VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA
Pencapaian tujuan kelestarian jenis elang Jawa, kelestarian habitatnya serta interaksi keduanya sangat ditentukan oleh adanya peraturan perundangan dan kebijakan yang ada terkait pelestarian elang Jawa. Peraturan perundangan tersebut akan mengatur, menentukan arah kebijakan dan tindakan dalam pengelolaan jenis dan habitatnya oleh stakeholder sesuai kapasitasnya dalam upaya mencapai tujuan pelestarian. Perlindungan jenis, perlindungan habitat (status kawasan lindung) dan pola-pola pengelolaannya merupakan contoh yang diatur dalam peraturan perundangan. 6.1.
Pelestarian Elang Jawa Upaya pelestarian elang Jawa dilakukan untuk menjaga kelangsungan
fungsinya terhadap ekosistemnya.
Terganggunya populasi elang Jawa akan
berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem. Ekosistem di mana elang Jawa berada merupakan sebuah sistem jaringan yang komplek dan saling terhubung, di mana antar unsur penyusun ekosistem saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Posisi elang Jawa sebagai pemangsa tingkat puncak (top predator) menjadikannya memiliki peran yang semakin penting dalam jaring-jaring kehidupan dan rantai makanan dalam ekosistem. Dalam ekosistem yang dinamis dan berkembang, menjadikan elang Jawa tidak hanya menggunakan kawasan hutan sebagai habitatnya, namun juga menggunakan kawasan di luar hutan (kawasan budidaya) sebagai habitat mencari pakan. Hal tersebut disebabkan karena berkurangnya luas kawasan hutan. Kawasan yang sebelumnya merupakan hutan banyak dialihfungsikan menjadi peruntukkan lain. Terjadinya degradasi dan fragmentasi hutan merupakan penyebab lain berkurangnya luas kawasan hutan. Kawasan hutan yang menjadi habitat elang Jawa dapat berupa hutan alam (pada umumnya berupa kawasan lindung) dan hutan produksi (Prawiradilaga 1999). Kawasan budidaya yang menjadi habitat elang Jawa dapat berupa: perkebunan, ladang dan sawah (Thiollay dan Meyburg 1988; Prawiradilaga 1999; Nijman dan van Balen 2003;
68 Kuswandono et al. 2003b).
Masing-masing kawasan tersebut dikelola oleh
stakeholder yang memiliki tingkat kepentingan dan tujuan yang berbeda, sehingga tujuan dan pola pengelolaan kawasan pun juga berbeda. Hal tersebut dapat berakibat terhadap perbedaan pola pengelolaan kawasan yang menjadi habitat elang Jawa pada masing-masing bentuk kawasan pemangkuan. Dalam rangka melakukan pengelolaan dan pelestarian elang Jawa yang memiliki habitat yang beragam dan dikelola oleh stakeholder yang memiliki tingkat kepentingan dan tujuan berbeda tersebut, maka perlu dikembangkan adanya kriteria dan indikator pelestarian elang Jawa.
Kriteria dikembangkan
untuk memudahkan perencanaan dan pelaksanaan program serta kebijakan terkait elang Jawa. Indikator pada masing-masing kriteria dikembangkan untuk menjadi ukuran keberhasilan dalam pelestarian elang Jawa yang tersusun oleh beberapa komponen yang wajib ada (prasyarat mutlak) untuk terwujudnya pelestarian elang Jawa. 6.2.
