VISUALISASI 2-SOLITON UNTUK LAJU ALIRAN DARAH PADA PEMBULUH NADI PAHA ANJING SEBAGAI FUNGSI WAKTU DAN POSISI UNIVERSITAS NEGERI MALANG
Nunjil Hidayah, Arif Hidayat , Hari Wisodo Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang Jl. Semarang 5, Malang 65145
Abstrak Telah dilakukan penelitian yang mengkaji tentang laju aliran darah pada pembuluh nadi paha anjing sebagai fungsi posisi dan waktu. Penelitian sebelumnya mengkaji tentang persamaan aliran darah menggunakan solusi 2soliton, akan tetapi belum dikaji secara mendalam pada selang waktu dan posisi berapakah bentuk pulsa hasil visualisasi persamaan aliran darah sesuai dengan keadaan pulsa aliran darah yang sebenarnya. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah visulasisasi persamaan aliran darah yang digambarkan sebagai solusi 2-soliton. Dalam metode ini, langkah pertama yang dilakukan adalah mengkaji persamaan-persamaan aliran darah yang telah ada sebelumnya. Kemudian mencari solusi persamaan aliran darah dengan menggunakan solusi soliton dan melakukan visualisasi melalui solusi persamaan yang diperoleh. Pada penelitian ini, visualisasi hanya dilakukan pada persamaan laju aliran darah saja. Hasil visualisasi 3 dimensi laju aliran darah menunjukkan bahwa laju aliran digambarkan sebagai solusi 2soliton yang tersusun dari pulsa utama dan pulsa dikrotik. Hal ini sesuai dengan kerja jantung yang memompa darah dengan dua periode yaitu periode sistol dan periode diastol. Pulsa dengan amplitudo yang kecil disebut pulsa dikrotik yaitu pulsa yang menunjukkan kecepatan aliran darah ketika diastol. Sedangkan pulsa dengan amplitudo lebih besar disebut pulsa utama yaitu pulsa yang menunjukkan kecepatan aliran darah ketika sistol. Pulsa laju aliran darah pada pembuluh nadi paha anjing yang didapatkan dari hasil visualisasi 2 dimensi untuk persamaan laju aliran darah yang sesuai dengan hasil eksperimen pola laju aliran darah adalah pada selang waktu 0 ≤ t ≤ 3 s dan pada posisi –0,3 < z < 0,5. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa pulsa dikrotik mendahului pulsa utama. Dan hasil visualisasi pada selang waktu dan posisi tersebut juga menunjukkan hal yang sama, yaitu pulsa dikrotik mendahului pulsa utama. Sehingga untuk pembuluh nadi paha anjing, persamaan laju aliran darah yang memuat solusi 2-soliton dapat digunakan pada selang waktu 0 ≤ t ≤ 3 s dan pada posisi –0,3 < z < 0,5. Kata kunci: Soliton, Pembuluh Nadi, Visualisasi, Aliran Darah
I. PENDAHULUAN
Ada berbagai jenis gelombang di alam semesta ini, salah satunya adalah gelombang soliton. Soliton
adalah gelombang soliter (sebuah paket gelombang atau pulsa) yang bersifat stabil, terlokalisasi dalam ruang, tak menyebar dan mampu mempertahankan bentuknya sementara ia menjalar pada kecepatan konstan. Soliton disebabkan oleh efek nonlinier dan efek dispersif dalam medium. Soliton muncul sebagai solusi tingkat luas dari persamaan diferensial parsial nonlinier dispersif yang menggambarkan sistem fisik. Ada beberapa hal agar suatu gelombang dikatakan sebagai soliton, yang pertama adalah soliton merupakan gelombang dengan kondisi tetap meskipun mengalami perubahan baik secara spasial maupun temporal. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah fenomena soliton muncul ketika merambat pada medium dispersif nonlinier. Kajian tentang teori soliton dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam biomekanika. Salah satunya yaitu untuk menganalisa aliran darah dalam pembuluh nadi (arteri). Pada saat jantung berkontraksi, darah akan keluar dari bilik menuju pembuluh nadi. Pembuluh nadi adalah pembuluh yang membawa darah dari jantung menuju jaringan dan organ tubuh. Aliran darah pada pembuluh nadi banyak menarik perhatian dalam dinamika darah. Studi tentang pulsa darah menyatakan bahwa mereka bergerak dengan pola karakteristik soliton selama mereka bergerak dari jantung (McDonald, 1974). Euler pada tahun 1775 pertama kali menemukan persamaan nonlinier satu dimensi pada pergerakan darah yang melalui pembuluh nadi. Rudinger (1966), Skalak (1966), Ariman (1974), Yomosa (1987), Moodie dan Swaters (1989) telah mengembangkan lebih jauh tentang teori nonlinier ini. Pada tahun 1958 Lambert menggunakan metode karakteristik untuk menganalisa persamaan pergerakan darah. Untuk menggambarkan hal-hal yang berkaitan dengan aliran darah dalam pembuluh nadi dikaji dengan menggunakan teori soliton. Laju aliran darah, mikrogirasi dan perubahan luas penampang melintang pembuluh dihitung berdasarkan solusi 2-soliton. Akan tetapi sejauh ini belum dikaji secara mendalam pada selang waktu dan posisi berapakah bentuk pulsa hasil visualisasi persamaan aliran darah sesuai dengan keadaan pulsa aliran darah yang sebenarnya. Penelitian sebelumnya mengkaji tentang laju dan tekanan pada titik tertentu pada pembuluh nadi bagian atas hingga pembuluh nadi bagian bawah pada anjing. Penelitian ini membahas kembali tentang persamaan aliran darah dalam pembuluh nadi di bagian paha anjing dan menvisualisasikannya menggunakan Wolfram Mathematica 8.0 pada posisi dan waktu tertentu. Akan tetapi dalam penelitian ini yang divisualisasi hanya laju aliran darah saja. Sehingga dalam hal ini peneliti mengambil judul “ Visualisasi 2-Soliton untuk Laju Aliran Darah pada Pembuluh Nadi Paha Anjing sebagai Fungsi Posisi dan Waktu”.
