VERTICAL FARMING Solusi Pertanian Indonesia Tahun 2040
Oleh :
PL4002 Seminar Studi Futuristik
Asyrafinafilah Hasanawi | 15413013
[email protected]
Raniasih Sasmitari | 1541301
[email protected]
Abstrak Pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia terus bertambah setiap tahunnya dan diperkirakan 6 dari 10 manusia akan hidup di perkotaan pada tahun 2040. Perkiraan ini mengindikasikan bahwa jumlah masyarakat perkotaan akan lebih besar dibandingkan masyarakat perdesaan di masa yang akan datang. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat perkotaan akan konsumsi bahan makanan pokok, diperkirakan beberapa tahun mendatang, permintaan akan bahan makanan pokok akan terus meningkat. Mengantisipasi hal tersebut, kota harus mampu menjadi kawasan yang mandiri untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kota tidak dapat lagi bergantung pada desa, karena sebagian besar desa diperkirakan akan tumbuh berkembang menjadi kawasan perkotaan di masa yang akan datang. Akan tetapi, pemenuhan kebutuhan tersebut juga menghadapi kendala terbesar yakni lahan. Jumlah lahan yang terbatas sudah secara maksimal dimanfaatkan untuk membangun gedung-gedung/ kawasan terbangun. Untuk mengatasi hal tersebut diciptakanlah sebuah konsep vertical farming, yaitu sebuah konsep bertani dengan menggunakan teknologi khusus di gedung-gedung bertingkat. Penerapan vertical farming ini diharapkan akan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat perkotaan akan bahan makanan sehat. Lebih jauh, konsep vertical farming ini akan mampu meningkatkan efisiensi kerja manusia penggunaan melibatkan robot dalam pelaksanaannya.
Halaman
1
Kata kunci: vertical farming, gedung, kota, bahan makanan pokok
I. PENDAHULUAN Perbincangan mengenai pemenuhan kecukupan kebutuhan pangan Indonesia untuk masa mendatang cukup menjadi sorotan, terutama pada kalangan masyarakat perkotaan. Hal ini diprediksi masih akan terus berlanjur di tahun-tahun yang akan datang. Manusia makin sadar akan pentingnya pemenuhan kebutuhan pangan khususnya makanan pokok. Namun, bukan hal yang mudah untuk memecahkan masalah tersebut. Sifat perkotaan yang aktivitas dominan bukan kegiatan pertanian menyebabkan tidak cukupnya ketersediaan lahan pertanian di perkotaan. Hal ini menyebabkan perkotaan tidak mampu melakukan produksi makanan pokok sendiri, seperti misal beras, jagung dan lainlain. Oleh sebab itu, sebagian besar bahan pangan tersebut harus didatangkan dari perdesaan.
Melihat hal tersebut untuk mencapai efisiensi dan pemenuhan kebutuhan bahan pangan serta distribusi makanan agar tetap baik, maka pengembangan lahan pertanian dinilai perlu dilakukan. Apalagi diprediksikan 6 dari 10 orang pada tahun 2040 (sumber: Analisis Time Series data Kependudukan BPS, 2016) akan tinggal di kota. Hal ini menunjukkan bahwa akan terjadi permintaan makanan yang tinggi di tahun 2040. Namun, kendala utama dalam upaya pengembangan pertanian di perkotaan adalah lahan. Sifatnya yang bukan diperuntukan untuk kegiatan pertanian menyebabkan lahan perkotaan dibangun untuk gedung-gedung dan bangunan pemerintahan, pusat perdagangan, jasa, perindustrian,
perumahan
dan
pendidikan.
Untuk
mengatasi
keterbatasan lahan pertanian, maka dibutuhkan suatu cara atau metode. Salah satu cara untuk mengembangkan pertanian di perkotaan adalah
Halaman
2
dengan menggunakan metode vertical farming.
