VISUALISASI KERUSAKAN LINGKUNGAN SUNGAI BENGAWAN SOLO (Analisis Semiotika Komunikasi Tentang Kerusakan Lingkungan Sungai Bengawan Solo dalam foto-foto pada Buku “Ekspedisi Bengawan Solo Laporan Jurnalistik Kompas Kehancuran Peradaban Sungai Besar”)
SKRIPSI
Oleh: DWI PRASETYA NIM. D 0205008
Diajukan untuk memenuhi syarat-syarat guna memperoleh gelar sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk diuji dan dipertahankan di depan Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 5 Juli 2010 Pembimbing,
Sri Hastjarjo, S.Sos, Ph.D NIP. 19710217 199802 1 001
iv
PENGESAHAN Telah disetujui dan disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Hari
: Selasa
Tanggal
: 20 Juli 2010 Panitia Penguji :
1. Prof. Drs. H. Pawito, Ph.D NIP. 19540805 198503 1 002
sebagai Ketua
(.......................)
2. Mahfud Anshori, S.Sos NIP. 19790908 200312 1 001
sebagai Sekretaris
(.......................)
3. Sri Hastjarjo, S.Sos, Ph.D NIP. 19710217 199802 1 001
sebagai Penguji
(.......................)
Mengetahui Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Drs. H. Supriyadi SN, SU NIP 19530128 198103 1 001
v
MOTTO
Hidup adalah bukan tentang pencarian jati diri, tetapi hidup adalah proses penciptaan dirimu sendiri
Hidup di dunia adalah sebagai bekal hidup di akherat
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orang tua saya Bapak Sulamto dan Ibu Warsiti berkat bimbingan yang tidak akan pernah dapat kubalas dengan apapun sampai kapanpun
vii
KATA PENGANTAR Assalamu’Alaikum Wr. Wb. Syukur Alhamdulillah atas kehadirat ALLAH SWT atas segala anugerah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “VISUALISASI KERUSAKAN LINGKUNGAN SUNGAI BENGAWAN SOLO”. Penyusunan skripsi ini merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban Penulis sebagai mahasiswa guna memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Keberhasilan ini tidak lepas dari semua pihak yang telah membantu penulis dengan sepenuh hati. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungan moral. Semoga amal dan budi baik yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Ucapan terima kasih ini Penulis sampaikan kepada: 1. Drs. Supriyadi SN, SU selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Dra. Prahastiwi Utari, M. Si., Ph. D. selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
viii
3. Drs. Hamid Arifin, M. Si. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Komuniasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Terima kasih atas segala bantuannya. 4. Sri Hastjarjo, S.Sos, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan masukan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 5. Prof. Drs. H. Totok Sarsito, SU; MA yang telah menjadi pembimbing akademik selama perkuliahan 6. Segenap karyawan di Jurusan Ilmu Komunikasi yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi. 7. Kakakku Eko Hadi Subroto dan Suharsi serta si kecil Dek Fia yang telah banyak memberikan semangat dan inspirasi. 8. Asri Hidayati yang dengan sabar dan setia menemani perjalanan hidup ini. 9. Marching Band Sebelas Maret Surakarta sebagai teman dan keluarga. 10. Lembaga dan teman-teman yang telah memberikan masukan dan ilmu dalam proses penyusunan skripsi ini, ANTARA, KOMPAS, FFC UNS, Heru Sri Kumoro, Bahana Patria Gupta, Andhika Betha, Akbar Nugroho Gumay, Hasan Sakri G., Si KOMO Komunikasi 2005, Medio Picture, serta teman-teman seperjuangan di PPT House, Pambudi, Iwan, Danar, Umar, Achid, Ryan, Dhina, Wahyu, Abas, Harun, Kucluk, Muhammad Ayudha yakinlah suatu saat nanti namamu akan dikenal karena karyamu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan Oleh karena itu, dengan segala kerendahan dan kelapangan hati penulis menerima saran
ix
maupun kritik yang sifatnya membangun. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Wassalamu’Alaikum Wr. Wb. Solo, Juli 2010 Penulis
Dwi Prasetya
x
Daftar Isi Halaman PERSETUJUAN............................................................................................. iv PENGESAHAN.............................................................................................. v MOTTO.......................................................................................................... vi PERSEMBAHAN ......................................................................................... vii KATA PENGANTAR................................................................................... viii DAFTAR ISI.................................................................................................. xi DAFTAR BAGAN........................................................................................ xiii ABSTRAK..................................................................................................... xiv BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................
1
A. Latar Belakang .......................................................................
1
B. Rumusan Masalah...................................................................
11
C. Tujuan Penelitian ....................................................................
11
D. Manfaat Penelitian ..................................................................
12
E. Telaah Pustaka .......................................................................
12
1. Pesan Komunikasi..............................................................
12
2. Fotografi ............................................................................
25
3. Foto Jurnalistik ..................................................................
32
4. Semiotika Komunikasi .......................................................
39
F. Kerangka Pemikiran................................................................
47
G. Metode Penelitian ...................................................................
50
1. Jenis Penelitian...................................................................
50
2. Metode Analisis .................................................................
50
3.Objek Penelitian..................................................................
51
4. Jenis Data ..........................................................................
51
5. Teknik Analisis Data..........................................................
51
BAB II. DESKRIPSI EKSPEDISI BENGAWAN SOLO .....................
55
A. Sejarah Lahirnya Kompas Gramedia .....................................
55
xi
B. Sejarah dan Bengawan Solo Riwayatmu Kini ........................
59
a. Bengawan Solo Purba .......................................................
59
b. Daerah Hulu ......................................................................
60
c. Daerah Tengah ..................................................................
60
d. Daerah Hilir ......................................................................
61
C. Ekspedisi Bengawan Solo Kompas ........................................
66
BAB III. ANALISIS DATA ......................................................................
68
KORPUS 1....................................................................................
71
KORPUS 2....................................................................................
84
KORPUS 3....................................................................................
100
KORPUS 4....................................................................................
115
KORPUS 5....................................................................................
132
BAB IV. PENUTUP ..................................................................................
145
A. Kesimpulan ..............................................................................
145
B. Keterbatasan Dalam Penelitian................................................
149
C. Saran ........................................................................................
149
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
151
LAMPIRAN
xii
DAFTAR BAGAN
BAGAN
HALAMAN
Bagan 1.1. Peta Tanda Roland Barthes...........................................................
46
Bagan 1.2. Kerangka Pemikiran .....................................................................
49
xiii
ABSTRAK Dwi Prasetya. D0205008. VISUALISASI KERUSAKAN LINGKUNGAN SUNGAI BENGAWAN SOLO (Analisis Semiotika Komunikasi Tentang Kerusakan Lingkungan Sungai Bengawan Solo dalam foto-foto “Ekspedisi Bengawan Solo Laporan Jurnalistik Kompas Kehancuran Peradaban Sungai Besar”). Skripsi. Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna-makna apa yang terkandung dalam lambang-lambang mengenai kerusakan lingkungan sungai yang terdapat pada foto-foto Ekspedisi Bengawan Solo Kehancuran Peradaban Sungai Besar. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan analisis semiotik. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data primer: data yang diperoleh dari foto-foto Ekspedisi Bengawan Solo Kehancuran Peradaban Sungai Besar. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model analisis semiotik Roland Barthes. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah foto-foto Ekspedisi Bengawan Solo Kehancuran Peradaban Sungai Besar yang akan dibahas lambang-lambang komunikasi dan aspek fotografi dari setiap objek foto yang mendukung terbentuknya makna mengenai kerusakan lingkungan, sehingga akan diperoleh makna denotasi dan konotasi dari hubungan keduanya. Berdasarkan visualisasi yang kemudian dilakukan analisis setiap objek foto mengenai lambang-lambang komunikasi serta unsur fotografi dari foto-foto Ekspedisi Bengawan Solo Kehancuran Peradaban Sungai Besar, kesimpulan yang diperoleh dari dua tahap pemaknaan menurut konsep semiotika Roland Barthes, yaitu tahap denotatif dan konotatif adalah: dalam foto-foto tersebut terdapat makna ironi, budaya, kemanusiaan, sejarah dan kekuatan alam, lingkungan, peringatan, maupun filosofi hidup dari kelima foto. Secara keseluruhan, melalui simbol-simbol yang ditampilkan, kelima foto tersebut dapat menunjukkan pesan yang ingin disampaikan, yaitu bahwa sungai Bengawan Solo sebagai sungai terpenting di pulau Jawa telah mengalami kerusakan sejak dari hulu.
xiv
ABSTRACT Dwi Prasetya. D0205008. VISUALISASI KERUSAKAN LINGKUNGAN SUNGAI BENGAWAN SOLO (Analisis Semiotika Komunikasi Tentang Kerusakan Lingkungan Sungai Bengawan Solo dalam foto-foto “Ekspedisi Bengawan Solo Laporan Jurnalistik Kompas Kehancuran Peradaban Sungai Besar”). Thesis. Communication Program. Faculty of Social and Politic Science, Sebelas Maret University. 2010. The purpose of this research is to know the meaning of river’s damage symbols in the Ekpedisi Bengawan Solo Kehancuran Peradaban Sungai Besar. This research use descriptive qualitative with semiotics analysis as the research methodology. The kind of the data is data primary : data acquisition from Ekpedisi Bengawan Solo Kehancuran Peradaban Sungai Besar photos. Data analysis that used is Roland Barthes semiotic analysis. The objects of this research are photos from Ekpedisi Bengawan Solo Kehancuran Peradaban Sungai Besar that also discussing the symbol of communication and the aspect of photography from each photos’ object which supported the form of damage meaning, so we can get denotation and conotation meaning from its relationship. Based on the visualization of the Ekpedisi Bengawan Solo Kehancuran Peradaban Sungai Besar photos, we can analize the symbol of communication and the aspect of photography. In conclusion based on the two step meaning from Roland Barthes semiotic concep, there is denotative meaning and connotaive meaning, from the photos we can see the sense of ironi, culture, humanity, history and natural power, environment, warning, and philosophy of life. At last, from the symbol that has shown, we can conclude that Bengawan Solo, as the most important river in Java Island was damaged.
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pada belakangan ini sering kita jumpai berbagai macam kejadian bencana alam. Banjir, tanah longsor, gempa bumi maupun hujan lebat disertai angin kencang merupakan salah satu bencana yang mengakibatkan puluhan bahkan ratusan nyawa melayang. Bencana
tersebut diakibatkan oleh kurang
terjaganya lingkungan alam yang semakin lama semakin sesak oleh pemukiman manusia. Hal ini merupakan salah satu gambaran mulai rusaknya lingkungan alam. Sungai sebagai pusat peradaban dan air merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Pada zaman dahulu manusia membangun kehidupannya dimulai dari sungai. Tjahjono dalam Kompas menyebutkan bahwa dari asam basa gununggunung berapi yang dilintasi Bengawan Solo kemudian mengasilkan kandungan unsur hara pada sungai merupakan senyawa yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Dengan banyaknya kandungan unsur hara, kemudian tanaman akan tumbuh dengan subur di sekitar sungai. Pinggiran sungai menjadi subur oleh tanaman buah maupun rumput-rumputan yang kemudian tempat tersebut menjadi tempat pilihan binatang untuk mencari makanan dan minum. Dengan berkumpulnya binatang dan tumbuhan di sekitar sungai, kemudian sungai menjadi daerah perhatian manusia purba
xvi
untuk berburu dan meramu. Hal ini menjadikan pinggiran sungai merupakan salah satu tempat pusat peradaban manusia pada jaman dahulu (Kompas, 2009:4). Air merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Tanpa air makhluk hidup tidak dapat bertahan hidup. Kebutuhan manusia terhadap air berlangsung secara terus-menerus dan setiap hari. Hal ini dikarenakan sistem metabolisme tubuh yang setiap harinya membutuhkan unsur air untuk berproses. Sungai yang dikelola dengan baik akan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat sekitar, yakni air sebagai sumber kehidupan. Hal ini sering kita perhatikan dan telah jamak kita ketahui, namun sering kita tidak menyadari bahwa sungai merupakan situs peradaban suatu bangsa sebuah warisan untuk masa depan. Namun sebagian masyarakat berpandangan bahwa sungai merupakan tempat pembuangan limbah bersama sebagai tempat sampah raksasa mulai dari limbah kimia pabrik, kotoran ternak, sampah rumah tangga dan lain-lain, sehingga kita diperbolehkan membuang segala sesuatu ke dalamnya. Akibatnya sungai-sungai mengalami degradasi. Kualitas air yang ada di sungai juga mengalami penurunan sehingga tidak bisa dimanfaatkan secara baik bagi perbaikan kualitas kehidupan manusia. Sungai kemudian menjadi salah satu sumber ancaman, misalkan banjir. Banjir seringkali mengakibatkan kerugian harta benda bahkan nyawa sekalipun. Sejarah sungai Bengawan Solo menceritakan banyak kisah. Dimulai dari kisah kehidupan pada zaman prasejarah hingga kisah kehidupan modern.
xvii
Semuanya berakar pada kisah kehidupan mulai dari hulu sampai ke hilir Bengawan Solo. Bengawan Solo pada masa dahulu merupakan sungai yang penuh romantisme karena keindahan alamnya yang mengundang manusia untuk melihatnya dari dekat. Bahkan Gesang menciptakan lagu “Bengawan Solo” ketika berada di pinggir sungai yang ketika itu masih tampak asri. Bengawan Solo merupakan tumpuan kehidupan bagi sebagian masyarakat dari segi ekonomi, seperti para penambang pasir dan batu sungai, pencari ikan dan tambak yang aliran airnya berasal dari sungai tersebut. Banyak orang mengais rezeki di sungai ini demi sesuap nasi untuk kehidupan keluarganya (Kompas, 2009:251). Dalam naskah Sunda Bhujangga Manik disebutkan sebelum dinamai “Bengawan Solo” sebutannya adalah “Ci Wulayu”. Kemudian nama kuno lain menyebut “Bengawan Solo” adalah “Semanggi”. Semanggi adalah sebutan baru untuk Wulayu yang akhirnya sungai besar ini dinamai dan dipahami sebagai sungai Bengawan Solo (Kompas, 2009:8). Bengawan Solo dimulai dari titik pertemuan antara Kali Muning dan Kali Tenggar di Desa Jeblogan, Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Wonogiri. Dengan panjang 548,53 kilometer, lebar hulu 3 sampai dengan 50 meter, lebar hilir 100 sampai dengan 300 meter dan ketinggian hulu 495 dpl (di atas permukaan laut) sungai ini melewati 12 Kabupaten/Kota yaitu, Kabupaten Wonogiri, Sukoharjo, Klaten, Kota Surakarta, Kabupaten Karanganyar, Sragen, Ngawi, Blora, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, dan Gresik. Dengan 78 buah anak sungai, sungai Bengawan Solo merupakan sungai terpanjang di
xviii
pulau Jawa. Pada zaman dahulu sejumlah ahli geologi meyakini bahwa aliran sungai Bengawan Solo berakhir di Samudra Indonesia, namun karena terjadi proses tektonik berupa pengangkatan daratan, maka arah aliran beralih ke utara menuju Laut Jawa (Kompas, 2009:253). Sejarah sungai sebagai pusat peradaban diperkuat dengan ditemukannya berbagai situs dan benda peninggalan zaman prasejarah di Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo seperti punden berundak, kapak mesolitik, lumpang batu, dam kuno, penambangan kuno, telaga banyu biru, reruntuhan pesanggrahan pakuningrat, sumur kuno, sisa-sisa panggung Songgobuwono, fosil binatang purba, beliung persegi, kawasan Ngawi purba, situs wura-wari, peti kubur batu kalang, perahu kuno dan sejumlah bangunan kuno. Selain berbagai situs tersebut, Bengawan Solo juga merupakan saksi perjalanan kehidupan manusia purba ditandai dengan ditemukannya kapak mesolitik di Desa Gedongrejo dan banyaknya goa karts (kapur) di daerah hulu perbatasan Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur yang di antaranya menjadi goa hunian masa “berburu” dan “mengumpulkan makanan tingkat lanjut”. Selain itu, goa-goa di tebing bukit merupakan tanda kehidupan budaya yang memasuki “masa bercocok tanam” dan “perundagian”. Hal ini menandakan sungai sebagai pusat peradaban yang dimulai dari masa berburu dan meramu, masa mengumpulkan makanan tingkat lanjut, hingga hunian dalam goa-goa yang menandakan manusia tinggal dan menetap hingga mulai bercocok tanam dan masa perundagian (Kompas, 2009:4-5).
xix
Sebagai sumber kehidupan, aliran Bengawan Solo dimanfaatkan untuk mengairi persawahan. Dengan ditemukannya lumpang dan lesung batu di Ngulang menjadi bukti bahwa basis perekonomian masyarakat zaman dahulu adalah bertani. Hal ini ditunjang oleh topografi yang relatif datar dan banyaknya aliran anak sungai sehingga cocok untuk persawahan (Kompas, 2009:5). Sesuai sebutannya “bangawan” atau “bengawan”, secara fisis-alamiah Bengawan Solo adalah sungai terpanjang di Pulau Jawa sehingga alirannya menjadi penghubung antardesa, antarkota, antarprovinsi, bahkan antar daerah pedalaman dan pesisir (Kompas, 2009:9). Tjahjono dalam Kompas menyebutkan bahwa semenjak ratusan, ribuan, bahkan jutaan tahun yang lalu berbagai peristiwa berlangsung di dalam, di lembah, atau disekitar daerah alirannya, oleh karenanya sungai ini disebut sebagai sungai purba yang tidak hanya mampu menjangkau lintas area, tetapi sekaligus lintas masa. Dilihat dari sejarah dan peristiwa yang terjadi di masa lampau, apabila diartikan secara luas, maka Bengawan Solo dapat diibaratkan sebagai benang panjang yang merajut dinamika sejarah manusia dalam kurun waktu amat panjang dan meliputi berbagai lapis budaya (Kompas, 2009:9-10). Menurut Sinombor, salah satu tempat yang menyimpan sejarah di aliran Bengawan Solo adalah Kedung Bacin, Kecamatan Kebak Kramat, Karanganyar, Jawa
Tengah.
Dahulu
tempat
ini
merupakan
simbol
kemakmuran Paku Buwono X (PB X). Karena lokasinya merupakan pertemuan (tempuran) Kali Cemara dan Bengawan Solo, maka di kedung
xx
sedalam puluhan meter tersebut terdapat banyak sekali ikan. Setiap tahun rombongan PB X menyaksikan acara panen ikan tahunan ketika musim kemarau tiba, berbagai jenis ikan bader, jendil, jambal, sili, dan udang mudah dijumpai dan ditangkap. Ukuran ikan tersebuat sebesar betis orang dewasa. Warga menyebutnya dengan iwak kawak, yang artinya ikan besar karena tua. Keramaian tersebut berlangsung setiap tahun, namun sejak tahun 1980-an industrialisasi menjadikan kawasan hulu penuh dengan pabrik tekstil, penyedap rasa, pengolahan kulit, dan alkohol. Campuran dari limbah pabrik tersebut ditambah dengan limbah rumah tangga menjadi salah satu penyebab matinya berbagai jenis ikan, menyebabkan air berbau pesing dan saat kemarau air menjadi seperti kecap. Kini pemandangan Kedung Bacin tidak seperti sepuluh tahunan lalu. Orang hanya akan mendapati pemandangan air keruh dan beberapa ikan sapu-sapu bermunculan (Kompas, 2009:11-15). Kerusakan sungai Bengawan Solo telah terjadi mulai dari hulu kali Tenggar dan Kali Muning Desa Jeblogan, Kecamatan Karang Tengah, Kabupaten Wonogiri. Warga tepian hulu memanfaatkan bantaran sungai untuk lahan pertanian. Hal ini menjadikan kurangnya vegetasi tanaman keras untuk menangkal erosi di hulu sungai. Sehingga saat musim hujan tanah tepian sungai longsor dan menyebabkan sedimentasi (Kompas, 2009:70). Bengawan Solo berumur hampir sepanjang sejarah umat manusia. Bengawan ini menuliskan cerita lintas area dan lintas masa mulai dari zaman prasejarah, zaman kerajaan Hindu Buddha di Jawa, kerajaan Islam, perang Diponegoro, zaman revolusi sampai dengan pendaratan darurat pesawat
xxi
Garuda. Karena legenda yang terkandung di dalamnya seniman Gesang mengangkatnya menjadi sebuah lagu yang sangat tersohor hingga ke mancanegara. Namun, Bengawan Solo layaknya kebanyakan sungai di Indonesia.
Akibat
ulah
manusia,
penggundulan
hutan,
sedimentasi,
penambangan pasir dan pencemaran air menyebabkan sungai ini telah rusak mulai dari hulu sampai ke hilir (Kompas, 2009:85). Bengawan
Solo
menjadi
penopang
sumber
kehidupan
bagi
12
kabupaten/kota yang dilewatinya dalam lima hal. Pertama, Bengawan Solo sebagai penyedia kebutuhan air minum dari skala rakyat, perusahaan daerah air minum hingga industri. Selain itu juga dimanfaatkan sebagian masyarakat untuk keperluan mandi, cuci, dan kakus. Kedua, sebagai sumber pengairan sawah mulai dari dam-dam kecil dan sederhana, hingga skala raksasa seperti Waduk Gajah Mungkur di Wonogiri, Bendung Colo di Sukoharjo, atau Bendung Gerak Kendal di Lamongan. Ketiga, kegiatan penambangan pasir mulai dari penambangan manual sederhana, hingga menggunakan mesin penyedot pasir. Keempat, sarana transportasi air. Kelima, penyokong kegiatan industri rumah tangga berupa pembuatan batu bata (Kompas, 2009:78). Namun, bengawan yang menjahit Jawa Tengah dan Jawa timur ini juga menanggung sejumlah masalah yang perlahan tapi pasti akan menimbulkan kerasakan yang semakin parah. Pertama, erosi yang terjadi sejak dari hulu hingga hilir menyebabkan air menjadi keruh dan coklat. Kurangnya vegetasi tanaman keras di daerah hulu menjadikan tanah longsor dan masuk ke sungai. Hal ini menyebabkan munculnya masalah kedua, sedimentasi yang parah di
xxii
daerah Aliran Sungai (DAS) dan Bendungan Serbaguna Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri. Namun tidak hanya itu, di Bendung Colo, Sukoharjo dan DAS setelahnya juga terjadi sedimentasi. Hali ini disebabkan erosi tebing sungai dan longsoran akibat kegagalan lereng. Ketiga, penambangan pasir dengan mesin penyedot menyebabkan terbentuknya lubang-lubang di dalam sungai, sehingga stabilitas lereng tebing juga bangunan seperti jembatan di sekitarnya menjadi terganggu dan menyebabkan longsor. Sedimentasi dan pendangkalan di DAS, waduk maupun bendung menyebabkan terjadinya masalah keempat, yakni banjir di lembah sungai Bengawan Solo. Kelima, pencemaran sungai yang menjadikan Bengawan Solo sebagai tempat sampah raksasa. Mulai dari limbah rumah tangga, limbah plastik, limbah industri hingga limbah biologis juga masuk ke sungai. Penelitian yang dipimpin oleh Ir MMA Retno Rosariastuti dari Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 2007 dengan berbagai variabel menunjukkan bahwa air Bengawan Solo tidak layak dikonsumsi untuk air minum, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, dan mengairi tanaman. Buruknya kualitas air menyebabkan masalah keenam, yakni dampaknya bagi kesehatan manusia. Air Bengawan Solo digunakan sejumlah instalasi pengolahan air minum (IPA) untuk selanjutnya diolah dan digunakan untuk dikonsumsi. Ketujuh, karena pencemaran yang terjadi mulai dari hulu sampai ke hilir menyebabkan kurangnya vegetasi mangrove di muara sungai Bengawan Solo di Ujung Pangkah, Gresik (Kompas, 79-83).
xxiii
Dari hal tersebut, media foto cocok digunakan untuk menggambarkan kerusakan-kerusakan yang terjadi. Foto merupakan salah satu cara untuk berkomunikasi, merekam sebuah peristiwa yang dapat membuat orang sedih, gembira, tertawa, ataupun bersimpati. Foto akan lebih bernilai apabila foto tersebut mengandung kepentingan orang banyak. Fotografi mampu merekam sesuatu peristiwa secara obyektif, sehingga cocok untuk menyajikan peristiwa yang mengandung unsur berita. Fotografi mampu melewati batasan-batasan bahasa dan mampu diartikan sama oleh manusia di seluruh dunia tanpa harus diterjemahkan terlebih dahulu. Fotografi mampu berdiri sendiri sebagai sebuah berita, namun juga dapat digunakan sebagai pelengkap berita tulis. Karena foto memiliki fungsi untuk mengkomunikasikan pesan, maka sebuah foto yang disajikan harus bisa diapresiasi dan dipahami oleh orang-orang yang melihatnya (Alwi, 2004:5). Studi tentang kesejarahan Bengawan Solo belum banyak dilakukan, terlebih mencakup lintas masa dan sepanjang alirannya. Ekspedisi Bengawan Solo Kompas 2007 menelusuri sacara utuh sejak dari tuk (mata air) hingga muaranya. Selain itu, nilai lebih dari ekpedisi ini adalah pelibatan para peneliti, baik untuk bidang kaji ekologi sungai maupun arkeologi-sejarah. Ekspedisi yang berdurasi dua pekan (5 sampai dengan 20 Juni 2007) ini, banyak aspek kehidupan yang berhasil disingkapkan, tidak terkecuali kehidupan budayanya. Temuan yang didapat setidaknya mampu membuka “jendela” guna melongok dan memberi cercah cahaya bagi kegelapan sejarah
xxiv
terkait dengan keberadaan Bengawan Solo dalam lintas masa (Kompas, 2009:3). Bengawan Solo yang merupakan sungai terbesar dan terpanjang di Pulau Jawa saat ini menghadapi permasalahan yang sangat kompleks. Kerusakan ekologi yang parah, banjir besar di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Bengawan Solo menjadi saksi bisu bagaimana manusia Indonesia memperlakukan secra ironis sumber kehidupan utamanya yaitu air. Manusia begitu bergantung pada Bengawan Solo, tetapi pada saat yang bersamaan mereka merusaknya. Ekspedisi Bengawan Solo Kompas memotret secara mendasar masalahmasalah sungai tersebut sedalam mungkin dari sejarahnya, bagaimana peran manusia disekitar sungai, apa manfaat yang diperoleh dari sungai, hingga kerusakan yang diakibatkan oleh ulah manusia di sekitar sungai. Penelitian ini bermaksud untuk mengkaji makna dibalik simbol-simbol foto sungai Bengawan Solo yang merupakan sungai terpenting di Pulau Jawa dan sumber penghidupan bagi dua belas kabupaten/kota sepanjang Jawa Tengah sampai dengan Jawa Timur tersebut. Dalam foto-foto “Ekspedisi Bengawan Solo Kehancuran Peradaban Sungai Besar” terdapat simbol-simbol dan tanda-tanda yang membentuk sebuah sistem makna. Dalam hal ini analisis semiotik digunakan untuk mengungkapkan tanda dan simbol kerusakan lingkungan sungai berdasarkan kaidah yang berlaku. Berdasarkan uraian diatas, penulis ingin mengetahui makna dan simbol-simbol mengenai kerusakan lingkungan sungai yang
xxv
terdapat pada foto-foto “Ekspedisi Bengawan Solo Kehancuran Peradaban Sungai Besar”.
B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah diatas, dapat ditarik rumusan masalah yaitu “Apa makna yang dapat diberikan dalam tanda-tanda mengenai kerusakan lingkungan yang terdapat pada foto-foto Ekspedisi Bengawan Solo Kehancuran Peradaban Sungai Besar”.
C. Tujuan Penelitian Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan arah dalam melangkah sesuai dengan maksud penelitian. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Obyektif Untuk mengetahui makna apa saja yang diungkapkan dalam tanda-tanda mengenai kerusakan lingkungan yang terdapat pada foto-foto Ekspedisi Bengawan Solo Kehancuran Peradaban Sungai Besar. 2. Tujuan Subyektif ·
Untuk memperoleh data sebagai bahan utama penyusunan skripsi pada fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret Surakarta.
xxvi
·
Untuk meningkatkan dan mendalami berbagai teori yang telah penulis peroleh selama berada di bangku kuliah.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik dari segi teoritis maupun praktis. Adapun manfaat itu sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis : Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan di bidang penelitian komunikasi khususnya dibidang analisis semiotika foto. 2. Manfaat Praktis Menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang penelitian komunikasi dengan pendekatan semiotika
pada foto. Serta menjadi
rujukan bagi para peneliti yang berminat menganalisis lebih lanjut foto khususnya melalui pendekatan semiotika.
E. Telaah Pustaka 1. Pesan Komunikasi Proses komunikasi merupakan proses penyampaian pesan kepada orang lain dengan menggunakan simbol atau lambang. Lambang tersebut berupa bahasa, isyarat, kial atau gestur, gambar, warna, dan lain sebagainya
yang
mampu
menerjemahkan
pikiran
atau
perasaan
komunikator kepada komunikan. Pesan yang disampaikan komunikator
xxvii
kepada komunikan terdiri atas isi pesan dan lambang-lambang atau simbol. Wilbur Schramm menyebutkan bahwa apabila kita mengadakan komunikasi maka kita harus mewujudkan persamaan antara kita dengan orang lain. Sedangkan menurut Carl I. Hovland komunikasi adalah suatu proses di mana seseorang memindahkan perangsang yang biasanya berupa lambang kata-kata untuk mengubah tingkah laku orang lain (Widjaja, 2000:26). Dari berbagai pendapat, H.A.W. Widjaja menyimpulkan apa yang dipelajari oleh komunikasi adalah (Widjaja, 2000:27) : a. Pernyataan-pernyataan. b. Pernyataan antarmanusia. c. Pernyataan yang dilakukan dengan lambang-lambang. d. Lambang-lambang yang dimaksud yang berarti bagi pengirim dan penerima pesan (komunikator dan komunikan). Dari hal tersebut dapat kita simpulkan bahwa komunikasi merupakan proses pemindahan pesan berupa lambang-lambang antar manusia, selanjutnya pesan dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan apabila dimaknai sama oleh pengirim dan penerima pesan. Dalam hal ini pesan merupakan inti dari komunikasi. Pesan adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh komunikator. Pesan ini mempunyai inti pesan (tema) yang sebenarnya menjadi pengarah di dalam usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah
xxviii
laku komunikan. Pesan dapat secara panjang lebar mengupas berbagai segi, namun inti pesan dari komunikasi akan selalu mengarah kepada tujuan akhir komunikasi itu (Widjaja, 2000:32). Pesan bersifat informatif artinya pesan memberikan keteranganketerangan (fakta-fakta), kemudian komunikan mengambil kesimpulan dan keputusan sendiri. Kemudian menjadi persuasif yang berisikan bujukan, yakni membangkitkan pengertian dan kesadaran manusia bahwa apa yang kita sampaikan akan memberikan perubahan sikap, tetapi perubahan ini adalah atas kehendak sendiri (bukan dipaksakan). Manusia menyampaikan pesan dengan berbagai bahasa. Bahasa didapat dan digunakan manusia sejak zaman prasejarah. Dalam bahasa terdapat lambang-lambang atau simbol-simbol yang merupakan gagasan, ide maupun pendapat dari pengirim pesan. Kekuatan bahasa dapat digunakan untuk mengendalikan orang lain. Bahasa adalah pesan dalam bentuk kata-kata dan kalimat yang selanjutnya disebut pesan linguistik. Manusia mengucapkan kata-kata dan kalimat dengan cara tertentu. Setiap cara berkata memberikan maksud tersendiri. Cara-cara ini kita sebut pesan paraliguistik. Tetapi manusia juga menyampaikan pesan dengan cara-cara lain selain dengan bahasa, misalnya dengan isyarat; ini kita sebut pesan ekstralinguistik (Rakhmat, 2003:268). Pesan bisa terdiri dari berbagai bentuk tulisan atau representasi; bukan hanya dalam bentuk wacana tertulis, namun juga berbentuk fotografi, sinema, reportase, olahraga, pertunjukan, publikasi, yang
xxix
kesemuanya bisa berfungsi sebagai pendukung wicara mistis (Barthes, 2009:153).
