VOL.2 NO.1 JANUARI 2015
ISSN 2355-195X
Pengaruh Varietas Dan Ketebalan Mulsa Jerami Padi Pada Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Tomat ( Lycopersicum Esculentum Mill ) .................................................. 1 Agus Hendra Kusuma & Mimik Umi Zuhroh Pengaruh Lama Penyimpanan Benih Dan Zat Pengatur Tumbuh ( ZPT ) Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Bawang Merah ( Allium Cepa L. ) ....................... 11 Tumini Efektivitas Penggunaan Beberapa Macam Pupuk Kandang Dan Pemangkasan Cabang Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Tomat ( Lycopersicum Esculentum Mill ) ............. 21 Rr. Setyani Hidayati Efektifitas Berbagai Pengolahan Tanah Dan Penyiangan Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Kacang Hijau ( Vigna Radiata L. ) di Lahan Kering Muneng ...................................... 37 Ghalih Aji Widyantoro & Tumini Pengaruh Model Jarak Tanam Pada Beberapa Varietas Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Kacang Hijau ( Vigna Radiata L. ) ........................................................................... 49 Mimik Umi Zuhroh Pengaruh Umur Dan Dosis Pupuk Kandang Limosin Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Kacang Panjang ( Vigna Sinensis L. ) ....................................................... 59 Agus Edi Setiyono
AGROTECHBIZ Jurnal Ilmiah Pertanian
Vol.2 No.1
Hal. 1-72
ISSN 2355-195X
PROBOLINGGO JANUARI 2015
PENERBIT: FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PANCA MARGA
AGROTECHBIZ JURNAL ILMIAH PERTANIAN VOL. 2 NO. 1 JANUARI 2015
ISSN 2355-195X
Agrotechbiz merupakan jurnal ilmiah pertanian khususnya di bidang Agroteknologi dan Agribisnis yang diterbitkan oleh Fakultas Pertanian. Agrotechbiz diterbitkan berkala setiap enam bulan, yaitu bulan Januari dan Juli. Agrotechbiz memuat artikel ilmiah hasil penelitian dan/atau kajian analitis-kritis yang berisikan pokok bahasan, baik yang terkait dengan aspek pengembangan, kerangka teoritis, implementasi, maupun kemungkinan pengembangan pertanian dalam cakupan Ilmu Tanaman secara keseluruhan. Sebagai media nasional, Agrotechbiz diharapkan mampu mengakomodir kebutuhan akan sebuah media untuk menyebarluaskan informasi dan perkembangan terbaru bagi para peneliti dan praktisi Ilmu Tanaman di Indonesia.
iii
AGROTECHBIZ JURNAL ILMIAH PERTANIAN VOL. 2 NO. 1 JANUARI 2015
ISSN 2355-195X
DEWAN REDAKSI Penanggung Jawab: Ir. Mochamad Su’ud, M.P. Pemimpin Redaksi: Ir. Agus Edi Setiyono, M.P. Sekretaris Redaksi: Ida Sugeng Suyani, S.P., M.P. Penyunting Ahli: Sulis Dyah Candra, S.P., M.P. Ir. Tumini, M.M. Ir. H. A. Suyadi Hidayat, M.M. Penyunting Pelaksana: Retno Sulistyowati, S.P., M.P. Ir. Anton Prihantono Ir. Mimik Umi Zuhroh, M.M., M.P. Distribusi: Ida Sugeng Suyani, S.P., M.P.
Alamat Redaksi: Fakultas Pertanian Universitas Panca Marga Jl. Yos Sudarso 107, Pabean, Dringu, Probolinggo 67271 Telp. (+62) 335 422715, 427923, e-mail:
[email protected]
iv
AGROTECHBIZ JURNAL ILMIAH PERTANIAN VOL. 2 NO. 1 JANUARI 2015
ISSN 2355-195X
DAFTAR ISI Pengaruh Varietas Dan Ketebalan Mulsa Jerami Padi Pada Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Tomat ( Lycopersicum Esculentum Mill ) .................................................. 1 Agus Hendra Kusuma & Mimik Umi Zuhroh
Pengaruh Lama Penyimpanan Benih Dan Zat Pengatur Tumbuh ( ZPT ) Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Bawang Merah ( Allium Cepa L. ) ....................... 11 Tumini
Efektivitas Penggunaan Beberapa Macam Pupuk Kandang Dan Pemangkasan Cabang Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Tomat ( Lycopersicum Esculentum Mill ) ............. 21 Rr. Setyani Hidayati
Efektifitas Berbagai Pengolahan Tanah Dan Penyiangan Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Kacang Hijau ( Vigna Radiata L. ) di Lahan Kering Muneng ...................................... 37 Ghalih Aji Widyantoro & Tumini
Pengaruh Model Jarak Tanam Pada Beberapa Varietas Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Kacang Hijau ( Vigna Radiata L. ) ........................................................................... 49 Mimik Umi Zuhroh
Pengaruh Umur Dan Dosis Pupuk Kandang Limosin Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Kacang Panjang ( Vigna Sinensis L. ) ....................................................... 59 Agus Edi Setiyono
v
AGROTECHBIZ JURNAL ILMIAH PERTANIAN VOL. 2 NO. 1 JANUARI 2015
ISSN 2355-195X Persyaratan Penulisan Artikel/Naskah
1. Artikel harus belum pernah diterbitkan pada media lain. 2. Artikel ditulis dengan bahasa Inggris/Indonesia, spesifikasi sebagai berikut: a. ukuran kertas : A4 atau letter b. ketikan : sesuai format (template) yang diberikan redaksi c. jumlah halaman : 5 - 15 halaman d. software : Microsoft Words atau Word Processor lainnya. e. Setiap artikel disertai dengan abstrak (150-200 kata) dan kata-kata kunci. 3. Artikel (hasil penelitian) memuat: a. Judul b. Nama penulis, alamat e-mail dan afiliasi institusi c. Abstrak dalam bahasa Indonesia dan/atau bahasa Inggris, serta kata-kata kunci d. Pendahuluan (tanpa subjudul) Berisi uraian tentang latar belakang, tinjauan pustaka/teori, masalah, tujuan penelitian e. Metodologi Berisi uraian tentang teknik penarikan sampel, teknik pengumpulan dan analisis data, serta aspek lain yang relevan. f. Hasil dan Pembahasan (dengan atau tanpa subjudul) Berisi uraian tentang temuan penelitian dan pembahasannya. g. Penutup (dengan subjudul) Berisi uraian tentang kesimpulan penelitian dan rekomendasi/implikasi. h. Referensi Hanya berisi daftar pustaka yang benar-benar dirujuk dalam artikel. 4. Atau Artikel (kajian analisis-kritis) memuat: a. Judul b. Nama Penulis, alamat email dan afiliasi institusi c. Abstrak dalam bahasa Indonesia dan/atau bahasa Inggris, serta serta kata-kata kunci d. Pendahuluan (tanpa subjudul, memuat latar belakang masalah dan tinjauan pustaka, dan masalah/tujuan kajian) e. Hasil dan Pembahasan kajian analisis-kritis f. Simpulan dan Saran g. Daftar Rujukan (berisi pustaka yang dirujuk dalam uraian saja) 5. Penulisan Daftar Rujukan a. Buku: nama belakang, nama depan (inisial). (tahun). Judul. Tempat penerbitan: Penerbit. b. Periodicals: nama belakang, nama depan (inisial). (tahun). Judul Naskah. Nama Periodicals, vol (nomor), nomor halaman. c. Laman/internet: nama belakang, nama depan (inisial). Judul artikel. http://................ (diakses tgl. …..) d. Catatan kaki diletakan di belakang naskah, kecuali catatan kaki yang memberikan elaborasi dapat diletakan pada halaman yang bersangkutan 6. Kirimkan 2 copy manuskrip artikel, dan 1 (CD) softcopy artikel ke: Redaksi AGROTECHBIZ Jurnal Ilmiah Pertanian Jl. Yos Sudarso 107, Pabean, Dringu, Probolinggo 67271 vi
ISSN 2355-195X
PENGARUH VARIETAS DAN KETEBALAN MULSA JERAMI PADI PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT ( LYCOPERSICUM ESCULENTUM MILL ) Agus Hendra Kusuma 1, Mimik Umi Zuhro 2 1
Mahasiswa, 2 Staf Pengajar, Fakultas Pertanian Universitas Panca Marga
[email protected] 2 (diterima: 11.12.2014, direvisi: 19.12.2014)
Abstrak Pemilihan varietas dan penggunaan mulsa merupakan bagian dari cara bercocok tanam yang perlu mendapat perhatian. Mulsa adalah bahan yang dipakai pada permukaan tanah dan berfungsi untuk menghindari kehilangan air melalui penguapan dan menekan pertumbuhan gulma. Pemberian mulsa antara lain berpengaruh terhadap kondisi tanah dan iklim mikro. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai mulsa adalah jerami padi. Penggunaan mulsa jerami padi pada lahan yang ditanami tanaman tomat diharapkan dapat menjaga kelembaban, suhu, menekan pertumbuhan gulma dan memperbaiki stabilitas agregat tanah sehingga pertumbuhan dan hasil tanaman tomat dapat maksimal. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan 2 (dua) faktor dan diulang 3 (tiga) kali. Faktor pertama adalah macam varietas (V) yang terdiri dari 3 level, sedangkan faktor kedua ketebalan mulsa jerami (M) yang terdiri dari 4 level. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1) Penggunaan Varietas yang berbeda berpengaruh nyata pada tinggi tanaman umur 7, 14 dan 21 hst, bobot per buah, bobot buah per plot dan masa panen 52, 55 dan 61 hst. Pertumbuhan tanaman paling baik ditunjukkan pada Varietas Santika di ketebalan mulsa 9 cm pada seluruh pengamatan pertumbuhan tanaman tomat; 2) Perlakuan ketebalan mulsa jerami padi berpengaruh sangat nyata pada pada tinggi tanaman umur 7 dan 14 hst, bobot per buah, bobot buah per plot, jumlah tandan buah dan masa panen 52, 55, 58, 61, 64 dan 67 hst; 3) Terjadi interaksi antara perlakuan varietas dan ketebalan mulsa jerami padi pada, bobot per buah dan bobot buah per plot. Kata Kunci: Varietas, Ketebalan, Mulsa,Pertumbuhan, Hasil.
buah, tidak hanya untuk pasar dalam negeri akan tetapi juga untuk pasar ekspor. Peningkatan produksi tomat menjelaskan bahwa peluang bisnis buah tomat ini masih terbuka lebar karena suplai dari tahun ketahun belum tercukupi. Kendala yang sering dihadapi dalam memenuhi peluang pasar swalayan dan ekspor terletak pada ketidak sesuaian antara kualitas yang dibutuhkan pasar dengan kualitas produk yang dihasilkan. Kesenjangan kualitas ini yang sering menjadi faktor pembatas bagi produsen tomat. Buah tomat yang berkualitas baik memiliki bentuk, warna, tekstur yang baik dan masa simpan yang lama. Mengingat pentingnya standar kualitas tersebut, maka pengetahuan budidaya untuk meningkatkan kualitas produk tomat penting untuk diketahui. Pemilihan varietas dan penggunaan mulsa merupakan bagian dari cara bercocok tanam yang perlu mendapat
PENDAHULUAN Tomat (Lycopersicon exculentum Mill) termasuk jenis sayuran yang sangat popular dikalangan masyarakat. Ciri khas tomat adalah rasa buahnya manis asam yang berbeda dengan buah-buahan lain serta dapat menambah kesegaran tubuh. Tomat sangat bermanfaat bagi tubuh karena mengandung zat-zat yang diperlukan untuk kesehatan tubuh. Komposisi zat gizi buah tomat adalah 1 g protein; 4.2 karbohidrat; 0.3 lemak; 5 mg kalsium; 27 mg fosfor 0.5 mg zatbesi; 1500 SI vitamin A; 60 mg vitamin B; 40 mg vitamin C; bagian yang dapat dimakan 95% (Wiryanta, 2002) Kebutuhan pasar akan buah tomat terus meningkat, hal ini tidak lepas dari peranan tomat sebagai salah satu komoditas hortikltura yang sangat penting, yaitu terutama sebagai tanaman sayur. Bahkan, saat ini tomat tidak sekadar untuk sayuran tetapi sudah menjadi komoditas
1
Pengaruh Varietas & Ketebalan Mulsa Jerami Padi …
Kusuma, A.H., Umi Zuhro, M. berbentuk bulat memanjang sekitar 7-10 cm dan ketebal 0.3-0.5 cm Bunga tanaman tomat berwarna kuning dan tersusun dalam dompolan dengan jumlah 5-10 bunga perdompolan atau tergantung varietasnya. Kuntum bunganya terdiri dari lima helai daun kelopak dan lima helai mahkota. Pada serbuk sari bunga terdapat kantong yang letaknya menjadi satu dan membentuk bumbung yang mengelilingi tangkai kepala putik. Bunga tomat dapat melakukan penyerbukan sendiri karena tipe bunganya berumah satu. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan terjadi penyerbukan silangan. Buah tomat berbentuk bulat, bulat lonjong, bulat pipih, atau oval. Buah yang masih muda berwarna hijau muda sampai hijau tua. Sementara itu, buah yang sudah tua berwarna merah cerah atau gelap, merah kekuningkuninngan, atau merah kehitaman. Selain warna-warna di atas ada juga tomat yang berwarna kuning. Biji tomat berbentuk pipih, berbulu dan diselimuti daging buah .warna bijinya ada yang putih, putih kekuning-kuningan, ada juga yang kecoklatan. Biji inilah yang umumnya dipergunakan untuk perbanyakan tanaman.
perhatian. Mulsa adalah bahan yang dipakai pada permukaan tanah dan berfungsi untuk menghindari kehilangan air melalui penguapan dan menekan pertumbuhan gulma. Pemberian mulsa antara lain berpengaruh terhadap kondisi tanah dan iklim mikro. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai mulsa adalah jerami (Adisarwanto dan Wudianto, 1999 dalam Mayun, 2007). Fungsi mulsa jerami adalah untuk menekan pertumbuhan gulma, mempertahankan agregat tanah dari hantaman air hujan, memperkecil erosi permukaan tanah, mencegah penguapan air, dan melindungi tanah dari terpaan sinar matahari. Juga dapat membantu memperbaiki sifat fisik tanah terutama struktur tanah sehingga memperbaiki stabilitas agregat tanah (Thomas et al., 1993 dalam Mayun, 2007). Penggunaan mulsa jerami padi pada lahan yang ditanami tanaman tomat diharapkan dapat menjaga kelembaban, suhu, menekan pertumbuhan gulma dan memperbaiki stabilitas agregat tanah sehingga pertumbuhan dan hasil tanaman tomat dapat maksimal.
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat Taksonomi tomat dalam sistematika tumbuhan menurut Wiryanta (2002) adalah sebagai berikut: • Kingdom : Plantae (Tumbuh-tumbuhan). • Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji). • Subdidvisi : Angiospermae (Berbiji Tertutup). • Kelas : Dicotylodenae (Biji berkeping satu). • Ordo : Tubiflorae • Famili : Solanaceae • Genus : Lycopersicum • Spesies : Lycopersicum esculentum Mill./Syn; Licopersicon licopersicumMill
Syarat Tumbuh Tomat Untuk tumbuh dan berkembang, tanaman tomat memerlukan persyaratan tumbuh tertentu, antara lain: 1. Keadaan Tanah Tanah yang gembur dan kaya unsur hara sangat disukai tanaman tomat untuk pertumbuhan yang optimal. Tidak seperti komoditi sayur lainnya yang menyukai tanah ber-pH netral, tomat menyukai tanah yang tergolong asam dengan pH 5-6. 2. Keadaan Iklim Tomat adalah sayur yang toleran terhadap ketinggian tempat. Dataran tinggi, medium, ataupun rendah dapat menjadi tempat hidupnya. Budidaya tomat dapat dilakukan dari ketinggian 0 ‐ 1.250 m dpl, dan tumbuh optimal di dataran tinggi >750 mdpl, sesuai dengan jenis/varietas yang diusahakan dengan suhu siang hari 24°C dan malam hari antara 15°C‐20°C. Pada temperature tinggi (diatas 32°C) warna buah tomat cenderung kuning, sedangkan pada temperatur yang tidak tetap (tidak stabil) warna buah tidak merata. Temperatur ideal antara 24 °C ‐ 28°C. Curah hujan antara 750‐125 mm/tahun, dengan irigasi yang baik.
Morfologi Tomat Wiryanta (2002) mengemukakan bahwa, morfologi tomat terdiri dari akar, batang, daun, bunga, buah dan biji. Akar tanaman tomat berbentuk serabut menebar kesegala arah. Kemampuan menembus lapisan tanah sangat terbatas yakni pada kedalaman 30-70 cm. Tomat sewaktu masih muda memiliki batang yang berbentuk bulat dan teksturnya 1lunak, tapi setelah tua batangnya berubah menjadi bersudut dan bertekstur keras berkayu. Ciri khas batang tomat adalah tumbuhnya bulu-bulu halus di seluruh permukaannya Tomat memiliki daun yang berwarna hijau dan berbulu, mempunyai panjang sekitar 20-30 cm dan lebar sekitar 15-20 cm. Daun tomat ini tumbuh di dekat ujung dahan atau cabang. Sementara itu tangkai daunnya
Mulsa Salah satu teknik konservasi tanah yang mudah diterapkan adalah penggunaan sisa tanaman sebagai mulsa, karena mulsa dapat diperoleh dari sisa-sisa hasil tanaman pertanian seperti sisa pemanenan tanaman padi atau jagung. 2
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X Kalau mulsa organik diberikan setelah tanaman /bibit ditanam, maka mulsa anorganik dipasang sebelum tanaman/bibit ditanam. Kemudian mulsa dilubangi sesuai dengan jarak tanam. Hanya saja mulsa ini sekarang harganya mahal, terutama mulsa plastik hitam perak. fungsi mulsa plastik ini dapat memantulkan sinar matahari secara tidak langsung untuk menghalau hama tungau, thrips dan aphid, selain itu mulsa plastik digunakan dengan tujuan menaikkan suhu dan menurunkan kelembapan di sekitar tanaman-ini dapat menghambat munculnya penyakit yang disebabkan oleh bakteri (Wikipedia, 2011).
Mulsa secara langsung melindungi permukaan tanah dari pukulan butir hujan, sehingga mengurangi energi pukulan hujan, volume, kecepatan aliran permukaan, meningkatkan aktivitas fauna tanah, dan meningkatkan pembentukan agregat tanah. Keunggulan lain dari mulsa antara lain dapat mempertahankan atau memperbaiki sifat fisik tanah, memperkecil proses dispersi, meningkatkan stabilitas agregat tanah, dan memperbaiki struktur tanah dan pada gilirannya dapat mempercepat laju infiltrasi. Mulsa adalah setiap bahan yang dipakai untuk menutupi permukaan tanah yang dapat berfungsi untuk menghindari kehilangan air melalui penguapan dan dapat menekan pertumbuhan gulma. Bahkan seperti jerami, serbuk gergaji, pupuk kandang, dedaunan dan bahan tanaman lain yang dapat dianggap sebagai mulsa. Penggunaan mulsa dari bahan tanaman dapat berguna sebagai pupuk bila telah terurai dengan tanah, setelah mengalami proses dekomposisi, hal ini tergantung dari bahan tanaman yang digunakan. Mulsa adalah material penutup tanaman budidaya yang dimaksudkan untuk menjaga kelembaban tanah, mengurangi fluktuasi suhu tanah, menekan pertumbuhan gulma yang dapat mengganggu tanaman budidaya, dan untuk mencegah buah agar tidak langsung menyentuh tanah karena apabila menyentuh tanah buah akan busuk sehingga produksi menurun. Serta menekan pertumbuhan gulma dan penyakit sehingga membuat tanaman tersebut tumbuh dengan baik (Wikipedia, 2011). Berdasarkan asal bahan mulsa dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu mulsa alami dan mulsa buatan, sedangkan bahan mulsa meliputi semua bahan yang tidak hidup serta dapat digunakan untuk mempertahankan kelestarian tanah dengan cara menghamparkan pada permukaan tanah. Mulsa organik berasal dari bahan-bahan alami yang mudah terurai seperti sisa-sisa tanaman seperti jerami dan alang-alang. Mulsa ini memiliki beberapa keunggulan yakni dapat diperoleh bebas/gratis, memiliki efek menurunkan suhu tanah, mengonservasi tanah dengan mengurangi erosi, dapat menghambat pertumbuhan tanaman pengganggu, dan dapat menambah bahan organik tanah dalam rentan waktu tertentu (Anggi, 2010). Selain jerami dan alang-alang dapat digunakan cacahan batang dan daun jagung atau rumput-rumputan lainnya. Besar kecilnya pengaruh yang ditimbulkan akibat pemulsaan tersebut akan bergantung pada dosis mulsa yang digunakan, sehingga diperlukannya dosis mulsa yang tepat. Mulsa anorganik terbuat dari bahan-bahan sintetis yang sukar/tidak dapat terurai. Contoh mulsa anorganik adalah mulsa plastik, mulsa plastik hitam perak atau karung.
Varietas Sebelum melaksanakan budidaya tomat perlu ditentukan varietas yang akan ditanam. Pemilihan varietas yang sesuai akan memberikan kontribusi yang menguntungkan disamping pengelolaan budidaya yang tepat, karena setiap varietas menunjukan perbedaan yang khas baik dalam hal ukuran, bentuk serta warna buah (Ashari, 1995). Anonym (2009) menyatakan bahwa ada 2 (dua) penggolongan varietas yaitu varietas tidak resmi dan varietas resmi. Varietas resmi digolongkan atas dasar bentuk, tandan, ketebalan daging, dan kadar airnya. Varietas tidak resmi digolongkan dengan pembagian yaitu tomat ceri, tomat biasa, tomat kentang, tomat apel dan tomat keriting. Sedangkan tomat resmi terdapat 2 istilah yakni determinite dan indeterminite. Varietas determinite mempunyai pertumbuhan yang terhenti setelah memasuki pembungaan. Untuk varietas indeterminite tidak mengalami pertumbuhan yang terhenti sehingga pertumbuhannya lebih tinggi. Penggolongan varietas resmi yang telah banyak ditanam petani adalah Intan, Ratna, Berlian, Mutiara, Money Maker, Precious F1 Hybrid, Farmers 209 F1 Hyybrid Sugar. Hipotesis Hipotesis yang dapat diajukan sehubungan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Diduga penggunaan varietas tertentu dapat meningkatkan hasil tanaman tomat. 2. Diduga penggunaan mulsa jerami padi dengan ketebalan tertentu dapat meningkatkan hasil tanaman tomat. 3. Diduga terjadi interaksi antara penggunaan varietas dengan ketebalan mulsa jerami padi terhadap hasil tanaman tomat. METODOLOGI Tempat Penelitian Percobaan dilakukan di Desa Sumber Wetan Kecamatan Kademangan diatas lahan sawah, yang 3
Pengaruh Varietas & Ketebalan Mulsa Jerami Padi …
Kusuma, A.H., Umi Zuhro, M.
terletak pada ketinggian ± 15 meter di atas permukaan laut.
Persemaian Pembuatan persemaian digunakan plastik kecil, yang diisi dengan media yang terdiri dari campuran tanah, pupuk kandang, dan pasir dengan perbandingan 1 : 1 : 1. Sebelum disebar benih direndam dengan air hangat ± 50ºC selama 30 menit, dengan tujuan untuk mensterilkan benih dari hama dan penyakit yang mungkin menempel pada benih. Setelah biji ditaburkan meratapada media lalu ditutup dengan selapis tipis tanah halus dan selanjutnya disiram dengan cara disemprot hingga tanah cukup basah. Pemeliharaan persemaian meliputi penyiraman yang dilakukan setiap sore hari. Ketika biji-biji tomat mulai tumbuh perlu dibuatkan atap pelindung menghadap ke timur dengan posisi atap miring ke barat. Tujuannya untuk menjaga dari terik matahari di siang hari dan untuk mendapatkan sinar pagi sebanyak-banyaknya.
Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 (tiga) varietas tomat yaitu Timothy, Permata dan Santika, jerami padi, pupuk urea, Kcl,TSP. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah plastik, tali rafia, alat olah tanah, ajir atau tonggak bambu, Sprayer, pisau, meteran, timbangan, alat tulis, penggaris dan papan nama. Metode Penelitian Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan 2 (dua) faktor dan diulang 3 (tiga) kali. Faktor pertama adalah macam varietas (V) yang terdiri dari 3 level yaitu: V1 = Varietas Timothy V2 = Varietas Permata V3 = Varietas Santika Sedangkan faktor kedua ketebalan mulsa jerami (M) yang terdiri dari 4 level, yaitu: M0 = Tanpa mulsa M1 = Mulsa dengan ketebalan 3 cm M2 = Mulsa dengan ketebalan 6 cm M3 = Mulsa dengan ketebalan 9 cm Sehingga terdapat 12 kombinasi perlakuan sebagai berikut:
M0
M1
M2
M3
V1
V1M0
V1M1
V1M2
V1M3
V2
V2M0
V2M1
V2M2
V2M3
V3
V3M0
V3M1
V3M2
V3M3
Penyiapan Lahan Penyiapan lahan yaitu berupa pengolahan tanah yang dilakukan dengan cara mencangkul sedalam kuranglebih 30-40 cm, lalu tanah diratakan dengan maksud agar tanah dapat tercampur secara merata dan diistirahatkan selama seminggu. Kemudian setelah itu dibuat bedengan dengan lebar 100 cm dan panjangnya 300 cm. Jarak antar bedengan 30 cm dan tinggi bedengan 30 cm. Pada bedengan kemudian dibuat lubang tanam dengan kedalam kira-kira 20 cm dengan jarak tanam 50 x 60 cm. Penanaman Penanaman dilakukan ketika tanaman berumur sekitar tiga minggu. Bibit yang akan ditanam dibuang plastiknya dengan cara merobek plastik, hati-hati dijaga agar tanahnya tidak pecah lalu dimasukkan kedalam lubang tanam dengan posisi tegak dan lubang ditutup dengan tanah disekitarnya serta agak ditekan.
Model matematis yang dipergunakan dari rancangan Split Plot adalah sebagai berikut: ϒijk = μ + αi + βj + (αβ) ij + ρk + εijk
Pemasangan Mulsa Mulsa jerami kering diberikan pada saat setelah tanam. Mulsa jerami ini dihamparkan diatas petakanpetakan yang telah ditanami benih tomat sesuai dengan perlakuan. Apabila terjadi pengurangan ketebalan mulsa pada waktu tertentu maka dilakukan penambahan mulsa, sehingga ketebalan mulsa akan stabil sesuai dengan perlakuan (Dwiyanti, 2005).
ϒijk
= Hasil pengamatan utk faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j pada kelompok ke-k µ = Nilai tengah umum αi = Pengaruh faktor A pada taraf ke-i βj = Pengaruh faktor B pada taraf ke-j (αβ) ij = Pengaruh interaksi AB pada taraf ke-i (dari faktor A), dan taraf ke-j (dari faktor B ) ρk = Pengaruh taraf ke-k dari faktor kelompok εijk = Pengaruh acak (galat percobaan) pada taraf kei (faktor A), taraf ke-j (faktor B), interaksi AB yang ke-i dan ke-j Untuk memperoleh nilai ragam masing-masing sifat yang diamati, analisis dilakukan dengan menghitung sidik ragam secara terpisah. Nilai tengah pengaruh perlakuan diuji lebih lanjut dengan uji Duncan.
Penyiraman Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari dengan memakai embrat atau gembor secara hati-hati atau sesuai dengan kebutuhan, diperkirakan air tidak tergenang. Penyiraman dengan embrat dimaksudkan untuk menjaga agar tidak terjadi pemadatan tanah disekitar tanaman.
4
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X Pertama, setengah dosis pada watu tanam. Kedua, setengah dosis saat tanaman mulai berbunga, yaitu pada umur 20-25 hst. Sedangkan TSP diberikan sekaligus pada saat tanam (Nazarrudin,2000).
Penyulaman Penyulaman dimaksudkan untuk mengganti tanaman yang mati, layu, rusak atau kurang baik pertumbuhannya. Penyulaman dilakukan seminggu setelah penanaman atau sebelumnya manakala ada tanaman yang belum seminggu sudah layu, mati atau rusak. Bibit untuk menyulam dipilih bibit yang baik dan sehat. Sebelum diadakan penyulaman lubang tanam dibersihkan dari sisa tanaman terdahulu, tujuannya untuk menghindari dari kemungkinan munculnya serangan hama atau penyakit.
Pemanenan Buah dipanen pada tingkat kemasakan “Ripe”, pada saat ini seluruh permukaan buah telah berwarna orange. Parameter Pengamatan Parameter yang diamati dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Tinggi tanaman pada umur 7, 14, dan 21 hst. 2. Jumlah daun pada umur 7,14, dan 21 hst. 3. Jumlah Tandan Buah 4. Bobot per buah (gram) 5. Berat buah per plot (kg) 6. Berat buah saat panen (hst)
Pemberian Ajir Pemberian ajir dilakukan pada saat tanaman berumur tiga minggu dari tanam, dengan menggunakan bambu yang dibelah selebar lebih kurang 3 cm dan panjang 2 m. Ajir ditancapkan disamping tanaman dan diikatkan pada tanaman dengan menggunakan tali rafia. Pemberian ajir dimaksudkan untuk menopang tanaman buah dan bagian tanaman yang lain, serta mendukung tegaknya batang.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman Pengukuran tinggi tanaman tomat dilakukan pada umur 7, 14 dan 21 hari setelah tanam (HST). Berdasarkan hasil ANOVA, diketahui bahwa tidak terjadi interaksi antara perlakuan varietas dan perlakuan perbedaan tinggi mulsa jerami terhadap tinggi tanaman (Tabel 1).
Pemupukan Sebelum plot penanaman ditanami semua lubang tanam diberi pupuk kandang dengan dosis lebih kurang satu kilogram per lubang seminggu sebelum tanam. Untuk pupuk buatan yang diberikan adalah Urea 250 Kg, TSP 300 Kg, Kcl 200 Kg per hektar. Urea dan Kcl diberikan 2 kali.
Tabel 1 Anova perlakuan terhadap tinggi tanaman pada 7, 14 dan 21 HST
Keterangan: * : Berbeda Nyata; ** : Berbeda Sangat Nyata; ns : Berbeda Tidak Nyata Tabel 2 Pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman pada 7, 14 dan 21 HST
Keterangan: Angka yang bernotasi sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Duncan pada taraf 5% 5
Pengaruh Varietas & Ketebalan Mulsa Jerami Padi …
Kusuma, A.H., Umi Zuhro, M. Bila dilihat berdasarkan rerata jumlah tanaman dapat diketahui bahwa varietas timothy pada kedalaman mulsa 9 cm memiliki jumlah daun yang relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa untuk keseluruhan varietas tomat, kedalaman mulsa 9 cm memiliki jumlah daun yang relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan kedalaman mulsa jerami yang lain.
Analisis lanjutan menunjukkan perlakuan varietas Santika pada ketebalan mulsa 9 cm memiliki tinggi tanaman terbaik bila dibandingkan perlakuan lainnya (Tabel 2). Berdasarkan rerata tinggi tanaman dari masingmasing perlakuan, varietas Timothy memiliki tinggi tanaman yang relatif unggul bila dibandingkan dengan varietas lainnya pada seluruh perbedaan tinggi mulsa. Namun sampai akhir pengamatan tinggi tanaman (21 HST) terdapat perbedaan antara varietas Timothy dengan Santika, yaitu masing-masing memiliki tinggi 35-85 cm dan 35-79 cm. Berdasarkan rerata tinggi tanaman dari masing-masing perlakuan, varietas Timothy memiliki tinggi tanaman yang relatif unggul bila dibandingkan dengan varietas lainnya pada seluruh perbedaan tinggi mulsa. Namun sampai akhir pengamatan tinggi tanaman (21 HST) terdapat perbedaan antara varietas Timothy dengan Santika, yaitu masing-masing memiliki tinggi 35.85 cm dan 35.79 cm.
Jumlah Tandan Buah Jumlah tandan buah dipengaruhi oleh varietas dan ketebalan mulsa. Varietas Santika memiliki jumlah tandan buah paling banyak bila dibandingkan dengan dua varitas yang lain, 63.5 buah (Tabel 6). Hal ini dikarenakan daya adaptasi dari masing-masing varietas berbeda (Fauziati,dkk.2005). Ketebalan mulsa juga berpengaruh terhadap jumlah tandan yang nantinya akan menjadi bakal buah. Perlakuan ketebalan mulsa jerami padi dan varietas menunjukkan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatif sampai dengan pertumbuhan tandan buah. Bila dilihat dari rerata jumlah tandan buah, perlakuan varietas Santika dengan ketebalan mulsa 9 cm memiliki jumlah tandan buah yang relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan kombinasi perlakuan yang lain (Tabel 6).
Jumlah Daun Tanaman Pengukuran jumlah daun tanaman merupakan pengukuran vegetatif yang diukur pada 7, 14 dan 21 hari setelah tanam (HST). Berdasarkan analisis statistik, perlakuan varietas tidak berpengaruh terhadap jumlah daun (tabel 3), namun pada perlakuan ketebalan mulsa jerami padi berpengaruh nyata pada jumlah daun (Tabel 3). Tabel 3 Anova perlakuan terhadap jumlah daun pada 7, 14 dan 21 HST
Keterangan: * : Berbeda Nyata; ** : Berbeda Sangat Nyata; ns : Berbeda Tidak Nyata Tabel 4 Pengaruh perlakuan terhadap jumlah daun pada 7, 14 dan 21 HST
Keterangan: Angka yang bernotasi sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Duncan pada taraf 5% 6
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X
Tabel 5 Anova perlakuan terhadap jumlah tandan buah
Tabel 7 Anova perlakuan terhadap bobot per buah
Keterangan: * : Berbeda Nyata; ** : Berbeda Sangat Nyata; ns : Berbeda Tidak Nyata
Keterangan: * : Berbeda Nyata; ** : Berbeda Sangat Nyata; ns : Berbeda Tidak Nyata
Tabel 8 Pengaruh perlakuan terhadap bobot per buah
Tabel 6 Pengaruh perlakuan terhadap jumlah tandan buah
Keterangan: Angka yang bernotasi sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Duncan pada taraf 5% Bobot per Buah Bobot per buah dipengaruhi oleh varietas tanaman dan ketebalan mulsa jerami padi Berat per buah tomat umumnya bersifat genetis (Ibarbia dan Lambeth 1971). Varietas Permata dengan ketebalan jerami padi memiliki bobot per buah yang paling tinggi 33.63 g, berbeda sedikit dengan berat buah pada varietas Santika yaitu 33.53 g (Tabel 8). Bila dilihat dari perlakuan ketebalan mulsa, ketebalan mulsa 9 cm memiliki bobot buah tertinggi (33.63 g) bila dibandingkan pelakuan lainnya. Hal ini dikarenakan mulsa yang digunakan adalah mulsa residu organik yang berasal dari pangkasan jerami. Pangkasan jerami masih memiliki sisa-sisa nutrisi yang bisa menghasilkan unsur hara dan bisa digunakan oleh tanaman tomat sebagai nutrisi tambahan, sehingga bisa menghasikan buah yang memiliki bobot yang lebih berat bila dibandingkan dengan perlakuan ketebalan mulsa yang lain. Mulsa organik dari pengkasan jerami juga menjaga kelembapan tanah sebagai media tanam, sehingga bisa meminimalisir adanya evaporasi air tanah.