II. LATAR BELAKANG
Berikut analisis proyeksi untuk meramalkan prediksi jumlah penduduk Indonesia serta kebutuhan pangan masyarakat Indonesia di tahun 2040. Metode analisis peramalan time series merupakan suatu metode analisis yang membantu untuk meramalkan pola suatu data sehingga bisa memperkirakan data tersebut di masa depan. Data variabel jumlah penduduk dan jumlah kebutuhan pangan (beras) masyarakat Indonesia akan diolah dan menjadi bahan analisis kecukupan kebutuhan pangan di Indonesia tahun 2040.
Tabel I. Tabel Output Data Jumlah Kebutuhan Pangan Kebutuhan Pangan
S(Nilai
S’(MA
Pengamatan)
pertama dengan
S”(MA
kedua
dengan
periode
N=2)
e2
e2
(Single Moving Aveage)
(Double Moving Average)
Pokok
Dalam Ton
2004
54088468
-
-
2005
54151097
-
-
2006
54454937
-
-
2007
57157435
54.231.501
8.561.089.772.356
-
2008
60325925
55.254.490
25.719.452.959.225
-
2009
64398890
57.312.766
54.742.995
50.213.153.343.376
93.236.308.251.025
2010
66469394
60.627.417
56.283.628
34.128.695.268.529
103.749.829.006.756
2011
65756904
63.731.403
58.970.091
4.102.654.301.001
46.060.830.696.969
2012
69056126
65.541.729
62.179.410
12.350.986.273.609
47.289.222.944.656
2013
71279709
67.094.141
64.636.566
17.518.979.482.624
44.131.348.918.449
2014
70846465
68.697.580
66.317.935
4.617.706.743.225
20.507.583.960.900
2015
75361248
70.394.100
67.895.861
24.672.559.253.904
55.732.003.059.769
SSE
181.885.277.397.849 410.707.126.838.524
MSE
20.209.475.266.428
periode M=3)
58.672.446.691.218
Sumber: Data BPS 2015, diolah dengan PSAW SPSS dan Microsoft Excel, 2016
Tabel I menjelaskan mengenai nilai-nilai variabel yang telah diolah dengan metode single moving average
Halaman
Error) dari masing-masing metode.
3
dan double moving average. Pada akhirnya akan didapatkan SSE (Sum of Square Error) dan MSE (Squared
a.
b.
Metode Single Moving Average SSE
MetodeDouble Moving Average SSE
= 181.885.277.397.849 ton
= 410.707.126.838.524 ton
MSE = 58.672.446.691.218 ton
MSE = 20.209.475.266.428 ton
Tabel II. Tabel Output Uji Theils-U Statistic Kebutuhan Pangan
S(Nilai Pengamatan)
S”(MA
kedua
dengan
periode
N=2)
Pokok
Dalam Ton
2004
54088468
-
-
2005
54151097
-
-
2006
54454937
-
-
2007
57157435
-
-
2008
60325925
-
-
2009
64398890
54.742.995
0,0256198799
0,0045584099
2010
66469394
56.283.628
0,0250167349
0,0010337021
2011
65756904
58.970.091
0,0104252944
0,0001148984
2012
69056126
62.179.410
0,0109365278
0,0025173312
2013
71279709
64.636.566
0,0092542831
0,0010368174
2014
70846465
66.317.935
0,0040362928
0,0000369431
2015
75361248
67.895.861
0,0111037144
0,0040610412
0,0963927273
0,0133591433
U
0,9578945201
Sumber: Data BPS 2015, diolah dengan PSAW SPSS dan Microsoft Excel, 2016
Tabel II menjelaskan mengenai hasil perhitungan Uji Theils-U Statistic. Dengan rumus: Fi 1 X i 1 2 ) Xi i 1 n 1 X i 1 X i 2 ) Xi i 1
n 1
Halaman
U=
4
(
Dimana jika : –
U = 1, artinya metode naif sama baiknya dengan metode peramalan yang digunakan
–
U < 1, artinya metode peramalan yang digunakan lebih baik dari metode naif (makin kecil nilai U makin baik)
–
U > 1, artinya metode naif (peramalan intuitif) lebih baik daripada metode peramalan yang digunakan
