Pokok Bahasan VII.
KULTUR PROTOPLAS
Pendahuluan Salah satu karakteristik sel tumbuhan adalah terdapatnya dinding sel yang tebal dan kaku mengelilingi dan melindungi membran plasma serta bagian dalam dari sel. Sebagai pendukung mekanik dari jaringan tanaman, dinding sel sangat komplek dan sangat tinggi diferensiasinya. Pada sel-sel tertentu dinding sel primer, sekunder dan terrier terkumpul secara berlapis-lapis selama pertumbuhan. Protoplas adalah sel hidup yang telah dihilangkan dinding selnya sehingga sebagai satu satunya pembatas antara faktor lingkungan luar dengan bagian dalam dari sel hidup hanya berupa membran plasma saja. Protoplas sudah berhasil diisolasi dari banyak spesies tumbuhan, ketiadaan dinding sel sebagai barier mekanik memungkinkan dilakukanya peleburan protoplas yang diperoleh dari sel-sel somatik dari jenis tanaman yang berbeda. Sebagai hasil dari hibridisasi somatik, dimungkinkan terjadinya kombinasi genetik baru.
Tujuan Instruksional Khusus Setelah mengikuti kuliah ini diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan teknik dasar isolasi, fusi dan kultur protoplas, faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan teknik tersebut serta manfaatnya.
Subpokok Bahasan 1 :
ISOLASI PROTOPLAS
Pendahuluan Protoplas pada dasarnya adalah sel hidup dikurangi dinding selnya atau sering disebut sebagai sel telanjang dan sebagai satu-satunya pembatas adalah membran plasma. Sel yang sudah kehilangan dinding selnya akan menghadapi perubahan tekanan osmotik yang sangat drastis dan berbeda dengan lingkungannya semula. Tekanan osmotik yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat merusakkan viabilitas protoplas, namun pada lingkungan dengan tekanan osmotik yang cocok dapat memelihara kestabilan protoplas lebih lama. Dinding sel yang harus dihilangkan pada isolasi protoplas terdiri dari suatu senyawa yang komplek. Struktur utamanya berupa selulose dan hemiselulose dengan substansi pektat sebagai bahan pengikat antar sel tanaman. Penghilangan dinding sel dapat dilakukan secara mekanik atau ensimatik. Sedangkan eksplan yang dapat digunakan untuk isolasi protoplas adalah semua bagian tanaman yang masih muda
Materi Subpokok Bahasan 1 Karakteristik sel tumbuhan adalah terdapatnya dinding sel yang tebal dan kaku mengelilingi dan melindungi membran plasma serta bagian dalam dari sel hidup. Apabila sel telah kehilangan dinding selnya, maka satu-satunya pembatas antara lingkungan luar dengan bagian dalam dari sel yang hidup adalah membran plasma atau plasmalemma. Membran plasma adalah suatu selaput yang terdiri dari protein, lemak dan oligosakharida. Oligosakharida yang mengikat lemak disebut glikolipid, dan yang mengikat protein disebut glikoprotein. Glikolipid dan glikoprotein membentuk suatu lapisan yang disebut glikokalik. Sebagai pendukung mekanik dari jaringan tanaman, dinding sel sangat komplek dan sangat tinggi diferensiasinya. Proses pembentukan dinding sel dimulai pada saat sel membelah, terjadi dinding yang pertama yaitu dinding primitip yang tersusun atas pektin atau protopektin, disebut lamella tengah. Kemudian diikuti dengan penebalan primer yaitu pelapisan selulosa mikrofibril (secara aposisi). Penebalan sekunder juga dikerjakan dengan cara aposisi tetapi zatnya adalah lignin. Penebalan dinding sel dapat terjadi dengan cara:
penebalan primer secara aposisi dengan zat selulose, kemudian penebalan sekunder dengan zat lignin disisipkan diantara serabut-serabut selulose (intussuscepsi), dan penebalan tertier secara aposisi lagi dengan zat lignin. Permasalahan yang dijumpai pada isolasi protoplas adalah sebagai berikut: 1. Penghilangan dinding sel, dinding sel yang hams dihilangkan pada isolasi protoplas umumnya terdiri dari suatu senyawa yang komplek. Penghilangan dinding sel harus diikuti dengan terbebasnya protoplas dalam jumlah yang cukup banyak. 2. Protoplas yang sudah tidak berdinding akan menghadapi perubahan tekanan osmose yang sangat drastis dan berbeda dengan lingkungannya semula, sehingga didalam medium untuk isolasi maupun budidaya harus ditambahkan zat anti blasting untuk mencegah pecahnya protoplas. Biasanya digunakan sorbitol atau mannitol (0,5 - 0,7) M 3. Protoplas sebagai sel telanjang harus tetap mampu mengadakan reproduksi, dan pada waktunya harus dapat membentuk dinding selnya kembali apabila dibudidayakan pada medium yang sesuai 4. Untuk mendapatkan protoplas yang maksimal, diperlukan bahan tanam atau eksplan yang cocok Protoplas dapat diisolasi dengan cara mekanik atau ensimatik. Cara mekanik dikerjakan dengan memotong eksplan didalam larutan plasmolitikum. Protoplas akan mengkerut, sehingga dapat ditekan keluar dari dinding sel. Deplasmolisis selanjutnya akan menyebabkan terlepasnya protoplas dari sel-sel. Kelemahan penggunaan teknik ini adalah relatip sukar, jumlah protoplas yang dihasilkan tidak banyak, keefektifannya dibatasi hanya pada sel-sel yang dapat diplasmolisa seperti jaringan penyimpan dan tidak dapat digunakan pada jaringan meristem karena dinding selnya masih sangat erat berhubungan dengan protortlas. Kelebihannya dapat meniadakan efek dari aktifitas ensim yang kadang-kadang merusak atau mengganggu metabolisme yang sangat komplek didalam protoplas. Sejak ditemukan oleh Cocking pada tahun 1960, isolasi protoplas secara ensimatik hampir selalu digunakan untuk setiap jenis tanaman sampai sekarang. Dengan teknik tersebut dapat dihasilkan populasi protoplas dengan jumlah kerapatan yang tinggi (2,5x106 protoplas/gram jaringan daun). Larutan ensim