Kriteria dalam Pelestarian Elang Jawa Pengelolaan satwa liar merupakan kegiatan manusia dalam mengatur
populasi satwa liar tersebut dan habitatnya, serta interaksi antara keduanya untuk mencapai keadaan yang sesuai dengan tujuan pengelolaan Alikodra (1990). Kriteria dasar dalam upaya pelestarian elang Jawa dan habitatnya dikembangkan dari pengertian dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia nomor 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Bab IV Pasal 8. Berdasarkan PP tersebut, pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa serta habitatnya dilakukan melalui kegiatan pengelolaan di dalam habitatnya (in-situ),
dan
kegiatan pendukungnya berupa pengelolaan di luar habitatnya (ex-situ) untuk menambah dan memulihkan populasi. Pengelolaan jenis di dalam habitatnya dilakukan dalam bentuk kegiatan: identifikasi, inventarisasi, pemantauan, pembinaan habitat dan populasi, penyelamatan jenis serta pengkajian, penelitian dan pengembangan. Pengelolaan jenis di luar habitatnya dilakukan dalam bentuk kegiatan: pemeliharaan, pengembangbiakan, pengkajian, penelitian dan pengembangan, rehabilitasi satwa serta penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa. Dalam Permenhut P.57/Menhut-
69 II/2008 tentang Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008-2018 disebutkan bahwa secara umum, kelestarian spesies flora dan fauna sangat bergantung pada ketersediaan habitat/ekosistem dengan mutu yang memadai. Berdasarkan penjelasan di atas, maka kriteria umum yang digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan pelestarian elang Jawa adalah dapat dicapainya “kelestarian jenis elang Jawa” dan “kelestarian kawasan yang menjadi habitatnya”. Secara umum dapat disimpulkan bahwa untuk tujuan pengelolaan jenis satwa liar tertentu secara lestari, maka berarti harus melestarikan juga habitatnya sesuai daya dukung yang diperlukan bagi populasi jenis satwa liar yang menjadi target pengelolaan. Berdasarkan pengertian tersebut maka yang menjadi kriteria kelestarian elang Jawa adalah jenis (spesies) dan habitat. 6.3.
Indikator dalam Pelestarian Elang Jawa Berdasarkan content analysis dari peraturan perundangan dan pustaka
terkait bio-ekologi, diperoleh indikator pelestarian jenis elang Jawa mencakup: 1. Terlindunginya jenis dan atau adanya status perlindungan jenis; 2. Terhindarkannya dari ancaman jenis di dalam habitatnya; 3. Terhindarkannya dari ancaman jenis di luar habitatnya; 4. Terpantaunya sebaran dan populasi jenis secara berkala; 5. Terpantaunya keberhasilan berbiak; 6. Terpantau dan tertanganinya jenis yang ada di luar habitatnya (pemeliharaan dan perdagangan ilegal); 7. Terlaksananya penegakkan hukum (termasuk penanganan satwa pasca tindakan penegakkan hukum); 8. Terlaksananya penelitian informasi dasar jenis; 9. Terlaksananya pengembangan upaya penangkaran (dengan tujuan untuk pengawetan jenis dan pemulihan jenis bila diperlukan) 4;
4
Jenis elang Jawa termasuk jenis yang dilarang untuk ditangkarkan dengan tujuan umum/ perdagangan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8/1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar dan Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) Nomor P.19/MenhutII/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar. Dalam Pasal 3 ayat (1) dan (2) Permenhut P.19/Menhut-II/2005 secara tegas menyebutkan jenis elang Jawa termasuk jenis dilindungi yang tidak ditangkarkan seperti maksud peraturan tersebut.
70 10. Terlaksananya penyadartahuan masyarakat terhadap pentingnya kelestarian jenis; 11. Terlaksananya pelibatan masyarakat terhadap upaya-upaya pelestarian jenis. Hasil dari content analysis menghasilkan indikator terkait pelestarian habitat elang Jawa antara lain: 1. Terlindungi dan terkelolanya habitat yang merupakan penyebaran elang Jawa dari ancaman: kerusakan, fragmentasi, penurunan kualitas dan kehilangan (misal akibat alih fungsi lahan); 2. Adanya status kawasan sebagai kawasan konservasi (KPA/ KSA) maupun hutan lindung bagi kawasan yang merupakan penyebaran elang Jawa; 3. Terlindunginya habitat elang Jawa di luar kawasan lindung; 4. Terpantaunya kondisi habitat secara berkala; 5. Terlaksananya pembinaan habitat; 6. Terlaksananya penelitian informasi dasar habitat; 7. Terlaksananya penyadartahuan masyarakat terhadap pentingnya kelestarian habitat; 8. Terlaksananya pelibatan masyarakat terhadap upaya-upaya pelestarian habitat. Terlaksananya kegiatan-kegiatan di atas dengan baik akan menjamin populasi dalam kondisi yang aman dan bahkan cenderung meningkat dengan terpenuhinya kebutuhan daya dukung habitatnya sehingga akan menjamin kelestarian jenis elang Jawa dan habitatnya. Namun demikian terdapat prasyarat utama (enabling factors) yang harus terpenuhi untuk terlaksananya upaya-upaya di atas salah satunya berupa peraturan perundangan yang mendukung. 6.4.