Pada dasarnya pesan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu: a. Pesan Verbal Riswandi menyebutkan bahwa bahasa merupakan komunikasi verbal, bahasa adalah seperangkat kata yang disusun secara berstruktur sehingga menjadi suatu kalimat yang mengandung makna (Riswandi, 2009:59). Bahasa merupakan lambang dalam proses komunikasi yang mampu “menerjemahkan” pikiran seseorang kepada orang lain. Apakah itu berbentuk idea, informasi atau opini, baik mengenai hal yang kongkret maupun yang abstrak, bukan saja tentang hal tau peristiwa yang terjadi pada saat sekarang, melainkan juga pada waktu yang lalu dan masa yang akan datang (Effendy, 2004:11). Menurut Larry L. Baker, bahasa memiliki 3 fungsi, yaitu penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transmisi informasi. Fungsi penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasi objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi. Fungsi interaksi menekankan pada berbagai gagasan dan emosi yang dapat menghubungkan antara orang dengan orang lainnya, atau antara kelompok orang dengan kelompok lainnya. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain. Anda
xxx
juga menerima informasi setiap hari mulai bangun di pagi hari sampai tidur di malam hari. Fungsi transmisi informasi, melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain. Melalui bahasa, kita menerima informasi setiap hari dari orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung (misalnya melalui media massa) (Riswandi, 2009:60). Bahasa menurut definisi fungsional diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan (socially shared means for expressing ideas). Bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Sedangkan bahasa menurut definisi formal diartikan sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tata bahasa (all the conceivable sentences that could be generated according to the rules of its grammar). Setiap bahasa mempunyai peraturan bagaimana kata-kata harus disusun dan dirangkaikan supaya memberi arti (Rakhmat, 2003:269). Kata-kata mengandung dua jenis pengertian, yakni pengertian denotatif dan pengertian konotatif. Pengertian denotatif adalah yang mengandung arti sebagaimana tercantum dalam kamus (dictionary meaning) dan diterima secara umum oleh kebanyakan orang dengan bahasa dan kebudayaan yang sama. Pengertian konotatif adalah yang mengandung pengertian emosional atau mengandung penilaian tertentu (emotional or evaluative meaning) (Effendy, 2004:12).
xxxi
b. Pesan Nonverbal Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima. Secara sederhana, pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata (Riswandi, 2009:69). Mark L. Knapp menyebutkan lima fungsi pesan nonverbal: pertama, repetisi, mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara
verbal.
Setelah
menjelaskan
penolakan
kemudian
menggelengkan kepala berkali-kali. Kedua, substitusi, menggantikan lambang-lambang
verbal.
Tanpa
mengatakan
sesuatu,
tanda
persetujuan dapat dilakukan dengan cara mengangguk-angguk. Ketiga, kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberikan makna yang lain terhadap pesan verbal. Misalnya, memuji prestasi seseorang namun dengan mencibirkan bibir. Empat, komplemen, melengkapi dan memperkaya makna pesan verbal. Ekspresi muka menunjukkan penderitaan
yang tidak terungkap dengan kata-kata. Kelima,
aksentuasi, menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya. Mengungkapkan perasaan kesal dengan memukul mimbar (Rakhmat, 2003:287). John R. Wenburg dan William W. Wilmot mengemukakan klasifikasi lain dari pesan nonverbal. Pertama, isyarat-isyarat
xxxii
nonverbal perilaku (behavioral). Kedua, isyarat-isyarat nonverbal bersifat publik seperti ukuran ruangan dan faktor-faktor situasi lainnya (Riswandi, 2009:71). Sebagaimana pesan verbal, isyarat non verbal juga tidak dapat diterima langsung oleh komunikan karena perbedaan latar belakang seperti tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, agama, suku, bangsa, ideologi, jenis kelamin, usia, kebudayaan, dan lain-lain. Komunikan yang bersifat heterogen menjadi beban bagi komunikator untuk menyampaikan pesan, namun meskipun demikian dengan adanya empathy, yang berarti kemampuan memproyeksikan diri kepada peranan orang lain komunikasi tidak akan gagal. Deddy Mulyana membagi pesan menjadi dua, yaitu verbal dan non verbal. Bila sebuah pesan non verbal menguatkan pesan verbal, makna yang dihasilkannya cepat dan mudah, dan meningkatkan pemahaman. Kadang-kadang suatu isyarat tunggal seperti gerakan tangan atau tertegun beberapa saat, memberi penekanan khusus kepada suatu bagian pesan sehingga kita mampu untuk melihat apa yang paling dipentingkan oleh pembicara. Isyarat non verbal biasanya lebih berpengaruh daripada pesan verbal. Umumnya, bila kita sebagai penerima menangkap dua pesan yang tidak sesuai, kita lebih condong mempercayai pesan non verbal (Mulyana, 2001:114). Dale G. Leathers menyebutkan enam alasan mengapa pesan nonverbal sangat penting. Pertama, faktor-faktor nonverbal sangat
xxxiii
menentukan makna dalam komunikasi interpersonal. Kedua, perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan non verbal ketimbang pesan verbal. Ketiga, pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relatif bebas dari penipuan, distorsi, dan kerancuan. Dalam situasi komunikasi yang disebut “double binding” – ketika pesan nonverbal bertentangan dengan pesan verbal – orang bersandar pada pesan nonverbal. Keempat, pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Fungsi metakomunikatif artinya memberikan informasi tambahan yang memperjelas maksud dan makna pesan. Kelima, pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibandingkan dengan pesan verbal. Dalam paparan verbal selalu terdapat redudansi, repetisi, ambiguity (kata-kata yang berarti ganda), dan abstraksi. Diperlukan lebih banyak waktu untuk mengungkapkan pikiran kita secara verbal daripada secara nonverbal. Keenam, pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat (Rakhmat, 2003:287-289). Menurut Kusrianto, komunikasi non verbal merupakan bagian dari komunikasi visual, yaitu komunikasi yang disampaikan secara visual melalui berbagai media (Kusrianto, 2007:5). Menurut Tinarbuko, gambar merupakan salah satu wujud simbol atau bahasa visual yang di dalamnya terkandung struktur rupa seperti
xxxiv
garis, warna, dan komposisi. Ia dikelompokkan dalam kategori bahasa komunikasi non verbal (Tinarbuko, 2008:35). Komunikasi visual (visual communication) mempergunakan mata sebagai alat penglihatan. Komunikasi visual adalah komunikasi menggunakan bahasa visual, di mana unsur dasar bahasa visual (yang menjadi kekuatan utama dalam penyampaian pesan) adalah segala sesuatu yang dapat dilihat dan dapat dipakai untuk menyampaikan arti, makna, atau pesan. Dalam mempelajari komunikasi visual terdapat beberapa istilah. Berikut adalah istilah-istilah yang berhubungan dengan visual. Visual language, yaitu ilmu yang mempelajari bahasa visual. Visualisasi, yaitu kegiatan menerjemahkan atau mewujudkan informasi dalam bentuk visual. Visualiser, yaitu orang yang pekerjaannya menangani masalah visual atau mewujudkan ide ke dalam bentuk visual. Visual information adalah informasi melalui penglihatan. Visual literacy, yaitu kumpulan atau daftar karya visual (Kusrianto, 2007:10). Komunikasi menyangkut mengenai segala hal yang berkaitan dengan informasi dan memanfaatkan segala peluang yang ada dalam penyampaian pesan untuk dikomunikasikan. Termasuk aktifitas seorang visualiser memvisualkan isi hatinya lewat berbagai media agar orang lain dapat memahami dan terlibat secara emosi maupun rasa (Kusrianto, 2007:4).
xxxv
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi visual adalah suatu bentuk komunikasi yang bertumpu pada indera penglihatan dengan menggunakan segala sesuatu yang dapat dilihat untuk menyanpaikan ide dan gagasan visualiser yang diwujudkan sebagai pesan kepada orang lain agar mereka terlibat secara emosi maupun rasa. Unsur bahasa visual merupakan kekuatan utama dalam penyampaian pesan. Bahasa visual digunakan visualiser sebagai usaha pembentukan makna melalui simbol-simbol agar dapat dimaknai oleh orang lain. Graphic, atau grafis dalam Bahasa Indonesia, berasal dari Bahasa Yunani Graphein yang berarti menulis atau menggambar. Sementara itu, istilah Seni Grafis yaitu seni gambar dalam dua dimensi pada umumnya mencakup beberapa bentuk kegiatan, seperti menggambar, melukis, dan fotografi (Kusrianto, 2007:100). Konsentrasi utama pada desain komunikasi visual adalah desain grafis, yang pada dasarnya desain komunikasi visual terdiri dari dua unsur utama yaitu: verbal (tulisan) dan visual yang didalamnya mencakup fotografi. Pesan visual mempunyai kesempatan untuk dapat lebih cepat dan sangat mudah dipahami oleh khalayak daripada pesan verbal (Tinarbuko, 2008:5). Semiotik dilihat dari kaca mata desain grafis adalah ilmu komunikasi yang berkenaan dengan pengertian tanda-tanda atau simbol atau isyarat serta penerapannya. Suatu studi tentang pemaknaan
xxxvi
semiotik menyangkut aspek-aspek budaya, adat istiadat, atau kebiasaan di masyarakat. Sedangkan istilah semantik dalam dunia desain komunikasi visual dapat diartikan sebagai meneliti dan menganalisis makna dalam visual tertentu. Visualisasi image merupakan simbol dari suatu makna. Ditinjau dari makna, konsep, dan arti menurut Kusrianto terdapat dua aspek dalam visual image. Pertama, aspek secara umum bahwa suatu tanda atau simbol itu bisa diterima oleh setiap orang secara luas. Kedua, pada lingkup tertentu, tanda atau simbol yang dimengerti maknanya secara kepercayaan turun-temurun atau secara adat-istiadat (Kusrianto, 2007:59-60). Semantik simbolik yaitu suatu simbolisasi yang memiliki atau mengandung suatu makna atau pesan, berupa simbol-simbol yang merepresentasikan gagasan yang lebih kompleks dari suatu konsep yang lain. Kemudian makna tersebut diapresiasi oleh khalayak dengan dua kemungkinan. Pertama, cara denotatif yaitu makna leksikal yang mempunyai arti pokok, pasti dan terhindar dari kesalahtafsiran. Makna denotatif ini bersifat langsung, konkret dan jelas, tersurat. Kedua, konotatif, memiliki makna struktural, makna tambahan di samping makna sebenarnya. Memiliki sifat tidak langsung, maya, abstrak, dan tersirat (Kusrianto, 2007:60-61). Semiotika komunikasi visual adalah sebuah metode pembacaan karya visual. Sebuah upaya interpretasi yang didalamnya melekat fungsi komunikasi. Yaitu fungsi tanda dalam menyampaikan pesan
xxxvii
(message) dari pengirim pesan (sender) kepada penerima (receiver) tanda berdasarkan aturan atau kode-kode tertentu. Meskipun fungsi utamanya adalah fungsi komunikasi, namun bentuk-bentuk visual juga memiliki fungsi signifikasi (signification), yaitu fungsi dalam menyampaikan sebuah konsep, isi, atau makna (Tinarbuko, 2008:X). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa desain komunikasi visual terdiri dari dua unsur utama yaitu bahasa verbal dan bahasa visual di mana di dalamnya mencakup fotografi, merupakan suatu bentuk karya yang dapat dijadikan objek kajian setelah ditafsirkan berlandaskan tanda verbal dan tanda visual, juga berdasarkan kombinasi antara tanda, kode, dan makna. Manusia mampu memberikan makna dan menginternalisasikan makna terhadap suatu objek, tempat, maupun suasana dari orang-orang yang berada dalam lingkungan simbolik kita. Pemaknaan tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu, First Order Communication Event, bersifat refleks dan biasanya datang dari alam. Second Order Communication Event, adalah representasi simbolik dan interpretasi kita (Kusrianto, 2007:63). Variabel penyusunan unsur-unsur visual meliputi kedudukan, arah, ukuran, jarak, bentuk, dan jumlah. Kedudukan adalah masalah di mana suatu objek yang terbentuk oleh unsur-unsur visual ditempatkan. Arah memberikan pilihan mengenai ke arah mana suatu objek dihadapkan dan bagaimana efeknya terhadap hubungan suatu objek dengan objek
xxxviii
lainnya. Ukuran menentukan kesan besar-kecilnya sesuai peranannya. Jarak, bentuk, dan jumlah berpengaruh terhadap kepadatan, bobot, dan keluasan ruang atau bidang di mana berbagai objek dihadirkan. Kemudian berbagai elemen diatas disusun dan diorganisasikan secara harmonis antara bagian dengan bagian, maupun antara bagian dengan keseluruhan yang disebut komposisi. Komposisi meliputi kesatuan (unity), keseimbangan (balance), irama (ritme), kontras, fokus (pusat perhatian), serta proporsi (Kusrianto, 2007:33-34). Kusrianto menjelaskan, kesatuan atau unity merupakan keselarasan dari unsur-unsur yang disusun, baik dalam wujudnya maupun kaitannya dengan ide yang melandasinya. Dengan kesatuan elemenelemen yang saling mendukung maka akan diperoleh fokus yang dituju. Keseimbangan atau balance merupakan prinsip dalam komposisi yang menghindari kesan berat sebelah atas suatu bidang. Irama atau ritme adalah penyusunan unsur-unsur dengan suatu pola tertentu secara teratur agar didapatkan kesan yang menarik. Kontras diperlukan agar suatu komposisi tidak terkesan monoton. Fokus atau pusat perhatian menunjukkan bagian yang dianggap penting dan diharapkan menjadi perhatian utama. Penjagaan keharmonisan dalam fokus dilakukan dengan menjadikan segala sesuatu yang berada disekitar fokus mendukung fokus yang telah ditentukan. Proporsi adalah perbandingan ukuran antara bagian dengan bagian dan antara bagian dengan keseluruhan (Kusrianto, 2007:35-43).
xxxix
Saat ini desain komunikasi visual hanya terbatas sebagai ilmu yang mempelajari segala upaya untuk menciptakan rancangan alias desain yang bersifat kasat mata (visual) untuk menkomunikasikan maksud, maka itu sebetulnya hanya terbatas pada sepotong saja dari sebuah tujuan tatanan estetika yang lebih luas. Fotografi adalah salah satu cabang dari desain komunikasi visual (Kusrianto, 2007:12). Visual disampaikan dalam beberapa style atau gaya yang salah satunya merujuk pada photo impact, yaitu karya fotografi sebagai kekuatan utama
visualisasi
(Kusrianto,
2007:86).
Secara
prinsip,
foto
menampilkan suatu keadaan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya . karya fotografi merupakan salah satu elemen dari desain grafis (Kusrianto, 2007:117).
2. Fotografi Nicephore Niepce memulai percobaan dengan bahan-bahan kimia yang sensitif terhadap cahaya. Kemudian pada tahun 1811 seorang bekas perwira yang pernah berperang dalam pasukan Napoleon itu mendapat tempat terhormat dalam sejarah teknik dengan menciptakan istilah “Fotografi” dengan menggunakan kamera obscura untuk mengabadikan lukisan (Eddy, 2002:5). Menurut Sir John Herschell pengertian fotografi terdiri dari dua kata yaitu “photos” yang berarti cahaya dan “graphos” yang berarti tulisan
xl
atau lukisan. Kemudian fotografi diterjemahkan sebagai proses melukis atau menulis dengan menggunakan cahaya (Alwi, 2004:19). Sebuah foto akan lebih bernilai salah satunya dilihat dari sejauh mana foto itu dapat menggugah perhatian dari khalayak, bukan hanya orang atau kelompok masyarakat yang bersangkutan namun juga masyarakat umum. Fotografi menjadi salah satu media visual untuk merekam, mengabadikan atau menceritakan suatu peristiwa, foto bisa membuat orang bersedih, bergembira, tertawa-tawa atau bahkan bingung. Foto adalah salah satu cara berkomunikasi. Apa yang diketahui fotografer adalah apa yang digambarkan dalam karya fotonya. Pengetahuan kita mengenai sesuatu hal mempengaruhi cara pandang kita terhadap sebuah foto. John Berger menyebutkan bahwa cara kita melihat sesuatu dipengaruhi oleh apa yang kita ketahui atau apa yang kita percayai. Berger memberi arti penting pada foto yang disebutnya sebagai tanda yang telah dibuat kembali atau diproduksi kembali. Foto merupakan suatu penampilan, atau suatu kumpulan penampilan, yang telah dipisahkan dari tempat dan waktu di mana foto tersebut pertama kali dibuat dan dipertahankan, untuk jangka waktu beberapa saat atau beberapa abad. Yang menimbulkan kesan bahwa foto merupakan kesaksian langsung tentang dunia pada waktu yang berbeda. Foto bagi masyarakat umum merupakan satu cara menangkap peristiwa secara langsung dan menyimpannya (Berger, 2005:140).
xli
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa fotografi dengan sifatsifatnya mampu merekam sesuatu peristiwa secara langsung, yang menyajikan hasilnya secara obyektif, membuatnya sangat cocok untuk menyajikan peristiwa yang mengandung unsur berita. Fotografi benarbenar sangat menguntungkan dalam hal komunikasi antar umat manusia atau antar umat bangsa karena gambar-gambar yang dibuat oleh kamera dapat melintasi batasan-batasan bahasa dan langsung dapat dimengerti oleh manusia diseluruh dunia tanpa harus diterjemahkan terlebih dahulu. Sebuah foto mampu berdiri sendiri dan memiliki nilai berita, atau yang biasa disebut single picture. Namun foto juga dapat sebagai pelengkap atau penegas dari sebuah berita. Sebuah foto dapat mewakili ribuan kata atau kalimat. Nilai sebuah foto sama halnya dengan sebuah informasi atau berita (tulisan). Foto jurnalistik adalah foto dengan kriteria yang mengungkapkan dan memaparkan semua aspek dari semua kenyataan dengan menyiratkan rumus 5W+H (Alwi, 2004:7). Fotografi tidak dapat lepas dari unsur-unsur teknis untuk merangkainya. Dalam prosesnya, rangkaian unsur-unsur teknis tersebut dibentuk melalui tahapan memotret yang meliputi unsur komposisi, fokus, kecepatan, dan diafragma. Komposisi menurut Alwi adalah susunan dalam foto. Dalam prosesnya fotografer mempunyai peran utama untuk menyusun komposisi, karena dalam hal ini kamera tidak bisa menentukan komposisi foto. Komposisi dilakukan berdasarkan pertama, point of interest atau pusat
xlii
perhatian yang paling menonjol dalam foto, yang membuat orang langsung melihat kepada hal tersebut. Kedua, framing atau cara membingkai dalam foto. Ketiga, dalam membingkai foto, point of interest disusun posisinya dengan objek lain, menyangkut keseimbangannya yang disebut balance (Alwi, 2004:42). Komposisi juga disusun berdasarkan jarak pemotretan dengan variasi long shot, medium shot, dan close up. Juga variasi sudut pengambilan dengan high angel dan low angel. Lalu penempatan objek dengan variasi foreground dan background dengan posisi kamera vertikal atau horisontal (Alwi, 2004:45). Long shot merupakan cara pengambilan foto dengan posisi kamera berada pada jarak yang jauh dengan objek, sehingga memperoleh kesan memperlihatkan
suasana.
Medium
shot
dilakukan
dengan
jarak
pengambilan yang lebih dekat daripada long shot, gambar objek foto (point of interest) yang dihasilkan terlihat lebih besar. Close up dilakukan untuk memperlihatkan ekspresi orang atau detail suatu benda dengan cara objek pada foto terlihat dominan dan tidak ada objek lain yang menonjol. High angle adalah pemotretan dengan menempatkan objek foto lebih rendah daripada kamera, sehingga yang terlihat adalah objek foto yang terkesan mengecil. Low angle merupakan pemotretan dengan kamera yang ditempatkan lebih rendah daripada objek foto dan menghasilkan kesan objek foto terlihat lebih besar. Foreground adalah pemotretan dengan menempatkan objek lain di depan objek utama. Bertujuan untuk
xliii
memperindah sekaligus sebagai pembanding objek utama. Namun fokus tetap berada pada objek utama. Background dilakukan dengan menempatkan objek lain dibelakang objek utama. Yang tujuannya sama dengan foreground dan fokus tetap berada pada objek utama. Horisontal adalah pengambilan gambar dengan posisi kamera mendatar, sedangkan vertikal adalah pengambilan gambar dengan posisi kamera vertikal atau berdiri (Alwi, 2004:45-47). Alwi menjelaskan bahwa fokus adalah kegiatan mengatur ketajaman objek yang telah dijadikan point of interest pada saat komposisi. Pengaturan kecepatan (speed) dan diafragma (aperture) dilakukan setelah melakukan komposisi yang bertujuan untuk mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk ke kamera. Diafragma juga bertujuan untuk mengatur besar-kecilnya atau luas-sempitnya ruang tajam (depth of field) objek foto (Alwi, 2004:48-49). Angle menurut Himawan Pratista adalah sudut pandang kamera terhadap obyek yang berada didalam frame. Secara umum lagi beliau membagi menjadi tiga, yakni high angle (kamera melihat obyek dalam frame yang bereda dibawahnya), straight angle (kamera melihat obyek dalam frame dalam frame secara lurus), serta low angle (kamera melihat obyek dalam frame yang berada diatasnya). Selain hal tersebut Hermawan Pratista juga menjelaskan bahwa sudut kamera high-angle mampu membuat sebuah obyek tampak lebih kecil, lemah, serta terintimidasi.
xliv
Sementara itu low-angle membuat sebuah obyek seolah-olah terlihat lebih besar (raksasa), dominan, percaya diri, serta kuat (Pratista, 2008:106-107). Besar kecil shot yang diambil dalam pengambilan gambar (shot distance) dalam hal ini adalah dimensi jarak kamera terhadap obyek dalam frame. Adapun dimensi jarak kamera terhadap obyek oleh Himawan Pratista dapat dikelompokkan menjadi tujuh (dari jarak yang paling jauh). Pertama Extreme Long Shot merupakan jarak kamera yang paling jauh dari obyeknya, wujud fisik manusia nyaris tidak tampak. Teknis ini umumnya untuk menggambarkan sebuah obyek yang sangat jauh atau panorama yang sangat luas. Kedua adalah Long Shot, tubuh fisik manusia telah tampak jelas namun latar belakang terlihat masih dominan. Long Shot sering digunakan sebagai establishing shot yakni shot pembuka sebelum digunakan shot-shot jarak dekat. Ketiga Medium Long Shot, pada jarak ini tubuh manusia terlihat dari bawah lutut sampai keatas. Tubuh fisik manusia dan lingkungan relatif seimbang. Medium Shot, pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari pinggang keatas, gesture tubuh serta ekspresi wajah mulai tampak, sosok manusia mulai dominan dalam frame. Kelima adalah Medium Close Up, pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari dada keatas. Sosok tubuh manusia mendominasi frame dan latar belakang tidak dominan. Adegan percakapan normal biasanya menggunakan Medium Close Up. Keenam adalah Close Up, umumnya memperlihatkan wajah, tangan, kaki atau semua obyek kecil lainnya. Teknik ini mampu memperlihatkan ekspresi wajah dengan jelas serta
xlv
gesture yang mendetil. Close Up biasanya digunakan untuk adegan dialog yang lebih intim. Close Up juga memperlihatkan sangat menditil sebuah benda atau obyek. Yang terakhir adalah Extreme Close Up, pada jarak ini mampu memperlihatkan lebih menditail bagian dari wajah, seperti telinga, mata, hidung dan lainnya atau bagian dari sebuah obyek (Pratista. 2008, hal 104-106). Pencahayaan membentuk sebuah benda serta dimensi ruang. Cahaya berfungsi untuk memberikan wujud kepada sebuah benda. Tanpa cahaya foto tidak akan dapat terwujud. Setting terbagi menjadi beberapa fungsi, yang pertama, sebagai penunjuk ruang dan wilayah. Kedua adalah penunjuk waktu, setting mampu menunjukan waktu, era, musim sesuai konteks naratifnya. Ketiga adalah sebagai penunjuk status sosial para pelaku cerita. Tercabut dari komposisinya dan penjelasannya, kealamiahan citracitra ini memaksa pengamat membuat interogasi kasar, mengikatkan dirinya kepada penilaian yang harus dilakukannya sendiri tanpa dibebani kehadiran kreatif sang fotografer (Barthes, 2007:204). Dari penjelasan Barthes diatas dapat dikatakan bahwa sebuah foto dimaknai oleh pembacanya tanpa harus ada kehadiran sang fotografer. Maksudnya adalah pembaca memaknai tanda-tanda yang terdapat dalam foto tersebut berdasarkan kode-kode sosial yang berlaku tanpa harus meminta pendapat dari fotografer yang membuat foto tersebut.
xlvi
3. Foto Jurnalistik Tujuan utama fotografi adalah penyampaian pesan melalui perwujudan gambar visual. Fotografi mampu merekan segenap aspek dan tahapan dalam kehidupan manusia yang terus berkembang. Fotografi merupakan rangkaian simbol-simbol yang bermakna. Foto jurnalistik membawa kita ke tempat-tempat yang tidak biasa kita kunjungi dan menggambarkan kompleksitas kehidupan manusia. Foto jurnalistik menurut Oscar I. Motuloh, adalah suatu medium sajian untuk menyampaikan beragam bukti visual atas beberapa kejadian pada masyarakat seluas-luasnya, bahkan hingga kerak di balik peristiwa tersebut, tentu dalam tempo yang sesingkat-singkatnya (Motuloh, 2003:1). Sedangkan menurut Hermanus Prihatna, foto berita atau foto jurnalistik adalah sebuah berita visual yang disampaikan pada masyarakat luas dan tentunya mempunyai nilai berita tinggi bahkan sampai kejadian secepat mungkin. Syarat utama yang paling mendasar dari sebuah berita haruslah ingin diketahui orang banyak dan dari sudut pandang itulah kita bisa menilai kekuatan foto yang dapat disebut sebagai foto berita (Prihatna, 2003:1). Dari kedua rumusan diatas dapat disimpulkan bahwa foto jurnalistik adalah cara penyampaian pesan kepada khalayak berupa berita visual yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat luas dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Masalah yang diangkat haruslah menyangkut
xlvii
kepentingan masyarakat luas. Foto disajikan secara visual dan mampu melihat lebih dalam dibalik peristiwa tersebut. Menurut Guru Besar Universitas Missouri, Cliff Edom, foto Jurnalistik adalah “paduan kata dan gambar”. Sementara menurut editor foto majalah Life, Wilson Hicks, “Kombinasi dari kata dan gambar yang menghasilkan satu kesatuan komunikasi dari kata dan gambar yang menghasilkan satu kesatuan komunikasi saat ada kesamaan antara latar belakang pendidikan dan sosial pembacanya” (Alwi, 2004:4). Dalam foto jurnalistik fokus secara cerita dan teknis merupakan salah satu syarat foto jurnalistik yang baik. Fokus secara teknis adalah gambar mengandung tajam dan kekaburan yang beralasan dan memenuhi syarat teknis fotografi. Fokus secara cerita adalah foto mengandung kesan, pesan dan misi yang akan disampaikan kepada pembaca mudah dimengerti dan dipahami sehingga foto tersebut dapat dinikmati, melibatkan perasaan dan menggugah emosi pembaca. Menurut Frank P. Hoy dalam bukunya Photojournalism The Visual Approach, ada delapan karakteristik umum dari foto jurnalistik. First, photojournalism is communication photography. The communication can express a photojournalist’s view of a subject, but the message communicates more than personal self-expression. (Pertama, foto jurnalistik adalah komunikasi melalui foto. Komunikasi mampu mengekspresikan pandangan seorang jurnalis foto terhadap suatu subjek, tetapi pesannya menyampaikan lebih dari ekspresi pribadi) Second, the medium of photojournalism will be assumed to be the print medium-wire services, newspapers, and newsmagazines. (Kedua, medium foto jurnalistik akan diasumsikan sebagai media kabel seperti satelit atau internet, surat kabar, dan majalah)
xlviii
Third, photojournalism reports. All the effort, talent and skill of the photojournalist are aimed at reporting some aspects of the news. (Ketiga, hasil liputan foto jurnalistik. Segala usaha, bakat, dan keterampilan dari seorang jurnalis foto diperlukan pada saat meliput beberapa aspek dari berita) Fourth, photojournalism communicates by integrating words and pictures. The balance between them is flexible but even in the heavily visual photographie essay, words are needed to complete the message. (Keempat, foto jurnalistik berkomunikasi dengan memadukan kata-kata dan gambar-gambar. Keseimbangan di antara keduanya bersifat fleksibel tapi meskipun di dalam foto essai yang berat, kata-kata diperlukan untuk melengkapi pesan tersebut) Fifth, photojournalism deals with people. To succeed, the photojournalist must have a great interest in people. (Kelima, foto jurnalistik mengacu pada manusia. Agar sukses, seorang foto jurnalis harus memiliki ketertarikan yang besar terhadap orang) Sixth, photojournalism communicates to a mass audience. This means that the message must be concise and immediately understood by many different people. (Keenam, foto jurnalistik berkomunikasi kepada orang banyak. Ini berarti bahwa pesan harus singkat dan mudah dimengerti oleh orang-orang yang berbeda) Seventh, photojournalism is presented by a skilled editor. The editor decides how, or even if the report reaches the public. (Ketujuh, foto jurnalistik juga hasil kerja editor foto. Editor memutuskan bagaimana, atau bahkan bagaimana bila liputan diterima masyarakat) Eighth, the primary belief of photojournalism is that informing the public is an absolute necessity in today’s complex world. This belief is based on a the First Amendment’s protection of freedom of speech and press. (Kedelapan, keyakinan utama dari foto jurnalistik yaitu bahwa memberi informasi kepada publik merupakan kebutuhan mutlak di dunia yang kompleks ini. Keyakinan ini didasarkan pada Amandemen Pertama Atas Perlindungan Kebebasan Berbicara dan Pers) (Frank P. Hoy, 1986:5-10) Selain hal-hal diatas, ada pula beberapa karakteristik dari foto jurnalistik yang juga harus dipahami oleh Jurnalis, yaitu pertama, Dasar dari foto jurnalistik adalah gabungan antara gambar dan kata. Keseimbangan data tertulis pada teks dan mutlak. Caption sangat membantu suatu gambar bagi masyarakat. Kedua, medium foto jurnalistik
xlix
biasanya tercetak, sebagaimana adanya, disajikan secara sejujur-jujurnya, komunikatif, jelas dan mudah dipahami. Ketiga, lingkup foto jurnalistik adalah manusia. (Dewan Pers, 2007): Dari pendapat-pendapat tentang foto jurnalistik di atas, dapat disimpulkan bahwa foto jurnalistik merupakan kesatuan antara foto dan gambar dalam usaha manusia untuk berkomunikasi yang tidak dibuat-buat atau dalam pengertian diatur sedemikian rupa. Manusia sebagai lingkup fotonya serta harus diketahui orang banyak hingga kejadian yang lebih detail dibalik peristiwa tersebut dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Melaporkan berita yang isinya paduan antara teks dan foto secara singkat, padat dan mudah diterima oleh orang yang beranekaragam latar belakang kultur dan budaya merupakan kegiatan foto jurnalistik. Manusia sebagai subjek sekaligus sebagai pembaca atau khalayak. Dalam menyampaikan beritanya, foto jurnalistik harus memenuhi kebutuhan informasi dari pembacanya. Karena elemen utamanya adalah foto, maka konsekuensinya foto harus mampu dalam menggantikan kata-kata. Sementara hal-hal yang tidak bisa tergambarkan oleh foto, terungkap sebagai naskah atau caption.
