Chorry Sulistyowati
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 2, Feb 2015
Equity Market Timing Dan Struktur Modal Pada Perusahaan Keluarga Di Indonesia Chorry Sulistyowati
[email protected] Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya Abstrak Perusahaan keluarga memiliki peranan penting dalam perekonomian dunia, termasuk negara Indonesia. Ciri khas dari perusahaan keluarga ini adalah pendiriannya diprakarsai oleh salah satu atau beberapa anggota keluarga, kemudian dikelola bersama oleh satu keluarga mulai dari direktur, komisaris, jajaran manajer dan karyawan setelah itu diwariskan secara turun temurun kepada keturunannya. Salah satu upaya yang menjadi pilihan perusahaan keluarga untuk mengembangkan skala bisnis adalah dengan berbagi kepemilikan dengan pihak lain. Perusahaan melakukan corporate action yakni Initial Public Offering (IPO) pada pasar primer. Penelitian ini merupakan pengujian empiris equity market timing dan struktur modal pada perusahaan-perusahaan keluarga yang melakukan IPO tahun 2001 sampai dengan 2005. Kata kunci : Perusahaan keluarga, Initial Public Offering, equity market timing, struktur modal
186
Chorry Sulistyowati
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 2, Feb 2015
Pendahuluan Perkembangan dunia bisnis yang semakin pesat telah menciptakan persaingan ketat antar perusahaan. Setiap perusahaan harus memiliki keunggulan bersaing untuk menghadapi persaingan tersebut, baik dalam teknologi, produk ataupun sumber daya manusia. Namun, setiap perusahaan akan menghadapi banyak tantangan. Salah satunya berkaitan dengan masalah pendanaan. Struktur modal perusahaan berkaitan dengan campuran atau kombinasi utang dan ekuitas suatu perusahaan. Tujuan dari kebijakan struktur modal adalah untuk memperoleh kombinasi sumber dana yang akan meminimalkan biaya modal. Studi tentang struktur modal berfokus pada dua teori: trade-off theory dan pecking-order theory. Baker dan Wurgler (2002) mencetuskan pandangan baru pada masalah struktur modal yaitu equity market timing theory. Equity market timing theory menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan akan menerbitkan equity pada saat market value tinggi dan akan membeli kembali equity pada saat market value rendah. Tujuan dari melakukan equity market timing adalah untuk memanfaatkan fluktuasi sementara biaya ekuitas terhadap biaya komponen modal lainnya, artinya perusahaan-perusahaan memanfaatkan fluktuasi biaya ekuitas dengan menerbitkan equity saat cost of equity rendah dan membeli kembali equity pada saat cost of equity tinggi. Baker dan Wurgler membangun suatu model variabel yaitu external finance weightedaverage market-to-book ratio (EFWAMB). Variabel ini digunakan oleh Baker dan Wurgler untuk melihat usaha dari suatu perusahaan dalam melakukan equity market timing. Kayhnan & Titman (2007) dan Russel & Hung (2013) memisahkan variabel EFWAMB menjadi dua komponen yaitu yearly timing (YT) dan long-term timing (LT) untuk mengukur equity market timing. Penelitian mengenai pengaruh equity market timing terhadap struktur modal menunjukkan hasil yang berbeda. Baker dan Wurgler (2002) menyatakan bahwa pengaruh equity market timing terhadap struktur modal adalah persistent yaitu lebih dari 10 tahun. Dikuatkan oleh Huang dan Ritter (2006) dalam Mahajan dan Tartaroglu (2008) yang menjelaskan bahwa pengaruh market timing terhadap struktur modal adalah persistent. Berbeda dengan penelitian Russel dan Hung (2013) bahwa pengaruh market timing terhadap struktur modal adalah tidak persistent yaitu tidak tampak pada tahun ketiga setelah IPO. Asquith dan Mullins (1986) menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan cenderung menerbitkan equity dibandingkan pendanaan dengan menggunakan utang pada saat market value of equity relatif lebih tinggi dibandingkan dengan book value dan past market value, dan cenderung membeli kembali equity pada saat market value of equity relatif lebih rendah dibandingkan dengan book value dan past market value. Pada penelitian ini akan dibahas tentang equity market timing pada perusahaan keluarga di Indonesia. Salah satu cara yang ditempuh perusahaan keluarga agar tetap dapat menjaga kontinuitas usahanya adalah dengan melakukan Initial Public Offering (IPO) (Jovenitti, 1998). Perubahan menjadi perusahaan terbuka dapat