Keterangan: Angka yang bernotasi sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Duncan pada taraf 5% Tabel 9 Annova perlakuan terhadap bobot buah per plot pada 7, 14 dan 21 HST
Keterangan: * : Berbeda Nyata; ** : Berbeda Sangat Nyata; ns : Berbeda Tidak Nyata
7
Pengaruh Varietas & Ketebalan Mulsa Jerami Padi …
Kusuma, A.H., Umi Zuhro, M. Tabel 10 Pengaruh perlakuan terhadap bobot buah per plot
Berat Buah per Plot Bobot buah per plot dihitung berdasarkan rata-rata yang dihasilkan dari masing-masing plot perakuan. Berdasarkan hasil Anova, bobot buah per plot dari varietas Timothy memiliki persamaan ragam bobot dengan varietas Permata dan Santika, namun varietas Santika tetap memiliki bobot buah per plot paling tinggi, 21.39 g (Tabel 10). Jika dilihat pengaruh perlakuan ketebalan mulsa, sama halnya dengan bobot per buah, ketebalan 9 cm memiliki berat buah per plot paling tinggi bila dibandingkan dengan ketiga pelakuan lainnya, 27.83 g. Berdasarkan rerata total perlakuan, varietas Santika pada ketebalan mulsa 9 cm memiliki bobot buah per plot paling tinggi bila dibandingkan dengan kombinasi perlakuan yang lain.
Keterangan: Angka yang bernotasi sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Duncan pada taraf 5%
Berat Buah Saat Panen Tanaman tomat memiliki pola panen 3 harian dari awal pertama panen (52 HST). Pada percobaan ini, dilakukan 6 kali panen untuk masing-masing perlakuan untuk melihat pola panen tanaman dan pengaruh kombinasi perlakuan terhadap hasil tanaman tomat. Penaatan dilakukan pada saat 52, 55, 58, 61, 64 dan 67 HST.
Berdasarkan hasil statistik dapat diketahui bahwa panen paling tinggi terjadi dua kali, yaitu pada saat 58 dan 61 HST, sedangkan menjelang panen ke-5 dan 6 terjadi penurunan jumlah panen.
Tabel 11 Anova Hasil Panen Umur 52,55,58,61,64 dan 67 HST
Tabel 12 Tabel Rerata Hasil Panen Umur 52,55,58,61,64 dan 67 HST
Keterangan: Angka yang bernotasi sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Duncan pada taraf 5%
8
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X 3. Terjadi interaksi antara perlakuan varietas dan ketebalan mulsa jerami padi pada, bobot per buah dan bobot buah per plot.
Berdasarkan hasil ANOVA, terjadi keseragaman pengaruh perlakuan pada masing-masing masa panen. Varietas berpengaruh nyata pada masa panen 52, 55 dan 61 HST, sedangkan pada masa panen 58, 64 dan 67 HST perlakuan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap hasi total tanaman tomat (Tabel 11). Berbeda halnya dengan perlakuan ketebalan mulsa, perbedaan ketebalan mulsa jerami yang diaplikasikan berpengaruh nyata terhadap jumlah total hasil panen pada semua masa panen (Tabel 11). Berdasarkan tabel diatas, perlakuan varietas Santika memiliki total panen buah paling tinggi pada keseruhan masa panen bila dibadingkan dengan perlakuan varietas lainnya. Pada perlakuan keberagaman ketebalan mulsa jerami padi, ketebalan mulsa 9 cm adalah perlakuan yang bisa diaplikasikan ke lapang, karena ketebalan mulsa 9 cm memiliki hasil panen paling tinggi bila dibandingkan dengan ketiga perlakuan ketebalan mulsa lainnya. Pengaruh pemberian mulsa organik jerami padi pada tanaman budidaya tomat sangat menguntungkan baik secara biologi, kimia dan fisik tanah. Pemberian mulsa jerami padi juga memberikan manfaat pada tanaman budidaya itu sendiri. Mayun, 2007 menyebutkan bahwa mulsa jerami sesuai digunakan untuk tanaman semusim yang tidak terlalu tinggi dan memiliki struktur tajuk berdaun lebat dengan system perakaran dangkal. Dengan adanya mulsa jerami yang memilki efek menurunkan suhu tanah dan meminimalisir adanya evaporasi sehingga bisa menjaga keberadaan air tanah sehingga bisa meningkatkan produksi tanaman tomat.
Saran Diperlukan penelitian lanjutan dengan penanaman tomat pada berbagai musim, sehingga harapannya tomat bisa dijadikan tanaman yang bisa tumbuh tanpa ada pengaruh musim, mengingat tingkat konsumsi dan kebutuhan tomat yang terus meningkat.
DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2009. Budidaya Tomat Secara Komersil. Jakarta. Penebar Swadaya. Anonymous. Mulsa Penutup Tanah.Wikipedia. 2011. http://wbln18.mulsa penutup tanah/essd.html (Diakses tanggal 20 April 2011). Anonymous.2013.http://balittra.litbang.deptan.go.id/prosi ding06/Document34.pdf Anonymous.2013.http://repository.ipb.ac.id/bitstream/ha ndle/123456789/17038/A02fno.pdf?sequence=2 Anonymous.2013.http://repository.ipb.ac.id/bitstream/ha ndle/123456789/6266/2002asy.pdf?sequence=4 Arga, Anggi. 2010. Mulsa. http://anggiarga.blogspot.com/2010/03/mulsa.html. (Diakses tanggal 13 September 2012). Ashari, Sumeru. Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta. Universitas Indonesia. Ashari, S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. Edisi (Revisi ke-I). UI-Press. Jakarta. 490 hal.
PENUTUP Kesimpulan
Balai Penelitian Tanaman Sayuran. 1997. Teknologi Produksi Tomat. Balai
Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut ini:
Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung. 144 hal.
1. Penggunaan Varietas yang berbeda berpengaruh nyata pada tinggi tanaman umur 7, 14 dan 21 hst, bobot per buah, bobot buah per plot dan masa panen 52, 55 dan 61 hst. Pertumbuhan tanaman paling baik ditunjukkan pada Varietas Santika di ketebalan mulsa 9 cm pada seluruh pengamatan pertumbuhan tanaman tomat. Pertumbuhan tanaman meliputi pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah tandan buah.
Basri Zar, Z. 1991. Perkembangan dan pengembangan sayuran dalam rangka mempercepat tercapainya pertanian tangguh di Indonesia. Pros. Seminar Nasional Sayuran. Litbang Pertanian. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Dati I Jati. Laporan Tahunan.
1999.
Duriat, A.S. 1975. Pengaruh tobaaco mosaic virus pada beberapa varietas tomat. Kongr. Nas III PFI, Bogor. 124-129.
2. Perlakuan ketebalan mulsa jerami padi berpengaruh sangat nyata pada pada tinggi tanaman umur 7 dan 14 hst, bobot per buah, bobot buah per plot, jumlah tandan buah dan masa panen 52, 55, 58, 61, 64 dan 67 hst. Hal ini diakarenakan mulsa jerami padi dapat mengurangi persaingan tanaman tomat dengan gulma, menjaga kelembapan tanah dan mencegah erosi tanah.
…………., T. A. Soetiarso, L. Prabaningrum dan Rakhmat S. 1994. Penerapan pengendalian hama penyakit terpadu pada budidaya cabai. Balithorti Lembang.30p. …………… 1997. Tomat komoditas andalan yang prospektif dalam Teknologi Produksi Tomat. Balitsa. Lembang. 9
Pengaruh Varietas & Ketebalan Mulsa Jerami Padi …
Kusuma, A.H., Umi Zuhro, M.
Dwiyanti, Sita. 2005. Respon Pengaturan Ketebalan Mulsa Jerami Padi dan Jumlah Pemberian Air Pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Hijau. Malang. Universitas Brawijaya. Hidayat, A.Y., Hilman,N. Nurtika dan Suwandi. 1991. Hasil penelitian sayuran dataran rendah. Pros. Lokakarya Nasional Sayuran. Litbang Pertanian Kismiantini. 2011. Hand Out Rancangan Percobaan. Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta. Mayun, Ida Ayu. 2007. Efek Mulsa Jerami Padi dan Pupuk Kandang Sapi terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah di Daerah Pesisir. Bali. Universitas Udayana. Nazarrudin. 2000. Budi Daya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah. Jakarta. Penebar Swadaya. Sumiati, E. 1990. Pengaruh mulsa, naungan, dan zat pengatur tumbuh terhadap hasil buah tomat kultivar Berlian. Buletin Penelitian Hortikultura 18(2):18-32. Wiryanta, B.T.W. 2002. Bertanam Tomat. Jakarta. PT Agromedia Pustaka.
10
ISSN 2355-195X
PENGARUH LAMA PENYIMPANAN BENIH DAN ZAT PENGATUR TUMBUH ( ZPT ) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN BAWANG MERAH ( ALLIUM CEPA L .) T u m i n i1 1
Staf Pengajar, Fakultas Pertanian, Universitas Panca Marga
[email protected] 1 (diterima: 12.12.2014, direvisi: 24.12.2014)
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan benih dan zat pengatur tumpuh. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah irigasi Desa Sumber Suko kecamatan Dringu, Kabupaten Probolinggo. Metode percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah lama penyimpanan benih dan Faktor kedua adalah pemberian ZPT. Dari dua faktor tersebut diperoleh 12 kombinasi perlakuan. Pada percobaan ini digunakan tiga kali ulangan (tiga kelompok). Dengan demikian dalam percobaan ini terdapat 36 satuan percobaan. Petak satuan percobaan berukuran 1,5 m x 3 m, dengan jarak tanam (20 cm x 20 cm) sehingga total populasi 144 tanaman/plot dan lahan yang dibutuhkan seluas 324 m2. Berdasarkan hasil analisa uji lanjut menurut Duncan menunjukkan pengaruh kombinasi perlakuan lama penyimpanan benih 4 bulan (B2) dengan konsentrasi ZPT 200 ml (Z2) menunjukkan hasil bobot basah per ha dan bobot kering per ha memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan kombinasi perlakuan yang lainnya. Kata Kunci: benih, lama penyimpanan, zat pengatur pertumbuhan.
Kramat-2 dan Kuning, (b) budidaya bawang merah di lahan kering maupun lahan sawah, secara monokultur atau tumpang sari/gilir, (c) komponen PHT budidaya tanaman sehat, pengendalian seara fisik/mekanik; pemasangan perangkap; pengamatan secara rutin; dan penggunaan pestisida berdasarkan ambang pengendalian, serta (d) bentuk olahan tepung dan bubuk. Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan komoditas hortikultura yang memiliki banyak manfaat dan bernilai ekonomis tinggi serta mempunyai prospek pasar yang menarik. Selama ini budidaya bawang merah diusahakan secara musiman (seasonal), yang pada umumnya dilakukan pada musim kemarau (AprilOktober), sehingga mengakakibatkan produksi dan harganya berfluktuasi sepanjang tahun. Bawang merah merupakan tanaman komoditi unggulan didataran rendah terutama di indonesia yang memiliki iklim tropis. Di masa mendatang, diperkirakan banyak negara akan mengalami bencana kekurangan pangan. Menurut Prasetiyo (2002) lebih dari 88 negara di dunia mengalami krisis pangan, diantaranya Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan semakin berkurangnya luas lahan tanaman bawang merah, tenaga kerja semakin sedikit, dan ketersediaan air semakin berkurang. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, kebutuhan
PENDAHULUAN Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional. Produktifitas bawang merah di indonesia pada tahun 2009 adalah 965.164 Ton dengan luas lahan 104.009 Ha, pada tahun 2010 adalah 957 menghasilkan 1.048.934 Ton dengan luas lahan 109.634Ha, tahun 2011 dengan luas lahan 93.667Ha menghasilkan produksi 893.124 Ton, tahun 2012 dengan luas lahan 99.519Ha menghasilkan produksi 1.368.343 Ton,dan paa tahun 2013 dengan luas lahan 98.937Ha menghasilkan produksi 1.010.773 Ton.dan Daerah penghasil bawang merah diantaranya adalah Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogya, Jawa Timur, Bali, NTB,Gorontalo, Maluku,Papua barat, Maluku utara, Sulawesi,dan Kalimantan. ( Badan pusat statistik, 2013). Beberapa komponen teknologi budidaya tanaman bawang merah yang telah dihasilkan oleh lembaga penelitian, antara lain: (a) tiga varietas unggul bawang merah yang sudah dilepas, yaitu varietas Kramat-1, 11
Pengaruh Lama Penyimpanan Benih …
Tumini
pangan semakin tinggi, produksi pangan, khususnya bawang merah harus ditingkatkan, mengingat bawang merah merupakan bahan yang dibutuhkan bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Ilmu pengetahuan dan teknologi diharapkan mampu memberi kontribusi dan solusi yang tepat, dalam menghadapi tantangan tersebut. Para petani biasanya melakukan peyimpanan benih sekitar 3-4 bulan, dan memberikan ZPT dengan dosis yang asal-asalan bahkan hingga memberikan ZPT dengan dosis yang sangat tinggi. Berkenaan dengan teknologi sistim yang masih asal-asalan tersebut perlu diteliti lebih dalam lagi tentang umur benih dan pemberian ZPT yang tepat agar memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah. Umur benih merupakan salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya hasil suatu pertanaman bawang merah. Pengaturan konsentrasi pemberian ZPT dilihat dari kesuburan tanah. Penggunaan umur benih yang masih muda (1-2 bulan) sangat beresiko karena masih lemah, dan bibit masih mengandung banyak getah dan perakaran yang belum kuat yang akan menurunkan produksi (Biro pusat statistik, 2003). Secara umum umur benih dan pemberian ZPT pada tanaman bawang merah diketahui berpengaruh terhadap pertumbuhan maupun hasil tanaman bawang merah. Walaupun demikian umur benih dan pemberian ZPT yang tepat masih belum diketahui dengan tepat, oleh karena itu penelitian mengenai yang tepat masih sangat penting untuk dilakukan. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis terdorong untuk melaksanakan suatu penelitian tentang pengaruh lama peyimpanan benih dan pemberian ZPT dengan dosis yang tepat yang juga menjadi faktor pendukung peningkatan produksi tanaman bawang merah.
Syarat Tumbuh 1) Iklim Bawang merah dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai dataran tinggi ± 1.100 m (ideal 0-800 m) diatas permukaan laut, tetapi produksi terbaik dihasilkan dari dataran rendah yang didukung keadaan iklim meliputi suhu udara antara 25-32 C dan iklim kering, tempat terbuka dengan pencahayaan ± 70%, karena bawang merah termasuk tanaman yang memerlukan sinar matahari cukup panjang, tiupan angin sepoi-sepoi berpengaruh baik bagi tanaman terhadap laju fotosintesis dan pembentukan umbinya akan tinggi (BPPT, 2007 ). Angin merupakan faktor iklim bepengaruh terhadap pertumbuhan tanaman bawang merah. Sistem perakaran tanaman bawang merah yang sangat dangkal, maka angin kencang yang berhembus terus-menerus secara langsung dapat menyebabkan kerusakan tanaman. Tanaman bawang merah sangat rentan terhadap curah hujan tinggi. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman bawang merah adalah antara 300-2500 mm/tahun (Deptan, 2007 ). Kelembaban udara (nisbi) untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik serta hasil produksi yang optimal, bawang merah menghendaki kelembaban udara nisbi antara 80-90 persen. Intensitas sinar matahari penuh lebih dari 14 jam/hari, oleh sebab itu tanaman ini tidak memerlukan naungan/pohon peneduh (Deptan, 2007 ). 2) Tanah Tanaman bawang merah dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi, yaitu pada ketinggian 01.000 m dpl. Meskipun demikian ketinggian optimalnya adalah 0-400 m dpl saja, Secara umum tanah yang dapat ditanami bawang merah adalah tanah yang bertekstur remah sedang sampai liat, drainase yang baik, penyinaran matahari minimum 70%. (BPPT, 2007). Bawang merah tumbuh baik pada tanah subur, gembur dan banyak mengandung bahan organik dengan dukungan jenis tanah lempung berpasir atau lempung berdebu, drajad kemasaman tanah (pH) tanah untuk bawang merah antara 5,5-6,5, tata air (darainase) dan tata udara (aerasi) dalam tanah berjalan baik, tidak boleh ada genangan (Sudirja, 2007).
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Bawang Merah Menurut ilmu tumbuhan (botani), bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Liliales Family : Liliaceae Genus : Allium Spesies : Allium cepa L. Klasifikasi Budi Samadi; Bambang Cahyono (2005).
Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman bawang merah meliputi penyiraman, penyiangan dan pembumbunan. Penyiraman dilakukan dua hari sekali. Penyiangan di maksudkan untuk membersihkan gulma yang tumbuh di sekitar tanaman. Sedangkan pembumbunan dilakukan untuk menjaga agar seluruh perakaran bawang merah selalu tertutup tanah. 12
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X Faktor kedua adalah pemberian ZPT yang terdiri dari: • Z0 = ZPT dengan konsentrasi 0 ml perliter • Z1 = ZPT dengan konsentrasi 100 ml perliter • Z2 = ZPT dengan konsentrasi 200 ml perliter • Z3 = ZPT dengan konsentrasi 300 ml perliter
Masa Panen Tanaman budidaya bawang merah dapat di panen jika daun tanaman sudah rebah 60-90% atau setelah tanaman berumur 55 hingga 90 hari tergantung varietasnya. Untuk budidaya bawang merah yang dilakukan di dataran rendah biasanya masa panen pada umur 55-70 hari, sedangkan budidaya bawang merah di dataran tinggi masa penen pada umur 70-90 hari (Deptan, 2007 ). Pemanenan dilakukan pada pagi hari dengan cara mencabut keseluruh bagian tanaman dari daun, batang hingga umbi dan di ikat menjadi satu kesatuan yang terdiri dari 5 hingga 10 umbi. ikatan bawang merah lalu di jemur dengan posisi umbi di bagian atas hingga kering. Setelah kering, ikatan umbi bawang di bersihkan dari tanah dan kotoran.
Dari dua faktor tersebut diperoleh 12 kombinasi perlakuan. Pada percobaan ini digunakan tiga kali ulangan (tiga kelompok). Dengan demikian dalam percobaan ini terdapat 36 satuan percobaan. Petak satuan percobaan berukuran 1,5m x 3m, dengan jarak tanam (20 cm x 20 cm) sehingga total populasi 144 tanaman/plot dan lahan yang dibutuhkan seluas 324 m2 Metode Analisis Menurut Bambang Murdiyanto, (2010), model linier untuk analisis statistik dari percobaan ini adalah:
Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Diduga terdapat pengaruh yang nyata pada perlakuan lama penyimpanan benih terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman Bawang merah (Allium cepa L.) 2. Diduga terdapat pengaruh nyata pada pemberian ZPT terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman Bawang merah (Allium cepa L.) 3. Diduga terdapat interaksi antara lama penyimpanan benih dan ZPT terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman Bawang merah (Allium cepa L.)
Y ijk = µ + αi + βj + γk + (αβ)ij + εijk Y ijk = Respon pengamatan pada perlakuan umur bibit ke-i dan kelompok ke-j µ = Rataan umum pengamatan αi = Pengaruh umur bibit pada taraf ke-i βj = Pengaruh jumlah bibit perumpun pada taraf ke-j γk = Pengaruh ulangan pada taraf ke-k (αβ)ij = Pengaruh interaksi umur bibit( αi) dan jumlah bibit perumpun (βj) εijk = Galat percobaan Analisis statistik dilakukan terhadap semua data hasil pengamatan dengan menggunakan sidik ragam (uji F). Apabila pada sidik ragam faktor tunggal memberikan pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji BNT 5% dan jika interaksi perlakuan memberikan pengaruh nyata dilakukan uji lanjut dengan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf uji 5%.
METODOLOGI Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah irigasi Desa Sumber Suko kecamatan Dringu, Kabupaten Probolinggo. Bahan penelitian Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah benih bawang merah dengan bebarapa lama penyimpinan benih, Pupuk yang digunakan adalah pupuk ZA, Sp-36, KCl. Untuk mengendalikan hama digunakan insektisida dengan bahan aktif: Klorfinapir, Lamda Shalotrin, dan Metomil dan untuk mengendalikan penyakit digunakan fungisida dengan bahan aktif Simoksanil, Metalaksil dan Mancozeb.dan zat pengatur tumbuh.
Pengolahan Tanah Pengolahan tanah dimaksudkan untuk menciptakan lapisan olah yang cocok dan gembur untuk budidaya bawang merah. Pengolahan tanah umumnya diperlukan untuk menggemburkan tanah sehingga pertumbuhan umbi dari bawang tidak terhambat karena sifat fisika tanah yang kurang optimal. Pengolahan tanh juga dilakukan untuk memperbaiki drainase, meratakan permukaan tanah dan mengendalikan gulma. Lahan yang ditanami bawang merah pada penelitian ini seluas 324m2. Pengolahan tanah yang dilakukan dilapang ada beberapa tahapan yaitu: a. Persiapan lahan yang dilakukan yaitu membersihkan gulma dan mengemburkan tanah dengan cara menyingkal tanah dengan menggunakan alat seperti garpu. Kemudian tanah diolah kembali dengan menggunakan cangkul yang
Metode Penelitian Metode percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah lama penyimpanan benih yang terdiri dari: • B1 = Lama penyimpanan benih 3 bulan • B2 = Lama penyimpanan benih 4 bulan • B3 = Lama penyimpanan benih 5 bulan 13
Pengaruh Lama Penyimpanan Benih …
Tumini
bertujuan untuk menghancurkan gumpalan-gumpalan tanah menjadi bagian-bagian kecil.
Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan tindakantindakan untuk menjaga pertumbuhan tanaman dari gulma,hama dan penyakit bwang merah. Untuk mengendalikan hama digunakan insektisida dengan bahan aktif: Klorfinapir, Lamda Shalotrin, dan Metomil dan untuk mengendalikan penyakit digunakan fungisida dengan bahan aktif Simoksanil, Metalaksil dan Mancozeb dan zat pengatur tumbuh dengan bahan aktif GA3. • Pengamatan Pengamatan yang saya lakukan adalah setiap hari, dalam pengamatan ini saya melihat tentang pertumbuhan tanaman, banyak tumbuh, dan penyakit yang menyerangnya. • Penyiraman Tanaman bawang merah tidak menghendaki banyak hujan karena umbi dari bawang merah mudah busuk, akan tetapi selama pertumbuhannya tanaman bawang merah tetap membutuhkan air yang cukup. Oleh karena itu, lahan tanam bawang merah perlu penyiraman secara intensif. yaitu 2 hari sekali sejak tanam sampai satu minggu menjelang panen. • Penyulaman Penyulaman dilakukan secepatnya bagi tanaman yang mati / sakit dengan mengganti tanaman yang sakit dengan bibit yang baru. Hal ini dilakukan agar produksi dari suatu lahan tetap maksimal walaupun akan mengurangi keseragaman umur tanaman. • Pemupukan Pemupukan yang dilakukan disini merupakan pemupukan susulan setelah tanaman tumbuh. Pemupukan susulan pertama dilakukan dengan memberikan pupuk ZA 30kg pada saat tanaman berumur 10 hari setelah tanam. Pemupukan susulan kedua dilakukan pada saat tanaman berumur 1 bulan setelah tanam dilakukan pemupukan ZA 10kg dan KCl 30kg.
b. Pembuatan bedengan dilakukan di buat dengan ukuran 1,5m. Diantara bedeng yang satu dengan yang lain di buat parit dengan jarak 0,5m dan kedalaman 0,5m c. Setelah itu tanah dikeringkan selama 15 hari yang bertujuan untuk mengeringkan dan menggemburkan tanah. Kemudian sebelum 1 hari penanaman dilakukan, tanah dibasahi yang bertujuan untuk memudahkan dalam proses penanaman. Persiapan Benih Kualitas bibit merupakan faktor penentu hasil tanaman. Tanaman yang dipergunakan sebagai bibit harus cukup tua. Yaitu berkisar antara 70-80 hari setelah tanam. Bibit kualitas baik adalah berukuran sedang, sehat, keras dan permukaan kulit luarnya licin/ mengkilap. Bibit yang terlalu kecil pertumbuhannya kurang vigor dan hasilnya sedikit sedangkan umbi bibit yang besar harganya terlalu mahal. Ukuran umbi bibit yang optimal adalah 3-4 gram/umbi. Umbi bibit yang telah disimpan 3-5 bulan dan umbi masih dalam ikatan (umbi masih ada daunnya). Penyimpanan dilakukan dengan menyimpan diatas parapara dapur. Umbi bibit yang dipilih dengan bentuk umbi yang kompak (tidak keropos), kulit umbi tidak luka (tidak terkelupas atau berkilau). Pada lahan kering, tanah dibajak atau dicangkul sedalam 20 cm, kemudian dibuat bedengan dengan lebar 1,5 meter tinggi 80 cm.Bedeng dibuat mengikuti arah timur dan barat agar persebaran cahaya optimal. Seluruh proses pengolahan tanah ini membutuhkan waktu kira-kira 4 minggu. Pada kegiatan di lapangan benih yang ditanam adalah benih lokal, memiliki ukuran sedang, serta lama penyimpanan benih yaitu 3-5 bulan,dan Kebutuhan benih yang diperlukan 1 kwintal.
Pengendalian Hama dan Penyakit Hama penyakit yang sering menyerang tanaman bawang merah antara lain ulat grayak (Spodoptera litura), ulat bawang (Spodoptera exigua), trips, bercak ungu (Alternaria porli), busuk umbi fusarium dan busuk putih sclerotum, busuk daun Stemphylium dan virus.
Pemberian Pupuk Dasar Pemberian pupuk dasar dilakukan setelah pengolahan tanah.Pemupukan dasar yang dibutuhkan 50 kg/324m2 SP36. Yang diaplikasikan 2-3 hari sebelum tanaman dengan cara disebar lalu diaduk secara merata dengan tanah.
Pemanenan dan Pasca Panen Bawang merah dapat dipanen setelah umurnya cukup tua, yaitu pada umur 60 hari. Tanaman bawang merah dipanen setelah terlihat tanda-tanda 60% leher batang lunak, tanaman rebah dan daun menguning. Pemanenan dilaksanakan pada saat tanah kering dan cuaca cerah untuk menghindari adanya serangan penyakit busuk umbi pada saat umbi disimpan.
Penanaman Umbi bibit ditanam dengan jarak tanam 20cm x 20cm. Umbi dimasukkan ke dalam tanah dengan seperti memutar sekerup.dengan ujung umbi yang masih kelihatan. 14
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X Tabel 2 Pengaruh perlakuan terhadap kecepatan tumbuhnya tunas (Hari)
Pasca panen yang dilakukan dilapang yaitu dengan cara penjemuran bawang merah yang direbahkan dengan ketebalan 15cm dengan panjang 25m selama 7 hari.
Tumbuhnya tunas (hari)
Parameter Pengamatan Pengamatan dimulai 1 HST dengan interval 7 hari sekali dengan jumlah sample 20 tanaman. Parameter yang diamati adalah: 1. Kecepatan tumbuhnya tunas (hari) 2. Tinggi tanaman diamati dari permukaan tanah sampai daun tertinggi. 3. Jumlah daun. 4. Hasil Panen : • Bobot Basah (per sampel, per petak dan per ha) • Bobot Kering (per sampel, per petak dan per ha)
BENIH 3 Bulan 4 Bulan 5 Bulan KONSENTRASI ZPT 0 ml 100 ml 200 ml 300 ml
35.41 a 34.16 b 25.41 c 18.67 a 17.33 b 16.00 bc 13.33
Hasil pengaruh perlakuan terhadap waktu tumbuhnya tunas pada perlakuan lama penyimpanan benih 5 bulan (B3) memiliki pengaruh terbaik pada awal tumbuhnya tunas dikarenakan umbi bawang merah pada umur benih 5 bulan (B3) mempunyai kadar getah paling sedikit dibandingkan dengan lama penyimpanan benih umur 3 (B1) dan 4 bulan (B2)¸ sehingga proses tumbuhnya tunas lebih cepat. Penggunaan umur benih yang masih muda (1-2 bulan) sangat beresiko karena masih lemah dan bibit masih mengandung banyak getah dan perakaran yang belum kuat yang akan menurunkan produksi (Biro pusat statistik, 2003). Hal ini dikarenakan pula umbi yang disimpan lebih lama telah terbentuk calon tunas di dalam umbi tersebut sehingga setelah umbi ditanam pada media tanah akan menunjukkan kecepatan pertumbuhan tunas yang lebih cepat, jadi semakin lama penyimpanan bibit umbi bawang merah maka tunas tumbuh lebih cepat. Menurut Lita (1985) dalam Titien Nilacrysna (1995), bahwa sebagai suatu organisme hidup umbi bwang merah selau melakukan kegiatan respirasi. Kandungan air yang tinggi dalam umbi bawang merah akn meningkatkan kegiatan enzim sehingga akan mempercepat terjadinya respirasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kecepatan Tumbuh Tunas (Hari) Pengukuran tumbuhnya tunas pada bawang merah (Allium cepa L.) dilakukan pada fase vegetatif dengan notasi dari angka terendah ke angka tertinggi karena cara pengamatannya menggunakan hari, jadi jika tunas tumbuh dengan cepat ke dasar permukaan tanah maka menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata, namun jika tumbuhnya tunas lambat atau membutuhkan waktu (hari) yang lama maka menunjukkan pengaruh yang tidak nyata. Notasi ini hanya digunakan pada parameter kecepatan tumbuhnya tunas saja, pada parameter selanjutnya menggunakan notasi dari angka tertinggi ke angka terendah. Berdasarkan hasil analisa sidik ragam, dapat diketahui bahwa terjadi pengaruh nyata pada perlakuan lama penyimpanan benih dan perlakuan konsentrasi ZPT terhadap tumbuhnya tunas (Tabel 1). Berdasarkan hasil analisa sidik ragam di bawah dilakukan uji lanjut pada percobaan penelitian ini.
Tabel 1 Analisa sidik ragam perlakuan terhadap kecepatan tumbuhnya tunas (Hari) Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Benih (B) ZPT (Z) BxZ keterangan : * : Berbeda nyata ** : Berbeda sangat nyata ns : Berbeda tidak nyata
F Hit 0.07 8.53 22.99ns 12.30ns 1.82**
15
F 5%
F 1%
3.44 3.05 2.55
5.72
4.82 3.76
Pengaruh Lama Penyimpanan Benih …
Tumini Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada interval waktu 7 hari yaitu pada 7, 14, 21 dan 28 HST. Berdasarkan hasil analisa sidik ragam terjadi pengaruh yang sangat nyata pada perlakuan lama penyimpanan benih dan perlakuan ZPT pada 7, 14, 21 dan 28 HST, juga memiliki pengaruh yang sangat nyata untuk tinggi tanaman karena dengan pemberian ZPT sebagai hormon pendorong pertumbuhan sehingga tanaman bisa tumbuh dan berkembang dengan baik, dengan kedua kombinasi tersebut terdapat interaksi yang sangat nyata pada 14, 21 dan 28 HST , namun pada 7 HST hanya berpengaruh nyata, itu disebabkan karena tanaman masih belum sepenuhnya menyerap ZPT yang diberikan (Tabel 3).
Kegiatan respirasi selama masa dormansi menurut Bewley & Black (1986) dalam Titien Nilacrysna (1995) , tetap terjadi dan sintesa DNA terus berjalan terus secara normal dalam embrio dari benih yang dorman dan tumbuhan yang masih kecil, belum lama muncul dari biji dan masih hidup dari persediaan makanan yang terdapat dalam biji (Tjitrosoepomo, 1985). Sedangkan konsentrasi ZPT yang memiliki pengaruh terbaik pada konsentrasi 300 ml (Z4), karena umbi bawang merah termasuk pada golongan umbi lapis sehingga memerlukan ZPT dengan konsentrasi yang tinggi agar mempercepat tumbuhnya tunas (Tabel 2).
Tabel 3. Analisa sidik ragam perlakuan terhadap tinggi tanaman umur 7, 14, 21 & 28 hst F Hit Sumber Keragaman 7 HST 14 HST 21 HST 28 HST
F 5%
F 1%
Ulangan
0.25
0.30
0.23
0.40
Perlakuan
34.12
48.27
67.23
85.87
Benih (B)
179.40** 37.44**
322.49** 24.71**
350.14** 75.25**
3.44
5.72
ZPT (Z)
148.18** 15.01**
3.05
BxZ
2.91*
3.82**
3.40**
3.10*
2.55
4.82 3.76
keterangan : * : Berbeda nyata ** : Berbeda sangat nyata ns : Berbeda tidak nyata
Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Terhadap Tinggi Tanaman umur7, 14, 21 dan 28 hst Tinggi Tanaman Pada Umur Tanaman
Perlakuan 7 HST
14 HST
21 HST
28 HST
B1Z0
1.33 a
4.33 a
13.66 a
26.33 a
B1Z1
1.66 a
4.66 a
13.33 a
28.33 a
B1Z2
2.33 ab
5.66 a
15.00 a
30.33 ab
B1Z4
2.33 ab
6.33 ab
16.33 b
31.00 b
B2Z0
3.16 b
6.33 ab
16.66 bc
31.00 b
B2Z1
3.16 b
7.00 b
18.33 c
31.66 bc
B2Z2
3.5 bc
7.66 bc
19.66 cd
35.66 cd
B2Z3
3.66 c
8.00 c
19.66 cd
37.00 d
B3Z0
3.83 cd
8.00 c
21.33 d
35.16 c
B3Z1
5.00 d
9.00 cd
25.66 e
38.8 de
B3Z2
5.33 de 9.66 d 27.0 ef 41.46 e B3Z3 6.33 e 12.16 e 27.33 f 44.06 f Ket : Angka yang bernotasi sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Duncan pada taraf 5%
16
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X Jadi jika benih bawang merah hanya disampan dalam waktu yang sementara maka tunas yang akan tumbuh membutuhkan waktu (Hari) yang lama (Tabel 4).