a. Proses dan Teknik Foto Jurnalistik Dalam melakukan proses foto jurnalistik yang baik, tentunya tidak lepas dari syarat-syarat fotojurnalistik yaitu setelah mengandung berita secara fotografi, bagus (fotografis), syarat lain lebih kepada, foto harus
l
mencerminkan etika atau norma hukum, baik dari segi pembuatannya maupun penyiarannya (Alwi, 2004:9). Menurut Rich Clarkson dari majalah National Geographic yang menyebutkan bahwa menjadi wartawan foto bukanlah sekadar menyenangi
foto
yang
dibuat
tetapi
bagaimana
mengkomunikasikannya kepada orang lain (Alwi, 2004:10). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan proses foto jurnalistik yang baik, tentunya seorang fotografer jurnalistik harus terlebih dahulu menguasai kamera sebagai “senjata” untuk
merekam
objek
maupun
peristiwa
agar
tujuan
mengkomunikasikan pesan dapat lebih mudah dipahami oleh khalayak. Untuk itu penguasaan dalam arti memahami bagian-bagian kamera beserta fungsinya serta mengetahui teknik-teknik pengambilan foto secara baik sehingga akan mendapatkan hasil haruslah sudah dipahami fotografer. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan proses teknik foto yaitu urutan atau tahapan pengambilan objek yang dilakukan oleh fotografer sehingga menghasilkan sebuah karya foto yang bagus secara fotografis, dapat dinikmati, mencerminkan etika dan norma hukum agar tujuan utama untuk mengkomunikasikan pesan yang terkandung dalam foto dapat tercapai.. Penggunaan kamera meliputi pemahaman tentang bagian-bagian kamera seperti pengaturan tombol kecepatan, tombol pengaturan asa, tirai kamera (focal plane/curtain shutter), kaca pembidik (view finder),
li
cermin pemfokus (focusing screen), lensa, dan aksesori kamera yang merupakan hal-hal yang paling mendasar dalam fotografi, tetapi sangat berpengaruh terhadap hasil foto yang akan dibuat. Langkah pertama tersebut haruslah dipahami seorang fotografer terlebih dahulu (Alwi, 2004:26). Setelah itu, seorang fotografer juga harus memahami tentang pencahayaan,
artinya
objek
yang
diabadikan
membutuhkan
pengukuran cahaya secara tepat agar objek yang diambil terlihat secara jelas, yang secara teknik, penggunaan cahaya itu melalui pengukuran gelang diafragma dan kecepatan. Setelah teknik fotografi, unsur jurnalistik juga merupakann hal yang penting yang akan membuat foto tersebut jadi mempunyai nilai berita.
b. Objek dan Peristiwa Foto Jurnalistik Foto jurnalistik menurut Frank P. Hoy adalah komunikasi yang dilakukan
melalui
foto
(Communication
photography)
yang
mengekpresikan pandangan wartawan foto terhadap suatu subjek, tetapi pesan yang disampaikan bukan ekspresi pribadi. Kegiatan foto jurnalistik adalah kegiatan melaporkan berita. Foto jurnalistik mengacu pada manusia, manusia adalah subjek sekaligus pembaca foto jurnalistik (Alwi, 2004:4). Dari pandangan Frank P. Hoy tersebut dapat dipahami bahwa objek dan peristiwa yang berhubungan dengan manusia sebagai subjek
lii
foto merupakan hal yang sangat penting untuk diabadikan oleh seorang fotografer menyangkut pokok pikiran, gagasan serta ide yang diungkapkan oleh fotografer, namun pesan yang disampaikan tentunya tidak subjektif. Dalam foto jurnalistik manusia menjadi unsur yang sangat penting dalam sebuah frame foto. Seringkali tanpa unsur manusia, sebuah foto menjadi kurang bermakna. Namun, dalam beberapa hal unsur manusia dapat ditiadakan tanpa mengurangi makna sebuah foto. Selain itu objek dan peristiwa yang akan diabadikan bersifat universal. Foto jurnalistik yang diabadikan berdasarkan objek dan peristiwa harus memiliki kedalaman nilai berita, sehingga foto tersebut dapat menyentuh emosi dan perasaan pembaca. Foto juga harus bisa mewakili dari keadaan objek dan peristiwa yang terjadi sebenarnya. Hal ini harus dilakukan agar bisa dinikmati oleh pembaca dan juga untuk menggugah emosi dan melibatkan perasaan pembaca.
c. Tempat dan Kejadian Tempat atau kejadian menyangkut keberadaan objek dan terjadinya sebuah peristiwa merupakan social and environment atau juga dijelaskan sebagai foto-foto tentag kehidupan sosial masyarakat serta lingkungan hidupnya (Alwi, 2004:9). Hal ini dijelaskan bahwa pembaca mengetahui kapan dan di mana peristiwa itu terjadi. Kondisi sosiokultural masyarakat dapat dikaitkan sebagai tempat atau kejadian. Kondisi sosiokultural dalam masyarakat
liii
dapat digunakan sebagai pengukur sejauh mana kejadian yang berlangsung dapat mempengaruhi pola pikir dan sejauh mana kondisi tersebut berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
4. Semiotika Komunikasi Kata semi dalam semiologi berasal dari istilah latin semeion yang artinya tanda. Semiologi dikembangkan untuk menganalisis tanda-tanda. Studi sistematis suatu tanda-tanda dikenal sebagai semiologi, yang artinya secara harafiah adalah kata-kata mengenai tanda-tanda (Berger, 2005:3). Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Sobur, 2004:15). Semiotik sebagaimana dijelaskan oleh Ferdinand de Saussure dalam Course in General Linguistics, adalah “ilmu yang mempelajari peran tanda (sign) sebagai bagian dari kehidupan sosial”. Semiotika adalah ilmu yang mempelajari struktur, jenis, tipologi, serta relasi-relasi tanda
liv
dalam penggunaannya di dalam masyarakat. Oleh sebab itu, semiotika mempelajari relasi di antara komponen-komponen tanda, serta relasi antara komponen-komponen tersebut dengan masyarakat penggunanya. Saussure memandang relasi tanda sebagai relasi struktural, yang didalamnya tanda dapat dilihat sebagai sebuah kesatuan antara sesuatu yang bersifat material, oleh Roland Barthes – sebagai penerus Saussure – disebut penanda (signifier) dan sesuatu yang bersifat konseptual, yang disebut petanda (signified) (Piliang, 2003:47). Semiotika berprinsip dan menyandarkan diri pada aturan dan kode sosial yang berlaku di masyarakat, sehingga tanda dapat dipahami maknanya secara kolektif. Aksis sintagmatik yaitu, cara pemilihan dan pengkombinasian tanda-tanda, berdasarkan aturan (rule) atau kode tertentu, sehingga dapat menghasilkan sebuah ekspresi bermakna. Tandatanda dikombinasikan dilandasi oleh aturan (kode) tertentu di masyarakat. Kode adalah seperangkat aturan atau konvensi bersama yang di dalamnya terdapat tanda-tanda yang dapat dikombinasikan, sehingga memungkinkan pesan dikomunikasikan dari seseorang kepada orang lain. Metode semiotika memfokuskan pada tanda dan teks sebagai objek kajiannya, serta bagaimana peneliti menafsirkan dan memahami kode di balik tanda dan teks tersebut. Tochon dalam jurnal semiotika menyebutkan se·mi·ot·ics: 1. The study of signs and symbols as elements of communicative behavior; the
lv
analysis of systems of communication, as language, gestures, or clothing. 2. A general theory of signs and symbolism (Tochon, 2007). Istilah semiotika dan semiologi atau dalam istilah lain semasiologi, semenik, dan semik merujuk pada bidang studi yang mempelajari makna atau arti dari suatu tanda atau lambang. Brodbeck membagi makna menjadi tiga corak. Makna yang pertama adalah makna inferensial, yakni makna satu kata (lambang) adalah objek, pikiran, gagasan, konsep yang dirujuk oleh kata tersebut. Dalam uraian Ogden dan Richards (1946), proses pemberian makna (reference process) terjadi ketika kita menghubungkan lambang dengan yang ditunjukkan lambang (disebut rujukan atau referent). Satu lambang dapat menunjukkan banyak rujukan. Makna yang kedua menunjukkan arti (significance) suatu istilah sejauh dihubungkan dengan konsep-konsep yang lain. Fisher memberi contoh dengan kata phlogiston. Kata ini dahulu dipakai untuk menjelaskan pembakaran. Benda bernyala karena ada phlogiston. Kini setelah ditemukan Oksigen, phlogiston tidak berarti lagi. Makna yang ketiga adalah makna intensional, yakni makna yang dimaksud oleh seorang pemakai lambang. Makna ini terdapat pada pikiran orang, hanya dimilikinya saja (Rakhmat, 2003:277-278). Paul Cobley menuliskan Semiotics, as the study of sign systems, especially in areas where sign systems are not commonly thought to be in operation, fits perfectly with the analysis of the popular. Semiotics reveals
lvi
hidden depths. It demonstrates the complex and nuanced nature of quotidian practices (Cobley, 2007). Tanda itu sendiri berarti suatu hal atau keadaan yang menerangkan objek kepada subjek. Tanda selalu menunjuk pada hal yang riil (benda), kejadian, atau tindakan. Tanda dapat berupa benda-benda seperti tugu-tugu jalan, tanda-tanda lalu lintas, tanda pangkat dan jabatan, tanda-tanda baca dan tanda tangan. Tanda adalah arti statis, lugas, umum dan obyektif. Simbol atau lambang ialah suatu hal atau keadaan yang memimpin pemahaman subjek kepada objek. Simbol dapat berupa lambang partai, palang merah, salib, bulan bintang, simbol matematika dan logika, departemen, sekolah, universitas, dan lain-lain. Isyarat ialah suatu hal atau keadaan yang diberitahukan oleh subjek kepada objek. Artinya, subjek selalu berbuat sesuatu untuk memberitahu kepada objek yang diberi isyarat agar objek mengetahuinya pada saat itu juga. Isyarat tidak dapat ditangguhkan pemakaiannya. Ia hanya berlaku pada saat dikeluarkan oleh subjek. Isyarat dapat berupa gerak tubuh atau anggota badan (Budi HH. 1999:74). Roland Barthes mengembangkan dua sistem pertandaan bertingkat berdasarkan semiotika struktural yang dikembangkan Saussure yaitu disebutnya sebagai sistem denotasi dan konotasi. Sistem denotasi terdiri dari rantai penanda dan petanda, yakni hubungan materealitas penanda dan konsep abstrak yang ada dibaliknya. Sistem denotasi merupakan sistem pertandaan tingkat pertama. Pada tingkat denotasi, bahasa menghadirkan
lvii
konvensi atau kode-kode yang bersifat eksplisit, yakni kode-kode yang makna tandanya segera tampak ke pemukaan berdasarkan relasi penanda dan petandanya. Pada sistem konotasi rantai penanda/petanda pada sistem denotasi menjadi penanda, dan seterusnya berkaitan dengan petanda yang lain pada rantai pertandaan yang lebih tinggi. Sistem konotasi merupakan sistem pertandaan tingkat kedua. Menurut Barthes, pada tingkat konotasi, sistem kode tandanya bermuatan makna-makna tersembunyi atau dengan kata lain bahasa menghadirkan kode-kode yang makna tandanya bersifat implisit (Piliang, 2003:155). Roland Barthes menciptakan dua tingkatan pertandaan (staggered systems) yang juga memungkinkan untuk menghasilkan makna yang bertingkat
pula.
Tingkatan
pertandaan
tersebut
adalah
denotasi
(denotation) dan konotasi (connotation). Pada tingkat denotasi, perandaan menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukannya pada realitas. Pada tingkat denotasi makna yang dihasilkan bersifat eksplisit, langsung, dan pasti. Makna denotasi (denotative meaning), dalam hal ini adalah makna pada apa yang tampak. Denotasi adalah tanda yang penandanya mempunyai konvensi atau kesepakatan tingkat tinggi. Sedangkan pada tingkat konotasi makna yang dihasilkan dari hubungan antara penanda dan petanda bersifat eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti yang memungkinkan terhadap berbagai kemungkinan. Pada tingkat konotasi, aspek psikologis seperti perasaan, emosi, atau keyakinan dikaitkan dengan penanda yang menghasilkan
lviii
makna-makna lapis kedua. Makna lapis kedua tersebut bersifat implisit, tersembunyi, yang disebut makna konotatif (connotative meaning). Mitos, dalam pemahaman semiotika Barthes, adalah pengkodean makna dan nilai-nilai sosial (yang sebetulnya arbiter atau konotatif) sebagai sesuatu yang dianggap alamiah. Roland Barthes melihat mitos sebagai tahap pemaknaan yang lebih dalam tingkatannya, akan tetapi bersifat konvensional (Piliang, 2003:261). Mitos adalah cara penandaan (signification), sebuah bentuk. Pertama-tama kita harus mendeskripsikannya sebagai sebuah bentuk. Sebab mitos adalah tipe wicara, segala sesuatu bisa dijadikan mitos asalkan disajikan oleh sebuah wacana. Mitos tidak ditentukan oleh objek pesannya, namun oleh cara dia mengutarakan pesan itu sendiri (Barthes, 2009:152). Dalam sistem semiologi kita berhadapan dengan tiga istilah, yaitu penanda, petanda, dan tanda. Tanda adalah kesatuan asosiatif penanda dan petanda. Di antara penanda, petanda, dan tanda terdapat implikasi fungsional yang amat erat, yang memiliki peranan penting untuk mengkaji mitos dalam skema semiologis apabila kita melihat perbedaan di antara ketiganya (Barthes, 2009:158-159). Mitos adalah sistem khusus yang terbentuk dari serangkaian rantai semiologis yang telah ada sebelumnya: mitos adalah sistem semiologis tingkat kedua. Mitos melihat materi-materi seperti bahasa, fotografi, lukisan, poster, ritual, objek-objek, dan lain-lainnya hanya sebagai bahan
lix
mentah, sehingga kesatuannya adalah bahwa mereka berubah status hanya menjadi bahasa. Mitos hanya ingin melihat sekumpulan tanda didalamnya, sebuah tanda global yang merupakan istilah terakhir (ketiga) dari rangkaian semiologis tingkat pertama (Barthes, 2009:161). Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran ke-dua, yang dibangun atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem ke-dua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang berbeda dengan denotatif atau pemaknaan tataran pertama. Tanda denotatif terdiri atas penanda dan petanda. Pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif. Jadi, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Hal ini dijelaskan dalam peta bagaimana tanda bekerja oleh Barthes.
lx
Bagan 1.1 Peta Tanda Barthes 1. signifier
2. signified
(penanda)
(Petanda)
3. denotatif sign (tanda denotatif)
4. CONNOTATIVE SIGNIFIER
5. CONNOTATIVE SIGNIFIED
(PENANDA KONOTATIF)
(PETANDA KONOTATIF)
6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)
Peta Tanda Roland Barthes Sumber : Paul Cobley & Litza Jansz. 1999. Introducing Semiotics. NY: Totem books, hlm. 51. Alex Sobur halm 69.
Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai “mitos”, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda, namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau, dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran kedua. Di dalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda (Sobur, 2004:71).
lxi
Gambar-gambar bisa menjadi tulisan sejauh mereka bermakna. Oleh sebab itu kita akan mempergunakan bahasa, wacana, tuturan, dan lain-lain, untuk menunjuk segala unit atau sintesis yang mengandung makna, baik berbentuk verbal atau visual: fotografi akan menjadi jenis wicara bagi kita sebagaimana artikel surat kabar, bahkan objek-objek lain pun akan menjadi wicara, jika dia memaksudkan suatu makna (Barthes, 2009:154).
F. Kerangka Pemikiran Fotografi dengan sifat-sifatnya mampu merekam sesuatu secara obyektif, membuatnya sangat cocok untuk menyajikan peristiwa yang mengandung unsur berita. Fotografi mampu mewakili ribuan kata, melintasi batasanbatasan bahasa dan langsung dapat dimengerti oleh manusia diseluruh dunia tanpa harus diterjemahkan terlebih dahulu. Dalam sebuah foto terdapat rangkaian tanda dan simbol yang membentuk makna. Makna dari sebuah foto adalah pesan yang hendak disampaikan fotografer kepada khalayak. Rangkaian makna tersebut berupa tanda-tanda yang membentuk denotatif atau makna yang bersifat eksplisit dan tanda-tanda yang membentuk makna konotatif atau makna yang bersifat implisit yang membutuhkan interpretasi yang lebih mendalam. Penulis memilih metode semiotika Roland Barthes sebagai pedoman analisis yang paling tepat. Berbagai bentuk kerusakan lingkungan sungai baik dari yang tampak kasat mata maupun yang tersembunyi secara implisit akan
lxii
dianalisis berdasarkan tahapan pemaknaan yang telah ditentukan. Tahap pertama adalah tahap denotasi yaitu, tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna yang eksplisit, langsung, dan pasti. Makna denotasi (denotative meaning), dalam hal ini adalah makna pada apa yang tampak. Tahap kedua adalah tahap konotasi yaitu, tingkat penandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, yang didalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti (artinya terbuka terhadap berbagai kemungkinan).
lxiii
Bagan 1.2 Kerangka Pemikiran Foto-foto “Ekspedisi Bengawan Solo Kehancuran Peradaban Sungai Besar”
Kerusakan Lingkungan Sungai
Teknis 1. Pencahayaan 2. Jarak 3. Angle 4. Setting
Analisis Semiotik Roland Barthes
Kesimpulan Kerusakan Lingkungan Sungai Dalam Foto-foto “Ekspedisi Bengawan Solo 759 Kehancuran Peradaban Sungai Besar”
lxiv
G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan analisa semiologi komunikasi. Metode kualitatif merujuk pada prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif. Penelitian ini menggunakan metode interpretatif kualitatif. Interpretatif berarti mencari makna, berusaha memahami dengan perspektif individu yaitu kemampuan peneliti dalam memahami masalah yang akan diteliti, terutama referensi terhadap berbagai fenomena empirik yang relevan dengan apa yang menjadi subjek studi menjadi tumpuan utama dalam penelitian ini.
2. Metode Analisis Metode yang akan digunakan penulis adalah semiotika, dalam hal ini penulis menggunakan metode Roland Barthes untuk menganalisis masalah. Semiotika Roland Barthes dipilih karena metode ini dirasa paling tepat digunakan untuk menganalisis foto. Metode semiotika Roland Barthes merupakan penyempurnaan metode semiologi Saussure yang menggunakan dua tahap dalam pemaknaannya. Seperti yang telah diuraikan diatas, penulis akan mengimplementasikan kaidah-kaidah semiotik dalam konteks foto “Ekspedisi Bengawan Solo Kehancuran Peradaban Sungai Besar”. Di mana simbol dan signal akan ditelusuri dari korpus penelitian dalam kaitan terhadap kerusakan lingkungan sungai Bengawan Solo. Penguraian elemen penyusun tanda (sign, simbol, dan
lxv
signal) tersebut dapat berupa apapun yang terdapat dalam foto-foto “Ekspedisi Bengawan Solo Kehancuran Peradaban Sungai Besar” yang menggambarkan kerusakan lingkungan sungai.
3. Objek Penelitian Dalam penelitian semiotika ini yang menjadi objek penelitian adalah
foto-foto
pada
“Ekspedisi
Bengawan
Solo
Kehancuran
Peradaban Sungai Besar” Penerbit Buku Kompas, PT Kompas Media Nusantara Jalan Palmerah Selatan 26-28 Jakarta 10270. Cetakan pertama, November 2008 dan cetakan kedua, Januari 2009.
4. Jenis Data Data Primer Sumber data yang menjadi subjek penelitian ini adalah foto-foto beserta caption pada “Ekspedisi Bengawan Solo Kehancuran Peradaban Sungai Besar” yang didalamnya terdapat unsur-unsur yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu kerusakan lingkungan sungai Bengawan Solo.
5. Teknik Analisis Data Fotografi berbicara dengan bahasanya sendiri yang lain daripada bahasa lain (Soelarko, 1993:7).
lxvi
Teknik analisis data yang digunakan peneliti dalam mengelola kajian ini adalah dengan menggunakan tanda-tanda yang ada dalam fotofoto “Ekspedisi Bengawan Solo Kehancuran Peradaban Sungai Besar”, dengan menggunakan teori semiotika Roland Barthes. Peneliti memilih konsep semiotika Barthes karena merupakan konsep yang paling tepat digunakan untuk menganalisis penelitian ini, semiotika Roland Barthes merupakan penyempurnaan dari semiologi Saussure dan tanda mewakili konsep, ide, dan perasaan dalam cara tertentu sehingga memungkinkan orang untuk membaca, menyandi balik, atau menafsirkan makna yang terdapat didalamnya. a. Memilih foto Tahap pertama yang dilakukan peneliti adalah memilih foto-foto “Ekspedisi Bengawan Solo” beserta teks foto (caption) yang menunjukkan kerusakan lingkungan sungai yang kemudian diambil menjadi data penelitian. Data penelitian tersebut berisi mengenai kerusakan lingkungan sungai Bengawan Solo. Hal tersebut dapat berupa kerusakan yang ditimbulkan oleh manusia maupun oleh alam. b. Teknis foto Kemudian tahap selanjutnya, data yang masih berupa foto tersebut diuraikan menjadi teks tertulis yang dianalisis berdasarkan komposisi yang meliputi unsur-unsur pencahayaan, jarak, angle, dan setting. Komposisi dilakukan berdasarkan point of interest dalam sebuah frame yang didukung oleh unsur –unsur materi di sekitarnya sehingga
lxvii
keseimbangan
di
antara
unsur-unsur
tersebut
tetap
terjaga.
Pencahayaan meliputi bentuk (shape), kontras (contrast), warna (colour), dan tekstur. Jarak dan angle meliputi long shot, medium shot, close up, high angle, low angle, foreground, background, horizontal, dan vertical. Setting dapat digunakan sebagai penunjuk ruang atau wilayah maupun sebagai penunjuk waktu. c. Menarik makna denotatif Dalam konsep Barthes, tahap denotatif mencakup semua tanda verbal maupun nonverbal. Pada tingkat denotatif peneliti menguraikan tanda-tanda dalam foto yang bersifat eksplisit, langsung, dan pasti, dalam hal ini adalah tanda pada apa yang tampak dalam foto. Pengungkapan makna secara langsung dan kasat mata tersebut akan dihasilkan makna yang bersifat sebenarnya sesuai dengan apa yang terdapat dalam foto. d. Menarik makna konotatif Dalam konsep Barthes, tanda denotatif terdiri atas penanda denotatif dan petanda denotatif. Akan tetapi pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif. Jadi, tanda konotatif tidak sekadar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Tahap kedua,
yaitu tahap konotatif membutuhkan proses
interpretatif yang lebih dalam dan dimaknai dengan cakupan yang lebih luas. Setelah itu kemudian diperoleh petanda baru yang terkait
lxviii
dalam konteks sosial, budaya, dan sistem nilai yang ada. Pada tahap konotasi ini makna yang tersembunyi digali dan dimaknai. Pada tingkat konotasi makna yang dihasilkan bersifat eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti yang memungkinkan terhadap berbagai kemungkinan. Pada tingkat konotasi, aspek psikologis seperti perasaan, emosi, atau keyakinan dikaitkan dengan penanda yang menghasilkan makna-makna konotatif. Dari kedua tahap pemaknaan tersebut maka akan diperoleh tema kerusakan lingkungan sungai Bengawan Solo yang mengungkapkan rumusan masalah dan tujuan dari penelitian ini akan tercapai.
lxix
BAB II DESKRIPSI EKSPEDISI BENGAWAN SOLO
A. Sejarah Lahirnya Kompas Gramedia Cikal bakal berdirinya Kompas Gramedia (KG) diawali dengan diterbitkannya Majalah Intisari pada tahun 1963. Dua tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 28 Juni 1965, ditengah usaha untuk menembus situasi keterbatasan informasi yang terjadi pada saat itu, diterbitkanlah sebuah koran baru bernama Kompas oleh PK Ojong (alm), Jakob Oetama (saat ini Presdir KG) dkk. Dengan idealisme dan semangat untuk memberikan informasi yang objektif kepada masyarakat, Kompas Gramedia (KG) mengkhususkan diri untuk bergerak di bidang media komunikasi, baik melalui media cetak maupun audiovisual. Baru pada sekitar tahun 80-an Kelompok Kompas Gramedia (KG) mulai melakukan diversifikasi usaha, di luar bidang utamanya. Selain untuk mendukung usaha inti di bidang komunikasi, pengembangan usaha ini juga dimaksudkan untuk memperluas lapangan kerja sejalan dengan usaha pemerintah untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan di Indonesia. Seiring dengan pesatnya pertumbuhan dan perkembangan bisnis perusahaan, secara struktur organisasi Kompas Gramedia terbagi atas berbagai kelompok usaha (SBU) berdasarkan jenis usaha/jasa layanan yang dilakukan, seperti: Kelompok Percetakan, Kompas, Majalah, Gramedia Pustaka Utama
lxx
(GPU), Penerbitan & Multi Media (MMSP), Perdagangan & Industri, Hotel Santika, Media Olahraga (Medior), Pers Daerah, Radio Sonora, PT. Kompas Cyber Media. Pada saat ini tercatat kurang lebih 12.000 orang karyawan tergabung dalam Kelompok Kompas Gramedia, yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Toko buku Gramedia, didirikan tahun 1970, di tahun 2003 ini telah memilikilebih dari 50 buah TB Gramedia hadir di wilayah Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Beberapa TB Gramedia telah meraih sertifikat ISO. TB Gramedia merupakan salah satu bisnis dari Kelompok Usaha Perdangangan dan Industri. Bisnis lainnya bergerak di bidang produksi tissue, mebel rotan, jasa periklanan, importer dan distributor sarana pendidikan. Tahun 1973 di mana PT. Gramedia Pustaka Utama pertama kali berdiri sebagai penerbit buku umum, pada saat ini telah menerbitkan berbagai buku, baik buku anak-anak, novel, buku pelajaran sekolah, universitas, buku ilmiah, kamus dan buku-buku resep masakan. Buku-buku komputer, elektronik, seri manajemen, majalah hobi, Fotomedia dan masih banyak buku-buku seri terbitan lain, juga diterbitkan oleh penerbit yang tergabung dalam Kelompok Multi Media dan Sarana Pendidikan (MMSP). Majalah Bobo, pada awalnya terbit pada tahun 1973, sekarang telah berkembang menjadi sebuah kelompok usaha tersendiri dobawah Kelmpok Gramedia Majalah, yang terdiri dari majalah Hai, Kawanku, berbagai tabloid: Nova, Star Nova, Nakita, Cutra, Otomotif dan lain-lain. Tabloid olahraga Bola
lxxi
dan Senior, merupakan produk lain dari kempok usaha yang tergabung dalam kelompok Medior (Media Olahraga). Sistim Cetak Jarak Jauh, sebuah terobosan baru dari tekonologi percetakan Gramedia dan sekaligus sebagai salah satu upaya untuk peningkatan kualitas dari jasa layanan percetakan yang telah meraih sertifikat ISO, pada saat ini telah dipakai di beberapa anak perusahaan dari Kelompok Gramedia Percetakan yang berdiri pada tahun 1977, yaitu PT Rambang – Palembang, PT Bawen Mediatama, PT Serambi Prima Grafika (Aceh), Banjarmasin Press, PT Antar Surya Jaya (Surabaya) dan PT Medan Media Grafikatama. Kelompok Hotel Santika (Santika Group), yang tersebar hampir di setiap kota-kota besar di Indonesia, beberapa di antaranya telah meraih sertifikat ISO dan pada saat ini terus bergiat untuk meningkatkan kualitas layanan di bidang jasa perhotelan. Kelompok Usaha Pers Daerah (Persda), menerbitkan surat kabar daerah seperti: Serambi Indonesia, Sriwijawa Post, Surya dan lain-lain. Masih banyak bidang usaha lainnya yang saat ini sudah dirambah oleh Kelompok Kompas Gramedia, antara lain: Radio Sonora group, PT. Kompas Cyber Media yang bergerak dibidang jasa internet dan multi media, TV7. ¨
Budaya Perusahaan Jujur, bertanggungjawab, disiplin, kebersamaan
¨
Hubungan kerja Bukan hubungan antara majikan & buruh, melainkan hubungan antara sesama rekan kerja
lxxii
¨
Bidang usaha & pengembangannya - Menerjuni bidang usaha informasi berupa media komunikasi - Mengembangkan usaha di luar bidang utama atau diversifikasi usaha (mulai tahun 1980) untuk: > Mendukung usaha inti .> Memperluas lapangan kerja
Falsafah perusahaan merupakan nilai-nilai yang disepakati bersama yang menjadi pandangan hidup & landasan berpijak setiap karyawan di dalam melaksanakan tugasnya. Falsafah perusahaan senatiasa menjiwai dan menjadi pedoman di dalam menentukan sistem, pratuean perusahaan, strategi serta kebijakan lainnya dalam upaya mewujudkan sasaran dan cita-cita Kompas Gramedia. VISI: Bagaimana Kompas Gramedia melihat dirinya di tengah masyarakat dan bangsa yakni agen pembaharu dalam rangka ikut serta menciptakan masyarakat baru Indonesia. Masyarakat baru Indonesia adalah masyarakat yang berwatak baik, profesional, menjunjung tinggi demokrasi, terbuka mengakui kemajemukan masyarakat tanpa membedakan SARA dan setia pada negara. MISI: Merupakan alasan keberadaan KG yakni atas dasar azas solidaritas dan kemanusiaan, mencerdaskan dan memajukan kehidupan bangsa melalui bidang informasi dan bidang lain.
lxxiii
Tujuan Organisasi: Kelanggengan dan pertumbuhan dengan mengemban bisnis yang sehat. Meningkatkan kualitas SDM dan kesejahteraan karyawan dan mengemban tugas, tanggung jawab sosial dan memperluas kesempatan kerja.
