Kording Reportase Investigasi oleh C MEDIA
VERSI CETAK DARI KORDING
Reportase Investigasi Oleh: C MEDIA
Copyright 2010 C MEDIA
1
Kording Reportase Investigasi oleh C MEDIA
C MEDIA Untuk karya kami yang kali ini, kami sudah mencetak dan mengumpulkannya, sayangnya tidak bisa diterbitkan di sekolah karena ada beberapa kata yang mungkin agak kasar, yang karenanya kami minta maaf. Namun, karya kami yang kali ini sudah diakui sebagai kording dengan salah satu tulisan terbaik, bahkan baik jika dibandingkan dengan kording lain sekelas 9-2 maupun seangkatan kami. Kording kami bahkan akan dipublikasikan seandainya tidak terhalang masalah tersebut. Hal ini memang sangat disayangkan, namun kami tetap mempublikasikan kording ini dalam bentuk ini di website kami. Selamat menikmati.
PROFILE C MEDIA adalah sebuah kelompok media dari SMP Kolese Kanisius yang beranggotakan 5 orang, yaitu: PEMRED : Farrelius Anthony [9-2/13] LAYOUTER & SETTER : Timothy Kurnia [9-2/36] REPORTER : Bernard Halim [9-2/7] Joy Samuel Delano [9-2/21] FOTOGRAFER : Juvensco [9-2/22] Karya-karya jurnalistik kami antara lain: Kording Foto, Agustus 2009 … diterbitkan Kording Retret, November 2009 … diterbitkan Kording Reportase Investigasi, Februari 2010 … dicetak Kontak: E :
[email protected] W: thecmedia.weebly.com
Copyright 2010 C MEDIA
2
Kording Reportase Investigasi oleh C MEDIA
EDITORIAL Kita bertemu lagi, wahai para pembaca. Kami sekarang akan membuat beberapa reportase investigasi terutama mengenai kejadian-kejadian di SMP Kolese Kanisius. Sebagian besar dari reportase investigasi ini akan membahas mengenai diskriminasi yang terjadi di SMP Kolese Kanisius. Diskriminasi terhadap agama tertentu di SMP CC, meskipun terlihat agak main-main, tergolong cukup serius. Oleh karena itu “Pluralisme Agama di CC” akan menjelaskan mengenai hal ini. “ ‘Hei Batak’ “ akan menjelaskan mengenai diskriminasi suku & ras. Selain mengenai diskriminasi, kami juga akan membahas mengenai kegiatan menyontek di SMP CC dalam “ ‘Menantang’ Larangan Menyontek”. Tentu saja ini menjadi hal yang serius apalagi larangan untuk tidak menyontek sangatlah keras. Bagaimana dengan kesadaran dan kejujuran para siswa? Sekian dari kami, C MEDIA. Kami mohon maaf seikhlas-ikhlasnya apabila terdapat kesalahan atau ada yang merasa tersinggung atas isi kording ini. Serta Selamat Tahun Baru Imlek bagi yang merayakan! Jakarta, Februari 2010 REDAKSI
Copyright 2010 C MEDIA
3
Kording Reportase Investigasi oleh C MEDIA
Reportase Investigasi
PLURALITAS AGAMA DI CC Seorang siswa SMP CC mengatakan kepada seorang temannya, “Islam loe!” Dan temannya membalas, “Anj**g loe!” dengan tertawa. Meskipun terlihat tidak sopan bagi sebagian orang, kejadian seperti ini sudah cukup umum terjadi di SMP Kolese Kanisius yang sebagian besar siswanya beragama Katolik. Bagi sebagian besar siswa yang mengalami, menyaksikan, atau melakukan hal tersebut, hal ini dianggap bercanda dan tidak serius. Tetapi jika dilaporkan ke guru atau moderator, siswa yang bersangkutan dapat dipanggil. Dan jika ditindaklanjuti secara hukum, para pelaku dapat dikenakan pasal atas pelanggaran kesopanan, dan penghinaan. Salah satu korban, sebut saja namanya Iba, mengatakan ia telah beberapa kali mengalami diskriminasi secara agama, bahkan cukup sering. Iba mengatakan bahwa pernah salah seorang pelaku mengatakan, “Bangsat lu, Islam.