yang digunakan untuk isolasi protoplas komposisinya bermacam-macam. Untuk melisiskan dinding sel dengan baik dapat dilakukan dengan menggunakan kombinasi dua macam ensim yaitu Cellulase dan Pectinase secara simultan. Pektinase akan melonggarkan ikatan antara sel yang satu dengan sel yang lain atau melepaskan sel, sedangkan Cellulase akan menghancurkan dinding seluloSa sehingga sel menjadi telanjang. Tabel 7.1. Ensim yang umum digunakan untuk isolasi protoplas Cellulase
Cellulase Onozuka R-10 Cellulysin Driselase Meicelase
Pectinase
Pectinase Pectyolase Y-23 Macerase Macerozym R-10 Pectinol
Hemicellulose
Rhozyme HP150 Hemiselulase
Ensim yang digunakan untuk isolasi protoplas harus dilarutkan didalam larutan plasmolitikum. Untuk memperoleh protoplas yang masih berkemampuan hidup dianjurkan untuk menggunakan konsentrasi ensim minimal. Konsentrasi dapat bervariasi antara 0,25 -5%, tergantung pada beberapa faktor yaitu macam ensim, sumber protoplas, temperatur dan lamanya inkubasi. Beberapa peneliti telah menggunakan kombinasi ensim Larkin (1976) menggunakan Celulase Onozuka P1500 3% dan Macerozym 0,25% untuk mengisolasi protoplas daun Nicotiana dan perhiasan bunga Petunia. Hahne et al. (1982) menggunakan larutan ensim yang terdiri dari Cellulase (Roem, Darmstadt) 1%, Pectinase (PATE, Hoeschst) 0,1%, Macerozyme R-10 0,1% dan mannitol 0,4M pada pH 5,8. Ensim Cellulase yang sering digunakan ialah Driselase, Selulisin dan
Cellulase Onozuka R-10. Sedangkan ensim lain yang sering digunakan bersama Cellulase ialah Hemiselulase (Rhozyme HP 150) dan Pectinase (Macerase, Macerozyme, Pectiol AC, Pectolyase Y-23, Pectinase, Pectic Acid asetic Transferase). Ensim-ensim yang digunakan untuk isolasi protoplas adalah merupakan produk dari beberapa jenis mikroorganisme (terutama sejenis jamur). Ensim-ensim tersebut umumnya diperdagangkan dengan tingkat kemurnian yang berbeda-beda, hal ini menunjukan masih adanya komponen-komponen lain didalamnya misalnya, selulase mungkin didalamnya juga terdapat hemiselulase. Ketersediaan ensim yang tidak murni sebenarnya juga menguntungkan karena dapat menghidrolisis komponen dinding sel yang bukan merupakan substrat dari ensim utama. Ensim Cellulase Onozuka R-10 misalnya, diketahui mengandung hemiselulase, ensim ini memang paling sering digunakan untuk isolasi protoplas dari berbagai jenis tanaman. Sterilisasi ensim dilakukan dengan menggunakan filter yang porositasnya 0,22 - 0,24 μm, karena ensim bersifat termolabil. Filter diletakkan pada ujung alat injeksi, larutan ensim dilewatkan pada filter tersebut, sehingga larutan yang keluar adalah larutan ensim steril. Sel yang sudah kehilangan dinding selnya akan menghadapi perubahan tekanan osmose yang sangat drastis dan berbeda dengan lingkungannya semula. Tekanan osmotik yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat merusakkan viabilitas protoplas, namun didalam lingkungan dengan tekanan osmotik yang cocok dapat memelihara kestabilan protoplas lebih lama. Oleh karena itu protoplas membutuhkan proteksi osmotik didalam medium sampai dinding sel terbentuk, osmotikum dibutuhkan mulai dari isolasi sampai kultur. Didalam medium kultur biasanya digunakan osmotikum Mannitol atau Sorbitol (0,5 - 0,7) M, osmotikum lain yang juga sering digunakan adalah glukose dan sukrose. Protoplas
yang
sudah
dikulturkan
secara
perlahan
mulai
meregenerasikan dinding selnya, sintesis dinding sel baru umumnya berlangsung beberapa jam setelah protoplas dikulturkan dan akan terus berlangsung selama 2-3 minggu. Pada saat ini, tekanan osmotik medium perlahan-lahan harus diubah (diturunkan) dengan jalan meneteskan medium tanpa mannitol atau sorbitol. Bila tekanan osmotik medium tidak diubah, tekanan osmotik yang tinggi dapat menghambat pembelahan sel. Strategi yang digunakan untuk mengurangi osmotikum secara gradual adalah dengan mencampur osmotikum mannitol dan
sukrosa didalam medium kultur . Sukrosa akan dengan cepat dimetabolisir oleh protoplas sehingga dapat mengurangi osmolaritas dari medium kultur. Sebagai eksplan yang digunakan untuk isolasi protoplas sebaiknya dipakai jaringan atau organ yang sel-selnya masih muda. Sel-sel yang masih muda atau meristem diperkirakan dinding selnya baru sampai penebalan primer, dari zat pektin dan selulosa, sehingga relatip lebih mudah untuk dihancurkan. Eksplan yang demikian berasal dari jaringan parenkim primer, daun atau organ tanaman yang lain, kalus dari hasil budidaya jaringan dan kultur suspensi sel. Yang paling banyak digunakan adalah mesofil daun, sel-sel mesofil daun mempunyai keistimewaan, yaitu mengandung kloroplas atau plastida sehingga protoplas mudah diidentifikasi, letak sel yang satu dengan sel yang lain relatip renggang (gambar 7.1) sehingga memudahkan penetrasi larutan ensim.
Gambar 7.1. Struktur anatomi daun, jaringan mesofil terdiri dari palisade parenkim dan spon parenkhim. Protoplas yang berasal dari mesofil daun akan berwarna hijau, sedangkan yang berasal dari kalus atau kultur suspensi sel hasil budidaya jaringan akan berwarna putih jernih. Hal ini sangat penting untuk pemilihan pasangan fusi. Inkubasi eksplan dalam larutan ensim biasanya bervariasi antara 2-24
jam tergantung dari konsentrasi larutan ensim, macam bahan dan jenis tanaman yang digunakan. Untuk bahan daun biasanya diinkubasi semalam atau 12-18 jam dalam larutan ensim, diletakkan diatas penggojok berkecepatan rendah, kondisi gelap, pada suhu 25°C.