Sistem peredaran darah tersusun atas darah, pembuluh darah, dan jantung sebagai pusat peredaran darah. Darah adalah jaringan terspesialisasi yang mencakup cairan kekuningan, disebut plasma darah yang di dalamnya terkandung sel-sel darah. Sel-sel darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Pada saat jantung berkontraksi (sistol), darah akan keluar dari bilik menuju pembuluh nadi (arteri). Pembuluh nadi adalah pembuluh yang membawa darah dari jantung dan umumnya mengandung banyak oksigen. Pembuluh ini tebal, elastis, dan memiliki sebuah katup (valvula semilunaris) yang berada tepat di luar jantung. Saat jantung berelaksasi (diastol), darah dari tubuh dan paru-paru akan masuk ke jantung melalui pembuluh balik (vena). Pembuluh balik diselubungi oleh otot rangka dan memiliki sebuah katup (valvula semilunaris ). Dinding pembuluh ini lebih tipis dan tidak elastis. Pembuluh balik lebih mudah dikenali dari pada nadi karena letaknya di daerah permukaan. B. Solusi Soliton pada Persamaan Aliran Darah dalam Pembuluh Nadi Soliton adalah sebuah gelombang nonlinear yang memiliki sifat: 1) terlokalisasi dan merambat tanpa perubahan bentuk dan kecepatan. 2) stabil melawan tumbukan dan mempertahankan identitasnya. Euler pada tahun 1775 pertama kali menemukan persamaan nonlinier satu dimensi pada pergerakan darah yang melalui pembuluh nadi. Rudinger (1966), Skalak (1966), Ariman (1974), Yomosa (1987), Moodie dan Swaters (1989) telah mengembangkan lebih jauh tentang teori nonlinier ini. Pada tahun 1958 Lambert menggunakan metode karakteristik untuk menganalisa persamaan pergerakan darah. Teori soliton digunakan untuk menggambarkan dinamika pulsa gelombang aliran darah dalam arteri. Teori ini digunakan untuk menjelaskan tentang pembuluh elastis berdinding tipis yang diisi dengan fluida ideal dan memiliki panjang tak hingga, lurus dan melingkar, sesuai dengan teori Yomosa (1987). Teori tentang model rangkaian kesatuan terkecil darah yang dikembangkan oleh Eringen pada tahun 1966 dan Ariman beserta rekan kerjanya Turk dan Sylvester pada tahun 1974 digunakan untuk menggambarkan aliran darah dalam pembuluh nadi berdasarkan solusi 2-soliton. Darah diasumsikan sebagai cairan yang tak termampatkan. Laju aliran darah, mikrogirasi dan perubahan luas penampang melintang akan dihitung sebagai solusi 2-soliton. C. Persamaan Umum Korteweg-de Vries (KdV) Gelombang air non linear lemah dapat dijelaskan oleh bentuk persamaan differensial integral yaitu ∞
u t − uu x + ∫ K (x − ξ )uξ (ξ , t )dξ = 0 −∞
(1)
sifat dispersif dari gelombang terdapat pada kernel K. Hubungan dispersif K diperoleh dari Transformasi Fourier sebagai berikut II. TEORI A. Sistem Peredaran Darah
K (x ) =
1 2π
∫ c(k )e ∞
−∞
−i k x
(2)
dk
dengan c(k ) = ω (k ) dan ω(k) merupakan sifat dispersif k dari gelombang. Data eksperimen dari hubungan dispersif dideskripsikan hubungan hiperbolik berikut g (3) c 2 (k ) = tanh kh k dengan h adalah kedalaman rata-rata saluran air tanpa gangguan dan adalah percepatan gravitasi bumi. Untuk gelombang dengan panjang gelombang besar diperoleh nilai tanh (kh) kecil sehingga dengan ekspansi Taylor dapat diperoleh kecepatan fase sebagai berikut g (4) c(k ) = tanh kh k dengan x = kh, tan x dapat diekspansi sebagai berikut (− 2 ) (kh )3 + 0k 5 (5) tanh x ≅ kh + 6 Persamaan (5) disubtitusikan ke persamaan (4) dan diperoleh persamaan c(k ) =