Content Analysis Peraturan Perundangan Peraturan perundangan yang diidentifikasi dalam penelitian ini ada
sejumlah 50 peraturan perundangan, mulai dari Undang-undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Keppres), Peraturan Presiden (Perpres), Keputusan Menteri (Kepmen), Peraturan Menteri (Permen) dan Surat Keputusan (SK) Menteri terkait. Supriatna (2008) menyebutkan bahwa ada sekitar 157 kebijakan yang berkaitan langsung dan tidak langsung dengan Manajemen Kawasan Lindung.
71
Konsep Pengelolaan Lestari dan Landasan Hukum Dalam pelaksanaan pengelolaan jenis dan habitat diperlukan peraturan yang sistematis untuk mencapai tujuan dengan efektif dan efisien. Peraturan perundangan dan kebijakan terkait pelestarian elang Jawa yang ada sangat berpengaruh dalam menentukan pencapaian tujuan kelestarian jenis satwa tersebut, kelestarian habitatnya serta interaksi keduanya untuk mencapai keadaan yang sesuai dengan tujuan pengelolaan. Peraturan perundangan yang ada akan mengatur, menentukan arah kebijakan dan tindakan dalam pengelolaan jenis dan habitatnya oleh stakeholder terkait sesuai kapasitasnya dalam upaya mencapai tujuan pelestarian. Peraturan perundangan terkait jenis elang Jawa, pengelolaan hutan yang menjadi habitatnya serta terkait RTRW ditampilkan pada Tabel 7. Dari 50 peraturan perundangan yang ada terkait dengan jenis dilindungi elang Jawa dan atau hutan/ kawasan sebagai habitat elang Jawa terdapat 8 dokumen yang hanya membahas pengelolaan/ perlindungan jenis. Peraturan perundangan yang hanya terkait dengan pengelolaan/ perlindungan hutan/ habitat terdapat 16 dokumen. Peraturan perundangan yang terkait dengan kedua-duanya (jenis dan habitat) ada 26 dokumen. Sedangkan peraturan perundangan yang secara khusus menyebutkan perlindungan jenis elang Jawa atau famili Accipitridae ada 6 dokumen. Perlindungan terhadap jenis elang Jawa secara khusus di Indonesia ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Nomor 421/Kpts/Um/8/1970 pada tanggal 26 Agustus 1970 (Prawiradilaga, 1999). Karena langka dan terancam punah maka elang Jawa mendapat perlindungan tambahan dalam pasal 21 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990.
Perlindungan hukum diperkuat lagi
dengan diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 4 tahun 1993 tanggal 10 Januari 1993 yang menetapkan elang Jawa sebagai burung nasional dan lambang spesies (jenis) langka. Dari semua peraturan perundangan tersebut yang paling penting adalah UU 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, karena merupakan peraturan perundangan tingkat tertinggi yang dianalisis dan cukup mendetail dalam mengatur kebijakan pengelolaannya (hampir mencakup semua indikator pada kedua kriteria pelestarian elang Jawa).