“ (REDAKSI: maaf jika ada yang tersinggung) Iba mengatakan bahwa ia merasa kesal dan sedih saat diperlakukan dengan tidak sepantasnya oleh sesama siswa. “Kadang saya merasa dikucilkan,” ceritanya. Untuk menghadapi para pelaku, Iba mengaku, “Saya hanya mendiamkan mereka.” Mengenai para pelakunya sendiri, Iba mengaku tidak suka dan membenci mereka. “Saya berharap mereka mati!” Diskriminasi secara agama ini tak pernah terjadi pada Selamat yang beragama sama dengan Iba. Ia juga tak pernah menyaksikannya meskipun pernah mendengarnya. Tetapi Selamat mengakui ia juga akan merasa kesal jika diperlakukan seperti itu. Bentuk umum diskriminasi agama yang terjadi di CC antara lain dengan kata-kata atau hinaan. Milk (nama samaran), seorang pelaku mengatakan, “Saya biasanya ngata-ngatain tuh orang.” Salah seorang pelaku, Harry (nama samaran) mengatakan ia tak keberatan dengan keberadaan agama lain. “Saya mengata-ngatai orang lain secara agama karena orangnya itu sendiri, bukan karena agamanya. Jika orangnya baik, saya akan baik-baik saja terhadapnya,” jelasnya. Copyright 2010 C MEDIA
4
Kording Reportase Investigasi oleh C MEDIA
“Saya percaya semua agama, baik Kristen, Islam, dan lainnya benar. Menurut saya yang menyebabkan diskriminasi adalah orangnya, bukan agamanya,” kata Erwin tentang penyebab diskriminasi ini. Hans Pribadi, salah seorang saksi mengatakan, “Diskriminasi agama itu biasa saja. Minoritas selalu direndahkan.” Pendapat dikatakan Nikolas Kurniawan, saksi, “Itu berasal dari si korban, dia cari masalah.” Erwin Arifin, seorang saksi lain mengatakan bahwa diskriminasi tidak baik. “Kita ini satu, Tuhan kita sama.” Bahaya mengancam Bahaya dari diskriminasi agama bisa sangat serius, yang paling utama adalah perpecahan. Erwin mendukung, “Akan terjadi perpecahan dan (masyarakat) makin terkotak-kotak.” Hans berpendapat bahwa hal ini juga dapat membunuh karakter seseorang dan bisa terjadi kerusuhan antaragama. Kekerasan antaragama pernah terjadi di Indonesia. Menurut Laporan AS tentang Pelaksanaan HAM di Indonesia tahun 1998, ada 128 peristiwa serangan terhadap gereja dan fasilitas Kristen lainnya selama tahun itu. Sebuah masjid di Irian Jaya juga dibakar. Hans juga menasihati agar kaum minoritas tahu diri dan tidak cari masalah. Nikolas berpendapat agar antaragama saling mempererat tali persaudaraan. Harapan untuk ke depannya, Iba berharap agar para pelaku insyaf dan tidak melakukannya lagi. Sebenarnya usaha untuk mewujudkan pluralitas agama di Indonesia sudah ada sejak dulu. UUD 1945 pasal 29 ayat 2 menyatakan kebebasan beragama bagi tiap warga negara. Ayat pertama Pancasila juga diubah demi keutuhan Indonesia. “....dengan kewajiban menjalankan syariat Islam” diganti dengan “....yang Maha Esa”. Sistem pendidikan di Indonesia juga telah mengusahakan terjadinya pluralitas agama. Antara lain dengan pelajaran PKn, PLKJ, dan Agama. Tetapi diskriminasi agama kecil-kecilan tetap terjadi di SMP CC. Meskipun secara umum yang tidak disukai adalah orangnya, para pelaku memanfaatkan perbedaan agama untuk menyerangnya. Saat terjadi diskriminasi agama, penulis yang menyaksikan sendiri tak melihat ada yang mau mencegah terjadinya diskriminasi agama. Para korban pun hampir tak pernah melaporkan ke guru atau moderator. Jadi, bisakah pluralitas dan kedamaian antaragama di Indonesia secara umum, atau SMP CC secara sempit terjaga? [TK2/JYSD4]
Copyright 2010 C MEDIA
5
Kording Reportase Investigasi oleh C MEDIA
Reportase Investigasi