Gambar 7.2. Prosedur isolasi protoplas secara ensimatik dengan eksplan daun Setelah waktu inkubasi selesai, suspensi protoplas harus dipisahkan dari larutan ensim. Masih terdapatnya sisa-sisa larutan ensim dapat menghambat pembentukan dinding sel kembali, oleh karena itu harus dilakukan prosedur pemurnian protoplas atau purifikasi. Purifikasi dilakukan dengan penyaringan, centrifugasi dan pencucian. Untuk mendapatkan protoplas intak dapat diberi perlakuan gradient sukrosa. Sukrosa dengan berat molekul tertentu akan dapat mengendapkan debris yang berupa sisa-sisa jaringan epidermal, jaringan
pengangkut, protoplas yang rusak dan agregat sel, sedangkan protoplas yang viabel akan mengapung dipermukaari larutan. Metode lain yang hampir sama dengan prinsip diatas adalah dengan menggunakan larutan ficoll (polisukrose). Hasil protoplas intak yang diperoleh dapat bermacam-macam tergantung dari sumber eksplannya, bila dilihat dengan mikroskop akan tampak berbetuk bulat. Pada umumnya ditemukan adanya vacuolated protoplast, protoplas dengan kloroplas yang tersebar disekitar membran plasma bagian dalam, protoplas dengan kloroplas menggerombol dekat membran plasma secara monopolar, protoplas yang mengandung zat warna antosianin dan protoplas yang tidak berwama. Proloplas intak yang diperoleh setelah prosedur purifikasi dapat dibudidayakan atau diinduksi kearah fusi, untuk itu protoplas-protoplas harus berada dalam kondisi yang cukup densitas maupun viabilitasnya. Biasanya dalam kisaran jumlah tertentu untuk masing-masing tanaman. Apabila kurang atau lebih dari kisaran tertentu protoplas akan sukar tumbuh dan berkembang. Protoplas tembakau optimum pada kerapatan sekitar 105 protoplas/ml atau 25x106 protoplas/g jaringan daun. Protoplas Petunia optimum pada konsentrasi sekitar 2,5xl06 protoplas/ml. Konsentrasi protoplas dapat dideterminasi dengan menggunakan Hemositometer modifikasi Fuchs-Rosenthal dengan kedalaman 0,2 mm atau dengan manipulasi yang sama seperti penghitungan populasi mikroorganisme dalam mikrobiologi. Viabilitas
protoplas
dapat
diuji
dengan
pengecatan
protoplas
menggunakan cat Fluorescein, yaitu FDA (Fluoresceindiacetat), Calcofluor White (untuk regenerasi dinding sel) atau pewarnaan ganda FDA dengan PI (Propidium Iodide). Dua cat fluorescein yang disebut pertama, hanya dapat mewarnai protoplas yang viabel, karena cat hanya dapat terkumpul pada plasmalema protoplas yang masih hidup, dapat dideteksi dengan mikroskop fluoresensi. PI dapat mewarnai sel-sel mati, dengan pewarnaan ganda protoplas yang hidup maupun yang mati dapat dideteksi. Dodds dan Roberts (1983) menggunakan Evan's Blue 0,1% untuk menguji viabilitas protoplas. Protoplas yang viabel akan mampu menolak masuknya zat warna biologis tersebut. Impermeabilitas sel untuk cat ini dapat digunakan sebagai indikator viabilitas protoplas Protoplas sudah berhasil diisolasi dari banyak spesies tumbuhan, ketiadaan dinding sel sebagai barier mekanik memungkinkan protoplas
dipergunakan untuk berbagai keperluan: 1. Dilakukannya peleburan protoplas yang diperoleh dari sel-sel somatik dari jenis tanaman yang berbeda, sebagai hasil dari hibridisasi somatik, dimungkinkan terjadinya kombinasi genetik baru. 2. Studi introduksi DNA asing, organel, partikel bakteri atau virus. 3. Mendapatkan tanaman dengan sifat yang lebih baik melalui variasi somaklonal. Kultur protoplas dapat dilaksanakan dengan berbagai cara misalnya dengan meneteskan suspensi protoplas pada dasar petridish, atau dengan cara meneteskan pada dasar petridish kemudian membaliknya (hanging drop culture). Protoplas juga dapat dikulturkan dengan meneteskan suspensi protoplas diatas medium padat sehingga membentuk lapisan tipis, atau dengan meresuspensikan pada medium agar yang masih cair kemudian dituangkan pada petridish sehingga membentuk lapisan tipis protoplas yang terjerat didalam matrik agaragar, cara ini mirip dengan plating sel pada kultur suspensi sel. Medium yang digunakan untuk kultur protoplas dapat menggunakan medium MS atau B-5, didalam medium kultur harus mengandung osmotikum sorbitol atau mannitol yang diperlukan sampai dinding sel terbentuk. Perkembangan protoplas dapat diamati secara langsung dibawah mikroskop inverted, dalam waktu 2-3 minggu protoplas yang viabel telah dapat meregenerasikan dinding selnya secara penuh. Pada saat ini, tekanan osmotik medium perlahan-lahan diubah dengan meneteskan medium tanpa mannitol atau sorbitol, bila tekanan osmoti medium tidak diubah dapat mtnghambat pembelahan sel. Indikator terbaik untuk melihat perkembangan protoplas adalah dengan pengecatan Calcofluor White (CW), cat ini spesifik mengikat (β,1- 3 glucan pada dinding sel. Protoplas yang dicat dengan CW dapat difisualisasikan dengan mikroskop fluorescent. Tatalaksana isolasi dan kultur protoplas dikerjakan sebagai berikut: Persiapan larutan-larutan: I.
Larutan Ensim (LM) 1,2% w/v Cellulase Onozuka R-10 0,4% w/v Macerozyme R-10
13% w/v Marmitol dilarutkan dalam larutan CPW pH 5,8 Sterilisasi dengan millipore filter
II.
Larutan Pencuci (LP) 13% w/v Mannitol dilarutkan dalam larutan CPW pH 5,8 Sterilisasi dengan autoclave
III.
Larutan Sukrose (LS) 0,6 M sucrose dilarutkan dalam larutan CPW pH 5,8 Sterilisasi dengan autoclave
IV.
Larutan CPW KH2PO4
27,2 mg/l
KNO3
101 mg/l
CaCl22H2O
1.480mg/l
MgSO47H2O
246 mg/l
KJ
0,16 mg/l
CuSO45H2O
0,025mg/l
pH 5,8 Sterilisasi dengan autoclave Stok KJ : 0,6 mg/l dibuat 100X = 200/2 x 0,16 = 16 mg/20ml Untuk membuat 1 liter medium CPW dibutuhkan 2 ml stok KJ Stok CuSO45H2O = 0,025 mg/1 dibuat 1000X = 500/0,5 x 0,025 = 25 mg/500ml Untuk membuat 1 liter medium CPW dibutuhkan 0,5 ml Stok CuSO45H2O
V.
Medium kultur (MSP) Medium dasar MS dengan sukrose 102 g/l dan mannitol 50g/l , 2,4-D 1 mg/l, dipadatkan dengan 0,6% Sea Plaque Agarose . Medium MSP cair tanpa agarose. Sterilisasi dengan autoclave
Tata laksana I.