72 Tabel 7. Peraturan Perundangan terkait Pelestarian Elang Jawa dan Habitatnya No
Indikator*
Peraturan Perundangan
Undang-‐Undang (UU) 1 UU 5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya 2 UU 5/1994 tentang Ratifikasi Convention on Biodiversity (CBD) 3 UU 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup 4 UU 41/1999 tentang Kehutanan; PP Pengganti UU 1/2004 tentang Perubahan atas UU 41/1999 tentang Kehutanan
5 6
UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah UU 6/2007 tentang Penataan Ruang
1
2
3
4
5
Jenis 6 7
8
9
10
11
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Habitat 4 5
1
2
3
√
√
√
√
√
√
Keterangan 6
7
8
Satwa liar
Satwa liar dilindungi akan diatur dalam PP
dilindungi akan diatur dalam peraturan, SK terkait sebelumnya tetap berlaku
75
76
73 Tabel 7. Peraturan Perundangan terkait Pelestarian Elang Jawa dan Habitatnya (Lanjutan) No
Indikator*
Peraturan Perundangan
Peraturan Pemerintah (PP) 7 PP 18/1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam 8 PP 62/1998 tentang Pelimpahan Wewenang Bidang Kehutanan ke Pemerintah Daerah 9 PP 68/1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam 10 PP 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa 11 PP 8/1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar 12 PP 27/1999 tentang Analisis Dampak Lingkungan 13 PP 25/2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Otonom
1
2
3
4
5
Jenis 6 7
8
9
10
11
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Keterangan 8 Terkait TN, THR, TWA
Habitat 4 5
6
7
Terkait THR
Terkait KPA
Semua jenis
Elang Jawa
1
2
3
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Accipitridae dilindungi dilindungi
73
74
74
Tabel 7. Peraturan Perundangan terkait Pelestarian Elang Jawa dan Habitatnya (Lanjutan) No
1
2
3
4
5
Jenis 6 7
8
9
10
11
1
2
3
14
PP 4/2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan PP 30/2003 tentang Perum Perhutani PP 44/2004 tentang Perencanaan Hutan PP 45/2004 tentang Perlindungan Hutan PP 6/2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan
√
√
√
√
√
√
15 16 17 18
Indikator*
Peraturan Perundangan
Habitat 4 5
Keterangan 8
6
7
Terkait HL dan HP
77
78
75 Tabel 7. Peraturan Perundangan terkait Pelestarian Elang Jawa dan Habitatnya (Lanjutan) No
1
2
3
4
5
Jenis 6 7
8
9
10
11
19
PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota PP 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
√
√
√
√
√
Keputusan Presiden (Keppres) 21 Keppres 43/1978 tentang pengesahan CITES
√
√
√
22
√
20
Indikator*
Peraturan Perundangan
Keppres 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
Habitat 4 5
1
2
3
Keterangan 8 Pengawetan jenis secara umum
6
7
Terkait KL,
pada KBd tetap jaga fungsi lindung Elang Jawa masuk dalam Appendix II
75
76
76
Tabel 7. Peraturan Perundangan terkait Pelestarian Elang Jawa dan Habitatnya (Lanjutan) No
1
2
3
4
5
Jenis 6 7
8
9
10
11
1
2
3
23
Keppres 4/1993 tentang Flora dan Fauna Nasional yang ditetapkan sebagai Spesies Kebanggaan Nasional Keppres 75/1993 tentang Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional Keppres 114/1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor-‐Puncak-‐ Cianjur (Bopunjur)
√
√ √
√
√
√
√
√
√
√ √
√ √
√
√
24
25
Indikator*
Peraturan Perundangan
