Pengaruh Konsentrasi Bahan Pengawet Boron Terhadap Rayap Kayu Kering (Cryptotermes Cynophalus) Pada Bambu Ampel (Bambusa Vulgaris) Dan Bambu Betung (Dendrocalamus Asper) Effect of Boron Concentration Preservatives Ingredients Of Drywood Termites (Cryptotermes cynophalus) In Ampel Bamboo (Bambusa vulgaris) And Betung Bamboo (Dendrocalamus asper). Vini Nur Febriana1, Moerfiah2, Jasni3 1,2
3
Program Studi Biologi FMIPA UNPAK PUSLITBANG Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Gunung Batu Bogor ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi 2 jenis bambu tahan terhadap serangga perusak pada tingkat konsentrasi, terhadap serangan rayap kayu kering (Cryptotermes cynophalus Light) dengan bahan pengawet aktif boron, sehingga memperpanjang umur pakai suatu produk bambu agar keberadaan bambu dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai pengganti kayu dan produk kayu. Maka dari itu pada penelitian ini, dilakukan perendaman dingin bambu ampel dan bambu betung selama 3 malam menggunakan bahan pengawet senyawa boron konsentrasi 1,5%, 3 %, 4,5%, 6 %, 7,5% yang kemudian dikeringkan selama 15 hari dan dilanjutkan dengan uji ketahanan rayap kayu kering. Didapat hasil retensi setelah perendaman bahwa retensi lebih tinggi terdapat pada bambu ampel dengan tingkat konsentrasi 1,5%, 3 %, 4,5%, 6 %, 7,5% yaitu berkisar 0,6 – 2,83 kg/m3, bambu betung berkisar 0,39 – 2,16 kg/m3.Hasil parameter ketahanan bambu terhadap rayap kayu kering yaitu, mortalitas rayap kayu kering pada bambu ampel tanpa bahan pengawet adalah 54,67 % dan bambu betung 53,3 %. Pemberian boron dengan tingkat konsentrasi 1,5%, 3 %, 4,5%, 6 %, 7,5% maka mortalitas rayap kayu kering meningkat jadi 100%. Kemudian penurunan contoh uji bambu ampel tanpa bahan pengawet 62,25 %, bambu betung 56,1 % terus menurun dengan meningkatnya konsentrasi. Konsentrasi 7,5 % bambu ampel maupun bambu betung penurunan berat akibat serangan rayap kayu kering berkisar 15,9 – 18,6 %. Dan dilihat dari derajat serangan, bambu ampel maupun bambu betung yang tidak diawetkan mencapai nilai 100 (kerusakan hancur), sedangkan pemberian bahan pengawet boron nilai derajat serangan menurun jadi 70 (kerusakan sedang). Bambu Ampel maupun bambu betung yang diawetkan dengan senyawa boron berpengaruh nyata terhadap kematian rayap, penurunan berat dan derajat serangan. Kata Kunci : senyawa boron, bambu ampel, bambu betung, rayap kayu kering. dengan bahan bangunan lain karena banyak ditemukan di sekitar pemukiman pedesaaan. Bambu dalam bentuk bulat dipakai untuk berbagai macam konstruksi seperti rumah, gudang, jembatan, tangga, pipa saluran air, tempat air, serta alat-alat
Pendahuluan Masyarakat di Indonesia, bambu banyak dimanfaatkan, antara lain batangnya kuat, ulet, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk dan mudah dikerjakan serta ringan. Selain itu bambu juga relatif murah dibandingkan 1
rumah tangga. Dalam bentuk belahan dapat dibuat bilik, dinding atau lantai, reng, pagar, kerajinan dan sebagainya. Beberapa jenis bambu akhir-akhir ini mulai banyak digunakan sebagai bahan penghara industri supit, alat ibadah, serta barang kerajinan, peralatan dapur, topi, tas, kap lampu, alat musik, tirai dan lainlain. Pada umumnya, bambu tidak awet terhadap serangga perusak. Salah satu contohnya adalah hasil penellitian Jasni dan Sumarni (1999) dalam Krisdianto, dkk. 2000, mereka mengemukakan bahwa dari tujuh jenis bambu yang diteliti, bambu ampel (Bambusa vulgaris) paling rentan terhadap serangan bubuk. Urutan selanjutnya bambu andong (Gigantochloa pseudoarundinacea), bambu hitam (Gigantochloa atroviolaceae) dan bambu terung (Gigantochloa nitrocilliata). Sedangkan bambu atter (Gigantochloa atter) dan bambu apus/tali (Gigantochloa apus) relatif tahan terhadap serangan bubuk, jenis bubuk bambu yang banyak ditemukan adalah Dinoderus sp., sedangkan jenis bubuk yang paling sedikit ditemukan adalah Lyctus sp. Maka dari itu pada penelitian ini, kami mencoba untuk meningkatkan nilai umur pakai pada bambu ampel dan pada bambu betung terhadap serangan rayap kayu kering.
Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu bambu ampel (Bambusa vulgaris) 1,5 meter, bambu betung (Dendrocalamus asper) 1,5 meter, bahan pengawetaktif boron (Asam Borat 45,8% + Borak 53.7%), dan rayap kayu kering Metode Penelitian Langkah-langkah atau metode yang dilakukan dalam melaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Persiapan 1 batang bambu Ampel dan 1 batang bambu Betung berukuran 1,5 m dipotongpotong dengan ukuran 5 cm x 2,5 cm dan 2 cm (untuk pengujian rayap kayu kering). Contoh uji kedua jenis bambu yang sudah dibuat sesuai ukuran dan untuk pengujiannya mengacu kepada SNI 01-7207-2006. Kemudian contoh uji diamplas, hingga halus. Contoh uji di keringkan ke dalam oven selama 24 jam dgn suhu 70oC sebelum di beri perlakuan bahan pengawet. 2. Metode Pengawetan Semua contoh uji di timbang terlebih dahulu setelah peng-ovenan, kemudian contoh uji dimasukkan kedalam botol bahan pengawet dengan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu 1,5%, 3%, 4,5%, 6%, dan 7% (Asam Borat 45,8% + Borak 53.7%). Contoh uji direndam 3 hari 3 malam.Contoh uji dikeluarkan setelah selesai waktu perendaman, dan ditimbang kembali.Contoh uji tersebut di keringkan selama 15 hari, kemudian di timbang untuk menentukan retensi dengan rumus sebagai berikut :
Metode Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Mei 2012 sampai Juli 2012 dan dilakukan di Laboratorium Kelti Biologi dan Pengolahan Hasil Hutan, Pusat penelitian dan Pengembangan Keteknikan dan Pengolahan Hasil Hutan, Gunung Batu Bogor.
Retensi =
Alat
3.
x % konsentrasi
Pengujian Terhadap Rayap Kayu Kering Contoh uji kedua bambu yang sudah diawetkan, dipasang tabung kaca berdiameter 1,8 cm dengan ukuran tinggi
Alat yang digunkan pada penelitian ini adalah bak rendaman, meteran, semprong kaca berdiameter 1,8 cm dan tinggi 3 cm, kapas, botol kaca, dan timbangan dengan ketelitian 0,001 gram 2
3 cm. kedalam tabung kaca tersebut dimasukkan rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus light.) sebayak 50 ekor rayap pekerja yang sehat dan aktif, kemudian contoh uji tersebut disimpan di tempat gelap selama 12 minggu, setiap perlakuan diulang 6 kali. Pengamatan dilakukan pada contoh uji setelah mencapai waktu akhir penelitian, yaitu setelah 12 minggu. Pada akhir pengujian bambu ditetapkan (mortalitas), penurunan berat akibat serangan rayap dan derajat serangan (Tabel 1).