menjadi alternatif bagi perusahaan keluarga ketika dikhawatirkan tidak ada lagi anggota keluarga yang mampu atau berkeinginan melanjutkan kepemimpinan generasi sebelumnya (Marchisio and Ravasi, 2001). Selain itu, IPO juga merupakan jalan untuk memperoleh pendanaan eksternal bagi perusahaan (Maherault, 2000). Apabila perusahaan mengalami defisit pendanaan atau kemampuan manajerial, maka go public merupakan salah satu pilihan agar perusahaan keluarga dapat memperoleh pendanaan sehingga keberlangsungan hidup dapat terjamin. Penelitian mengenai pendanaan eksternal pada perusahaan keluarga salah satunya dikemukakan oleh Gonenc et.al (2009). Peneliti tersebut menyatakan bahwa pada perusahaan yang dikendalikan oleh keluarga, keputusan pendanaannya berbeda dengan perusahaan publik yakni perusahaan keluarga cenderung memilih pendanaan yang memiliki risiko lebih 187
Chorry Sulistyowati
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 2, Feb 2015
rendah jika dibandingkan dengan perusahaan non-keluarga. Sedangkan Kaserer et.,al (2009) menambahkan bahwa perusahaan keluarga memiliki karakteristik yang unik dalam hal pengendalian atau kepemilikannya jika dibandingkan dengan perusahaan non keluarga, hal ini terlihat pada keputusan struktur modalnya. Dengan demikian, akan ada preferensi yang berbeda antara perusahaan keluarga dan perusahaan non keluarga. Keterkaitan pembahasan equity market timing dengan perusahaan keluarga adalah pada keberlangsungan hidup perusahaan keluarga dan perusahaan non keluarga. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Kodrat (2008) yang menyatakan bahwa perusahaan keluarga tidak akan dapat bertahan lebih lama jika dibandingkan dengan perusahaan non keluarga. Jadi, apakah pada perusahaan keluarga teori equity market timing ini mempengaruhi struktur modalnya dan apakah dapat berlangsung secara persisten pada periode-periode setelah IPO. Penelitian ini akan membahas mengenai struktur modal perusahaan-perusahaan keluarga yang sudah go public di Indonesia terutama penerapan equity market timing pada keputusan struktur modalnya. Dengan menggunakan data setelah IPO, diharapkan hasil penelitian dapat memberikan gambaran mengenai keputusan struktur modal pada perusahaan keluarga di Indonesia. Sehingga, keberlangsungan hidup perusahaan keluarga dapat lebih bertahan lama. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Apakah equity market timing berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan keluarga di Indonesia? 2. Apakah pengaruh equity market timing terhadap struktur modal perusahaan keluarga di Indonesia persistent? Landasan Teori Struktur Modal Brigham dan Ehrhardt (2005:547) menyatakan bahwa struktur modal adalah campuran atau kombinasi antara utang dan ekuitas yang digunakan suatu perusahaan. Ross et al. (2008:4) menyatakan bahwa struktur modal perusahaan berkaitan dengan perbandingan antara ekuitas dan utang yang harus digunakan oleh perusahaan. Brigham dan Houston (1998:502) menyatakan bahwa struktur modal dapat diproksikan dengan leverage keuangan. Leverage keuangan merupakan suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar total utang yang digunakan perusahaan untuk membiayai aktivanya. Leverage dapat diukur dengan menggunakan book leverage dan market leverage (Baker & Wurgler, 2002; Kayhan & Titman, 2007; Mahajan & Tartaroglu, 2008). Book leverage menunjukkan seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai dengan menggunakan utang. Dengan mengacu pada Baker & Wurgler (2002), Kayhan & Titman (2007), dan Mahajan & Tartaroglu (2008), penelitian ini menggunkan book leverage yang diukur dengan menggunakan rumus berikut: Lev =
……………………………………...…………….…… (2.1)
Book leverage menunjukkan perbandingan total utang dengan total asset, menunjukkan seberapa besar investasi perusahaan yang dibiayai dengan utang Semakin tinggi leverage perusahaan, berarti semakin tinggi tingkat utang yang digunakan perusahaan. 188
Chorry Sulistyowati
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 2, Feb 2015