Bila dilihat berdasarkan rerata tinggi tanaman dapat diketahui bahwa kombinasi perlakuan lama penyimpanan benih umur 5 bulan (B3) dengan konsentrasi ZPT 300 ml (Z3) memiliki tinggi tanaman yang relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan kombinasi perlakuan yang lain. Menurut Biro Pusat Statistik (2003) , lama penyimpanan benih umur 5 bulan (B2) perakarannya kuat dan dapat menyerap makanan secara optimal sehingga pertumbuhan tanaman lebih cepat. dan menurut setyati (1989) dalam Titien Nilacrysna (1995), tanaman bawang merah dengan laju pertumbuhan daun yang tinggi menggunakan karbohidrat lebih banyak untuk pertumbuhan daun dari pada untuk disimpan, jadi dalam fase vegetatif korbohidrat digunakan untuk perkembangan. Untuk pengaruh kombinasi perlakuan tinggi tanaman nilai terkecil terdapat pada lama penyimpanan benih 3 bulan (B1) dengan konsentrasi 0 ml (Z0)/ kontrol (B1Z0). Menurut Wibowo (1991) dalam Titien Nilacrysna (1995), bahwa umbi bawang merah yang sudah berumur 6 sampai 8 bulan sudah tumbuh calon tunas yang panjangnya separuh dari panjangnya umbi dan kriteria ini merupakan pedoman pokok untuk menilai bahwa umbi tersebut siap digunaan untuk bibit, karena bibit dari umbi yang demikian ini hanya mempunyai daya tumbuh yang tinggi.
Jumlah Daun Dari hasil analisa sidik ragam perlakuan terhadap jumlah daun menunjukkan adanya interaksi yang sangat nyata terhadap lama penyimpanan benih dan konsentrasi ZPT pada 7, 14, 21, dan 28 HST (Tabel 5). Pada pengamatan jumlah daun 14 HST menunjukkan tidak terjadi interaksi yang nyata, hal ini dikarenakan perlakuan antara lama penyimpanan benih dengan konsentrasi ZPT masih belum optimal. Berdasarkan hasil analisa uji lanjut pada taraf 5% pengaruh perlakuan terhadap jumlah daun menunjukkan lama penyimpanan benih umur 5 bulan (B3) dengan konsentrasi ZPT 300 ml (Z3) berada pada jumlah nilai tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya dikarenakan pada lama penyimpanan umur 5 bulan (B3) dan konsentrasi 300 ml (Z3) dapat memberikan pertumbuhan yang optimal sehingga jumlah daun yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Tabel 6).
Tabel 5. Analisa sidik ragam perlakuan terhadap jumlah daun pada umur 7, 14, 21 & 28 hst F Hit Sumber Keragaman 7 HST 14 HST 21 HST 28 HST
F 5%
F 1%
Ulangan
0.20
0.56
0.02
0.25
Perlakuan
13.08
122.68
129.06
45.38
Benih (B)
52.52** 11.61**
45.74** 29.62**
616.76** 53.76**
197.56** 27.06**
3.44
5.72
ZPT (Z)
3.05
BxZ
0.67ns
8.16**
4.13**
3.81**
2.55
4.82 3.76
keterangan : * : Berbeda nyata ** : Berbeda sangat nyata ns : Berbeda tidak nyata
Tabel 6. Pengaruh perlakuan terhadap jumlah daun Umur 7 hst Jumlah daun Umur Tanaman (HST) 7 HST BENIH 7.34 a 3 bulan 9.09 a 4 bulan 11.57 b 5 bulan ZPT 7.93 a 0 ml 9.30 b 100 ml 9.38 bc 200 ml 10.75 c 300 ml Ket: Angka yang bernotasi sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Duncan pada taraf 5%
17
Pengaruh Lama Penyimpanan Benih …
Tumini Begitu juga menurut Tjitrosoepomo (1985) yang menyatakan bahwa GA3 berfungsi sebagai pembelah sel pada tanaman. Jadi dengan pemberian ZPT dengan dosis 300 ml dapat membantu untuk memperbanyak daun pada tanaman bawang merah. Pemananenan dilakukan pada umur 63 HST, parameter pengamatan pada pemanenan adalah bobot basah (per sampel, per petak, dan per Ha) dan bobot kering (per sampel, per petak, dan per Ha). Berdasarkan hasil analisa sidik ragam menunjukkan adanya pengaruh nyata pada perlakuan benih dan terjadi interaksi yang sangat nyata, pada perlakuan konsentrasi ZPT tidak terjadi interaksi yang berbeda nyata dikarenakan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) hanya berpengaruh pada fase vegetatif (Tabel 8).
Umur benih sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah, Umur benih 5 bulan adalah umur benih yang sangat ideal untuk masa vegetatif tanaman bawang merah karena semakin lama penyimpanan benih bawang merah maka semakin cepat pula pertumbuhan pada masa vegetatifnya (Helmy Kurniawan, 2009). Berdasarkan analisis lanjutan pada 14, 21 dan 28 HST, menunjukkan kombinasi perlakuan terbaik pada lama penyimpanan benih 5 bulan dengan perlakuan konsentrasi ZPT 300 ml (Tabel 7). Menurut helmy kurniawan (2009), bahwa ZPT adalah hormon untuk tumbuhan yang berfungsi mempercepat tumbuhnya tunas,tinngi tanaman dan jumlah daun dan konsentrasi GA3 300 ml dapat mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun, jumlah umbi.
Tabel 8 Analisa sidik ragam perlakuan terhadap hasil panen F hit. Bobot Basah Sumber Keragaman
per sampel
Ulangan 1.87 6.44 Perlakuan Benih (B) 20.68** ZPT (Z) 1.23ns BXZ 4.30** keterangan : * : Berbeda nyata ** : Berbeda sangat nyata ns : Berbeda tidak nyata
Bobot Kering
per petak
per Ha
per sampel
per petak
1.75 6.34 20.52* 1.21ns 4.18**
2.79 4.61 12.80** 0.62ns 3.87**
1.94 6.61 21.27** 0.75ns 4.65**
2.22 6.26 20.28** 1.17ns 4.14**
per Ha 0.13 5.72 16.23** 0.86ns 4.64**
Tabel 9 Pengaruh perlakuan terhadap hasil panen Rerata Bobot Basah Perlakuan
per sampel (gr)
per petak (gr)
Bobot Kering per Ha (ton)
per sampel (gr)
per petak (gr)
per Ha (ton)
B1Z0
31.3 a
626.7 a
7.8 a
15.7 a
313.3 a
3.9 a
B1Z1
32.0 a
640.0 a
8.0 a
16.2 a
321.3 a
3.8 a
B1Z2
32.0 a
640.0 a
8.0 a
15.8 a
321.7 a
3.9 a
B1Z3
34.0 a
680.0 a
8.5 a
17.4 a
342.0 a
4.3 a
B2Z0
38.7 d
773.3 d
9.7 c
19.3 c
389.3 c
4.7 cd
B2Z1
36.7 ab
733.3 ab
9.2 ab
18.5 ab
368.7 ab
4.4 b
B2Z2
43.3 e
866.7 e
10.8 d
21.9 d
436.0 d
5.5 d
B2Z3
38.0 cd
760.0 cd
9.5 bc
19.0 bc
381.3 bc
5.0 c
B3Z0
37.3 c
746.7 c
9.3 b
18.7 b
376.0 b
4.9 bc
B3Z1
36.7 ab
733.3 ab
9.2 ab
18.6 ab
367.7 ab
4.6 ab
16.5 a
327.0 a
4.1 a
15.1 a
295.0 a
3.7 a
B3Z2
32.7 a
653.3 a
6.5 a
B3Z3
29.3 a
586.7 a
7.3 a
18
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X PENUTUP
Analisis lanjutan duncan pada taraf 5% terhadap hasil panen menunjukkan kombinasi perlakuan pada bobot basah dan bobot kering per sampel. dan hasil analisis lanjutan bobot basah dan bobot kering per petak yaitu pada kombinasi perlakuan lama penyimpanan benih 4 bulan (B2) dengan konsentrasi ZPT 200 ml (Z2) memiliki bobot nilai tertinggi dibandingkan dengan kombinasi perlakuan yang lain. Menurut Ambarwati dan Yudoyono (2003) , mengatakan masa vegetatif pada tanaman bawang merah yang normal akan sangat berpengaruh terhadap hasil panen. Dan menurut Setiyati (1989) dalam Titien Nilacrysna (1995), tanaman bawang merah dengan laju pertumbuhan daun tinggi menggunakan karbohidrat lebih banyak untuk pertumbuhan dari pada untuk disimpan, jadi dalam fase vegetatif dari suatu perkembangan karbohidrat digunakan sebagian besar untuk perkembangan fase vegetatif. Tanaman bawang merah dengan laju perkembangan daun yang tinggi mempunyai hasil panen yang rendah, hal ini karena hasil asimilasi digunakan untuk proses pertumbuhan vegetatif sehingga pertumbuhan “Sink’ terhambat. “Sink” adalah adalah jaringan yang menampung atau menerim asimilat tetapi tidak aktif berfotosintesa. Menuut jumin (1989) dalam Titien Nilacrysna (1995), menyatakan bahwa fotosintesa berlangsung pada laju yang optimum, tanaman harus mempunyai suatu “Sink” yang cukup untuk menampung hasil fotosintesa.dengan demikian tanaman bawang merah denga perlakuan lama penyimpanan benih umur 2 bulan mempunyai hasi panen yang lebih rendah dibandingkan dengan tanaman bawang dengan perlakuan penyimpanan 3 dan 4 bulan. Berdasarkan hasil analisa uji lanjut menurut Duncan menunjukkan pengaruh kombinasi perlakuan lama penyimpanan benih 4 bulan (B2) dengan konsentrasi ZPT 200 ml (Z2) menunjukkan hasil bobot basah per ha dan bobot kering per ha memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan kombinasi perlakuan yang lainnya (Tabel 9). Benih merupakan salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya hasil bawang merah. Benih dipilih dari umbi hasil pertanaman untuk konsumsi yaitu umbi-umbi yang berukuran kecil (4-5 g/umbi) agar kebutuhan benih tidak terlalu banyak Pada umumya benih yang digunakan oleh petani adalah umbiumbi yang berasal dari pertanaman konsumsi tanpa melalui seleksi, tetapi umbi-umbi itu telah disimpan dalam waktu sekitar 4 bulan (UPT Balai Benih TPH Provinsi Kalimantan Selatan, 2010).
Simpulan 1. Lama penyimpanan benih yang berpengaruh sangat nyata pada hasil produksi ditunjukan pada perlakuan lama penyimpanan benih umur 4 bulan (B2) 2. Untuk konsetrasi ZPT 200 ml (Z2) memberikan pengaruh yang sangat nyata pada hasil produksi tanaman bawang merah. 3. Terjadi interaksi antara lama penyimpanan benih umur 4 bulan (B2) dan konsentrasi ZPT (Z2) yang memberikan hasil produksi yang terbaik dibandingkan perlakuan yang lain. Saran Dalam percobaan penelitian ini diperlukan penelitian lanjutan dengan penanaman bawang merah pada berbagai jenis perlakuan lama penyimpanan benih dan ZPT yang lain, sehingga harapannya bawang merah bisa dijadikan tanaman yang bisa tumbuh dan menghasilkan produksi yang optimal, mengingat tingkat konsumsi dan kebutuhan bawang merah kedepan yang terus meningkat.
DAFTAR PUSTAKA AAk, 2004. Pedoman Bertanam Bawang, Kanisius, Yogyakarta. Hlm 18. BPPT, 2007 . Teknologi budidaya Tanaman Pangan. Ambarwati dan Yudoyono, 2003. Keragaman stabilitas hasil bawang merah, UGM. Yogyakarta Bambang murdiyanto, (2010). model linier analisis statistik, Malang. Hlm 32. BPS, 2003. Penggunaan Umur Benih yang Baik pada Pertumbuhan bawang merah, Bogor. Deptan. 2007 . Pengenalan Dan Pengendalian Beberapa OPT Benih Hortikultura. Gunadi, N. dan Suwandi. 1989. Pengaruh dosis dan waktu aplikasi pemupukan fosfat pada tanaman bawang merah kultivar Sumenep I. Pertumbuhan dan hasil. Bull. Penel. Hort. XVIII (2): 98-106. Diunduh pada http//www. Deptan. com/blokspot/repot318. Html. 22-11-2009 pada tanggal 20 mei 2015 Helmy Kurniawan, 2009. Teknologi True Shallot Seed (TSS) sebagai Bahan Tanam untuk Meningkatkan Produktivitas Bawang Merah Diunduh pada http://www.binatani.or.id pada tanggal 20 mei 2015
19
Pengaruh Lama Penyimpanan Benih …
Tumini
Hidayat, A. 2004. Budidaya bawang merah. Beberapa hasil penelitian di Kabupaten Brebes. Makalah disampaikan pada Temu Teknologi Budidaya Bawang Merah. Direktorat Tana. Sayuran dan Bio Farmaka, Brebes, 3 September 2004. Diunduh pada http://www.binatani.or.id pada tanggal 20 mei 2015 Hidayat, A. dan R. Rosliani. 1996. Pengaruh pemupukan N, P dan K pada pertumbuhan dan produksi bawang merah kultivar Sumenep. J. Hort 5 (5): 39-43. Diunduh pada http://www.binatani.or.id pada tanggal 20 mei 2015 Hidayat, A., R. Rosliani , N. Sumarni, T.K. Moekasan, E. S. Suryaningsih dan S. Putusambagi. 2004. Pengaruh varietas dan paket pemupukan terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah. Lap. Hasil Penel. Balitsa-Lembang. Diunduh pada http://www.binatani.or.id pada tanggal 20 mei 2015 Indonesia Report, 2007. Teknik Budidaya Bawang Merah. Diunduh pada http//www. indonext. com/report/repot318. Html. 22-11-2007. Pada tanggal 20 mei 2015 Nilacrysna, Tien. 1995. Pengaruh lama penyimpanan bibit bawang merah (Alium ascolanicum) terhadap kecepatan pertumbuhan tunas. Skripsi. Diunduh pada http://eprint, Undip, ac.id pada tanggal 24 mei 2015 Sudirja, 2007. Jurnal Hortikultura, Badan penelitian Dan Pengembangan Hortikultura, Jakarta. Hlm. 1021. Tjitrosoepomo, 1985. Teknologi benih. Bantol. Hal 20. Diunduh pada http://www.binatani.or.id/project/AlihTeknologi-Pembibitan-Bawang-Merah. PT Balai Benih TPH Provinsi Kalimantan Selatan. Pada Tanggal 20 mei 2015
20
ISSN 2355-195X
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BEBERAPA MACAM PUPUK KANDANG DAN PEMANGKASAN CABANG TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT ( LYCOPERSICUM ESCULENTUM MILL ) Rr. Setyani Hidayati 1 1
Staf Pengajar, Fakultas Pertanian, Universitas Panca Marga
[email protected] 1 (diterima: 09.12.2014, direvisi: 15.12.2014)
Abstrak Tomat merupakan salah satu komoditas sayuran yang mengandung vitamin A dan vitamin C cukup tinggi, serta hampir semua bagiannya dapat dimakan. Produktivitas tomat Jawa Timur sebesar 13,35 ton/ha. Pemangkasan pada tanaman tomat adalah untuk mengendalikan keseimbangan pertumbuhan vegetatif dan reproduktif untuk meningkatkan hasil, memperbesar buah dan mempercepat proses pemasakan buah. Upaya peningkatan hasil dari tanaman tomat salah satu yang dilakukan memberi pemupukan tambahan.dengan pupuk kandang. Tujuan penelitian untuk mengetahui pupuk kandang yang tepat dan pemangkasan cabang sehingga diperoleh pertumbuhan dan hasil tanaman tomat yang tinggi. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Selogudig Wetan kecamatan Pajarakan, Kabupaten Probolinggo dari bulan Februari - Mei 2015. Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Faktorial yang terdiri dari dua faktor. Faktor petak utama adalah Pupuk kandang sedangkan faktor anak petak adalah Pemangkasan yang di ulang tiga kali. Faktor petak utama adalah Pupuk Kandang (K) yang terdiri dari K1 = pupuk kandang sapi ; K2 = pupuk kandang kambing; sedangkan faktor anak petak adalah Pemangkasan (P) yaitu: P0 = tanpa pemangkasan, P1= pemangkasan 1 cabang, P2 = pemangkasan 2 cabang, P3 = pemangkasan 3 cabang, sehingga diperoleh 8 kombinasi perlakuan sebagai berikut: K1P0; K1P1; K1P2; K1P3; K2P0; K2P1; K2P2; K2P3. Parameter yang diamati adalah: tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang produktif, jumlah tandan buah, jumlah buah per tanaman, hasil panen dan bobot per buah. Hasil penelitian dengan uji BNT 5% menunjukkan bahwa: 1). Pupuk kandang yang memberi efek ukuran tertinggi yaitu pupuk kandang kambing (K2), yang menunjukkan tinggi tanaman 194,48 cm pada umur 35 HST; jumlah daun umur 21 HST sebanyak 44,50 helai; jumlah cabang produktif umur 35 HST sebanyak 21,94; jumlah tandan buah 70,35; jumlah buah per tanaman sebanyak 334,00; 2). Pemangkasan yang terbaik yaitu pemangkasan 3 cabang (P3) yang memberi efek pada jumlah daun umur 14 HST sebanyak 28 helai; hasil panen I 2363 gram dan panen II 2372 gram; bobot per buah 51,53 gram; 3). Terjadi interaksi antara perlakuan pemberian pupuk kandang kambing dan pemangkasan 3 cabang (K2P3) yang memberi efek tinggi tanaman 55.60 cm pada umur 28 HST. Kata Kunci: pupuk kandang, pemangkasan cabang, tanaman tomat.
hampir semua bagiannya dapat dimakan. Produktivitas tomat Provinsi Jawa Tengah sebesar 11,93 ton/ha, lebih rendah dibandingkan provinsi lain, seperti Jawa Barat dan Jawa Timur yaitu 20,25 ton/ha dan 13,35 ton/ha (Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, 2006). Di Indonesia, tomat banyak diusahakan, baik di dataran tinggi (60%) maupun di daratan rendah (40%). Rendahnya produksi tomat menjadi salah satu kendala dalam budi daya tanaman ini. Hasil rata-rata pertanaman tomat di dataran rendah umumnya sekitar 6,0 ton/ha, sedangkan di dataran tinggi mencapai 26,6 ton/ha. Rendahnya produksi di dataran rendah antara lain
PENDAHULUAN Tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill) termasuk keluarga besar Solanaceae. Keluarga ini terdiri dari tidak kurang 2200 spesies. Pada saat ini buah tomat telah mempunyai kedudukan yang baik, walaupun belum merata digunakan dalam menu atau gizi masyarakat. Selain mempunyai rasa yang lezat ternyata tomat juga memiliki komposisi zat yang cukup lengkap dan baik, terutama kadar vitamin A dan vitamin C. Tomat merupakan salah satu komoditas sayuran yang mengandung vitamin A dan vitamin C cukup tinggi, serta
21
Efektivitas Penggunaan Beberapa Macam Pupuk Kandang …
Rr. Setyani Hidayati Di dalam pola pertumbuhan tanaman, pertumbuhan ujung batang yang dilengkapi dengan daun muda apabila mengalami hambatan, maka pertumbuhan tunas akan tumbuh ke arah samping yang dikenal dengan “tunas lateral” misalnya saja terjadi pemotongan pada ujung batang (pucuk), maka akan tumbuh tunas pada ketiak daun. Fenomena ini dinamakan “apical dominance“. Pengaruh pemangkasan pada tanaman tomat yang mendapat perlakuan pemangkasan memiliki jumlah tunas yang lebih banyak daripada tanaman tomat yang tidak mendapat perlakuan (kontrol). Aplikasi ini akan mempengaruhi atau merangsang hormon yang mengakibatkan tanaman tidak tumbuh terlalu tinggi, namun akan lebih banyak tumbuh cabang-cabang yang nantinya tumbuh bunga dan buah. Mengingat permintaan terhadap buah tomat yang terus meningkat, diperlukan upaya peningkatan hasil dari tanaman tomat. Salah satu upaya yang dilakukan pemupukan tambahan. Selain menggunakan pupuk kimia, perlu dilakukan pemberian tambahan pupuk kandang. Pemanfaatan limbah peternakan (kotoran ternak) merupakan salah satu alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi kelangkaan dan naiknya harga pupuk. Pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk sudah dilakukan petani secara optimal di daerah-daerah sentra produk sayuran. Sayangnya masih ada kotoran ternak tertumpuk di sekitar kandang dan belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber pupuk. Keluhan petani saat terjadi kelangkaan atau mahalnya harga pupuk non organik (kimia) dapat diatasi dengan menggiatkan kembali pembuatan dan pemanfaatan pupuk kandang. Pupuk kandang merupakan pupuk yang berasal dari kotoran hewan yang digunakan untuk menyediakan unsur hara bagi tanaman. Pupuk kandang berperan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Komposisi unsur hara yang terdapat pada pupuk kandang sangat tergantung pada jenis hewan, umur, alas kandang dan pakan yang diberikan pada hewan tersebut. Pupuk kandang bermanfaat untuk menyediakan unsur hara makro dan mikro dan mempunyai daya ikat ion yang tinggi sehingga akan mengefektifkan bahan-bahan anorganik di dalam tanah, termasuk pupuk anorganik. Selain itu, pupuk kandang bisa memperbaiki struktur tanah, sehingga pertumbuhan tanaman bisa optimal. Pupuk kandang yang telah siap diaplikasikan memiliki ciri bersuhu dingin, remah, wujud aslinya tidak tampak, dan baunya telah berkurang. Jika belum memiliki ciri-ciri tersebut, pupuk kandang belum siap digunakan. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis terdorong untuk melaksanakan suatu penelitian tentang pengaruh pemangkasan dan pemberian macam pupuk kandang yang juga menjadi faktor pendukung peningkatan produksi tomat.
disebabkan oleh kendala utama rendahnya produksi tomat secara nasional yaitu keterbatasan teknologi budidaya yang dimiliki petani dan kurangnya informasi teknologi, seperti pemangkasan cabang atau pengaturan jumlah cabang utama dan penjarangan buah atau pengurangan buah (Digilib, 2004). Sumarjono (2003) melaporkan bahwa bila tanaman sayuran kekurangan air, tanaman akan layu dan dalam waktu singkat tanaman akan mati. Khusus tanaman tomat, masalah kekeringan menjadi faktor pembatas. Terkait dengan aspek budidaya, aktivitas usaha tani yang terasa memberatkan petani adalah penyiraman. Air merupakan faktor pembatas yang sangat penting untuk mendapatkan hasil panen tomat yang baik. Lahan yang kekurangan air akan menyebabkan aerasi udara dalam tanah terganggu dan suplai oksigen dalam tanah tidak lancar, sehingga perkembangan tanaman menjadi tertunda atau mengalami kekerdilan. Pemangkasan biasa dilakukan sebagai upaya pengurangan persaingan di antara bagian satu dengan bagian lain dalam satu tanaman atau di antara tanaman satu dengan tanaman lainnya dengan mengurangi / membuang beberapa cabang, sehingga tanaman dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan yang diharapkan. Adapun tujuan pemangkasan pada tanaman tomat adalah mengendalikan keseimbangan pertumbuhan vegetatif dan reproduktif untuk meningkatkan hasil, memperbesar buah dan mempercepat proses pemasakan buah. Sementara pangkasan pada tanaman tomat dapat dibedakan dalam tiga macam yaitu pangkasan bentuk, pangkasan bentuk dan pangkasan tunas-tunas di ketiak cabang atau tangkai daun (Nabsya, 2010). Pemangkasan ini merupakan usaha untuk memperbaiki kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban, cahaya, sirkulasi angin sehingga aktifitas fotosintesa berlangsung normal. Ada beberapa cara pemangkasan yaitu pemangkasan cabang primer, pemangkasan peremajaan dan pemangkasan pemeliharaan, dan sisi pemangkasan dalam yang dilakukan pada peremajaan akan menunda masa panen karena tanaman memerlukan waktu untuk rehabilitasi. Di tinjau dari aspek fisiologis tanaman, pemangkasan yang demikian disertai dengan pembersihan seluruh komponen untuk asimilasi adalah suatu hal yang sangat drastis dan akan menyebabkan terjadinya stagnasi pertumbuhan berikutnya (Hasan 2001). Pemangkasan dapat mendorong lebih cepat tumbuhnya tunas baru, yang berpotensi untuk berbunga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemangkasan selain dapat menngkatkan hasil bunga juga dapat memperbaiki kualitas bunga dan penampilan atau figur tanaman mnjadi lebih baik tetapi juga dapat mengadakan produksi bunga menurun (Satsijah, 2008).
22
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X menunjukkan bahwa produksi tomat di Indonesia dapat ditingkatkan jika dilihat dari nilai produksi nasional. Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi (2010) menyatakan bahwa varietas tomat yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian sampai tahun 2006 sebanyak 54 varietas dan varietas yang sudah dilepas tersebut merupakan varietas anjuran. Varietas tomat yang telah dilepas diantaranya adalah Intan, Ratna, Berlian, Mutiara, Kaliurang, Zamrud, Opal, Arthaloka, dan Permata. Untuk memenuhi permintaan atau kebutuhan tomat, salah satu upaya yang harus dilakukan yaitu intensifikasi pertanian. Intensifikasi pertanian adalah upaya untuk peningkatan produktifitas tomat per satuan luas. Salah satu upaya intensifikasi adalah penggunaan varietas unggul, telah banyak varietas-varietas baru yang telah dihasilkan oleh badan penelitian dan pengembangan pertanian, Departemen pertanian. Karakter unggul yang dimiliki varietas-varietas baru mampu meningkatkan produktivitas tanaman tomat. Peningkatan produktivitas tersebur diharapkan juga mampu memenuhi permintaan tomat berkualitas yang kian meningkat. Dengan demikian baik petani maupun konsumen akan sama-sama diuntungkan. Ada beberapa varietas tomat resmi maupun non-resmi yang beredar pada masyarakat. Salah satu varietas tomat yang diminati oleh petani adalah varietas permata yang merupakan varietas unggul yang berkembang pesat dan memiliki potensi hasil yang cukup tinggi.
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Tomat Secara sistematika tanaman tomat diklasifikasikan para ahli botani sebagai berikut: Divisio : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Sub divisio : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Kelas : Dicotyledoneae (Biji berkeping satu) Ordo : Tubiflorae Famili : Solanaceae (Terong - terongan) Genus : Lycopersicon lycopersicum Spesies : Lycopersicum esculentum Mill atau Lycopersicon lycopersicum (L) Karst Botani Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) Tanaman tomat juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Pada daerah tropis temperatur tinggi, kurangnya intensitas cahaya, dan kelembaban tinggi dapat menurunkan produksi dan kualitas buah. Ketinggian tempat untuk penanaman tomat adalah dibawah 1400 m dpl. Berarti tomat dapat ditanam pada dataran rendah sampai dataran tinggi (1400 m dpl). Tanah yang gembur, subur, dan banyak mengandung humus (bahan organik) sangat disukai. Faktor-faktor abiotik tersebut berpengaruh terhadap beberapa tahap proses reproduksi, sehingga mempengaruhi produksi buah (Purnamaningsih, 2008). Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah 21-24 °C pada siang hari dan 15-20 °C pada malam hari. Temperatur pada siang hari lebih dari 38 °C selama 1-3 hari setelah penyerbukan menyebabkan embrio mengalami kerusakan, sehingga biji yang terbentuk tidak baik.
Deskripsi Tomat Varietas Permata 1. Nama varietas : Permata 2. Kelompok : Tomat sayur 3. Umur panen pertama : 60 hari 4. Umur terakhir panen : 120 hari 5. Tinggi tanaman sampai awal panen : 120 cm 6. Jumlah tandan bunga per tanaman : 13-15 buah 7. Jumlah buah per tandan : 4-8 buah 8. Frekuensi panen : 4-7 hari sekali 9. Bobot per buah : 55-60 gram 10. Ukuran buah : 4,8 cm x 4,4 cm 11. Tebal daging buah : 6 mm 12. Kekerasan buah : keras 13. Bentuk buah : bulat hati 14. Warna buah muda : hijau keputihan 15. Warna buah masak : merah 16. Rasa buah : manis-masam 17. Tekstur daging buah : renyah 18. Produksi buah : 60 ton / ha populasi 25.000 19. Ketahanan HPT : Tahan terhadap layu bakteri & pecah buah
Varietas Tanaman Tomat Rendahnya produksi tomat antara lain disebabkan oleh terbatasnya ketersediaan varietas unggul di tingkat petani sehingga masih banyak petani tomat menanam varietas lokal dengan mutu benih yang rendah (Khairunisa dan purwati, 2007). Selain itu, pengembangan varietas berdaya hasil tinggi mengalami hambatan karena tidak tahan terhadap temperatur tinggi dan adanya layu Fusarium. Serangan penyakit ini mengurangi produksi tomat hingga 30%, bahkan pada musim penghujan dapat mencapai 60% (Nurita et al., 2004). Badan Pusat Statistik (2011), melaporkan bahwa produksi nasional tomat tahun 2006-2010 terus mengalami peningkatan, nilai produksinya tahun 2006 sebesar 629,744 ton, tahun 2007 sebesar 635,474 ton, tahun 2008 sebesar 725,973 ton, tahun 2009 sebesar 853,061 ton, dan tahun 2010 sebesar 891,616 ton. Hal ini
23
Efektivitas Penggunaan Beberapa Macam Pupuk Kandang … Tabel 1 Varietas resmi dan non-resmi tanaman tomat
Rr. Setyani Hidayati Pemangkasan tidak perlu dilakukan kalau yang diinginkan adalah buah tomat dengan ukuran yang beraneka ragam (Bernardinus dan Wiryanta, 2002). Apabila jumlah buah dalam kondisi banyak pada suatu tanaman maka akan menyebabkan beberapa perubahan seperti berkurangnya kandungan karbohidrat, ukuran dan bobot buah, seta komponen kualitas buah. Selain itu, akan menyebabkan jumlah buah hasil panen berikutnya menjadi menurun. Poerwanto (2004) menyatakan bahwa penjarangan buah sering dilakukan oleh petani untuk mengoptimalkan kualitas buah. Nurhadi (2002), pertumbuhan vegetatif tanaman tomat harus seimbang dengan pertumbuhan reproduktif tanaman, apabila pertumbuhan vegetatif dominan hormon pembentukan bunga sedikit dan produksi tanaman akan berkurang. Tanaman tomat responsif terhadap pemupukan, oleh sebab itu ketersediaan unsur hara dalam tanah sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya hasil.
Sumber: Tim Penulis PS, Budidaya tomat secara komersil, 2002 Pemangkasan Tomat Pemangkasan adalah upaya mengurangi jumlah tunas utama dari tanaman. Pemangkasan dilakukan untuk mengurangi pertumbuhan vegetatif dan merangsang pertumbuhan generatif, meningkatkan penerimaan cahaya matahari, menurunkan tingkat kelembaban di sekitar tanaman,dan untuk menaikkan kualitas buah (Nurhadi, 2002). Pemangkasan yang biasa dilakukan ada tiga macam, yaitu sebagai berikut: a. Pemangkasan tunas muda Tanaman tomat banyak ditumbuhi oleh tunas sehingga mengganggu kelangsungan hidup tanaman itu sendiri. Oleh karena itu, kelebihan tunas perlu dikurangi. Tunas yang muncul di antara batang tanaman dipotong sehingga yang tertinggal hanya batang daun utamanya saja. Cara memangkasnya cukup dengan menggunakan tangan karena batang tomat termasuk lunak. Tangan harus bersih untuk mencegah penularan hama atau penyakit, terutama virus. Selain itu, adanya luka baru akan memudahkan hama atau penyakit tersebut masuk ke tanaman. b. Pemangkasan batang Jika di atas tandan buah yang kelima tumbuh dua helai daun maka saatnya batang tersebut dipangkas ujungnya. Tujuan pemangkasan batang ini adalah untuk mempercepat proses pemasakan buah. Namun, jika ada tunas yang tumbuh kuat pada batang di sekitar tandan buah yang kelima, batang tidak perlu dipangkas. Pertumbuhan tomat yang subur biasanya mempunyai 2-3 tunas cabang pada setiap batangnya. Tunas cabang ini akan berkembang menjadi batang utama baru. Dengan demikian, cabang utama yang berlebih ini harus dikurangi. Bila dalam memangkas takut meninggalkan luka yang terlalu banyak, dapat digunakan pisau yang tajam. c. Pemangkasan bunga dan buah Selain pemangkasan di atas, penjarangan bunga atau bakal buah juga baik dilakukan. Jumlah bakal buah yang ideal sekitar 6-8 buah saja. Pengurangan kuantitas tersebut akan mendatangkan keunggulan kualitas.
Pupuk Kandang Pengomposan pupuk kandang akan meningkatkan kadar hara makro. Zat-zat hara yang terkandung dalam kotoran, akan diubah menjadi bentuk yang mudah diserap tanaman. Seperti unsur N yang mudah menguap akan dikonversi menjadi bentuk lain seperti protein. Dilihat dari bentuknya, terdapat pupuk kandang padat dan cair. Pupuk padat biasanya didapatkan dari tahi (feses) sedangkan pupuk cair diambil dari air kencing (urine). Ada juga yang diambil dari campuran feses dan urine, biasanya berbentuk campuran kental seperti lumpur. Selain bentuk fasa-nya, ada juga pupuk kandang yang berupa campuran antara kotoran dengan material lain. Seperti, kotoran ayam yang bercampur dengan sekam padi yang dijadikan alas kandang atau kotoran sapi yang bercampur jerami. Berikut ini, beberapa jenis pupuk kandang yang banyak dipergunakan: a. Kotoran sapi Pupuk kandang dari kotoran sapi memiliki kandungan serat yang tinggi. Serat atau selulosa merupakan senyawa rantai karbon yang akan mengalami proses dekomposisi lebih lanjut. Proses dekomposisi senyawa tersebut memerlukan unsur N yang terdapat dalam kotoran. Sehingga kotoran sapi tidak dianjurkan untuk diaplikasikan dalam bentuk segar, perlu pematangan atau pengomposan terlebih dahulu. Apabila pupuk diaplikasikan tanpa pengomposan, akan terjadi perebutan unsur N antara tanaman dengan proses dekomposisi kotoran. Selain serat, kotoran sapi memiliki kadar air yang tinggi. Atas dasar itu, para petani sering menyebut 24
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X Alam Universitas Diponegoro. Menyimpulkan bahwa Pemangkasan pucuk tanaman nilam pada ruas yang berbeda berpengaruh secara nyata meningkatkan panjang tunas lateral dan mengurangi jumlah tunas lateral, serta berpengaruh tidak nyata terhadap berat basah dan berat kering tanaman. d. Hasil penelitian BPTP Bogor tahun 2010 dengan judul Pengaruh Tinggi Pemangkasan Tanaman Induk Mahoni (Swietenia macrophylla King) Dalam Memacu Pembentukan Tunas Sebagai Sumber Bahan Stek. Menyimpulkan bahwa Pemangkasan tanaman induk mahoni pada ketinggian 40 cm dari atas permukaan tanah menghasilkan jumlah tunas juvenil terbesar yaitu 8 buah. Pertumbuhan panjang tunas yang dihasilkannya tidak berbeda dengan pertumbuhan tunas hasil pemangkasan setinggi 90 cm, 60 cm dan 30 cm. e. Hasil skripsi Nurhadi tahun 2002 dengan judul Pengaruh Jarak Tanam dan Pemangkasan Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) Fakultas Pertanian Universitas Panca Marga Probolinggo. Menyimpulkan bahwa pemangkasan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat. Pemangkasan dilakukan untuk mengurangi pertumbuhan vegetatif dan merangsang pertumbuhan generatif, meningkatkan penerimaan cahaya matahari, menurunkan tingkat kelembaban di sekitar tanaman,dan untuk menaikkan kualitas buah.
kotoran sapi sebagai pupuk dingin. Tingginya kadar air juga membuat ongkos pemupukan menjadi mahal karena bobot pupuk cukup berat. Kotoran sapi telah dikomposkan dengan sempurna atau telah matang apabila berwarna hitam gelap, teksturnya gembur, tidak lengket, suhunya dingin dan tidak berbau. b. Kotoran kambing Kotoran kambing teksturnya berbentuk butiran bulat yang sukar dipecah secara fisik. Kotoran kambing dianjurkan dikomposkan dahulu sebelum digunakan hingga pupuk menjadi matang. Ciri-ciri kotoran kambing yang telah matang suhunya dingin, kering dan relatif sudah tidak bau. Kotoran kambing memiliki kandungan K yang lebih tinggi dibanding jenis pupuk kandang lain. Pupuk ini sangat cocok diterapkan pada paruh pemupukan kedua untuk merangsang tumbuhnya bunga dan buah. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Diduga terdapat pengaruh nyata pada pemberian pupuk kandang tertentu terhadap komponen pertumbuhan dan komponen hasil tanaman tomat. 2. Diduga terdapat pengaruh yang nyata pada perlakuan pemangkasan cabang tertentu terhadap komponen pertumbuhan dan komponen hasil tanaman tomat. 3. Diduga terdapat interaksi yang nyata pada pemangkasan dan pemberian pupuk kandang tertentu terhadap komponen pertumbuhan dan komponen hasil tanaman tomat.