( )
h2k 2 g tanh kh = gh 1 − +0 k4 k 6
(6)
sebagai konsekuensinya, persamaan (2) dapat dituliskan dengan mensubtitusikan persamaan (6) ke persamaan (2), sehingga diperoleh persamaan h 2 k 2 −i k x 1 ∞ (7) 1 − e dk K (x ) = gh 2π ∫−∞ 6 Integrasi terhadap kedua suku bersesuaian dengan fungsi delta dirac δ(x) sebagai berikut h 2 k 2 −i k x 1 ∞ e dk K (x ) = gh 1 − ∫ 2π −∞ 6 h2 K ( x ) = gh δ ( x ) + δ '' ( x ) 6 h2 (8) K (x ) = gh δ ( x − ξ ) + δ '' (x ) 6 persamaan (8) disubtitusikan ke persamaan (1), sehingga diperoleh
h2 u t − uu x + gh u x + u xxx = 0 6
(9)
Jika persamaan (9) ditransformasikan dalam sistem koordinat bergerakcX = x + vt untuk v = − gh dan waktu skala t serta amplitudo u dengan τ = h 2 vt 6 dan u~ = u (h 2 v ) , maka akan menghasilkan persamaan umum KdV sebagai berikut (10) u t − 6uu x + u xxx = 0
D. Solusi Persamaan Korteweg–de Vries (KdV) Persamaan KdV secara umum adalah u t − 6uu x + u xxx = 0 dengan t > 0 dan –∞ < x < ∞ (11) dengan kondisi awal u(x,t = 0) = u0 (x). Diasumsikan bahwa syarat batas awal solusi persamaan KdV akan segera menuju nol pada x → ∞ .Untuk mendapatkan solusi ini digunakan invers scattering transform (IST). Prosedur ini sangat dekat sekali dengan transformasi
fourier (FT). Sebagai tambahan baik IST maupun FT terkait erat dengan permasalahan Sturm-Liouville. Perbedaan utamanya, FT hanya dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan persamaan linier, sedangkan IST dapat menyelesaikan persamaan differensial nonlinier. Untuk mendapatkan solusi persamaan KdV dengan metode ini, pertama adalah menentukan kondisi awal u(x,0) = u0 (x). Setelah itu dihitung data hamburan S(0) dengan mempertimbangkan persamaan Sturm Liouvill . (12) ψ xx + {λ − u 0 (x )}ψ = 0 –∞ < x < ∞ Karakteristik dari proses hamburan adalah sejumlah indeks transmisi b(k) dan refleksi a(k) serta konstanta normalisasi cn. Kumpulan data ini disebut data hamburan S(0) dan dituliskan dalam S(0) = { a(k), b(k), cn }. Data yang mendukung teori dalam kuantitas yang diukur dalam proses hamburan adalah koefisien transmisi b(k) dan a(k). Secara eksperimental kuantitas yang terukur ini dapat digunakan untuk mendapatkan potensial interaksi. Secara teoritik jawabannya diberikan oleh Marchenko. Marchenko menunjukkan bahwa data hamburan S(0) dan nilai eigen problem Sturm-Lioville λ cukup untuk membangun potensial dari proses hamburan dengan persamaan integral linier dalam bentuk ∞ K ( x, z ) + M ( x + z ) + K ( x, y )M ( y + z )dy = 0 (13)
∫
−∞
dimana M didefinisikan sebagai data hamburan yaitu
M (x ) =
∑
c 2 e −kn x + n =1 n N
1 2π
∞
∫ b (k )e −∞
ik x
dk
(14)
solusi K(x, z) dari persamaan integral dapat diperoleh rumus potensial u 0 ( x ) yaitu
u 0 ( x ) = −2
d K ( x, x ) dx
(15)
Pengetahuan tentang data hamburan, membangun potensial u 0 (x ) dari persamaan Marchenko (13). Aspek lain dari penyelesaian persamaan KdV adalah bagaimana waktu mempengaruhi hamburan, sampai sekarang hanya dapat diselesaikan sebagai karakteristik stasioner dari proses hamburan. Sekarang tidak hanya dibahas yang berhubungan dengan kondisi awal, tetapi juga sifat yang bergantung waktu dari kondisi atau solusi u( x, t ) .