Dengan pengertian : N1 = jumlah rayap pekerja N2 = Jumlah rayap pekerja yang hidup Analisis Data Untuk mengetahui keragaman persentase kehilangan berat (weight loss) dianalisis dengan keragaman antar perlakuan. Rancangan percobaan yang akan digunakan dalam penelitian adalah Faktorial dengan pola dasar Rancangan Acak Lengkap, perlakuan terdiri dari : 1. Jenis Bambu : A = Bambu Ampel (Bambusa Vulgaris) B= Bambu Betung (Dendrocalamus Asper) 2. Konsentrasi Pengawet Boron 0 = Kontrol 1 = 1,5 % Pengawet boron (Asam Borat 45,8% + Borak 53.7%) 2 = 3 % Pengawet boron (Asam Borat 45,8% + Borak 53.7%) 3 = 4,5 % Pengawet boron (Asam Borat 45,8% + Borak 53.7%) 4 = 6% Pengawet boron (Asam Borat 45,8% + Borak 53.7%) 5 = 7,5% Pengawet boron (Asam Borat 45,8% + Borak 53.7%) Untuk mengetahui pengaruh masingmasing perlakuan akan dilakukan analisis ragam, untuk menentukan perbedaan antara control dan bambu awetan pengawet boron dan dari masing-masing perlakuan dilakukan uji Duncan dengan taraf 5 % (Gaspersz, 1991)
Tabel 1. Derajat Serangan rayap (Anonim 2006 dan Pablo dan Gracia (1997)) Kondisi Contoh Uji
Kerusakan (%) ada 0
Nilai
Tidak kerusakan Rusak sedikit Rusak sedang Rusak Berat Hancur
0
1 - 25 25 - 50 50 – 75 75 - 100
40 70 90 100
Contoh uji dianggap telah diserang apabila ditemui adanya lubang dan kerusakan pada bambu. Pengujian dianggap berhasil apabila mortalitas rayap pada control tidak lebih dari 55 % dengan derajat proteksinya tidak lebih dari 70 % (Sukman, 1996). Hasil pengujian dinyatakan berdasarkan penurunan berat dan mortalitas dihitung dengan menggunakan persamaan : Penurunan Berat P= x 100 dan P = w1 – w2 Dengan pengertian : P = penurunan berat, dinyatakan dalam (%) W1 = berat bambu sebelum diumpankan W2 = berat bambu setelah di diumpankan Mortalitas Mortalitas =
Hasil dan Pembahasan Retensi Retensi adalah banyak atau jumlah bahan pengawet kering (tanpa air) yang terdapat dalam bambu. Rata-rata retensi bambu ampel dan bambu betung dalam proses pengawetan rendaman dingin 3
selama 3 hari, berdasarkan uji statistik tidak terjadi perbedaan yang nyata dari kedua jenis bambu tersebut, namun diantara konsentrasi terjadi perbedaan nyata. Untuk mengetahui perbedaan tersebut, dilakukan uji beda lanjut (Duncant). Berdasarkan hasil uji lanjut dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Rata-rata Retensi Pada Contoh Uji Bambu Ampel dan Bambu Betung Konsentra si (%)
Rata-rata Retensi (Kg/m3) Bambu Ampel Bambu Betung ± * 0,6
1,5
±
SD 0,05
±
SD *
e
0,39
±
0,16 e
3
1,06 ±
0,09 d
1,04
±
0,29 d
4,5
1,66 ±
0,3
1,18
±
0,25 c
2,1
0,24 b
1,7
±
0,41 b
0,79
2,16
±
0,3 a
6
±
2,85 ±
7,5
meningkatnya konsentrasi dan tertinggi pada konsentrasi 7,5 % yaitu retensi mencapai 2,85 kg/m3. Sedangkan pada bambu betung retensi terendah pada konsentrasi 1,5 % yaitu retensi 0,39 kg/m3, kemudian meningkat dengan meningkatnya konsentrasi dan tertinggi pada konsentrasi 7,5 % yaitu retensi mencapai 2,1 kg/m3. Hand and Garrat; Ishkiwa et.al. 2004, menyatakan bahwa makin tinggi konsentrasi bahan aktif makin banyak, peluang terjadinya ikatan antara bahan aktif dengan gugus hidroksi bebas (-OH) akan makin besar, berarti bahan aktif semakin tinggi terabsorpsi hingga retensi meningkat. Disamping itu peningkatan konsentrasi bahan pengawet, juga meningkatkan nilai retensi karena retensi merupakan absorbsi dikalikan konsentrasi bahan pengawet.
c
a
Keawetan Bambu Ampel dan Bambu Betung Jumlah Kematian (Mortalitas) Parameter yang digunakan untuk menilai keampuhan bahan pengawet terhadap serangan rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus) meliputi jumlah kematian. Untuk mengetahui pengaruh kadar atau konsentrasi bahan pengawet terhadap mortalitas rayap kayu kering maka di lakukan analisa statistik. Hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan nyata diantara kedua jenis bambu, namun terjadi perbedaan diantara konsentrasi pada kedua jenis bambu. Untuk mengetahui perbedaan tersebut dilakukan uji lanjut yaitu uji Duncan dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 3.
Keterangan : : Rata-rata retensi SD : Standar Deviasi * : Nilai rata-rata diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5 % uji Duncant.