METODOLOGI Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan pekarangan rumah Desa Selogudig Wetan kecamatan Pajarakan, Kabupaten Probolinggo.
Penelitian Terdahulu a. Hasil skripsi Al Azari tahun 2013 dengan judul Pengaruh Pemangkasan Pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makasar . Menyimpulkan bahwa pemangkasan mempengaruhi pertumbuhan dan memperbanyak buah yang dihasilkan oleh tanaman tomat. b. Hasil penelitian Badan Penelitian Tanaman Sayur tahun 2008 dengan judul Pengaruh Pemangkasan Pucuk Terhadap Hasil dan Kualitas Benih Lima Kultivar Mentimun. Menyimpulkan bahwa meningkatnya jumlah cabang produktif tanaman akibat pemangkasan pucuk menyebebkan buah yang terbentuk dan jumlah daun lebih banyak dan produktif. c. Hasil penelitian Heny Irawati dan Nintya Setiari tahun 2006 dengan judul Pertumbuhan Tunas Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth) Setelah dilakukan Pemangkasan Pucuk Pada Ruas Yang Berbeda. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah benih tomat varietas permata F1. Pupuk yang digunakan ada 2 jenis pupuk kandang yakni (sapi dan kambing). Alat-alat yang digunakan adalah polybag sebagai media tanam, cangkul, penggaris, ajir bambu, tali rafia, label plot, ember, sprayer, sabit dan timbangan. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Faktorial yang terdiri dari dua faktor. Faktor petak utama adalah Pupuk kandang sedangkan faktor anak petak adalah Pemangkasan. Di ulang tiga kali. Faktor petak utama adalah Pupuk Kandang (K) yang terdiri dari: K1 = Pupuk Kandang Sapi 25
Efektivitas Penggunaan Beberapa Macam Pupuk Kandang … K2
= Pupuk Kandang Kambing Sedangkan Faktor anak petak adalah Pemangkasan (P) yaitu: (P0) = Tanpa Pemangkasan (P1) = Pemangkasan 1 Cabang (P2) = Pemangkasan 2 Cabang (P3) = Pemangkasan 3 Cabang Sehingga diperoleh 8 kombinasi perlakuan sebagai berikut: K1P0 : tanpa pemangkasan dengan pupuk kandang sapi K1P1 : tanpa pemangkasan dengan pupuk kandang kambing K1P2 : pemangkasan 1 cabang dengan pupuk kandang sapi K1P3 : pemangkasan 1 cabang dengan pupuk kandang kambing K2P0 : pemangkasan 2 cabang dengan pupuk kandang sapi K2P1 : pemangkasan 2 cabang dengan pupuk kandang kambing K2P2 : pemangkasan 3 cabang dengan pupuk kandang sapi K2P3 : pemangkasan 3 cabang dengan pupuk kandang kambing
Rr. Setyani Hidayati Pemeliharaan Tanaman a. Penyiraman Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pagi dan sore hari. Jika musim hujan penyiraman tidak perlu dilakukan melainkan hanya dilakukan bila kondisi tanah tampak kering. b. Pemasangan Label plot Pemasangan label penelitian dipasang pada setiap satuan plot (satuan percobaan) sesuai dengan perlakuan. Pemasangan label tersebut bertujuan untuk memudahkan dalam pemberian perlakuan serta pengamatan selama penelitian. Pemasangan lebel ini dilakukan 1 minggu sebelum tanam. c. Pemasangan Ajir Tanaman tomat memiliki batang yang kurang kuat untuk menopang buah dan mendukung tegaknya batang. Oleh karena itu, diperlukan ajir untuk menopangnya. Selain itu, juga berguna untuk memudahkan dalam pemeliharaan dan pemetikan buahnya. Ajir bisa dibuat dari bilah bambu dengan lebar 2 – 3 cm dan panjang 1 - 2 meter. Bagian bawah ajir dibuat runcing agar mudah ditancapkan. Tancapkan ajir di dekat batang tomat. Ujung ajir dapat dibiarkan tegak atau dapat juga dimiringkan dan ujungnya disatukan dengan ujung ajir yang lain. Batang tomat kemudian diikat pada ajir dengan tali rafia. Ikatan diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu erat atau kendur. Pemberian ajir dilakukan 3 – 4 minggu setelah penanaman. d. Sanitasi Tanaman Gulma dan rumput liar yang tumbuh dalam pot harus dibersihkan dengan cara dicabut dengan menggunakan tangan. Sedangkan yang ada disekitar polybag dibersihkan dengan menggunakan cangkul atau sabit.
Metode Analisis Adapun model matematisnya, menurut Sastrosupadi (2010), adalah sebagai berikut: Yij = µ + Bk + Ti + ϵik + Vj + (TV)ij + σijk Y ijk = Nilai pengamatan karena pengaruh faktor T taraf ke-i dan faktor V taraf ke-j µ = Nilai Tengah Umum Bk = Pengaruh Blok atau ulangan ke-k Ti = Pengaruh faktor T yang ke-i ϵik = Pengaruh sisa untuk petak utama atau pengaruh sisa karena pengaruh faktor T taraf ke-i pada kelompok ke-k (TV)ij = Pengaruh interaksi faktor petak utama yang ke-i dan anak petak yang ke-j σijk = Pengaruh sisa untuk anak petak atau pengaruh sisa karena pengaruh faktor T taraf ke-i dan faktor anak petak ke-j pada kelompok ke-k
Pemangkasan Pemangkasan pada tomat dilakukan dengan menentukan cabang yang pertumbuhannya tidak maksimal. Pemangkasan dapat dilakukan pada pagi hari agar bekas dari cabang yang telah dipangkas cepat mengering. Pemangkasan bertujuan untuk mengoptimalkan pertumbuhan, mengurangi penguapan lingkungan, dan dapat meningkatkan hasil produksi. Perlakuan pemangkasan bisa saja dilakukan pada fase vegetatif maupun generatif. Hal ini dikarenakan pada perlakuan pemangkasan, kita harus benar-benar menentukan cabang yang pertumbuhannya tidak baik. Selain itu alat yang kita gunakan untuk memangkas juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Pisau harus benar dalam keadaan steril, sehingga vektor hama penyakit yang menempel pada pisau tidak menyerang bekas pemangkasan tersebut.
Analisis Data Data hasil pengamatan dianalisis dengan uji F pada taraf 5%, dan jika terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kepercayaan 5%.
26
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang akan menambah nutrisi pada tanaman. Sedangkan pada perlakuan pemangkasan berpengaruh nyata pada 21 HST dan berpengaruh sangat nyata pada 28, 35 HST (Tabel 2). Sedangkan pada analisis lanjutan BNT taraf 5% menunjukkan perlakuan K2P3 (pupuk kandang kambing dan pemangkasan tiga cabang) memiliki tinggi tanaman tertinggi bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Tabel 3). Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa pada umur 14 hst terjadi interaksi yang nyata. Perlakuan K1P3 (Pupuk kandang sapi dan Pemangkasan tiga cabang) memberikan rerata tinggi tanaman yang tertinggi yaitu 26,1 cm. Pada umur 21 hst terjadi interaksi yang nyata. Perlakuan K2P3 (Pupuk kandang kambing dan pemangkasan tiga cabang) memberikan rerata tinggi tanaman yang tertinggi yaitu 48,8 cm. Dan pada umur 28 hst terjadi interaksi yang nyata. Perlakuan K2P3 (Pupuk kandang kambing dan pemangkasan tiga cabang) memberikan rerata tinggi tanaman yang tertinggi yaitu 55,6 cm. Pada Tabel 4 tidak terjadi interaksi antara perlakuan pupuk kandang dan pemangkasan, maka yang berpengaruh adalah faktor tunggal. Dimana perlakuan K2 (pupuk kandang kambing) menunjukkan rerata tertinggi daripada pupuk kandang sapi. Sedangkan pada perlakuan P3 (pemangkasan tiga cabang) menunjukkan rerata tertinggi dari perlakuan lainnya.
Panen Pemanenan merupakan tahap akhir dari budidaya tomat. Keberhasilan panen juga tidak terlepas dari awal budidaya, seperti penanaman dan pemeliharaan hingga tiba waktu panen. Pemanenan tomat perlu dilakukan dengan tepat waktu, teknik ketelitian, dan kesabaran. Pemanenan yang terlalu muda akan menghasilkan kualitas warna buah yang kurang maksimal. Demikian juga jika terlambat panen, kualitas buah akan menurun karena busuk dan gampang rusak. Tomat Permata termasuk dalam varietas determinite, yaitu pertumbuhan akan berhenti pada saat proses pembungaan. Pemanenan awal tomat varietas determinite dilakukan pada umur 60 HST dengan interval panen selanjutnya 3-4 hari. Umumnya, panen tomat dilakukan terus menerus hingga tanaman berumur 1-2 bulan (kurang lebih 7-15 kali panen) atau tergantung kondisi tanaman. Parameter Pengamatan 1. Tinggi Tanaman (cm) Pengamatan tinggi tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 14, 21, 28 dan 35 HST dengan interval 7 hari. Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang sampai ujung titik tumbuh dengan menggunakan meteran. 2. Jumlah daun Pengamatan jumlah daun dilakukan pada saat tanaman berumur 14, 21, 28 dan 35 HST dengan interval 7 hari. Penghitungan jumlah daun dilakukan pada masing-masing sampel dari tiap plot dengan cara menghitung jumlah daun dari daun paling bawah sampai daun teratas (pucuk). 3. Jumlah Cabang Pengamatan jumlah cabang dihitung pada saat tanaman berumur 21, 28 dan 35 HST dengan interval 7 hari. 4. Jumlah tandan buah 5. Hasil panen a. Jumlah buah per tanaman b. Hasil panen I (gr) / tanaman c. Hasil panen II (gr) / tanaman d. Bobot per buah (gr)
Jumlah Daun Pengamatan jumlah daun tomat (Lycopersicum esculentum Mill) dilakukan pada umur 14, 21, 28 dan 35 hari setelah tanam (HST). Dari hasil ANOVA, diketahui bahwa perlakuan pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada umur 14 HST, dan berpengaruh sangat nyata pada umur 21, 28 dan 35 HST. Pada perlakuan pemangkasan berpengaruh nyata pada umur 21, 28, 35 HST. Serta terjadi interaksi berbeda nyata antara perlakuan pupuk kandang dengan perlakuan pemangkasan yakni pada umur 28 dan 35 HST (Tabel 5). Sedangkan pada analisis lanjutan BNT taraf 5% menunjukkan perlakuan pupuk kandang kambing dan tanpa pemangkasan memiliki jumlah daun lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan adanya perlakuan pemangkasan. Pada perlakuan pemangkasan, Jumlah daun yang telah dilakukan pemangkasan akan lebih berkurang (Tabel 6). Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa pada umur 28 hst terjadi interaksi yang nyata. Perlakuan K2P0 (Pupuk kandang kambing dan tanpa pemangkasan) memberikan rerata jumlah daun yang tertinggi yaitu 22,6. Pada umur 35 hst terjadi interaksi yang nyata. Perlakuan K2P0 (Pupuk kandang kambing dan tanpa pemangkasan) memberikan rerata jumlah daun yang tertinggi yaitu 31,1.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman (cm) Pengukuran tinggi tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill) dilakukan pada 14, 21, 28 dan 35 hari setelah tanam (HST) interval 7 hari. Berdasarkan hasil ANOVA, dapat diketahui bahwa perlakuan pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman yakni pada umur 14, 21, 28 dan 35 HST. Hal ini 27
Efektivitas Penggunaan Beberapa Macam Pupuk Kandang …
Rr. Setyani Hidayati pemangkasan menghasilkan jumlah tandan buah yang relatif banyak (Tabel 10). Sedangkan pada analisis lanjutan BNT taraf 5% menunjukkan perlakuan pupuk kandang kambing dan pemangkasan dua cabang memiliki jumlah tandan buah lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Tabel 11). Pada tTabel 11 Tidak terjadi interaksi antara perlakuan pupuk kandang dan pemangkasan. Maka yang berpengaruh adalah faktor tunggal. K2 (pupuk kandang kambing) menunjukkan rerata jumlah tandan buah lebih tinggi. P2 (pemangkasan dua cabang) menunjukkan rerata jumlah tandan tertinggi daripada jumlah tandan buah pada perlakuan pemangkasan lainnya.
Sedangkan pada Tabel 7 menunjukkan bahwa pada umur 14 dan 21 hst tidak terjadi interaksi antara perlakuan pupuk kandang dan pemangkasan. Maka yang berpengaruh adalah faktor tunggal. Pada umur 14 dan 21 hst perlakuan K2 (pupuk kandang kambing) menunjukkan rerata jumlah daun lebih tinggi daripada pupuk kandang sapi. Pada perlakuan Pemangkasan umur 14 hst P3 (pemangkasan tiga cabang) menunjukkan rerata jumlah daun tertinggi. Dan umur 21 hst P0 (tanpa pemangkasan) menunjukkan rerata jumlah daun tertinggi. Jumlah Cabang Pengamatan jumlah cabang dilakukan pada umur 21, 28 dan 35 hari setelah tanam (HST). Pengamatan jumlah cabang dilakukan setelah dilakukan pemangkasan yakni dengan memangkas cabang yang kurang baik (kurus, perkembangan kurang baik). Berdasarkan hasil ANOVA, dapat diketahui bahwa pupuk kandang berpengaruh sangat nyata pada umur 21, 28 dan 35 HST, sedangkan pada perlakuan pemangkasan pada 28 dan 35 berpengaruh nyata (Tabel 8). Sedangkan pada analisis lanjutan BNT taraf 5% menunjukkan perlakuan pupuk kandang kambing dan tanpa pemangkasan memiliki jumlah cabang tertinggi bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan adanya perlakuan pemangkasan. Pada perlakuan pemangkasan, Jumlah cabang yang telah dilakukan pemangkasan akan lebih berkurang (Tabel 9). Pada Tabel 9 menunjukkan bahwa pada umur 21, 28 dan 35 hst tidak terjadi interaksi antara perlakuan pupuk kandang dan pemangkasan. Maka yang berpengaruh adalah faktor tunggal. Pada umur 21 hst perlakuan K2 (pupuk kandang kambing) menunjukkan rerata tinggi tanaman yang sangat nyata. Pada umur 28 hst perlakuan K2 (pupuk kandang kambing) menunjukkan rerata tinggi tanaman yang sangat nyata. Pada perlakuan Pemangkasan umur 28 hst P0 (tanpa pemangkasan) menunjukkan rerata jumlah cabang tertinggi. Dan umur 35 hst K2(pupuk kandang kambing) menunjukkan rerata jumlah cabang tertinggi. Pada perlakuan pemangkasan umur 35 hst P0 (tanpa pemangkasan) menunjukkan rerata jumlah cabang tertinggi.
Hasil Panen Jumlah Buah per Tanaman Pada parameter jumlah buah per tanaman hasil buah menunjukkan berbeda tidak nyata pada perlakuan pupuk kandang maupun perlakuan pemangkasan (Tabel 12). Sedangkan pada analisis lanjutan BNT taraf 5% menunjukkan perlakuan pupuk kandang kambing dan pemangkasan dua cabang (K2P2) memiliki jumlah buah per tanaman lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. (Tabel 13). Meskipun tidak ada interaksi antara perlakuan pupuk kandang dan pemangkasan, namun pada perlakuan K2P2 (pupuk kandang kambing dan pemangkasan tiga cabang) memperoleh hasil tertinggi (Tabel 13). Diasumsikan kandungan unsur hara pada pupuk kambing dalam keadaan tersedia bagi tanaman sehingga unsur haranya lebih mudah diserap atau diambil oleh akar tanaman dan bisa segera dimanfaatkan untuk kelangsungan fase generatif tanaman. Sehingga pada parameter jumlah buah per tanaman perlakuan K2P2 menunjukkan hasil tertinggi. Hasil Panen I (gr) / Tanaman Pengukuran hasil buah panen I. Berdasarkan hasil ANOVA, dapat diketahui bahwa terjadi interaksi berbeda tidak nyata pada perlakuan pada pupuk kandang. Sedangkan pada perlakuan pemangkasan menunjukkan pengaruh berbeda nyata. Hal ini dikarenakan perlakuan pemangkasan menghasilkan jumlah buah yang relatif banyak dan mempercepat penuaan atau perubahan warna pada buah tomat sehingga cepat di panen (Tabel 14). Sedangkan pada analisis lanjutan BNT taraf 5% menunjukkan perlakuan pupuk kandang kambing dan pemangkasan tiga cabang (K2P3) memiliki hasil buah panen I tertinggi bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Tabel 15). Pada tabel 16 tidak terjadi interaksi antara perlakuan pupuk kandang dan pemangkasan. Maka yang berpengaruh adalah faktor tunggal. K2 (pupuk kandang kambing) menunjukkan rerata hasil buah panen I per
Jumlah Tandan Buah Pengamatan jumlah tandan buah dilakukan untuk mengetahui jumlah tandan buah per tanaman akibat perlakuan pemberian pupuk kandang dengan pemangkasan. Berdasarkan hasil ANOVA, dapat diketahui bahwa terjadi pengaruh berbeda nyata pada perlakuan pada pupuk kandang. Sedangkan pada perlakuan pemangkasan juga menunjukkan pengaruh berbeda nyata. Hal ini dikarenakan perlakuan
28
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X
tanaman lebih tinggi daripada pupuk kandang sapi. Maka dapat diasumsikan bahwa penyerapan C-organik pupuk kandang kambing oleh tanaman lebih cepat daripada pupuk kandang sapi. Sedangkan perlakuan pemangkasan, P3 (pemangkasan tiga cabang) menunjukkan rerata hasil buah panen per tanaman I lebih tinggi dibandingkan dengan pemangkasan lainnya. Nurhadi (2002), pemangkasan dilakukan untuk mengurangi pertumbuhan vegetatif dan merangsang pertumbuhan generatif, menurunkan tingkat kelembaban serta meningkatkan kualitas buah.
PENUTUP Simpulan 1. Pupuk kandang yang memberi efek tertinggi didapat pada pupuk kandang kambing (K2) pada: tinggi tanaman umur 35 hst yaitu 194,48 cm; jumlah daun umur 21 hst yaitu 44,50; jumlah cabang umur 35 hst yaitu 21,93; jumlah tandan buah yaitu 70,35 dan jumlah buah per tanaman yaitu 334,00. 2. Pemangkasan yang memberi efek tertinggi didapat pada pemangkasan tiga cabang (P3) pada: jumlah daun umur 14 hst yaitu 28,00 helai. Pada hasil panen I yaitu 2363 gram dan hasil panen II yaitu 2372 gram Serta pada bobot per buah yaitu 51,53. 3. Terjadi interaksi antara perlakuan pupuk kandang kambing dan pemangkasan tiga cabang (K2P3) dan memberi efek tertinggi yaitu pada tinggi tanaman umur 28 hst yaitu 55,60 cm.
Hasil Buah Panen II (gr) / Tanaman Pengukuran hasil buah kedua menunjukkan berbeda tidak nyata pada perlakuan pupuk kandang maupun perlakuan pemangkasan (Tabel 16). Sedangkan pada analisis lanjutan BNT taraf 5% menunjukkan perlakuan pupuk kandang kambing dan pemangkasan satu cabang memiliki hasil panen II per tanaman lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. (Tabel 17). Meskipun tidak ada interaksi antara perlakuan pupuk kandang dan pemangkasan, namun pada perlakuan K2P3 (pupuk kandang kambing dan pemangkasan tiga cabang) memperoleh hasil tertinggi. Hal ini dikarenakan faktor lingkungan terutama cuaca, sehingga menyebabkan proses pemasakan pada buah tidak normal atau lebih lama . kurangnya intensitas cahaya, dan kelembaban tinggi dapat menurunkan produksi dan kualitas buah (Purnamaningsih, 2008). Sedangkan rerata P3 (pemangkasan tiga cabang) memperoleh hasil tinggi daripada perlakuan lainnya.
Saran Diharapkan pada petani tomat agar memberikan pemberian pupuk kandang pada lahan yang akan ditanam, terutama pupuk kandang kambing, apabila penanaman dilakukan pada musim hujan, maka bibit direndam dalam larutan bokhasi cair selama 10 menit sebelum pindah tanam, agar tidak rentan terhadap layu bakteri maupun fungi. serta melakukan pemangkasan pada tanaman tomat agar mendapatkan hasil yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA Azari, A. 2013. Pengaruh Pemangkasan Pada Tanaman Tomat. Universitas Hasanuddin Makasar. Jurusan Agronomi
Bobot Per Buah (gr) Pengamatan bobot per buah. Berdasarkan hasil ANOVA, dapat diketahui bahwa terjadi berbeda tidak nyata pada perlakuan pada pupuk kandang. Sedangkan pada perlakuan pemangkasan menunjukkan berbeda nyata (Tabel 18). Sedangkan pada analisis lanjutan BNT taraf 5% menunjukkan perlakuan K2P3 (pupuk kandang kambing dan pemangkasan tiga cabang) memiliki bobot per buah tertinggi bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Tabel 19). Tidak terjadi interaksi antara perlakuan pupuk kandang dan pemangkasan. Maka yang berpengaruh adalah faktor tunggal. Nurhadi (2002), Pemangkasan dilakukan untuk mengurangi pertumbuhan vegetatif dan merangsang pertumbuhan generatif, menurunkan tingkat kelembaban serta meningkatkan kualitas buah.
Badan Pusat Statistik. 2011. Produksi sayuran di Indonesia. http://www.bps.go.id. [14 Desember 2011] Bernardinus & Wiryanta. 2002. Bertanam Tomat. PT Agro Media Pustaka. Jakarta. Digilib. 2004. http://digilib.unila.ac.id/go.php?id=laptunilapp-gdlres-2007-nenhasnun-923. Diakses pada hari selasa tanggal 4 juni 2008 pukul 16.30 wib Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 2006. Produktivitas Tomat di Indonesia. Biro Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. Departemen Pertanian RI. Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi. 2010. Standar prosedur operasional budidaya tomat. http://www.deptan.go.id. [10 Desember 2010].
29
Efektivitas Penggunaan Beberapa Macam Pupuk Kandang … Hasan, Zulkifli. 2001. Pedoman Bertanam Sayuran Dataran Rendah. UGM press. Yogyakarta Hidayati, N. and Rahmansyah, D. 2012. Tim Penulis PS. Tomat, Tomat Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta. Nasbya. 2010. http://nabsya.wordpress.com/2013/06/01/perlakuanpemangkasan-tanaman/ Nurhadi. 2002. Hasil Skripsi berjudul: Pengaruh Jarak Tanam dan Pemangkasan Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tomat. Universitas Panca Marga Probolinggo. Nurita, et al. 2004. Pengaruh Olah Tanah Konservasi terhadap Hasil Varietas Tomat di Lahan Lebak. Badanlitbang Pertanian. Puslitbangtanak. Balittra. Banjarbaru. Purnamaningsih. 2008. Perakitan Tanaman Tomat Partenokarpi untuk Meningkatkan Produksi Tomat di Dataran Rendah. Warta Biogen Vol. 4 No. 2. Purwanto. 2004. Modul II Budidaya Buah – Buahan : Pertumbuhan dan Perkembangan Pohon. Program Studi Hortikulktura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor . Purwati, E dan Khairunisa. 2007. Budidaya Tomat Dataran Rendah. Penebar Swadaya. Jakarta. Sastrosupadi, Adji. 2010. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Yogyakarta : PT. Kanisius. Satsijah 2008. Pengaruh Pemangkasan dan Aplikasi Cycosel Terhadap Hasil Bunga. UGM press. Yogyakarta. Sumarjono, A.H. 2003. Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya. Tim Penulis PS. 2012. Tomat, Budidaya Tomat Secara Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.
30
Rr. Setyani Hidayati
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X
LAMPIRAN TABEL
31
Efektivitas Penggunaan Beberapa Macam Pupuk Kandang …
LAMPIRAN TABEL
32
Rr. Setyani Hidayati
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X
LAMPIRAN TABEL
33
Efektivitas Penggunaan Beberapa Macam Pupuk Kandang …
LAMPIRAN TABEL
34
Rr. Setyani Hidayati
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X
LAMPIRAN TABEL
35
Efektivitas Penggunaan Beberapa Macam Pupuk Kandang …
LAMPIRAN TABEL
36
Rr. Setyani Hidayati
ISSN 2355-195X
EFEKTIFITAS BERBAGAI PENGOLAHAN TANAH DAN PENYIANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG HIJAU ( VIGNA RADIATA L. ) DI LAHAN KERING MUNENG Ghalih Aji Widyantoro 1 , Tumini 1
2
Mahasiswa, 2 Staf Pengajar, Fakultas Pertanian Universitas Panca Marga
[email protected] 2 (diterima: 08.12.2014, direvisi: 22.12.2014)
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas berbagai pengolahan tanah dan penyiangan. Penelitian ini dilakukan di Kebun BALITKABI Muneng, Probolinggo, Jawa Timur. Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Strip Plot dengan 3 ulangan. Pengamatan mulai dilakukan pada saat perkecambahan. Adapun parameter yang di amati pada penelitian ini meliputi, jumlah tanaman tumbuh, jumlah tanaman panen, tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman, bobot 100 biji dan hasil biji kering ton/ha. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata pada interaksi antara pengolahan tanah dan penyiangan terhadap jumlah tanaman tumbuh, jumlah tanaman panen, tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman, bobot 100 biji dan hasil biji kering ton/ ha. Faktor pengolahan tanah menunjukkan adanya beda nyata terhadap jumlah tanaman tumbuh, jumlah tanaman panen, tinggi tanaman dan hasil biji kering ton/ha. pada faktor penyiangan hanya memberikan perbedaan yang nyata terhadap jumlah tanaman panen. Pada faktor pengolahan tanah normal dua kali olah tanah memberikan hasil yang sangat tinggi terhadap jumlah tanaman tumbuh, jumlah tanaman panen, tinggi tanaman hasil biji kering ton/ ha. Meskipun faktor pengolahan tanah tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap jumlah polong per tanaman dan bobot 100 biji tetapi pengolahan tanah norma dua kali memberikan hasil tetrtinggi pada jumlah polong per tanaman dan bobot 100 biji. Kata Kunci: jarak tanam, varietas, pertumbuhan, hasil produksi.
mengimpor kacang hijau, antara 1.000 hingga 20.000 ton/tahun, jadi masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara yang lain. Rendahnya hasil kacang hijau di Indonesia karena tanaman diusahakan di lahan kering maupun sawah tadah hujan (setelah panen padi) yang tingkat kesuburannya rendah serta pengelolaan oleh petani kurang intensif. Pengelolaan tanah biasanya diperlukan untuk tanaman kacang hijau, namum dalam keadaan tertentu pengolahan tanah tidak begitu mempengaruhi hasil. Pengolahan tanah dimaksudkan untuk menciptakan keadaan tanah yang gembur, bersih gulma agar menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan akar sehingga pertumbuhan kacang hijau menjadi baik dan memberikan hasil yang memuaskan. Pengolahan tanah yang baik memerlukan tenaga kerja dan biaya yang tinggi di samping waktu yang lama. Pengolahan tanah dua kali dan digaru memerlukan 172 hari orang kerja (HOK)/ha, sedangkan pengolahan tanah dalam jalur tanam (25 cm) diperlukan 30 HOK/ha.
PENDAHULUAN Kacang hijau termasuk tanaman pangan yang sudah lama dibudidayakan di Indonesia. Diperkirakan kacang hijau di Indonesia berasal dari India, diintroduksi pada abad ke tujuh, bersamaan dengan adanya hubungan dagang dan keagamaan antara Indonesia dan India. Di India, kacang hijau sudah dibudidayakan sejak beberapa abad sebelum masehi. Perkembangan luas tanaman kacang hijau di Indonesia sangat lambat dibandingkan dengan luasan tanaman kedelai atau kacang tanah. Hingga awal 1960 data tanaman kacang hijau tidak dimasukkan ke dalam statistik pertanian, dan baru mulai awal tahun 1970-an, setelah ditemukan varietas unggul yang umurnya genjah dapat dipanen serempak dan hasilnya tinggi, luas areal tanam kacang hijau meningkat secara cepat. Dari segi luasan, Indonesia sebenarnya termasuk negara penghasil utama kacang hijau di dunia, walaupun masih jauh di bawah India. Sejak tahun 1979 Indonesia 37
Efektifitas Berbagai Pengolahan Tanah & Penyiangan …
Ghalih Aji W. & Tumini
Pengoalahan tanah seperlunya disertai dengan pengendalian gulma yang intensif agar hasil yang diinginkan tercapai. Gulma berpengaruh buruk terhadap tanaman kerena dapat mengurangi hasil dak kualitas tanaman, disebabkan persaingan kebutuhan hidup seperti unsur hara, air, cahaya, dan ruang tempat tumbuh. Keberadaan gulma di sekitar tanaman budidaya tidak dapat dielakkan terutama apabila pertanaman tersebut tidak dipelihara dengan baik (Sastroutomo, 1990). Hadirnya gulma pada periode permulaan siklus tanaman dan pada periode menjelang pembuahan akan berpengaruh terhadap hasil tanaman. Pada periode tersebut tanaman sangat peka terhadap keberadaan gulma karena terjadi persaingan yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman sehingga perlu dilakukan pengendalian untuk mencegah menurunnya hasil panen. Periode ini menggambarkan interval waktu untuk dua kompetisi terpisah, yaitu lamamnya waktu suatu tanaman harus bebas gulma sehingga gulma yang tumbuh kembali tidak menurunkan hasil panen, dan lamamya waktu gulma tinggal bersama-sama dengan tanaman, sebelum gulma mulai mengganggu pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu sangatlah penting untuk dilakukan pengendalian gulma pada periode yang tepat. Penyiangan konvensional merupakan cara yang efektif dan selektif, namun seringkali tidak menguntungkan karena memerlukan banyak waktu dan tenaga serta biaya yang tinggi terutama di daerah tenaga kerjanya langka. Di Negara-negara maju telah banyak dipergunakan herbisida untuk menyiang pada pertanaman kacang hijau. Pada sistem produksi pertanian modern, penggunaan herbisida merupakan salah satu faktor penyumbang dalam meningkatkan hasil pertanian. meskipun demikian, penggunaan herbisida sejenis terus menerus dalam waktu yang lama dapat menyebabkan resistensi gulma, kerusakan struktur tanah, pencemaran lingkungan hidup dan menimbulkan keracunan pada tanaman pokok. Permasalah ini muncul ketika peningkatan kualitas hasil pertnian menjadi sorotan utama bagi masyarakat (Metusala, 2006). Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan pengolahan tanah yang efektif dan waktu penyiangan yang tepat pada pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau.
Phaseolus angularis (Willd.); (3) Vigna trilobata (L.) Verdc. Atau Phaseolus trilobatus (L.) Schreb.; (4) Vigna umbellata (Thunb.) atau Phaseolus calcaratus Roxb.; (5) Vigna radiata (L.) Wilczek atau Phaseolus radiatus L. Atau Phaseolus aureus Roxb. Yang dikenal dengan nama (green gram, golden gram, atau mungbean), dan (6) Vigna mungo (L.) Hepper atau Phaseolus mungo L. Dengan nama lain (black gram, urd mash, atau mungo beans) (lawn dan Ahn, 1985;Purseglove, 1977). Tanaman kacang hijau telah lama dibudidayakan di India, dan kini telah tersebar luas ke beberapa negara seperti Thailand, Burma, Srilanka, Indonesia, Filipina, serta beberapa bagian Afrika, Amerika maupun Australia dan diperkirakan jumlahnya saat ini mencapai lebih dari 2000 jenis (Kay, 1979; Lawn dan Ahn, 1985; Purseglove, 1977). Dilaporkan oleh Baudoin dan Marechal (1988) bahwa jenis-jenis liar dari Vigna radiata tersebar luas di daerah tropika, Asia Tenggara, Asia Timur, dan Australia. Tanaman kacang hijau dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan seperti berikut ini: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Leguninales Family : Leguminosae Genus : Vigna Spesies : Vigna radiata L. Syarat Tumbuh 1) Suhu Sebagai tanaman tropis kacang hijau memerlukan iklim panas selama sebagian siklus hidupnya, yaitu pada suhu sekitar 28-30°C yang merupakan suhu optimum (Lawn dan Ahn, 1985). Laju pertumbuhan vegetative dan akumulasi bahan kering pada biji juga bervariasi untuk setiap varietas. Diduga sensitivitas pertumbuhan vegetatif setiap varietas terhadap suhu berhubungan dengan latitude tempat asal suatu varietas, di mana varietas yang berasal dari daerah tropic biasanya lebih sensitif dibandingkan dengan yang berasal dari daerah subtropik yang ditunjukkan dengan perbedaan respons terhadap suhu. Pembungaan pada kacang hijau juga dipengaruhi oleh suhu. 2) Curah Hujan Penyebaran curah hujan yang baik untuk tanaman kacang hijau adalah 700 s/d 900 mm/ tahun (Kay, 1979), meskipun demikian pada curah hujan yang lebih rendah dari itu tanaman ini masih dapat tumbuh, yaitu dengan memanfaatkan kelembaban tanah dan air tanaman
TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Tanaman Kacang Hijau Genus Vigna terdiri dari beberapa spesies, di antaranya: (1) Vigna Aconitifolia (jacq.) atau Phaseolus aconitifolius Jacq,; (2) Vigna angularis (Willd.) atau 38
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X a. Menciptakan kondisi fisik, kemis, dan biologis agar lebih baik. b. Membunuh gulma dan tanaman yang tidak diinginkan. c. Penempatan sisa-sisa tanaman pada tempat yang sesuai untuk mendapatkan dekomposisi yang baik. d. Menurunkan laju erosi. e. Memudahkan pekerjaan lapangan karena tekstur tanah lebih rata. f. Melaukan pencampuran pupuk dengan tanah. Kemudian mempersiapkan pengaturan irigasi dan drainase.
sebelumnya. Selain itu tanaman kacang hijau dikenal cukup toleran terhadap kekeringan. 3) Keadaan Tanah Kacang hijau dapat tumbuh pada setiap jenis tanah, terutama pada tanah-tanah yang gembur, memiliki drainase yang baik, mempunyai kapasitas menahan air yang tinggi dan memiliki pH sekitar 5,5 sampai 6,5. Meskipun demikian kacang hijau masih dapat taumbuh pada tanah yang agak masam dan berstruktur lempung (Hutami, 1989), dan cukup toleran pada keadaan alkalin maupun salin (Kay, 1979).