Alat-alat yang dibutuhkan: 1. Centrifuge dengan tabung centrifugasi steril 2. Skalpel, pinset steril 3. Nylon filter 60 μm, corong steril 4. Petridish steril 5. Aquadest steril 6. Objek glas cekung 7. Pipet Pasteur 8. Erlenmeyer 50 ml 9. Millipore filter + alat suntik (syrink) 10. Aluminum foil, parafilm 11. Rak tabung reaksi 12. Mikroskop 13. kertas tissue 14. Laminar air Flow 15. Autoclave 16. Timbangan analitik 17. Mikroskop 18. Haemocytometer 19. Shaker
II.
Larutan yang dipersiapkan: 1. Larutan Ensim (LM)
50 ml
2. Larutan Pencuci (LP)
100 ml
3. Larutan Sukrose (LS)
50 ml
4. Medium MSP padat dan cair, masing-masing
100 ml
III.
Eksplan Digunakan eksplan daun dari tanaman anggrek bulan atau plantlet tembakau in vitro, atau tanaman lain hasil kultur jaringan in vitro yang tidak terkontaminasi (steril)
IV.
Cara kerja 1. Penghilangan dinding sel. Ambil 5 helai daun anggrek masing-masing dengan panjang ± 3 cm, dengan menggunakan scalpel tajam daun diiris-iris ± 1 mm, irisan segera dimasukan dalam Erlenmeyer 50 ml yang berisi larutan ensim sebanyak 25 ml, letakkan diatas shaker (penggojok) 20 rpm dalam gelap selama 24 jam. Perlakuan lain bisa juga tanpa penggojokan dengan variasi waktu yang berbeda-beda dan diinkubasikan dengan pencahayaan 1000 lux. 2. Pencucian protoplas. Erlenmeyer yang berisi suspensi protoplas digoyang pelan-pelan supaya protoplas terlepas dari ikatan jaringan dan suspensi menjadi homogen, kemudian disaring dengan nilon filter, protoplas yang sudah disaring ditampung dalam tabung centrifugasi. Suspensi protoplas kemudian disentrifugasi 500 rpm selama 10 menit, protoplas akan mengendap. Dengan menggunakan pipet Pasteur,supernatant (larutan bagian atas) dibuang . Masukkan larutan pencuci secara perlahan, caranya dengan menggunakan pipet
larutan
pencuci
diteteskan
melalui
dinding
tabung,
resuspensikan dengan hati-hati sampai homogen. Suspensi protoplas kemudian disentrifugasi 500 rpm selama 5 menit, protoplas akan mengendap, dengan pipet Pasteur supernatant dibuang. Masukan 1 ml larutan pencuci, resuspensikan dengan hati-hati sampai suspensi protoplas homogen. 3. Pemurnian protoplas. Dengan menggunakan pipet Pasteur, masukan 3 ml larutan sukrosa dengan cara memasukkan ujung pipet sampai dasar
tabung, kemudian dengan hati-hati larutan sukrosa dikeluarkan. Suspensi protoplas akan mengapung diatas permukaan. Lakukan sentrifugasi 500 rpm selama 10 menit, protoplas akan terpisah dari debris. Protoplas murni ada dilapisan atas sedangkan debris ada di dasar tabung. Dengan menggunakan pipet ambilah suspensi protoplas murni yang ada dipermukaan, masukkan dalam tabung sentrifugasi baru, tambahkan 1 ml medium MSP cair, hitung kerapatan protoplas dengan hemositometer, atur supaya
kerapatan
protoplas
1x105
protoplas/ml
dengan
menambahkan medium kultur. 4. Kultur protoplas. Ambil protoplas dengan pipet mikro 100 \i\ teteskan 3-4 tetes kedalam petridish berdiameter 3 cm, simpan didalam petridish berdiameter 5 cm yang berisi potongan kertas saring basah kemudian disegel dengan parafilm , simpan dalam inkubator gelap dengan suhu 25°C. Amati perkembangan protoplas setelah 2-3 hari dibawah mikroskop inverted.
Latihan soal-soal 1 1. Sebutkan dan jelaskan permasalahan yang dihadapi pada isolasi protoplas! 2. Apa keuntungan dan kerugian isolasi protoplas secara ensimatik ! 3. Jelaskan prinsip kerja isolasi protoplas secara mekanik! 4. Sebutkan manfaat protoplas ! 5. Jelaskan bagaimana cara mengurangi tekanan osmotik medium pada kultur protoplas !
Petunjuk Jawaban Latihan soal-soal 1. Ingat permasalahan yang dihadapi pada isolasi protoplas 2. Ingat cara isolasi protoplas secara ensimatik! 3. Ingat cara isolasi protoplas secara mekanik! 4. Ingat manfaat dihilangkannya dinding sel! 5. Ingat fungsi mannitol dan sucrose!
Subpokok Bahasan 2 :
FUSI PROTOPLAS
Pendahuluan Fusi protoplas adalah proses peleburan dua protoplas atau lebih yang diikuti dengan penggabungan sitoplasma dan diharapkan dapat terjadi peleburan dua inti heterokaryon. Kadang-kadang salah satu inti rusak atau mengalami degenerasi sehingga sitoplasma dari kedua parental saja yang tercampur membentuk suatu hybrid sitoplasmik yang disebut sibrid. Secara alamiah hubungan antar sel tanaman adalah melalui plasmodesmata, hubungan tersebut sebenarnya juga merupakan fusi diantara sitoplasma. Proses pembuahan yang terjadi pada tanaman juga merupakan proses fusi alamiah, antara protoplas garnet betina dengan gamet jantan (gamet jantan tidak mempunyai dinding sel, hanya berupa membran ), sebagai hasil fusi adalah terbentuknya zygot. Silangan somatik melalui fusi protoplas merupakan metode alternatif dari perkembangan teknologi yang sangat berguna dan mempunyai prospek yang baik bagi masa depan pemulia tanaman.