Habitat 4 5
6
7
Peraturan Presiden (Perpres) 26 Perpres 54/2008 tentang Tata Ruang Jabodetabek Puncak Cianjur
Keterangan 8 Elang Jawa sebagai Satwa Langka
Di Bopunjur fungsi utama adalah KL
Terkait KL dan KBd
79
80
77 Tabel 7. Peraturan Perundangan terkait Pelestarian Elang Jawa dan Habitatnya (Lanjutan) No
Indikator*
Peraturan Perundangan
Keputusan Menteri (Kepmen) 27 Kepmentan 421/Kpts/Um/8/1970 tentang tambahan ketentuan Dierenbeschermings Ordonantie 1931 jo Dierenbeschermings Verordening 19315 28 Kepmentan 393/Kpts/Um/6/1979 tentang Penunjukkan Kawasan TWA Jember 29 Kepmentan 481/Kpts/Um/6/1981 tentang Penunjukkan Kawasan CA Telaga Warna dan TWA Telaga Warna
1
2
3
4
5
Jenis 6 7
8
9
10
11
√
Habitat 4 5
1
2
3
Keterangan 8 Semua jenis Accipitridae, Falconidae dilindungi
6
7
TWA
CA Telaga
Jember
Warna dan TWA Telaga Warna
5
Peraturan perundangan berikutnya tentang Tambahan Jenis-jenis Binatang Liar yang Dilindungi berdasarkan Dierenbeschermings Ordonantie 1931 jo Dierenbeschermings Verordening 1931dan Kepmentan 421/Kpts/Um/8/1970 adalah: Kepmentan 327/Kpts/Um/7/1972, Kepmentan 66/Kpts/Um/2/1973, Kepmentan 35/Kpts/Um/1/1975, Kepmentan 90/Kpts/Um/2/1977, Kepmentan 537/Kpts/Um/12/1977, Kepmentan 327/Kpts/Um/5/1978, Kepmentan 742/Kpts/Um/12/1978, Kepmentan 247/Kpts/Um/4/1979, Kepmentan 757/Kpts/Um/4/1979, Kepmentan 716/Kpts/Um/10/1980. Dari semua peraturan perundangan tersebut tidak ada penambahan informasi/ perlindungan terkait jenis elang Jawa.
77
78
78
Tabel 7. Peraturan Perundangan terkait Pelestarian Elang Jawa dan Habitatnya (Lanjutan) No
1
2
3
4
5
Jenis 6 7
8
9
10
11
1
2
3
30
Kepmenhut 353/Kpts-‐ II/1986 tentang Penetapan Radius/ Jarak Larangan Penebangan Pohon dari Mata Air, Tepi Jurang, Waduk/ Danau, Sungai, dan Anak Sungai dalam Kawasan Hutan, Hutan Cadangan dan Hutan Lainnya Kepmenhut 32/Kpts-‐ II/2001 tentang Kriteria dan Standar Pengukuhan Kawasan Hutan Kepmenhut 52/Kpts-‐ II/2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai [DAS] Kepmenhut 70/Kpts-‐II/ 2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan, Perubahan Status dan Fungsi Kawasan Hutan
31
32
33
Indikator*
Peraturan Perundangan
Keterangan 8 Pada jurang tidak ada penebangan
Habitat 4 5
6
7
81
82 79 Tabel 7. Peraturan Perundangan terkait Pelestarian Elang Jawa dan Habitatnya (Lanjutan) No
1
2
3
4
5
Jenis 6 7
34
Kepmenhut 104/Kpts-‐ II/2003 tentang Penunjukkan Dirjen PHKA sbg Otorita Pengelola CITES Kepmenhut 174/Kpts-‐ II/2003 tentang penunjukkan Kawasan TNGGP Kepmenhut 195/Kpts-‐ II/2003 Tahun 2003 tentang Penunjukkan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Jawa Barat Seluas ± 816.603 (Delapan Ratus Enam Belas Ribu Enam Ratus Tiga) Hektar Kepmenhut 230/Kpts-‐ II/2003 tentang Pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
√
√
√
√
√
√
35
36
37
Indikator*
Peraturan Perundangan
8
9
10
11
√
√
√
Habitat 4 5
1
2
3
√
Keterangan 8
6
7
79
80
80
Tabel 7. Peraturan Perundangan terkait Pelestarian Elang Jawa dan Habitatnya (Lanjutan) No
38
Indikator*
Peraturan Perundangan