Kacang hijau dapat tumbuh di segala jenis tanah, sepanjang kelembaban dan unsur hara yang tersedia bagi pertumbuhan cukup. Pada umumnya petani menanam kacang hijau masih dengan cara yang sederhana, yaitu tanpa pengolahan tanah, biji disebar atau ditugal secara acak setelah padi dipanen dan ditutup dengan jerami padi. Sebelum tanam dibuat saluran pematusan di tengah petak dengan menggunakan bajak. Sedangkan penelitian Radijt dan Adisarwanto (1987) pada tanah bertekstur keras dan kering, pengolahan tanah memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil beberapa varietas yang dicoba dengan rata-rata kenaikan 20%. Perlakuan pengolahan tanah pada jenis tanah yang berstuktur berat dan kering berpengaruh positif terhadap kenaikan hasil kacang hijau (Balittan Malang, 1986). Teknik TOT (Tanpa Olah Tanah) dapt diterapkan dengan baik pada berbagai tipe tanah, terutama tanah lempung berpasir sampai lempung berliat, tanah berdrainase baik (TOT padi sawah) maupun berdrainase buruh (TOT lahan kering) dan tanah datar sampai berbukit (Utomo, 2000).
4) Ketinggian Tempat Tanaman kcang hijau dapat tumbuh pada dataran rendah sampai ketinggian 1800m di atas permukaan laut. Pengolahan Tanah Mengolah tanah bermakna mengelola tanah agar struktur tanah berubah menjadi gembur. Pengolahan tanah berarti membalik lapisan tanah bawah kepermukaan tanah agar ada pertukaran aliran udara, resapan air dan memudahkan masuknya sinar matahari. Dari proses ini tanah akan berubah menjadi gembur. Tanah yang gembur akan memudahkan akar tanaman masuk kedalam tanah dan menyerap unsur hara. Pengoalah tanah sendiri memiliki tiga bentuk: 1. Tanpa Olah Tanah (TOT). Bentuk ini adalah yang paling sederhana karena tanah tidak perlu diolah. Bentuk ini diterapkan pada tanah yang sudah gembur dengan menerapkan herbisida Polaris dengan dosis 3-4 ton/ ha. setelah itu tanah dibiarkan selama satu minggu dan dapat ditanami. 2. Bentuk olah tanah yang kedua bernama olah tanah minimum (OTM). Bentuk ini dilakukan dengan mencangkul tanah pada barisan yang akan ditanamai dengan lebar 40 cm. Tanah dicangkul sedalam 15-20 cm agar dapat menghancurkan bongkahan tanah yang besar. Biasanya bentuk ini diterapkan pada tanah bertekstur ringan yang tidak memberikan perbedaan hasil dibandingkan pengolahan tanah secara sempurna.
Penyiangan Penyiangan adalah istilah umum di Indonesia dalam kegiatan pertanian, yaitu kegiatan mencabut gulma yang ada diantara sela-sela tanaman pertanian dan sekaligus menggemburkan tanah. Tujuan penyiangan adalah: penyiangan bertujuan untuk membersihkan tanaman yang sakit, mengurangi persaingan peresapan unsur hara, mengurangi hambatan produksi anakan dan mengurangi persaingan penetrasi sinar matahari. Hal ini disebabkan tanaman harus mendapatkan semua nutrisi dan air yang diberikan oleh petani agar mampu menghasilkan secara optimal. Metode penyiangan, penyiangan dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya: 1) Secara manual dengan tangan, yaitu dilakukan dengan menggunakan tangan yang mencabut rumput disela-sela tanaman. Mencabut rumput pengganggu atau gulma dengan tangan cenderung melelahkan dan pada umumnya
3. Bentuk yang ketiga disebut olah tanah sempurna (OTS). Pengolahan tanah dilakukan sebanyak tiga kali dengan menggunakan traktor sampai kedalaman mata bajak 30 cm. Tujuannya untuk membalik tanah agar terjadi sirkulasi udara untuk pertumbuhan akar tanaman. Setelah itu tiga hari kemudian dilakukan pencangkulan dan penggaruan agar tanah menjadi rata. Ada beberapa tujuan lain yang ingin diperoleh, diantaranya adalah: 39
Efektifitas Berbagai Pengolahan Tanah & Penyiangan …
Ghalih Aji W. & Tumini
dikerjakan dengan tenaga kerja yang banyak atau pada lahan yang sempit, misalnya pertanian dalam pot atau polybag. 2) Secara kimiawi dengan herbisida, yaitu dilakukan dengan memberikan herbisida pada rumput yang menjadi gulma disekitar pada tanaman utama (tanaman produksi). Herbisida yang dipilih secara selektif mampu membunuh gulma, namun tidak menyakiti tanaman produksi. Herbisida digunakan ketika mekanisasi tidak memungkinkan atau tidak diinginkan. 3) Secara mekanis dengan mesin, yaitu dilakukan dengan menggunakan berbagai mesin pertanian yang berfungsi untuk penyiangan tanpa merusak tanaman produksi. Penyiangan dengan cara seperti ini harus ditunjang dengan alur tanam yang tepat, yaitu posisi tanaman tidak akan terganggu oleh kegiatan penyiangan secara mekanis. Penyiangan secara mekanis memiliki kelebihan dari segi waktu yang cepat, namun kadangkadang penyiangan dengan cara tersebut tidak efektif, seringkali banyak gulma yang tersisa. 4) Penyiangan dengan cara pemulsaan, yaitu dengan cara menutupi tanah pada ruang lingkup tanaman dengan mulsa, dan hanya menyisahkan sedikit ruang untuk tanaman utama. Pemulsaan ini bisa menggunakan mulsa dari bahan plastik atau organik (jerami, serbuk kayu dan sejenisnya). Gulma yang dimatikan dapat juga digunakan sebagai mulsa. Gulma didefinisikan sebagai tumbuh-tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak dikehendaki dan merupakan pesaing bagi tanaman yang diusahakan dalam hal pengambilan zat makanan, air dan penerimaan sinar matahari sehingga dapat menimbulkan kerugian-kerugian dalam produksi, baik kuantitatif maupun kualitatif. Menurut Samuel (1974), bahwa kacang hijau tidak tahan bersaing dengan gulma. Oleh karena itu pengendalian gulma pada tingkat awal pertumbuhan tanaman akan menaikkan produksi (Singh dan Yadav, 1978). Perlakuan 2 kali penyiangan pada umur 2 dan 4 minggu sama baiknya dengan perlakuan bebas gulma dengan hasil kacang hijau nyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan 1 kali penyiangan ataupun tanpa penyiangan. Menurut Purnomo (1986), melaporkan bahwa 2 kali penyiangan pada umur 2 dan 4 minggu dapat menurunkan bobot kering gulma rata-rata 56,9% dengan kenaikan hasil biji 33,0% dari pada control (tanpa disiang)
Letak lokasi penelitian kurang lebih 10km dari pusat kota Probolinggo kearah selatan dan berada pada ketinggian tempat 10 dpl. PH tanah 6-7, tipe iklim D4 (menurut Oldemen), dengan jenis tanah Mediteran Ortic. Penanaman akan dilaksanakan pada tanggal 12 Januari 2015. Bahan penelitian Bahan yang digunakan yaitu: a. Kacang hijau (varietas Vima-1) b. Pupuk, 50 kg Urea, 75 kg SP36, dan 100-150 kg KCL/ha c. Furadan 3G, Decis, Fastac, Sidametrin, dan Tagoling Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lapang dengan menggunakan Rancangan Strip Plot dengan 2 faktor perlakuan dengan 18 kombinasi perlakuan dan diulang 3 kali : 1. Faktor Vertikal : Pengolahan Tanah (T) T1 : Tanah diolah normal dua kali olah tanah, yaitu olah pertama pada 14 hari sebelum tanam, olah kedua 7 hari sebelum tanam dan diratakan 2 hari sebelum tanam T2 : Tanah diolah sekali 14 hari sebelum tanam, diratakan 2 hari sebelum tanam. T3 : Tanpa olah tanah (TOT). 2. Faktor Horizontal : Penyiangan (P) P0 : Tidak disiang (kontrol) P1 : Gramoxone dosis 4cc/lt 15 hari setelah tanam P2 : Roundup dosis 4cc/lt 15 hari setelah tanam P3 : Disiang secara manual 15 dan 25 HST P4 : Disiang secara manual 15 dan 35 HST P5 : Disiang secara manual 15 dan 45 HST Sehingga diperoleh kombinasi perlakuan sebagai berikut: P0T0 P0T3 P0T2 P1T3 P1T2 P1T1 P2T3 P2T2 P2T1 P3T3 P3T2 P3T1 P4T1 P4T3 P4T2 P5T3 P5T2 P5T1 Metode Analisis Menurut Mattjik (2006): Y ijk = μ + K i + α i + δ ik + β j + γ jk + (αβ) ij + ε ijk Y ijk : pengamatan pada faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan kelompok ke-k μ : rataan umum Ki : pengaruh kelompok ke-k αi : pengaruh utama faktor A taraf ke-i βj : pengaruh utama faktor B taraf ke-j
METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan BALITKABI Muneng, termasuk wilayah kerja Kabupaten Daerah Tingkat II Probolinggo, Jawa Timur. 40
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X
(αβ)ij : pengaruh interaksi dari faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j δik : pengaruh acak dari faktor A taraf ke-i dan kelompok ke-k γjk : pengaruh acak pada faktor B taraf ke-j dan kelompok ke-k εijk : pengaruh acak pada faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan kelompok ke-k
Pengendalian Hama dan Penyakit Pengendalian hama dan penyakit dilakukan berdasarkan pemantauan, pengendalian insektisida dilakukan apabila hama perusak, daun dan polong tinggi, dengan menggunakan regent, decis, fastac dan sidametrin. Sedangkan pengendalian penyakit menggunakan fungisida tagoling, benlate dan dithane. Panen dan Pasca Panen Panen, panen dilakukan bila sekitar 95% polong telah masak, yaitu polong berwarna hitam, panen dilakukan dengan cara mengambil polong yang sudah masak. Polong hasil panen langsung dikeringkan (dihamparkan) di bawah sinar matahari dengan ketebalan sekitar 25 cm selama 1-2 hari (tergantung cuaca) menggunakan alas terpal, hingga kadar air biji sekitar 14%. Mengingat sulitnya pengeringan polong pada musim hujan (karena kurangnya sinar matahari), maka polong perlu dianginkan dalam kondisi dihampar (tidak ditumpuk). Perontokan, polong kacang hijau yang telah kering secepatnya dirontok. Perontokan dilakukan secara manual (geblok). Perontokan benih perlu dilakukan secara hati-hati untuk menghindari banyaknya benih pecah atau retak sebab hal ini akan mempercepat penurunan daya tumbuh maupun vigor benih. Pembersihan dan Sortasi, benih hasil perontokan dibersihkan dari kotoran antara lain biji-biji rusak akibat serangan hama, biji pecah atau ukurannya terlalu kecil, kulit polong. Pembersihan dapat dilakukan secara manual dengan menggunakan tampi, atau secara mekanis menggunakan kipas. Sortasi juga dilakukan berdasarkan warna biji, yakni biji yang tidak memiliki warna seperti yang tercantum dalam deskripsi varietas. Warna yang menyimpang dibuang. Pengeringan, benih yang sudah bersih selanjutnya segera dikeringkan lagi hingga mencapai kadar air 910%. Untuk menghindari timbulnya kerusakan mutu fisiologis benih akibat lamanya proses sortasi, disarankan setelah perontokan benih segera dikeringkan hingga kadar air sekitar 10 % baru dilakukan sortasi. Pengeringan dilakukan di bawah sinar matahari, menggunakan alas terpal, plastik atau tikar, dengan ketebalan banih sekitar 2-3 lapis benih. Lakukan pembalikan setiap 2-3 jam agar benih kering secara merata. Akhiri pengeringan pada sekitar pukul 12.00 siang untuk menghindari sengatan sinar matahari yang terlalu panas. Untuk mencapai kadar air 9-10% diperlukan waktu pengeringan sekitar 4 jam sehari (mulai pukul 08.00 - 12.00 siang) selama 2-3 hari berturut-turut. Setelah dikeringkan, benih perlu dianginkan-anginkan sekitar 0,5 jam ditempat teduh (tidak terkena sinar matahari) untuk menyeimbangkan suhu benih dengan
Pengolahan Tanah Pengolahan tanah pada penelitian ini termasuk didalam perlakuan, yang tediri dari tiga taraf perlakuan, taraf yang pertama tanah diolah normal, yaitu olah pertama pada 14 hari sebelum tanam, olah kedua 7 hari sebelum tanam dan diratakan 2 hari sebelum tanam, taraf yang kedua, tanah diolah sekali 14 hari sebelum tanam, diratakan 2 hari sebelum tanam dan taraf yang ketiga, tanpa olah tanah (TOT), hanya diratakan 2 hari sebelum tanam. Penanaman Penanaman benih kacang hijau ditanam dengan cara tugal, 3-4 biji/lubang tanam, setelah 20 hari setelah tanam dilakukan penjarangan dan ditinggalkan 2 tanamam/lubang dengan jarak tanam 40 cm x 15 cm kedalaman 2-3 cm, dan luas plot 3m x 6m. Pemupukan Takaran pupuk yang digunakan sekitar 50 kg Urea, 75 kg SP36, dan 100 kg KCL/ha, seluruhnya diberikan pada saat tanam. Pengendalian Gulma Pengendalian gulma pada penelitian ini termasuk didalam perlakuan, dimana terdapat 6 taraf perlakuan penyiangan. Taraf yang pertama, P0 : tidak disiang (kontrol), taraf yang kedua P1 : Gramoxone dosis 4cc/lt 15 hari setelah tanam, taraf yang ketiga P2 : Roundup 4cc/lt 15 hari setelah tanam, taraf yang keempat P3 : disiang secara manual 15 dan 25 HST, taraf yang kelima P4 : disiang secara manual 15 dan 35 HST, dan taraf yang keenam P5 : disiang secara manual 15 dan 45 HST. Pengairan Fase pertumbuhan tanaman yang sangat peka terhadap kekurangan air adalah pada awal pertumbuhan (10-15 HST), saat berbunga (30-35 HST) dan saat pengisian polong (40-45 HST). Dengan demikian pada fase-fase tersebut tanaman akan diairi apabila hujan sudah tidak turun atau kelembapan tanah tidak mendukung.
41
Efektifitas Berbagai Pengolahan Tanah & Penyiangan …
Ghalih Aji W. & Tumini
suhu sekitarnya. Setelah itu baru dimasukkan ke dalam kemasan benih. Pengemasan, benih dikemas menggunakan bahan kedap udara untuk menghambat masukknya uap air dari luar. Kantong plastik kapasitas 2 atau 5 kg dengan ketebalan 0,08 mm satu lapis atau 0,05 mm dua lapis cukup untuk digunakan. Kemasan ditutup rapat dengan cara diikat atau dilaminating. Penggunaan kaleng/blek bertutup rapat dengan kapasitas 10-15 kg dapat juga digunakan. Penyimpanan, benih dalam kemasan dapt disimpan di dalam ruangan beralas kayu atau pada rak-rak kayu agar kemasan tidak bersinggungan langsung dengan lantai. Benih dalam penyimpanan harus terhindar dari serangan tikus ataupun hewan pengganggu lain yang mungkin dapat merusak kemasan maupun benih. Usahakan menyimpan benih pada ruangan tersendiri (jangan menyimpan benih dalam ruangan bersama pupuk ataupun bahan-bahan lain yang dapat menyebabkan ruangan menjadi lembab). Parameter pengamatan yang akan diamati: 1. Jumlah tanaman tumbuh, jumlah tanaman tumbuh diamati pada umur 7 HST. 2. Tinggi tanaman (cm), tinggi tanaman di amati pada saat pengambilan 25 sample pada umur 57 HST. 3. Jumlah tanaman yang di panen. 4. Jumlah polong pertanaman per 25 sampel 5. Bobot 100 biji (gr) dan hasil biji kering bersih ton/ ha (kg)
Pada jumlah tanaman tumbuh perlakuan pengolahan tanah normal dua kali berbeda nyata pada perlakuan olah tanah satu kali dan berbeda nyata pula pada perlakuan Tanpa Olah Tanah (TOT). Sedangkan perlakuan olah tanah satu kali berbeda tidak nyata pada perlakuan Tanpa Olah Tanah (TOT). Dikarenakan pada pengolahan tanah dua kali menjadikan tanah semakin gembur, menjaga keseimbangan antara air, udara dan suhu dalam tanah sehingga akan memberikan pengaruh yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Pengolahan tanah normal dua kali juga memecahkan gumpalan-gumpalan tanah menjadi butiran-butiran tanah yang lebih halus dan gembur serta mengatur permukaan tanah sehingga sangat baik bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan pengolahan tanah yaitu untuk menyiapkan tempat persemaian. Memberantas gulma, memperbaiki kondisi tanah untuk penetrasi akar, infiltrasi air dan peredaran atau aerasi dan atau menyiapkan tanah untuk irigasi permukaan. Pengolahan tanah juga ditujukan secara khusus seperti pengendalian hama, menghilangkan sisa-sisa tanaman yang mengganggu permukaan tanah, pengendalian erosi dan penyampuran pupuk, kapur dan pestisida dalam tanah. Menurut (Sarwono 1992), pengolahan tanah bertujuan untuk meningkatkan sifat-sifat fisik tanah yaitu menjamin memperbaiki struktur tanah dan porositas, sehingga antara pemasukan air dan pengeluarannya menjadi seimbang yang berarti cepat mengering dalam artian untuk kehidupan tanaman, begitu pula peredaran udara menjadi optimal yang berarti akan menjamin aktifitas biologi menjadi optimal pula, pertumbuhan menjadi baik dan mempermudah penggunaan pupuk dan obat obatan di dalam tanah, meningkatkan respirasi tanah sehingga jumlah total mikroorganisme, tanah, fungi dan nitosomonas menjadi lebih banyak.
HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Tanaman Tumbuh Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa Pengolahan tanah berpengaruh nyata terhadap jumlah tanaman tumbuh benih kacang hijau. Dan rata-rata jumlah tanaman tumbuh benih untuk tiap pengolahan tanah tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 1 Hasil sidik ragam jumlah tanaman tumbuh
42
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X
Hal ini menyebabkan tanah menjadi kaya kandungan unsur hara, perakaran tanaman menjadi lebih banyak, traspirasi yang terjadi pada tanaman muda lebih sedikit. Ini berarti tanaman dapat tumbuh dan berkembang lebih optimal. Pada perlakuan Tanpa Olah Tanah (TOT) menjadikan tanah tidak gembur dan padat yang akan mengakibatkan perakaran terbatas di dalam tanah sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan kurang baik. Pengolahan tanah yang dilakukan 2 kali (T1) yaitu 14 hari dan 7 hari sebelum tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah tanaman tumbuh kacang hijau dengan rata-rata 458 tanaman (Tabel 2). Dan jumlah rata-rata jumlah tanaman tumbuh terendah diperoleh pada perlakuan Tanpa Olah Tanah (TOT), sebanyak 371 tanaman. Hal ini berkaitan di dalam tanah, air mengisi ruang antara partikel tanah, makin banyak ruang pori makin besar pula air meresap dan mengisi pori-pori dalam tanah yang akhirnya akan meningkatkan jumlah air yang dapat ditahan oleh tanah. Pengolahan tanah dalah tindakan mekanik terhadap tanah dengan tujuan untuk menciptakan kondisi gembur dan aerasi cukup bagi tanaman (Indrawati, 1998).
Jumlah Tanaman Panen Pengaruh sangat nyata pada pengolahan tanah dan nyata pada penyiangan terhadap jumlah tanaman panen (Tabel 3). Hal ini mengondisikan bahwa kondisi tanah yang gembur dan lingkungan yang bersih akan memberikan dampak yang baik bagi pertumbuhan tanaman kacang hijau. Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah tanaman panen tertinggi pada tanaman kacang hijau di peroleh dari pengolahan tanah normal dua kali yakni 473 tanaman. Hal ini disebabkan karena pada pengolahan tanah normal dua kali, menjadikan tanah semakin gembur tidak padat dan mempercepat meningkatnya jumlah pori tanah, tersedianya air dalam tanah, aerasi lebih baik sehingga perkembangan akar lebih baik termasuk dalam penyerapan air maupun hara dalam tanah. Jumlah tanaman panen terendah pada tanaman kacang hijau terjadi pada Tanpa Pengolahan Tanah (TOT) yakni 368 tanaman. Hal ini disebkan tanah tidak dapat meningkatkan kemampuan tanah untuk menyimpan air dan mengurangi besarya energi matahari yang jatuh ke bidang evaporasi (Fagi dan Tangkuman 1985).
Tabel 2 Rata-rata jumlah tanaman tumbuh pada pengaruh pengolahan tanah
Tabel 3 Hasil sidik ragam jumlah tanaman panen
43
Efektifitas Berbagai Pengolahan Tanah & Penyiangan …
Ghalih Aji W. & Tumini
Pengolahan tanah berarti memotong pori-pori kapiler tanah, menghambat laju evaporasi, sehingga pengolahan tanah yang lebih dalam di lahan kering diharapkan mampu menciptakan kondisi tanah yang mempunyai kemampuan menyerap dan menyimpan air tanah lebih banyak. Tindakan ini akan menghasilkan perbaikan sifat fisik tanah, di antaranya meningkatkan total ruang pori, pori aerasi, pori air tersedia, mengurangi kepadatan tanah dan mengurangi tingkat kematian pada tanaman. Pada jumlah tanaman panen perlakuan pengolahan tanah normal dua kali berbeda nyata pada perlakuan pengolahan tanah satu kali dan berbeda nyata pula pada perlakuan Tanpa Olah Tanah (TOT). Sedangkan pengolah tanah satu kali berbeda tidak nyata pada perlakuan Tanpa Olah Tanah (TOT). Tanah yang diolah normal dua kali menjadikan tanah menjadi sangat gembur sehingga akar tanaman sangat mudah berkembang di dalam tanah sehingga memperkecil tingkat kematian pada suatu tanaman. Pada perlakuan Tanpa Olah Tanah (TOT) tingkat kematian suatu tanaman sangat tinggi karena tanah yang tidak diolah menghambat pekembangan akar tanaman sehingga tanaman tidah tumbuh secara optimal. Pada perlakuan penyiangan dengan Gramoxon dosis 4cc/lt berbeda nyata pada perlakuan penyiangan dengan Roundup dosis 4cc/lt, berbeda nyata pada perlakuan penyiangan manual umur 15 dan 25 HST , berbeda nyata pada perlakuan penyiangan manual umur 15 dan 35 HST, berbeda nyata pada perlakuan penyiangan manual umur 15 dan 45 HST dan berbeda tidak nyata pada tanpa pelakuan penyiangan (kontrol). Pada tanpa perlakuan penyiangan (kontrol) berbeda nyata pada perlakuan penyiangan manual umur 15 dan 25 HST dan berbeda nyata pula pada perlakuan penyiangan manual umur 15 dan 45 HST.
Pada tanpa perlakuan penyiangan (kontrol) berbeda nyata pada perlakuan penyiangan manual umur 15 dan 25 HST dan berbeda nyata pula pada perlakuan penyiangan manual umur 15 dan 45 HST. Perlakuan penyiangan dengan Roundup dosis 4cc/lt berbeda nyata pada perlakuan penyiangan manual umur 15 dan 45 HST. Perlakuan penyiangan Gramoxon dengan dosis 4cc/lt memberikan pengaruh yang posotif terhadap jumlah tanaman panen. Dikarenakan Gramoxon merupakan herbisida kontak. Herbisida paraquat termasuk herbisida kontak non selektif, molekul herbisida ini setelah mengalami penetrasi ke dalam daun dan bagian lain yang hijau. Bila terkena sinar matahari akan bereaksi menghasilkan hydrogen peroksida yang dapat merusak membrane sel dan seluruh organ tanaman, oleh karena itu gulma terlihat terbakar (Tjitrosoedirdjo, 1984). Tinggi Tanaman Penyiangan tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman (Tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa kacang hijau varietas Vima-1 tergolong varietas yang memiliki pertumbuhan dan ketahanan yang baik terhadap persaingan gulma(tanaman pengganggu). Sedangkan pengolahan tanah berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dikarenakan dengan kondisi tanah yang gembur sedemikian rupa akan mempermudah pertumbuhan akar dan dalam proses penyerapan hara. Tinggi tanaman pada perlakuan pengolahan tanah normal dua kali berbeda nyata pada perlakuan Tanpa Olah Tanah (TOT), tetapi berbeda tidak nyata pada perlakuan pengolahan tanah satu kali. Pada perlakuan pengolahan satu kali berbeda tidak nyata pada pada perlakuan Tanpa Olah Tanah (TOT).
Tabel 4 Rata-rata jumlah tanaman panen pada pengaruh pengolahan tanah dan penyiangan
44
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X
Tabel 5 Hasil sidik ragam tinggi tanaman
Kondisi ini juga menguntungkan bagi mikroorganisme tanah yang berperan dalam proses dekomposisi bahan organik tanah dan mineral sehingga tanaman mudah menyerap hara yang dibutuhkan (Sungkai 2008). Selain itu, pengolahan tanah dapat memperbaiki pertumbuhan akar, sehingga penyerapan hara dan air tanaman meningkat, dan akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan bagian tanaman (Loveless 1991). Ada dua golongan zat pengatur tumbuh utama yang dihasilkan oleh ujung-ujung akar, yaitu giberelin dan sitokinin. Tanah yang keras dan kering menghambat produksi kedua ZPT tersebut, sehingga perkembangan tajuk dan produktivitas akan terganggu (Fisher & Dunham 1992). Bobot 100 biji Perlakuan penyiangan dan pengolahan tanah tidak berbeda nyata terhadap bobot 100 biji demikian pula dengan interaksi antara pengolah tanah dan penyiangan (Tabel 7). Hal ini disebabkan karena pada pengolahan tanah tidak memberikan pengaruh terhadap bobot 100 biji. Pengolahan tanah hanya memberikan pengaruh terhadap fase pertumbuhan. Tidak bepengaruhnya pada bobot 100 biji di sebabkan oleh faktor kesuburan lahan yang rendah. Pada faktor penyiangan juga tidak mempengaruhi pada bobot 100 biji, hal ini menunjukkan faktor genetik yang terdapat pada Varietas kacang hijau Vima-1 tahan terhadap gangguan gulma.
Pada pengolahan tanah dua kali memberikan ruang pada akar untuk berkembang sehingga akar dapat menyerap unsur hara dengan baik sehingga pertumbuhan tinggi tanaman akan optimal. Pada Tanpa Olah Tanah (TOT), akar tidak berkembang secara optimal sehingga akar tidak dapat menyerap unsur hara secara baik sehingga pertumbuhan tinggi tanaman tidak tumbuh secara optimal. Data rata-rata tinggi tanaman kacang hijau tercantum dalam Tabel 6. Rata-rata tanaman tertinggi diperoleh perlakuan pengolahan tanah dua kali (T1) yaitu 50 cm berbeda nyata pada perlakuan pengolahan tanah satu kali (T2) yaitu 47 cm dan berbeda tidak nyata pada perlakuan (T3) Tanpa Olah Tanah (TOT) yaitu 46 cm. Pengolahan tanah merupakan kebudayaan tertua dalam pertanian dan tetap diperlukan dalam pertanian modern. Pengolahan tanah didefinisikan sebagai setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan pengolahan tanah adalah untuk menciptakan sifat fisik tanah yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman (Trimulad 2008). Tanah yang gembur akibat pengolahan tanah memiliki rongga-rongga yang cukup untuk menyimpan air dan udara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Kondisi ini juga menguntungkan bagi mikroorganisme tanah yang berperan dalam proses dekomposisi bahan organik tanah dan mineral sehingga tanaman mudah menyerap hara yang dibutuhkan (Sungkai 2008).
Tabel 7 Hasil sidik ragam bobot 100 biji
Tabel 6 Rata-rata jumlah tanaman panen pada pengaruh pengolahan
45
Efektifitas Berbagai Pengolahan Tanah & Penyiangan …
Ghalih Aji W. & Tumini Tabel 9 Hasil sidik biji kering ton/ha
Tabel 8 Hasil sidik jumlah polong / tanaman
Tabel 10 Rata-rata hasil biji kering ton/ha pada pengaruh pengolahan tanah
Jumlah Polong / Tanaman Pengolahan tanah dan penyiangan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah polong/ tanaman demikian pula dengan interaksi antara pengolahan tanah dan penyiangan, tetapi beda nyata terdapat pada ulangan (Tabel 8). Perlakuan pengolahan tanah dan penyiangan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah polong per tanaman, hal ini disebabkan karena pada pengolahan tanah dan penyiangan tidak mempengaruhi terhadap jumlah polong per tanaman pada kacang hijau, pengolahan tanah dan penyiangan hanya berpengaruh pada jumlah biji per polong pada tanaman kacang hijau.
Ket: Angka-angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5% BNT Perlakuan pengolahan tanah satu kali berbeda tidak nyata pada perlakuan Tanpa Olah Tanah (TOT) terhadap hasil biji kering ton/ ha. Penelitian pengolahan tanah di KP. Muneng menunjukkan bahwa pengolahan tanah dengan dua kali bajak atau dua kali olah tanah menjadikan pertumbuhan tanaman kacang hijau optimal dan hasil biji kacang hijau jauh lebih tinggi di bandingkan dengan tanaman kacang hijau pada tanah yang tanpa diolah.
Hasil Biji Kering ton/ha Pengolahan tanah berpengaruh nyata terhadap hasil biji kering ton/ ha kacang hijau, tetapi penyiangan dan interaksi antara pengolahan tanah dan penyiangan tidak berbeda nyata. Tabel 9, terlihat bahwa pengolahan tanah satu kali memberikan hasil kacang hijau tertinggi yaitu 1,23 ton/ ha dan hasil terendah terdapat pada Tanpa Olah Tanah (TOT) yaitu 0,98 ton/ ha. Hal ini terjadi karena dengan pengolahan tanah berarti mempercepat proses perombakan organik tanah, dan pelepasan mineral atau hara, di samping meningkatkan jumlah pori makro di dalam tanah. Dengan demikian meningkatnya jumlah pori, aerasi menjadi lebih baik dan merangsang pertumbuhan serta perkembangan akar tanaman sehingga memungkinkan tanaman menyerap hara dan air dalam jumlah yang cukup (Tangkuman, 1977). Perlakuan pengolahan tanah normal dua kali berbeda nyata pada perlakuan Tanpa Olah Tanah (TOT), tetapi berbeda tidak nyata pada perlakuan pengolahan tanah satu kali.
PENUTUP Simpulan 1. Pengolahan tanah normal dua kali (T1) memberikan hasil tertinggi pada jumlah tanaman tumbuh, jumlah tanaman panen, tinggi tanaman dan hasil biji kering ton/ ha. Jumlah tanaman tertinggi yaitu 458 tanaman, jumlah tanaman panen tertinggi yaitu 473 tanaman, tinggi tanaman tertinggi yaitu 50 cm dan hasil biji kering ton/ ha tertinggi yaitu1,23 ton/ha. 2. Pada perlakuan penyiangan hanya berpengaruh terhadap jumlah tanaman panen. Jumlah tanaman panen tertinggi terdapat pada perlakuan penyiangan
46
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X of Cultivar Plant. Prentice – Hall. Inc, new Yersey, USA.
P1 yaitu 426 tanaman, dan jumlah tanaman panen terendah yaitu 394 tanaman. 3. Interaksi antara pengolahan tanah dan penyiangan berbeda tidak nyata terhadap semua komponen parameter pengamatan, karena pada faktor pengolahan tanah tidak memberikan pengaruh pada penyiangan terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau sebaliknya pada faktor penyiangan juga tidak mempengaruhi pengolahan tanah terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau. Meskipun interaksi berbeda tidak nyata, tetapi hasil jumlah tanaman tumbuh tertinggi di peroleh oleh perlakuan P1T1 yaitu 481 tanaman, jumlah tanaman panen tertinggi pada perlakuan P1T1 yaitu 479 tanaman, tinggi tanaman tertinggi pada perlakuan P4T1 yaitu 53cm, jumlah polong terbanyak pada perlakuan P4T1 yaitu 16 polong, bobot 100 biji tertinggi pada perlakuan P2T1 yaitu 4,92 gr, dan hasil biji kering ton/ha tertinggi pada perlakuan P2T2 yaitu 1,38 ton/ha.
Indrawati, 1998. Pengelolaan lengas tanah dalam usaha tani lahan kering.p. 179-186. Dalam: Sudaryono et al. (eds.). Prosiding Seminar Nasional dan Pertemuan Tahunan Komisariat Daerah HITI Jawa Timur Tahun 1998. Kay, D.E. 1979. Food Legumes. TPI Crop and Product Digest No. 3. London. Kumara, P., and S. K. Varma. 1983. Genotypic differences in flower reduction/shadding and yield in mungbean (Vigna radiata). Indian J. plant Physiol. 4:402-405. Lawn, R.J., and C.S. Ahn. 1985. Mungbean (Vigna radiata (L.) Wilczek/Vigna mungo (L.) Hepper), pp. 584-623. In Summerfield, R.J. and E.H. Roberts, (eds). Grain Legume Crops. Collins, London. Loveless AR. 1991. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 408p. Mattjik, A. A. 2006. Perancangan percobaan. Bogor : IPB Press.