Equity Market Timing Theory Equity market timing theory adalah teori yang diungkapkan oleh Baker dan Wurgler (2002), yang mengemukakan bahwa perusahaan-perusahaan akan menerbitkan equity pada saat market value tinggi dan akan membeli kembali equity pada saat market value rendah. Semakin tinggi harga saham perusahaan, maka biaya modal saham perusahaan akan semakin kecil, dan sebaliknya semakin rendah harga saham perusahaan maka semakin besar biaya modal saham perusahaan, sehingga tujuan dari melakukan equity market timing adalah untuk memanfaatkan fluktuasi sementara yang terjadi pada biaya ekuitas terhadap biaya komponen modal lainnya. Menurut Baker dan Wurgler (2002), struktur modal adalah hasil kumulatif dari usaha melakukan equity market timing di masa lalu. Baker dan Wurgler (2002) menyatakan bahwa pengaruh market timing terhadap struktur modal perusahaan di Amerika Serikat adalah persistent selama periode penelitian, yaitu selama 10 tahun, sedangkan menurut Kayhan dan Titman (2007) menyatakan bahwa pengaruh market timing terhadap struktur modal adalah persistent selama periode penelitian, yaitu selama 5 tahun. Bie dan Haan (2007) menyatakan bahwa pengaruh market timing terhadap struktur modal perusahaan di Belanda adalah tidak persistent, yaitu hanya tampak tiga tahun setelah IPO, sedangkan menurut Russel dan Hung (2013), menyatakan bahwa pengaruh market timing terhadap struktur modal perusahaan di Cina juga tidak persistent, yaitu tidak tampak pada tahun ketiga setelah IPO. Hal ini dapat disimpulkan bahwa maksud dari persistent dalam penelitian ini adalah pengaruh market timing terhadap struktur modal adalah tetap yaitu berpengaruh negatif dan signifikan selama periode penelitian. Terdapat dua versi dari equity market timing. Versi pertama adalah versi dinamis dari Myers dan Majluf (1984) dalam Baker dan Wurgler (2002) mengenai informasi asimetrik yang mengasumsikan manajer dan investor bersikap rasional, yang berarti bahwa perusahaan cenderung mengeluarkan saham secara langsung setelah keluarnya informasi mengenai nilai saham perusahaan dan investor cenderung membeli saham secara langsung setelah keluarnya informasi mengenai nilai saham perusahaan. Versi kedua melibatkan para investor atau manajer yang tidak rasional dan persepsi mispricing, artinya para manajer akan menerbitkan equity saat mereka yakin bahwa cost of equity relatif rendah dan membeli kembali equity saat cost of equity relatif tinggi. Penelitian ini ingin menguji versi kedua dari equity market timing, yaitu para manajer akan menerbitkan equity saat mereka yakin bahwa cost of equity relatif rendah dan membeli kembali equity saat cost of equity relatif tinggi. Dalam praktiknya, equity market timing menunjukkan aspek yang penting dalam menentukan kebijakan keuangan perusahaan. Terdapat bukti untuk market timing dalam empat jenis studi. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Asquith dan Mullins (1986) yang menganalisis keputusan pendanaan, menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan cenderung menerbitkan equity dibandingkan pendanaan dengan menggunakan utang pada saat market value of equity relatif lebih tinggi dibandingkan dengan book value dan past market value, dan cenderung membeli kembali equity pada saat market value of equity relatif lebih rendah dibandingkan dengan book value dan past market value. Kedua, penelitian mengenai long-run stock returns. Hasilnya menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan menerbitkan equity saat cost of equity rendah dan membeli kembali equity pada saat cost of equity tinggi. Ketiga, penelitian yang meneliti tentang peramalan pendapatan dan penerbitan equity, menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan cenderung menerbitkan equity pada saat investor terlalu antusias terhadap suatu prospek pendapatan. Keempat, survei yang dilakukan oleh Graham dan Harvey (2001) dalam Baker dan Wurgler (2002). Survei ini menyatakan bahwa dua-per-tiga CFO (Chief Financial Officer) di Amerika Serikat sepakat bahwa nilai saham suatu perusahaan (undervalued atau overvalued) 189
Chorry Sulistyowati
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 2, Feb 2015