Materi Subpokok Bahasan 2 Fusi protoplas adalah proses penggabungan dua protoplas atau lebih yang diikuti dengan peleburan sitoplasma dan diharapkan dapat terjadi peleburan 2 inti heterokaryon. Proses fusi protoplas diharapkan akan dapat membentuk silangan protoplas yang sesungguhnya atau sinkariosit untuk menghasilkan silangan somatic. Kadang-kadang 1 inti atau sebagian hilang atau rusak, sehingga sitoplasma dari 2 protoplas parental saja yang tetap mengadakan fusi membentuk suatu hybrid sitoplasmik yang disebut sibrid. Secara sederhana, fusi protoplas sudah dikenal padatahun 1909 oleh Kuster (Pierik, 1987) yaitu dengan ditemukannya protoplas binukleat dan multinukleat diantara proloplas-protoplas yang berhasil diisolasi secara mekanik. Diduga telah terjadi fusi spontan diantara protoplas-protoplas tersebut. Fusi spontan biasanya intraspesifik (diantara protoplas yang berasal dari jaringan tanaman yang sama). Hal ini terjadi kemungkinan karena adanya degradasi dinding sel menyebabkan permukaan membran plasmodesmata yang bermuatan negatip menarik plasmodesmata sel lain yang berada didekatnya. Terjadinya kontak membran plasma diikuti dengan pembentukan jembatan penghubung dan
penggabungan sitoplasma dari beberapa protoplas tersebut, karena fusi terjadi secara spontan maka proses tersebut tidak dapat dikendalikan sepenuhnya. Menurut Dodds dan Roberts (1983) untuk melaksanakan fusi protoplas dikerjakan dengan langkah-langkah yang secara garis besarnya adalah: (1) Pemilihan protoplas sebagai pasangan fusi (2) Induksi fusi (3) Identifikasi protoplas hasil fusi, dan (4) Budidaya protoplas hasil fusi 1. Pemilihan protoplas sebagai pasangan fusi Salah
satu
hal
yang
penting
untuk
dipertimbangkan
sebelum
melaksanakan fusi protoplas ialah memperhatikan macam dan kualitas protoplas beserta pasangan fusinya, karena keberhasilan fusi protoplas hanya bermakna apabila hasil fusi dapat diidentifikasi. Protoplas yang berasal dari kultur suspensi sel atau kultur kalus akan berwarna putih jernih (transparan). Protoplas tersebut baik dipasangkan dengan protoplas hijau yang berasal dari mesofil daun . Dua macam protoplas yang mempunyai ciri anatomik berbeda dalam membentuk warna pigmen dapat digunakan sebagai pasangan fusi, misalnya adanya pigmen anthocyanin yang terdapat didalam vakuola baik difusikan dengan protoplas hijau yang kaya akan kloroplas atau protoplas putih dari kalus. Biosintesa anthocyanin dipengaruhi oleh pasangan gen An1, An2, dan An3 yang terletak pada satu kromosom yang sama dan sangat erat hubungannya . Protoplas-protoplas heterokromatin,
dan
dengan
pemberian
inti
label
yang
berbeda
radioaktip
juga
ukuran, dapat
jumlah
dilakukan.
Pengecatan protoplas dengan zat warna fluorescein seperti FITC (Fluorescein Isothyocyanat) dapat pula dilakukan. Sel-sel putih yang diwarnai dengan FITC akan
memberikan
fiuoresensi
kuning
hijau,
dan
protoplas
hijau
yang
mengandung kloroplas akan terlihat merah autofluorescen. Protoplas hasil fusi akan mengandung kedua warna tersebut. Heyn (1974) menggunakan Neutralred untuk mewarnai protoplas dari mesofil tembakau. Yang juga perlu dipertimbangkan untuk memilih protoplas sebagai pasangan fusi adalah, kedua macam protoplas sedapat mungkin berada pada fase yang sama dari siklus sel. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan pasangan protoplas dari kultur suspensi sel yang sama-sama berada pada fase logaritmik. Peleburan inti sel
dari pasangan protoplas hanya rnungkin jika kedua protoplas berada pada fase yang sama dari siklus sel 2. Induksi Fusi Protoplas Proses fusi protoplas dimulai pada daerah kontak antara membran plasma dari dua protoplas yang saling berlekatan. Membran plasma tersusun dari matriks protein dan dua lapis fosfolipida (bilayer phospholipida) dengan gugus hidrofilik berorientasi kearah permukaan membrane. Pada bagian-bagian tertentu dijumpai protein ekstrinsik dan intrinsik yang berintegrasi didalam membran (gambar 7. 3).
Gambar 7.3. Model biomembran dengan susunan Iipida polar dengan molekul protein ekstrinsik (A) dan intrinsic (B) yang berintegrasi kedalam membran membentuk kanal protein Induksi kearah terjadinya fusi protoplas terjadi karena adanya gangguan terhadap permukaan membran plasma sehingga sehingga dapat saling lekat. Adhesi ini terutama ditentukan oleh kondisi permukaan membran protoplas yang akan difusikan. Pada keadaan normal (tanpa fusogen) protoplas yang membrane plasmanya bermuatan negatip tidak memungkinkan terjadinya adhesi karena saling tolak menolak (muatanya sama). Fusi protoplas dapat dilakukan dengan menggunakan fusogen kimia atau dengan menggunakan medan listrik. Banyak fusogen kimia yang berhasil digunakan untuk menginduksi fusi protoplas, diantaranya adalah NaNO3; larutan
yang mengandung ion Ca++ dan pH tinggi; Polyethylene Glicol (PEG); Dextran sulfat; Polyvinil alcohol; Dimetil sulfokside (DMSO) . Fusogen kimia yang paling popular dan banyak digunakan untuk induksi fusi adalah PEG, dan PEG 6000 dipandang sebagai fusogen yang paling efektip. Menurut Constabel (1984) konsentrasi akhir PEG didalam larutan fusi adalah 25 -35%. Kondisi PEG yang berlebihan akan mengakibatkan terjadinya aglutinasi diantara protoplas, dan apabila fatal dapat menyebabkan kematian. Kondisi PEG dibawah optimal hanya akan menghasilkan adhesi saja tanpa fusi. PEG setidaknya mengandung 2 komponen, yang pertama aktip memacu adhesi sel dan yang kedua aktip mengganggu lapisan dobel fosfolipida dari membrane plasma yang adhesip. Penambahan kat ion bervalensi 2 seperti Ca++ dapat menaikkan aktifitas adhesi dari PEG. PEG sebagai agen fusogenik harus segera dihilangkan atau dicuci setelah proses fusi terjadi, kalau tidak selanjutnya akan meracuni protoplasprotoplas tersebut. Penggunaan fusogen kimia menjadi tidak popular setelah diketahui dapat menurunkan viabilitas protoplas dari hasil fusinya dan proses fusinya tidak dapat diamati karena sangat sulit menentukan saat fusi berlangsung, fusi berlangsung pada saat pencucian fusogen kimia dengan sentrifugasi. Teknik
fusi
dengan
induksi
medan
listrik
tampaknya
memberi
kemungkinan yang lebih baik, yaitu dapat meniadakan kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh fusogen kimia. Induksi fusi dengan medan listrik dilakukan dua tahap. Pertama menggunakan arus listrik dua arah (AC: dielektroforesis) agar protoplas terkumpul pada permukaan elektroda dan membentuk rantai protoplas pada daerah medan listrik yang terbentuk diantara kedua elektroda. Sehingga akan terjadi kontak yang erat diantara membran plasma yang berdekatan (gambar 7.4). Selanjutnya dialiri arus listrik searah (DC) untuk menghasilkan fusi protoplas diantara dua elektroda.