E. Solusi Umum Potensial Bergantung Posisi dan Waktu u( x, t ) Untuk melengkapi proses solusi dari invers scattering transform (IST), diperlukan perhitungan terhadap data hamburan yang bergantung waktu pada persamaan integral Marchenko. Waktu hanya muncul sebagai parameter dalam hubungannya dengan data hamburan, sehingga digunakan ekspresi dari bagian stasioner data hamburan dan dapat mengembangkan lebih lanjut persamaan hamburan yang bergantung waktu. Dari potensial bergantung waktu dan solusi dari persamaan KdV akan diperoleh persamaan Marchenko yang bergantung waktu. Karakteristik spektral disimbolkan dengan M, pada persamaan (14) untuk kasus data spektral yang bergantung waktu, akan diperoleh persamaan
M (x; t ) = ∑ n =1 c n (0 ) e 8 k n t + N
3
2
1 2π
( ∫ b(k ;0 )e ∞
i 8 k 3t − kx
−∞
)dk
(16) kemudian persamaan Marchenko awal berubah menjadi ∞
K (x, z; t ) + M (x + z; t ) + ∫ K (x, y; t )M ( y + z; t )dy = 0 (17) x
Solusi dari persamaan Korteweg-de Vries (KdV) adalah sebagai berikut u ( x , t ) = −2
∂ K (x, x; t ) ∂x
(18)
pada prinsipnya, persamaan (18) memberikan solusi persamaan Korteweg-de Vries (KdV) untuk data spektral yang diketahui. Penurunan data spektral tidak sederhana, meskipun untuk persamaan KdV. Perhitungan solusi umum dari persamaan Marchenko adalah persoalan kedua dalam proses solusi. Hal ini sama dengan teknik Fourier, dimana invers scattering transform (IST) tidak dapat diperoleh. Dengan memberikan densitas spektral A(k), yang secara analitik tidak mungkin dibalik dari representasi ruang Fourier ke ruang real. Namun, karena masalah utamanya adalah aplikasi invers scattering transform (IST), sehingga bahasan selanjutnya dapat ditunjukkan bahwa invers scattering transform (IST) dapat diaplikasikan ke solusi persamaan Korteweg-de Vries (KdV). Sehingga dalam hal ini, diperoleh solusi soliton dari persamaan Korteweg-de Vries (KdV), yaitu (19) ∂ − 2e 8t − x − x 2 u ( x , t ) = −2
∂x 1 + e 8t − 2 x
e = −2 sec h (x − 4t )
III. METODE Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah visulasisasi persamaan aliran darah yang digambarkan sebagai pulsa 2-soliton. Dalam metode ini, langkah pertama yang dilakukan adalah mengkaji persamaan-persamaan aliran darah yang telah ada sebelumnya. Kemudian mencari solusi persamaan aliran darah dengan menggunakan solusi soliton dan melakukan visualisasi melalui solusi persamaan yang diperoleh. Dalam penelitian ini, visualisasi hanya dilakukan pada persamaan laju aliran darah saja. Metode yang digunakan untuk menyelesaikan solusi soliton pada aliran darah yaitu dengan menggunakan persamaan gerak untuk aliran membujur Navier – Stokes. Untuk menggambarkan pola asimtot nonlinier pada persamaan tersebut, Gardner dan Morikawa memperkenalkan skala transformasi untuk dikombinasikan dengan variabel tak bebas. Pada metode ini, hal pertama yang dilakukan adalah melinierkan persamaan. Dengan mengeliminasi v1, p2 dan γ1 dari persamaan yang diturunkan dan diperoleh persamaan KdV kemudian diperoleh solusi soliton untuk persamaan aliran darah dalam pembuluh. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Aliran darah dalam tubuh pada dasarnya adalah aliran fluida dalam pipa. Tidak seperti pipa yang kaku, dinding pembuluh darah memiliki bentuk yang elastis dan diameternya akan bertambah ketika tekanannya naik. Gaya elastis akan menekan dinding dan mempercepat aliran fluida. Hubungan antara aliran darah dan perubahan bentuk pembuluh darah