Saran Disarankan pada penelitian selanjutnya faktor-faktor lingkungan dan faktor alam lebih diperhatikan, penggunaan peralatan modern sangat di perlukan untuk mempermudahkan penelitian dan pengamatan seperti pengolahan tanah menggunakan traktor, diameter digital penggaris besi dan timbangan elektrik sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman.
Matsunaga, R., A. Hamid, and A. Hashem. 1988. Seasonal distribution of flowering and pod set of mungbean in different seasons in Bangladesh, pp.239243. In Mungbean. Proc. of the Second Int. Symp. AVRDC. Thailand. Metusala, D. 2006. Studi Waktu Aplikasi dan Dosis Herbisida Campuran Atrazine dan Mesotrione pada Pengendalian Gulma terhadap Hasil dan Kualitas Hasil Tanaman Pangan. Skripsi (tidak Dipublikasikan). Yogyakarta: Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, Fakultas Pertanian, Jurusan Agronomi. 100 hlm.
DAFTAR PUSTAKA Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. 1991. Komponen Teknologi Budidaya Tanaman Pangan. Makalah Balittan Malang No.91-38. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Malang.
Purnomo, J. 1986. Pengaruh Pengolahan Tanah, Penyiangan dan Populasi Tanaman Terhadap Produksi Kacang Hijau. Penelitian Palawija 1(1):7879.
Balai Penelitian Tanaman Pangan (Balittan) Malang. 1986. Laporan Tahunan Balittan Malang. 130 hal.
Purseglove, J.W. 1977. Tropical Crop Dicotyledons, Vol 1 and 2 (combined). Longman, Group LTD. London.
Bhandari, M.M. 1979. Practicals in Plant Breeding. Oxfort and IBH Pub. Co. new Delhi.
Radjit. B.S. and Adisarwanto (1987). Effect of tillage, plant population and weed control in mungbean following lowland rice. p.385-388. In Mungbean. Proc. of the Second Int. Symp. Thailand.
Boote, K.J. 1982. Growth stages of peanut (Aracbis hypogaea L.). peanut Sci. 9:35-39. Fagi, A.M. dan F. Tangkuman. 1985 Pengelolaan tanah untuk kacang hijau.p. 135-157. Dalam: Somaatmadja, S et al. (Eds.) Kacang hijau. Badan Litbang Pertanian. Puslitbangtan. Bogor.
Sastroutomo. 1990. Ekologi Gulma. Gramedia. Jakarta. 217 hal. Samuel, C.L. 1974. Mungbeans. Guide of field crops in the Agency for International Development, Washington 20523. p.139-142.
Fisher NM, Dunham RJ. 1992. Morfologi Akar dan Pengambilan Zat Hara, Dalam Fisiologi Tanaman Budidaya. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal 111-155.
Singh, C. and Yadav, B.S. 1978. Production potentials of mungbean ang gaps limiting its productifity in India. The 1st. int. Mungbean Symp. AVRDC. Taiwan. 2831.
Hartman, H.T., W.J. flocker, and A.M. kofranek. 1981. Plant Science Growth, Development, and Utilization 47
Efektifitas Berbagai Pengolahan Tanah & Penyiangan …
Ghalih Aji W. & Tumini
Sri Hutami. 1989. Botani kacang hijau. Makalah disampaikan pada latihan field inspection and maintenance of varieties of food legumes, 6 Juni – 4 Agustus 1989 di Bogor. Bogor. Sungkai SS. 2008. Pengaruh Pengolahan Tanah bagi Tanaman. Diakses tgl. 25April 2015, dari http://tromphoy.multiply.com/journal/7 Sarwono. 1992. Ilmu Tanah. PT. Medyatama. Tangkuman. 1997. Pengaruh pengolahan tanah dan populasi tanaman terhadap produksi kacang hijau. Laporan Kemajuan Penelitian Seri Agronomi Kacang-kacangan.LPPP, Bogor, 3: 1-7. Tjitrosoedirdjo. 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan, Jakarta. 210 hal. Trimulad, 2008. Pengolahan Tanah dan Pemupukan Tanaman Jagung Berdasarkan BWD dan PUTK. Dari bpptepus.gunungkidulkab.go.id/dowlot.php/file/pengo lahantanah/dan/pemupukan/tanaman/jagung.docx (25 April 2015). Trustinah, E. Guhardja, dan W. Gunarso. 1987. Identifikasi fase tumbuh kacang (Aracbis hypogeae (L.) Merr.). Penelitian Palawija 1(2). Utomo, M. 2000. Teknologi Olah Tanah Konservasi sebagai Pilar Pertanian Berkelanjutan. Pemberdayaan Petani, Sebuah Agenda Penguatan Masyarakat Warga. DPP HKTI.
48
ISSN 2355-195X
PENGARUH MODEL JARAK TANAM PADA BEBERAPA VARIETAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG HIJAU ( VIGNA RADIATA L. ) Mimik Umi Zuhro 1 1
Staf Pengajar, Universitas Panca Marga
[email protected] 1
(diterima: 11.12.2014, direvisi: 17.12.2014)
Abstrak Penelitian bertujuan untuk mengetahui model jarak tanam yang dapat, mendapatkan varietas yang respon terhadap penggunaan model jarak tanam, serta untuk mengetahui pengaruh interaksi antara model jarak tanam dengan varietas untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil kacang hijau. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Muneng, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo. Ketinggian tempat adalah 10 meter dari permukaan laut (dpl), jenis tanah Andosol termasuk klasifikasi Miditeran Ortik, tipe iklim E. Penelitian dilaksanakan dengan metode Rancangan Split Plot dan diulang 3 (tiga) kali, ukuran petak 3 m x 1,5 m terdiri dari 2 (dua) faktor yaitu: Faktor I adalah Petak Utama varietas Kacang Hijau yang terdiri dari 3 (tiga) taraf, yaitu: V1 = Glatik, V2 = Sriti, V3 = Betet. Faktor II adalah Anak Petak Jarak Tanam yang terdiri dari 4 (empat) taraf, yaitu: J1 = sebar, J2 = 30 cm x 20 cm , J3 = 40 cm x 10 cm, J4 = 50 cm x (20 cm x 10 cm). Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Perlakuan petak utama varietas (V2) Sriti memberikan rerata tertinggi untuk hasil biji per petak (453,76 g), dan per hektar (1,008 ton) serta menunjukkan berbeda tidak nyata dengan varietas (V3) Betet (0,829 ton) untuk hasil biji kering per hektar, dan untuk hasil biji per petak (373,06 g) dan menunjukkan berbeda nyata dengan varietas (V1) Glatik (0,778 ton), dan hasil biji per petak (349.95 g). Perlakuan anak petak jarak tanam (J2) 30cm x 20cm, menunjukkan rerata tertinggi (0,977 ton) untuk hasil biji kering per hektar, dan menunjukkan berbeda tidak nyata dengan jarak tanam (J3) 40cm x 10cm yaitu 0,957 ton, serta jarak tanam (J4) 50cm x (20cm x 10cm) yaitu 0,995 ton, Tidak menunjukkan interaksi yang nyata antar perlakuan petak utama varietas dengan anak petak jarak tanam, tetapi kombinasi perlakuan V2J4 = menunjukkan rerata tertinggi untuk hasil biji per hektar yaitu 1,164 ton, dan hasil yang terendah pada kombinasi perlakuan V1J1 = 0.366 ton. Kata Kunci: Jarak Tanam, Varietas, Pertumbuhan, Hasil.
pertanian. Karena peran dan sumbangan tersebut, maka segala usaha yang dapat memicu dan memacu pertumbuhan serta sumbangannya dalam perekonomian nasional perlu didukung. Kacang hijau dapat tumbuh di segala jenis tanah, sepanjang kelembaban dan unsur hara yang tersedia cukup bagi pertumbuhan tanaman. Di samping sinar matahari, suhu udara dan hara tanaman, ternyata tersedianya air merupakan faktor yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Pengairan pada tanaman kacang hijau tidak terlalu banyak dibutuhkan sebab tanaman kacang hijau mempunyai toleransi tinggi terhadap kekeringan. Kacang hijau diusahakan dengan cara tanam dan pada lingkungan yang sangat beragam, sehingga kisaran produktivitasnya sangat lebar. Produktivitas rata-rata nasional masih rendah, baru sekitar 40 % dari potensi
PENDAHULUAN Dalam era globalisasi yang penuh dengan tantangan, pemerintah dihadapkan kepada banyak perubahan dan cobaan yang salah satunya ialah krisis ekonomi yang berkepanjangan, dengan naiknya harga kebutuhan bahan pokok, terutama bahan pokok bagi masyarakat tani. Dalam masyarakat tani kebutuhan ada dua macam ialah kebutuhan di dalam keluarga yang meliputi bahan pangan dan sarana produksi pertanian. Dengan situasi krisis ekonomi dan ditunjang dengan suhu politik yang tidak menentu, banyak petani yang merasakan dampaknya terutama meningkatkan hasil pertanian dengan beberapa cara melalui input yang memerlukan biaya tinggi, dengan harapan produksi yang dicapai tinggi pula. Tanaman pangan memberikan sumbangan nyata terhadap pertumbuhan ekonomi, khususnya pada sektor
49
Pengaruh Model Jarak Tanam Pada Beberapa Varietas …
Mimik Umi Zuhro intensitas sinar matahari dan pemeliharaan lain. Penggunaan jarak tanam yang masih kebanyakan petanai menyebar benih langsung, dengan alasan efisiensi tenaga kerja serta biaya lain yang sangat mahal menurut ukuran petani. Sebar benih langsung atau dengan menggunakan jarak tanam yang teratur, secara tidak langsung menambah biaya operasional dan hasil akan jauh lebih rendah dibandingkan dengan cara tanam dengan larikan. Kendala lain yang dihadapi dengan cara tanam sebar adalah sulitnya penyiangan dan perawatan lainnya. Populasi tanaman optimal merupakan salah satu kunci untuk mencapai produksi yang tinggi, berkaitan dengan tersedianya lingkungan atau ruang tumbuh tanaman pada tingkat yang optimal. Menurut Harjadi(1982), jarak tanam mempengaruhi populasi tanaman dan efisiensi penggunaan cahaya, juga mempengaruhi kompetensi antar tanaman dalam menggunakan air dan zat hara.
hasil yang sebenarnya. Agroekosistem yang beragam untuk usaha tani kacang hijau memerlukan teknologi spesifik yang dapat memberikan hasil dan keuntungan yang tinggi bila diterapkan dalam skala luas. Oleh karena itu perlu dilakukan uji teknologi kacang hijau di beberapa lokasi untuk mengetahui teknologi pada lokasi spesifik (Radjit, 1992). Rendahnya hasil yang terjadi di beberapa daerah disebabkan oleh penerapan kultur tehnik yang sederhana seperti benih disebar, tanpa melakukan pengolahan tanah dan tindakan pemeliharaan lainnya. Aplikasi teknologi anjuran yang ada sudah diterapkan di tingkat petani pada beberapa daerah, tetapi masih belum diperoleh hasil yang diharapkan. Hal ini disebabkan teknologi yang dianjurkan masih bersifat umum, sehingga adopsi teknologi menjadi kurang sempurna, karena terdapat beberapa komponen teknologi yang sulit diterapkan atau tidak sesuai dengan lingkungan. Pentingnya peranan kacang hijau sebagai penyangga pangan di Indonesia tercermin dari laju peningkatan produksi yang pesat. Peningkatan produksi tersebut lebih banyak disebabkan oleh peningkatan luas panen (Kasno dan Taten Sutarman, 1992). Menurut Siemonsma and Anwari (1988), hasil kacang hijau diramalkan akan meningkat dengan laju yang sedikit lebih besar dari laju peningkatan luas panen. Luas panen kacang hijau diramalkan akan meningkat dengan 2,9 % per tahun sampai tahun 1990, 1,7 % per tahun sampai tahun 1995 dan 1,3 % per tahun dari tahun 1996 sampai tahun 2000. Hasil rata-rata diharapkan naik dari 0,7 t/ha pada tahun 1987 menjadi 0,9 t/ha untuk tahun 2000. Menurut Biro Pusat Statistik Tanaman Pangan dan Hortikultura (1996) menyatakan, produksi kacang hijau tahun 1996 sebesar 301 ribu ton biji kering. Angka tersebut sekitar 7,38 persen apabila dibandingkan dengan produksi tahun 1998 sebesar 325 ribu ton. Penurunan tersebut disebabkan oleh menurunnya luas panen baik di Jawa maupun di luar Jawa. Tanaman kacang hijau dalam usaha tani pada umumnya masih dianggap sebagai tanaman tambahan, sehingga penanamannya dilakukan pada musim tanam kedua atau ketiga, pada saat hujan tidak mencukupi untuk usaha tani tanaman lain (Sumarno, 1992). Rendahnya hasil kacang hijau ditingkat petani disebabkan oleh budidaya yang kurang memadai, salah satu faktor rendahnya hasil kacang hijau adalah cara tanam disebar tidak menggunakan jarak tanam yang teratur serta menggunakan varietas lokal yang berdaya hasil rendah. Hasil kacang hijau merupakan satu kesatuan yang dapat mempengaruhi satu faktor dengan faktor lainnya, hal ini berhubungan dengan kualitas benih yang ditanam, pengolahan tanah, unsur hara yang tersedia, air,
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kacang Hijau Taksonomi tanaman kacang hijau dalam sistimatika tumbuhan adalah sebagai berikut: Kingdom : Plant Kingdom Divisio : Spermatophyta Subdivisio: Angiospermae Klas : Dicotyledoneae Ordo : Plypetalae Famili : Papilionidae Subfamili : Leguminosae Genus : Vigna Species : Vigna radiata L. (Trustinah, 1992) Kacang hijau merupakan tanaman herba semusim dengan tinggi 30 sampai 130 cm, perakaran bersifat akar tunggang dimana akar lateralnya tegak lurus pada akar tunggak. Batang berbentuk bulat dan berbuku-buku, tiap buku menghasilkan tangkai daun, kecuali daun pertama. Daun letaknya berselang seling, bunga tersusun dalam bentuk tandan dan bunga mekar setelah terjadinya penyerbukan. Bunga berbentuk polong bulat silindris atau pipih dengan ujung runcing atau tumpul. Biji lebih kecil dari kacang kedelai, berwarna hijau, coklat, kuning dan hitam. Pertumbuhan kacang hijau dapat dibedakan menjadi determinit dan semi determinit dengan sifat pertumbuhan yang tegak, agak tegak atau menyebar, ujung batangnya tidak melilit, pembungaan singkat, serempak dan pertumbuhan vegetatifnya berhenti setelah berbunga, seperti varietas merak dan walet. Sedangkan tipe
50
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X persaingan untuk cahaya dan faktor tumbuh lainnya. Karapatan tanaman mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan dengan jumlah hasil yang akan diperoleh dari sebidang tanah. Produksi tanaman merupakan hasil resultante dari faktor reproduksi dan hasil pertumbuhan vegetatif, Kerapatan tanaman penting diketahui untuk menentukan sasaran agronomi, yaitu produksi maksimum. Dari berbagai penelitian jarak tanaman, dapat diketahui dimana terjadi pendataran garis grafik dari produksi bahan kering. Berarti setelah kondisi itu jumlah populasi tidak lagi dapat meningkatkan bahan kering tanaman, bahkan terjadi persaingan yang sangat ketat, yang pada akhirnya terjadi penurunan produksi. Setelah unsur tanaman sendiri yang berpengaruh terhadap kerapatan tanaman, faktor tingkat kesuburan tanah, kelembaban tanah juga akan menimbulkan persaingan apabila kerapatan tanaman semakin besar (Jumin, 1991). Efisiensi penggunaan sarana produksi melalui teknologi budidaya pertanian dengan harapan menghasilkan produksi yang tinggi dan tidak mengabaikan pengolahan tanaman sebagai faktor lain yang ikut menunjang keberhasilan suatu produktivitas tanaman dan hasil tanaman. Perbaikan komponen teknologi meliputi varietas unggul, saluran drainase, pupuk, jarak tanam, penyiangan dan perlindungan tanaman (Balai Penelitian Kacangkacangan dan Umbi-umbian, 1996). Hasil percobaan di KP Mojosari munjukkan populasi tanaman juga dipengaruri oleh musim. Pada musim kemarau, hasil biji tertinggi diperoleh pada populasi 500.000 tanaman per hektar, dan pada musim hujan didapat pada populasi 400.000 tanaman per hektar (Radjit, 1996). Menurut Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (1995), populasi tanaman dengan beda tata ruang yaitu : populasi 500.000 tanaman per hektar (jarak tanam 40 cm x 10 cm) dan populasi 400.000 tanaman per hektar (jarak ganda 40 cm (20 cm x 20 cm), dengan lingkungan yang demikian hasil tertinggi 1,53 ton per hektar tercapai dengan populasi 500.000 tanaman per hektar dan disiangi dua kali. Lebih lanjut Purnomo (1996) menyatakan, hasil kacang hijau tertinggi (1,16 ton/ha) diperoleh pada populasi 500.000 tanaman per hektar penggunaan jarak tanam model empat persegi panjang lebih baik karena untuk pemeliharaan tanaman menjadi lebih mudah, misal jarak tanam 40 cm x 10 cm, 40 cm x 15 cm. Bahkan bila tanahnya sangat subur dapat digunakan jarak tanam 40 cm x 20 cm, ditanam sebanyak 2 tanaman per lubang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanaman kacang-kacangan dengan cara dibuatkan lubang tanam memakai tugal, hasil biji per hektar lebih baik daripada benih disebar (Adisarwanto, 1990). Lebih lanjut Radjit
indeterminit ditandai dengan ujung batang yang melilit, pembungaan berangsur dari pangkal kebagian pucuk dan pertumbuhan vegetatifnya terus berlanjut setelah berbunga, seperti varietas Arta Ijo dan Siwalik (Hutami, 1989). Batang berbentuk bulat dan berbulu-bulu, tiap buku menghasilkan satu tangkai daun, kecuali daun pertama berupa sepasang daun yang berhadapan dan masingmasing daun tunggal serta tidak bertangkai dan bisa sebagai epikotil. Daun dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu daun pertama merupakan dua daun tunggal yang letaknya berhadap-hadapan pada batang utama. Daun pertama berbentuk oval atau agal lancip, daun-daun yang tumbuh diatas daun pertama disebut daun terminal. Semua daun terminal terdiri dari tiga helai daun tetapi ada pula yang memiliki lima helaian daun (Lawn dan Ahn, 1985). Bunga merupakan bagian yang sangat penting, yang dapat menghasilkan biji. Tanaman kacang hijau termasuk tanaman yang menyerbuk sendiri (Self polination) dan mulai menghasilkan bunga pada minggu ke enam atau ke delapan setelah tanam. Bunga tersusun dalam bentuk tandan pada bagian atas dari tangkai bunga, dan masingmasing tandan mengandung 1 sampai 20 bunga. Bunga bersifat cleistogamy, yaitu bunga mekar setelah terjadi penyerbukan. Buah (polong) berbentuk bulat siilindris atau pipih dengan ujung runcing atau tumpul. Polong muda berwarna hujau kelam dan hujau tua, dan setelah tua polong tersebut berwarna hitam atau cokelat. Biji berbentuk bulat dan umumnya lebih kecil dibandingkan dengan biji kacang-kacangan lain, berwarna hijau, coklat, kuning atau hitam, sedangkan hilumnya ada yang cekung atau tidak cekung. Jarak Tanam Tanaman Kacang Hijau Pertumbuhan tanaman kacang hijau sangat peka terhadap perubahan lingkungan, sehingga cukup untuk menentukan populasi optimum. Pengaruh tipe keragaman tanaman juga sangat berbeda responnya terhadap perbedaan populasi atau jarak tanam. Populasi tanaman optimal merupakan salah satu kunci untuk mencapai produksi yang tinggi, berkaitan dengan tersedianya lingkungan atau ruang tumbuh tanaman pada tingkat optimal. Menurut Harjadi (1982), kerapatan tanaman mempengaruhi penampilan tanaman dan produksi tanaman, terutama karena keefisienan penggunaan cahaya. Pada umumnya, produksi tiap satuan luas yang tinggi tercapai dengan populasi tertinggi, karena tercapainya penggunaan cahaya secara maksimum diawal pertumbuhan. Akan tetapi pada akhirnya penampilan masing-masing tanaman secara individu menurun karena 51
Pengaruh Model Jarak Tanam Pada Beberapa Varietas …
Mimik Umi Zuhro
dan Adisarwanto (1992), menyatakan bahwa bertanam dengan cara sebar ternyata memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan cara tunggal, tetapi di KP Muneng tidak menunjukkan perbedaan. Tanam sebar mensyaratkan kontak antara biji dengan permukaan tanah harus sempurna, sehingga biji mudah tumbuh. Varietas Kacang Hijau Untuk mendapatkan varietas unggul para pemulia tanaman telah banyak mengumpulkan bahan genetik, baik introduksi maupun dari hasil perkawinan silang serta varietas lokal yang mempunyai sifat-sifat genetik baik. Koleksi plasma nutfah kacang hijau merupakan sumber genetik atau bank sifat yang baik bagi program pemuliaan guna memperoleh varietas baru. Perawatan plasma nutfah dalam arti luas mencakup kegiatan inventarisasi dan dokumentasi, peremajaan, penyimpanan benih jangka panjang di ruang dingin, dan pemantauan daya tumbuh benih di ruang penyimpanan. Melalui program pemuliaan dengan cara persilangan akan menghasilkan galur atau varietas yang berproduktivitas hasil tinggi, beradaptasi luas terhadap lingkungan fisik dan hayati. Disadari bahwa untuk mendapatkan varietas kacang hijau dengan semua sifat baik tidaklah mudah. Perbaikan genetik kacang hijau yang hanya ditunjukkan untuk peningkatan potensi hasil tinggi (1,5 ton/ha) saja dipandang belum memadai (Kasno dan Sutarman, 1992). Demikian juga dari beberapa varietas unggul yang dilepas, masih perlu diuji kesesuaian terhadap teknologi yang digunakan. Hal ini disebabkan karena masingmasing daerah mempunyai keragaman yang sangat besar dalam hal ketersediaan air, jenis tanah, iklim dan sosial ekonomi. Salah satu gatra yang mendukung stabilitas hasil juga perlu mendapatkan perhatian yang seksama adalah perbaikan daya adaptasi kacang hijau yang memerlukan masukan (input) rendah. Varietas yang berumur genjah merupakan pendekatan logis untuk memanfaatkan ketersediaan air di lingkungan yang periode basahnya singkat, dan untuk meningkatkan intensitas panen, Varietas unggul kacang hijau yang dihasilkan para pemulia sudah cukup banyak selama kurun waktu 40 tahun, varietas-varietas tersebut mempunyai daya hasil tinggi (1-1,8 ton/ha) apabila dibudidayakan dengan baik (Puslitbangtan, 1991 dalam Radjit, 1996). Suatu varietas akan lebih baik hasilnya bila dikelola dengan baik, yang antara lain dengan penggunaan jarak tanam optimum, serta sifat-sifat genetiknya juga baik. Menurut Radjit dan Adisarwanto (1992), hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan penggunaan varietas unggul saja hasil biji dapat meningkat 30-40% dibandikan menggunakan varietas lokal, meskipun dikelola secara tradisional.
Tabel 1 Varietas Unggul Kacang Hijau Varietas
Tahun dilepas
Umur masak
Kisaran hasil (ton/ha)
Betet
1983
60
1,2 – 1,6
Glatik
1985
58
1,5 – 1,8
Sriti
1992
60
1,58
Sumber: Kasim & Djunainah, 1993 Guna meningkatkan peran komoditas kacangkacangan sebagai sumber pendapatan dan daya saing komoditas, maka penelitian kacang-kacangan ditekankan pada penyediaan komponen teknologi yang dapat meningkatkan efisiensi usaha tani kacang-kacangan sehingga memberikan nilai tambah yang berarti. Keragaman egroekologi dan pengelolaan tanaman yang dilakukan petani disetiap daerah dapat menyebabkan keragaman produktivitas kacang hijau yang dicapai yaitu 0,4 ton/ha sampai 0,9 ton/ha. Peluang peningkatan hasil kacang hijau cukup besar bila dikelola dengan baik. Hal ini didasarkan pada hasil percobaan yang dapat mencapai 1,3-1,5 ton.ha (Radjit, 1992). Rendahnya hasil yang terjadi dibeberapa daerah disebabkan oleh penerapan kultur teknik yang sederhana seperti benih disebar, tanpa dilakukan tindakan pemeliharaan lainnya. Untuk memperoleh produksi kacang hijau optimal, teknologi budidaya yang digunakan harus disesuaikan dengan agroekologi dan dapat diterapkan oleh petani. Hipotesis Dalam penelitian ini ditetapkan hipotesis sebagai berikut: 1. Diduga jarak tanam tertentu akan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil kacang hijau. 2. Diduga terdapat varietas yang berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil kacang hijau. 3. Diduga terdapat interaksi antara varietas dengan jarak tanam yang berpengaruh nyata yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil kacang hijau.
METODOLOGI Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Muneng, Kecamatan Sumberasih, Kabupetan Probolinggo. Ketinggian tempat adalah 10 meter dari permukaan laut, jenis tanah Andosol termasuk klasifikasi Medeteran ortik, tipe iklim D4 (R. Oldeman). Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah, kacang hijau varietas Glatik, Sriti, Betet; pupuk urea, 52
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X percobaan dengan ukuran 3 m x 1,5m, jarak antar perlakuan 0,3 m dan jarak antar ulangan 0,5 m, setelah pembuatan petak percobaan, kemudian dibersihkan dari sisa-sisa tanaman dan gulma, serta tanah diratakan.
SP36, KCL, Insektisida Coracron, Mitac, Bestoc dan Matador, Fungisida Antracol dan Berosal. Alat yang dipergunakan pada penelitian ini adalah, bajak, cangkul, timba, alat tulis, sabit, rool meter, penggaris, tugal atau alat tanam, timbangan elektrik, sprayer, kertas karton, kantong kain, kantong kertas, bambu dan papan nama.
Penanaman Penanaman dilakukan dengan alat tanam tugal sedalam + 3 cm, tiap lubang tanam diisi 3 - 4 butir biji, dan diperjarang menjadi 2 tanaman per lubang pada umur 10 hari setelah tanam. Jarak tanam sesuai dengan perlakuan. Perlakuan sebar disesuaikan dengan kebutuhan benih per hektar yaitu 30 kg, benih per petak adalah 13,5 g.
Metode Penelitian Model matematis yang dipergunakan dari rancangan Split Plot adalah sebagai berikut: ϒijk = μ + ρi + αi + εik + (αβ) jk + εijk ϒijk
= Variabel respon karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor yang terdapat pada observasi ke-i µ = Nilai umum ρi = Pengaruh kelompok ke-i αi = Pengaruh jarak tanam ke-i εik = Galat petak utama (αβ) jk = Pengaruh interaksi varietas dan jarak tanam εijk = Galat anak petak
Pemupukan Pupuk yang diberikan yaitu, Urea 50 kg, SP36 75 kg dan KCL 50 kg per hektar, diberikan seluruhnya pada saat tanam secara sebar per petak percobaan. Dosis pupuk per petak adalah 22,5 g Urea, 33,75 g SP36 dan 22,5 g KCL. Pemeliharaan Tanaman Penyulaman dilakukan pada saat tanaman berumur 5 hari setelah tanam (HST), apabila ada biji yang tidak tumbuh. Pengairan disesuaikan dengan kebutuhan tanaman, penyiangan dilakukan umur 30 hari hst. Pengairan dilakukan umur 17 hst. Pengendalian hama dengan menggunakan insektisida Coracron, Bestoc, Mitac, Decis, dan Matador. Pengendalian penyakit dengan fungisida Derosal, Antracol dan Ortocide.
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode Rancangan Split Plot dan diulang 3 (tiga) kali, adapun perlakuan terdiri dari 2 (dua) faktor yaitu: Faktor I adalah Petak Utama Varietas Kacang Hijau yang meliputi 3 (tiga) taraf, yaitu: V1 = Glatik V2 = Sriti V3 = Betet Faktor II adalah Anak Petak Jarak Tanam yang meliputi 4 taraf yaitu: J1 = Sebar J2 = 30 cm x 20 cm J3 = 40 cm x 10 cm J4 = 50 cm x (20 cm x 10 cm) atau Double Row Dengan demikian terdapat 12 kombinasi perlakuan, yaitu: 1. V1J1 5. V2J1 9. V3J1 2. V1J2 6. V2J2 10. V3J2 3. V1J3 7. V2J3 11. V3J3 4. V1J4 8. V2J4 12. V3J4
Panen Panen dilakukan setelah panen masak fisiologi 90% yang ditandai dengan polong-polong berwarna hitam dan dilakukan dua kali dengan cara pemetikan. Panen dilakukan dua kali sebab pada musim hujan tanaman kacang hijau tidak dapat menunjukkan polong masak serempak dan panen tepat waktu atau sesuai dengan umur tanaman sebenarnya, ini dikarenakan oleh kelembaban tanah yang tinggi. Parameter Pengamatan Parameter yang diamati pada 5 (lima) tanaman contoh dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Tinggi tanaman umur 15, 30, 45 hari setelah tanam (HST) saat panen (cm), yaitu diukur dari leher akar sampai pucuk tanaman. 2. Jumlah cabang produktif per tanaman, yaitu dihitung jumlah cabang yang menghasilkan polong. 3. Jumlah polong per tanaman, yaitu dihitung jumlah polong yang ada. 4. Jumlah biji per tanaman, yaitu dihitung jumlah biji tiap-tiap polong.
Untuk memperoleh nilai ragam masing-masing sifat yang diamati, analisis dengan menghitung sidik ragam secara terpisah. Nilai tengah pengaruh perlakuan diuji lebih lanjut dengan uji BNT dengan taraf 5% (Sudjana, 1980). Persiapan Lahan Tanah diolah dengan bajak sebanyak 3 (tiga) kali dan setelah pengolahan tanah pembuatan petak-petak 53
Pengaruh Model Jarak Tanam Pada Beberapa Varietas …
Mimik Umi Zuhro Pada Tabel 2 hasil uji BNT dengan taraf 5%, pada perlakuan varietas (V) terhadap tinggi tanaman, menunjukkan bahwa pada varietas Betet (V3) menunjukkan rerata tertinggi pada umur 15 hari setelah tanam yaitu 10.90 cm, dan menunjukkan berbeda tidak nyata dengan varietas Glatik (V1) yaitu 9,93 cm, sedangkan tinggi tanaman umur 30 hari yaitu 39,50 cm, dan menunjukkan berbeda tidak nyata dengan varietas Glatik yaitu 35,97 cm, pada tinggi tanaman umur 45 hari yaitu 73,07 cm, Sedangkan pada perlakuan jarak tanam (J3) 40 cm x 10 cm menunjukkan rerata tertinggi untuk tinggi tanaman umur 15 hari setelah tanam yaitu 11,00 cm, dan menunjukkan berbeda sangat nyata dengan perlakuan (J1) jarak tanam sebar yaitu 9,11 cm, (J1) 30 cm x 20 cm yaitu 10,38 cm, dan (J4) 50 cm x (20 cm x 10 cm) yaitu 10,16 cm. Pada umur 30,45 hari setelah tanam dan saat panen, menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam J4 = 50 cm x (20 cm x 10 cm) memberikan rerata tertinggi meski berbeda tidak nyata dengan perlakuan yang lain. Hal ini sifat tinggi tanaman tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan tumbuh seperti jarak tanam, kesuburan tanah juga mempengaruhi sifat tinggi tanaman saat vegetatif, tinggi tanaman saat vegetatif apabila mengalami kesuburan dan unsur hara yang berlebihan akan mengalami pertumbuhan yang terus, sehingga akan memacu pertumbuhan vegetatif yang lama, faktor curah hujan atau air juga mempengaruhi perpanjangan sel batang yang panjang sehingga tanaman tumbuh menjadi lebih tinggi dari pada tanaman normal. Produksi kacang hijau berhubungan dengan tinggi tanaman, apabila tinggi tanaman melebihi normal maka tanaman kacang hijau kurang menghasilkan cabang-cabang produktif yang menghasilkan polong. Respon antara varietas dengan jarak tanam yang merupakan lingkungan tumbuh, merekayasa lingkungan agar supaya tanaman mendapat ruang gerak dan ruang untuk memperoleh unsur hara dan cahaya sebagai faktor untuk mempengaruhi proses tumbuh dan berkembangnya tanaman seperti perpanjangan sel-sel kearah samping atau ke pucuk tanaman sehingga tanaman menjadi lebih tinggi dari stadia sebelumnya karena faktor lingkungan tumbuh, interaksi antara varietas dengan jarak tanam tidak menunjukkan respon bersama diduga bahwa, tiap varietas memiliki respon yang sama terhadap jarak tanam yang berbeda, sehingga tanaman tidak menambah atau mempercepat tinggi tanaman melainkan menambah percepatan sel kearah samping, sehingga menambah ukuran batang atau jumlah cabang. Varietas mempunyai sifat genetik yang merupakan sifat ketahanan dan responsif terhadap lingkungan dan perubahannya, tetapi dengan jarak tanam yang berbeda varietas Glatik, Sriti dan Betet sama-sama tidak memberikan respon secara
5. Bobot polong kering per tanaman (g), yaitu ditimbang polong setelah dipetik dari pohonnya. 6. Bobot biji kering per tanaman (g), yaitu ditimbang biji per tanaman. Parameter pengamatan per petak 1. Jumlah tanaman dipanen, yaitu dihitung jumlah tanaman per petak. 2. Hasil polong kering (g), yaitu ditimbang hasil polong setelah dipetik. 3. Hasil biji kering per petak (g) dan per hektar (ton), yaitu ditimbang hasil biji kering tiap-tiap petak, dan dikonversikan per hektar. 4. Bobot 1000 biji (g), yaitu dihitung dan ditimbang.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman Hasil analisis statistik pada perlakuan (V) varietas untuk tinggi tanaman umur 15 hari setelah tanam (cm) menunjukkkan berbeda sangat nyata, dan menunjukkan berbeda nyata untuk tinggi tanaman umur 30, 45 hari setelah tanam, sedangkan untuk tinggi tanaman saat panen menunjukkan berbeda tidak nyata. Pada perlakuan jarak tanam (J) menunjukkkan berbeda sangat nyata untuk tinggi tanaman umur 15 hari setelah tanam, sedangkan tinggi tanaman umur 30, 45 hari setelah tanam dan saat panen menunjukkan berbeda tidak nyata. Tidak menunjukkan interaksi yang nyata antara perlakuan petak utama varietas (V) dengan perlakuan anak petak jarak tanam (J). Tabel 2 Rerata tinggi tanaman (cm), karena pengaruh perlakuan faktor tunggal petak utama varietas (V) dan anak petak jarak tanam (J).