“MENANTANG” LARANGAN MENYONTEK Ligo tersenyum saat ditanyai oleh C MEDIA. “Habis mau bagaimana lagi, kan terpaksa!” ujarnya. Ligo (nama samaran) adalah seorang siswa SMP Kolese Kanisius (SMP CC) yang terlibat dalam kegiatan menyontek. Di saat pendidikan berusha ditingkatkan dengan cara menambah materi, tentu demi dampak positif yang akan dihasilkan. Tetapi, kesulitan tersendiri muncul bagi sebagian siswa. Kesulitan ini mendorong mereka untuk menyontek. SMP CC tak terbebas dari hal tersebut, sebagian siswanya telah menyontek. Untuk memastikan hal ini, C MEDIA mewawancarai beberapa siswa. JK (nama samaran), Asu (nama samaran), Bebek (nama samaran), dan 10 siswa lainnya yang mengaku pernah menyontek. Budi (nama samaran), seorang pelajar di SMP CC, mengaku pernah menyontek karena soal yang ditanyakan terlalu sulit baginya. Meskipun merasa bersalah, Budi tetap melakukannya karena tidak bisa. “Selain itu, menyontek di sini sudah biasa deh.” Untuk menyontek, biasanya ia bertanya pada teman. Tak jauh berbeda dengan Ligo. “Karena soalnya terlalu susah bagi saya. Wajar dong,” jelasnya saat diwawancarai. “Kalau saya bisa, pasti saya akan jujur. Tetapi kalau tidak bisa ya gitu dhe,” lanjutnya. Ligo menyontek dengan cara menyimpan sontekan di saku celananya. Kemudian ia izin ke toilet dan melihat sontekan yang sudah dibuatnya. Ligo dan Budi mengaku masing-masing sudah menyontek lebih dari 10 kali saat ulangan selama di SMP CC dan tidak ketahuan. Sebenarnya di SMP CC ada peraturan, dan peraturan ini terdapat pada setiap lembar kertas ulangan. Peringatan: Menyontek 1 kali tidak bisa masuk SMA Kanisius Menyontek 2 kali keluar dari SMP Kanisius
Selain itu nilainya untuk ulangan tersebut dijadikan 0. Peraturan ini sudah banyak disebut sejak seorang siswa masuk SMP CC, terutama saat MOS (Masa Orientasi Siswa). Saat ditanya mengenai resiko melanggar peraturan dilarang menyontek, Budi menjawab, “Mau bagaimana lagi?” Ligo menjawab senada, “Habis terpaksa!” Copyright 2010 C MEDIA
6
Kording Reportase Investigasi oleh C MEDIA
Menyontek di SMP CC bukan hal baru lagi. Menurut Pak Wayan, seorang siswa pernah memberi sontekan kepada temannya sekelas saat tryout berlangsung. “Saat itu handphone baru muncul, dan kami para guru masih belum mengerti,” ujarnya. Akibatnya, siswa tersebut tidak diperbolehkan masuk SMA Kanisius. Tahun 2008, seorang siswa kelas 8 berinisial TTT pernah tertangkap basah menjual hasil pekerjaannya kepada teman-temannya. Kecurigaan muncul dari guru bidang studi, Bu Lidwina J. Padmi, saat melihat beberapa siswa mengumpulkan pekerjaan yang sama persis. TTT dan para “pembeli” pun dipanggil. Anggota C MEDIA juga pernah menyaksikan kegiatan menyontek massal saat suatu ulangan pada semester I kelas 9. Para siswa memanfaatkan kelengahan guru untuk menyontek. Penulis memperkirakan lebih dari 20 orang terlibat dalam menyontek massal tersebut. Budi dan Ligo termasuk di dalamnya. Jawaban mereka saat ditanyai mengenai alasan menyontek saat ulangan tersebut sama saja, yaitu “terpaksa”. PR atau PS? Jika Anda ke salah satu kelas SMP CC sebelum bel masuk, mungkin Anda akan menemukan beberapa siswa dengan “rajinnya” mengerjakan PR-nya yang belum terselesaikan. Entah apa PR (Pekerjaan Rumah) berubah arti dari pekerjaan yang dikerjakan di rumah menjadi pekerjaan yang dikerjakan di sekolah. Menurut Pak Trihandoko, seorang guru, mengerjakan PR di sekolah termasuk pelanggaran dan bisa dikenakan hukuman. Pak Wawan Setyawan, guru matematika sering mengatakan, “Usaha dulu, nilai kemudian.” Mengenai kejujuran, hal ini juga banyak disebut di CC. Saat MOS, setiap minggu saat mengucapkan Janji Pelajar pada saat briefing, tulisan “Be Honest” yang tertempel pada sisi luar gedung perpustakaan CC dan dapat terlihat dari lapangan sepak bola CC, pada buku agenda CC, pada kertas soal saat ulangan, dan masih banyak lagi. Entah para siswa menyadari seringnya mereka melihat, mendengar, dan mengucapkan “kejujuran” atau hanya sekadar sambil lalu? [F1/JUVEN5]