Tabel III. Tabel Output Perhitungan at dan bt A
b
a+b(m)
Kebutuhan Pangan Pokok s'
s''
(2S’-S”)
; n=2
(dengan m=1)
2004
-
-
-
2005
-
-
-
2006
-
-
-
2007
54.231.501
-
-
-
2008
55.254.490
-
-
-
2009
57.312.766
54.742.995
59882537,00
5139542,00
65022079,00
2010
60.627.417
56.283.628
64971206,00
8687578,00
73658784,00
2011
63.731.403
58.970.091
68492715,00
9522624,00
78015339,00
2012
65.541.729
62.179.410
68904048,00
6724638,00
75628686,00
2013
67.094.141
64.636.566
69551716,00
4915150,00
74466866,00
2014
68.697.580
66.317.935
71077225,00
4759290,00
75836515,00
2015
70.394.100
67.895.861
72892339,00
4996478,00
77888817,00
Sumber: Data BPS 2015, diolah dengan PSAW SPSS dan Microsoft Excel, 2016
Tabel III menjelaskan mengenai hasil perhitungan at dan bt yang digunakan dalam membuat persamaan moving average linier dengan rumus: Ft+m = at+bt*m. Dalam meramalkan dengan metodedouble moving average memiliki ciri bahwa lamanya suatu data akan mempengaruhi pengaruh dalam nilai data tersebut (semakin lama suatu data maka akan semakin mengecil nilainya dibandingkan dengan data yan lebih baru).
Halaman
5
Dalam meramalkan kebutuhan bahan pangan pokok beberapa tahun mendatang.
Sehingga didapatkan bentuk persamaan linier dari Kebutuhan Pangan Makanan Pokok (Beras) untuk setiap tahun sebagai berikut: Ft+m = 72892339 + 4996478 * m (dalam ton) Berikut hasil ramalan Jumlah Kebutuhan Pangan Makanan Pokok (beras) pada tahun 2040 (m = 2040-2015 = 25) adalah 197.804.289 ton, sedangkan kebutuhan pangan yang hingga saat ini dapat dipenuhi adalah sebesar 75.361.248 ton saja. Tentu saja ini mengindikasikan bahwa kebutuhan pangan masa depan Indonesia akan sangat banyak (demand sangat banyak), sedangkan penyediaan kebutuhan pangan masih sangat kurang (supply masih sangat kurang).
III. ANALISIS
Vertical Farming, Inovasi Pemenuhan Lahan Pertanian di Masa Depan Di masa sekarang vertical garden mungkin sudah mulai diterapkan di beberapa kota yang menyadari pentingnya penghijauan kota ditengah-tengah keterbatasan lahan. Namun vertical farming menjadi hal yang baru dan belum pernah dilakukan di kota manapun saat ini. Vertical farming dinilai menjadi solusi di masa depan untuk menjawab kebutuhan masyarakat perkotaan akan pangan makanan. Seperti namanya, vertical farming memiliki arti pertanian vertikal atau jika dijelaskan lebih jauh berarti melakukan pertanian ke atas menggunakan gedung-gedung. Cara kerja vertical farming secara keseluruhan hampir sama dengan rumah kaca yang disusun bertingkat ke atas.
Vertical farming dilakukan di gedung-gedung bertingkat di tengah kota dengan menggunakan dinding yang terbuat dari plastic transparan atau panel Ethylene Tetraflouroethylene (ETFE) untuk menggantikan kaca. Hal ini dikarenakan EFTE memiliki sifat transparan seperti air sehingga tidak meneruskan cahaya matahari menjadi berwarna kuning. Selain itu EFTE
lebih ringan dari pada kaca, meneruskan
lebih banyak cahaya serta dapat didaur ulang. Penggunaan EFTE pada dinding gedung sangat membantu tumbuhan
Sumber : www.verticalfarm.com
Halaman
Gambar 1. Desain rumah kaca bertingkat
6
dalam melakukan fotosintesis.