B. Sejarah dan Bengawan Solo Riwayatmu Kini Bengawan Solo adalah sungai terpanjang di Pulau Jawa dengan mata air dari daerah Pegunungan Kidul, Wonogiri dan bermuara di daerah Gresik. "Bengawan" dalam bahasa Jawa berarti "sungai yang besar". Di masa lalu, sungai ini pernah dinamakan Wuluyu. Sungai ini panjangnya sekitar 548,53 km dan mengaliri dua provinsi yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kabupaten yang dilalui adalah Wonogiri, Pacitan, Sukoharjo, Klaten, Solo, Sragen, Ngawi, Blora, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, dan Gresik. a. Bengawan Solo Purba Aliran Bengawan Solo masa kini terbentuk kira-kira empat juta tahun yang lalu. Sebelumnya terdapat aliran sungai, diduga dari hulu yang sama dengan sungai yang sekarang, yang mengalir ke selatan. Karena proses pengangkatan geologis, aliran sungai itu beralih ke utara. Pantai Sadeng di bagian tenggara Daerah Istimewa Yogyakarta dikenal sebagai "muara" Bengawan Solo Purba. Pada masa purba, Bengawan Solo tidak bermuara ke Laut Jawa melainkan ke Samudera Hindia. Sisa-sisa muara ini masih dapat dilihat di dekat Pantai Sadeng, di bagian tenggara Kabupaten Gunung Kidul.
lxxiv
b. Daerah Hulu Daerah ini mayoritas meliputi daerah Hulu Kali Tenggar, Hulu Kali Muning, Hulu Waduk Gajah Mungkur serta sebagian Kabupaten Wonogiri dengan penampang sungai yang berbentuk V. Vegetasi pada daerah ini didominasi oleh tumbuhan akasia. Aktifitas yang banyak dilakukan di dareah ini adalah pertanian, seperti padi dan kacang tanah. Dinding sungai pada daerah ini rata-rata bertebing curam dan tinggi. Karena banyak digunakan untuk pertanian, daerah sekitar sungai pada bagian ini banyak mengalami erosi dan sedimentasi yang cukup tinggi. c. Daerah Tengah Daerah ini mayoritas meliputi daerah Hilir Waduk Gajah Mungkur, sebagian Kabupaten Wonogiri, Pacitan, Sukoharjo, Klaten, Solo, Sragen, sebagian Kabupaten Ngawi dan sebagian Tempuran (hilir) Kali Madiun. Selain itu daerah ini merupakan daerah yang padat penduduk. Pada umumnya kegiatan ekonomi di daerah bagian sungai ini lebih tinggi daripada bagian hulu dan hilir, dan didominasi oleh kegiatan industri. Akibatnya, banyak limbah yang masuk ke sungai dan mencemari vegetasi di daerah ini. Aktivitas masyarakat yang paling menonjol di daerah ini adalah pertanian, pemanfaatan air sebagai kebutuhan sehari-hari, peternakan dan industri.
lxxv
d. Daerah Hilir
Daerah ini mayoritas meliputi daerah sebagian Tempuran (hilir) Kali Madiun, sebagian kabupaten Ngawi, Blora, Bojonegoro, Lamongan, Tuban dan berakhir di Desa Ujungpangkah, Gresik.
Bengawan Solo Riwayatmu Kini Menyebut Sungai Bengawan Solo, pastilah terngiang di kepala syair lagu keroncong Bengawan Solo. Lagu karya Gesang ini populer tidak hanya di Jawa bahkan konon hingga ke Negeri Sakura, Jepang. Ini menjadi bukti riwayat sungai Bengawan Solo merupakan legenda abadi. Selama ratusan tahun Bengawan Solo telah menjadi urat nadi kehidupan manusia di sepanjang alirannya. Sungai Bengawan Solo membentang sepanjang kurang lebih 600Km dari hulu yang bersumber dari pegunungan Sewu di daerah Wonogiri. Sungai ini melintasi berbagai kota di Jawa Tengah hingga bermuara di Jawa Timur. Bahkan, Bengawan Solo menjadi muara bagi ratusan anak sungai kecil yang dilintasi disekitarnya. Pada masa lalu Bengawan Solo digunakan sebagai jalur transportasi. Sungai ini menghubungkan daerah kerajaan Mataram di pedalaman jawa dengan perairan sekitar Selat Madura di Laut Jawa. Kini, Sungai Bengawan Solo walaupun tidak lagi digunakan sebagai jalur transportasi tetapi memberikan banyak manfaat bagi masyarakat. Sungai ini mampu mengairi ratusan hektar sawah di sepanjang alirannya. Sungai ini juga menyuplai air
lxxvi
baku untuk kebutuhan sehari hari, air industri dan juga sebagai pembangkit tenaga listrik seperti PLTA Gajah Mungkur Wonogiri. Bengawan Solo tidak hanya menghadirkan cerita indah seperti dalam lirik lagu. Jika ditelusuri dari hulu sampai ke hilirnya, akan terlihat "borok-borok" sungai tersebut. Aliran air kini berubah menjadi deras dan sudah tidak lagi ditemukan adanya lubuk yang dalam. Hal tersebut terjadi karena proses erosi sehingga terjadi pedangkalan aliran air sungai. Akibatnya, jika musim penghujan datang, air meluap dan “menghadiahkan” banjir bagi penduduk sekitar. Ekosistem Sungai Bengawan Solo Rusak Kondisi Bengawan Solo kini semakin parah. Pendangkalan ini menjadi semakin parah tatkala ada penggelontoran lumpur dari Waduk Gajah Mungkur yang menjadi hulu Sungai Bengawan Solo. Sedimen yang digelontorkan membuat pendangkalan terhadap sungai-sungai yang dalam. Endapan yang masuk alur cukup besar sehingga kedhung atau rongga-rongga menjadi tertutup. Pendangkalan menjadikan kondisi debit air Bengawan Solo menjadi tidak stabil. Pada waktu musim kemarau Bengawan Solo kekeringan, namun pada musim
penghujan
air
meluap
dan
mengakibatkan
banjir.
Selain
mengakibatkan pendangkalan, endapan juga menjadikan rusaknya habitat. Rongga–rongga di bengawan yang biasa jadi tempat biota seperti ikan, udang, atau kerang menjadi tertutup sehingga biota tersebut akan mati.
lxxvii
Selain di badan sungai, kondisi terparah diperkirakan akan terjadi di kawasan muara bengawan. Pendangkalan bisa merambah hingga hutan bakau. Benih-benih ikan, udang, dan hewan air lain, tak lagi punya tempat berlindung jika kawasan bakau itu menjadi dangkal. Jika kondisi ini terus berlanjut, kawasan dangkal tersebut akan menjadi delta atau tanah timbul. Akibatnya selain ekosistem terancam hancur, delta juga potensial menimbulkan sengketa. Sri Rum Giyarsih, S.Si.,M.Si., staff ahli studi perencanaan pembangunan regional UGM, dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa karakteristik sosial ekonomi sebagai determinan pengelolaan DAS Bengawan Solo. Di sini penduduk merupakan faktor yang sangat penting, karena jumlah penduduk pada suatu daerah mempunyai pengaruh potensi penyebab kerusakan lingkungan termasuk kelestarian sumberdaya lahan. Dari data potensi desa tahun 2000, jumlah penduduk yang tinggal di bagian hulu dan tengah DAS Bengawan Solo mencapai 7,1 juta jiwa. Mereka tersebar di tujuh kabupaten dan satu kota di wilayah Propinsi Jawa Tengah. Jumlah ini bagian dari keseluruhan sekitar 15 juta jiwa lebih yang tinggal di sepanjang DAS Begawan Solo. Dari jumlah tersebut mayoritas penduduk bekerja di sektor pertanian, kecuali di daerah perkotaan. Di samping itu perkembangan industri baik skala rumah tangga maupun industri besar juga ikut memicu terjadinya perubahan kondisi Bengawan Solo. Dampak negatif yang dimunculkan, terjadi pencemaran sungai akibat proses produksi industri tersebut. Di Solo terdapat 23 sentra industri yang potensial menimbulkan pencemaran lingkungan. Dari 23 industri, 13 di antaranya telah
lxxviii
dilengkapi dengan instalasi pengolahan air limbah (IPAL), namun belum bekerja secara maksimal. Bahkan berdasar temuan Monitoring Pencemaran dan Teknologi Lingkungan Lembaga Gita Pertiwi, Sungai Bengawan Solo menjadi bak penerima terakhir atas buangan cair industri yang dialirkan ke sungai-sungai yang tidak mampu mendegradasi limbah. Limbah racun ini mengakibatkan air sungai tidak layak konsumsi dan membunuh habitat yang ada di dalamnya. Lahan Kritis dan Potensi Banjir di Bengawan Solo Bengawan Solo memang mendatangkan berkah bagi mereka yang hidup di sekitarnya. Lebih dari 28 persen penduduk berprofesi sebagai petani dan mengandalkan Bengawan Solo sebagai irigasi. Namun diketahui dari 1,9 juta hektar, sekitar 1,13 juta hektar luas tanah sepanjang DAS Bengawan Solo dimanfaatkan untuk lahan pertanian. Kawasan ini yang kemudian menjadi lahan kritis. Pada curah hujan yang tinggi, adanya erosi tanah akan diendapkan pada dasar sungai. Sehingga akan menyebabkan proses pendangkalan sungai. Dengan adanya pedangkalan sungai menyebabkan terjadinya luapan air sungai yang berpotensi memperbesar bahaya banjir. Selain pendangkalan akibat lahan kritis, kesadaran penduduk, terutama yang tinggal di daerah bantaran sungai masih rendah. Bengawan Solo memiliki luas daerah aliran sekitar 20.000 Km persegi, sudah banyak tertutup selain endapan sedimen lumpur karena sampah yang menumpuk.
lxxix
Masalah ini menjadi ancaman dan menurunkan daya dukung ekosistem lingkungan sungai Bengawan Solo. Bila diibaratkan sebagai sebuah sistem yang hidup, ekosistem sungai Bengawan Solo seharusnya memiliki kemampuan purifikasi, yaitu proses pembersihan secara alami. Namun, proses ini hanya bisa berjalan normal jika limbah yang dibuang masih bisa dipecah oleh jasad renik yang ada di sungai. Namun sebagai sebuah sistem, sungai ini pun memiliki keterbatasan. Ia akan memberi tanda jika sudah tidak sanggup menanggung beban pencemaran yang masuk. Itulah yang antara lain yang kini terlihat di sepanjang aliran sungai Bengawan Solo. Ikan maupun habitat yang bisa mendiami sungai mati karena limbah polusi. Kondisi di badan perairan sungai sudah tidak memungkinkan bagi organisme untuk hidup normal. Jadi sudah selayaknya jika kita juga semestinya turut menggalakkan kelestarian ekosistem lingkungan khususnya Bengawan Solo. Perlu adanya usaha membangun kesadaran publik. Selian itu juga harus ada kebijakan birokrasi yang aspiratif. Untuk itu perlu dibangun komunikasi aktif antara masyarakat, pemerintah serta stakeholder. Tanpa ada upaya ini, bisa jadi Bengawan Solo hanya akan menjadi legenda yang terkubur oleh perkembangan jaman. Bengawan Solo, beginilah riwayatmu kini. Profil Bengawan Solo Mata Air
: Kali Muning dan Kali Tenggar di Desa Jeblogan, Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Wonogiri.
lxxx
Mulai dari titik pertemuan kedua kali disebut Bengawan Solo. Ketinggian Hulu
: 495 dpl (di atas permukaan laut)
Panjang
: 548,53 kilometer
Lebar Hulu
: 3 – 50 meter
Lebar Hilir
:100 – 300 meter
Kab/Kota
: 12 (Kabupaten Wonogiri, Sukoharjo, Klaten, Kota Surakarta, Kabupaten Karanganyar, Sragen, Ngawi, Blora, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, dan Gresik)
Anak Sungai
: 78 buah
Pompa Irigasi
: 1.142 unit
Tambang Pasir
: 202 unit (tradisional), 161 unit (mesin)
Industri Batu bata
: 269 unit
Penyeberangan Perahu
: 122 lokasi
Jembatan
: 38 lokasi
C. Ekspedisi Bengawan Solo Kompas Ekspedisi Bengawan Solo Kompas dilaksanakan pada 1-20 Juni 2007 setelah sebelumnya dapat dikatakan bahwa belum ada upaya menelusuri Bengawan Solo secara utuh. Penelusuran utuh tersebut dalam pengertian menelusuri secara fisik sejak dari mata air di Pegunungan Seribu di perbatasan Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah dan Kabupaten Pacitan di Jawa Timur
lxxxi
hingga muaranya di Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik Jawa Timur. Selain itu juga menelusuri aspek sejarah, arkeologi, sosial, ekonomi, hingga lingkungan sungai terbesar dan terpanjang di Pulau Jawa tersebut. Ekspedisi ini merupakan inisiatif Desk Nusantara Harian Kompas di Jakarta pada Maret 2007, dengan informasi awal pendukung yang masih sangat minim. Meskipun ada, informasi tersebut terpencar-pencar. Terdapat informasi dan penelitian tentang jalur Bengawan Solo purba yang bermuara di Pantai Sadeng, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Terdapat pula informasi tentang sejarah peradaban sekitar Bengawan Solo, informasi tentang penelitian kualitas air Bengawan Solo dari sejumlah instansi pemerintah dan perguruan tinggi. Namun semuanya masih terpisah-pisah. Meskipun sebuah potret menyeluruh tentang sungai tersebut sangat dibutuhkan untuk mencari solusi masalah mendasar sungai tersebut yakni kerusakan ekologi yang parah. Banjir besar pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau adalah manifestasinya. Ekspedisi ini berusaha memotret secara mendasar masalah-masalah sungai tersebut sedalam mungkin
dari
sejarahnya, bagaimana peran manusia di sekitar sungai, apa manfaat yang diperoleh dari sungai, hingga kerusakan yang diakibatkan oleh ulah manusia di sekitar sungai. Karena pentingnya sungai tersebut bagi kehidupan, ekspedisi ini mengambil tema “Bengawan Solo untuk Kehidupan”. Ekspedisi ini dilaksanakan gabungan tim wartawan, Unit Penelitian dan Pengembangan, dan Unit Sumber daya Manusia Umum Kompas Biro Jawa Tengah dan Biro Jawa Timur di bawah koordinasi Desk Nusantara.
lxxxii
Sebelumnya telah dilaksanakan survei pedahuluan pada 12-24 April 2007 di bantu Unit Pandu Lingkungan Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Jendral Soedirman Purwokerto, Jawa Tengah. Hasil survei tersebut tidak hanya mempermudah pelaksanaan ekspedisi, tetapi justru memperkaya gambaran atas Bengawan Solo. Survei dilaksanakan pada akhir musim hujan, sungai sedang banjir. pada saat pelaksanaan ekspedisi, yang berada di musim kemarau, sugai sedang surut. Dengan kemungkinan dapat diperbandingkan kondisi saat Bengawan Solo kebanjiran dan kekeringan. Pada pelaksanaannya ekspedisi ini dibantu oleh UPL MPA Unsoed juga tim Pangkalan Marinir TNI Angkatan Laut Surabaya. Selain itu Universitas Sebelas Maret Surakarta, Jawa Tengah, merupakan pihak yang diajak bekerja sama untuk meneliti kualitas ekologi Bengawan Solo. Hasil ekspedisi ini hari per hari dimuat di Harian Kompas dan laporan menyeluruh juga telah disajikan dalam tulisan fokus di Kompas. Secara lebih terstruktur, tulisan-tulisan tersebut disajikan dalam buku Ekspedisi Bengawan Solo Laporan Jurnalistik Kompas Kehancuran Peradaban Sungai Besar.
lxxxiii
BAB III ANALISIS DATA
Dalam
menganalisis
foto-foto
pada
“Ekspedisi
Bengawan
Solo
Kehancuran Peradaban Sungai Besar” menggunakan metode Roland Barthes, pada bab ini penulis membahas lima korpus, masing-masing korpus yang dibahas akan meliputi makna denotatif dan konotatif tentang tanda. Dalam konsep Barthes, tahap denotatif mencakup semua tanda verbal maupun nonverbal. Pada tingkat denotatif peneliti menguraikan tanda-tanda dalam foto yang bersifat eksplisit, langsung, dan pasti, dalam hal ini adalah tanda pada apa yang tampak dalam foto. Pengungkapan makna secara langsung dan kasat mata tersebut akan dihasilkan makna yang bersifat sebenarnya sesuai dengan apa yang terdapat dalam foto. Dalam konsep Barthes pula pada saat yang bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif. Jadi, tanda konotatif tidak sekadar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Dan tahap konotatif membutuhkan proses interpretatif yang lebih dalam dan dimaknai dengan cakupan yang lebih luas. Setelah itu kemudian diperoleh petanda baru yang terkait dalam konteks sosial, budaya, dan sistem nilai yang ada. Pada tahap konotasi ini makna yang tersembunyi digali dan dimaknai. Pada tingkat konotasi makna yang dihasilkan bersifat implisit, tidak langsung dan tidak pasti yang memungkinkan terhadap berbagai kemungkinan.
lxxxiv
Di bawah ini adalah analisis makna dan tanda dengan menggunakan metode semotika pada ke lima korpus yang sudah dipilih oleh penulis, yaitu foto “Air bercampur limbah dengan warna pekat di Kampung Sewu, Kota Solo” fotografer Heru Sri Kumoro, “Batu-batuan besar yang banyak ditemukan antara Dusun Ngamban, Kecamatan Donorejo, Pacitan Jawa Timur, dan Dusun Ngulang, Kecamatan Giriwoyo, Wonogiri, Jawa Tengah” fotografer Heru Sri Kumoro, “Erosi yang menggerus lereng sungai di Desa Gedongrejo, Kecamatan Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah” fotografer Heru Sri Kumoro, “Kerusakan di hulu Sungai Bengawan Solo Kecamatan Giriwoyo, Wonogiri, Jawa Tengah” fotografer Bahana Patria Gupta, dan “Air bercampur limbah dari sungai Premulung di Kota Solo” fotografer Heru Sri Kumoro. Kelima foto tersebut dianggap penulis paling dapat menggambarkan kerusakan lingkungan sungai Bengawan Solo yang banyak menyimpan sejarah kehidupan manusia mulai dari masa berburu dan meramu hingga masa bercocok tanam dan tinggal di goa-goa kapur. Dengan kemampuan bahasa gambar dan dengan dibantu caption, foto jurnalistik dalam Ekspedisi Bengawan Solo Kehancuran Sungai Besar mampu memperhalus pesan-pesan kritisnya tanpa mengurangi ketajaman makna serta maksud yang terkandung di dalamnya.
lxxxv
KORPUS 1
Caption: Erosi yang terjadi di sepanjang hulu Bengawan Solo yang menggerus lereng sungai berpotensi mengancam lahan pertanian dan permukiman warga. Selain itu erosi juga menyumbang material yang menyebabkan sedimentasi di sepanjang aliran seperti di Desa Gedongrejo, Kecamatan Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, Kamis (7/6). Kompas/Heru Sri Kumoro 7-6-2007
lxxxvi
Analisis foto:
Foto tersebut memperlihatkan suasana hulu sungai Bengawan Solo. Dalam foto tersebut terdapat sebuah sepeda yang tergeletak dengan posisi miring. Di samping sepeda tersebut terdapat sepasang sandal jepit berwarna kuning. Foto tersebut didominasi oleh gambar dasar sungai yang lebar, sebagian besar dasar sungai tersebut telah muncul ke permukaan berupa pasir dan batu kerikil. Sedangkan bagian yang masih teraliri air kurang dari setengahnya. Pada bagian kiri sungai juga terlihat sebagian dinding sungai telah tergerus. Terdapat juga seorang berjalan pada bagian sungai yang masih teraliri air. Pada foto tersebut terdapat pohon-pohon hijau dengan kontur tanah yang berbukit dan langit yang tampak biru pada latar belakang.
Makna denotasi
Foto dari ekspedisi Bengawan Solo Kehancuran Peradaban Sungai Besar tersebut memperlihatkan suasana hulu sungai yang telah tergerus dan telah terjadi erosi, hal ini terlihat dari penggambaran pada foto dan didukung caption yang menyebutkan “Erosi yang terjadi di sepanjang hulu Bengawan Solo yang menggerus lereng sungai berpotensi mengancam lahan pertanian dan permukiman warga. Selain itu erosi juga menyumbang material yang menyebabkan sedimentasi di sepanjang aliran seperti di Desa Gedongrejo, Kecamatan Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, Kamis (7/6)”. Secara tersurat caption tersebut
lxxxvii
menyebutkan adanya kerusakan pada hulu sungai yang akan berdampak pada daerah aliran sungai di bawahnya. Kerusakan pada hulu sungai akibat erosi dan tanah yang tergerus menjadikan longsoran tanah masuk ke dalam aliran sungai. Apabila hal ini terus terjadi maka daerah pinggiran sungai akan semakin terkikis sehingga mengancam lahan pertanian dan pemukiman warga yang berada di pinggiran sungai. Selain itu akibat dari tanah yang longsor dan masuk ke dalam sungai menyebabkan bertumpuknya endapan di dalam sungai yang akan mempercepat pendangkalan sungai dan berdampak pada debit aliran sungai di bawahnya. Komposisi foto atau susunan foto dengan sebagian besar berisi penggambaran sungai, sepertiga bagiannya berupa latar belakang. Hal ini dimaksudkan agar pesan utama mengenai keadaan sungai lebih menonjol ditampilkan daripada latar belakang. Fokus secara gambar berada pada sepeda yang tergeletak, namun teknik pemotretan dilakukan dengan bukaan diafragma kecil sehingga ruang tajam menjadi lebar dan menghasilkan efek semua objek tampak kelihatan jelas sehingga focus of interest tidak langsung merangsang mata pembaca untuk tertuju pada satu objek yang menonjol, melainkan pandangan mata diarahkan pada keseluruhan gambar dalam frame yang membuat sebuah keseimbangan. Maka dari itu dapat dikatakan fokus cerita dari foto tersebut adalah keseluruhan objek yang saling mendukung dalam satu frame foto sehingga tercipta keseimbangan (balancing) di antaranya. Pengaturan kecepatan pada saat pemotretan dilakukan dengan pengukuran light meter agar cahaya yang ditangkap kamera tidak kelebihan maupun tidak
lxxxviii
kurang. Point of interest pada foto ini adalah penggambaran hulu sungai yang telah tergerus erosi dengan warna coklat dari dasar sungai yang muncul ke permukaan dan warna coklat pada tanah dinding sungai yang juga tergerus erosi, warna hijau pada pemandangan tumbuh-tumbuhan, dan warna biru pada langit. Kontras arah cahaya menggunakan main light cahaya matahari dan pengambilan gambar dilakukan pada siang hari. Keseimbangan (balance) antara point of interest pada frame foto tersebut terlihat pada pembagian ruang sepertiga dengan komposisi warna coklat, hijau, dan biru. Jarak pengambilan gambar adalah wide angle atau pengambilan gambar dilakukan dengan sudut pandang lebar, sehingga yang ditampilkan adalah penggambaran suasana hulu sungai Bengawan Solo dengan dasar sungai yang telah muncul ke permukaan dan tumbuh-tumbuhan hijau serta langit biru. Foreground foto ini adalah sebuah sepeda yang tergeletak dengan beberapa bagiannya hilang, tampak berkarat dan sudah tidak menggunakan onderdil aslinya. Pada bagian tempat duduk terbalut kain dan diikat dengan tali rafia. Sepeda tersebut tampak usang meskipun masih dapat dipakai dan terlihat dirawat dengan seadanya. Pemotretan dilakukan dengan posisi horisontal sehingga dihasilkan sudut pandang yang lebar dan memperlihatkan suasana. Pencahayaan menggunakan cahaya utama matahari, pemotretan dilakukan pada siang hari.
lxxxix
Makna konotasi
Dalam foto tersebut terdapat sebuah sepeda yang tergeletak. Sepeda dalam arti konvensional yang berlaku di masyarakat merupakan alat transportasi sederhana. Sebuah media yang digunakan sebagai alat bantu untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan tujuan salah satunya untuk mempercepat waktu tempuh. Selain itu sepeda juga seringkali digunakan sebagai alat bantu untuk mengangkut barang, namun dengan desain, bentuk, dan rancang bangun tersebut sepeda mempunyai keterbatasan daya angkut orang maupun barang. Pada jaman modern seperti sekarang ini sepeda digunakan sebagai sarana untuk berolahraga. Sebuah sarana alternatif untuk berolahraga dan menjaga kesehatan tubuh. Di samping itu, sepeda merupakan sebuah alat yang tidak menimbulkan emisi. Jadi sepeda dapat digolongkan sebagai alat yang ramah lingkungan. Dengan tidak menggunakan bahan bakar untuk menjalankannya dan bentuk yang cukup sederhana sepeda dikaitkan dengan konsep kesederhanaan dan bersahaja. Namun butuh kesabaran dan usaha keras untuk dapat mengendarainya saat pertama kali baru belajar. Sepeda pada umumnya mempunyai dua roda yang berada di depan dan di belakang. Roda sepeda merupakan sebuah konsep kerjasama (Pilo, 2010). Roda yang berada di depan adalah sebagai penunjuk arah, menentukan kemana arah sepeda tersebut harus berbelok. Roda depan dapat diibaratkan sebagai seorang pemimpin. Dia mempunyai kekuasaan dan wewenang menentukan kearah mana Ia akan mengarahkan anak buahnya. Sedangkan roda belakang merupakan roda
xc
penggerak yang akan menggerakkan sepeda maju ke depan. Roda belakang merupakan para karyawan dan pekerja yang siap dan percaya sepenuhnya kepada atasan atau pemimpin mereka. Roda belakang akan selalu mengikuti arah kemana roda depan melaju, roda belakang tidak pernah menyerobot posisi roda depan. Tugasnya adalah sebagai penggerak dan penyokong agar sepeda tersebut dapat berjalan. Dua-duanya mempunyai kecepatan yang sama, baik pemimpin maupun pekerja sama-sama bekerja keras dan bertanggung jawab atas tugas masingmasing. Komunitas-komunitas sepeda onthel tua di wilayah pedesaan Kabupaten Blora mengenal dan menghidupkan filosofi “Sastro pancal” yang artinya adalah “Sas” berarti sasmitaning atau tengara, “tro” berarti mitro atau teman, “pan” berarti mapan atau siaga, dan “cal” berarti mancal atau mengayuh. Secara keseluruhan filosofi itu berarti siap mengayuh pertemanan atau persaudaraan yang merupakan tengara mewujudkan kebersamaan (Widi, 2010). Di samping sepeda tersebut terdapat sepasang sandal jepit berwarna kuning. Sandal jepit merupakan suatu benda dengan harga murah yang keberadaanya sering kita anggap tidak penting, namun menjadi pilihan utama untuk kita pakai pada saat-saat tertentu. Sendal jepit dipakai disaat tidak formil dengan cara diinjak. Sesuai fungsinya sendal jepit dipakai untuk melindungi telapak kaki dari banyak hal. Telapak kaki merupakan bagian dari tubuh manusia yang langsung bersentuhan dengan bumi saat manusia berjalan apabila tidak menggunakan alas kaki. Sepasang sendal jepit mampu melindungi kaki tuannya dari banyak hal walaupun dia mengorbankan dirinya sendiri.