menghasilkan gelombang yang bergerak sepanjang pembuluh. McDonald pada tahun 1974 menganalisa bentuk aliran dan tekanan gelombang pada tempat tertentu dari aorta atas tubuh hingga arteri bawah tubuh anjing. Pertimbangkan bidang satu dimensi pada laju aliran vz(z,t), tekanan darah p (z,t), dan perpindahan radial dinding pembuluh ur (z,t), yang dinyatakan dengan koordinat silinder (r,θ,z), dimana r adalah koordinat radial dan z adalah koordinat axis. Diasumsikan bahwa distribusi laju aliran vz(z,t) dan tekanan cairan p (z,t) yang melalui luas penampang melintang pembuluh adalah seragam. Persamaan yang menjelaskan pergerakan dari suatu fluida seperti cairan dan gas adalah persamaan gerak Navier – Stokes, yaitu ∂v z ∂v z 1 ∂p (20) +v + =0 ∂t
z
∂z
ρ ∂z
dimana ρ adalah kerapatan darah. Persamaan kontinuitas yang menyatakan sifat ketakmampatan darah adalah 2 ∂A ∂ (v z A) (21) + = 0 dengan A = π (r0 + ur) ∂t
∂z
dimana A(z,t) adalah luas penampang melintang pada pembuluh, persamaan (21) menjadi (22) ∂u r r0 u r ∂v ∂u r ∂t
+
1+ + v =0 2 r0 ∂z ∂z
Persamaan gerak radial dinding adalah p − pe ∂ 2u ρ 0 2r = H0 ∂t
ur 1 + r0
u h0 1 + a r r0 − Eu r u H 0 r02 1 + r r0
Variabel bebas yang tak berdimensi adalah z = L0 z’ , t = T0 t’ dengan L0 =
r0 H 0 ρ 0 , T0 = 2ρ
r02 H 0 ρ 0 , h0 E
(23)
(24) (25)
dan variabel tak bebas yang tak berdimensi v~ , ~p dan γ~ (26) v = c v~, p − p = p ~ p, u = r γ~ z
0
e
0
z
0
dimana c0 dan p0 dinyatakan sebagai c0 =
L0 = T0
h0 E hE , p0 = 0 2 ρ r0 2r0
(27)
oleh karena itu, persamaan dasar (20), (22) dan (23) menjadi ∂v~ ∂v~ ∂~ p (28) +v + =0 ∂t ' ∂z ' ∂z ' ∂γ~ 1 ∂v~ ∂γ~ (29) + (1 + γ~ ) +v =0 ∂t ' 2 ∂z ' ∂z ' γ~(1 + aγ~ ) ∂ 2γ~ 1 ~ (30) = p (1 + γ~ ) − 2 (1 + γ~ ) 2 ∂t ' Untuk menggambarkan pola asimtot nonlinier pada persamaan (28) – (30), Gardner dan Morikawa memperkenalkan skala transformasi untuk dikombinasikan dengan variabel tak bebas. Dengan menggunakan metode ini, hal pertama yang dilakukan adalah melinierkan persamaan dalam bentuk ~ ∂v~ ∂~ p + =0 ∂t ' ∂z ' ~ ∂γ~ 1 ∂v~ + (1 + γ~0 ) =0 ∂t ' 2 ∂z '
(31) (32)
t ~ ~ ~ ∂ 2γ~ 1 ~ ~ ) − γ (1 + (2a − 1)γ 0 ) ~ ( 1 = p + γ 0 2 2 ~ 2 ∂t ' (1 + γ 0 ) ~ ~ ~ ~ dimana p dan γ didefinisikan sebagai
(33)
~ ~ ~ ~ ~ (34) p=~ p0 + ~ p , γ = γ 0 + γ~ Dimisalkan memiliki solusi harmonik v~ , ~~p , γ~~ dengan faktor eksponensial dalam bentuk exp[i(kz’ – ωt’)] (35) Pada keadaan ini, diperoleh sistem persamaan homogen pada amplitudo v~ , ~~p , γ~~ . gk
ω=
1+ k
2
1 + (2a − 1) γ~0 (1 + γ~ )
,g =
(36)
0
Bentuk ω (k) dikembangkan lagi ke dalam deret Taylor untuk nilai k yang kecil maka diperoleh k2 (37) ω (k ) ≈ gk 1 − 2
z '− gt '
(gt ')
13
2
= const.
(39)
Persamaan (4.31) dapat juga didefinisikan sebagai (40) ξ = ε ( z '− gt '),τ = ε ε gt ' ~ ~ ~ ~ ~ dengan ε adalah parameter kecil. Untuk v , p , γ dengan memasukkan nilai ε diberikan oleh ∞ ~ ∞ ~ ∞ n ~ v = ε n v (ξ ,τ ), ~ p = ε p (ξ ,τ ), γ~ = ε n γ (ξ ,τ ) (41)
∑ n =1
p1 =
∑
n
∑
n
n =1
n
n =1
(48) (49)
2g 2 γ1 1 + γ~0
dimana fungsi f (τ) dan φ(τ) bisa ditentukan dari keadaan awal (50) f (τ ) = ϕ (τ ) = 0 untuk (51) p = p 0 , γ~ = γ~0 untuk vz = 0 atau p1 = 0, γ1 = 0, untuk v1 = 0 (52) Pada keadaan ini, persamaan (47) dan (48) menjadi (49). Hubungan nilai v1, p1, dan γ1 adalah (53) p1 2g v1 =
dan nilai eksponensial pada persamaan (35) menjadi k 3 gt ' (38) exp i k ( z '− gt ') +
(47)