Kepmenhut 390/Kpts-‐ II/2003 tentang Tata Cara Kerjasama di Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya 39 Kepmenhut 447/Kpts-‐ II/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan/Penangkapan & Peredaran Tumbuhan dan SL Peraturan Menteri (Permen) 40 Permenhut P.19/Menhut-‐ II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam 41 Permenhut P.13/Menhut-‐ II/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan
1
2
3
4
5
Jenis 6 7
8
9
10
11
1
2
3
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Keterangan 8
Habitat 4 5
6
7
Dit KKH
tidak pantau habitat terkait SL tertentu
83
84
81 Tabel 7. Peraturan Perundangan terkait Pelestarian Elang Jawa dan Habitatnya (Lanjutan) No
1
2
3
4
5
Jenis 6 7
42
Permenhut P.19/Menhut-‐ II/2005 tentang Penangkaran TSL
√
√
√
√
√
√
43
Permenhut P.28/Menhut-‐ II/2006 tentang Sistem Perencanaan Kehutanan Permenhut P.52/Menhut-‐ II/2006 tentang Peragaan Jenis TSL Dilindungi Permenhut P.53/Menhut-‐ II/2006 tentang Lembaga Konservasi; Permenhut P.01/Menhut-‐ II/2007 tentang Perubahan Permenhut P.53/Menhut-‐ II/2006 tentang Lembaga Konservasi Permenhut P.56/Menhut-‐ II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional
√
√
√
√
√
√
√
√
44
45
46
Indikator*
Peraturan Perundangan
8
9
10
11
√
√
√
√
√
√
√
√
Habitat 4 5
1
2
3
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Keterangan 6
7
8 Elang Jawa satwa dilindungi yang tidak ditangkarkan dalam pengertian peraturan ini Tak termasuk HP & HL Perhutani
81
82
82
Tabel 7. Peraturan Perundangan terkait Pelestarian Elang Jawa dan Habitatnya (Lanjutan) No
1
2
3
4
5
Jenis 6 7
8
9
10
11
1
2
3
47
Permenhut P.02/Menhut-‐ II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam Permenhut P.03/Menhut-‐ II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional Permenhut P.14/Menhut-‐ II/2007 tentang Tata Cara Evaluasi Fungsi Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
48
49
Indikator*
Peraturan Perundangan
6
7
Keterangan 8
Habitat 4 5
85
86
83 Tabel 7. Peraturan Perundangan terkait Pelestarian Elang Jawa dan Habitatnya (Lanjutan) No
50
√ Permenhut P.57/Menhut-‐ II/2008 tentang Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008-‐2018
Indikator*
Peraturan Perundangan
1
Jumlah Total
50
2
3
4
5
Jenis 6 7
8
9
10
11
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Habitat Keterangan 1 2 3 4 5 6 7 8 Elang Jawa jenis dilindungi dan masuk prioritas sangat tinggi
Keterangan: √ = Indikator pada kriteria “jenis” tersirat dan atau tersurat dalam peraturan perundangan dimaksud. = Indikator pada kriteria “habitat” tersirat dan atau tersurat dalam peraturan perundangan dimaksud. * = Indikator untuk kriteria jenis Elang Jawa: 1. Terlindunginya jenis dan atau adanya status perlindungan jenis; 2. Terhindarkannya dari ancaman jenis di dalam habitatnya; 3. Terhindarkannya dari ancaman jenis di luar habitatnya; 4. Terpantaunya sebaran dan populasi jenis secara berkala; 5. Terpantaunya keberhasilan berbiak; 6. Terpantau dan tertanganinya jenis yang ada di luar habitatnya (pemeliharaan dan perdagangan ilegal); 7. Terlaksananya penegakkan hukum (termasuk penanganan satwa pasca tindakan penegakkan hukum); 8. Terlaksananya penelitian informasi dasar jenis; 9. Terlaksananya pengembangan upaya penangkaran; 10. Terlaksananya penyadartahuan masyarakat terhadap pentingnya kelestarian jenis; 11. Terlaksananya pelibatan masyarakat terhadap upaya-upaya pelestarian jenis.