xci
Penggunaan sendal jepit dipakai pada saat yang tidak penting dan tidak formil, karena itu pula tanpa sadar kita sering menganggap sendal jepit adalah benda yang tidak penting. Sendal jepit digunakan untuk pergi ketempat yang sering kita anggap tidak penting, misalnya ke pasar tradisional, ke kamar kecil atau toilet, ke warung, dan sebagainya. Namun dari berbagai tempat keberadaan sendal jepit sering mendapat penolakan. Keberadaannya identik dengan kaum menengah ke bawah (Achuy, 2010). Kaum yang sebagian orang beranggapan bahwa mereka tidak pantas berada pada tempat-tempat yang prestisius semacam hotel, mall, institusi pendidikan, lembaga pemerintahan, dan lain-lain. Seperti halnya sendal jepit yang seringkali mendapat penolakan di tempat-tempat tersebut. Dari uraian di atas, sendal jepit mempunyai nilai tersendiri, bahkan sebagian pemilik sendal jepit menandainya dengan berbagai tanda dan inisial agar tidak hilang atau tertukar, meskipun nilai dari sendal jepit tidak mahal namun seringkali kita merasa takut kehilangan. Sesuatu yang sering tidak kita hargai namun menjadi begitu penting karena perannya. Sendal jepit dibuat dengan desain yang sederhana, dengan satu pengait dan dua tali yang melingkar pada punggung kaki. Namun dengan desain yang sederhana tersebut mampu menahan morfologi kaki yang sedemikian rumit. Dengan desain yang sederhana tersebut sendal jepit terkesan santai yaitu sendal jepit terlihat santai tidak terlalu formal sehingga membuatnya familiar dan di senangi banyak orang. Bebas, tidak seperti sepatu yang mengurung jari-jari kaki, sendal jepit justru memberikan kebebasan kepada jari-jari kaki untuk menghirup kebebasan tetapi tetap dalam batasan yaitu karet yang melingkar di punggung kaki
xcii
menandakan boleh bebas tapi tetap dalam lingkaran (aturan). Tempat berpijak, sendal jepit dengan rela dan ikhlas merelakan dirinya menjadi pijakan manusia walau manusia sendiri jarang memperhatikannya. Mengabdikan dirinya dengan kepasrahan kepada tuannya (Fikrie, 2010). Menjadi pegangan, sendal jepit menjadi penopang tempat kita menjepitkan antara ibu jari dan telunjuk jari kaki kita menandakan pegangan. Tanpa penopang atau penyangga mungkin kita tidak dapat berjalan dengan baik artinya manusia akan kehilangan arah tanpa pegangan (agama dan norma hukum yang berlaku). Tumbuhan hijau menjadi salah satu indikator keadaan lingkungan yang masih baik. Tumbuhan hijau mengindikasikan bahwa kandungan unsur hara pada tanah yang ditumbuhi tumbuhan tersebut masih baik, sehingga masih dapat ditumbuhi tanaman. Tumbuhan bagi sebagian masyarakat merupakan simbol kemakmuran dan kesejahteraan. Juga merupakan salah satu simbol kesehatan dikarenakan proses fotosintesa tumbuhan yang pada siang hari mengeluarkan oksigen bagi kebutuhan makhluk hidup lainnya untuk berproses. Dalam arti warna menurut Kriyamedia hijau melambangkan elastisitas keinginan, cenderung pasif, bertahan, mandiri, posesif, susah menerima pemikiran orang lain. Pengaruh dari warna ini antara lain teguh dan kokoh, mempertahankan miliknya, keras kepala, dan berpendirian tetap. Warna hijau juga memberikan kesan alami, sehat, dan keberuntungan (Kriyamedia, 2008). Langit biru menjadi background dalam foto tersebut. Warna biru mempunyai korelasi dengan warna hijau pada tumbuhan yang mempunyai makna pasif, bertahan, mandiri, teguh dan kokoh. Warna biru melambangkan perasaan
xciii
yang dalam. Warna ini mempunyai karakter tentang konsentrasi, ketenangan, bekerjasama, dapat menerima segala masukan, perasa, cerdas dan bersatu. Selain itu warna biru juga memberikan pengaruh lemah lembut, bijaksana, cepat puas, pangasih dan penyayang, tidak mudah tersinggung dan banyak kawan (Kriyamedia, 2008). Seorang anak kecil dalam masyarakat mencerminkan seseorang yang masih berpikiran labil. Masa kanak-kanak merupakan masa bermain dan belajar dalam waktu yang bersamaan, masa untuk menyerap ilmu sebanyak-banyaknya, belajar dari perilaku lingkungan sekitarnya. Warna merah pada baju yang dikenakan anak tersebut menurut Kriyamedia mencerminkan sifat kekuatan, kemauan, eksentrik, aktif, agresif, bersaing, warna ini memberikan pengaruh berkemauan keras dan penuh semangat (Kriyamedia, 2008). Komposisi foto dengan penggambaran sungai yang mengambil tempat lebih banyak dalam sebuah frame foto dibandingkan dengan latar belakang berupa tumbuhan hijau dan langit biru dimaksudkan agar pesan utama mengenai keadaan sungai yang telah rusak lebih menonjol ditampilkan daripada latar belakang yang masih ditumbuhi pohon. Kerusakan sungai tampak jelas dan digambarkan pada bidang yang lebih lebar, makna yang terkandung dalam hal ini adalah bahwa kerusakan lingkungan sungai telah nyata terjadi, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa juga masih ada lingkungan sungai yang masih belum rusak dan masih ditumbuhi pohon yang lebat. Tumbuhan hijau menjadi salah satu indikator keadaan lingkungan yang masih baik. Namun, kita dihadapkan pada sebuah
xciv
kenyataan bahwa sungai merupakan penopang kehidupan mulai dari pertanian, perekonomian, perdagangan bahkan kebutuhan sehari-hari seperti air minum. Setidaknya sungai Bengawan Solo menjadi penopang sumber kehidupan bagi 12 kabupaten/kota yang dilewatinya dalam lima hal. Pertama, Bengawan Solo sebagai penyedia kebutuhan air minum dari skala rakyat, perusahaan daerah air minum hingga industri. Selain itu juga dimanfaatkan sebagian masyarakat untuk keperluan mandi, cuci, dan kakus. Kedua, sebagai sumber pengairan sawah mulai dari dam-dam kecil dan sederhana, hingga skala raksasa seperti Waduk Gajah Mungkur di Wonogiri, Bendung Colo di Sukoharjo, atau Bendung Gerak Kendal di Lamongan. Ketiga, kegiatan penambangan pasir mulai dari penambangan manual sederhana, hingga menggunakan mesin penyedot pasir. Keempat, sarana transportasi air. Kelima, penyokong kegiatan industri rumah tangga berupa pembuatan batu bata (Kompas, 2009:78). Begitu besarnya peran sungai sehingga bahaya atau ancaman sekecil apapun apabila dibiarkan terus-menerus akan menjadikan masalah yang besar nantinya menyangkut hajat hidup orang banyak. Besarnya ancaman dari sekecilkecilnya kerusakan tersebut tidak dapat dibandingkan dengan keadaan lingkungan sungai yang masih baik. Seseorang berjalan pada aliran sungai yang masih teraliri air, kedalaman sungai tersebut tidak begitu dalam terlihat dari kaki seseorang tersebut yang tidak tenggelam sepenuhnya. Dari hal tersebut dapat ditarik makna bahwa sungai yang pada jaman dahulu dapat mencapai kedalaman puluhan meter dengan lebar hulu
xcv
sungai 3 sampai dengan 50 meter saat ini hanya sedalam betis orang dewasa. Hal ini menjadi bukti bahwa kerusakan telah terjadi. Fokus cerita dari foto tersebut adalah keseluruhan elemen gambar yang terlihat fokus secara keseluruhan. Maka cerita dari foto tersebut adalah keseluruhan
gambar
yang
menceritakan
keadaan
sungai
yang
terjadi
pendangkalan dan dasar sungai yang muncul ke permukaan berupa pasir dan kerikil. Kemudian dinding sungai yang mulai tergerus akibat erosi dan tidak adanya vegetasi tanaman berakar untuk menopang kontur tanah pada dinding sungai. Dengan tidak adanya vegetasi tanaman keras maka kemungkinan erosi akan terus terjadi secara terus-menerus dan akan menimbulkan dampak yang lebih besar di kemudian hari apabila tidak ada upaya dari masyarakat dan pemerintah untuk menangani masalah ini, salah satunya terkait dengan bidang pertanian yaitu pola bercocok tanam sebagian masyarakat Indonesia yang memanfaatkan pinggiran sungai untuk lahan pertanian karena kedekatan dengan sumber air. Selain itu akibat erosi maka tanah akan longsor ke dalam sungai dan menyebabkan endapan. Endapan akan terus mengendap dan berakibat pendangkalan sungai akan semakin cepat terjadi. Endapan akan menyebabkan penyumbatan terhadap saluran air. Pendangkalan sungai secara otomatis akan mengurangi debit air dan daya tampung sungai terhadap air. Dengan berkurangnya debit air maka lahan pertanian yang bertumpu pada air sungai akan terancam kurangnya pasokan air dan mempengaruhi hasil panen. Sedangkan sebagian penduduk yang menggantungkan kehidupannya pada sungai seperti para pencari ikan akan mengalami nasib yang sama karena kurangnya jumlah ikan
xcvi
yang tumbuh di sungai akibat dari telur-telur ikan dan sumber makanan yang mungkin terendap dalam sedimen. Adanya sedimen akan mengurangi penetrasi sinar ke dalam air sehingga mengurangi kecepatan fotosintesis oleh tanaman air dan air menjadi keruh. Juga penambang pasir yang meskipun lebih mudah menambang pasir karena air surut namun, pasir akan bercampur endapan lumpur yang mengurangi kualitas pasir tersebut. Sepeda dalam frame tersebut dimaknai sebagai sebuah konsep keseimbangan. Sepeda merupakan alat transportasi sederhana dengan desain dan bentuk yang sederhana pula. Pada umumnya terdiri dari dua roda, depan dan belakang. Dengan bentuk tersebut tumpuan berada pada roda yang membentuk sebuah lintasan dengan tidak terdapat alat bantu keseimbangan pada sisi kanan maupun kiri sepeda. Sehingga saat mengendarai sepeda dibutuhkan keseimbangan agar sepeda dapat berjalan dengan baik. Begitu pula dalam hal lingkungan, bukan hanya pemerintah saja yang harus bertanggungjawab terhadap kelestarian lingkungan, namun juga segenap masyarakat yang dalam hal ini merupakan sosok yang paling dekat dengan lingkungan. Dapat diibaratkan seperti mengendarai sebuah sepeda untuk maju ke depan, menjaga dan melestarikan lingkungan untuk masa depan dubutuhkan keseimbangan antara pemerintah dan masyarakat yang saling mendukung. Sandal jepit identik pemakaiannya digunakan untuk pergi ke kamar kecil atau toilet, maupun untuk pergi membuang sampah. Dalam frame tersebut dapat dimaknai sebagai pola sebagian masyarakat Indonesia yang memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan sampah raksasa sehingga kita diperbolehkan
xcvii
membuang segala sesuatu ke dalamnya. Mulai dari limbah rumah tangga, kotoran ternak, sampai dengan limbah kimia pabrik. Hal ini sering kita perhatikan dan telah jamak kita ketahui, namun sering kita tidak menyadari bahwa sungai merupakan situs peradaban suatu bangsa sebuah warisan untuk masa depan. Akibatnya sungai-sungai mengalami degradasi. Kualitas air yang ada di sungai juga mengalami penurunan sehingga tidak bisa dimanfaatkan secara baik bagi perbaikan kualitas kehidupan manusia. Sungai kemudian menjadi salah satu sumber ancaman, misalkan banjir. Sungai Bengawan Solo yang saat ini disebut sebagai sungai terpanjang dan menyimpan begitu banyak sejarah peradaban kaum berakal yaitu manusia di kemudian hari akan bernasib sama dengan sepeda dalam foto tersebut. Bengawan Solo pada masa dahulu dipuja, dijadikan ikon dan diupacarakan hingga dipersembahkan sebuah lagu yang tersohor hingga mancanegara seperti sebuah sepeda baru yang masih terawat. Tetapi saat ini seperti sebuah sepeda usang yang bagian-bagiannya berkarat, bahkan hilang hingga terkesan dirawat dengan seadanya, hingga pada akhirnya suatu saat nanti rusak dan tidak bisa digunakan lagi. Begitu pula sungai Bengawan Solo yang saat ini bagian-bagiannya mulai tergerus, pendangkalan, penyempitan, kering, tercemar dan akhirnya suatu saat tidak dapat lagi diambil manfaat darinya.
xcviii
KORPUS 2
Caption Pencemaran Air - Air bercampur limbah dengan warna pekat dari Pepe (kanan) masuk ke dalam Bengawan Solo di Kampung Sewu, Kota Solo, Selasa (12/6). Air tersebut berasal dari limbah industri percetakan dan pengecatan di Kecamatan Pasar Kliwon, Solo. Kompas/Heru Sri Kumoro 12-6-2007
xcix
Analisis foto:
Foto tersebut memperlihatkan keadaan sungai Bengawan Solo pada titik pertemuan dengan kali Pepe di Kampung Sewu, Kota Solo. Terlihat air dari Pepe berwarna pekat kecoklatan dan telah bercampur limbah industri percetakan dan pengecatan. Air tersebut telah berwarna dan tampak tenang tidak mengalir. Foto tersebut sebagian besar memperlihatkan suasana daerah aliran Sungai Bengawan Solo yang melewati daerah perkotaan. Daerah aliran sungai tampak berkelok dan menyerupai kurva S. Dalam foto tersebut sebagian kontur tanah pada pinggiran sungai terlihat kehijauan dengan sampah-sampah berserakan. Pada sepanjang pinggiran sungai terlihat masih ditumbuhi tumbuhan hijau. Latar belakang foto adalah daerah aliran sungai dan langit biru. Tidak terdapat unsur manusia pada foto tersebut.
Makna denotasi
Foto dari ekspedisi Bengawan Solo Kehancuran Peradaban Sungai Besar tersebut berisi penggambaran Daerah Aliran Sungai (DAS) ketika memasuki daerah perkotaan. Aliran tersebut merupakan daerah pertemuan antara kali Pepe yang berada di sebelah kanan frame foto dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo di Kampung Sewu Kota Solo. Aliran dari Pepe terlihat berwarna pekat dan telah tercemar oleh limbah industri.
c
Hal ini terlihat dari penggambaran dalam foto dan caption yang menyebutkan “Pencemaran Air - Air bercampur limbah dengan warna pekat dari Pepe (kanan) masuk ke dalam Bengawan Solo di Kampung Sewu, Kota Solo, Selasa (12/6). Air tersebut berasal dari limbah industri percetakan dan pengecatan di Kecamatan Pasar Kliwon, Solo”. Dari caption tersebut dapat disimpulkan bahwa telah terjadi pencemaran air Bengawan Solo oleh limbah yang berasal dari industri di Kota Solo. Dengan tercemarnya air tersebut maka warna air menjadi pekat, hal tersebut diperparah dengan kondisi aliran yang terlihat tenang dan tidak mengalir. Hal ini tentunya sangat berbahaya karena limbah pencemaran akan terus mengendap dan merusak lapisan tanah di bawahnya. Endapan dan air tercemar yang tidak mengalir kemungkinan akan menimbulkan bau yang tidak sedap dan mengganggu lingkungan sekitar. Air yang tercemar juga akan meresap dan mencemari lapisan tanah disekitarnya, hal ini akan mengganggu dan merusak vegetasi tanaman yang tumbuh disekitarnya. Foto tersebut berisi suasana DAS Bengawan Solo di Kampung Sewu, Kota Solo. Sebagian besar frame foto berisi gambaran aliran sungai dengan pinggiran sungai ditumbuhi tumbuhan hijau. Pada beberapa bagian pinggiran sungai terlihat sampah-sampah yang berserakan. Foto tersebut merupakan titik pertemuan antara kali Pepe yang masuk ke Bengawan Solo. Aliran dari Pepe terlihat cukup tenang, bahkan seakan tidak mengalir. Pembagian ruang dalam foto ini tidak terlalu ditonjolkan, sehingga lebih terkesan bahwa ini adalah sebuah foto yang memperlihatkan suasana sebuah tempat secara keseluruhan dan memenuhi frame foto.
ci
Dalam foto tersebut tidak terdapat objek yang menonjol, pandangan mata diarahkan pada keseluruhan objek yang menjadi fokus secara gambar. Dapat dikatakan fokus cerita dari foto tersebut adalah keseluruhan objek dalam satu frame foto sehingga tercipta keseimbangan (balancing) di antaranya. Hal ini dilakukan dengan teknik pemotretan bukaan diafragma kecil pada lensa kamera sehingga ruang tajam menjadi lebar dan menghasilkan efek semua objek tampak kelihatan jelas. Focus of interest tidak langsung merangsang mata pembaca untuk tertuju pada satu objek yang menonjol, melainkan pada keseluruhan gambar. Pengukuran kecepatan dilakukan menyesuaikan dengan bukaan diafragma. Point of interest dalam foto ini adalah bentuk dari aliran sungai yang menyerupai kurva S. Dengan kontras warna pada aliran Bengawan Solo dan aliran dari Pepe yang tampak coklat pekat. Arah cahaya menggunakan main light cahaya matahari yang memberikan efek bayangan pada sisi aliran sungai yang berwarna pekat. Waktu pengambilan gambar dilakukan pada siang hari, terlihat dari langit yang cerah dan cahaya terang yang merata. Komposisi warna terlihat pada bayangan hitam, coklat pekat aliran air Pepe, hijau tumbuhan dan langit biru. Keseimbangan antara point of interest dalam frame dengan bentuk kurva S sehingga terlihat jelas bahwa daerah tersebut merupakan daerah pertemuan antara kali Pepe dengan Bengawan Solo. Jarak pengambilan gambar adalah wide angle dengan sudut pandang lebar sehingga memperlihatkan suasana secara keseluruhan. Foreground pada foto ini adalah air dari kali Pepe yang berwarna pekat masuk ke Bengawan Solo. Sedangkan Background foto ini adalah daerah
cii
aliran sungai dengan pinggirannya ditumbuhi tumbuhan hijau dan langit biru. Pengambilan gambar dilakukan dengan posisi horisontal.
Makna konotasi
Dalam foto tersebut terdapat tumbuhan hijau di sepanjang aliran sungai. Hijau bagi sebagian masyarakat identik dengan warna tumbuhan dan filosofi tentang kepedulian ekologi (Hadriyani, 2010). Hijau melambangkan kekuatan, kebebasan, kemakmuran, kemampuan berinteraksi dan bersosialisasi, melindungi dan ketegaran hati (Alizar, 2010). Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tumbuhan sebagai makhluk hidup yang membutuhkan unsur-unsur hara untuk kelangsungan hidupnya, merupakan makhluk sosial. Dalam arti tumbuhan sebagai makhluk yang membutuhkan interaksi dan sosialisasi dengan makhluk hidup lain agar kelangsungan hidupnya dapat terjaga. Berinteraksi dan bersosialisasi dapat dicontohkan dalam proses penyerbukan bunga yang memerlukan bantuan kumbang, lebah maupun hewan lain agar proses tersebut dapat berlangsung. Hijau tumbuhan melambangkan kekuatan. Susunan akar pada tumbuhan mampu mengikat, menahan dan melindungi kontur tanah agar tidak longsor. Pada daerah pesisir pantai, tumbuhan bakau mampu menahan gelombang air laut dan melindungi dari terjadinya erosi. Kemampuan tumbuhan berinteraksi dan bersosialisasi bukan hanya tumbuhan bergantung pada makhluk lain untuk bertahan hidup, namun tumbuhan juga merupakan kebutuhan utama sebagian makhluk untuk hidup. Sebagian makhluk hidup menjadikan tumbuhan sebagai
ciii
sumber makanan utama, misalnya hewan herbivora, tidak dapat hidup tanpa memakan tumbuhan. Hewan sapi misalnya tidak akan dapat hidup tanpa memakan tumbuhan. Filosofi tentang tumbuhan dikaitkan dengan kepedulian terhadap ekologi. Reboisasi atau penanaman kembali hutan atau lahan yang telah gundul merupakan salah satu wujud kepedulian terhadap ekologi. Dengan adanya tumbuhan diharapkan unsur tanah gundul yang telah rusak dapat kembali baik. Tumbuhan akan terus tumbuh berkembang, begitu pula susunan akar yang berada di bawah tanah. Sehingga memungkinkan tanah yang telah rusak dapat kembali gembur dan mampu menghasilkan unsur hara yang sangat berguna bagi tumbuhan. Selain susunan akar, daun yang berguguran dan membusuk menjadikannya pupuk kompos alami. Proses fotosintesis tumbuhan menghasilkan gas oksigen yang sangat dibutuhkan bagi makhluk hidup. Untuk itu tumbuhan dan hutan dikatakan sebagai paru-paru dunia, sebagaimana fungsi paru-paru yang menghasilkan oksigen bagi tubuh manusia. Dengan adanya tumbuhan juga mempercepat proses penyerapan air hujan dan menyimpannya dalam tanah. Segala manfaat tumbuhan bagi makhluk hidup menjadikannya salah satu simbol untuk memperbaiki ekologi. Tumbuhan melambangkan kemakmuran. Selain bermanfaat bagi alam, sebagian tumbuhan juga mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Masyarakat menanam pohon jati untuk kemudian dijual karena bernilai ekonomis tinggi. Atau memanfaatkan pohon bambu yang kemudian diolah menjadi berbagai kerajinan kemudian dijual. Pohon jati merupakan pohon yang kuat, tahan lama, dan tidak mudah terserang rayap menjadikan nilai ekonomisnya cukup tinggi, sehingga
civ
dapat diartikan bahwa pohon jati merupakan lambang kemakmuran bagi sebagian masyarakat. Pada foto terlihat air dari kali Pepe berwarna coklat pekat. Air dalam kehidupan merupakan unsur yang sangat penting. Air merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Tanpa air makhluk hidup tidak dapat bertahan hidup. Kebutuhan manusia terhadap air berlangsung secara terus-menerus dan setiap hari. Hal ini dikarenakan sistem metabolisme tubuh yang setiap harinya membutuhkan unsur air untuk berproses. Namun dalam foto tersebut air dari kali Pepe terlihat berwarna coklat pekat. Hal tersebut dapat diartikan bahwa air tersebut sudah tercemar. Fardiaz menjelaskan dalam bukunya bahwa warna air yang terdapat di alam sangat bervariasi, misalnya air di rawa berwarna kuning, coklat atau kehijauan, air sungai biasanya berwarna kuning kecoklatan karena mengandung lumpur, dan air buangan yang mengandung besi/tanin dalam jumlah tinggi berwarna coklat kemerahan. Warna air yang tidak normal biasanya menunjukkan adanya polusi (Fardiaz, 1992:24). Namun makna konvensional dalam masyarakat warna coklat mengandung makna suka berebut, tidak suka memberi hati, kurang toleran, pesimis terhadap kesejahteraan dan kebahagiaan terhadap masa depan. Sedangkan respon psikologi terhadap warna coklat yaitu tanah atau bumi, reliability, comfort, dan daya tahan (Firmansyah, 2010). Seperti diungkapkan oleh Julita yang dikutip dari J. Linschoten dan Drs. Mansyur tentang warna bahwa warna coklat mengesankan hangat, identik dengan musim gugur, kotor, dan bumi (Julita, 2010). Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa warna coklat mengandung arti yang kurang
cv
menarik, kurang bersahabat, tidak ramah, kotor, namun kuat dan daya tahan. Saat musim gugur daun-daun pada tumbuhan jatuh dan berguguran di tanah, daundaun tersebut jatuh berserakan sehingga meimbulkan kesan kotor dan kurang sedap dipandang mata. Warna coklat juga identik dengan tanah, salah satu unsur bumi yang sangat penting. Tanah merupakan penopang bumi yang diatasnya tumbuh berbagai jenis makhluk hidup. Manusia berjalan berpijak pada tanah, tumbuhan hidup dan tumbuh diatas tanah. Sehingga tercipta hubungan yang menjadikan warna coklat terkesan hangat, nyaman dan menyatu dengan bumi. Sebagian arsitek mengaplikasikan hal tersebut pada lantai yang menggunkan kayu dan di warnai dengan warna coklat. Warna pekat menjadikan efek gelap. Tak banyak orang yang memilih mengaplikasikan warna-warna gelap dan pekat pada ruangan. Selain karena membuat ruangan tampak lebih sempit, warna pekat juga cenderung tampak "gelap". Padahal, terlepas dari segala kekurangannya, warna-warna gelap dan pekat dapat memberikan karakter yang kuat, pada ruangan yang diwarnainya (Anissa, 2010). Dalam foto tersebut terdapat bayangan yang menutupi sebagian aliran sungai yang tercemar. Bayangan diartikan sebagai bayang atau wayang, sehingga memiliki dua makna yaitu: (a) bayangan yang ditonton (dilihat dari belakang layar), dan (b) melihat bayangan perilaku kehidupan manusia yang memberikan pemahaman antara perilaku yang baik dan buruk. Hal tersebut diaplikasikan dalam berbagai bentuk perwatakan wayang. Misalnya raut muka wayang yang
cvi
berwarna hitam menunjukkan sifat ksatria dan warna merah menunjukkan sifat panutan atau punggawa. Juga posisi lengan tangan dan seterusnya yang mencirikan makna yang berbeda pula (Waryono, 2010). Secara sekilas kisah kehidupan dunia wayang yang seperti juga dunia manusia. Secara fisik dunia pewayangan dilengkapi dengan layar (kelir) yang diibaratkan sebagai ruang (atara bumi dan langit), batang pisang sebagai bumi (tanah), dan lampu sebagai sinar matahari. Selain bertutur tentang kehidupan dari generasi ke generasi dengan ratusan tokoh dan karakternya, juga merupakan tempat berinteraksinya beberapa ras atau bangsa. Ras dan atau bangsa dimaksud antara lain seperti bangsa dewa, bangsa kesatria, bangsa ular, bangsa kera, bangsa samudra, bangsa raksasa, bangsa gandarwo, bangsa banaspati, yang kesemuanya hidup dalam satu dunia, yaitu dunia pewayangan (Waryono, 2010). Apabila dicermati lebih dalam, kehidupan dunia wayang seperti halnya kehidupan di dunia manusia. Masing-masing tokoh mewakili berbagai perwatakan manusia tentang karakter kebaikan, keteladanan, kejujuran, dan pengorbanan. Serta karakter keburukan, kemarahan, kesombongan, dendam dan kekecewaan. Selain hal tersebut, cerminan atau bayangan kehidupan manusia dapat dilihat dari keyakinan dan ajaran dunia wayang. Misalnya tokoh Punakawan dalam dunia wayang yang memberikan pemahaman dan keyakinan bahwa “becik ketitik ala ketara, sapa sing gawe bakal nganggo” (Waryono, 2010). Yang dapat diartikan bahwa orang yang berbuat kebaikan akan selalu dikenang sebagai orang yang telah berbuat baik, namun barang siapa berbuat keburukan maka suatu saat keburukan itu akan terlihat juga
cvii
meskipun ditutup-tutupi. Siapa yang membuat sesuatu, maka Ia pula yang akan memakainya. Apabila seseorang membuat pakaian yang bagus, maka pakaian bagus tersebut yang akan Ia kenakan. Namun apabila seseorang membuat pakaian yang jelek, maka pakaian yang jelek pula yang Ia kenakan. Pakaian ibarat jati diri seseorang, pakaian bagus diibaratkan perilaku seseorang yang berbuat baik, yang akan menjadi jati dirinya dan dipandang sebagai orang baik. Namun pakaian yang jelek ibarat perilaku seseorang yang buruk yang akan melekat pada dirinya dan dipandang sebagai orang yang berkelakukan buruk. Dari berbagai hal di atas dapat dikatakan bahwa bayangan atau bayang atau wayang merupakan refleksi dan cerminan dari dunia manusia dengan berbagai kesamaan baik yang tampak secara kasat mata lewat wujud perwatakan dan karakter, maupun yang tidak tampak oleh mata lewat ideologi dan ajaran yang diajarkan oleh berbagai penokohannya. Bayangan dapat diartikan pula sebagai sesuatu yang mengawasi. Sejumlah politisi di DPR RI baru-baru ini menyatakan hendak menyusun sebuah kabinet bayangan. Kabinet bayangan ini akan terdiri dari sejumlah menteri, namun tanpa menko atau perdana menteri. Semua posisi itu sepadan dengan jabatan menteri yang ada dalam kabinet di bawah pimpinan presiden. Gagasan ini kemudian mengundang pro dan kontra. Sejumlah pengamat mengkritisi langkah sebagian anggota DPR (yang disebut atau menyebut diri ‘politisi muda’) ini sebagai ancang-ancang untuk urusan bagi-bagi kuasa di tahun 2009. Ketika kalangan partai politik maupun pengamat politik berbicara tentang perlunya kabinet bayangan untuk mengawasi pemerintah (Karim, 2010).
cviii
Menurut pengertian yang dikenal dalam ilmu politik, kabinet bayangan adalah struktur yang terdapat dalam sistem parlementer, yang terdiri dari anggotaanggota parlemen dari partai (atau koalisi partai) oposisi. Tugas utama struktur ini adalah mengawasi kinerja pemerintah yang dibentuk oleh partai (atau koalisi partai) dominan di parlemen. Mereka yang berada dalam struktur ini memang secara formal bertugas untuk membayangi setiap langkah kebijakan kabinet yang berkuasa. Itulah sebabnya mereka disebut kabinet bayangan (Karim, 2010). Pada pinggiran sungai terdapat sampah-sampah yang berserakan. Sampah menurut istilah Lingkungan untuk Manajeman adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Jika kita mendengar kata sampah pasti yang terlintas dalam pikiran kita hal-hal yang kotor, bau, menjijikkan, tidak berguna bahkan berbahaya bagi kesehatan dan seterusnya (Suryono, 2010). Dari hal diatas dapat dikatakan bahwa sampah merupakan hal yang kurang baik, hasil ekskresi yang kemudian dibuang atau terbuang. Dalam hal lain, sampah dihubungkan dengan rakyat kecil, kaum menengah ke bawah yang identik dengan tempat yang kumuh. Makna terbuang dapat diartikan secara geografis bahwa lingkungan kumuh atau tempat pembuangan sampah biasanya terdapat di pinggiran atau jauh dari perkotaan. Hal tersebut dimaksudkan agar bau dan efek yang ditimbulkan dari tumpukan sampah dapat terisolir dan tidak menjangkau lingkungan perkotaan. Sampah identik dengan status sosial yang rendah, status yang bagi sebagian besar masyarakat Indonesia berada di dalamnya. Masyarakat yang juga
cix
disebut rakyat dengan tingkat ekonomi yang rendah pula. Sehingga kegiatan yang berhubungan dengan sampah dipandang sebagian masyarakat sebagai kegiatan yang merakyat. Namun dalam konteks yang berbeda Ragile menyebutkan bahwa makna membuang sampah juga bermakna prosesi/ritual membuang sial. Misalnya deklarasi pasangan calon Presiden Mega-Pro yang memilih Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Bantar Gebang sebagai tempat pendeklarasian pasangan tersebut (Ragile, 2010). Hal tersebut mempunyai arti yang sangat mendalam, mengingat dalam kancah politik Megawati dan Prabowo sama-sama pernah mengalami kegagalan. Serta untuk mendukung aplikasi ideologi pasangan Mega-Pro yang mengusung “konsistensi ekonomi kerakyatan”. Komposisi foto tersebut menggambarkan suasana aliran sungai yang digambarkan 2/3 bagian dalam frame foto. Aliran sungai tersebut tampak tenang, tidak beriak dan mengambil tempat yang lebih banyak dibandingkan objek lainnya. Hal ini dimaksudkan agar pesan mengenai keadaan air sungai lebih menonjol dari pada pesan yang lain. Aliran sungai digambarkan secara jelas dan nyata. Aliran sungai Bengawan Solo sangat kontras dengan aliran dari kali Pepe yang telah tercemar limbah. Komposisi 2/3 bagian air merupakan simbol dari komposisi tubuh manusia yang 2/3 bagiannya tersususun oleh air. Air yang bersih merupakan zat yang memiliki makna dan manfaat yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Air sebagai sumber kehidupan makhluk untuk terus hidup karena 2/3 bagian dari
cx
tubuh kita adalah air sehingga kita sangat memerlukan air. Oleh sebab itu maka manusia lebih kuat menahan lapar dari pada menahan haus. 70% tubuh manusia adalah air. Pada konsep terbentuknya manusia, telur yang dibuahi 96%-nya adalah air. Setelah lahir, 80% tubuh seorang bayi adalah air. Semakin tubuh manusia berkembang, presentasi air berkurang dan menetap sampai batas 70% ketika manusia mencapai usia dewasa. Dengan kata lain, selama ini kita hidup sebagai air. Jadi, sebenarnya manusia adalah air. Kita juga dapat mengatakan bahwa awal kehidupan dimulai dari air dan akan berakhir dengan air (Emoto, 2006: 17). Dalam foto tersebut warna hijau tampak kontras dengan warna coklat pekat akibat pencemaran air. Hal tersebut dapat diartikan bahwa warna hijau mencerminkan kemakmuran, sedangkan warna coklat pekat merupakan pencemaran. Sejarah kemakmuran Bengawan Solo dapat dilihat dari upacara yang dahulu setiap tahun dihadiri oleh Paku Buwono X. Seperti disebutkan bahwa dahulu Kedung Bacin merupakan simbol kemakmuran Paku Buwono X (PB X). Karena lokasinya merupakan pertemuan (tempuran) Kali Cemara dan Bengawan Solo, maka di kedung sedalam puluhan meter tersebut terdapat banyak sekali ikan. Setiap tahun rombongan PB X menyaksikan acara panen ikan tahunan ketika musim kemarau tiba, berbagai jenis ikan bader, jendil, jambal, sili, dan udang mudah dijumpai dan ditangkap. Ukuran ikan tersebuat sebesar betis orang dewasa. Warga menyebutnya dengan iwak kawak, yang artinya ikan besar karena tua. Keramaian tersebut berlangsung setiap tahun, namun sejak tahun 1980-an industrialisasi menjadikan kawasan hulu penuh dengan pabrik tekstil, penyedap
cxi
rasa, pengolahan kulit, dan alkohol. Campuran dari limbah pabrik tersebut ditambah dengan limbah rumah tangga menjadi salah satu penyebab matinya berbagai jenis ikan, menyebabkan air berbau pesing dan saat kemarau air menjadi seperti kecap. Kini pemandangan Kedung Bacin tidak seperti sepuluh tahunan lalu. Orang hanya akan mendapati pemandangan air keruh dan beberapa ikan sapu-sapu bermunculan (Kompas, 2009:11-15). Dalam lampu lalu lintas, warna hijau merupakan simbol kebebasan, bebas untuk melaju. Namun, kebebasan seharusnya tidak berlaku bagi lingkungan sungai. Dalam arti sungai bukanlah tempat sampah raksasa yang semua sampah dapat dibuang ke dalamnya. Sungai ibarat sesuatu yang hidup. Mereka bergerak, mengalir, memberi nutrisi bagi makhluk lain, sebagai papan kehidupan bagi ikanikan sungai, mengairi sawah bagi manusia, dan lain-lain. Maka dari itu sungai merupakan sesuatu yang hidup. Sesuatu yang harus kita jaga, kita rawat, dan diperlakukan layaknya makhluk hidup. Seperti sebuah pepatah “air beriak tanda tak dalam, air tenang menghanyutkan”. Dalam foto tersebut keadaan aliran air digambarkan tenang bahkan terlihat tidak mengalir. Seperti makna dalam pepatah tersebut, air tenang pada bagian yang tercemar apabila dibiarkan terus menerus maka tidak akan terjadi perubahan. Kemudian lama-kelamaan orang akan terbiasa melihat sampah dan pencemaran yang terjadi di sungai. Hal tersebut kemudian menjadi sebuah hal yang dianggap wajar dan seakan menjadi sebuah kesepakatan tidak tertulis bahwa pencemaran sungai adalah sesuatu yang biasa terjadi. Pandangan tersebut apabila dibiarkan terus-menerus akan menghanyutkan pemahaman orang bahwa
cxii
pencemaran sungai adalah hal yang wajar, sehingga setiap orang boleh membuang apapun ke dalam sungai. Bayangan menutupi sebagian aliran sungai yang telah tercemar. Bayangan yang
menutupi
pencemaran
dapat
dimaknai
untuk
memperhalus
atau
menyamarkan sesuatu yang bagi sebagian orang tidak senang melihatnya dan dapat menimbulkan rasa jijik atau mual. Bayangan menutupi pencemaran yang bermakna sesuatu yang kotor dan menjijikkan. Bayangan pohon menutupi sebagian air yang tercemar. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa sebenarnya alam dapat mengatasi pencemaran, melalui proses alam air yang tercemar akan dilarutkan oleh air sungai dan kembali netral. Namun sebagian air yang tercemar tidak mampu ditutupi oleh bayangan pohon. Hal ini diartikan bahwa alam juga mempunyai keterbatasan kemampuan. Alam membutuhkan bantuan dari orang lain untuk dapat mengatasi pencemaran. Tidak semua zat pencemar dapat dilarutkan oleh alam, dan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mencerna zat tersebut. Dari hal diatas dapat disimpulkan bahwa pencemaran telah nyata terjadi. Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia merupakan oknum yang paling bertanggungjawab dalam pencemaran sungai. Hardjowigeno dan Rayes menyebutkan dalam bukunya bahwa saat ini keberadaan tanah-tanah sawah yang subur beririgasi terancam oleh gencarnya pembangunan kawasan industri dan perluasan kota (perumahan) karena dikonversikan untuk penggunaan non pertanian (Hardjowigeno dan Rayes, 2005:1). Namun kemudian limbah perkotaan, industri percetakan dan pengecatan tersebut merupakan produk
cxiii
manusia yang berakhir dan dibuang ke sungai. Sifat manusia digambarkan oleh bayangan yang hanya mampu menutupi pencemaran. Sedangkan pencemaran akan terus berlangsung, saat pandangan sebagian masyarakat yang menjadikan sungai sebagai tempat sampah raksasa terus berlanjut pula.
cxiv
KORPUS 3
Caption Batuan Besar di Hulu Bengawan Solo - Batu-batuan besar banyak ditemukan di sepanjang hulu Bengawan Solo antara Dusun Ngamban, Kecamatan Donorejo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur hingga Dusun Ngulang, Kecamatan Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, Kamis (7/6).
