjadi perhatian dunia internasional yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan, karena seperti diketahui bersama bahwa masalah lingkungan sekarang ini telah menjadi isu global. Pada era otonomi daerah yang ditandai dengan semangat berotonomi, khususnya oleh pemerintah kabupaten/kota, untuk mencapai peningkatan pendapatan daerah (ekonomi daerah), muncul rencana-rencana pembangunan fasilitas pariwisata yang kurang mempertimbangkan aspek phisik lingkungan, sosial budaya, agama dan kemasyarakatan yang mungkin mempunyai dampak antar wilayah kabupaten atau bahkan sosial budaya mencakup wilayah Bali. Hal ini dapat terjadi antara lain diakibatkan keterbatasan visi dalam pembangunan kepariwisataan dan lemahnya sistem pengendalian dan pengawasan pembangunan di lapangan. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Pemerintahan Daerah, Bali mendapatkan tantangan yang semakin berat, yaitu Bali sebagai sebuah pulau kecil yang memiliki keterbatasan, terutama dari ketersediaan sumber daya lahan dan air, maka ada kecenderungan otonomi pada kabupaten/kota akan membuka peluang, bahwa pembangunan phisik semakin tidak terkendali. Masing-masing kabupaten/kota akan membuat perencanaan pembangunan sendiri-sendiri. Selain itu, setiap kabupaten/kota akan berlomba-lomba membangun hotel dan restoran untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya (PAD) terutama dari Pajak Hotel dan Restoran (PHR) yang akan diterima, tanpa memperhatikan dampak lingkungan, sosial budaya dan pembangunan Bali dalam jangka panjang. Prinsip pembangunan berwawasan lingkungan merupakan suatu sarana untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Untuk dapat menciptakan pembangunan berkelanjutan, pengelolaan sumber alam dalam segala usaha pendayagunaannya harus memperhatikan keseimbangan lingkungan dan kelestarian kemampuannya, sehingga dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat
ISSN : 1410 – 3729
setempat maupun pada generasi yang akan datang. Pembangunan pariwisata yang ramah dan peduli lingkungan serta berbasis kerakyatan (community based development) merupakan salah satu cara untuk melestarikan alam dan lingkungan serta mencapai pemerataan pembangunan pariwisata dan manfaatnya, sebagaimana dicita-citakan oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 dan Perda (Peraturan Daerah) Bali Nomor 3 Tahun 1991. DAFTAR PUSTAKA Ardika, I Wayan. 2003. Pariwisata Budaya Berkelanjutan (Refleksi dan Harapan di Tengah Perkembangan Global). Denpasar: Program Studi Magister (S2) Kajian Pariwisata Program Pascasarjana Universitas Udayana. Bali Post. 2004. Ajeg Bali Sebuah Cita-Cita. Denpasar: Bali Post. Biro Pusat Statistik (BPS). 2010. Bali Dalam Angka 2009. Biro Pusat Statistik Propinsi Bali. Diparda Bali (Dinas Pariwisata Daerah Bali). 2004. Data Pariwisata Kota Denpasar Tahun 2004. Denpasar: Dinas Pariwisata Kota Denpasar. Lindberg, Kreg dan Hawkins Donald E. 1995. Ekoturisme: Petunjuk Untuk Perencanaan dan Pengelolaan. North Benington, Vermont: The Ecotourism Society. Marpaung, Happy. 2002. Pengetahuan Kepariwisataan. Bandung: Alfabeta. Nurisyah, Siti. 2000. Rencana Pengembangan Fisik Kawasan Wisata Bahari di Wilayah Pesisir Indonesia. Buletin Taman dan Lanskap Indonesia. Perencanaan, Perancangan dan Pengelolaan. Volume 3, Nomor 2, 2000. Studio Arsitektur Pertamanan Fakultas Pertanian IPB Bogor. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1991. Pariwisata Budaya. Biro Hukum Setwilda Bali. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 1996. Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
23
Jurnal Analisis Pariwisata Vol. 15 No. 1, 2015
ISSN : 1410 – 3729
Daerah Tingkat I Bali. Biro Hukum Setwilda Tingkat I Bali.
Putra, Wyasa I. B. 2003. Hukum Lingkungan Internasional Perspektif Bisnis Internasional. Bandung: Refika Aditama. Tim Penyusun.1998. Pariwisata Untuk Bali (Konsep dan Implementasi Pariwisata Berwawasan Budaya. Biro Humas dan Protokol Setwilda Tingkat I Bali, Denpasar.