1 p1 + f (τ ) g 2g v1 = γ 1 + ϕ (τ ) 1 + γ~0
v1 =
g
=
γ1 1 + γ~0
Dengan mengeliminasi v1, p2 dan γ1 dari (46) dan (53) diperoleh persamaan KdV (54) ∂v1 ∂v1 1 ∂ 3 v1 ∂τ
+ Kv1
∂ξ
+
2 ∂ξ 3
=0
∂p1 ∂p 1 ∂ 3 p1 + Lp1 1 + =0 ∂τ ∂ξ 2 ∂ξ 3
(55)
∂γ 1 ∂γ 1 ∂ 3γ 1 + Mγ 1 1 + =0 ∂τ ∂ξ 2 ∂ξ 3
(56)
dimana konstanta K,L dan M diberikan oleh (1 + γ~0 )[(1 + 2a ) + 3(2a − 1)γ~0 ] K= 32 4[1 + (2a − 1)γ~0 ]
(57) (58)
~ ~ ~, ~ Variabel tak bebas v p , γ~ bergantung pada ξ dan τ,
L=
dan persamaan nonlinier (28) – (30) dapat ditulis sebagai ~ (42) ∂ ∂ ~ ~ ∂v~ ∂~ p
Laju aliran pada persamaan (54) dapat juga ditulis Uτ – 6UUx + Uxxx = 0 (59) dengan cara transformasi 3 (60) v = − U , ξ = X ,τ = 2T
+ε v + v + =0 g − ∂τ ∂ξ ∂ξ ∂ξ ∂ ∂ g − +ε ∂τ ∂ξ
~ ~ ∂v~ ~ ∂γ~ ~ 1 γ~ + 1 + γ~0 + γ~ +v =0 2 ∂ξ ∂ξ
(
)
(
(43)
K
)(
)
∂2 ~ ~ ∂2 ∂2 ~ 1 g 2 ε − 2ε 2 + ε 3 2 γ~ − ~ p0 − ~ p 1 + γ~0 + γ~ + 2 ∂ ∂ 2 ξ τ ∂ ∂ ξ τ ~ ~ γ~0 + γ~ 1 + a γ~0 + γ~ =0 ~ 1 + γ~0 + γ~
(
(
)[ (
)
)]
(44) Substitusi persamaan (41) ke dalam persamaan (42) – (44) kemudian menyamakan koefisien ε. Dan persamaan yang sebanding dengan ε adalah ∂v1 ∂p1 + = 0, ∂ξ ∂ξ ∂γ 1 ∂v − g 1 + (1 + γ~0 ) 1 = 0 ∂ξ 2 ∂ξ −g
(
K 2g ,M = K g 1 + γ~0
)
(45)
1 + 2aγ~0 + aγ~02 γ 1 1 1 − ~ p 0 γ 1 − (1 + γ~0 ) p1 + =0 2 2 (1 + γ~0 )2 2
Begitu juga bentuk yang sebanding dengan ε adalah ∂v 2 ∂v ∂v ∂p + g 1 + v1 1 + 2 = 0 ∂ξ ∂τ ∂ξ ∂ξ ∂γ 2 ∂γ 1 1 ∂v ∂γ 1 ∂v −g +g + (1 + γ~0 ) 2 + γ 1 1 + v1 1 = 0 ∂ξ ∂τ 2 ∂ξ 2 ∂ξ ∂ξ 2 ( 1 + 2aγ~0 + aγ~02 )γ 2 1~ 1 1~ 2 ∂ γ1 ~ g − p0γ 2 − (1 + γ 0 ) p2 − p1γ 1 + + ∂ξ 2 2 2 2 (1 + γ~0 )2
−g
(a − 1)γ 12 = 0 (1 + γ~0 )3 Dari persamaan (45) dengan cara diintegralkan diperoleh
(46)
Solusi persamaan (59) memuat solusi soliton yang diberikan oleh U = –2k2sech2 [k(X – 4k2T) – δ] (61) dengan δ = konstanta. Persamaan (55) dan (56) dapat diselesaikan dengan cara yang sama, dan solusi untuk laju aliran, tekanan fluida dan perpindahan secara radial diberikan oleh ~ (62) k 6 ~ v z (z , t ) = c 0 k 2 sec h 2 (z − Vt ) − δ K
L0 ~ 6 ~2 k p ( z , t ) = p 0 + p 0 k sec h 2 (z − Vt ) − δ L L 0 ~ 6 ~2 2 k ~ u r ( z, t ) = r0 γ 0 + p 0 k sec h ( z − Vt ) − δ L L0
(63) (64)
Solusi soliton menggambarkan bahwa amplitudo dan kecepatan pulsa gelombang saling berhubungan. Pulsa dengan amplitudo yang besar memiliki lebar pulsa yang sempit dan rapat. Amplitudo dan kecepatan pada solusi persamaan (61) ditentukan oleh nilai eigen –kn2. Laju aliran digambarkan sebagai solusi 2-soliton yang tersusun dari pulsa induk dan pulsa dikrotik. Sehingga dihasilkan solusi persamaan aliran darah yaitu
v z (z , t ) =
~ k 6 ~2 c0 k1 sec h 2 1 z − 4k12 t − δ 1 + K L 0 ~ 6 ~2 2 k2 2 c0 k 2 sec h z − 4k 2 t − δ 2 K L0
(
)
(
)
(65)
Konstanta δ1, δ2 bergantung pada keadaan. Pada kasus yang sama diperoleh solusi 2-soliton untuk tekanan darah dan untuk perpindahan radial, yaitu ~ k 6 ~2 p0 k1 sec h 2 1 z − 4k12t − δ1 + L L0 ~ 6 ~2 k p0 k 2 sec h 2 2 z − 4 k 22t − δ 2 L L0 ~ 6 ~2 2 k1 ~ u r ( z, t ) = u 0γ 0 + r0 k1 sec h z − 4k12 t − δ 1 + M L 0 ~ k ~2 6 p 0 k 2 sec h 2 2 z − 4k 22 t − δ 2 M L0
(
p ( z , t ) = p0 +
(
)
(66)
)
(
(
)
(67)
)
Visualisasi laju aliran darah pada pembuluh nadi bagian paha anjing yang didapatkan dengan memasukkan nilai k~1 = 0,09 , k~2 = 0,035 , K = 1,127, L0 = 0,38 x 10-2 m, c0 = 8,98 m/s, δ1 = –1,7 dan δ2 = 1,3 berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh McDonald ke dalam persamaan (65) yaitu,