Gambar 7.4 : Dielektroforesis (tahap 1) A, B = sel-sel terinduksi C, D = sel-sel saling menempel sepanjang garis medan listrik Frekuensi dan voltase medan listrik AC yang diperlukan agar protoplasprotoplas dapat membentuk untaian rantai diantara dua elektroda tergantung pada komposisi membran pada protoplas tumbuhan. Menurut Gaynor (1986) suatu medan listrik berkekuatan 150-259 V/cm dan 500 Khz akan menyebabkan sel-sel mengumpul pada elektroda membentuk rantai dalam waktu kurang dari 10 detik. Taniguchi et al (1990) membentuk rantai protoplas padi dan lettuce pada 1 Mhz 200 Volt/cm selama 1-2 menit dengan jarak electrode 2 mm. Formasi rantai protoplas ini menyebabkan membran plasma dari sel-sel yang berdekatan berhubungan erat. Ini merupakan syarat mutlak untuk terjadinya fusi protoplas selanjutnya. Pemberian pulsa DC dengan voltase yang cukup, dapat membocorkan membran plasma pada tempat perlekatannya (gambar 7.5) yang disebut
electrical breakdown. Seperti halnya dengan dielektroforesis, konduktivitas yang tinggi pada sel (protoplas) menyebabkan sebagian besar arus akan melalui selsel dibandingkan melalui medium. Karena bocornya membrane pada titik-titik kontak membrane protoplas, maka getaran pulsa DC cenderung menyebabkan fusi protoplas dibandingkan pemisahan protoplas. Pada saat terjadi kebocoran membran, terjadi difusi molekul-molekul lipida, orientasinya menjadi acak dan dalam waktu yang singkat berusaha beragregasi kembali untuk memulihkan struktur membran semula. Akibat orientasi acak yang bersifat lokal pada bilayer tersebut mengakibatkan terbentuknya pori yang akhirnya pada proses pemulihan kembali terbentuklah jembatan antar 2 membran. Pembentukan saluran-saluran ini merupakan hal yang terpenting untuk mencapai tahap fusi selanjutnya. Saluran-saluran yang terbentuk pada kontak membran antara 2 sel tersebut akan berperan dalam aliran plasma sedemikian hingga sebagian dari isi sel saling bercampur. Peleburan dipercepat oleh adanya medan listrik yang diterapkan. Voltase DC yang diperlukan untuk fusi tergantung dari jarak antara elektroda-elektroda dan kerapatan protoplas. Biasanya berkisar antara 600 - 700 V.cm, selama 10-15 mikro detik (μ second). Taniguchi et al (1990) menggunakan 1 - 2 kali pulsa DC 1600 V/cm selama 50 μ second dengan periode 1 detik untuk tiap pulsa. Dari seluruh rangkaian proses fusi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa fusi dengan induksi medan listrik berlangsung dalam 5 tahap, perlekatan (adhesi) protoplas, perobekan/perusakan membrane protoplas pada daerah perlekatan, start untuk fusi pada daerah-daerah yang terbatas, fusi lebih lanjut diantara protoplas dan pembentukan fusion body menjadi bulat sempurna.
Gambar 7. 5. Model molekuler peristiwa fusi protoplas dengan induksi Medan listrik 1. Adhesi/perlekatan antara dua membran protoplas 2. Perobekan membran protoplas 3. Pemulihan kembali bilayer phospholipida 4. Pembentukan jembatan sitoplasma diantara 2 membran
Identifikasi Protoplas Hasil Fusi Pemeriksaan hasil fusi protoplas dengan PEG, dilakukan setelah protoplas tersebut dicuci untuk menghilangkan PEG, sedangkan proses fusi protoplas dengan induksi medan listrik dapat langsung diamati dengan mikroskop inverted. Protonlas hasil fusi dapat langsung disuspensikan didalam medium kultur. Populasi protoplas akan terdiri dari sel-sel parental yang tidak mengadakan fusi, sel hasil fusi dari 2 macam protoplas homokarion, heterokarion dan fusi multiple. Prosedur seleksi untuk identifikasi hasil fusi dapat dilakukan dengan 2
cara yaitu: secara fisual dan secara biokimia. Seleksi secara fisual dibatasi untuk fusi protoplas antara protoplas-protoplas yang mempunyai perbedaan ciri anatomik yang jelas, misalnya protoplas yang jernih transparan dari kalus dengan protoplas hijau dari mesofil daun. Dapat juga fusi antara protoplas yang mengandung pigmen antosianin dengan protoplas hijau dari mesofil daun, hasil fusi menunjukan kombinasi yang berbeda. Protoplas hasil fusi dari protoplasprotoplas yang berbeda ukuran dan pemberian label radioaktip telah berhasil diidentifikasi. Penggunaan zat warna fluoresensi FITC juga telah berhasil digunakan untuk mengidentifikasi protoplas hasil fusi dari protoplas transparan dan protoplas yang mengandung kloroplas. Identifikasi secara biokimia dilakukan dengan menggunakan mutan yang dilengkapi untuk seleksi silangan somatik. Penggunaan antibiotik actinomycin D dapat untuk mendeteksi hasil fusi 2 spesies Petunia. Sel hasil kultur Petunia hibrida tidak dapat tumbuh dengan adanya actinomycin D, sedangkan sel-sel Petunia parodii mampu tumbuh didalam medium dengan adanya actinomycin D, tetapi sel-sel pada P. parodii tidak dapat regenerasi menjadi tanaman dari kultur kalus. Sehingga hanya sel-sel yang mampu regenerasi menjadi tanaman yang merupakan hasil fusi dari 2 protoplas parental. Teknik ini pada kenyataannya sangat sulit untuk dilaksanakan. Identifikasi
hasil
fusi
protoplas
juga
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan auksin. Jika protoplas hasil fusi dapat ditumbuhkan pada medium tanpa auksin berarti protoplas telah mengadakan fusi dengan sempurna. Protoplas dari 2 spesies yang berbeda adalah auksin-autotropik, sehingga mampu membentuk kalus pada medium bebas auksin. Kalus tersebut bila disubkultur dapat regenerasi menjadi tanaman. Dodds dan Roberts (1983) menyarankan, pada tahap awal induksi fusi protoplas sebaiknya dilakukan terhadap 2 macam protoplas yang berbeda dalam pembentukan warna pigmen, yaitu menggunakan protoplas dari mesofil daun dan protoplas dari perhiasan bunga yang mengandung pigmen antosianin, hasil fusi dapat dideteksi secara fisual. Setelah teknik tersebut dikuasai, peneliti dapat melangkah lebih lanjut dengan metode seleksi dan hibridisasi yang lebih sempuma.