merupakan faktor yang sangat penting untuk dipertimbangkan dalam menerbitkan equity dan sepakat akan menerbitkan saham pada saat nilai saham perusahaan mereka meningkat relatif tinggi. Baker dan Wurgler (2002) pertama kali meneliti mengenai implikasi jangka panjang market timing pada keputusan struktur modal. Baker dan Wurgler menggunakan market-tobook ratio, yang umumnya digunakan sebagai proksi untuk mengukur kesempatan investasi, namun dalam teorinya market-to-book ratio juga digunakan untuk melihat apakah nilai suatu ekuitas itu overvalued yaitu harga pasar saham lebih tinggi dari nilai intrinsiknya atau undervalued yaitu harga pasar saham lebih rendah dari nilai intrinsiknya. Baker dan Wurgler (2002) membangun suatu model variabel yaitu external finance weighted-average market-tobook ratio (EFWAMB) untuk memperbaiki ukuran equity market timing. Variabel ini adalah rata-rata tertimbang market-to-book ratio dan external finance (ekuitas atau utang) suatu perusahaan di masa lampau. Variabel ini digunakan oleh Baker dan Wurgler untuk melihat usaha dari suatu perusahaan dalam melakukan equity market timing. Penelitian ini menggunakan variabel EFWAMB sebagai proksi equity market timing yang digunakan dalam penelitian Baker & Wurgler (2002), Mahajan & Tartaroglu (2008), dan Bougatef & Chishti (2010). External finance weighted-average market-to-book ratio (EFWAMB) diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut: EFWAMB Keterangan: EFWAMB M/B M /B FD FD
=
+ M / B ……...………..…………….………... (2.2)
= external finance weighted-average market-to-book ratio = market-to-book ratio = rata-rata market-to-book ratio = financial deficit = e + d
e
= rata-rata financial deficit = net equity issue =
d
= net debt issue =
External finance weighted-average market-to-book ratio (EFWAMB) merupakan jumlah pembagian kovarians antara financial deficit dan market-to-book ratio dan rata-rata financial deficit ditambah rata-rata market-to-book ratio. Financial deficit merupakan jumlah modal eksternal yang digunakan oleh suatu perusahaan. Seperti yang diungkapkan Baker dan Wurgler (2002) menyatakan bahwa perusahaan yang menggunakan modal eksternal ketika harga sahamnya relatif tinggi lebih mungkin untuk menurunkan leverage. Hal tersebut menunjukkan bahwa manajer mengambil keuntungan jangka pendek dari harga saham yang overvalued untuk membiayai kebutuhan modal dengan menerbitkan saham. Hubungan antara equity market timing dan struktur modal dapat digambarkan sebagai berikut. Ketika market value sedang tinggi (overvalued), maka perusahaan cenderung menerbitkan saham dibandingkan menerbitkan utang. Dengan alasan, pada saat nilai marketto-book ratio tinggi maka perusahaan akan mendapatkan hasil penjualan saham yang lebih tinggi dibandingkan jika menerbitkan saham pada saat nilai market-to-book ratio rendah. Dengan hasil penjualan saham yang lebih tinggi dari menerbitkan saham maka pemenuhan kebutuhan modal melalui utang yang dihitung dengan rasio leverage diperkirakan menurun. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara market-to-book dengan leverage memiliki arah yang negatif. 190
Chorry Sulistyowati
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 2, Feb 2015
Asset Tangibility Asset tangibility merupakan kemampuan perusahaan dalam mengelola aktiva perusahaan yang dapat dijadikan jaminan perusahaan. Rajan dan Zingales (1995) menyatakan bahwa perusahaan yang semakin besar aktiva tetapnya akan cenderung mengutamakan pemenuhan kebutuhan dana dengan utang. Asset tangibility dapat dinyatakan sebagai perbandingan antara aktiva tetap dan total aktiva yang dimiliki perusahaan (Rajan dan Zingales, 1995), sedangkan Baker dan Wurgler (2002) mendefinisikan asset tangibility sebagai perbandingan antara net plant, property, dan equipment dengan total asset. Penelitian ini menggunakan ukuran asset tangibility seperti definisi Rajan dan Zingales (1995), sehingga asset tangibility diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut: PPE =
……..……………………………………….................. (2.3)
Asset tangibility (PPE) menunjukkan seberapa besar jumlah aktiva perusahaan yang dapat dijadikan jaminan oleh perusahaan. Perusahaan yang memiliki rasio asset tangibility yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang besar untuk memberikan jaminan kepada kreditur Ukuran Perusahaan (firm Size) Ukuran perusahaan menunjukkan besar atau kecilnya kekayaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Rajan dan Zingales (1995) menyatakan bahwa ukuran perusahaan pada dasarnya merupakan salah satu proksi dari kemungkinan kebangkrutan. Penelitian ini menggunakan model dari Baker dan Wurgler (2002) dimana ukuran perusahaan diukur sebagai berikut: Size = log (Sales)………………………………………………………........... (2.4) Ukuran perusahaan menunjukkan besar atau kecilnya kekayaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Brigham dan Houston (1998:521) menyatakan bahwa perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman sehingga kemungkinan memiliki leverage yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang penjualannya tidak stabil. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan maka semakin tinggi leverage yang dimiliki oleh perusahaan dan sebaliknya, semakin kecil ukuran perusahaan maka semakin rendah leverage yang dimiliki oleh perusahaan. Profitabilitas (profitability) Profitabilitas didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Perusahaan dengan tingkat pengembalian investasi yang tinggi akan menggunakan utang yang relatif kecil (Brigham & Houston, 1998:521). Profitabilitas merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan leverage. Profitabilitas dapat diukur dengan menggunakan berbagai rasio profitabilitas, namun penelitian ini menggunakan Basic Earning Power (BEP) dalam mengukur profitabilitas (Brigham dan Ehrhardt, 2005:453). BEP dapat diukur sebagai berikut: BEP =
…………………………………………………….. (2.5) 191
Chorry Sulistyowati
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 2, Feb 2015
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak dengan menggunakan total aktiva yang dimiliki perusahaan. Selain itu, BEP berguna untuk membandingkan perusahaan dengan pajak dan tingkat leverage keuangan yang berbeda. Perusahaan Keluarga Perusahaan keluarga adalah perusahaan yang dimiliki oleh keluarga dan dikelola oleh beberapa anggota keluarga. Dalam terminologi bisnis, perusahaan keluarga terbagi menjadi dua macam. Pertama adalah family owned enterprise (FOE), yaitu perusahaan yang dimiliki oleh keluarga tetapi dikelola oleh profesional yang berasal dari luar lingkaran keluarga. Keluarga hanya berperan sebagai pemilik dan tidak melibatkan diri dalam operasi di lapangan. Jenis perusahaan keluarga yang kedua adalah family business enterprise (FBE), yaitu perusahaan yang dimiliki dan dikelola oleh keluarga pendirinya. Perusahaan tipe ini dicirikan oleh dipegangnya posisi-posisi kunci dalam perusahaan oleh anggota keluarga. Penelitian yang dilakukan oleh Andres (2008) menyebutkan bahwa perusahaan dikategorikan dalam perusahaan keluarga apabila memenuhi setidaknya salah satu dari dua kriteria. Pertama, pendiri dan/atau anggota keluarga memegang lebih dari 25% hak suara. Kedua, jika kurang dari 25% hak suara, mereka harus berada pada kedua dewan baik dewan eksekutif dan dewan pengawas. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perusahaan tergolong dalam perusahaan keluarga apabila keluarga memiliki saham minimal 25% dan jika kurang dari 25% terdapat anggota keluarga yang mempunyai jabatan pada dewan direksi atau dewan komisaris. Penelitian ini menggunakan definisi perusahaan keluarga berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Andres (2008) dan peraturan mengenai kepemilikan saham suatu perusahaan yaitu perusahaan keluarga mempunyai dua definisi. Pertama, pendiri dan/atau anggota keluarga memegang lebih dari 25% hak suara. Kedua, jika kurang dari 25% hak suara, maka anggota keluarga terlibat dalam pengelolaan perusahaan dan berada pada kursi dewan baik dewan direksi maupun dewan komisaris. Initial Public Offering Perusahaan Keluarga Menurut literatur family-business, IPO adalah solusi untuk memecahkan dua masalah utama yakni kekurangan dana dan suksesi kepemimpinan (Marchisio and Ravasi, 2001). Beberapa penelitian empiris mengenai IPO berkonsentrasi pada aspek keuangan. Alasan utama menjadi perusahaan go public adalah untuk mendapatkan dana dari luar perusahaan (Arkebauer, 1991). Beberapa keuntungan menjadi perusahaan terbuka bagi usaha keluarga adalah (Wagen, 1996) : Improved Marketability of Shares, Improvement of the Company’s Financial Position, Potential Increase in the Value of the Shares, Greater Visibility. Kerugian go public bagi perusahaan keluarga antara lain (Neubauer and.Lank, 1998) :Loss of Privacy, Loss of Autonomy, Increased Liability, Possibility of a Takeover, Additional Costs. Hipotesis Berdasarkan landasan teori tersebut maka dapat dibentuk hipotesis penelitian sebagai berikut: H1: Equity market timing berpengaruh negatif terhadap struktur modal perusahaan di Indonesia.