*
= Indikator untuk kriteria habitat elang Jawa: 1. Terlindungi dan terkelolanya habitat yang merupakan penyebaran elang Jawa dari ancaman: kerusakan, fragmentasi, penurunan kualitas dan kehilangan (misal akibat alih fungsi lahan); 2. Adanya status kawasan sebagai kawasan konservasi (KPA/ KSA) maupun hutan lindung bagi kawasan yang merupakan penyebaran elang Jawa; 3. Terlindunginya habitat elang Jawa di luar kawasan lindung; 4. Terpantaunya kondisi habitat secara berkala; 5. Terlaksananya pembinaan habitat; 6. Terlaksananya penelitian informasi dasar habitat; 7. Terlaksananya penyadartahuan masyarakat terhadap pentingnya kelestarian habitat; 8. Terlaksananya pelibatan masyarakat terhadap upaya-upaya pelestarian habitat.
83
84 Di
luar
peraturan
perundangan
tersebut
terdapat
dua
dokumen
internasional yang terkait terhadap pelestarian/ perlindungan jenis elang Jawa, yaitu: Convention on International Trade of Endangered Species (CITES) yang mengatur perdagangan jenis-jenis satwa liar berserta bagian-bagiannya yang sudah diratifikasi berdasarkan Keppres 43/1978. Dalam dokumen CITES tersebut jenis elang Jawa dimasukkan dalam Lampiran II, yang berarti dilarang untuk diperdagangkan di seluruh perdagangan internasional tanpa adanya ijin (Prawiradilaga 1999). Dokumen internasional lainnya adalah Red Data Book yang dikeluarkan oleh International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) yang menyebutkan status jenis elang Jawa sebagai jenis terancam punah (endangered) yang tercantum dalam Appendix I. Peraturan perundangan yang menyebutkan perlindungan terhadap jenis dan habitatnya sekaligus adalah SK penunjukkan kawasan konservasi tersebut, baik itu sebagai TN, CA maupun TWA dan SK penunjukkan hutan lindung atau pengelolaan setara dengan hutan lindung. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa keberadaan elang Jawa di luar kawasan konservasi dan kawasan lindung tidak terjamin kelestariannya, meskipun kenyataan di lapangan elang Jawa masih menggunakan wilayah berhutan atau bervegetasi di luar kawasan konservasi dan kawasan lindung tersebut sebagai wilayah jelajahnya. Perlindungan terhadap hutan yang menjadi habitat alami elang Jawa dilakukan Pemerintah Republik Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 dan Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 dalam bentuk Kawasan Lindung (Kawasan Konservasi) berupa Kawasan Suaka Alam (cagar alam dan suaka margasatwa), Kawasan Pelestarian Alam (taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam) dan taman buru serta hutan lindung. Supriatna (2008). menyebutkan bahwa kawasan lindung yang ada di Indonesia belum sepenuhnya terlindungi. Beberapa kawasan lindung tersebut belum memiliki batas-batas yang jelas dan terkadang batasnya bertumpang-tindih dengan lahan lain dan menimbulkan konflik. Lahan sengketa tersebut dengan mudahnya terlepas dan akhirnya berubah menjadi lahan perkebunan.