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada uji BNT 5% 54
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X Pada perlakuan jarak tanam (J) rerata tertinggi ditunjukkan pada jarak tanam (J3) 40 cm x 10 cm untuk jumlah biji per tanaman yaitu 12,29, dan menunjukkan berbeda tidak nyata dengan jarak tanam (J2) 30 cm x 20 cm yaitu 11,89, dan jarak tanam (J4) 50 cm x (20 cm x 10 cm) yaitu 12,00, sedangkan bobot polong dan biji kering ditunjukkan pada jarak tanam (J4) 50 cm x (20 cm x 10 cm) yaitu 40,93 g untuk bobot polong kering, dan menunjukkan berbeda tidak nyata dengan jarak tanam (J2) 30 cm x 20 cm yaitu 39,98 g dan jarak tanam (J3) 40 cm x 10 cm 40,62 g, sedangkan untuk bobot biji kering yaitu 26,67 g dan menunjukkan berbeda tidak nyata dengan jarak tanam (J2) 30 cm x 10 cm yaitu 25,72 g dan jarak tanam (J3) 40 cm x 10 cm yaitu 26,49 g. Hal ini tinggi tanaman mempunyai hubungan yang erat dengan jumlah cabang per tanaman. Semakin rapat tanaman pada musim hujan maka tanaman akan semakin tinggi dan secara tidak langsung jumlah cabang yang menghasilkan polong juga semakin menurun atau jumlah cabang produktif per tanaman semakin tidak banyak terbentuk, hal ini disebabkan oleh kompetisi tanaman dalam hal unsur hara dan cahaya matahari, Menurut Moedjiono dan Karsono (1992) menyatakan karapatan tanaman yang tinggi menurunkan jumlah cabang, jumlah polong per tanaman dan meningkatkan jumlah tanaman tidak berpolong.
bersama dengan jarak tanam. Tidak ada interaksi antara keduanya, ada indikasi mengarah pada musim tanam, pada stadia vegettif kelembaban tanah tinggi sehingga tanaman tetap tinggi disebabkan oleh musim tanam.
Jumlah Cabang Produktif, Jumlah Polong, Jumlah Biji, Bobot Polong Kering dan Bobot Biji per Tanaman Hasil analisis statistik pada perlakuan varietas (V) menunjukkan berbeda sangat nyata untuk jumlah cabang produktif per tanaman, dan menunjukkan berbeda tidak nyata untuk jumlah polong, jumlah biji per tanaman, bobot polong dan biji kering per tanaman. Pada perlakuan jarak tanam (J) menunjukkan berbeda tidak nyata untuk jumlah cabang dan jumlah polong per tanaman, dan menunjukkan berbeda sangat nyata untuk jumlah biji, dan berbeda nyata untuk bobot polong dan biji kering per tanaman (g). Tidak menunjukkan interaksi yang nyata antara varietas dengan jarak tanam. Pada Tabel 3 hasil uji BNT dengan taraf 5 %, pada perlakuan varietas Sriti (V2) menunjukkan rerata tinggi untuk jumlah cabang tanaman yaitu 6,03, serta berbeda sangat nyata dengan varietas Glatik yaitu 5,31, dan varietas Betet (V3) yaitu 5,50. Sedangkan untuk bobot polong kering yaitu 41,39 g, dan menunjukkan berbeda tidak nyata dengan varietas Glatik (V1) yaitu 39,03 g, untuk bobot biji kering rerata tertinggi yaitu 26,60 g dan menunjukkan berbeda tidak nyata dengan varietas Glatik (V1) yaitu 25,59 g.
Tabel 3 Rerata jumlah cabang, jumlah polong, jumlah biji, bobot polong dan bobot biji kering per tanaman, karena pengaruh perlakuan faktor tunggal petak utama varietas (V) dan anak petak jarak tanam (W).
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada uji BNT 5% 55
Pengaruh Model Jarak Tanam Pada Beberapa Varietas …
Mimik Umi Zuhro Pada perlakuan jarak tanam (J) menunjukkan berbeda nyata untuk jumlah tanaman panen, hasil polong kering per petak, hasil biji kering per petak dan hasil biji kering per hektar, serta menunjukkan berbeda tidak nyata untuk bobot 1000 biji. Analisis sidik ragam tidak menunjukkan interaksi yang nyata antara perlakuan varietas dengan jarak tanam. Pada Tabel 4 hasil uji BNT dengan taraf 5 %, menunjukkan bahwa pada perlakuan varietas Sriti (V2) memberikan rerata tertinggi untuk hasil polong dan biji kering per petak serta hasil biji kering per hektar. Pada hasil polong per petak yaitu 763,35 g dan menunjukkan berbeda sangat nyata dengan varietas Glatik (VI) dan Varietas Bebet (V3). Untuk hasil biji kering per petak yaitu 453,76 g, dan menunjukkan berbeda tidak nyata dengan varietas (V3) Betet yaitu 373,06 g, dan untuk hasil biji kering per hektar yaitu 1,008 ton dan menunjukkan berbeda tidak nyata dengan varietas (V3) Betet yaitu 0,829 ton. Sedangkan bobot 1000 biji rerata tertinggi ditunjukkan varietas V1) Glaik yaitu 52,33 g dan menunjukkan berbeda tidak nyata dengan varietas (V2) Sriti yaitu 49,92 g. Pada perlakuan jarak tanam (J3) 30 cm x 20 cm menunjukkan rerata tertinggi untuk jumlah tanaman panen yaitu 119,22, dan menunjukkan berbeda tidak nyata dengan jarak tanam (J4) 50 cm x (20 cm x 10 cm) yaitu 115,11. Rerata tertinggi untuk jhasil polong dan biji kering per petak ditunjukkan jarak tanam (J4) 50 cm x (20 cm x 10 cm), yaitu 751,09 h untuk hasil polong per petak, dan menunjukkan berbeda tidak nyata dengan jarak tanam (J2) 30 cm x 20 cm yaitu 739,67 g dan jarak tanam (J3) 40 cm x 10 cm yaitu 699,32 g.
Jarak tanam yang maksimal bagi tanaman kacang hijau akan memberikan jumlah biji yang lebih banyak dibanding dengan jarak tanam sebar atau populasi yang lebih padat atau rapat. Hal ini dikarenakan pada jarak tanam sebar atau populasi rapat kompetisi antar tanaman akan semakin besar dibanding jarak tanam teratur dan lebih renggang sebab pada musim hujan sinar matahari tidak mencukupi untuk melakukan fotosintesis dan tanah dalam keadaan kelembaban tinggi, jarak tanam dengan populasi lebih rendah akan memberikan kontribusi cahaya yang cukup, sebab tanaman dapat menyerap sinar matahari dari celah-celah antar baris atau antar tanaman lebih maksimal dan efektif. Bobot polong dan biji merupakan hasil fotosintesis yang berupa fotosintesis yang terkontribusi menjadi bahan kering tanaman berupa biji buah dan biji, hal ini tergantung musim tanah dan sinar matahari yang diterima oleh kanopi daun sehingga daun dapat memproses energi cahaya menjadi karbohidrat yang tersimpan di balam biji, perkembangan tanaman akan lebih sempurna apabila diberi ruang gerak dan lingkungan tumbuh yang maksimal, sehingga tanaman dapat dengan leluasa untuk mendapatkan unsur hara dan sinar matahari. Jumlah Tanaman Panen, Hasil Polong Kering per Petak, Hasil Biji Kering per Hektar (ton) dan Bobot 1000 Biji (g) Hasil analisis statistik pada perlakuan varietas (V) menunjukkan berbeda tidak nyata untuk jumlah tanaman panen, hasil biji kering per petak dan hasil biji kering per hektar, dan menunjukkan berbeda nyata untuk hasil polong per petak dan bobot 1000 biji.
Tabel 4 Rerata jumlah tanaman panen, hasil poong kering dan biji kering per petak (g), hasil biji kering per hektar (ton), dan bobot 1000 biji (g), karena pengaruh perlakuan faktor tunggal petak utama varietas (V) dan anak petak jarak tanam (J).
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada uji BNT 5% 56
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X Diduga penyebab tidak adanya interaksi yang nyata adalah dikarenakan pada saat penelitian berlangsung kelembaban tanah sangat tinggi sehingga kesuburan tanah dan unsur hara tetap terpenuhi meskipun pada jarak tanam rapat sehingga tidak ada perbedaan untuk mendapatkan kebutuhan unsur hara, musim hujan juga merupakan faktor penyebab tidak berinteraksinya varietas dengan jarak tanam, ini dibuktikan bahwa pada musim hujan intensitas sinar matahari sangat kurang sehingga antara jarak tanam rapat yang diharapkan tidak optimal untuk menerima cahaya matahari karena rapatnya kanopi daun, pada akhirnya sama dengan jarak tanam renggang untuk intensitas penerimaan sinar matahari, sehingga kebutuhan fotosintesis untuk menghasilkan karbohidrat sama dibeberapa jarak tanam, kecuali dengan cara tanam sebar benih langsung.
Sedangkan untuk hasil biji kering per petak yaitu 447,69 g, dan menunjukkan berbeda tidak nyata dengan jarak tanam (J2) 30 cm x 20 cm yaitu 439,57 g, dan jarak tanam (J3) 40 cm x 10 cm yaitu 430,69 g. Rerata tertinggi untuk hasil biji kering per hektar ditunjukkan jarak tanam (J2) 30 cm x 20 cm yaitu 0,997 ton, dan menunjukkan berbeda tidak nyata dengan jarak tanam (J3) 40 cm x 10 cm yaitu 0,957 ton, serta jarak tanam (J4) 50 cm x (20 cm x 10 cm) yaitu 0,995 ton. Dalam hal ini jumlah tanaman panen erat hubungannya dengan populasi tanaman dengan demikian jarak tanam memegang peran dan menentukan untuk populasi per hektar, sehingga mempengaruhi hasil per satuan luas, disamping jarak tanam, faktor lain seperti varietas juga akan mempengaruhi hasil, sebab disetiap varietas mempunyai kemampuan untuk mengadakan adaptasi lingkungan tumbuh, yang mana varietas memiliki sifat genetik yang melebihi sifat-sifat unggul varietas yang lain. Menurut Radjit (1996), populasi tanaman juga dipengaruhi oleh musim, pada musim kemarau hasil tertinggi diperoleh pada populasi 500.000 tanaman / ha, dan pada musim hujan didapatkan pada populasi 400.000 tanaman / ha. Selanjutnya dilaporkan oleh Purnomo (1996) bahwa, biji kacang hijau tertinggi (1,16 ton /ha) diperoleh pada populasi 500.000 tanaman/ha. Penggunaan jarak tanam model empat persegi panjang lebih baik karena untuk pemeliharaan tanaman menjadi lebih mudah. Berdasarkan data pada komponen hasil varietas Sriti mempunyai rerata hasil tertinggi, hal ini berarti varietas Sriti mempunyai sifat genotipik yang tanggap atas perubahan lingkungan tumbuh yang termodifikasi serta tahan terhadap kelembaban tinggi pada musim hujan, sifat adaptasi terhadap lingkungan khususnya jarak tanam tidak menjadi kendala untuk melakukan kegiatan fotosintesis. Jarak tanam merupakan salah satu faktor penentu produksi bagi tanaman, sebab jarak tanam optimum bagi suatu tanaman mempunyai korelasi positif dengan produksi suatu tanaman per satuan luas. Menurut Jumin (1991), kerapatan tanaman mempunyai hubungan yang tak dapat dipisahkan dengan jumlah yang akan diperoleh dari sebidang tanah. Hasil produksi merupakan hasil resultante dari faktor reproduksi dan hasil pertumbuhan vegetatif. Jarak tanam yang semakin rapat mengakibatkan berkurangnya jumlah tunas per rumpun, bertambahnya serangan hama penyakit, jarak tanam juga berpengaruh pada jumlah cabang, polong dan produksi, tetapi tidak berpengaruh pada tinggi tanaman, jumlah buku dan berat 1000 biji.
PENUTUP Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut ini: 1. Perlakuan petak utama varietas (V2) Sriti memberikan rerata tertinggi untuk hasil biji per petak (453,76 g) dan per hektar (1,008 ton) serta menunjukkan berbeda tidak nyata dengan varietas (V3) Betet (0,829 ton) untuk per hektar, dan untuk per petak (373,06 g) dan berbeda nyata dengan varietas (V1) Glatik (0,778 ton), dan per petak (349,95 g). 2. Perlakuan anak petak jarak tanam (J2) 30 cm x 20 cm, menunjukkan rerata tertinggi (0,997 ton), dan berbeda tidak nyata dengan jarak tanam (J3) 40 cm x 10 cm (0,957 ton) serta jarak tanam (J4) 50 cm x (20 cm x 10 cm) (0,995 ton). 3. Tidak terdapat interaksi yang nyata antara perlakuan perlakuan patak utama varietas dengan jarak tanam. Saran Adapun saran-saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut: 1. Untuk mendapatkan hasil kacang hijau yang maksimal perlu mempertimbangkan faktor jarak tanam dan musim, untuk musim hujan varietas yang dapat memberikan hasil tinggi adalah (V2) Sriti. Jarak tanam optimum yang dapat disarankan pada musim hujan adalah (J4) 50 cm x (20 cm x 10 cm). 2. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih akurat perlu diadakan penelitian lanjutan dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan.
57
Pengaruh Model Jarak Tanam Pada Beberapa Varietas …
Mimik Umi Zuhro
DAFTAR PUSTAKA Radjit B. S., 1992, Uji Keterandalan Paket Teknologi Budidaya Kacang Hijau di Lahan Sawah, Laporan Kemajuan Balittan Malang : 261-275.
Adisawanto T., 1990, Tehnik Percobaan Kacangkacangan, dalam: Teknik Pelaksanaan Percobaan Tanaman Pangan, Materi Latihan Teknisi Kebun Percobaan, Malang, 20-30 Agustus 1990
-------------, 1996, Rakitan Paket Teknologi Usaha tani Kacang Hijau Setelah Padi Sawah, dalam : Pemantapan Teknologi Usaha tani Palawija untuk Mendukung Sistem Usaha tani Berbasis Padi Dengan Wawasan Agribisnis (SUTPA), Edisi Khusus Balitkabi No. 12, Balai Penelitian Tenaman Kacangkacangan dan Umbi-umbian Malang 188. P.
Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbiumbian, 1995, Perbaikan Cara Tanaman, Drainase dan Populasi untuk Meningkakan Hasil Kacang Hijau di Lahan Sawah, Laporan Tahunan Balitkabi Tahun 1993/1994, 44. P. ------------, 1995, Perbaikan Cara Tanam, Budidaya Kacang Hijau, Laporan Tahunan Balitkabi Tahun 1994/1995, P.46.
Adisarwanto T, 1992, Budidaya Tanaman Kacang Hijau di Lahan Sawah, dalam : Kacang Hijau, Monogaraf Balittan Malang No. 9. 50-64. P.
Biro Pusat Statistik Tanaman Pangan dan Hortikultura, 1996, Survei Pertanian Produksi Tanaman Palawija di Indonesia, Bagian Statistik Tanaman Palawija dan Hortikultura, CV. Mitra Bersama, 263.P.
Sudjana, 1980, Disain dan Analisis Ekperimen, Penerbit Tarsito, Bandung, 285. P. Sumarno, 1992, Arti Ekonomis dan Kegunaan Kaang Hijau, dalam: Kacang Hijau, Monograf Balittan Malang, No. 9.
Harjadi S. S., 1982, Pengantar Agronomi, Departemen Agronomi Fakultas Pertaniam, Institut Pertanian Bogor, PT. Gramedia, Jakarta, 197.P.
Trustinah, 1992, Biologi Tanaman Kacang Hijau, dalam : Kacang Hijau, Monograf Balittan Malang, No. 12
Hutami S., 1998, Botani Kacang Hijau, Makalah Disampaikan Pada Latihan Field Inspection and Maintenance of Varietas of Food Legum, 6 Juni – 4 Agustus 1989 di Bogor. Jumin H. B., 1991, Dasar-dasar Agronomi, CV. Rajawali, Jakarta, 140. P. Kasim H., dan Djunainah, 1993, Deskripsi Varietas Unggul Palawija; Jagung, Sorgum, Kacang-kacangan, dan Umbi-umbian, 1918 – 1992, Pusat Penelitian dan Pengambangan Tanaman Pangan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departeman Pertanian, 149. P. Kasno A. dan Sutarman T., 1992, Perbaikan Genetik Kacang Hijau Untuk Stabilitas Hasil, dalam : Depatemen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang, Monograf Balittan Malang, No. 9 P. 127. Lawn, R.J., and D. S. Ahn, 1985, Mungbean (Vigna Radiata (L.) Wilczek / Vigna mungo (L.) Herper), dalam : Sumerfield, R. j. and E. H. Robert, (eds). Grain Legum Crops Collins, London Moedjiono dan Karsono S., 1992, Pengaruh Kerapatan Tanaman dan Tingkat Penyiangan Terhadap Produksi Kacang Gude, dalam: Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan Tahun 1992, Ringkasan, Malang 26-27 Pebruari 1992, Departemen Pertanian, Badan Penelitian Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Balai enelitian Tanaman Pangan Malang. Purnomo J., 1996, Pengaruh Pengolahan Tanah, Penyiangan dan Populasi Tanaman Terhadap Produksi Kacang Hijau, Penelitian Palawija, (1):7879. 58
ISSN 2355-195X
PENGARUH UMUR DAN DOSIS PUPUK KANDANG LIMOSIN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG PANJANG ( VIGNA SINENSIS L. ) Agus Edi Setiyono 1 1
Staf Pengajar, Universitas Panca Marga
[email protected] 1
(diterima: 10.12.2014, direvisi: 22.12.2014)
Abstrak Pupuk organik mempunyai kemampuan mengubah berbagai faktor dalam tanah, baik yang bersifat negative maupun yang bersifat positif, yang positif menjadi faktor-faktor yang menjamin kesuburan tanah dan mengandung sejumlah unsur hara mikro yang dibutuhkan oleh tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui pengaruh Umur Pupuk Organik Asal Limbah Limosin terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang panjang. 2) Mengetahui pengaruh Dosis Pupuk Organik Asal Limbah Limosin terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang panjang. 3) Mengetahui interaksi antara Umur dan Dosis Pupuk Organik Asal Limbah Limosin terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang panjang. Hipotesis: 1) Umur Pupuk Organik Asal Limbah Limosin berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang panjang, 2) Pemberian Pupuk Organik Asal Limbah Limosin dengan dosis tertentu berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang panjang, 3) Terjadi interaksi antara Umur dan Dosis Pupuk Organik Asal Limbah Limosin terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang panjang. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor yaitu Umur Pupuk Organik Asal Limbah Limosin (U) sebanyak 3 aras perlakuan dan Dosis Pupuk Organik Asal Limbah Limosin (D) sebanyak 4 aras dengan 3 ulangan. Apabila hasil uji F menunjukkan pengaruh yang nyata maka analisis dilanjutkan Uji Jarak Berganda Duncan’s (DMRT) pada taraf 5 %. Kesimpulan penelitian ini adalah: 1) Perlakuan umur 3 bulan (U3) memberikan hasil terbaik dalam rerata tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah polong per tanaman, dan bobot segar polong per tanaman, 2) Perlakuan dosis 1,5 kg/polybag (D2) memberikan hasil yang terbaik terhadap rerata diameter batang, jumlah polong per tanaman, dan bobot segar polong per tanaman, 3) Ada interaksi yang dominan utamnya pada perlakuan U3D3 (Umur 9 bulan dan dosis 2,25 kg/polybag) memberikan hasil terbaik dalam rerata diameter batang dan jumlah daun. Kata Kunci: Umur Pupuk Organik Asal Limbah Limosin, Dosis Pupuk Organik Asal Limbah Limosin.
Tanah sebagai salah satu faktor produksi pertanian mempunyai fungsi fisika, biologi, maupun kimia yang menentukan kesuburan. Keberhasilan dan jumlah unsur hara maupun air yang diserap tanaman sangat tergantung pada ketersediaan unsur-unsur tersebut di dalam tanah sebagai media tumbuh (Rukmana, 1995). Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) sudah lama dibudidayakan oleh orang Indonesia. Sebenarnya kacang panjang berasal dari India dan Afrika. Kemudian menyebar penanamannya ke daerah-daerah Asia Tropika hingga ke Indonesia. Tanaman ini mudah tumbuh dengan baik diberbagai jenis tanah, baik tanah sawah, tanah tegalan bahkan tanah pekarangan rumah. Kacang panjang bersifat dwiguna, artinya sebagai sayuran polong dan sebagai penyubur tanah. Tanaman sebagai penyubur tanah karena pada akar-akarnya
PENDAHULUAN Indonesia merupakan sentra penanaman kacang panjang yang mempunyai keanekaragaman genetik yang luas. Berdasarkan laporan biro pusat statistik, luas areal tanaman kacang-kacangan di Indonesia merupakan terluas dibandingkan dengan luas areal jenis sayuran lainnya, maka dari itu kacang panjang termasuk sayuran yang banyak dikonsumsi di Indonesia. Pada tahun 2007 hasil kemampuan produksi bobot polong segar mencapai 5,72 ton/ha, tahun 2008 mengalami penurunan 5,46 ton/ha dan pada tahun 2009 sebesar 5,77 ton/ha. Kemampuan produksi tersebut masih rendah dibandingkan potensi hasil yang sesungguhnya mencapai 20 ton/ha. Jadi sangat penting adanya usahausaha dalam peningkatan produksi kacang panjang. 59
Pengaruh Umur & Dosis Pupuk Kandang Limosin …
Agus Edi Setiyono Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Umur dan Dosis Pupuk Organik Asal Limbah Limosin Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.).
terdapat bintil-bintil bakteri Rhizobium sp.. Bakteri tersebut berfungsi mengikat nitrogen bebas dari udara. Maka dari itu kacang panjang banyak di tanam oleh petani di pematang sawah baik monokultur maupun sebagai tanaman sela (Sunarjono, 2003). Sebagai sayuran polong, kacang panjang mengandung protein cukup tinggi, yaitu 22,3% dalam biji kering, 4,1% pada daun, dan 27% pada polong muda (Haryanto, dkk., 2003). Menurut Irfan (1992), bahwa setiap 100 g berat kacang panjang terkandung antara lain protein 2,7 g; lemak 1,3 g; hidrat arang 7,8 g; dan menghasilkan 34 kg kalori. Pemupukan merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan kapasitas produksi tanah. Pemupukan tersebut dapat berupa pupuk organik, pupuk anorganik, ataupun campuran keduanya. Pemupukan yang efektif melibatkan persyaratan kuantitatif dan kualitatif. Persyaratan kuantitatifnya adalah dosis pupuk, sedangkan persyaratan kualitatifnya meliputi unsur hara yang diberikan dalam pemupukan relevan dengan masalah nutrisi yang ada, waktu pemupukan dan penempatan pupuk tepat, unsur hara dapat diserap tanaman, tanaman dapat menggunakan unsur hara yang diserap untuk meningkatkan produksi dan kualitasnya (Indranada, 1986). Menurut Sutejo (1995), penggunaan pupuk organik biasanya ditujukan untuk memperbaiki sifat fisik, dan biologi tanah. Walaupun kandungan unsur hara dalam pupuk organik relatif lebih kecil dibanding pupuk anorganik namun bila sifat fisik menjadi baik maka sifat kimia tanah pun akan berubah. Pupuk organik dapat menambah kandungan bahan organik tanah dan memperbaiki sifat fisik maupun biologi tanah. Terhadap tanah, bahan organik dapat meningkatkan kemantapan agregat, infiltrasi, daya menahan air, meningkatkan jumlah pori makro dan mikro serta merupakan sumber energi bagi kegiatan biologis tanah. Lebih lanjut pengaruh pupuk tersebut akan lebih berhasil guna bagi tanaman apabila memperhatikan dosis, macam dan waktu pemberian. Secara umum pupuk organik sangat baik diberikan dalam budidaya tanaman kacang panjang sebab untuk tumbuh dan berproduksi tinggi kacang panjang membutuhkan tanah berdebu, kaya akan hara tanaman dan humus. Salah satu penyebab adalah karena dari pupuk organik selain sebagai sumber unsur hara juga karena mengandung humus sehingga tanah tidak akan cepat kering. Untuk lahan-lahan di Indonesia, pupuk organik umumnya diberikan 1 minggu sebelum tanam bersamaan waktu pengolahan tanah sebagai pupuk dasar sebanyak 10 ton/ha dengan cara dibenamkan sedalam 10 cm (Anonim, 1977).
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Menurut Haryanto (2003), tanaman kacang panjang dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kerajaan : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Sub kelas : Dicotyledonae Ordo : Rosales Famili : Leguminoceae Genus : Vigna Spesies : Vigna sinensis (L.) Savi ex Hassk Vigna sinensis ssp. Sesquipedalis Syarat Tumbuh Menurut Anonim (1977) syarat tumbuh tanaman kacang panjang yaitu: 1) Iklim Unsur-unsur iklim yang perlu diperhatikan dalam pertumbuhan tanaman antara lain ketinggian tempat, sinar matahari, dan curah hujan. Kacang panjang dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah dan dataran tinggi dengan ketinggian 0-1500 m dari permukaan laut (dpl), tetapi yang paling baik pada ketinggian kurang lebih 800 m dpl. Penanaman di dataran tinggi, umur panen relatif lama, tingkat produksi maupun produktivitasnya lebih rendah bila dibanding dengan dataran rendah. Ketinggian tempat berkaitan erat dengan suhu, yang merupakan faktor penting bagi tanaman. Suhu idealnya antara 20°C - 30°C. Dengan curah hujan antara 600-1500 mm/tahun, kelembaban udara 60-80 %. 2) Tanah Hampir semua jenis tanah cocok untuk budidaya kacang panjang, namun yang paling baik adalah tanah latosol atau lempung berpasir, subur, gembur, banyak mengandung bahan organik dan drainasenya baik. Untuk pertumbuhan yang optimum, diperlukan derajat keasaman (pH) tanah antara 5,5-6,5. Bila pH di bawah 5,5 dapat menyebabkan tanaman tumbuh kerdil karena teracuni garam aluminium (Al) yang larut dalam tanah (Haryanto, 2003). Dan bila pH terlalu basa (di atas pH 6,5) menyebabkan pecahnya nodula-nodula akar (Anonim, 2012).
60
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X
Kandungan Gizi Kacang Panjang Menurut Haryanto (2003), kacang panjang penting sebagai sumber vitamin dan mineral. Sayur ini banyak mengandung vitamin A, vitamin B, dan vitamin C terutama pada polong muda. Bijinya banyak mengandung protein, lemak dan karbohidrat. Dengan demikian, komoditi ini merupakan sumber protein nabati yang cukup potensial. Pada tabel 1 berikut diuraikan kandungan gizi pada polong, biji, dan daun kacang panjang.
Pengaruh bahan organik terhadap sifat fisik tanah adalah: a. Mempengaruhi warna tanah menjadi coklat sampai hitam. b. Merangsang granulasi agregat dan memantapkannya. c. Menurunkan plastisitas dan kohesi tanah. d. Memperbaiki sruktur tanah menjad lebih remah e. Meningkatkan kapasitas memegang air sehingga drainase tidak berlebihan, kelembaban, dan temperatur tanah menjadi stabil.
Bahan Organik Bahan organik merupakan bahan penting dalam membentuk kesuburan tanah. Bahan organik tanah biasanya menyusun sekitar 5 % bobot total tanah. Meskipun hanya sedikit, akan tetapi bahan organik memegang peranan penting dalam menentukan kesuburan tanah. Sebagai media tumbuh bahan organik juga berpengaruh secara langsung terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman serta mikrobia tanah yaitu sebagai sumber energi, hormon, vitamin dan senyawa perangsang tumbuh lainnya. Bahan organik mempunyai peranan penting terhadap sifat fisik, kimia, dan biologi tanah..
Pengaruh bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah: a) Bagian yang mudah terurai dari proses mineralisasi bahan organik akan menyumbangkan sejumlah ionion hara tersedia bagi tanaman. b) Selama proses terdekomposisi sejumlah hara tersedia akan di akumulasikan ke dalam sel-sel mikroba. Bahan organik juga berpengaruh terhadap sifat biologi tanah yaitu: a) Sebagai sumber energi dan hara bagi jasad biologis tanah. b) Meningkatkan jumlah dan aktivitas metabolik organisme tanah. c) Meningkatkan kegiatan jasad mikro dalam membantu dekomposisi bahan organik.
Tabel 1 Komposisi Zat Gizi Kacang Panjang Per 100 gr bahan
Jenis Zat Gizi Kalori (kal) Karbohidrat (g)
Polong
Biji
Daun
44,00
357,00
34,00
7,80
70,00
5,80
Lemak (g)
0,30
1,50
0,40
Protein (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B (mg) Vitamin C (mg) Air (g) Bagian dapat dimakan (%)
2,70
17,30
4,10
49,00
163,00
134,00
347,00 0,70
437,00 6,90
145,00 6,20
335,00
0
5240,00
0,13
0,57
0,28
21,00
2,00
29,00
88,50
12,20
88,30
75,00
100,00
65,00
Pupuk Kandang Sapi (Pupuk Organik Asal Limbah Limosin) Pupuk kandang (pukan) didefinisikan sebagai semua produk buangan atau limbah dari binatang peliharaan yang dapat digunakan untuk menambah hara, memperbaiki sifat fisik, dan biologi tanah. Susunan kimia pupuk kandang berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lain tergantung dari macam makan ternak, umur ternak, keadaan hewan, sifat dan jumlah amparan, cara mengurus, dan penyimpanan pupuk sebelum dipakai. Manfaat dari penggunaan pupuk kandang telah diketahui berabad-abad lampau bagi pertumbuhan tanaman, baik pangan, ornamental, maupun perkebunan. Yang harus mendapat perhatian khusus dalam penggunaan pupuk kandang adalah kadar haranya yang sangat bervariasi. Pupuk kandang yang akan digunakan sebagai media tanam harus yang sudah matang dan steril, hal itu ditandai dengan warna pupuk yang hitam pekat. Pemilihan pupuk kandang yang sudah matang bertujuan untuk mencegah munculnya bakteri atau cendawan yang dapat merusak tanaman (Widowati, 2004).
Sumber: Daftar komposisi bahan makanan, Depkes 1990 dalam Haryanto 2007
61
Pengaruh Umur & Dosis Pupuk Kandang Limosin …
Agus Edi Setiyono
Tabel 2 Kandungan hara beberapa pukan (Pupuk Kandang)
N
P
K
Ca
Mg
S
Fe
Sapi perah
0,53
0,35
0,14
0,28
0,11
0,05
0,004
Sapi daging (Limosin, brangos, bali, brahman)
0,65
0,15
0,30
0,12
0,10
0,09
0,004
Kuda
0,70
0,10
0,58
0,79
0,14
0,07
0,010
Unggas
1,50
0,77
0,89
0,30
0,88
0,00
0,100
Domba
1,28
0,19
0,93
0,59
0,19
0,09
0,020
Sumber Pukan
Sumber: Tan (1993)
seluruh tubuh warnanya mulai dari kuning sampai merah keemasan, tanduknya berwarna cerah, bobot lahir tergolong kecil sampai medium (sapi betina dewasa mencapai 575 kg dan pejantan dewasa mencapai berat 1100 kg), fertilitasnya cukup tinggi, mudah melahirkan, mampu menyusui, dan mengasuh anak dengan baik serta pertumbuhannya capat (Blakely dan Bade, 1994). Sapi Limosin dapat berproduksi secara optimal pada daerah yang beriklim temperatur dengan suhu antara 4-150C dengan mendapat hijauan serta konsentrat yang bernilai tinggi. Jenis pakan ternak sapi Limosin hampir sama dengan jenis pakan ternak sapi biasa, tetapi untuk jenis pakan ternak sapi Limosin yaitu meliputi: a. Pakan hijauan Pakan hijauan meliputi rumput gajah, pucuk jagung, daun petai-petain b. Pakan Konsentrat Konsentrat adalah campuran dari beberapa bahan pakan untuk melengkapi kekurangan gizi dari hijauan pakan ternak. Bahan pakan konsentrat yang diberikan antara lain: dedak padi, bungkil kelapa, jagung giling, bungkil kacang tanah, ampas tahu, ampas kecap, tetes dan lain-lain.