Gambar 1: Solusi 2-Soliton untuk Laju Aliran Darah pada Pembuluh Nadi di Bagian Paha Anjing untuk –0,5 ≤ z ≤ 0,5 dan 0 ≤ t ≤ 4. Grafik yang ditunjukkan oleh Gambar (1) memperlihatkan bahwa laju aliran darah dalam pembuluh nadi tidak konstan melainkan berbentuk pulsa gelombang yang dalam hal ini adalah gelombang 2-soliton. Hal ini sesuai dengan kerja jantung yang memompa darah dengan dua periode yaitu periode sistol dan periode diastol. Pulsa dengan amplitudo yang kecil disebut pulsa dikrotik yaitu pulsa yang menunjukkan laju aliran darah ketika diastol. Sedangkan pulsa dengan amplitudo lebih besar disebut pulsa utama yaitu pulsa yang menunjukkan laju aliran darah ketika sistol. Variabel z menunjukkan posisi laju aliran darah di sepanjang pembuluh nadi. Pulsa dikrotik muncul pada nilai z < 0, dalam hal ini pulsa dikrotik tidak terjadi di dalam pembuluh nadi di bagian paha melainkan terjadi sebelum masuk ke dalam pembuluh nadi di bagian paha anjing. Posisi z = 0 memiliki arti darah mulai masuk pada pembuluh nadi di bagian paha anjing. Amplitudo pulsa utama terlihat lebih besar dari pada amplitudo pulsa dikrotik, jika ditinjau kembali persamaan (65) yang menunjukkan bahwa laju ~ aliran darah dan amplitudo sebanding dengan k 2 , dapat dijelaskan bahwa laju aliran darah ketika diastol lebih rendah dari pada ketika sistol. Nilai karakteristik pulsa dikrotik lebih kecil dari pada nilai karakteristik pulsa utama. Dapat dilihat pula bahwa amplitudo pulsa utama dan pulsa dikrotik selalu tetap tidak berubah terhadap posisi dan waktu. Sedangkan visualisasi 2 dimensi yang menggambarkan pola laju aliran darah pada pembuluh
nadi bagian paha anjing pada posisi dan waktu tertentu adalah
Gambar 2: Pulsa Laju Aliran Darah yang Didapatkan dari Persamaan (65) Gambar (2) menunjukkan bahwa pulsa laju aliran darah pada pembuluh nadi paha anjing yang didapatkan dari persamaan (65) pada selang waktu 0 ≤ t ≤ 3 s dan pada posisi –0,3 < z < 0,5 menunjukkan pulsa dikrotik mendahului pulsa utama. Untuk selang waktu 4 ≤ t ≤ 11 s, pulsa utama dan pulsa dikrotik hampir sefase. Pada saat t = 12, pulsa utama mulai terpisah dengan pulsa dikrotik dan pada selang waktu 13 ≤ t ≤ 24 s dan pada posisi –0,1 < z < 0,5, pulsa utama mendahului pulsa dikrotik. Sedangkan pada saat t ≥ 25, pulsa utama dan pulsa dikrotik semakin lama semakin terpisah. Jika kembali ke persamaan (65) dapat dijelaskan bahwa kecepatan sebanding dengan amplitudo. Pulsa dengan amplitudo lebih besar bergerak lebih cepat sehingga semakin lama kedua pulsa akan terpisah semakin jauh. Dari hasil plot grafik yang ditunjukkan oleh Gambar (2), dapat dijelaskan bahwa pulsa yang sesuai dengan hasil eksperimen pola laju aliran darah adalah pada selang waktu 0 ≤ t ≤ 3 s dan pada posisi –0,3 < z < 0,5. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa pulsa dikrotik mendahului pulsa utama. Sehingga untuk pembuluh nadi paha anjing, persamaan laju aliran darah yang ditunjukkan oleh persamaan (65) dapat digunakan pada selang waktu 0 ≤ t ≤ 3 s dan pada posisi –0,3 < z < 0,5. V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa hasil visualisasi laju aliran darah yang didapatkan dari persamaan (65) menunjukkan bahwa laju aliran darah digambarkan sebagai solusi 2-soliton yang tersusun dari pulsa utama dan pulsa dikrotik. Hal ini sesuai dengan kerja jantung yang memompa darah dengan dua periode yaitu periode sistol dan periode