192
Chorry Sulistyowati
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 2, Feb 2015
H2: Equity market timing berpengaruh negatif terhadap struktur modal perusahaan di Indonesia, secara persistent. Model Analisis Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini, dapat diformulasikan sebagai berikut: Levt = α + β1EFWAMBt-1 + β3PPEt-1 + β4BEPt-1 + β5Sizet-1 + εt ……….……. (2.6) Dimana: α = intercept β1, β2, β3, β4, β5 = koefisien regresi Levt = variabel dependent leverage perusahaan i pada tahun t EFWAMBt-1 = variabel independent external finance weighted average market-to-book ratio perusahaan i pada tahun t-1 PPEt-1 = variabel kontrol fixed assets perusahaan i pada tahun t-1 BEPt-1 = variabel kontrol basic earning power perusahaan i pada tahun t-1 Sizet-1 = variabel kontrol ukuran perusahaan perusahaan i pada tahun t-1 εt = error Metode Penelitian Identifikasi Variabel Berdasarkan model analisis dan hipotesis penelitian, maka variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Variabel independent, yaitu: external finance weighted average market-to-book ratio (EFWAMB). 2. Variabel dependent, yaitu: leverage (Lev). 3. Variabel kontrol, yaitu: asset tangibility (PPE), profitabilitas (BEP), dan ukuran perusahaan (Size). Definisi Operasional Variabel Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini, maka definisi operasional dari masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Leverage (Lev) diukur dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: Levt = ………….…………………………..……...….…… (3.1) 2. External finance weighted average market-to-book ratio (EFWAMB) diukur dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : EFWAMBt-1
=
+ M / B ……...………..……………... (3.2)
3. Asset Tangibility (PPE) diukur dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: …………………………...…...…………....... (3.3) PPE t-1 = 4. Ukuran Perusahaan (Size) diukur dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: Size t-1 = log (Salest-1) ………………………………………………........... (3.4) 5. Profitabilitas (BEP) diukur dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: 193
Chorry Sulistyowati BEP t-1 =
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 2, Feb 2015 ………………………….………………….. (3.5)
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang bersumber dari data sekunder. Data tersebut dapat diperoleh melalui situs resmi BEI, dan situs yahoo finance. Populasi dan Teknik Sampling Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan keluarga yang melakukan IPO tahun 2001 sampai dengan 2005 di BEI. Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:Perusahaan-perusahaan keluarga yang melakukan IPO tahun 2001 sampai dengan 2005 di BEI, Perusahaan dalam sektor non keuangan, Perusahaan yang memiliki data laporan keuangan lengkap yaitu lima tahun setelah melakukan IPO. Teknik Analisis Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis linier berganda (multiple regression) dengan program SPSS 16.0 (Statistical Product and Service Solution). Hasil dan Pembahasan Analisis Model dan Pengujian Hipotesis Berdasarkan hasil regresi yang dilakukan tampak bahwa selama periode penelitian, variabel equity market timing (EFWAMB) berpengaruh negatif terhadap leverage hanya pada IPO+1. Berdasarkan uji F dengan α = 5% menunjukkan bahwa equity market timing memiliki pengaruh yang signifikan hanya pada IPO+1, yang berarti H0 ditolak atau H11 tidak ditolak. Pengaruh negatif EFWAMB terhadap leverage hanya tampak pada IPO+1. Hal ini menunjukkan bahwa equity market timing tidak mempunyai pengaruh negatif yang persistent terhadap leverage, berarti H0 ditolak atau H12 tidak ditolak. Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa pengaruh negatif variabel EFWAMB terhadap leverage tampak pada IPO+1 dan IPO+4, yang berarti bahwa pengaruh equity market timing terhadap leverage tidak persistent selama 5 tahun setelah IPO. Asset tangibility mempunyai pengaruh positif terhadap leverage selama periode penelitian, kecuali pada IPO+3. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan sebelumnya bahwa perusahaan yang mempunyai rasio PPE tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan 194