3,5 konsentrasi boron
3 R a 2,5 t a 2 1,5 r a 1 t a 0,5
0% 1,50% 3% 4,50% 6% 8%
0 Ampel Betung Gambar 4. Histogram rata-rata retensi bambu ampel dan bambu betung
Berdasarkan tabel 4 dan gambar 4, rata-rata retensi bambu ampel dengan proses rendaman dingin, retensi terendah pada konsentrasi 1,5 % adalah 0,6 kg/m3, kemudian meningkat dengan 4
dan Coptotermes lacteus (Froggatt). Selanjutnya Barly dan Supriana (1999) boron diketahui dapat menghambat aktifitas protozoa dalam perut rayap sehingga dapat menyebabkan rayap mati kelaparan, dilaporkan juga bahan pengawet senyawa boron memiliki banyak keuntungan karena berspektrum luas. Selain dapat mencegah serangga dan jamur, kayu maupun bahan bahan berlignoselulosa lain (bambu dan rotan) yang diawetkan dengan senyawa boron aman dipakai baik terhadap manusia maupun binatang ternak, tidak berbau dan tidak berwarna. Dengan demikian cocok untuk dipakai mengawetkan kayu bangunan yang selalu berhubungan dengan manusia, seperti barang kerajinan dan peralatan rumah tangga. Dengan demikian bahan pengawet senyawa boron ini cukup efektif menahan serangan rayap. Jasni dan Supriana (1999) melaporkan bahwa penelitian dianggap berhasil apabila mortalitas rayap tidak kurang dari 55 %.
Tabel 3. Rata-rata Mortalitas Uji Rayap Kayu Kering Konsentras i (%)
Rata-rata Mortalitas Uji Rayap Kayu Kering (%) Bambu Ampel Bambu Betung
0
± * 54.67 ±
1,5
100
±
3
100
4,5
SD
±
SD
7,65 a
* 53.3
±
6,4 a
0
b
100
±
0
b
±
0
b
100
±
0
b
100
±
0
b
100
±
0
b
6
100
±
0
b
100
±
0
b
7,5
100
±
0
b
100
±
0
b
Keterangan : : Rata-rata mortalitas SD : Standar Deviasi * : Nilai rata-rata diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5 % uji Duncant.
Berdasarkan tabel 3 mortalitas rayap pada kontrol lebih rendah dari yang diawetkan dengan boron. Untuk kontrol bambu ampel 54,67 % sedikit lebih tinggi dari bambu betung 53,3 %. Sedangkan untuk perlakuan pengawetan dengan konsentrasi boron 1,5%, 3 %, 4,5%, 6 %, 7,5% , mortalitas rayap kayu kering sudah mencapai 100 %, baik pada bambu ampel maupun bambu betung. Kematian rayap diduga karena adanya senyawa boron maupun yang beracun (toksik) bagi rayap. Sebagaimana diketahui, senyawa boron mempunyai aktivitas insektisidal. Asam borat dilaporkan berinteraksi dengan berbagai molekul penting, seperti riboflavin, vitamin B6, koenzim A, vitamin B-12, dan nikotinamida adenin dinukleotida (NAD+) (Woods1994) dan senyawa boron efektif menahan serangan serangga perusak pada bambu seperti kumbang bubuk, rayap dan jamur. Gay dan Schulz dalam Barly dan Supriana (1999) menyatakan bahwa bahan pengawet yang mengandung persenyawaan boron beracun terhadap rayap tanah Nasutitermes exiyiosus Hill., Coptotermes acinaciformes (Froggatt)
Penurunan Berat Contoh Uji Bambu Ampel dan Bambu Betung Akibat Serangan Rayap Kayu Kering Parameter lain untuk mengetahui keampuhan bahan pengawet pada bambu adalah penurunan berat contoh uji bambu akibat serangan rayap. Untuk mengetahui pengaruh kadar atau konsentrasi bahan pengawet terhadap penurunan berat akibat serangan rayap dilakukan analisa statistik, hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan diantara jenis bambu namun terjadi perbedaan diantara konsentrasi pada kedua jenis bambu. Untuk mengetahui perbedaan tersebut dilakukan uji lanjut Duncant dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.