Pupuk kandang mempunyai kemampuan mengubah berbagai faktor dalam tanah, sehingga menjadi faktorfaktor yang menjamin kesuburan tanah dan mengandung sejumlah unsur hara mikro yang dibutuhkan oleh tanaman. Jenis kotoran hewan yang umum digunakan adalah kotoran ayam, sapi, kambing, kuda, kerbau, dan kelinci. Diantara jenis pupuk kandang, pupuk kandang sapilah yang mempunyai kadar serat yang tinggi seperti selulosa, hal ini terbukti dari hasil pengukuran parameter C/N rasio yang cukup tinggi >40. Tingginya kadar C dalam pukan sapi menghambat penggunaan langsung ke lahan pertanian karena akan menekan pertumbuhan tanaman utama. Penekanan pertumbuhan terjadi karena mikroba dekomposer akan menggunakan N yang tersedia untuk mendekomposisi bahan organik tersebut sehingga tanaman utama akan kekurangan N. Untuk memaksimalkan penggunaan pukan sapi harus dilakukan pengomposan agar menjadi kompos pukan sapi dengan rasio C/N di bawah 20. Pupuk kandang sapi merupakan pupuk kandang padat yang banyak mengandung air dan lendir. Kandungan pupuk kandang sapi dalam tiap ton adalah 85 % H2O, 2,2-2,6 % N, 0,26-0,45 % P, 0,13-1,37 % K. Keunggulan pupuk kandang atau pupuk organic dibandingkan dengan pupuk kimia yaitu pupuk kandang banyak mengandung jasad mikro, kelembaban dan kadar hara yang sangat beragam, membantu menetralkan pH tanah, membantu menetralkan racun akibat adanya logam berat dalam tanah, memperbaiki struktur tanah menjadi lebih gembur, mempertinggi porositas tanah, dan secara langsung meningkatkan ketersediaan air tanah, membantu mempertahankan suhu tanah sehingga fluktuasinya tidak tinggi. Sapi Limosin merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis. Karakteristik Sapi Limosin adalah pertambahan badan yang cepat perharinya sekitar 1,1 kg, tinggi mencapai 1,5 m, bulu tebal yang menutupi
Dosis Pupuk Kandang (Pupuk Organik Asal Limbah Organik) Dosis pemberian pupuk kandang dibandingkan dengan pupuk buatan memang agak sulit ditentukan, hal ini disebabkan untuk lokasi yang berbeda, jenis tanah berbeda, kandungan haranya berbeda pula sehingga dalam penggunaan memerlukan dosis yang berbeda pula. Sifat dan ciri pupuk kandang dibandingkan dengan pupuk buatan adalah: (1) lebih lambat bereaksi, karena sebagian besar zat-zat makanan masih mengalami berbagai perubahan terlebih dahulu sebelum diserap tanaman, (2) mempunyai efekresidu, yaitu haranya dapat 62
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X kandang sebanyak 20 ton/ha (1 kg/polybag) dan 30 ton/ha (1,5 kg/polybag) sehingga didapat kesimpulan bahwa pemberian pupuk kandang sebanyak 30 ton/ha (1,5 kg/polybag) memberikan hasil tertinggi pada variabel pengamatan dan terendah pada taraf kontrol.
berangsur-angsur menjadi bebas dan tersedia bagi tanaman, umumnya efek ini masih menguntungkan 3-4 tahun setelah perlakuan, walaupun pada kenyataanya pengaruh cadangan tersebut tidak begitu nyata. Dapat dipastikan bahwa pemupukan dengan pupuk kandang secara teratur, lambat laun akan membentuk cadangan unsur hara di dalam tanah tersebut dan (3) dapat memperbaiki struktur dan menambah bahan organik (Setiawan, 2000). Pemupukan yang efektif melibatkan persyaratan kuantitatif dan kualitatif. Persyaratan kuantitatif adalah dosis pupuk, sedangkan persyaratan kualitatif meliputi paling tidak empat hal: 1. Unsur hara yang diberikan dalam pemupukan relevan dengan masalah nutrisi yang ada, 2. waktu pemupukan dan penempatan pupuk tepat, 3. Unsur hara yang berada pada waktu dan tempat yang tepat dapat diserap oleh tanaman dan 4. Unsur hara yang diserap digunakan oleh tanaman untuk meningkatkan hasil / produksi dan kualitasnya. Dosis pupuk kandang adalah jumlah pupuk kandang yang digunakan tiap satuan luas atau tiap tanaman dalam satu kali aplikasi pemupukan atau lebih (Indranada, 1986). Pemberian pupuk kandang dalam tanaman semusim seperti palawija, sayuran, buah-buahan, biasanya diberikan sebagai pupu dasar dengan dosis yang digunakan sebanyak 10 ton/ha. Sedangkan pupuk kandang yang diberikan pada bawang merah yaitu 10 ton/ha, untuk tanaman cabai 15 ton/ha, kentang 20 ton/ha (Setiawan, 2000).
Hipotesis Adapun hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Umur Pupuk Organik Asal Limbah Limosin dapat berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) 2. Pemberian Pupuk Organik Asal Limbah Limosin dengan dosis tertentu dapat berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) 3. Terjadi interaksi antara umur dan dosis Pupuk Organik Asal Limbah Limosin terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.)
METODOLOGI Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Purnama, Kecamatan Tegalampel Kabupaten Bondowoso, yang berada pada ketinggian ± 397 m di atas permukaan laut (dpl), curah hujan 3958 mm/tahun dan jenis tanah Latosol. Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi cangkul, polybag hitam ukuran 10 kg, timbangan, ayakan, meteran, jangka sorong, sabit/parang, timba, handsprayer, gunting, cetok, kertas label, papan penelitian, dan alat tulis. Sedangkan bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi benih kacang panjang (Varietas parade), Pupuk Organik Asal Limbah Limosin, air, tanah, bambu.
Penelitian Terdahulu Penggunaan pupuk kandang sebagai media tanam kacang panjang sangatlah menjanjikan untuk terus dikembangkan, hal ini berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pardono (2007) yang berjudul Pengaruh Pupuk Organik Air Kencing Sapi dan Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.), menunjukkan hasil bahwa pupuk organik kotoran sapi (pupuk kandang). berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang panjang, semakin tinggi dosis semakin tinggi hasilnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mei Puspita Sari (2009) yang berjudul Pengaruh Lama Perendaman Dalam Urine Sapi dan Dosis Pupuk Kandang Sapi Terhadap Pertumbuhan Setek Nilam (Pogostemon cablin, Benth) dalam penelitian yang dilakukan menggunakan metode penelitian dengan RAL Faktorial (Rancangan Acak Lengkap) dengan 2 faktor yang terdiri dari lama perendaman urine sapi dan dosis pupuk kandang sapi dimana dosis pupuk kandang sapi terdiri dari 4 taraf yaitu tanpa pupuk kandang, dosis pupuk kandang 10 ton/ha (0,5 kg/polybag), dosis pupuk
Metode Penelitian Metode percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan dua faktor, yaitu: umur pupuk kandang limosin sebanyak 3 taraf perlakuan dan dosis pupuk organik asal limbah limosin sebanyak 4 taraf perlakuan, dengan 3 kali ulangan. Model liniernya sebagai berikut: ϒijk = μ + αi + βi + γk + (αβ) ij + εijk ϒijk Μ αi βi
63
= = = =
Nilai-nilai pengamatan hasil percobaan Nilai rerata (mean) harapan Pengaruh umur pada taraf ke-i Pengaruh dosis pupuk kandang limosin pada taraf ke-j
Pengaruh Umur & Dosis Pupuk Kandang Limosin …
Agus Edi Setiyono
γk = Pengaruh ulangan pada taraf ke-k (αβ) ij = Pengaruh umur (αi) dan dosis pupuk kandang limosin (βi) εijk = Galat percobaan
Setelah polybag tanam tersebut siap, maka diatur sesuai dengan perlakuan, dimana tiap perlakuan terdiri dari 2 polybag, sehingga jumlah polybag perulangan 36 dan jumlah total 72 polybag. Jarak tanam 50 x 50 cm, jarak antar perlakuan adalah 50 cm dan jarak antar ulangan 80 cm.
Faktor I adalah Umur Pupuk Organik Asal Limbah Limosin (U) yang terdiri dari 3 taraf, yaitu: U1 = Umur 3 bulan U2 = Umur 6 bulan U3 = Umur 9 bulan Faktor II adalah Dosis Pupuk Organik Asal Limbah Limosin (D) yang terdiri dari 4 taraf yaitu: D0 = Tanpa pupuk kandang D1 = Pemberian pupuk kandang dengan dosis 0,75 kg/polybag (15 ton/ha) D2 = Pemberian pupuk kandang dengan dosis 1,5 kg/polybag (30 ton/ha) D3 = Pemberian pupuk kandang dengan dosis 2,25 kg/polybag (45 ton/ha)
Penanaman Penanaman kacang panjang dilakukan dengan cara menanam benih ke dalam media tanam yang telah dibuat lubang tanam bagian tengahnya kemudian menempatkan 2 benih per lubang, benih akan tumbuh bibit ± 5 hari kemudian. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, penyulaman, penyiangan, pemasangan ajir, pemangkasan, pengendalian gulma, hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan sesuai dengan kebutuhan, penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore hari apabila tidak terdapat hujan atau kondisi tanah telah mengering. Penyulaman dilakukan seminggu setelah tanam untuk menggantikan benih yang tidak tumbuh atau kurang baik pertumbuhannya. Penyiangan yaitu pembersihan gulma yang tumbuh disekitar tanaman. Pemasangan ajir dilakukan agar tanaman kacang panjang tidak merambat di bawah tanah karena hal ini dapat mengakibatkan kebusukan pada polong, pemasang ajir dilakukan saat tanaman berukuran tinggi 25 cm atau berumur 7-15 HST (hari setelah tanam), ajir dibuat dari bambu yang panjangnya 2m dengan cara menancapkan lanjaran sedalam ±20cm. Pemangkasan diperlukan apabila tanaman terlalu subur daunnya, daun dikurangi agar pertumbuhan generatifnya baik. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara organik dengan menyemprotkan pestisida nabati dan dilanjutkan dengan menyemprotkan decis apabila hama bertambah banyak menyerang.
Dengan demikian terdapat 12 kombinasi perlakuan antara umur dan dosis pupuk organic asal limbah limosin yang terdiri dari 3 ulangan pokok untuk diamati dan 3 ulangan lagi untuk cadangan: Sehingga jumlah total terdapat 72 polybag. U1D0 U2D0 U3D0
U1D1 U2D1 U3D1
U1D2 U1D3 U3D2 U2D2 U3D3 U2D3
Data hasil pengamatan dianalisa dengan uji F pada taraf 5 %, dan jika menunjukkan pengaruh yang nyata maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan’s (DMRT) pada taraf 5 %. Waktu Dan Persiapan Awal Waktu dimulai bulan Juni 2014 sampai dengan bulan Juni 2015, Menyiapkan alat dan bahan penelitian yang akan dipergunakan termasuk persiapan benih kacang panjang varietas parade dan Pupuk Organik Asal Limbah limosin. Dengan umur pupuk 3 bulan, 6 bulan dan 9 bulan.
Pemanenan Tanaman kacang panjang dapat dipanen apabila polong sudah padat, warnanya hijau kekuning-kuningan. Pemanenan kacang panjang dilakukan berdasarkan umur panen yaitu 50-60 hari setelah tanam (HST). Tanaman kacang panjang dapat dipanen sampai 5 kali panen.
Persiapan Media Tanam Tanah diambil dari tanah pekarangan dan dikeringkan selama 2 hari. Setelah itu tanah tersebut dicampur dengan pupuk kandang limosin. Pencampuran tersebut disesuaikan dengan Umur Pupuk Organik Asal Limbah limosin, dan masing-masing dosis yang telah ditentukan. Setelah semua sesuai dengan perlakuan maka tanah dan pupuk tersebut dimasukkan ke dalam polybag tanam hitam ukuran 10 kg.
Parameter Pengamatan 1. Tinggi tanaman (cm) Tinggi tanaman diamati dengan interval 7 hari sekali saat tanaman berumur 7, 14, 21, 28, 35 HST (hari setelah tanam). Tinggi tanaman diukur dengan cara mengukur tanaman mulai dari pangkal batang (permukaan media
64
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X
tanam) sampai ujung titik tumbuh, dengan menggunakan meteran/penggaris.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan Umur (U) berpengaruh tidak nyata pada saat berumur 7 HST, dan berpengaruh nyata pada saat berumur 14 HST serta berpengaruh sangat nyata saat berumur 21, 28, 35 HST. Sedangkan perlakuan Dosis Pupuk Organik Asal Limbah Limosin (D) berpengaruh tidak nyata. Interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman. (Tabel 3) Analisa rerata tinggi tanaman menunjukkan bahwa, perlakuan umur 9 bulan (U3) memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi saat berumur 14, 21, dan 28 HST serta umur 35 HST perlakuan umur 6 bulan (U2) memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi. Sedangkan untuk perlakuan Dosis Pupuk Organik Asal Limbah Limosin tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. (Tabel 4) Bertambahnya tinggi pada tanaman kacang panjang, dipengaruhi oleh kandungan unsur Nitrogen (N) di dalam tanah. Karena fungsi N yakni merangsang dan memperbaiki pertumbuhan akar, batang dan daun.
2. Diameter batang (mm) Diukur menggunakan jangka sorong dengan interval 7 hari sekali saat tanaman berumur 7, 14, 21, 28, 35 HST (hari setelah tanam), dengan cara menyepitkan jangka sorong pada batang tanaman kacang panjang. 3. Jumlah daun (helai) Perhitungan jumlah daun dilakukan dengan interval 7 hari sekali saat tanaman berumur 7, 21, 28, 35 HST (hari setelah tanam), dihitung mulai dari daun paling bawah sampai daun teratas yang telah membuka lebar (pucuk). 4. Jumlah polong pertanaman (polong) Jumlah polong pertanaman dihitung dari jumlah polong pada waktu tiba masa panen. 5. Panjang polong pertanaman (cm) Panjang polong pertanaman diukur dari pangkal sampai ujung polong. 6. Bobot segar polong pertanaman (g) Bobot segar polong pertanaman dilakukan dengan menimbang polong pada waktu tiba masa panen.
Tabel 3 Analisa sidik ragam tinggi tanaman (cm) akibat pengaruh Umur dan Dosis Pupuk Organik (Limosin)
Keterangan: ** : berbeda sangat nyata; * : berbeda nyata; ns: berbeda tidak nyata
Tabel 4 Rerata tinggi tanaman (cm) akibat pengaruh umur dan Dosis Pupuk Organik Asal Limbah Limosin saat berumur 14, 21, 28 dan 35 HST.
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada uji BNT 5% 65
Pengaruh Umur & Dosis Pupuk Kandang Limosin …
Agus Edi Setiyono
Tabel 5 Analisa sidik ragam diameter batang (mm) akibat pengaruh Umur dan Dosis Pupuk Organik (Limosin)
Keterangan: ** : berbeda sangat nyata; * : berbeda nyata; ns: berbeda tidak nyata Tabel 6 Rerata diameter batang (mm) akibat pengaruh umur dan Dosis Pupuk Organik Asal Limbah Limosin saat berumur 14, 21 dan 35 HST.
Pada perlakuan umur 9 bulan (U3) memberikan rerata yang lebih besar sedangkan untuk dosis terlihat tidak menunjukkan perbedaan yang nyata tetapi pada rerata tinggi tanaman perlakuan dosis 2,25 kg/polybag (D3) lebih besar daripada perlakuan dosis yang lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang yang lebih tua/matang berpengaruh secara langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dan semakin tinggi dosis pupuk kandang yang diberikan semakin menjadikan sifat fisik, sifat biologi, maupun sifat kimia tanah menjadi lebih sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Sarief, 1986). Sedangkan pada perlakuan umur 3 bulan (U1) dan perlakuan tanpa dosis menunjukkan rerata terendah, hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan tanaman yang lambat, kerdil, daun kecil dan percabangan akar terbatas. Selain itu tidak adanya interaksi antara Umur dan Dosis Pupuk Organik Asal Limbah Limosin terhadap parameter tinggi tanaman diduga bahwa kedua perlakuan tersebut tidak saling mempengaruhi satu sama lain. Sutedjo (1987), menyatakan bahwa bila salah satu faktor lebih kuat pengaruhnya dari faktor lain maka faktor lain tersebut akan tertutupi dan masing-masing faktor mempunyai sifat yang jauh pengaruhnya dari sifat kerjanya, maka akan menghasilkan hubungan dalam mempengaruhi pertumbuhan suatu tanaman. Menurut Sutedjo (1995), semakin tinggi dosis bahan organik yang diberikan maka laju tumbuh tanaman nampak semakin tinggi, tetapi harus memperhatikan takaran dosis pupuk yang sesuai hal ini disebabkan bahan organik selain dapat memperbaiki sifat fisika tanah melalui peningkatan daya sangga air, kandungan air, agregasi dan aerasi, bahan organik juga dapat memperbaiki sifat kimia tanah diantaranya memperbesar kapasitas tukar kation dan meningkatkan kelarutan unsur hara dalam tanah seperti unsur hara NPK sehingga unsurunsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman lebih tersedia dan fotosintesis akan meningkat. Tetapi jika dosis yang diberikan terlalu tinggi tanpa memperhatikan takaran dosis menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada uji BNT 5% Sebaliknya pada dosis yang terlalu rendah menyebabkan pemupukan tidak memberikan hasil yang memuaskan karena unsur hara yang dibutuhkan tanaman tidak terpenuhi secara optimal. Selain itu semakin lama umur pupuk kandang sapi atau semakin matang proses dekomposisinya maka semakin baik untuk digunakan sebagai media tanam karena dapat memperbaiki pertumbuhan dan produksi buah kacang panjang. Sebaliknya apabila pupuk kandang sapi yang digunakan masih dalam keadaan berumur muda atau belum matang maka menyebabkan pertumbuhan terlambat, layu dan mati. Dan tinggi tanaman dapat dipengaruhi juga oleh keadaan cuaca artinya bila sinar matahari tidak tercukupi maka proses fotosintesis tidak berlangsung secara maksimal. Diameter Batang Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan umur (U) berpengaruh sangat nyata terhadap diameter batang pada umur 7, 14, 21, 28, dan 35 HST.
66
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X
Tabel 7 Rerata diameter batang (mm) akibat pengaruh Umur dan Dosis Pupuk Organik Asal Limbah Limosin saat berumur 7 dan 28 HST.
Sehingga diameter batang bertambah lebih besar dan membentuk batang yang lebih kuat dan berwarna hijau segar. Untuk rerata diameter batang juga memberikan nilai terbaik pada perlakuan umur 6 bulan (U2) dan perlakuan dosis 1,5 kg/polybag (D2) memberikan pengaruh pada umur 35 HST, dan interaksi perlakuan umur 3 bulan dan dosis 2,25 kg/polybag (U3D3) memberikan pengaruh nyata pada umur 7 dan 28 HST. Dosis Pupuk Organik Asal Limbah Limosin berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang panjang. Pemupukan pada hakekatnya adalah untuk menambah ketersediaan unsur hara yang diserap tanaman. Apabila ketersediaan pupuk tersebut terpenuhi sehingga secara potensial dapat meningkatkan jumlah unsur hara yang diserap tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangannya (Goldsorthy dan Fisher, 1997). Menurut Suriatna (1992) pupuk kandang sapi mempunyai daya menahan air sehingga air tidak langsung mengalir ketempat yang lebih rendah tetapi dapat meresap ke dalam tanah. Sedangkan air mempunyai peran yang penting dalam proses fotosintesis, dengan tersedianya air maka proses fotosintesis akan berlangsung dengan baik dan hasilnya akan meningkat. Hasil fotosintesis tersebut digunakan untuk pertumbuhan vegetatif organ tanaman diantaranya batang.
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada uji BNT 5% Sedangkan perlakuan dosis pupuk kandang limosin berpengaruh tidak nyata saat berumur 7, 14, dan 21 HST, tetapi berpengaruh nyata pada diameter batang saat tanaman berumur 28 HST serta berpengaruh sangat nyata saat berumur 35 HST. Interaksi kedua perlakuan ini berpengaruh tidak nyata terhadap diameter batang saat berumur 14, 21, dan 35 HST serta berpengaruh nyata saat berumur 7 dan 28 HST (Tabel 5). Pada analisa rerata diameter batang menunjukkan bahwa perlakuan umur 6 bulan (U2) memberikan rerata yang lebih besar saat berumur 14, 21, dan 35 HST daripada perlakuan lain. Sedangkan perlakuan dosis 1,5 kg/polybag (D2) memberikan hasil terbaik pada diameter batang saat berumur 35 HST. Interaksi kedua perlakuan memberikan hasil yang nyata terhadap diameter batang pada perlakuan umur 9 bulan (U3) dan dosis pupuk kandang limosin 2,25 kg/polybag (U3D3) saat tanaman berumur 7 dan 28 HST (Tabel 6-7). Untuk diameter batang tanaman kacang panjang dipengaruhi oleh kandungan unsur N (Nitrogen), P (Phosfat) dan unsur K (Kalium) yang ada dalam pupuk kandang limosin
Jumlah Daun Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan umur (U) berpengaruh sangat nyata saat berumur 14, 21, 28 dan 35 HST serta berpengaruh tidak nyata saat berumur 7 HST. Perlakuan Dosis Pupuk Organik Asal Limbah Limosin (D) berpengaruh tidak nyata pada jumlah daun saat berumur 7, 14, 21, dan 35 HST tetapi berpengaruh nyata saat berumur 28 HST. Interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata pada jumlah daun saat tanaman berumur 28 HST (Tabel 8). Perlakuan umur 3 bulan (U3) memberikan rerata jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan perlakuan lain saat berumur 14 dan 21 HST serta umur 6 bulan (U2) memberikan rerata jumlah daun yang lebih banyak saat berumur 35 HST.
Tabel 8 Analisa sidik ragam jumlah daun (helai) akibat pengaruh Umur dan Dosis Pupuk Organik (Limosin)
Keterangan: ** : berbeda sangat nyata; * : berbeda nyata; ns: berbeda tidak nyata 67
Pengaruh Umur & Dosis Pupuk Kandang Limosin …
Agus Edi Setiyono Pada rerata jumlah daun perlakuan umur 9 bulan (U3) memberikan rerata yang lebih banyak saat berumur 14, 21 HST dan umur 6 bulan (U2) memberikan rerata yang lebih besar saat berumur 35 HST. Sedangkan perlakuan Dosis Pupuk Organik Asal Limbah Limosin berpengaruh tidak nyata tetapi yang memberikan rerata yang lebih besar pada perlakuan 1,5 kg/polybag (D2) lebih besar nilainya tetapi dengan perlakuan dosis 2,25 kg/polybag juga mampu memberikan hasil yang optimum pada jumlah daun dibandingkan dengan perlakuan tanpa pupuk. Hal ini dikarenakan pupuk kandang sapi mengandung unsur nitrogen, fosfor dan kalium yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Pupuk Organik Asal Limbah Limosin mengandung unsur N sebesar 1,61 % yang berfungsi dalam meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman untuk memacu pertumbuhan daun, dalam daun berlangsung proses fotosintesis. Hasil penelitian pada parameter jumlah daun sesuai dengan referensi yang telah ada sebelumnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Mei Puspita Sari (2009) yang berjudul Pengaruh Lama Perendaman Dalam Urine Sapi dan Dosis Pupuk Kandang Sapi Terhadap Pertumbuhan Setek Nilam (Pogostemon cablin, Benth) dalam penelitiannya pada parameter jumlah daun terlihat bahwa pemupukan dengan perlakuan dosis sebanyak 1,5 kg/polybag memberikan hasil rata-rata jumlah daun tertinggi. Menurut Hidayat dan Rosliani (1996), unsur N juga berhubungan dengan penggunaan karbohidrat pada tanaman yang digunakan untuk perkembangan akar, dan batang. Menurut Sarief (1989) pupuk kandang sapi mempunyai daya menahan air sehingga air tidak langsung mengalir ketempat yang lebih rendah tetapi dapat meresap kedalam tanah. Sedangkan air mempunyai peran yang penting dalam proses fotosintesis, dengan tersedianya air maka proses fotosintesis akan berlangsung dengan baik dan hasilnya akan meningkat. Hasil fotosintesis tersebut digunakan untuk pertumbuhan vegetatif organ tanaman diantaranya batang dan daun.
Tabel 9 Rerata jumlah daun (helai) akibat pengaruh umur dan Dosis Pupuk Organik Asal Limbah Limosin saat berumur 14, 21 dan 35 HST.
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada uji BNT 5% Tabel 10 Rerata jumlah daun (helai) akibat pengaruh Umur dan Dosis Pupuk Organik Asal Limbah Limosin saat berumur 28 HST.
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada uji DMRT 5% Sedangkan untuk perlakuan Dosis Pupuk Organik Asal Limbah Limosin tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Untuk interaksi perlakuan umur dan dosis pupuk kandang limosin memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun pada perlakuan umur 3 bulan (U3) dan dosis 2,25 kg/polybag (U3D3) saat tanaman berumur 28 HST (Tabel 9-10). Daun secara umum merupakan organ penghasil fotosintat utama. Pengamatan jumlah daun sangat diperlukan sebagai salah satu indikator pertumbuhan yang dapat menjelaskan proses pertumbuhan tanaman. Pengamatan daun dapat didasarkan atas fungsi daun sebagai penerima cahaya dan alat fotosintesis.
Jumlah Polong Per Tanaman Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan umur (U) berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah polong per tanaman. Serta perlakuan Dosis Pupuk Organik Asal Limbah Limosin (D) berpengaruh nyata terhadap jumlah polong per tanaman. Sedangkan interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah polong per tanaman (Tabel 11). Pada analisa rerata jumlah polong per tanaman menunjukkan bahwa perlakuan umur 9 bulan (U3) memberikan rerata yang lebih banyak saat masa panen yaitu 21,88 polong. 68
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X
Tabel 11 Analisa Sidik Ragam Jumlah Polong per tanaman akibat pengaruh umur dan Dosis Pupuk Organik asal Limbah Limosin
Tabel 12 Rerata Jumlah Polong per tanaman akibat pengaruh umur dan Dosis Pupuk Organik asal Limbah Limosin.
Keterangan: ** : berbeda sangat nyata; * : berbeda nyata; ns: berbeda tidak nyata Sedangkan perlakuan dosis 1,5 kg/polybag (D2) memberikan hasil terbaik pada jumlah polong per tanaman saat masa panen yaitu 22,33 (Tabel 12). Tanaman kacang panjang mempunyai kemampuan menghasilkan banyak polong dengan pertumbuhan polong yang sangat dipengaruhi oleh akumulasi asimilat hasil fotosintesis (Tollenaar (1977 dalam Goldsworthy dan Fisher, 1997). Hal tersebut menegaskan karena pengaruh tingkat pemberian pupuk kandang. Menurut Musnawar (2003), Jumlah polong juga dipengaruhi oleh pemberian pupuk kandang sapi karena asimilat yang dihasilkan melalui proses fotosintesis ditranslokasikan pada polong. Pupuk Organik Asal Limbah Limosin memiliki kandungan serat yang tinggi. Serat atau selulosa merupakan senyawa rantai karbon yang akan mengalami proses dekomposisi lebih lanjut. Proses dekomposisi senyawa tersebut memerlukan unsur N yang terdapat dalam kotoran. Sehingga kotoran sapi tidak dianjurkan untuk diaplikasikan dalam bentuk segar, perlu pematangan atau pengomposan terlebih dahulu. Apabila pupuk diaplikasikan tanpa pengomposan, akan terjadi perebutan unsur N antara tanaman dengan proses dekomposisi kotoran sehingga tanaman menjadi layu dan mati. Oleh karena itu Pupuk Organik Asal Limbah Limosin yang telah matang atau umur pupuk kandang sudah tua pada perlakuan umur 9 bulan (U3) dapat memperbaiki produksi polong kacang panjang. Tetapi semakin matang pupuk kandang atau umur semakin tua maka semakin baik untuk digunakan.
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada uji BNT 5% Pada hasil analisa rerata bobot segar polong per tanaman menunjukkan perlakuan Umur (U) memberikan hasil berpengaruh tidak nyata tetapi rerata terbaik pada perlakuan U3 yaitu sebesar 675,00 g. Sedangkan perlakuan Dosis Pupuk Organik Asal Limbah Limosin memberikan rerata tertinggi pada perlakuan dosis 1,5 kg/polybag (D2) sebesar 721,67 g. Pada analisa rerata bobot segar polong per tanaman pada perlakuan Umur (U) tidak berpengaruh nyata terhadap bobot segar, tetapi hasil rerata yang paling tinggi terdapat pada perlakuan umur 9 bulan (U3) yaitu seberat 675,00 g. Pada perlakuan Dosis Pupuk Organik Asal Limbah Limosin berpengaruh nyata dan memiliki rerata tertinggi pada perlakuan 1,5 kg/polybag (D2) yaitu 721,67 g. Hal ini dikarenakan pemberian dosis sebanyak 1,5 kg/polybag akan mencukupi kebutuhan tanaman kacang panjang akan nutrisi yang diperlukan untuk tumbuh dan berkembang, sehingga bobot segar polong tanaman meningkat. Tabel 13 Analisa Sidik Ragam Bobot Segar Polong per tanaman (g) akibat pengaruh umur dan Dosis Pupuk Organik Asal Limbah Limosin
Bobot Segar Polong Per Tanaman Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan Umur (U) berpengaruh tidak nyata pada parameter bobot segar polong per tanaman dan Dosis Pupuk Organik Asal Limbah Limosin (D) berpengaruh nyata terhadap bobot segar polong per tanaman. Tetapi interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap bobot segar polong per tanaman (Tabel 13).
Keterangan: ** : berbeda sangat nyata; * : berbeda nyata; ns: berbeda tidak nyata
69
Pengaruh Umur & Dosis Pupuk Kandang Limosin …
Agus Edi Setiyono Menurut Harjadi (1994) tingkat tanggapan tanaman terhadap pupuk sebagian berhubungan dengan kapasitas produksi dari tanah yang ditentukan oleh ketersediaan hara dan kondisi tanah dalam jangka panjang. Sitompul dan Guritno (1995) menambahkan bahwa berat segar tanaman selain ditentukan ukuran organ-organ tanaman yang dipengaruhi oleh banyaknya timbunan asimilat hasil fotosintesis juga ditentukan oleh kadar air dari bagian-bagian tanaman itu sendiri yang diserap oleh akar. Oleh sebab itu adanya perbedaan hasil berat segar brangkasan dimungkinkan juga dipengaruhi oleh kandungan air dalam organ tanaman. Menurut pendapat Rinsema (1986) bahwa dengan pemberian pupuk yang tepat dalam hal macam, dosis, waktu pemupukan, dan cara pemberiannya akan dapat mendorong pertumbuhan dan peningkatan hasil tanaman baik kualitas maupun kuantitas.
Tabel 14 Rerata Bobot Segar Polong per tanaman akibat pengaruh umur dan Dosis Pupuk Organik asal Limbah Limosin.
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada uji BNT 5%
PENUTUP
Panjang polong yang dihasilkan secara tidak langsung juga dapat mempengaruhi berat segar polong yang dihasilkan. Semakin panjang polong yang dihasilkan maka semakin berat pula polong yang dihasilkan. Produksi tanaman biasanya dipengaruhi oleh pertumbuhan vegetatifnya. Jika pertumbuhan vegetatifnya baik dalam hal jumlah daun maka ada kemungkinan produksinya akan baik pula. Karena asimilat yang dihasilkan oleh tanaman selain digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan juga disimpan oleh tanaman sebagai cadangan makanan. Asimilat yang terdapat dalam daun diangkut ke seluruh tubuh tanaman, yaitu bagian-bagian meristem di titik tumbuh dan ke buah-buah yang sedang dalam perkembangan. Jika fotosintesis yang dilakukan oleh tanaman dapat berlangsung dengan optimal maka asimilat yang dihasilkan akan optimal juga, yang akhirnya akan berpengaruh terhadap ukuran dan berat polong. Menurut Sarief (1989) pupuk kandang mempunyai daya menahan air sehingga air tidak langsung mengalir ketempat yang lebih rendah tetapi dapat meresap ke dalam tanah. Sedangkan air mempunyai peran yang penting dalam proses fotosintesis, dengan tersedianya air maka proses fotosintesis akan berlangsung dengan baik dan hasilnya akan meningkat. Hasil fotosintesis tersebut digunakan untuk pertumbuhan vegetatif organ tanaman diantaranya batang dan daun sehingga mengakibatkan berat buah segar meningkat. Peningkatan berat polong segar per tanaman sangat berhubungan dengan keberadaan unsur hara yang ada dan diserap oleh tanaman.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Perlakuan Umur 9 bulan (U3) memberikan rerata tertinggi terhadap beberapa parameter yaitu tinggi tanaman saat berumur 14 hst yaitu 60,56 cm, umur 21 hst yaitu 152,72 cm dan umur 28 hst yaitu sebesar 410,75 cm ; terhadap jumlah daun saat berumur 14 hst yaitu 25,13 helai dan saat berumur 21 hst yaitu 41,75 helai; jumlah polong per tanaman yaitu 21,88 polong; 2. Perlakuan dosis 1,5 kg/polybag (D2) memberikan hasil yang terbaik terhadap rerata diameter batang umur 35 HST yaitu 14,72 mm, jumlah polong per tanaman yaitu 22,33 polong, dan bobot segar polong per tanaman yaitu 721,67 g. 3. Ada interaksi antara umur dan Dosis Pupuk Organik Asal Limbah Limosin yang dominan utamanya pada perlakuan umur 9 bulan dan dosis 2,25 kg/polybag (U3D3).
DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, J.S., D. Setyorini dan Tini Prihatini. 1995. Pengelolaan hara terpadu untuk mencapai produksi pangan yang mantap dan akrab lingkungan. hlm. 5569. Dalam Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah dan Agroklimat: Makalah Kebijakan. Bogor, 10-12 Januari 1995. Puslittanak, Bogor. Anonim 1991. Jenis dan Kandungan Hara pada Beberapa Kotoran Ternak. Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) ANTANAN. Bogor (Tidak dipublikasikan).
70
AGROTECHBIZ Vol. 02 No. 01 Januari 2015
ISSN 2355-195X
Anonim. 1977. Pedoman Bercocok Tanam Padi, Palawija, Sayur-sayuran. Jakarta: Departemen Pertanian Badan Pengendali Bimas. 280 hal.
Setiawan, A. I. 2000. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta. Sitompul dan Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Anonim 2012. Teknologi Budidaya Sayuran. Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian. Jakarta. Asripah. 2004. Budidaya Kacang Panjang. Azka Press. Jakarta.
Sugito, Y.,Yulia W., dan Ellis W. 1995. Sistem Pertanian Organik. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang. 43 hal.
Bandini,V. dan N. Azis. 1997. Bayam. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sunarjono, H. 2011. Bertanam 30 jenis sayur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Dwi Setyanigrum, H dan Cahyo Saparinto. 2011. Panen sayur secara rutin di lahan sempit. Penebar swadaya. Jakarta. Fachruddin, L. 2000. Budidaya Penerbit Kanisius Yogyakarta.
Suriatna, S. 1992. Pupuk dan Pemupukan. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
PT
Kacang-kacangan.
Sutejo, M.M. 1995. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: Rineka Cipta. 177 hal.
Goldsworthy, P.R. dan N.M. Fisher. 1997. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik . Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 874 hal.
Tan, K.H. 1993. Environmental Soil Science. Marcel Dekker. Inc. New York Widowati, L.R. 2004. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Harjadi, S.S. 1994. Pengantar Agronomi. PT Gramedia. Jakarta. 195 hal. Haryanto, E., T. Suhartini, dan E. Rahayu. 2003. Budidaya Kacang Panjang. Penebar Swadaya. Jakarta. 69 hal. Hidayat, A. dan R. Rosliani. 1996. Pengaruh Pemupukan N, P dan K terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah Kultivar Sumenep. Jurnal Hortikultura 4(2) : 41-47. Indranada,J.R. 1986. Pengelolaan Kesuburan Tanah. PT. Bina Aksara. Jakarta Irfan. 1992. Bertanam Kacang Sayur. Jakarta: Penebar Swadaya. 18 hal. Martodireso, S. dan W.A. Suryanto. 2001. Terobosan Teknologi Pemupukan dalam Era Pertanian Organik : Budidaya Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Pemupukan Organik Hayati. Kanisius. Yogyakarta Musnawar, E. I. 2003. Pupuk Organik Padat Pembuatan dan Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta. Pitojo S. 2006. Benih Kacang Panjang. Jakarta: Kanisius. Rinsema, W.T. 1986. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: Bratara Karya Aksara. 235 hal. Rukmana, R. 1995. Bertanam Kacang Panjang. Kanisius. Yogyakarta. 48 hal. Samadi,Budi.2003. Usaha Kanisius. Yogyakarta.
Tani
Kacang
Panjang.
Samekto. R. 2006. Pupuk Kandang. PT. Citra Aji Parama. Yogyakarta. Sarief. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Pustaka Buwana. Bandung. Sarief, S. 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Bandung: PT Pustaka Buana. 182 hal. 71