Chorry Sulistyowati
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 2, Feb 2015
tersebut juga mempunyai leverage yang tinggi pula. Hasil uji-t menunjukkan bahwa PPE tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap leverage. Size berpengaruh positif terhadap leverage selama periode penelitian kecuali pada IPO+4. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan sebelumnya bahwa semakin besar ukuran perusahaan maka semakin tinggi leverage yang dimiliki perusahaan, dan sebaliknya semakin kecil ukuran perusahaan maka semakin rendah pula leverage yang dimiliki perusahaan. Profitabilitas cenderung berpengaruh positif terhadap leverage selama periode penelitian. Hal ini sesuai dengan teori Signaling theory yaitu perusahaan dengan profitabilitas yang lebih baik lebih cenderung untuk menggunakan utang. Oleh karena itu, profitabilitas berhubungan positif dengan rasio utang. Berdasarkan hasil uji-F, diketahui bahwa selama periode penelitian tingkat signifikansi pada IPO+1 sebesar 0,037 menunjukkan bahwa secara simultan variabel bebas dan variabel kontrol mempunyai pengaruh yang signifikan pada IPO+1. Berdasarkan tabel 4.1 selama IPO+1 sampai dengan IPO+10, nilai adjusted R square tertinggi terjadi pada IPO+1 sebesar 0,692 berarti bahwa sebesar 69,2% variabilitasi leverage dapat dijelaskan oleh variabel bebas dan variabel kontrol yaitu EFWAMB, PPE, size dan BEP, sedangkan sisanya sebesar 20,8% dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian tampak bahwa EFWAMB berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap leverage pada IPO+1, IPO+4 dan IPO+5. Hal ini menunjukkan bahwa EFWAMB mempunyai pengaruh negatif yang tidak persistent terhadap leverage selama IPO+1 sampai dengan IPO+5. Pada IPO+1 tampak bahwa EFWAMB berpengaruh negatif terhadap leverage, yang berarti perusahaan akan menerbitkan ekuitas daripada menggunakan utang ketika market value tinggi, sehingga leverage perusahaan menurun. Pengaruh negatif equity market timing terhadap leverage tidak secara langsung mempengaruhi struktur modal perusahaan yang dapat diukur dengan leverage. Misalnya pada IPO+1 sampai dengan IPO rasio leverage Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) justru mengalami peningkatan dikarenakan Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) mempunyai leverage yang cukup tinggi. Penggunaan utang yang cukup besar dikarenakan profitabilitas Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) cenderung mengalami penurunan. Hal ini berarti pengaruh equity market timing tidak secara langsung menurunkan leverage perusahaan, karena besar kecilnya leverage juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti stabilitas penjualan, struktur aktiva dan lain-lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode penelitian, PPE cenderung mempunyai pengaruh positif terhadap leverage, berarti semakin besar aktiva tetapnya, semakin tinggi leverage yang dimiliki perusahaan, dikarenakan perusahaan tersebut memiliki aset tetap yang besar yang dapat dijadikan jaminan oleh perusahaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Russel dan Hung (2013) pada perusahaan di Belanda yang menyatakan bahwa PPE cenderung berpengaruh negatif terhadap leverage. Hasil penelitian menunjukkan bahwa size berpengaruh positif terhadap leverage selama IPO+1 sampai dengan IPO+5, kecuali pada IPO+4. Pengaruh positif size terhadap leverage menggambarkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan, semakin besar tingkat utang yang dimiliki oleh perusahaan. Perusahaan yang mempunyai jumlah penjualan yang besar, lebih cenderung menggunakan pendanaan dengan utang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Russel dan Hung (2013) mengemukakan bahwa size berpengaruh positif terhadap leverage.