Kompas/Heru Sri Kumoro 7-6-2007
cxv
Analisis foto:
Foto tersebut memperlihatkan penggambaran hulu sungai Bengawan Solo. Penggambaran hulu sungai didominasi oleh batu-batuan besar yang terdapat di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo antara Dusun Ngamban, Kecamatan Donorejo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur hingga Dusun Ngulang, Kecamatan Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Komposisi batu-batuan besar tampak mendominasi frame foto. Ukuran batu-batuan tersebut hampir seluruhnya berukuran lebih besar dari manusia dewasa. Tata letak batuan tersebut acak dan tidak beraturan. Dalam foto tersebut tampak beberapa orang dewasa duduk dan berdiri di atas bebatuan. Seorang di antaranya menggunakan penutup kepala berupa caping yang terbuat dari anyaman bambu. Dalam foto tersebut memperlihatkan keadaan sungai yang kering dan tidak terdapat penggambaran aliran air. Tumbuhan hijau menjadi latar belakang frame foto tersebut.
Makna denotasi
Foto tersebut menggambarkan keadaan hulu sungai Bengawan Solo. Dari caption yang menyebutkan “Batuan Besar di Hulu Bengawan Solo - Batu-batuan besar banyak ditemukan di sepanjang hulu Bengawan Solo antara Dusun Ngamban, Kecamatan Donorejo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur hingga Dusun Ngulang, Kecamatan Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, Kamis (7/6)” dan penggambaran pada foto, maka dapat disimpulkan bahwa keadaan pada hulu
cxvi
sungai telah mengalami degradasi. Pada caption tidak menyebutkan adanya aliran air begitu pula pada penggambaran foto tampak keadaan sungai yang telah kering dengan tidak adanya aliran air. Komposisi foto menggambarkan keadaan hulu sungai dengan banyaknya batu-batuan besar disepanjang alirannya. Batu-batuan digambarkan pada bidang yang hampir memenuhi seluruh frame foto. Seperempat bagian frame foto berisi penggambaran latar belakang berupa tumbuhan hijau yang tumbuh lebat. Memberikan suasana seakan daerah tersebut berada pada tengah-tengah lembah atau bukit. Fokus dari foto tersebut berada pada tengah frame foto yaitu pada beberapa orang dewasa yang berada di atas batu-batuan. Pengaturan kecepatan dan diafragma menyesuaikan light meter sehingga cahaya yang ditangkap kamera tidak kurang maupun tidak lebih. Fokus secara gambar berada pada objek beberapa orang dewasa di atas bebatuan, namun fokus secara cerita menggambarkan keadaan hulu sungai Bengawan Solo antara Dusun Ngamban, Kecamatan Donorejo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur hingga Dusun Ngulang, Kecamatan Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah yang dengan mudah dapat ditemukan batu-batuan besar. Hal ini dikarenakan teknik pemotretan yang menggunakan bukaan diafragma kecil sehingga ruang tajam menjadi lebar dengan efek menjadikan gambar tampak kelihatan jelas pada seluruh bagian foto. Point of interest pada foto tersebut dapat dilihat dari bentuk batu-batuan besar yang secara acak tersebar pada Daerah Aliran Sungai dan hampir memenuhi frame foto. Hampir seluruhnya berukuran lebih besar dari seorang manusia dewasa. Hal ini memberikan efek penggambaran manusia tampak lebih kecil
cxvii
daripada alam sekitarnya. Kontras warna terlihat dari penggambaran batuan yang berwarna abu-abu kecoklatan dan warna hijau pada tumbuhan sebagai latar belakang. Kontras ukuran juga terlihat dari ukuran batuan dibandingkan dengan ukuran manusia dalam frame foto tersebut. Arah cahaya menggunakan main light cahaya matahari. Sedangkan waktu pengambilan gambar dapat dilihat dari arah bayangan, dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pengambilan gambar dilakukan pada siang hari. Tekstur bentuk yang menonjol dalam foto tersebut adalah komposisi batu-batuan yang secara acak tersebar dan memenuhi frame foto, komposisi tumbuhan serta objek manusia di dalamnya. Keseimbangan (balancing) tersebut terlihat dari penempatan komposisi batu-batuan sebagai point of interest didukung keseluruhan objek yaitu tumbuhan dan manusia dalam satu frame foto. Jarak pengambilan gambar menggunakan sudut pandang lebar atau wide angle sehingga penggambaran keadaan Daerah Aliran Sungai tampak secara keseluruhan. Dari penggambaran foto dapat dilihat suasana hulu sungai yang telah kering dan tidak terdapat aliran air. Foto didominasi oleh batu-batuan besar yang hampir seluruhnya berukuran lebih besar dari orang dewasa. Dengan tumbuhtumbuhan yang terlihat tumbuh lebat di sepanjang aliran sungai tampak bahwa Daerah Aliran Sungai tersebut berada di lembah atau perbukitan. Foreground foto ini adalah batu-batuan besar dengan background yaitu aliran sungai dan tumbuhan hijau. Pemotretan dilakukan dengan posisi horisontal dan dilakukan pada siang hari.
cxviii
Makna Konotasi
Dalam foto tersebut terdapat batu-batuan besar yang berserakan. Tampak ukuran batu-batuan tersebut seukuran manusia dewasa, bahkan ada pula yang jauh lebih besar. Bangkit menyebutkan bahwa batu merupakan benda padat yang terbentuk dari berbagai komposisi mineral. Tercipta melalui proses seleksi dari pasir-pasir dalam waktu yang panjang. Diproses oleh alam sehingga kemudian menjadi padat (Bangkit, 2010). Dari hal tersebut dapat dimaknai bahwa batu mempunyai sifat yang keras dan tidak mudah rusak. Batu disusun dari partikelpartikel pasir yang berbentuk butiran-butiran kecil sehingga dengan proses alam kemudian menyatu dan menjadi padat. Namun proses tersebut membutuhkan waktu yang sangat lama. Dengan prosesnya yang rumit dan membutuhkan waktu yang lama, seringkali hasil bentuk batu menjadi tidak sempurna. Terdapat bentuk batu dengan berbagai macam ukuran dan bentuk yang bulat tidak sempurna, bahkan permukaannya bergelombang dan tidak rata. Hal ini merupakan penggambaran kehidupan manusia lahir ke dunia. Manusia lahir membutuhkan waktu yang lama dan rumit. Mulai dari proses pembuahan sel telur di dalam kandungan hingga proses melahirkan yang membutuhkan perjuangan dan pengorbanan. Dalam waktu kehamilan seorang ibu harus menjaga kandungannya agar tetap sehat, tidak jarang banyak pantangan yang harus dipatuhi seorang ibu agar kandungannya teteap sehat. Namun dari proses pembentukan sel telur hingga proses kehamilan yang begitu rumit, seringkali bayi yang dilahirkan mengalami ketidak
cxix
sempurnaan. Baik itu bentuk fisik yang tidak sempurna, maupun cacat secara mental. Sifat batu yang keras melambangkan sifat manusia yang kuat dan kokoh. Meskipun lahir dengan bentuk fisik maupun psikis yang tidak sempurna, manusia seharusnya tetap bersyukur dan berusaha pantang menyerah dalam menjalani kehidupan. Seperti batu yang tak mudah rapuh oleh jaman. Manusia begitu akrab dengan batu. Cobek bagi kaum perempuan merupakan alat dapur yang sudah sangat dikenal. Sedangkan bagi kaum lelaki batu akik merupakan batu mulia sebagai hiasan cincin atau barang koleksi. Batu merupakan benda serbaguna yang sudah sangat akrab bagi kehidupan manusia. Tidak hanya pada masa kini, jauh pada jaman dahulu batu merupakan perangkat manusia purba untuk berbagai macam hal. Mulai dari batu yang digesek-gesekkan untuk menyalakan api, batu yang runcing untuk memotong, hingga batu yang digunakan sebagai tempat meletakkan mayat yaitu kubur batu. Dari hal tersebut batu dapat digunakan sebagai penentu masa dan mengungkap sejarah. Batu dapat dimaknai sebagai penentu masa dan mengungkap sejarah. Pada masa prasejarah dikenal adanya jaman batu. Dalam hal ini, menurut Tamburaka, pada saat jaman batu, manusia purba mulai berkembang kemampuannya untuk mencetuskan
konsep-konsep
tentang
alat,
kemampuan
menghayati
dan
mengalami, membedakan dan memilih, serta kemampuan untuk bergerak maju (Tamburaka, 1999:282). Batu sebagai penentu masa dapat dilihat dari bahan-bahan yang ditemukan pada jaman batu misalnya, alat-alat dari tulang dan batu, sisa-sisa dari beberapa
cxx
tanaman, gambar-gambar dalam gua, tempat-tempat penguburan, dan tulang belulang manusia purba. Bahan-bahan tersebut merupakan bahan-bahan peninggalan jaman batu yang menurut Tamburaka dalam bukunya dituliskan jaman batu yaitu mencakup masa antara empat juta tahun sebelum Masehi sampai kira-kira 20.000/10.000 tahun sebelum Masehi (Tamburaka, 1999:280). Jadi peninggalan-peninggalan jaman prasejarah berupa bahan-bahan dari batu maupun tulang tersebut diatas dapat disimpulkan berasal dari masa antara empat juta tahun sebelum Masehi sampai kira-kira 20.000/10.000 tahun sebelum Masehi. Batu sebagai pengungkap sejarah. Alat-alat yang terbuat pada jaman batu merupakan bentuk kebudayaan tingkat lanjut dan mulai berkembang dari peradaban manusia purba. Santoso dalam Tamburaka menyebutkan bahwa di samping peninggalan dalam bentuk alat batu, alat tanah yang dibakar, serta alatalat perunggu dan besi, maka manusia jaman batu berhasil mendapatkan tanaman dan ternak (Tamburaka, 1999:283). Sebagai pengungkap sejarah, alat-alat batu peninggalan jaman batu mengungkapkan berbagai hal bahwa kebudayaan pada jaman tersebut telah berkembang. Tamburaka mengungkapkan alasan mengapa alat-alat batu tersebut disebut “alat” dan bukan batu biasa yaitu, frekuensi kemiripan batu-batu tersebut sangat tinggi. Berbeda dengan frekuensi persamaan dengan batu-batu yang ditemukan di alam bebas. Kedua, jika diurutkan, maka bentuk dari batu-batu tersebut mengalami perubahan menuju ke arah perbaikan, sangat berbeda jelas dengan bentuk batu alam. Ketiga, bahan yang digunakan menunjukkan kemajuan dari bahan empuk ke arah bahan yang keras. Keempat, terdapat ukiran pada beberapa
cxxi
alat di mana ukiran tersebut tidak terdapat di alam bebas (Tamburaka, 1999:281). Dari hal diatas maka dapat diketahui bahwa alat-alat batu pada jaman purba merupakan sebuah konsep kebudayaan yang semakin maju. Sehingga dapat dikatakan bahwa batu sebagai pengungkap sejarah. Batu sebagai simbol kedewasaan. Di beberapa desa di Nias, dulu batu sebagai simbol standar seorang pemuda untuk ikut berperang. Jika mampu melompati batu dengan ketinggian yang ditentukan sang kepala suku, berarti sudah layak ikut perang. Sebab, pada zaman kerajaan Nias kuno masih sering terjadi perang antar klan atau kampung (Sujarwo, 2009). Sungai dengan segala bentuk kehidupannya merupakan sesuatu yang bagi sebagian orang dijadikan pandangan hidup, yakni mengangkat sesuatu hal dari sungai untuk kemudian dimaknai dan dijadikan arah pandangan pemikiran. Bagi sebagian masyarakat sungai merupakan filosofi kehidupan manusia. Pandangan hidup mengalir seperti air misalnya, dimaknai sebagian masyarakat sebagai pandangan untuk bersikap nrimo, pasrah dan tidak mempunyai keinginan yang aneh-aneh dalam hidupnya. Sikap tersebut diharapkan dapat menuntun seorang manusia agar menjadi lebih baik di waktu mendatang. Dengan pandangan seperti air yang ingin melaju terus, membiarkan kejadian demi kejadian datang dan dihadapi satu demi satu. Seperti aliran air di sungai yang tidak pernah merencanakan kapan akan berkelok kemana atau apa yang akan dihadapi di depannya. Batu kali dapat dimaknai sebagai hambatan yang mengganggu jalannya aliran kehidupan. Ukuran besar atau kecil batu bagi air akan menjadi sama saja.
cxxii
Air tidak akan menentang dan berusaha memecahkannya, tapi hanya akan berkelok mengitarinya untuk berlanjut pada mengalir melanjutkan hidup. Bahkan ketika hambatan itu begitu besar dan membendung jalan kehidupan, sang air hanya akan berkumpul bulir demi bulir sampai volumenya cukup untuk melewati bendungan, atau menyesap dalam pori-pori dan membiarkan bendungan itu hancur dengan sendirinya bila sudah tiba saatnya. Batu kali dimaknai sebagai hambatan dalam kehidupan. Dalam peribahasa batu dimaknai secara beragam dikaitkan dengan kata yang lain. Misalnya batu api, batu loncatan, berhati batu, dan kepala batu. Dalam peribahasa batu api dimaknai sebagai orang yang suka menghasut. Kata batu dimaknai sebagai sifat yang keras dan mempunyai keiginan yang kuat. Sedangkan api sesuai dengan sifatnya yang mampu membakar sesuatu benda. Terlebih benda tersebut kering dan rapuh misalnya ranting atau daun yang telah kering maka api akan sangat cepat merambat dan membakarnya. Jadi orang yang rapuh akan dengan sangat mudah terhasut dan akan dengan cepat menjalar ke orang lain. Peribahasa batu loncatan diartikan sebagai sesuatu yang dijadikan alat atau pijakan untuk mendapatkan sesuatu yang dihajati. Batu mempunyai sifat yang kuat dan keras sehingga mampu menopang beban untuk dijadikan pijakan. Dengan pijakan yang kuat dan kokoh, maka seseorang dapat menjadikan batu sebagai tumpuan untuk melompat. Melompat dimaknai sebagai sebuah usaha untuk meraih tingkatan yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Sehingga batu loncatan diartikan sebagai sebuah usaha untuk mendapatkan tingkatan yang lebih tinggi daripada sebelumnya dengan menggunakan alat pijakan atau suatu situasi.
cxxiii
Sedangkan peribahasa berhati batu dan kepala batu diartikan sama yaitu mempunyai sifat yang keras dan sukar menerima nasehat orang lain. Sama halnya dengan sifat batu yang keras dan tidak mudah rapuh. Namun dalam hal ini sifat batu dikonotasikan sebagai sifat yang kurang baik. Dalam foto tersebut terdapat gambar manusia dewasa. Hartoko dalam Daeng menyebutkan manusia dewasa adalah orang yang mempunyai kedewasaan fisiknya, memiliki kemampuan-kemampuan intelektual dasar dan mempunyai keterampilan-keterampilan yang cukup berguna untuk berperan secara aktif dalam kemasyarakatan serta siaga berwawansabda dengan sesama dan bersedia bekerja bagi kesejahteraan bersama. Dewasa juga berarti bisa memikul tanggung jawab, bagi perkembangan hidupnya sendiri yaitu berupaya terus-menerus dan berani teguh serta memiliki kemampuan untuk memilih langkah hidup. Serta dapat menilai situasi secara sehat berdasarkan prinsip kebenaran dan cinta kasih (Daeng, 2000: 70). Pertama-tama, manusia adalah makhluk yang memiliki kemampuan dan kewajiban (sampai batas tertentu) untuk menyelidiki arti yang dalam dari “yang ada” (Leahy, 2007:16). Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia dewasa mempunyai bentuk fisik yang lebih besar dibandingkan dengan anak-anak. Ratarata manusia normal dewasa mempunyai tinggi antara 170 cm sampai dengan 180 cm. Kedewasaan secara fisik juga dapat diartikan bahwa tingkat pertumbuhan tubuhya telah mencapai tahap yang optimal dan sudah tidak dapat bertambah tinggi lagi. Selain bentuk, manusia digolongkan telah mencapai tingkat dewasa
cxxiv
apabila fungsi organ tubuhnya telah berfungsi secara optimal. Manusia dewasa juga didefinisikan sebagai individu yang bertanggung jawab. Dengan sifatnya ini seringkali manusia menyebut dirinya sebagai merupakan seorang pemimpin. Manusia menurut Baron dan Wagele manusia digambarkan sebagai makhluk yang memiliki sifat alami yang berbeda-beda. Sifat tersebut dapat berkembang dan berubah dari masa kanak-kanak dan dewasa. Baron dan Wagele dalam bukunya Eneagram membagi sifat manusia menjadi sembilan yaitu, perfeksionis, penolong, pengejar prestasi, romantis, pengamat, pencemas, petualang, pajuang, dan pendamai. Di mana masing-masing sifat mempunyai ciri yang berbeda. Seorang perfeksionis mempunyai ciri realistis, penuh pertimbangan, dan memegang prinsip, serta berusaha menjalani hidup dengan standar yang tinggi. Penolong mempunyai ciri hangat, peduli, mengasuh, dan peka terhadap kebutuhan orang lain. Pengejar prestasi mempunyai ciri enerjik, optimis, percaya diri, dan berorientasi tujuan. Romantis mempunyai ciri perasaan yang peka, pribadi yang hangat, dan pengertian. Pengamat memiliki suatu kebutuhan akan pengetahuan, dan adalah pribadi yang introver, penuh rasa ingin tahu, analitis, dan berwawasan. Pencemas bertanggung jawab, bisa dipercaya, dan menjunjung tinggi kesetiaan. Petualang mempunyai ciri enerjik, penuh vitalitas, dan optimis. Seorang pejuang akan berterus terang, percaya diri, dan protektif. Ciri seorang pendamai adalah mudah menerima, menyenangkan, dan mendukung (Baron dan Wagele, 2005: 1819).
cxxv
Pada umumnya di antara pandangan filosofis tentang manusia dapat dibedakan dua hal yaitu manusia dipandang sebagai “substansi” dan manusia dipandang sebagai makhluk yang mempunyai “identitasnya” sendiri-sendiri (John, 2001:11). Dalam foto tersebut terdapat gambar seseorang memakai caping. Caping merupakan penutup kepala tradisional yang terbuat dari anyaman bambu dan berbentuk kerucut seperti gunung, sehingga sebagian masyarakat menyebutnya dengan caping gunung (Blenzinky, 2009). Caping tersebut biasa digunakan oleh orang desa untuk beraktifitas dan melindungi kepala dari sengatan matahari. Namun bagi masyarakat Jawa caping gunung bermakna lebih dalam yaitu mengenai perjuangan, sejarah, dan kemerdekaan yang diwujudkan dalam sebuah lagu atau dalam bahasa Jawa disebut gending atau langgam. Gending Caping Gunung, menurut Sutjipto mengisahkan tentang keluhan seorang ibu yang merawat seorang anak dari kecil hingga dewasa. Setelah dewasa si anak itu menjadi seorang yang sukses, namun, setelah sukses lupa terhadap janji-janjinya (Opick, 2008). Dalam lingkup yang lebih luas, yaitu sebuah negara atau pemerintahan, Ibu diibaratkan sebagai rakyat. Sedangkan Anak diibaratkan sebagai seorang pemimpin. Rakyat merupakan asal dari pemimpin yang sebelumnya mempunyai derajad yang sama. Pada jaman dahulu seorang pemimpin mengalami masa-masa yang sulit dan harus bersusah payah untuk menjadi seorang pemimpin. Tidak jarang untuk meraih hal tersebut Ia harus mengobral janji-janji kepada rakyat. Namun setelah sukses pemimpin melupakan janji-janji kepada rakyatnya.
cxxvi
Komposisi foto tersebut menggambarkan keadaan hulu sungai yang sangat besar. Hulu sungai digambarkan hampir memenuhi frame foto. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa fotografer berusaha memberikan penggambaran besarnya hulu sungai tersebut. Pada jaman dahulu lebar hulu Sungai Bengawan Solo mencapai 50 meter. Dari ukuran yang begitu besar dapat disimpulkan bahwa debit air yang dialirkan tentunya juga sangat besar. Namun saat ini hulu sungai telah menjadi kering, tidak terdapat penggambaran aliran air. Sehingga kerusakan telah nyata terjadi. Meskipun keadaan sekitar masih ditumbuhi pepohonan, namun pada kenyataannya saat ini hulu Sungai Bengawan Solo tidak lagi mengalirkan air. Dalam foto tersebut batuan besar mewakili kekuatan alam, kekuatan yang tidak mampu dilawan oleh manusia. Sifat batu yang kuat dan tidak mudah rapuh meruapakan ciri kekuatan alam yang dahsyat. Saat banjir Sungai Bengawan Solo meluap dan menggenangi berbagai kabupaten di sepanjang alirannya. Dalam Kompas tercatat bahwa banjir yang diakibatkan Bengawan Solo mulai terjadi pada tahun 1863. Kemudian pada tahun 1966 tercatat sebagai banjir yang paling parah yang merendam 93 kecamatan dengan korban jiwa mencapai 168 orang tewas. Selain itu banjir juga merusak sejumlah besar lahan pertanian, rumah dan infrastruktur lainnya (Kompas, 2009:254). Dan saat banjir tersebut manusia tidak mampu berbuat apa-apa selain menunggu banjir reda. Hal tersebut menjadi bukti bahwa kekuatan alam tidak sebanding dengan manusia. Kekuatan alam yang tidak sebanding dengan manusia juga digambarkan dalam bentuk ukuran. Ukuran batu yang rata-rata lebih besar dari ukuran manusia mencerminkan bahwa kekuatan alam melebihi kekuatan manusia.
cxxvii
Gambar manusia yang berada diatas batu dengan posisi kaki yang meginjak batu mencerminkan sifat manusia yang menganggap dirinya kuat dan superioritas manusia. Manusia menganggap dirinya sebagai makhluk yang paling kuat. Sehingga dengan sifat tersebut seringkali manusia merendahkan lingkungan sekitarnya. Berada di atas dan menginjak batu merupakan simbol merendahkan atau menganggap rendah sesuatu yang berada di bawahnya, dalam hal ini adalah batu yang mewakili kekuatan alam. Manusia seringkali tidak menghormati alam dengan misalnya membuang sampah sembarangan dan menganggap bahwa sungai merupakan tempat sampah raksasa yang apapun boleh dibuang ke dalamnya. Caping gunung sebagai topi yang berada di kepala menjadi simbol bahwa manusia tidak boleh lupa dengan alam yang telah menyediakan berbagai kebutuhan manusia untuk dapat bertahan hidup. Tanpa energi yang disediakan alam berupa sandang, pangan, papan, dan lain-lain manusia tidaklah dapat bertahan hidup. Komposisi hulu sungai yang digambarkan secara lebar dengan batu-batuan besar didalamnya merupakan penggambaran bahwa Sungai Bengawan Solo menyimpan begitu banyak sejarah. Ukuran batu-batuan yang besar mencerminkan usia Bengawan Solo. Sejarah Sungai Bengawan Solo terlihat dari berbagai penemuan yang terbuat dari batu seperti punden batu, kapak mesolitik dan lumpang batu, dan peti kubur batu kalang. Dari penemuan bentuk kebudayaan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Bengawan Solo telah ada sejak jaman purba dan merupakan salah satu pusat kebudayaan dan mencari makan bagi manusia purba. Pusat peradaban manusia purba tentunya tidak jauh dari sumber
cxxviii
makanan dan sumber air. Namun saat ini Sungai Bengawan Solo telah mengalami pendangkalan dan bahkan pada bagian hulu seperti terlihat dalam foto tidak terdapat aliran air yang mengalir. Hal ini menandakan bahwa Sungai Bengawan Solo telah mengalami kerusakan sejak dari hulu. Alam diciptakan dan manusia menjadi penguasa terhadapnya. Di dalam alam manusia merealisasi diri bersama mitra yang berarti terjalin hubungan timbal balik antar manusia dan alam lingkungannya. Hukum moral menjadi landasan untuk hubungan itu (Daeng, 2000:259). Lingkungan hidup seyogyanya tetap menjadi tempat yang memberi kenikmatan dalam arti yang luas bagi manusia. Namun kenyataannya sekarang, masalah lingkungan hidup menjadi isu yang menimbulkan kegelisahan dan kecemasan. Orang saling menuduh dan melemparkan kesalahan sebagai penyebab rusaknya lingkungan hidup. Bahkan lingkungan hidup dilihat sebagai ancaman bagi kehidupan manusia (Daeng, 2000:30). .
.
cxxix
KORPUS 4
Caption Pencemaran Air - Air bercampur limbah dengan warna pekat dari Sungai Premulung (kiri) masuk ke dalam Bengawan Solo di Kota Solo, Selasa (12/6). Limbah tersebut sebagian besar berasal dari sentra industri batik di Kampung Batik Laweyan.
Kompas/Heru Sri Kumoro 12-6-2007
cxxx
Analisis foto:
Foto tersebut berisi tentang penggambaran sungai yang melewati daerah Kota Solo, pertemuan antara Sungai Premulung dengan Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo. Pada bagian daratan terdapat tiga orang dewasa. Dua di antaranya memakai penutup kepala tradisional berupa caping yang terbuat dari anyaman bambu. Pada bagian daratan sungai tampak tanah kering dengan sedikit vegetasi tanaman juga sampah-sampah plastik yang berserakan. Pada bagian aliran sungai tampak kontras antara aliran dari Sungai Premulung dari sebelah kiri frame dengan aliran Sungai Bengawan Solo pada sisi kanan frame. Daratan pada bagian sebelah kiri foto tampak vegetasi tanaman yang berkurang dibandingkan pada sebelah kanan frame foto yang ditumbuhi tanaman sampai dengan batas antara daratan dan air. Latar belakang foto terdapat sebuah jembatan dan langit yang tampak kebiruan.