5
Tabel 4. Rata-rata Penurunan Berat Bambu Pada Contoh Uji Bambu Ampel dan Bambu Betung Konsentras i (%)
Selulosa merupakan bahan makanan rayap. Gusmailina dan Sumadiwaksa, 1988 dan Krisdianto et. Al (2000), melaporkan kadar selulosa dalam bambu berkisar 42,4 % - 53,6 %.
Rata-rata Penurunan Berat Bambu Ampel Bambu Betung ±
SD
*
±
SD
0
62.25 ±
8,4
a
* 56,1
±
8,88 a
1,5
36,1
±
3,97
e
32,6
±
9,86 e
3
33,3
±
5,1
d
34
±
14,7 d
4,5
26,7
±
5,7 d
26,1
±
4,06 d
6
18
±
4,7 c
19,5
±
9,02 c
7,5
15,9
±
8,56 b
18,6
±
4,75 b
Derajat Serangan Rayap Kayu Kering Terhadap Bambu Ampel dan Bambu Betung Kemampuan bahan pengawet untuk mencegah serangan rayap kayu kering dapat pula dinyatakan dalam persen dan nilai serangan (tabel1). Semakin tinggi kadar bahan pengawet, makin rendah nilai serangan rayap kayu kering pada contoh uji. Hal ini dapat dilihat pada hasil tabel 5.
Keterangan : : Rata-rata Penurunan Berat SD : Standar Deviasi * : Nilai rata-rata diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5 % uji Duncant.
Tabel 5.
Konsent rasi (%)
Berdasarkan tabel 4, terlihat bahwa ada hubungan antara kenaikan konsentrasi boron dengan penurunan berat contoh uji. Jika rata-rata diperhatikan maka kenaikan konsentrasi boron akan memperkecil penurunan berat contoh uji. Penurunan berat ini dapat juga digunakan sebagai salah satu faktor untuk menentukan ketahanan (keawetan) bambu. Bambu tanpa bahan pengawet (kontrol) penurunan beratnya bambu ampel 62,25 % sedikit lebih tinggi dibandingkan bambu betung yaitu 56,1%, berarti kedua jenis bambu tidak tahan terhadap serangan rayap kayu kering. Penurunan berat terendah yaitu pada konsentrasi 7,5 %, baik pada bambu ampel maupun bambu betung, yaitu berkisar 15,9 – 18,6 %. Dengan demikian bahan pengawet boron cukup baik untuk mengurangi penurunan berat bambu dari kerusakan rayap. Sebagaimana diketahui bahan pengawet boron termasuk racun perut, contoh uji dimakan atau diserang dulu kemudian rayap akan mati sehingga terjadi kehilangan berat akibat dimakan rayap tersebut. Rayap memakan bambu, karena bambu mengandung selulosa.
0 1,5 3 4,5 6 7,5
Rata-rata Nilai Derajat Serangan Rayap Pada Bambu Ampel dan Bambu Betung
Rata-rata Nilai Derajat Serangan Bambu Ampel Bambu Betung Nilai Kondisi Nilai 83,3 100 Hancur 75 100 26,6 70 Rusak 26,6 70 sedang 26,6 70 Rusak 33,3 70 sedang 33.3 70 Rusak 33.3 70 sedang 26,6 70 Rusak 26,6 70 sedang 26,6 70 Rusak 26,6 70 sedang
Kondisi Hancur Rusak sedang Rusak sedang Rusak sedang Rusak sedang Rusak sedang
Keterangan : : Rata-rata Derajat Serangan
Berdasarkan tabel 5, bambu ampel dan bambu betung yang tidak diawetkan (kontrol), memiliki derajat serangan kerusakan berkisar 75 – 83 % dengan nilai 100 (hancur). Sedangkan dengan pemberian bahan pengawet dengan berbagai tingkat konsentrasi, derajat serangan menurun berkisar 26,67 – 33% dengan nilai 70 (kerusakan sedang). Penurunan nilai derajat serangan ini diduga disebabkan disamping retensi cukup baik, kemudian bahan pengawet boron yang bersifat toksik, sehingga rayap 6
tidak dapat menyerang bambu secara besar. Masih terjadi serangan yang diduga disebabkan oleh sifat rayap yang suka bergerombol, memakan bambu kemudian terjadi kerusakan bambu akibat diserang tersebut. Disamping itu pada penelitian ini rayap dipaksakan makan, tidak ada pilihan (no choice), sehingga rayap memakan bambu. Akibatnya contoh uji dimakan dan terjadi kerusakan, namun keberadaan boron yang toksik membuat rayap mulai melemah dan mati. Disamping itu pula, rayap juga bersifat kanibalisme yaitu memakan mangsa yang sudah lema