Gambar 2. Desain gedung Cylindrical Tower Sumber : www.verticalfarm.com
Gambar 4. Desain gedung Pyramid Farm Sumber : www.verticalfarm.com
Gambar 3. Desain gedung Sky Farm Sumber : www.nbcnews.com
Gambar 5. Turbin Angin Sumber: www.google.com
Fotosintesis merupakan hal paling penting bagi tumbuhan, maka dari itu intensitas cahaya matahari menjadi salah satu hal yang harus diperhitungkan matang- matang dalam membangun gedung untuk vertical farming. Untuk negara di dekat garis khatulistiwa seperti Indonesia, penanaman tumbuhan dapat dilakukan di sisi manapun dari gedung karena dapat terjadi penyerapan cahaya matahari yang maksimal. Penyerapan cahaya matahari dari bagian samping gedung menjadi mudah dengan adanya EFTE sebagai dinding gedung.
7
menggunakan Led Emitting Diodes (LED).
dengan Halaman
Sedangkan untuk bagian tengah gedung digunakan teknologi manipulasi cahaya matahari
LED dipasang dibagian tengah gedung sebagai pencahayaan interior. LED akan memancarkan cahaya yang alami dengan intensitas cahaya yang dapat dibuat sedemikian rupa sehingga menyamai cahaya matahari. Dengan demikian tumbuhan di tengah gedung dapat melakukan fotosintesis juga.
Di bagian atap gedung di pasang turbin angin sebagai sumber tenaga yang dibutuhkan untuk menyalakan LED dan memompa air dari bawah tanah. Selain dari turbin angin, sumber tenaga listrik dapat diperoleh dari panel surya yang dapat dimodifikasi untuk diletakkan di sisi gedung. Selain itu sumber tenaga juga memungkinkan didapat dari hasil pengolahan sampah organik. Sampah organic ini dapat berasal dari sampah tumbuhan yang telah membusuk. Sampah organic dimasukkan ke dalam ruang baja setelah itu dilakuakn pengaturan terhadap kadar
Gambar 6. Paner Surya Sumber : www.verticalfarm.com
oksigen didalamnya. Dengan teknologi obor plasma, sampah-sampah organic akan berubah menjadi gas. Gas dapat digunakan untuk menghangatkan air untuk menghasilkan uap dan uap dapat menghasilkan listrik. Berbeda dengan rumah kaca pada umunya, media
Gambar 7. Hidroponik Sumber : www.nbcnews.com
tanam yang digunakan dalam vertical farming adalah air. Sehingga tumbuhan ditanam dengan metode hidroponik.
Hal ini disebabkan berat jenis tanah yang jauh lebih besar daripda berat jenis air. Penggunaan tanah sebagai media tanam pada gedung bertingkat tentunya akan memberi tekanan yang sangat berat pada tanah untuk menopang gedung tersebut. Untuk mengurangi tekanan tersebut, maka digunakan air sebagai media tanam karena berat jenisnya lebih ringan. Pengunaan air juga dinilai lebih efisien karena air dapat didaur ulang.
Air limbah dapat didaur ulang dan digunakan kembali sebagai media tanam. Daur ulang air dapat dilakukan dengan cara mengalirkan air limbah gedung ke bawah tanah menuju tanki dengan kadar oksigen yang rendah. Air limbah akan disaring menggunakan membrane yang akan memisahkan air dari plastik dan bahan- bahan
Halaman
tanaman. Polutan pada air limbah akan menempel pada akar tanaman dan kerikil.
8
padat. Selanjutnya air akan dipompa ke atas menuju penyaringan dengan menggunakan media kerikil dan
Air limbah yang sudah bebas polutan ini akan mengisi tanki penyimpanan untuk disaring lagi menggunakan filter berteknologi yang akan mengkonversi mikroorganisme pada air menjadi nutrisi yang bermanfaat bagi tanaman. Air bernutrisi ini akan dipompa ke atas sebagai media tanam hidroponik. Sementara air limbah yang masih mengandung polutan akan digunakan sebagai air penyiram toilet. Dengan menggunakan sistem tersebut tentu saja gedung ini menjadi gedung yang mandiri.