Dana yang terbatas juga turut
menghambat pengelolaan KL di Indonesia. Pendanaan sangat tergantung dari bantuan-bantuan donor yang hanya berjangka waktu pendek. Berdasarkan UU
85 5/1990, Dirjen PHKA di bawah Kementerian Kehutanan adalah pihak yang bertanggung jawab dalam mempersiapkan peraturan dan melaksanakannya. Kewajiban itu tetap diembannya pada era desentralisasi saat ini. Sedangkan pengelolaan beberapa kawasan hutan, termasuk daerah tangkapan air, hutan produksi dan hutan bernilai konservasi rendah ada di bawah Pemerintah Daerah dimana terdapat kecenderungan menaikkan pendapatan daerahnya atau kabupatennya. Hal tersebut seringkali menciptakan ketegangan antara Pemerintah Daerah dan kepentingan konservasi di mana kawasan konservasi mencakup daerah yang menjadi sumber pemasukan Pemerintah Daerah. Lokasi penelitian merupakan bagian dari kawasan Bogor-Puncak-Cianjur (Bopunjur), maka termasuk kawasan yang diatur oleh Keppres 114 tahun 1999 yang mengatur pokok-pokok kebijakan penataan ruang kawasan Bopunjur yang meliputi arahan untuk: perencanaan tata ruang; pemanfaatan ruang; dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Perencanaan tata ruang kawasan Bopunjur
merupakan penetapan lokasi dominasi pemanfaatan ruang berdasarkan: fungsi utama kawasan; dan fungsi kawasan dan aspek kegiatan. Dari wilayah yang termasuk dalam lingkup kawasan Bopunjur diatas, diatur pola pemanfaatan ruang yang pendeliniasiannya didasarkan pada fungsi kawasan yang terdiri dari: 1) Kawasan Lindung (Hutan Lindung, CA, TN, TWA, Kawasan Perlindungan Setempat yang terdiri atas Kawasan Sempadan Sungai, Kawasan Sekitar Mata air, dan Kawasan sekitar Waduk/ Danau/ Situ) dan 2) Kawasan Budidaya (Kawasan pertanian lahan basah) (Rusdiana et al. 2003). Lebih lanjut disebutkan keterkaitan antara fungsi kawasan dan dasar dari penetapan fungsi kawasan tersebut pada Tabel 8. Untuk kepentingan kelestarian jenis elang Jawa dan habitatnya pada masa mendatang maka perlu adanya peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan jenis elang Jawa dan kawasan yang menjadi habitatnya di luar kawasan konservasi dan kawasan lindung.
86 Tabel 8. Keterkaitan antara Fungsi Kawasan dan Dasar Penetapan FUNGSI KAWASAN 1. Kawasan Hutan Lindung
DASAR PENETAPAN Memelihara dan mempertahankan kawasan hutan lindung sebagai hutan dengan tutupan vegetasi tetap untuk mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi dan menjaga fungsi hidrologi tanah di kawasan hutan lindung sehingga ketersediaan unsur hara tanah, air tanah, dan air permukaan selalu dapat terjamin. 2. Cagar Alam Memelihara dan mempertahankan serta melindungi keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala dan keunikan alam untuk kepentingan perlindungan plasma nutfah, penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan dan pendidikan. 3. Taman Nasional Memelihara dan mempertahankan serta melestarikan fungsi lindung dan tatanan lingkungan untuk pengembangan pendidikan, rekreasi dan pariwisata ekologi, serta peningkatan kualitas lingkungan sekitarnya dan perlindungan dari pencemaran untuk menjamin berlangsungnya fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. 4. Taman Wisata Alam Memelihara dan mempertahankan serta melestarikan fungsi lidung dan tatanan lingkungan untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam, serta pendidikan dan penelitian yang menunjang pengelolaan dan budidaya sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. 5. Kawasan Perlindungan a. Menjaga sempadan sungai dari kegiatan manusia Setempat yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta mngamankan aliran sungai; b. Menjaga kawasan sekitar mata air untuk melindungi mata air dari berbagai usaha dan atau kegiatan yang dapat merusak kualitas air dan kondisi fisik kawasan sekitarnya. 6. Kawasan Pertanian Lahan Memanfaatkan potensi lahan yang sesuai untuk Basah kegiatan usaha peningkatan produksi tanaman pangan dan hortikultura lahan basah serta perikanan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Sumber: Anonimous (2002, diacu dalam Rusdiana et al. 2003)
Peraturan perundangan secara umum mengatur pengelolaan jenis dan habitat elang Jawa.
Dalam pengaturan pengelolaan disebutkan bahwa
87 pelaksanaan pengelolaan jenis dan atau kawasan yang menjadi habitat elang Jawa disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing stakeholder, baik itu lembaga Pemerintah pusat, Pemerintah Daerah, pihak swasta, masyarakat maupun stakeholder lainnya. Peraturan perundangan juga mengatur pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota.
Pelaksanaan dari tugas pokok dan fungsi masing-
masing stakeholder akan terlihat sebagai kinerja implementasi.
Dengan
membandingkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (kinerja normatif) dengan kinerja implementasi akan diketahui kesenjangannya dalam pelestarian elang Jawa.