konsentrasi, nilai derajat serangan menurun jadi 70 (kerusakan sedang) 5. Bambu Ampel maupun bambu betung yang diawetkan dengan senyawa boron berpengaruh nyata terhadap kematian rayap, penurunan berat dan derajat serangan. Saran Bersadarkan hasil penelitian tersebut, maka disarankan untuk dilanjutkan dengan pengujian organisme perusak bambu lain seperti rayap tanah. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materil, terutama kepada semua pihak yang telah membantu baik para teknisi yaitu Pa Saly, Pa Mardi dan Pa Dery di laboratorium, maupun teman sejawat yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Daftar Pustaka .2006. Uji Ketahanan Kayu dan Produk Kayu terhadap Organisme Perusak Kayu. Standar Nasional Indonesia (SNI) 017207.ICS79.020. Badan Standarisasi Nasional (BSN), Jakarta. Barly dan Supriana. 1999. Persenyawaan Boron Sebagai Pengendali Organisme Perusak Kayu (OPK). Kumpulan hasil Seminar Nasional PEI, Hal. 368. Bogor : Badan Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan, Bogor. Barly dan Ginuk Sumarni.1997. Cara Sederhana Pengawetan Bambu Segar (the Simple method of trestment of fresh bambu). Buletin Penelitian Hasil Hutan. Vol. 15 no. 2, Hal. 79-86. Bogor : Badan Penelitian dan Pengembangan
Simpulan dan Saran Simpulan Dari hasil penelitian ini penyusun dapat menyimpulkan bahwa, sebagai berikut : 1. Retensi lebih tinggi terdapat pada bambu ampel dengan beberapa tingkat konsentrasi yaitu berkisar 0,6 – 2,83 kg/m3, bambu betung berkisar 0,39 – 2,16 kg/m3. 2. Mortalitas rayap kayu kering pada bambu ampel tanpa bahan pengawet adalah 54,67 % dan bambu betung 53,3 %. Pemberian boron dengan beberapa tingkat konsentrasi, mortalitas rayap jadi 100%. 3. Penurunan berat contoh uji bambu ampel akibat serangan rayap kayu kering tanpa bahan pengawet 62,25 %, bambu betung 56,1 % terus menurun dengan meningkatnya konsentrasi bahan pengawet. Konsentrasi 7,5 % bambu ampel maupun bambu betung penurunan berat akibat serangan rayap kayu kering berkisar 15,9 – 18,6 %. 4. Bambu ampel maupun bambu betung yang tidak diawetkan dengan bahan pengawet boron, derajat serangannya mencapai nilai 100 (kerusakan hancur), sedangkan pemberian bahan pengawet boron dengan berbagai tingkat
7
Kehutanan PUSLITBANG Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Hutan. Gasperz, V. 1991. Metode Perncangan Percobaan untuk Ilmu-Ilmu Pertanian, Ilmu-ilmu Teknik & Biologi. CV. Armico. Bandung. Gusmailina dan Sumadiwangsa. 1988. Analisis Kimia Sepuluh Jenis Bambu dari Jawa Timur. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Hunt, G.M dan Garrat, G.A. 1986. Pengawetan Kayu. Terjemahan Yusuf. Akademika Presindo, Jakarta. Jasni and N. Supriana. 1999. The Resistance of eight rattan species against the Powder-post Beetle Dinoderus minutus Farb. Proceedings of The Fourth
International Conference on The Development of Wood Science, Wood Technology and Forestry. Missenden Abbey. Forest Products Research Centre. England. Krisdianto, Ginuk sumarni dan Agus Ismanto. 2000. Sari Hasil Penelitian Bambu. Bogor : Pusat Penelitian Hasil Hutan BALITBANG Kehutanan dan Perkebunan. Sukman, A. 1996. Keawetan Kayu Karet Vinil Asetat terhadap Rayap Kayu Kering (Cryptotermes Cynocephalus Light) dan Bubuk Kayu Kering (Heterobotrychus aequalis Wat.). Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan, IPB. Tidak dipublikasikan. Woods, W. G. 1994. An introduction to boron: history, sources, uses, and chemistry.Environ. Health Perspect. 102 (Supplement 7): 511.
8