Selain menjadi gedung yang mandiri, gedung inipun dapat menjadi gedung yang bersifat mix used karena pada pada bagian lantai bawah gedung dapat dikembangkan sebagai pusat perbelanjaan hasil pertanian. Selain hasil pertanian yang dijual dipastikan segar dan alami, adanya pusat perbelanjaan tepat di lantai bawah gedung berarti menghemat biaya transportasi. Penerapan konsep vertical farming tentu saja akan memberi banyak keuntungan. Di antaranya yaitu dapat memenuhi kebutuhan makan sehat pada masyarakat perkotaan di masa yang akan datang, meningkatkan hasil produksi pertanian, serta melindungi tumbuhan dari hama. Selain itu dengan adanya vertical farming di gedung maka penanaman dan panen dapat dilakukan di waktu kapanpun karena tidak tergantung pada musim dan cuaca. Manusia menjadi pihak yang diuntungkan dengan adanya vertical farming ini, namun manusia akan jauh diuntungkan jika seluruh proses bertani dalam vertical farming ini dilakukan oleh robot.
Robot dapat diciptakan untuk menggantikan kerja manusia. Robot akan menggantikan kerja manusia mulai dari menanam biji, dengan mendeteksi biji tumbuhan, memisahkan antara yang baik dan yang buruk, hingga menanamnya. Robot akan melakukan pengawasan terhadap tumbuhan dengan sensor yang dimiliki. Sensor tersebut akan merekam tumbuhan mana yang sakit serta merekam tingkat kematangan dan kesiapan panen tumbuhan. Sensor tersebut kemudian akan mengirim informasi tumbuhan mana yang sakit dan harus dibuang serta tumbuhan mana yang telah matang dan siap panen. Robot selanjutnya juga dimanfaatkan dalam proses panen, mulai dari memetik, hingga mengemas dan mendistribusikan hasil panen untuk dijual di pusat perbelanjaan di lantai bawah.
Halaman
9
Gambar 6. Robot dan Manusia Bekerjasama Menanam Tanaman Sumber : www.verticalfarm.com
IV. SIMPULAN Berikut hasil ramalan Jumlah Kebutuhan Pangan Makanan Pokok (beras) pada tahun 2040 (m = 2040-2015 = 25) adalah 197.804.289 ton, sedangkan kebutuhan pangan yang hingga saat ini dapat dipenuhi adalah sebesar 75.361.248 ton saja. Tentu saja ini mengindikasikan bahwa kebutuhan pangan masa depan Indonesia akan sangat banyak (demand sangat banyak), sedangkan penyediaan kebutuhan pangan masih sangat kurang (supply masih sangat kurang). Dengan perpaduan antara vertical farming dan robot, selain menyelesaikan masalah keterbatasan lahan juga menciptakan efisiensi kerja manusia. Di masa yang akan datang kedua kombinasi ini tentu saja akan menguntungkan jika dikembangkan. Ditengah padatnya aktivitas dan kehidupan perkotaan di masa yang akan datang, manusia akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama pangan. Jadi, vertical farming menjadi pilihan yang tepat untuk di kembangkan di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA http://www.nbcnews.com/id/21153990/#.UqH DkLVTDeU diakses pada 13 Maret 2016, pukul 19.07 WIB http://www.verticalfarm.com/designs diakses
pada
12
Maret
2016,
pukul
19.23
WIB
http://en.wikipedia.org/wiki/Vertical_farming diakses pada 15 Maret 2016, pukul 06.17 WIB http://www.kinnelonconserves.net/go8f4013-copy.jpg http://www.cookiesound.com/wp-content/uploads/2011/11/garbage-in-ocean.jpg http://www.loveinfographics.com/wp-content/uploads/2013/07/info-pacific-garbage-patch_l.png http://www.pinterest.com/pin/238268636505253477/
Halaman
10
Rougie, Jacques. Prix 2012 de la Fondation, Generation Espace Mer, Institute de France, Lady Landfill.