Makna denotasi
Foto tersebut menggambarkan suasana aliran Sungai Bengawan Solo pada daerah Kota Solo. Di sekitar Kampung batik Laweyan aliran Sungai Bengawan Solo tercampur oleh limbah sehingga menjadi tercemar. Pencemaran tersebut terlihat jelas pada penggambaran foto dan caption yang menyebutkan “Pencemaran Air - Air bercampur limbah dengan warna pekat dari Sungai Premulung (kiri) masuk ke dalam Bengawan Solo di Kota Solo, Selasa (12/6).
cxxxi
Limbah tersebut sebagian besar berasal dari sentra industri batik di Kampung Batik Laweyan”. Pencemaran pada foto terlihat dari warna aliran Sungai Premulung yang tampak pekat pada sisi kiri frame foto, kontras dengan warna aliran Bengawan Solo pada sisi kanan. Aliran sungai yang tercemar kemudian meresap ke tanah di pinggiran sungai. Tanah di sekitar aliran tersebut menjadi tercemar pula dan mengganggu vegetasi tanaman di sekitarnya. Pada sisi kiri, yaitu aliran sungai yang tercemar tampak daratan pada pinggirannya tandus dan sedikit ditumbuhi oleh rerumputan. Dibandingkan pada sisi kanan yang dialiri oleh aliran sungai yang masih baik, tumbuhan dapat tumbuh dan berkembang sampai dengan batas antara daratan dan air. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tanah disekitar aliran sungai yang tercemar akan menjadi tercemar pula sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman. Hal ini didukung oleh caption yang menyebutkan telah terjadi pencemaran oleh limbah dari industri batik pada Sungai Premulung yang berada di sisi kiri frame foto. Susunan foto menggambarkan tentang pencemaran aliran sungai Bengawan Solo ketika memasuki Kota Solo. Penggambaran Daerah Aliran Sungai berada di tengah sehingga perhatian utama mata akan langsung tertuju pada bagian tersebut. Fokus foto tersebut berada di tengah yaitu pertemuan aliran Sungai Premulung dan Sungai Bengawan Solo. Pengaturan kecepatan dilakukan dengan memperhatikan light meter agar cahaya yang ditangkap kamera tidak lebih dan tidak pula kurang, menyesuaikan dengan bukaan diafragma. Dari foto tersebut
cxxxii
seluruh objeknya tampak kelihatan jelas, maka dapat disimpulkan bahwa pengaturan diafragma menggunakan bukaan kecil. Point of interest dari foto tersebut adalah gambaran aliran sungai yang mulai tercemar. Kontras warna terlihat jelas pada aliran Sungai Premulung dan Bengawan Solo. Aliran air Sungai Premulung berwarna pekat dari limbah industri batik di Kampung Laweyan. Sedangkan aliran Bengawan Solo tampak kecoklatan dan hampir setengahnya telah tercemar oleh aliran Sungai Premulung. Kontras vegetasi tanaman juga terlihat pada sisi sebelah kiri sungai dengan sisi sebelah kanan sungai. Pada sisi sebelah kiri, pinggiran sungai telah tercemar oleh resapan air limbah. Menjadikan vegetasi tanaman keras tidak dapat tumbuh dengan baik dan hanya ditumbuhi oleh rerumputan. Waktu pengambilan gambar dilakukan pada siang hari. Hal ini dapat dilihat dari arah cahaya yang terang secara keseluruhan pada foto. Warna yang menonjol dari foto tersebut adalah kontras warna aliran air yang berwarna pekat dengan aliran air yang berwarna kecoklatan. Pada bagian daratan berwarna coklat tanah, dengan pinggiran sungai berwarna hijau dari tumbuhan dan latar belakang langit biru. Keseimbangan (balancing) antara point of interest yaitu daerah aliran sungai dan pertemuan Sungai Premulung dengan Bengawan Solo serta pembagian ruang sisi kiri dan kanan frame menjadikan penggambaran keadaan sungai yang tercemar dan belum tercemar dapat digambarkan secara jelas dan mudah dipahami bagi orang yang melihatnya. Jarak pengambilan gambar pada foto tersebut adalah wide angle atau pengambilan
cxxxiii
gambar dilakukan dengan sudut pandang lebar. Pencahayaan menggunakan cahaya utama yaitu cahaya matahari dan teknik pemotretan dengan posisi vertikal.
Makna konotasi
Dalam foto tersebut terdapat gambar manusia. Winarno berpendapat bahwa gambaran manusia sebagai individu, di mana dia hidup bukan sebagai seonggokan daging belaka melainkan lebih merupakan makhluk yang mempunyai makna, bagi dirinya sendiri maupun orang yang berada di sekitarnya (Winarno, 2010). Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Lingkungan sekitar dapat berupa makhluk hidup lain maupun lingkungan alam semesta. Manusia tidak bisa terlepas dari korelasinya dengan alam sekitar dan saling mempengaruhi. Manusia bertanggung jawab sebagai makhluk individu untuk menjaga lingkungan sekitar, tanggung jawab tersebut merupakan kewajiban pribadi yang melekat pada diri manusia. Manusia adalah tubuh sekaligus jiwa. Tanpa jiwa, ia bukanlah manusia, melainkan hanya mesin biologis. Tanpa tubuh, manusia juga tidak menjadi manusia, karena ia hanya entitas immaterial. Dengan demikian tubuh merupakan aspek penting bagi manusia, baik secara biologis, karena tubuh menunjang kehidupan manusia, maupun secara filosofis, yakni sebagai medium untuk menyentuh dunia dan merealisasikan dirinya sendiri (Winarno, 2010). Dari hal diatas dapat dimaknai bahwa manusia merupakan individu yang mempunyai jiwa. Jiwa manusia merupakan sebuah alat pembatas sesuatu hal yang berlawanan,
cxxxiv
misalnya baik-buruk, benar-salah, sopan-tidak sopan dan lain-lain. Jiwa berada dalam tubuh manusia dan mempengaruhi tubuh dalam bersikap, baik dengan lingkungan sekitar maupun dengan orang lain. Dari hal di atas maka dapat dikatakan bahwa manusia merupakan makhluk individu yang tidak dapat lepas dari korelasinya dengan orang lain. Merleau-Ponty dalam Winarno menyebutkan tentang makna manusia yang dikenal dengan teorinya tentang “tubuh-subjek”. Tubuh bukan merupakan semacam alat yang digunakan oleh subjek. Tubuh dan subjek bukan merupakan dua hal, tetapi tubuh sendiri adalah subjek, artinya manusia bisa menampilkan makna. Menurut Merleau-Ponty, tubuh adalah wahana dari cara mengada manusia yang disebutnya Etre-au-monde. Tubuhku menunjukkan bahwa aku dan duniaku saling terlibat. Melalui tubuhku aku mengenali obyek-obyek di sekitarku, aku memeriksanya dari segi yang satu ke segi yang lain sehingga dengan cara itu aku menyadari duniaku dengan perantaraan tubuhku. Tubuhku adalah subyek, karena melalui tubuh sikap-sikap subyektifku kukenali sendiri. Melalui tubuh aku mengungkapkan eksistensiku, karena aku dikenal sebagai subyek melalui tubuhku. Melalui tubuhku aku memaknai dan memberi bentuk kepada obyekobyek. Tubuhku adalah subyek karena melaui tubuhku itu aku mengada di dunia. Tidak dapat dibayangkan sebuah kehadiran tanpa tubuh (Winarno, 2010). Bagi Plato dan Platinos, misalnya, manusia itu adalah suatu makhluk Ilahi. Adapun Descartes, menggambarkannya sebagai terbentuk dari badan dan jiwa sebagai dua “substansi” yang lengkap masing-masing (Leahy, 2007:17).
cxxxv
Dari teori di atas dapat disimpulkan bahwa tubuh merupakan perantara utama untuk menunjukkan eksistensi adanya manusia. Manusia dikenal melalui wujud fisiknya yang berupa tubuh. Tubuh merupakan alat manusia untuk mengenali dunia luar. Di dalam tubuh manusia terdapat alat-alat indera yang berfungsi menangkap informasi untuk selanjutnya ditransmisikan ke otak dan dimaknai. Di dalam tubuh terdapat lima alat indera yaitu indera penglihatan, indera pendengaran, indera penciuman, indera peraba, dan indera perasa. Masingmasing indera mempunyai fungsi mengenali obyek-obyek tertentu dari segi satu ke segi yang lain untuk mengenali dunia sekitar. Filsafat manusia, seperti ilmu-ilmu lain tentang manusia, mengandaikan bahwa ada suatu watak-sifat manusia, suatu kumpulan corak dan suatu rangkaian bentuk dinamis yang khas baginya. Adanya watak-sifat ini memungkinkan membedakan manusia secara pasti dari makhluk lain. Tanpa adanya watak-sifat yang dimiliki bersama semua orang, filsafat dan setiap ilmu pengetahuan tentang manusia tidak akan berjalan (Leahy, 2007:20-21). Tubuh juga merupakan pencitraan seorang manusia atas dirinya sendiri. Dengan tubuh tersebut seorang manusia dikenali oleh teman-temannya maupun orang lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa manusia dapat mengenali adanya orang lain dengan adanya tubuh tersebut. Tubuh merupakan pencitraan manusia sehingga Ia dapat dikenali oleh orang lain dengan berupa wujud fisiknya seperti tinggi, warna kulit, berat badan, warna rambut maupun hal lain yang tidak dapat dilihat seperti bau mulut, bau badan dan lain-lain.
cxxxvi
Hartoko dalam Daeng menyebutkan manusia dewasa adalah orang yang mempunyai kedewasaan fisiknya, memiliki kemampuan-kemampuan intelektual dasar dan mempunyai keterampilan-keterampilan yang cukup berguna untuk berperan secara aktif dalam kemasyarakatan serta siaga berwawansabda dengan sesama dan bersedia bekerja bagi kesejahteraan bersama. Dewasa juga berarti bisa memikul tanggung jawab, bagi perkembangan hidupnya sendiri yaitu berupaya terus-menerus dan berani teguh serta memiliki kemampuan untuk memilih langkah hidup. Serta dapat menilai situasi secara sehat berdasarkan prinsip kebenaran dan cinta kasih (Daeng, 2000:70). Dari pernyataan di atas manusia dapat dimaknai sebagai seorang yang bertanggung jawab bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan juga bagi lingkungan masyarakat sekitarnya. Dengan kemampuan yang dimiliki manusia mampu bekerjasama serta menentukan pilihan bagi kesejahteraan hidupnya. Manusia dengan akal pikiran dan prinsip kebenaran mampu membedakan antara yang benar atau salah, baik atau buruk dan lain sebagainya dengan rasa cinta kasih. Manusia tidak dapat lepas dari interaksi dengan alam sekitarnya. Dalam foto tersebut terdapat penggambaran air yang berwarna pekat. Air yang berwarna menunjukkan bahwa air tersebut telah tercampur oleh berbagai macam polutan. Polutan di dalam air dapat disebabkan oleh berbagai macam limbah, baik itu limbah pabrik maupun limbah rumah tangga. Dalam hal ini dari caption yang dituliskan dapat diketahui bahwa limbah yang mencemari Bengawan Solo di Kota Solo berasal dari limbah pabrik batik dari daerah Laweyan. Warna yang pekat pada air menunjukkan bahwa air tersebut telah tercemar.
cxxxvii
Warna air yang terdapat di alam sangat bervariasi, misalnya air di rawa berwarna kuning, coklat atau kehijauan, air sungai biasanya berwarna kuning kecoklatan karena mengandung lumpur, dan air buangan yang mengandung besi/tanin dalam jumlah tinggi berwarna coklat kemerahan. Warna air yang tidak normal biasanya menunjukkan adanya polusi (Fardiaz, 1992:24). Polusi air merupakan hal yang sangat berbahaya apabila tidak segera diperbaiki. Namun polusi air bukan berarti air tersebut kotor dan tidak layak dikonsumsi. Tetapi polusi air merupakan air yang telah tercampur oleh bahanbahan selain air dalam keadaan normal. Jadi tidak semua air yang telah terpolusi tidak dapat dikonsumsi. Hal tersebut tergantung dari bagaimana air tersebut diolah sebelum dikonsumsi. Fardiaz menyebutkan bahwa polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya. Air yang tersebar di alam tidak pernah terdapat dalam bentuk murni, tetapi bukan berarti semua air sudah terpolusi. Sebagai contoh, meskipun di daerah pegunungan atau hutan yang terpencil dengan udara yang bersih dan bebas dari polusi, air hujan selalu mengandung bahan-bahan terlarut seperti CO2, O2 dan N2, serta bahan-bahan tersuspensi seperti debu dan partikel-partikel lainnya yang terbawa dari atmosfer (Fardiaz, 1992:19). Jadi air yang tersebar di alam bukan lagi air murni, tetapi telah tercampur oleh berbagai bahan-bahan yang lain. Namun hal tersebut bukan berarti air di alam tidak dapat lagi dikonsumsi. Sebelum dikomsumsi air diolah dengan cara
cxxxviii
yang baik dan benar agar berbagai polutan yang terdapat di dalamnya dapat dihilangkan sehingga air tersebut kemudian menjadi layak untuk dikonsumsi. Air dikategorikan sebagai air terpolusi jika konsentrasi oksigen terlarut menurun di bawah batas yang dibutuhkan untuk kehidupan biota. Penyebabnya utama berkurangnya oksigen tersebut adalah polutan yang berasal dari berbagai sumber misalnya, kotoran hewan maupun manusia, tanaman-tanaman yang mati atau sampah, bahan buangan industri pengolahan pangan, pabrik kertas, penyamakan kulit, dan sebagainya (Fardiaz, 1992:34). Dari penggambaran foto dan caption terlihat dengan jelas bahwa keadaan air sungai Bengawan Solo telah tercemar. Apabila air telah terpolusi hal tersebut akan mempengaruhi kehidupan makhluk air yang berada di dalamnya. Dalam hal ini Bengawan Solo yang menjadi penopang kebutuhan ekonomi masyarakat di sepanjang alirannya akan mengalami kesulitan. Kompas menyebutkan bahwa setidaknya Bengawan Solo merupakan tumpuan kehidupan bagi sebagian masyarakat dari segi ekonomi, seperti para penambang pasir dan batu sungai, pencari ikan dan tambak yang aliran airnya berasal dari sungai tersebut. Banyak orang mengais rezeki di sungai ini demi sesuap nasi untuk kehidupan keluarganya (Kompas, 2009:251). Sehingga apabila polusi tersebut mempengaruhi biota sungai seperti ikan dan lain-lain maka hal tersebut akan sangat merugikan bagi masyarakat yang kehidupan ekonominya bertumpu pada aliran air sungai. Air sering tercemar oleh komponen-komponen anorganik, di antaranya berbagai logam berat yang berbahaya. Penggunaan logam-logam berat tersebut
cxxxix
dalam berbagai keperluan sehari-hari baik secara langsung maupun tidak langsung, atau sengaja maupun tidak sengaja, telah mencemari lingkungan melebihi batas yang berbahaya bagi kehidupan lingkungan, terutama merkuri dan timbal yang dihasilkan dari air buangan industri kimia. Logam tersebut diketahui dapat mengumpul di dalam tubuh suatu organisme dalam jangka waktu yang lama sebagai racun yang terakumulasi (Fardiaz, 1992:48). Air buangan industri mengandung jumlah padatan tersuspensi dalam jumlah yang sangat bervariasi. Air buangan dari industri makanan dan industri tekstil sering mengandung padatan tersuspensi dalam jumlah yang relatif tinggi. Padatan tersebut akan mengurangi penetrasi sinar atau cahaya ke dalam air sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis. Air buangan industri kimia sering mengandung mineral-mineral seperti merkuri, timbal, arsenik, cadmium, khorium, nikel, serta garam-garam kalsium dan magnesium yang mempengaruhi kesadahan air. Selain itu air buangan juga sering mengandung sabun, deterjen dan surfaktan yang larut air, misalnya pada air buangan rumah tangga dan industri pencucian. Beberapa polutan logam berat yang sering mencemari air buangan dan sangat berbahaya bagi kehidupan sekitar misalnya merkuri dan timbal (Fardiaz, 1992:27). Penggunaan merkuri di dalam industri sering menyebabkan pencemaran lingkungan, baik melalui air buangan maupun melalui ventilasi udara. Merkuri yang terbuang ke sungai atau badan air di sekitar industri tersebut kemudian dapat mengkontaminasi ikan dan makhluk air lainnya termasuk ganggang dan tanaman air. Selanjutnya ikan kecil dan makhluk lainnya akan dimakan oleh ikan atau
cxl
hewan lainnya yang lebih besar dan masuk ke dalam tubuh melalui insang. Ikan tersebut lalu dikonsumsi oleh manusia sehingga merkuri ikut masuk ke dalam tubuh manusia dan mengendap di dalamnya (Fardiaz, 1992:52). Semua komponen merkuri dalam jumlah yang cukup beracun terhadap tubuh. Kerusakan tubuh yang disebabkan oleh merkuri biasanya bersifat permanen, dan sampai saat ini belum dapat disembuhkan (Fardiaz, 1992:55). Pada sebelah kiri frame foto terlihat daratan sungai yang sebagiannya telah kering tandus dan tidak ditumbuhi tanaman. Lingkungan akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan tanaman dan organisme lain. Pada lingkungan tanah yang kering dan tandus, maka hanya sebagian jenis tanaman yang dapat tumbuh. Seperti terlihat dalam foto pada bagian tanah yang kering hanya ditumbuhi rumput-rumputan meskipun daerah tersebut berada dekat dengan air. Tumbuhan hijau menjadi salah satu indikator keadaan lingkungan yang masih baik. Tumbuhan hijau mengindikasikan bahwa kandungan unsur hara pada tanah yang ditumbuhi tumbuhan tersebut masih baik, sehingga masih dapat ditumbuhi tanaman. Tumbuhan bagi sebagian masyarakat merupakan simbol kemakmuran dan kesejahteraan. Namun pada foto tersebut hanya ditumbuhi oleh rumputrumputan dan hanya sebagian tanah yang dapat ditumbuhi rumput. Untuk dapat tumbuh baik dan berproduksi tinggi tanaman tidak hanya membutuhkan hara yang cukup dan seimbang, tetapi juga memerlukan lingkungan fisik tanah yang cocok supaya akar tanaman dapat berkembang dengan bebas, proses-proses fisiologi bagian tanaman yang berada di dalam tanah dapat berlangsung dengan baik dan tanaman dapat berdiri tegak, tidak mudah rebah.
cxli
Sifat fisik tanah juga sangat mempengaruhi sifat-sifat tanah yang lain dalam hubungannya dengan kemampuannya untuk mendukung kehidupan tanaman. Kemampuan tanah menyimpan air tersedia merupakan fungsi dari tekstur dan struktur tanah. Kemampuan tanah untuk menyimpan hara dan kemudian menyediakannya untuk tanaman sangat ditentukan oleh tekstur tanah dan macam mineral liat (Islami dan Utomo, 1995:273). Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa hubungan antara tanah dan tanaman saling berkaitan. Tumbuhan membutuhkan unsur hara yang cukup untuk dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu struktur tanah juga mempengaruhi sebagai tempat akar tanaman berpijak sehingga cukup kuat untuk menopang batang tanaman tumbuh tegak. Dari foto tersebut dapat disimpulkan bahwa kandungan unsur hara di dalam tanah yang kering sangat kurang, sehingga tanaman tidak dapat tumbuh di daerah tersebut. Selain kurangnya unsur hara, faktor lain yang dapat mengganggu tumbuhnya tanaman adalah polutan yang terdapat di dalam tanah akibat resapan air yang sebelumnya telah terpolusi. Polutan tersebut meresap di dalam tanah sehingga akar pada tanaman yang berfungsi untuk mencari makan tidak dapat bekerja dengan baik. Unsur hara yang terserap oleh akar menjadi berkurang da tidak cukup bagi kelangsungan hidup tanaman. Dalam foto tersebut terdapat gambar jembatan. Jembatan dalam makna konvensional
yang
berlaku
di
masyarakat
adalah
sebuah
alat
untuk
menghubungkan dua daerah. Jembatan biasanya terdapat di atas sungai untuk menghubungkan dua daerah seberang sungai sehingga mempermudah jalur
cxlii
transportasi darat. Namun seringkali jembatan juga menjadi batas antar daerah. Sedangkan siswanto mengatakan bahwa jembatan sebagai simbol kemakmuran perekonomian (Siswanto, 2010). Proses pembuatan jembatan tidaklah mudah. Jembatan dibangun dengan berbagai perhitungan dan pembangunan jembatan pada setiap tempat berbeda-beda karena medan untuk membangun jembatan berbeda pula. Jembatan sebagai simbol kemakmuran. Jembatan berfungsi untuk mempercepat jalur transportasi, sehingga arus tranportasi berjalan lancar. Tidak hanya itu, seiring dengan lancarnya arus transportasi maka arus perdagangan dan perekonomian juga berjalan lancar. Karena masyarakat dapat dengan mudah mengakses berbagai kebutuhan ekonomi dari daerah lain maupun sebaliknya. Dalam foto tesebut terdapat dua orang memakai penutup kepala berupa caping. Caping merupakan penutup kepala tradisional yang terbuat dari anyaman bambu dan berbentuk kerucut seperti gunung, sehingga sebagian masyarakat menyebutnya dengan caping gunung (Blenzinky, 2009). Caping tersebut biasa digunakan oleh orang desa untuk beraktifitas dan melindungi kepala dari sengatan matahari. Komposisi foto yang menempatkan penggambaran daerah aliran sungai yang tercemar berada di tengah frame menjadikan objek tersebut sebagai fokus perhatian utama dalam foto. Fotografer bermaksud mengungkapkan bahwa pencemaran sungai telah terjadi. Dilihat dari banyaknya polutan yang masuk ke sungai telah setengah dari aliran sungai, maka dapat dikatakan bahwa pencemaran cukup parah dan perlu mendapat perhatian. Lokasi pencemaran sungai berada di
cxliii
kota dan merupakan kawasan industri, jadi bukan tidak mungkin pencemaran tersebut akan semakin parah dan terus-menerus terjadi. Air buangan limbah seringkali tercemar oleh merkuri. Semua komponen merkuri dalam jumlah yang cukup beracun terhadap tubuh. Kerusakan tubuh yang disebabkan oleh merkuri biasanya bersifat permanen, dan sampai saat ini belum dapat disembuhkan (Fardiaz, 1992:55). Begitu besar ancaman pencemaran sungai dalam jangka panjang bagi kehidupan biota sungai maupun bagi manusia. Efek dari pencemaran sungai telah terlihat pada penggambaran foto. Bagian sungai yang sebelah kiri terlihat kering dan tandus. Dari foto tersebut dapat disimpulkan bahwa bagian daratan yang teraliri oleh air yang tercemar, maka daratan tersebut akan ikut tercemar pula. Dari foto terlihat bahwa daratan yang teraliri air tercemar menjadi kering dan tandus, sehingga vegetasi tanaman tidak dapat tumbuh pada daratan tersebut. Air yang tercemar meresap ke daratan denagn berbagai bahan-bahan polutan. Kemampuan tanah menyimpan air tersedia serta unsur hara merupakan fungsi dari tekstur dan struktur tanah. Namun apabila air tersedia tersebut telah tercemar maka tanaman tidak akan mendapat unsur hara yang dibutuhkan untuk hidup. Hal tersebut sangat kontras dengan bagian kanan frame foto yang terlihat tumbuhan dapat tumbuh sampai dengan batas antara daratan dan air. Tumbuhan sebagai indikator
keadaan lingkungan. Dilihat dari hal tersebut maka dapat
dikatakan bahwa bagian kanan sungai struktur tanahnya masih baik dengan adanya tumbuhan yang dapat tumbuh sampai dengan batas daratan dan air.
cxliv
Kontras antara sisi kiri dan kanan pada foto terlihat jelas. Hal ini dapat dimaknai sebagai penggambaran bahwa sungai Bengawan Solo telah tercemar, namun belum terlambat untuk segera bertindak. Karena belum semua bagian dari Bengawan Solo telah rusak, namun juga masih ada yang belum tercemar dan masih dalam keadaan baik. Kontras sisi kiri dan kanan merupakan penggambaran antara sisi buruk, yaitu bagian sungai yang telah tercemar dengan sisi kanan, yaitu bagian yang masih baik. Manusia dalam foto tersebut dimaknai sebagai oknum yang paling bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi. Limbah yang mencemari Bengawan Solo di kota Solo merupakan produk dari manusia. Caping dimaknai sebagai caping gunung, yaitu penutup yang berada di atas kepala sebagai pengingat bahwa manusia telah melupakan kewajibannya terhadap alam. Jembatan dimaknai sebagai penghubung antara sisi kri dan kanan. Meskipun sisi kiri dan kanan terputus oleh arus air dan tidak dapat dilewati namun masih ada jembatan di atas sungai. Jembatan dimaknai sebagai simbol bahwa masih ada jalan untuk memperbaiki lingkungan. Jadi foto tersebut merupakan simbol peringatan bahwa sungai terbesar di Pulau Jawa tersebut telah tercemar. Lebih parah lagi pencemaran tersebut berpotensi terjadi secara terus-menerus karena merupakan limbah industri sebuah kampung yang sebagian besar kehidupan ekonomi penduduknya bertumpu pada industri tersebut. Namun manusia sebagai oknum yang paling bertanggung jawab terhadap lingkungan maka manusia juga merupakan individu yang paling
cxlv
bertanggung jawab untuk memperbaikinya lagi. Selalu masih ada jalan untuk usaha memperbaiki lingkungan.
cxlvi
KORPUS 5
Caption Kerusakan terlihat di hulu Sungai Bengawan Solo yang terletak di Kecamatan Giriwoyo, Wonogiri, Jawa Tengah, Senin (23/4/2007). Kerusakan di hulu sungai disebabkan hilangnya tanaman tegakkan keras yang berfungsi sebagai penangkap air.
Kompas/Bahana Patria Gupta
cxlvii
Analisis foto: Foto tersebut berisi tentang penggambaran hulu Sungai Bengawan Solo yang terletak di Kecamatan Giriwoyo, Wonogiri, Jawa Tengah. Dari foto tersebut terlihat jelas erosi yang terjadi. Terdapat longsoran yang cukup parah pada dinding sungai sebelah kanan. Pada bagian yang teraliri air terlihat beriak dan dasar sungai muncul ke permukaan. Vegetasi tanaman pada bagian yang longsor sangat sedikit dan hanya ditumbuhi oleh rerumputan. Selain itu retakan juga terlihat pada bekas longsoran tanah. Background foto ini adalah vegetasi tanaman kelapa dan langit yang tampak putih kebiruan.
Makna denotasi
Foto dari ekspedisi Bengawan Solo Kehancuran Peradaban Sungai Besar tersebut memperlihatkan suasana hulu sungai yang telah terjadi kerusakan, hal ini terlihat dari penggambaran pada foto dan didukung caption yang menyebutkan “Kerusakan terlihat di hulu Sungai Bengawan Solo yang terletak di Kecamatan Giriwoyo, Wonogiri, Jawa Tengah, Senin (23/4/2007). Kerusakan di hulu sungai disebabkan hilangnya tanaman tegakkan keras yang berfungsi sebagai penangkap air”. Secara tersurat caption tersebut menyebutkan adanya kerusakan lingkungan sungai yang disebabkan karena hilangnya tanaman tegakkan keras. Akar tanaman berfungsi sebagai pengikat struktur tanah dan penangkap ketersediaan air tanah. Hilangnya akar tanaman menyebabkan struktur tanah menjadi labil. Sehingga tanah tidak mampu menahan struktur tanah itu sendiri dan menjadi longsor.
cxlviii
Longsor tersebut akan mengakibatkan kerusakan berantai pada daerah aliran sungai di bawahnya. Hal tersebut diakibatkan karena kerusakan yang terjadi berada di wilayah hulu sungai sehingga longsoran tanah akan masuk ke dalam sungai. Longsor yang terjadi akan semakin mengikis daratan dan mengancam lahan pertanian juga pemukiman warga yang berada di pinggiran sungai. Dengan masuknya longsoran tanah ke dalam sungai maka logsoran tersebut akan menjadi endapan. Endapan akan menutupi berbagai macam tanaman maupun organisme sungai yang menjadi makanan ikan-ikan dan biota sungai lainnya. Dengan berkurangnya makanan di sungai maka akan mengganggu ketersediaan pangan bagi biota sungai yang berakibat akan menurunnya jumlah populasi biota sungai yang dapat bertahan hidup. Selain itu endapan juga secara otomatis akan mengurangi debit aliran sungai di bawahnya, sehingga mengurangi pasokan air dan mengancam kebutuhan air untuk lahan pertanian, perikanan, rumah tangga, maupun Perusahaan Daerah Air Minum yang bergantung pada aliran sungai. Komposisi atau susunan foto menggambarkan keadaan hulu sungai yang telah rusak akibat erosi dan tanah longsor. Hal tersebut diakibatkan oleh kurangnya tanaman tegakkan keras sehingga tanah tidak mampu menahan struktur tanah dan berakibat longsor. Tanah longsor igambarkan pada sepertiga bagian foto dan berada di tengah frame foto, hal ini dimaksudkan agar penggambaran tanah longsor terlihat jelas dan penonton dapat langsung memaknai hal tersebut tanpa harus membaca caption. Fokus secara gambar berada pada tengah foto, yaitu pada gambar tanah longsor yang menjalar dari sisi kanan frame foto. Teknik pemotretan menggunakan bukaan diafragma kecil sehingga menghasilkan efek
cxlix
ruang tajam lebar dan semua objek dalam foto tampak fokus. Pengaturan kecepatan saat pemotretan menggunakan light meter sehingga ukuran cahaya tidak kurang maupun tidak kelebihan. Point of interest pada foto ini adalah penggambaran tanah yang telah longsor. Namun apabila diperhatikan lebih jauh setiap objek dalam foto tersebut memiliki makna yang berkaitan. Jadi fokus secara cerita berada pada leseluruhan objek yang menjadikan keseimbangan (balancing) di antaranya. Tanah longsor terjadi disebabkan karena kurangnya tanaman tegakkan keras. Unsur kurangnya tanaman tegakkan keras digambarkan pada penggambaran pohon-pohon yang berada di atas sungai yaitu pohon kelapa yang berakar serabut. Sedangkan unsur akibat dari tanah longsor digambarkan pada bagian sungai yang telah terjadi pendangkalan. Bentuk yang menonjol adalah tanah longsor yang digambarkan dari sisi kanan frame, arah cahaya menggunakan cahaya utama matahari dari hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pemotretan dilakukan pada siang hari. Sedangkan kontras warna berada pada coklat tanah, hijau pada tumbuhan dan biru pada langit. Tekstur tanah longsor yang terjadi retakan-retakan menunjukkan bahwa struktur dalam tanah tersebut telah rapuh. Jarak pengambilan gambar menggunakan wide angle atau sudut pandang lebar yang memberikan gambaran suasana sekitar sungai. Foreground foto ini adalah aliran sungai yang dangkal sedang background adalah tumbuhan yang berada diatas sungai dan langit biru. Pengambilan gambar dilakukan secara horisontal.