Budidaya Protoplas Hasil Fusi Kultur hasil fusi protoplas pada hakekatnya dikerjakan dengan cara yang sama seperti kultur protoplas, antara lain dengan teknik hanging drop cultures, dengan menumbuhkan protoplas dalam microchamber diantara plat gelas, atau dengan menumbuhkan protoplas didalam suatu lapisan tipis pada medium cair didalam petridish, atau dapat juga dengan menggunakan medium padat dengan agar yang lunak 1% w/v. Kondisi optimum untuk kultur protoplas adalah cahaya buram (gelap) selama 7-14 hari, temperature (25-28)°C, kemudian dibawa pada kondisi cahaya terang untuk pertumbuhan selanjutnya. Kultur protoplas hasil fusi dikerjakan melalui beberapa proses yang berbeda, yaitu: regenerasi dinding sel, pembelahan sel, pembentukan kalus dan akhirnya mengadakan diferensiasi membentuk organ hingga terbentuk plantlet. Regenerasi dinding sel dimulai setelah 1 jam dari saat isolasi protoplas. Pembelahan sel yang pertama biasanya terjadi 2-7 hari setelah protoplas dikulturkan. Selama regenerasi dinding sel, konsentrasi ion Ca2+ meningkat dan potensial osmotic (negatip) dari medium akan menurun. Oleh karena itu setelah satu minggu atau lebih, medium kultur protoplas perlu ditambahkan medium cair yang osmolaritasnya sudah dikurangi, hal ini diperlukan untuk meningkatkan aktivitas pembentukan dinding sel dan pembelahan mitosis. Strategi yang dipakai adalah dengan mencampur osmotikum mannitol dan sucrose bersama-sama didalam medium kultur, sucrose akan dimetabolisir oleh sel sedangkan mannitol tidak sehingga pengurangan osmolaritas berjalan secara simultan dengan pembentukan dinding sel.
Keuntungan dan kerugian silangan somatik melalui fusi protoplas Silangan somatik pada dasarnya adalah suatu silangan dengan menggunakan sel-sel tubuh (sel somatik) atau bagian vegetatif tanaman. Banyak keuntungan yang diharapkan dari silangan somatik melalui fusi protoplas, antara lain: 1. Silangan somatik dapat menambah diversitas genetik dengan membuat kreasi hybrid yang tidak mungkin dilakukan secara generatif normal misalnya, membuat silangan somatic antara tomat dengan kentang yang diberi nama pomato (meskipun masih berupa jaringan). Diharapkan dapat tumbuh menjadi suatu tanaman dengan buah tomat dan dari akarnya
dapat diambil umbi kentangnya. 2. Digunakan untuk memperoleh tanaman tetraploid jika tidak berhasil dengan perlakuan kolkhisin. Membuat amphidiploid dan silangan dari 2 protoplas haploid dapat menghasilkan suatu diploid. 3. Silangan diantara tanaman-tanaman yang masih dalam fase sangat muda (belum sampai tahap berbunga) menjadi mungkin dilakukan. 4. Silangan somatik dapat digunakan untuk memindahkan informasi geneti kepada keturunan yang ditempatkan dalam sitoplasma, dari pasangan jantan sitoplasma ke hybrid keturunannya 5. Membuat hibrida dari tanaman yang hanya bisa diperbanyak secara vegetatif, misalnya pisang. 6. Dalam membuka halaman baru dibidang genetika, pemuliaan, botani dsb. Kekurangan dari silangan somatik antara lain adalah: 1. Belum
adanya
suatu
metode
seleksi
yang
benar-benar
efisien.
Penggunaan mutan kadang-kadang menimbulkan permasalahan yang tidak mungkin diatasi 2. Sering terjadi ketidak sesuaian pada hasil akhir setelah hibridisasi somatic, misalnya hibris steril, tidak berbentuk atau tidak stabil, sehingga hybrid tidak viabel. Hal ini terutama jika pasangan fusi mempunyai hubungan taksonomi yang jauh. 3. Kadang-kadang terjadi perkembangan khimerik pada hybrid. Hal ini terjadi karena inti tidak melebur setelah terjadi fusi sel dan masing-masing membelah sendiri sendiri. 4. Hasil
regenerasi
setelah
silangan
somatic
biasanya
bervariasi,
kemungkinan karena adanya eliminasi kromosom, translokasi, variasi somaklonal, pemisahan organella dll. Penggunaan silangan somati secara sederhana tergantung pada perkembangan teknologi yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan fusi diantara sel-sel somatic, dan hal ini sangat bermanfaat bagi masa depan pemuliaan tanaman.
Latihan sual-soal 1. Jelaskan mengapa perlu dilakukan pemilihan pasangan protoplas yang akan difusikan! 2. Jelaskan prinsip dasar fusi protoplas dengan PEG! 3. Sebutkan dan Jelaskan tahapan fusi protoplas dengan medan listrik! 4. Jelaskan bagaimana mengidentifikasi protoplas hasil fusi! 5. Jelaskan keuntungan dan kerugian silangan somatik !
Petunjuk jawabab soal-soal 1. Ingat adanya marker anatomi dan fase pertumbuhan sel! 2. Ingat fungsi PEG! 3. Ingat tahapan fusi protoplas! 4. Ingat identifikasi secara fisual dan biokimia! 5. Ingat keuntungan dan kerugian silangan somatik!
DAFTAR PUSTAKA 1. Binarova P., Hause, G., Cenklova, V., Cordewener, J. H. G., Van Lookern Campagne, M. M.,
1997. A short severe heat shock is required to
embryogenesis in late bicellular pollen ofBrassica napws, Sex. Plant 200208. 2. Biondi, S. and T. A., Thorpe, 1981. Requirements for a tissue culture facility. In Plant Tissue Culture methods and Applications in Agriculture, Thorpe T. A (ed), Academic Press Sanfransisco. pp: 1-20. 3. Bhojwani, S. S and M. K., Razdan, 1983. Plant tissue Culture Theory and Practice. Elsevier Science publ. Co. Amsterdam. 4. Constabel, F., 1984. Isolation and culture of plant protoplasts. In: Plant Tissue Culture methods. Gamborg, O. L. and L. R. Wetter, (eds) National Research
Council
of
Canada.
Prairie
Regional
Lab.