195
Chorry Sulistyowati
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 2, Feb 2015
Hasil penelitian menunjukkan bahwa BEP berpengaruh positif terhadap leverage selama periode penelitian. Hal ini sesuai dengan teori Signaling theory yaitu perusahaan keluarga dengan profitabilitas yang lebih baik lebih cenderung untuk menggunakan utang, artinya perusahaan yang mempunyai rasio BEP tinggi akan mempunyai leverage yang tinggi pula. Profitabilitas perusahaan selama periode penelitian mengalami peningkatan yang berarti kinerja perusahaan semakin efektif dan efisen dalam mengelola seluruh aktiva yang dimiliki perusahaan untuk menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak. Kesimpulan Berdasarkan atas analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka hal-hal pokok yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut bahwa Equity market timing yang diproksikan dengan EFWAMB tidak mempunyai pengaruh negatif yang persistent terhadap struktur modal yang diproksikan dengan leverage, dan PPE,size, dan BEP berpengaruh positif terhadap struktur modal. Equity market timing yang diproksikan dengan EFWAMB memilki pengaruh negatif terhadap struktur modal hanya pada IPO+1, hal ini berarti pada saat IPO+1 struktur modal perusahaan keluarga yang melakukan IPO tahun 2001 sampai dengan 2005 yang tercatat di BEI sesuai dengan equity market timing. Pada tahun tersebut perusahaan-perusahaan keluarga merespon harga pasar saham yang terlalu tinggi (rendah) dengan cara menerbitkan (membeli kembali) saham. Perusahaan keluarga yang melakukan IPO tahun 2001 sampai dengan 2005 yang tercatat di BEI yang mempunyai aktiva tetap yang tinggi cenderung menggunakan pendanaan dengan utang dikarenakan mempunyai aktifa tetap yang tinggi yang dapat dijadikan sebagai jaminan perusahaan, yang ditunjukkan dengan pengaruh positif PPE terhadap leverage. Daftar Pustaka Asquith, P dan Mullins. 1986. Equity Issues and Offering Dilution. Journal of Financial Economics, 15:61-89. Arkebauer, K.R., 1991. Cashing out. New York: Harper Business Astrachan, Joseph, ed. 2003. Survey on Family Business. Family Business Review Baker, Malcolm, dan Jeffrey Wurgler. 2002. Market Timing and Capital structure. Journal of Finance, Volume 57:1-32. Bie T. De. dan Leo De Haan. 2007. Market Timing dan Capital Structure: Evidence for Dutch Firms. De Economist, 155:183-206. Bougatef, Khemaies, dan jameleddin Chichti. 2010. Equity Market Timing and Capital Structure: Evidence From Tunisia and France. International Journal of Business and Management, Vol:5, No:10. Brigham, Eugene F. dan Joel F. Houston. 1998. Fundamentals of Financial Management. Eight Edition. Orlando: The Dryden Press. Cadbury, Sir Adrian. 2000. Family Firms and Their Governance: Creating Tomorrow’s Company from Today’s. Egon Zehnder International
196
Chorry Sulistyowati
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 2, Feb 2015
Kayhan, A. dan Titman,S. 2007. Firms’Histories and Their Capital Structure. Journal of Finance 60:2575-2619. Kodrat, David Sukardi. 2008. Siklus Hidup Perusahaan Keluarga di Indonesia ; Studi pada PT Nyonya Meneer. Usahawan no 06 THN XXXVII Lee, et.al. 2012. Capital Structure Timing In Markets With Different Characteristics. The International Journal of Business and Finance Research, Volume 6:53-66. Mahajan, Arvind, and Tartaroglu, Semih. 2008. Equity Market Timing and Capital Structure: International Evidence. Journal of Banking and Finance 32: 754-766. Megginson, William L. 1997. Corporate Finance Theory. USA: Addison-Wesley Educational Publishers Inc. Maherault, L. 2000. The Influence of Going Public on Investment Policy; an Empirical Study of French Family-Owned Business . Family Business Review, 8(1), 71-79. Marchisio, Gaia and Ravasi davide. 2001. Family Firm and The Decision To Go Public : A Study Of Italian IPOs. Working paper ssrn Neubauer, Fred and Alden G.Lank, 1998. The Family Business: its Governance for Sustainability . Routledge, New York Paisner, Marshall B. 1999. Sustaining The Family Business. Family Business Review Prasad,
Dev; Vozikis, George S.; Bruton, Garry D.; Merikas, Andreas .1995, "Harvesting" through Initial Public Offerings (IPOs): The Implications of Underpricing for the Small Firm . Entrepreneurship: Theory and Practice, Vol. 20, No.2
Rajan, R. and Zingales, L. 1995. What Do We Know About Capital Structure? Some Evidence from International Data. Journal of Finance 50:1421-1460. Russel, Philip S dan Ken Hung. 2008. Does Market Timing Affect Capital Strucrure?: Evidence for Chinese Firms. Working Paper. Saad, Meiyanne D. Permata dan Helson Siagian. 2011. Sentimen Investor, Kendala Keuangan, dan Equity Market Timing. Finance and Banking Journal, Volume 13:115. Setyawan, Ignatius Rony. 2011. An Empirical Studt on Market Timing Theory of Capital Structure. International Research Journal of Business Studies, volume 4:113-119. Sudana, I Made. 2011. Manajemen Keuangan. Surabaya: Penerbit Erlangga.
197