Pitana, I Gde. 1999. Pelangi Pariwisata Bali. Denpasar: Bali Post. Putra, Wyasa Ida Bagus, Putu Sudharma Sumadi, Ni Ketut Supasti Dharmawan, Nyoman Suyatna, dan I Made Arya Utama. 2001. Hukum Bisnis Pariwisata. Bandung: Refika Aditama.
24
PEDOMAN PENULISAN NASKAH Jurnal Analisis Pariwisata terbit sebagai media komunikasi dan informasi ilmiah kepariwisataan, yang memuat tentang hasil ringkasan penelitian, survei dan tulisan ilmiah populer kepariwisataan. Redaksi menerima sumbangan tulisan para ahli, staf pengajar perguruan tinggi, praktisi, mahasiswa yang peduli terhadap pengembangan pariwisata. Tulisan dalam bentuk soft copy dapat dikirimkan ke email :
[email protected]. Redaksi dapat menyingkat atau memperbaiki tulisan yang akan dimuat tanpa mengubah maksud dan isinya. Format penulisan naskah mengacu pada petunjuk penulisan naskah sebagai berikut : 1. Naskah dapat berupa hasil penelitian atau kajian pustaka yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya. 2. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris (abstrak dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris). Abstrak tidak lebih dari 250 kata dengan disertai 3-5 istilah kunci (keywords). Naskah dengan jumlah maksimal 15 halaman ketikan A4 spasi 1½, kecuali abstrak, tabel dan kepustakaan. 3. Naskah ditulis dengan batas 2,5 cm dari kiri dan 2 cm dari tepi kanan, bawah dan atas. 4. Judul singkat, jelas dan informatif serta ditulis dengan huruf besar. Judul yang terlalu panjang harus dipecah menjadi judul utama dan anak judul. 5. Nama penulis tanpa gelar akademik, alamat e-mail dan asal instansi penulis ditulis lengkap. 6. Naskah hasil penelitian terdiri atau judul, nama penulis, abstrak, pendahuluan, tinjauan pustaka dan metode, hasil dan pembahasan, simpulan dan saran serta kepustakaan. 7. Naskah kajian pustaka terdiri atas judul, nama penulis, abstrak, pendahuluan, masalah, pembahasan, simpulan dan saran serta kepustakaan. 8. Tabel, grafik, histogram, sketsa dan gambar harus diberi judul serta keterangan yang jelas. 9. Dalam mengutip pendapat orang lain, dipakai sistem nama penulis dan tahun. Contoh : Astina (1999); Suwena et al. (2001). 10. Kepustakaan memakai “harvard style” disusun menurut abjad nama penulis tanpa nomer urut. a. Untuk buku : nama pokok dan inisial pengarang, tahun terbit, judul, jilid, edisi, tempat terbit dan nama penerbit. Picard, Michael. 1996. Cultural Tourism and Touristic Culture. Singapore: Archipelago Press. b. Karangan dalam buku : nama pokok dari inisial pengarang, tahun terbit, judul karangan, inisial dan nama editor : judul buku, hal permulaan dan akhir karangan, tempat terbitan dan nama penerbit. McKean, Philip Frick. 1978. “Towards as Theoretical analysis of Tourism: Economic Dualism and Cultural Involution in Bali”. Dalam Valena L. Smith (ed). Host and Guests: The Antropology of Tourism. Philadelphia : University of Pensylvania Press. c. Untuk artikel dalam jurnal: nama pokok dan inisial pengarang, tahun, judul karangan, singkatan nama majalah, jilid (nomor), halaman permulaan dan akhir. Pitana, I Gde. 1998. “Global Proces and Struggle for Identity: A Note on Cultural Tourism in Bali, Indonesia” Journal of Island Studies, vol. I, no. 1, pp. 117-126. d. Untuk Artikel dalam format elektronik : Nama pokok dan inisial, tahun, judul, waktu, alamat situs. Hudson, P. (1998, September 16 - last update), "PM, Costello liars: former bank chief", (The Age), Available: http://www.theage.com.au/daily/980916/news/news2.html (Accessed: 1998, September 16). 11. Dalam tata nama (nomenklatur) dan tata istilah, penulis harus mengikuti cara penulisan yang baku untuk masing-masing bidang ilmu. 12. Dalam hal diperlukan ucapan terima kasih, supaya ditulis di bagian akhir naskah dengan menyebutkan secara lengkap : nama, gelar dan penerima ucapan.