cl
Makna konotasi
Dalam foto tersebut terdapat tumbuhan hijau. Tumbuhan hijau menjadi salah satu indikator keadaan lingkungan yang masih baik. Tumbuhan hijau mengindikasikan bahwa kandungan unsur hara pada tanah yang ditumbuhi tumbuhan tersebut masih baik, sehingga masih dapat ditumbuhi tanaman. Tumbuhan bagi sebagian masyarakat merupakan simbol kemakmuran dan kesejahteraan. Juga merupakan salah satu simbol kesehatan dikarenakan proses fotosintesa tumbuhan yang pada siang hari mengeluarkan oksigen bagi kebutuhan makhluk hidup lainnya untuk berproses. Tumbuhan dalam foto tersebut adalah pohon kelapa. Pohon kelapa dimaknai sebagai pohon kehidupan. Pohon kelapa merupakan tumbuhan multifungsi. Sebagian besar bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan manusia, hampir tidak ada bagian yang tidak dapat dimanfaatkan. Semua berguna bagi kehidupan manusia. Akar pohon kelapa dapat digunakan untuk berbagai bentuk karya seni menarik. Batang pohonnya yang menjulang tinggi bermanfaat untuk dibuat balok atau papan sebagai bahan dasar bangunan rumah. Daun-daunnya dapat digunakan untuk membuat berbagai anyaman salah satunya adalah ketupat. Selain itu lidi atau urat daunnya dapat dipakai untuk membuat sapu. Tempurung buahnya dapat dibuat asbak rokok, cangkir minuman, maupun benda-benda menarik lainnya. Isi buahnya buahnya dapat diolah menjadi
minyak, atau
santannya untuk bahan makanan. Sabut dan tempurung buahnya juga bisa dimanfaatkan untuk bahan bakar. Dari hal tersebut maka pohon kelapa dimaknai
cli
sebagai pohon kehidupan karena setiap bagiannya dapat dimanfaatkan dan diolah untuk berbagai kebutuhan. Pohon kelapa sebagai penunjang perekonomian. Banyaknya manfaat dari pohon kelapa dapat dijadikan manusia sebagai bahan produksi untuk menambah perekonomian keluarga. Para petani dapat membudidayakan pohon kelapa pada perkebunan untuk mendapatkan hasil produksi yang maksimal. Dengan adanya perkebunan kelapa, maka muncul pabrik-pabrik olahan minyak kelapa hingga dapat menyerap banyak tenaga kerja. Selain pabrik olahan minyak, industri kerajinan yang menggunakan bahan pohon kelapa juga sedikit banyak mampu menyerap tenaga kerja. Sehingga dengan hasil tersebut para pekerja dapat membantu perekonomian keluarga. Pohon kelapa dimaknai sebagai cerminan diri manusia. Multifungsi yang dimiliki pohon kelapa ini hendaklah menjadi cerminan diri seorang manusia. Bagaimana pun kondisinya seorang manusia harus memberikan manfaat bagi manusia lain. Bukan menjadi beban karena tingkah laku yang bertentangan dengan hukum kehidupan. Manusia yang bermanfaat kepada orang lain adalah mereka yang merasa bertanggung jawab membantu saudara-saudaranya yang membutuhkan. Dikenal sebagai "Pohon kehidupan", setiap bagian dari pohon Kelapa memiliki aneka manfaat bagi kehidupan manusia. Mulai dari akarnya, batang, daun kelapa (janur), pelepah, sampai dengan buahnya. Batang pohon kelapa berguna sebagai pondasi rumah alami, dan perabot. Sedangkan buahnya dapat diolah menjadi santan, kopra juga minyak kelapa. Air kelapa dapat disajikan
clii
sebagai minuman segar atau diolah menjadi gula. Sedangkan serabut dan tempurung buah kelapa dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga serta menjadi salah satu daya tarik kerajinan khas Indonesia (Wanabakti, 2010). Dari bentuknya, secara simbolis pohon kelapa mengandung makna Nuansa Spiritual. Pohon kelapa yang menjulang tinggi dan mengarah ke atas berbentuk seperti huruf ”Alif” dalam bahasa arab, melambangkan tauhid, yakni menunjuk pada Yang satu, Allah SWT sebagai wujud tunggal dari setiap aspek kehidupan (Wanabakti, 2010). Buah kelapa sarat akan makna. Kulit luar, air dan daging buahnya melambangkan tubuh atau jasmani manusia. Ketika diproses dan diperas maka santan sebagai hasil yang diperoleh melambangkan sari hati atau pikiran manusia. Kemudian santan yang diolah lebih lanjut akan menghasilkan minyak kelapa, serupa dengan diri manusia yang memiliki roh atau jiwa. Namun makna yang terdalam adalah ketika santan diproses menjadi minyak untuk pengobatan, di mana terdapat energi kehidupan yang dipercaya mempunyai manfaat unggul untuk kesehatan (Wanabakti, 2010). Pohon kelapa sebagai cerminan sifat manusia untuk beradaptasi dan tidak mudah menyerah. Pohon kelapa dapat tumbuh di hampir semua tempat, bahkan sangat banyak ditemukan di pantai. Pantai merupakan daerah dengan struktur tanah yang berpasir dan sedikit mengandung unsur hara bagi tanaman. Namun dengan keadaan tersebut pohon kelapa mampu tumbuh subur dan berkembang (Handayani, 2010). Pohon kelapa mampu menopang tubuhnya di atas bantuan akar yang disesuaikan dengan karakter tempatnya tumbuh. Perakaran serabut yang
cliii
besar dapat membantu tanaman ini untuk berdiri tegak dan kokoh. Bahkan buah kelapa tua yang jatuh dengan sendirinya dapat tumbuh menjadi tunas kelapa yang baru untuk membentuk generasi penerusnya. Dari hal tersebut dapat dimaknai bahwa setiap makhluk hidup diciptakan untuk dapat melangsungkan hidupnya, tumbuh, dan berkembang biak di manapun mereka tinggal. Oleh karena itu, makhluk hidup diberi kemampuan beradaptasi agar dapat bertahan hidup. Adaptasi merupakan keadaan di mana makhluk hidup mampu menyesuaikan tingkah laku dan tindakannya sesuai tempat mereka tinggal. Sebagian manusia yang tinggal di daerah dingin beradaptasi dengan menutup seluruh tubuhnya menggunakan baju yang tebal agar tidak kedinginan. Manusia merupakan makhluk Tuhan yang diberi kemampuan untuk berpikir dan berakal juga dengan semangat dan kegigihannya, manusia dapat bertahan hidup. Dalam foto tersebut terdapat tanah. Tanah sangatlah penting bagi kehidupan setiap manusia di dunia ini. Tanah merupakan lahan untuk berpijak, bertempat tinggal, dan berkembang, sehingga dapat dikatakan bahwa habitat manusia berada di atas tanah. Tanah menjadi begitu penting sehingga tidak dapat dibayangkan apabila tidak ada ketentuan yang mengatur tentang tanah. Masingmasing akan memiliki tanah untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Di Indonesia, ketentuan mengenai tanah sebagai sumber kekayaan alam diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD’45) Pasal 33 ayat 3 yang berbunyi, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Selain itu, masih banyak lagi ketentuan-ketentuan lainnya mengenai tanah ini yang
cliv
mendukung UUD’45. Meskipun berbagai ketentuan telah mengatur hak dan kewajiban dan pembagian atas tanah, namun sampai dengan saat ini masih begitu banyak masalah atau persengketaan tanah yang belum diselesaikan dengan baik dan adil, baik itu persengketaan tanah antara pribadi dengan pribadi, pribadi dengan Negara atau antar daerah ataupun antar negara. Masing-masing mempuyai kepentingan atas tanah. Dari UUD 1945 pasal 33 ayat (3), dapat dikatakan bahwa tanah berfungsi bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Tanah sebagai penunjang sumber kehidupan. Tanah merupakan penunjang kehidupan bukan hanya terhadap manusia, namun juga terhadap makhluk hidup lain seperti hewan dan tumbuhan. Dalam hubungannya dengan manusia, tanah berfungsi
sebagai
tempat
berpijak,
tuumbuh
dan
berkembang.
Dalam
hubungannya dengan tanaman tanah sebagai penyedia unsur hara dan tempat berpijak akar tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan tegak. Selain itu tanah juga merupakan tempat tumbuh dan memulai kehidupan bagi tanaman yang pada mulanya di tanam ke dalam tanah. Untuk pertumbuhannya, tanaman memerlukan unsur hara, air, udara, dan cahaya. Unsur hara dan air diperlukan untuk bahan pembentuk tubuh tanaman, udara, dalam hal ini CO2 dan air dengan bantuan cahaya menghasilkan karbohidrat yang merupakan sumber energi untuk pertumbuhan tanaman. Tanah berfungsi sebagai: a. Tunjangan mekanis sebagai tempat tanaman tegak dan tumbuh. B. Penyedia unsur hara dan air. C lingkungan tempat akar atau batang dalam tanah melakukan aktifitas fisiologinya (Islami dan Utomo, 1995:3).
clv
Sebagai penunjang tegaknya tanaman, tanah harus cukup kuat sehingga tanaman dapat berdiri dengan kokoh dan tidak mudah roboh. Tanah harus cukup lunak sehingga akar tanaman dapat berkembang dan menjalankan fungsinya tanpa mengalami hambatan yang berarti. Dengan meningkatnya kualitas tanah bagi tanaman maka tanaman juga akan tumbuh subur dan dapat berkembang dengan baik. Sebagai penunjang kehidupan makhluk lain, misalnya tanman, struktur tanah mempengaruhi pertumbuhan tanaman lewat pengaruhnya terhadap perkembangan akar tanaman dan terhadap proses-proses fisiologi akar tanaman. Proses fisiologi akar tanaman dipengaruhi oleh struktur tanah termasuk absorbsi hara, absorbsi air dan respirasi (Islami dan Utomo, 1995:276). Tanah merupakan sebuah komoditas. Bagi orang Eropa atau kebudayaan Barat memandang tanah sebagai daerah perbatasan dan sebagai sumber daya yang dapat dikembangkan dan bahkan dieksploitasikan untuk mencapai kesejahteraan dan kemajuan suatu negara, yang pada akhirnya dapat memajukan rakyatnya (Marpaung, 2010). Dari hal di atas dapat dikatakan bahwa tanah merupakan sebuah komoditas yang dapat memberikan nilai ekonomis. Misalnya penjualan hak milik atas tanah bagi masyarakat di perkotaan kemudian diatas tanah tersebut digunakan sebagai tempat untuk mendirikan sebuah usaha yang akhirnya memberikan nilai ekonomis. Dalam foto tersebut terdapat air beriak. Air beriak dimaknai dengan pepatah yaitu “Air Beriak Tanda Tak Dalam Air tenang Menghanyutkan”. Pepatah tersebut memimiliki arti bahwa orang yang tenang jauh lebih berbahaya,
clvi
jauh lebih tangguh dan kuat dari pada yang banyak bicara (Murcahya, 2010). Dari pepatah tersebut air dimaknai sebagai manusia, kemudian beriak dimaknai dengan sifat manusia yang banyak bicara. Jadi air beriak dimaknai sebagai perumpamaan sifat manusia yang banyak bicara. Sedangkan air tenang menghanyutkan dimaknai sebagai manusia yang tidak banyak bicara namun dibalik sifatnya yang pendiam manusia tersebut mempunyai kemampuan yang lebih daripada yang lain. Air beriak tanda tak dalam. Sedangkan dalam kalimat tersebut air beriak dimaknai sebagai makna yang sebenarnya, yaitu air beriak menunjukkan bahwa tempat tersebut tidak dalam atau dangkal. Komposisi atau susunan foto dengan penggambaran tanah longsor yang berada di tengah dimaknai bahwa fotografer berusaha memberikan gambaran bahwa kerusakan telah terjadi sejak dari hulu sungai. Tanah longsor tersebut kemudian menyebabkan terjadinya sedimentasi. Fardiaz menyebutkan sedimen adalah padatan yang dapat langsung mengendap jika air didiamkan tidak terganggu selama beberapa waktu. Sedimen yang terdapat di dalam air biasanya terbentuk sebagai akibat dari erosi (Fardiaz, 1992:25). Sedangkan sedimentasi akan menyebabkan kerugian yang berantai. Adanya sedimen dalam jumlah tinggi di dalam air akan sangat merugikan karena sedimen yang mengendap di dasar sungai atau danau dapat mengurangi populasi ikan dan hewan-hewan air lainnya karena telur-telur ikan dan sumbersumber makanan mungkin terendap di dalam sedimen. Adanya sedimen mengurangi penetrasi sinar ke dalam air sehingga mengurangi kecepatan
clvii
fotosintesis oleh tanaman air menurun. Padatan terendap biasanya terdiri dari pasir dan lumpur (Fardiaz, 1992:25-26). Sedangkan tanah dan air dalam satu frame foto tersebut dapat digabungkan dan dimaknai sebagai tanah air. Keduanya dalam gabungan kata tersebut dapat menjadi sebuah kesatuan. Seandainya sebuah kata lagi ditambahkan seperti Indonesia maka akan menjad ‘tanah air indonesia’ yang dapat berarti tanah dan air indonesia. Namun jika dilihat dari bahasa indonesia tanah air dapat berupa kiasan yang menggambarkan sebuah wilayah bersama (Nugroho,2010). Indonesia merupakan negara maritim dengan sebagian besar wilayahnya berupa perairan. Termasuk di dalamnya berupa sungai-sungai yang menghubungkan antar daerah. Sungai memegang peranan penting di berbagai wilayah. Sungai Bengawan Solo misalnya, setidaknya sungai ini menjadi penopang sumber kehidupan bagi 12 kabupaten/kota yang dilewatinya dalam lima hal. Pertama, sebagai penyedia kebutuhan air minum dari skala rakyat, perusahaan daerah air minum hingga industri. Selain itu juga dimanfaatkan sebagian masyarakat untuk keperluan mandi, cuci, dan kakus. Kedua, sebagai sumber pengairan sawah mulai dari dam-dam kecil dan sederhana, hingga skala raksasa seperti Waduk Gajah Mungkur di Wonogiri, Bendung Colo di Sukoharjo, atau Bendung Gerak Kendal di Lamongan. Ketiga, kegiatan penambangan pasir mulai dari penambangan manual sederhana, hingga menggunakan mesin penyedot pasir. Keempat, sarana transportasi air. Kelima, penyokong kegiatan industri rumah tangga berupa pembuatan batu bata (Kompas, 2009:78).
clviii
Tanah longsor, tumbuhan, dan air beriak dalam satu frame merupakan sebuah keterkaitan sebab dan akibat. Apabila diperhatikan lebih jauh setiap objek dalam foto tersebut memiliki makna yang berkaitan. Fokus cerita berada pada leseluruhan objek yang menjadikan keseimbangan (balancing) di antaranya. Tanah longsor terjadi disebabkan karena kurangnya tanaman tegakkan keras. Unsur kurangnya tanaman tegakkan keras digambarkan pada penggambaran pohon-pohon yang berada di atas sungai yaitu pohon kelapa yang berakar serabut. Sedangkan unsur akibat dari tanah longsor digambarkan pada bagian sungai yang telah terjadi pendangkalan. Air beriak menandakan bahwa sungai teersebut tidak dalam. Foto tersebut membuka pemahaman kita bahwa sungai Bengawan Solo yang merupakan sungai terpenting di pulau Jawa tersebut telah rusak. Tidak adanya unsur manusia dalam foto tersebut merupakan gambaran bahwa kerusakan bukan hanya terjadi karena faktor manusia, namun juga dikarenakan faktor alam. Namun
manusia
sebagai
individu
yang
senantiasa
memanfaatkan
dan
mengeksploitasi sumber daya sungai wajib menjaga serta melestarikan keberadaan sungai tersebut. Agar kelak sungai yang menyimpan sejarah jaman dahulu dapat pula lestari dan menyimpan sejarah masa kini untuk dikenang di hari depan.
clix
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Sebuah gambaran tentang makna, pada dasarnya foto jurnalistik pada buku Ekspedisi Bengawan Solo Laporan Jurnalistik Kompas Kehancuran Peradaban Sungai Besar mengenai studi semiotik isi pesan foto jurnalistik adalah representasi aktual dari berbagai aspek tentang keruakan ligkungan sungai Bengawan Solo. Interpretasi yang demikian memberi pemaknaan foto-foto jurnalistik tidak ubahnya adalah sebuah informasi visual Kompas dalam menyajikan sebuah gambaran peristiwa kerusakan lingkungan sungai yang ditujukan pada pembacanya yang nantinya bisa menggugah emosi pembaca untuk
berempati,
simpati
terhadap
kaerusakan
tersebut
agar
bisa
menginterpretasikan makna-makna yang terkandung dari semua foto-foto yang disajikan. Pembaca seakan-akan diajak ikut merasakan ironi terhadap kerusakan lingkungan sungai dan secara tidak langsung untuk tergugah saling membantu dan memperbaiki keadaan sungai yang telah rusak. 1. Makna tentang ironi bahwa sungai yang merupakan tempat bermain bagi anak-anak mungkin di masa mendatang sudah tidak dapat dinikmati lagi. Kerusakan sungai yang terjadi terus-menerus akan semakin menggerus lereng sungai dan merusak daerah aliran sungai yang semakin lama akan terus terjadi pengendapan kemudian alirannya akan hilang dan sudah tidak dapat diambil lagi manfaat darinya.
clx
Namun belum terlambat untuk mengupayakan perbaikan lingkungan sungai karena tidak semua bagian sungai telah rusak dan masih terdapat bagian sungai yang masih baik dengan ditumbuhi berbagai pohon untuk menunjang struktur tanah yang masih kokoh. Hal ini sering kita perhatikan dan telah jamak kita ketahui, namun sering kita tidak menyadari bahwa sungai merupakan situs peradaban suatu bangsa sebuah warisan untuk masa depan. 2. Makna tentang budaya disimbolkan dengan limbah dari industri yang kemudian dibuang ke sungai sehingga sungai dimaknai sebagai tempat untuk membuang sampah. Budaya sebagian masyarakat Indonesia yang memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan sampah raksasa sehingga kita diperbolehkan membuang segala sesuatu ke dalamnya. Mulai dari limbah rumah tangga, kotoran ternak, sampai dengan limbah kimia pabrik. Bahwa saat ini keberadaan tanah-tanah sawah yang subur beririgasi terancam oleh gencarnya pembangunan kawasan
industri
dan
perluasan
kota
(perumahan)
karena
dikonversikan untuk penggunaan non pertanian. Limbah industri tersebut merupakan produk manusia yang berakhir dan dibuang ke sungai. Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia merupakan oknum yang bertanggungjawab terhadap kerusakan lingkungan sungai. Akibatnya sungai-sungai mengalami degradasi. Kualitas air yang ada di sungai juga mengalami penurunan sehingga tidak bisa dimanfaatkan
clxi
secara baik bagi perbaikan kualitas kehidupan manusia. Sungai kemudian menjadi salah satu sumber ancaman, misalkan banjir. 3. Makna tentang sejarah dan kekuatan alam disimbolkan dengan batubatuan besar pada hulu sungai Bengawan Solo. Batu dapat dimaknai sebagai penentu masa dan mengungkap sejarah. Pada masa prasejarah dikenal adanya jaman batu. Saat jaman batu, manusia purba mulai berkembang kemampuannya untuk mencetuskan konsep-konsep tentang alat, kemampuan menghayati dan mengalami, membedakan dan memilih, serta kemampuan untuk bergerak maju. Batuan besar mewakili kekuatan alam, kekuatan yang tidak mampu dilawan oleh manusia. Sifat batu yang kuat dan tidak mudah rapuh meruapakan ciri kekuatan alam yang dahsyat. Saat banjir Sungai Bengawan Solo meluap dan menggenangi berbagai kabupaten di sepanjang alirannya. Dan saat itu pula manusia tidak mampu berbuat apa-apa selain menunggu banjir reda. Hal tersebut menjadi bukti bahwa kekuatan alam tidak sebanding dengan manusia. 4. Makna tentang lingkungan disimbolkan pada daerah aliran sungai yang airnya terlihat keruh dan berwarna. Warna air yang tidak normal biasanya
menunjukkan
adanya
polusi.
Air
yang
berwarna
menunjukkan bahwa air tersebut telah tercampur oleh berbagai macam polutan. Polutan di dalam air dapat disebabkan oleh berbagai macam limbah, baik itu limbah pabrik maupun limbah rumah tangga. Air buangan limbah seringkali tercemar oleh merkuri. Semua komponen
clxii
merkuri dalam jumlah yang cukup beracun terhadap tubuh. Kerusakan tubuh yang disebabkan oleh merkuri biasanya bersifat permanen, dan sampai saat ini belum dapat disembuhkan. Penggambaran tersebut mengandung pesan bahwa pencemaran lingkungan merupakan hal yang sangat berbahaya bagi manusia, baik dampaknya langsung maupun dalam jangka panjang. 5. Makna peringatan disimbolkan pada kerusakan yang terjadi sejak dari hulu sungai. Baik itu kekeringan maupun kerusakan yang terjadi berada di wilayah hulu sungai sehingga longsoran tanah akan masuk ke dalam sungai. Longsor yang terjadi akan semakin mengikis daratan dan mengancam lahan pertanian juga pemukiman warga yang berada di pinggiran sungai. Dengan masuknya longsoran tanah ke dalam sungai maka logsoran tersebut akan menjadi endapan. Endapan akan menutupi berbagai macam tanaman maupun organisme sungai yang menjadi makanan ikan-ikan dan biota sungai lainnya. Dengan berkurangnya makanan di sungai maka akan mengganggu ketersediaan pangan bagi biota sungai yang berakibat akan menurunnya jumlah populasi biota sungai yang dapat bertahan hidup. Selain itu endapan juga secara otomatis akan mengurangi debit aliran sungai di bawahnya, sehingga mengurangi pasokan air dan mengancam kebutuhan air untuk lahan pertanian, perikanan, rumah tangga, maupun Perusahaan Daerah Air Minum yang bergantung pada aliran sungai.
clxiii
B. Keterbatasan Dalam Penelitian 1. Objek penelitian yang homogen, di mana kelima foto yang tergabung dalam foto-foto Ekspedisi Bengawan Solo Kehancuran Peradaban Sungai memiliki beberapa unsur objek lingkungan sungai yang sama misalnya air, tanah, tumbuhan, maupun langit di mana peneliti harus memaknai dengan makna yang berbeda ketika berada dalam frame foto yang berbeda pula. 2. Kurangnya referensi mengenai simbol-simbol dalam foto yang harus dimaknai sehingga saat peneliti mengalami kesulitan menemukan referensi dari objek tersebut maka dikaitkan dengan makna konvensional yang berlaku di masyarakat. 3. Masa perkuliahan selama empat tahun, namun saat semester VIII paneliti masih harus mengikuti perkuliahan dengan mata kuliah penjurusan tingkat akhir sehingga mengakibatkan kurang intensifnya peneliti dalam melakukan penelitian dan tidak bisa menyelesaikan hasil penelitian dengan cepat.
C. Saran 1. Perlunya mematangkan konsep dan pemikiran sebelum akhirnya mengambil tema yang tepat sebagai bahan untuk diteliti agar nantinya saat dalam proses pengerjaan tidak mendapatkan hambatan yang berarti.
clxiv
2. Peneliti harus rajin untuk mengumpulkan berbagai referensi yang terkait dengan bahan dan objek yang akan diteliti, terlebih dengan analisis semiotika yang mengharuskan memaknai berbagai objek dengan dasar yang dapat dipercaya validitasnya. 3. Adanya perubahan kurikulum yang menjadikan peneliti dapat mengakhiri masa perkuliahan sebelum semester VIII sehingga dengan perencanaan yang tepat penelitian dapat selesai tepat waktu pula.
clxv
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Audy Mirza. 2004. Fotojurnalistik Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa. Jakarta: PT Bumi Aksara. Baron, Renee dan Wagele, Elizabeth. 2005. Eneagram Mengenal 9 Tipe Kepribadian Manusia dengan Lebih Asik. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. Barthes, Roland. 2007. Membedah Mitos-mitos Budaya Massa: Semiotika atau Sosiologi Tanda, Simbol, dan Representasi. Yogyakarta & Bandung: Jalasutra. . 2009. Mitologi. Bantul: Kreasi Wacana. Berger, Arthur Asa. 2005. Tanda-tanda Dalam Kebudayaan Kontemporer, Suatu Pengantar Semiotika. Yogyakarta: Tiara Wacana. Budi HH, Setio. 1999. Pendekatan Semiotika Untuk Mengkaji Media. Yogyakarta: Fisip Atmajaya. Daeng, Hans J. 2000. Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan Tinjauan Antropologis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Eddy, Sutrisno. 2002. Kisah-kisah Penemuan Sepanjang Zaman-Komunikasi. Jakarta: Inovasi. Effendy, Onong Uchjana. 2004. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. Emoto, Masaru. 2006. The True Power of Water Hikmah Air Dalam Olahjiwa. Bandung: MQ Publishing. Fardiaz, Srikandi. 1992. Polusi Air & Udara. Yogyakarta: Kanisius. Hardjowigeno, Sarwono dan Reyes, Luthfi. 2005. Tanah Sawah Karakteristik, Kondisi, dan Permasalahan Tanah Sawah di Indonesia. Malang: Bayumedia. Hoy, Frank P. 1986. Photojournalism The Visual Approach. New Jersey: Prentice Hall. Islami, Titiek dan Utomo, W.H. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. Semarang: IKIP Semarang Press. John, W.M. dan Verhaar, S.J. 1991. Identitas Manusia Menurut Psikologi dan Psikiatri Abad ke-20. Yogyakarta: Kanisius. Kusrianto, Adi. 2007. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: CV Andi Offset. Leahy, Louis. 2007. Siapakah Manusia? Sintesis Filosofis Tentang Manusia. Yogyakarta: Kanisius. Motuloh, Oscar I. 2003. Foto Jurnalistik Suatu Pendekatan Dengan Suara Hati. Jakarta: Lembaga Pendidikan Jurnalistik ANTARA. Mulyana, Deddy. 2001. Human Communication Prinsip-prinsip Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Pawito. 2008. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LKiS. Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna. Bandung: Jalasutra. Pratista, Himawan. 2008. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka.
clxvi
Prihatna, Hermanus. 2003. Foto Berita Hukum dan Etika Penyiaran. Jakarta: Lembaga Pendidikan Jurnalistik ANTARA. Rakhmat, Jalaludin. 2003. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Riswandi. 2009. Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Soelarko, R.M. 1993. Motif Untuk Foto Anda. Semarang: Dahara Prize. Tamburaka, Rustam E. 1999. Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Filsafat Sejarah, sejarah Filsafat, dan Iptek. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Tinarbuko, Sumbo. 2008. Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra. Tjahjono, Subur. 2009. Ekspedisi Bengawan Solo Laporan Jurnalistik Kompas Kehancuran Peradaban Sungai Besar. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara. Widjaja, H.A.W. 2000. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta: PT Rineka Cipta. Pilo. 2010. Filosofi Sepeda. Diakses pada 26 Februari 2010 dari http://pilosopibodoh.blogspot.com/2009/10/pilosopi-bodoh sepeda.html. Widi. 2010. Menghidupi Filosofi "Onthel Ndeso Sastro Pancal" Kompas. Diakses pada 26 Februari 2010. Dari https://login.kompas.com/logins.php?srvc=act&sr=kompasiana&cd=1&do ne=http%3A%2F%2Fwww.kompasiana.com%2Fdashboard%2Fwrite. Achuy. 2010. Balada Sendal Jepit. Diakses pada 26 Februari 2010. Dari http://www.bloggaul.com/blog_temp.htm?balik=/index.htm&tp=log. Fikrie. 2010. Filosofi Sendal Jepit. Diakses pada 26 Februari 2010. Dari http://fikrie.blogdetik.com/2009/02/02/filosofi-sendal jepit/#comment-108. Kriyamedia. 2008. Arti Warna. Diakses pada 7 Desember 2009. Dari http://kriyamedia.blogspot.com/\Kriyamedia ARTI WARNA,.htm. Hadriyani. 2010. Filosofi Hijau. Diakses pada 31 Maret. Dari 2010.http://www.tempointeraktif.com/hg/kecantikan/2009/10/27/brk,2009 1027-204638,id.html. Alizar. 2010. Perempuan Hijau dimuat dalam Batam Pos 03/25/2007. Diakses pada 31 Maret 2010. Dari http://www.sriti.com/story_view.php?key=2323. Firmansyah. 2010. Filosofi Warna. Diakses pada 31 Maret. Dari http://www.firmansyah.web.id/tutorial/4-design-graphic/7-filosofiwarna.html. Julita. 2010. Filosofi Warna. Diakses pada 31 Maret 2010. Dari http://blog.unsri.ac.id/dindajulita/sekilas-info/filosofi warna/mrdetail/7316/. Anissa. 2010. Warna Pekat juga Memberi Karakter. Diakses pada 31 Maret 2010. Dari http://www.kikil.org/forum/thread-7206.html. Waryono. 2010. Wayang, Sastra, dan Negara (Makalah Berlin) Dr. Tarsoen Waryono, Sarasehan 100 tahun wayang di Berlin. Diakses pada 1 April 2010. Dari http://staff.blog.ui.ac.id/tarsoen.waryono/archives/146. Karim. 2010. Kabinet Bayangan. Diakses pada 1 April 2010. Dari http://agkarim.staff.ugm.ac.id/2007/09/26/kabinet-bayangan/.
clxvii
Suryono. 2010. Mengolah Sampah. Diakses pada 1 April 2010. Dari http://www.indoforum.org/showthread.php?t=5001. Ragile. 2010. Makna Magis di Balik Deklarasi Mega-Pro di Tempat Sampah. Diakses pada 1 April 2010. Dari https://login.kompas.com/logins.php?srvc=act&sr=kompasiana&cd=1&do ne=http%3A%2F%2Fwww.kompasiana.com%2Fdashboard%2Fwrite. Bangkit. 2010. Filosofi Batu. Diakses pada 30 April 2010. Dari http://bangkit.posterous.com/mengapa-tak-ada-yang-ingin-belajar-darikufil. Sujarwo. 2009. Kepala Batu, Tribun Jabar. Diakses pada 30 April 2010. Dari http://www.tribunjabar.co.id/read/artikel/4759/kepala-batu. Blezinsky. 2009. Langgam Caping Gunung. Diakses pada 30 April 2010. Dari http://sosbud.kompasiana.com/2009/12/19/langgam-caping-gunung/. Opick. 2008. Gending Caping Gunung. Diakses pada 30 April 2010. Dari http://www.pdiperjuanganjatim.org/v04/index.php?mod=berita&id=631. Winarno. 2010. Makna di Balik Tubuh Manusia. Diakses pada 15 Juni 2010. dari http://filsafat.kompasiana.com/2010/05/30/makna-di-balik-tubuhmanusia/. Siswanto. 2010. Filosofi Jembatan Semanggi. Diakses pada 1 Mei 2010. Dari http://metro.vivanews.com/news/read/110236filosofi_jembatan_semanggi. Wanabakti. 2010. Filosofi Pohon Kelapa. Diakses pada 25 Juni 2010. Dari http://www.saka wanabakti.cc.cc/store_user_menu.php?no=51135. Handayani. 2010. Filsafat Pohon Kelapa Sebagai Pembangun. Diakses pada 25 Juni 2010. Dari http://sundriati.wordpress.com/2008/10/23/filsafat-pohonkelapa-sebagai-pembangun/. Marpaung. 2010. Makna Tanah Secara Umum dan Teologis. Diakses pada 25 Juni 2010. Dari http://www.persekutuanstudireformed.org/artikel/s3.html. Murcahya. 2010. Air Tenang Menghanyutkan. Diakses pada 25 Juni 2010. Dari http://ardhie-manis.blogspot.com/2009/12/air-tenangmenghanyutkan.html. Nugroho. 2010. Tanah Air. Diakses pada 25 Juni 2010. Dari http://filsafat.kompasiana.com/2010/02/28/utak-atik-tanah-air/.
JURNAL Tochon, François Victor. 2007. International Journal of Applied Semiotics. Volume 1 no. 1. Dari http://www.atwoodpublishing.com/journals/journal.htm, diakses pada 26 Januari 2010. Cobley, Paul. 2007. International Journal of Applied Semiotics. Volume 6 no. 1. Dari http://www.atwoodpublishing.com/journals/V6N1/V6N1Index.htm, diakses pada 26 Januari 2010.
clxviii