diastol. Pulsa dengan amplitudo yang kecil disebut pulsa dikrotik yaitu pulsa yang menunjukkan laju aliran darah ketika diastol. Sedangkan pulsa dengan amplitudo lebih besar disebut pulsa utama yaitu pulsa yang menunjukkan laju aliran darah ketika sistol. Gambar (2) menunjukkan bahwa pulsa laju aliran darah pada pembuluh nadi paha anjing yang didapatkan dari persamaan (65) pada selang waktu 0 ≤ t ≤ 3 s dan pada posisi –0,3 < z < 0,5 menunjukkan pulsa dikrotik mendahului pulsa utama. Untuk selang waktu 4 ≤ t ≤ 11 s, pulsa utama dan pulsa dikrotik hampir sefase. Pada saat t = 12, pulsa utama mulai terpisah dengan pulsa dikrotik dan pada selang waktu 13 ≤ t ≤ 24 s dan pada posisi –0,1 < z < 0,5, pulsa
utama mendahului pulsa dikrotik. Sedangkan pada saat t ≥ 25, pulsa utama dan pulsa dikrotik semakin lama semakin terpisah. Jika kembali ke persamaan (65) dapat dijelaskan bahwa kecepatan sebanding dengan amplitudo. Pulsa dengan amplitudo lebih besar bergerak lebih cepat sehingga semakin lama kedua pulsa akan terpisah semakin jauh. Dari hasil plot grafik yang ditunjukkan oleh Gambar (2), dapat dijelaskan bahwa pulsa yang sesuai dengan hasil eksperimen pola laju aliran darah adalah pada selang waktu 0 ≤ t ≤ 3 s dan pada posisi –0,3 < z < 0,5. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa pulsa dikrotik mendahului pulsa utama. Sehingga untuk pembuluh nadi paha anjing, persamaan laju aliran darah yang ditunjukkan oleh persamaan (65) dapat digunakan pada selang waktu 0 ≤ t ≤ 3 s dan pada posisi –0,3 < z < 0,5. A. Saran Dalam penelitian selanjutnya tentang solusi 2soliton dalam aliran darah sebaiknya lebih dikembangkan kembali yaitu sampel penelitian lebih divariasi tidak hanya anjing saja. Dan sebaiknya dijelaskan pengaruh dari besar kecepatan aliran, tekanan dan pergerakan penampang melintang terhadap sampel penelitian. VI. DAFTAR RUJUKAN A. Ewy, Gordon, dkk. 1969. The Dicrotic Arterial Pulse. Jounal of The American Heart Association. Dallas: American Heart Association Baumann, Gerd. 2004. Mathematica for Theoretical Physics(second edition). New York: Springer Science+Business Media. Harahap, Rahmayanti. 2011. Penurunan Persamaan Navier Stokes dalam Bentuk Persamaan Diferensial untuk Gerak Fluida Laminer. Skripsi. Medan: FMIPA USU Munteanu, Ligia & Domescu, Stefania. 2005. Introduction to Soliton Theory: Applications to Mechanics. New York: Kluwer Academic Publishers. Langtangen, Hans Peter. 2012. Finite Difference Methods for Wave Motion. Oslo: Departement of Informatics, University of Oslo. Pratiwi, D.A., dkk. 2007. Biologi untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga. Tim Penyusun. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (PPKI). Malang: UM. Sandor Bernad, Elena-Silvia Bernad, Tiberiu Barbat, Cosmin Brisan dan Vlad Albulescu.2011. An analysis of blood flow dynamics in AAA, Etiology, Pathogenesis and Pathophysiology of Aortic Aneurysms and Aneurysm Rupture, Prof. Reinhart Grundmann (Ed.), ISBN: 978-953-307-523-5. InTech
Sari, Tri Wulan. 2012. Pengaruh Potensial Terhadap Perambatan Gelombang Air Dangkal Berdasarkan Formulasi Korteweg-de Vries untuk Soliton Bergantung Waktu dan Posisi. Skripsi. Malang: FMIPA UM. http://paruparubasah.web.id/category/uncategorized/. Diakses tanggal 11 Desember 2013. http://karina-meviawan.blogspot.com/2012/10/jantung-pembuluhdarah.html. Diakses tanggal 11 Desember 2013.