Saskatoon
Saschatchevan, pp: 11-21. 5. Cordewener, J.H.G., Busink, R., Trass, J. A., Custer J. B. M., Dons, H. J. M., Van Lookern Campagne, M. M., 1994. Induction of microspore embryogenesis in Brassica napus is accompanied by specific changes in protein synthesis. Planta 195: 50-56. 6. Day A. and T. H. N. Ellis, 1984. Chloroplast DNA deletions associated with wheat plants regenerated from pollen: possible basis for maternal inheritance of chloroplast. Cell 39: 359-368. 7. Dodds, H. J. and L. W., Roberts, 1983. Experiments in Plant Tissue culture. Cambridge Univ. Press. Cambridge. 8. Gamborg. O and J. P. Shylluk, 1981. Nutrition media and characteristic of plant cell and tissue culture. In: Plant Tissue Culture methods and Applications in Agriculture, Thorpe T. A. (ed), Academic Press Sanfransisco. Pp: 21-44 9. George , F. E. and P. D. Sherrington, 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. Handbook and Directory of Commercial Laboratories. Exegetics Ltd. Eversly, Basingstoke, Hants. England. 10. Guha, S and S. C. Maheshwari, 1966. In Vitro production of embryos from anthers in Datura. Nature 204: 497. 11. Hahne, G., Herth.H. and F., Hoffmann, 1983. Wall formation and cell
division fluorescence labelled plant protoplast. Protoplasma 115: 217-221. 12. Harada, T., Sato, T.,Asahaka, D. and I. Matsukawa, 1991. Large scale deletions of rice plastid DNA in anther culture. Theor. Appl. Genet. 81: 157-161. 13. Heberle-Bors E., 1999. Stress treatments for turning immature pollen into plants. NRC's PBI Bull. January 1999, p. 9-10. 14. Heberle-Bors, E., 1991. Germ Line Transfanmooai m HBB Newsletter 64: 1-10. 15. Henry, Y. and J., De Buyser, 1990. Wheat anther culture: performance of doubled haploid lines and the release of variety "Florin", in: Biotechnology in Agriculture and Forestry: Wheat, Bajaj, Y. P. S (ed). Springer Verlag, pp: 285-352. 16. Hess, D., 1987. Pollen based techniques in genetic manipulation. Int Rev Cytol 107: 169-198. 17. Heyn, R. F.,1974. Protoplast and DNA studies toward the genetic modification of plant cells. Leiden State Univ. 18. Indrianto A., Heberle-Bors, E. and A. Touraev, 1999. Assessment of various stresses and carbohydrates for their effect on the induction of embryogenesis in isolated wheat microspore. Plant Sci. 143: 71-79. 19. Kite, L., 1983. Plants from test tubes. An introduction to micropropagation. Timber Press, Portland, Oregon. 20. Koehler F. and G. Wnzel, 1985. Regeneration of isolated barley microspores in. conditioned media and trial to characterize the responsible factors. J. plant Physiol. 121: 181-191. 21. Larkin, P. J. 1976. Purification and viability determination of pkant protoplast. Planta 128: 128-216. 22. Morrison, R. A. and D. A., Evans, 1988. Haploid Plants from tissue culture: New plant varieties in a shortened time frame. Biotechnology 6: 684-690. 23. Nitsch, C., Andersen, S., Godard, M., Neuffer, M. G. and W. F. Sheridan, 1986. Production of haploid plants of Zea mays and Pennisetum through androgenesis. In: Crops I (Biotechnology Agriculture 2), Bajaj, Y. P. S. (ed). Springer-Verlag, pp: 168-180. 24. Neuhaus, G., Spangenberg, G., Mittelsten-Scheid, O. and H. G.
Schweiger, 1987. Transgenic rape seed plants obtained by the micro injection of DNA into microspore-derived embryos. Theor. Appl. Genet. 75: 30-36. 25. Pierik, R. L. M., 1987. In Vitro Culture of Higher plants. Msrtinus Nijhoff Publ. Dordrecht, Boston, Lancaster. 26. Saunders, J. A., Matthews, B. F. and S. L. Van West, 1991. Pollen electro transformation for gene transfer in plants, In: Guide to electrophoration and electrofusion. Chang, D. C., Chassy, B. M., Saunders, J. A. and A. E., Sower (eds). Academic press, pp: 227-247. 27. Simmonds, D. H., 1994. Mechanism of induction of microspore embryogenesis in Brassica napus: Significance of the preprophase band of microtubules in the first sporophytic division, In : Biomechanics of active movement and division of cells (NATO ASI series), Akkas, R (ed). Springer-Verlag, Berlin, pp: 569-574. 28. Stoeger, E., Benito-Moreno, R. M., Ylstra, B. Vicente, O. and £., HeberleBors, 1992. Comparison of different techniques for gene transfer into mature and immature tobacco polten. Tramgenic Res. 1: 71-78. 29. Stoeger, E., Fink, C, Pfosser, M. and E., Heberie-Bors,1995. Plant transformation by particle bombardment of "embryogenic pollen. Plant Cell Rep. 14: 273-278. 30. Sun, C. S., Wu, S. C, Wang, C. C. and C. C., Chu, 1979. The deficiency of soluble proteins and plastids ribosomal RNA in the albino pollen plastid of rice. Theor. Appl. Genet. 55: 193-197. 31. Sunderland N, 1978. Strategies on the improvement of yields in anther culture. In: Proc. Sym. Plant Tissue Culture. Science Press, Peking, pp: 65-86. 32. Sunderland, N. and F., Wick, 1971. Bmbryoid formation in pollen grain of Nicotiana tabaccum. J. Exp. Bot. 22: 213-226. 33. Takahata, Y. and W. A., Keller, 1991. High frequency embryogenesis and plant regeneration in isolated microspore culture ofBrassica oleracea L. Plant Sci. 74: 235-242. 34. Taniguchi, T., Sato, T., Maeda, K. and E., Maeda, V990. Microscopic Observations of fusion Pfocess of Rice and Lecttuce protoplast. In: The impact of Biotechnology in Agriculture. Sangwan, R. S. and B. S.,
Sangwan (eds). Kluwer Academic Publ. Netherland. 35. Touraev, A. Indrianto, A., Wratscho, I., Vicente, O. and E., Heberle-Bors, 1996. Efficient microspore embryogenesis in wheat (Triticum aestivum. L) induced by starvation at high temperature. Sex. Plant. Repr.9: 209-215. 36. Touraev, A. Stoeger, E., Voronin. V. and E. Heberle-Bors, 1997. Plant Male Germ Line Transformation. The Plant Journal 12(4): 949-956. 37. Zarsky, V., Garrido, D., Rihova, L., Tupy, J., Vicente, O. and E, HeberleBors. 1992. Derepression of the cell cycle by starvation is involved in the induction of Tobacco pollen embryogenesis. Sex. Plant. Repr. 5: 189-194, 38. Zhao. J-P., Simmond. D, H. and W., Newcomb. 1996. Induction of embryogenesis with colchicine instead of heat in microstores of Brassica napus L. cv. Topas, Planta 198: 433-439.