Copyright 2010 C MEDIA
7
Kording Reportase Investigasi oleh C MEDIA
Reportase Investigasi
“HEI, BATAK!” Seorang siswa dengan berlagak serius berkata, “Batak loe!” dan dibalas temannya dengan tersenyum, “Tai loe!” Kira-kira begitulah percakapan antara 2 siswa yang secara tak sengaja terdengar oleh penulis dan sepertinya mereka berdua cukup akrab. Sekali lagi C MEDIA membahas tentang diskriminasi, hanya saja kali ini tentang suku dan ras. Hijaya (nama samaran) mengatakan bahwa ia pernah dikatai “Cina sampah!” oleh salah seorang temannya. Audrey (nama samaran) juga mengaku pernah dikatai “Dasar Cina!” Namun mereka berdua merasa biasa saja, bahkan hubungan mereka dengan masing-masing pelaku cukup baik. Audrey mengatakan bahwa hal ini sudah biasa dan ia tidak merasa terhina lagi. “Menurut saya mereka kan hanya bercanda,” kata Audrey. Sikap Audrey saat dihina adalah dengan membalas. “Saya balas lah. Saya tak terima,” kata Andre. Hijaya mengatakan ia akan diam saja. Salah seorang pelaku, yaitu Bobi (nama samaran) menjelaskan, “Kalau saya tergantung orangnya (diskriminasi suku/ras). Jika orangnya baik, dibaikin. Kalo nyolot, saya balik nyolotin dia.” Bahaya dari melakukan diskriminasi bagi Bobi adalah jika orang yang siswa SMP CC ini sensitif dan gampang marah. Selain itu jika ketahuan bisa dipanggil. Reynaldi (nama samaran), juga pelaku mengakui bahwa alasan ia melakukan diskriminasi ini adalah karena ia tidak suka dengan korban sehingga ia mengata-ngatainya dengan menggunakan unsur ras dan suku. “Tidak ada bahayanya,” katanya dengan santai. Bagi Nikolas Kurniawan sebagai orang biasa, diskriminasi suku/ras ini salah satunya adalah karena fanatisme terhadap sukunya, sehingga membuat orang lain tidak suka. “Hal ini dapat menyebabkan perpecahan bangsa karena antarsuku dan antarras menjadi tidak akur,” jelasnya. Menurutnya, hal ini dapat dilihat dari kerusuhan tahun 1998 yang banyak memakan korban orang beretnis Tionghoa. Meskipun pernah menyaksikan, Nikolas mengatakan bahwa ia tak peduli dan tak melakukan apapun untuk mencegahnya. Siswa SMP CC mungkin terdiri dari berbagai latar belakang, tetapi dalam pergaulannya sendiri cenderung terpisahkan dan terkotakkotakkan.
Copyright 2010 C MEDIA
8
Kording Reportase Investigasi oleh C MEDIA
Contoh sederhana dapat dilihat dari posisi tempat duduk sebuah kelas 9 yang penulis telah coba petakan. Ada area yang ditempati kelompok-kelompok tertentu yang memiliki latar belakang yang sama. Sebagian besar siswa pribumi (REDAKSI: Maaf jika ada yang tersinggung) duduk di daerah tertentu. Selain itu ada kelompok siswa hobi basket duduk di daerah tertentu pula. Begitu juga dengan kelompok-kelompok lain. Dari pengamatan penulis, pada saat ada praktikum IPA. Salah satu kelompok cenderung duduk terpisah. Siswa pribumi di satu sisi, siswa keturunan Cina di sisi lain. Dari contoh yang sederhana ini dapat disimpulkan bahwa secara tidak sengaja para siswa pun sudah terkotak-kotakkan dalam kelompokkelompok suku dan ras. Untuk ke depannya, Hijaya berharap agar rasisme tidak ada lagi dan supaya para pelaku bertobat. Audrey mengutarakan hal serupa, “Saya berharap agar rasa saling membedakan tidak ada dan pluralisme di Indonesia bisa terjaga. Seperti yang telah diperjuangkan para pahlawan. Mereka telah membuat Sumpah Pemuda yang menyatakan kesatuan Indonesia.” Salah seorang pelaku lain, yaitu Ponk juga berharap, “Saya sebenarnya juga berharap agar Bhinneka Tunggal Ika juga benar-benar terwujud. Hanya saja kadang sulit bagi saya untuk menerima orangorang dari suku lain. Apalagi jika orang itu agak nyolot.” Dan masih menurut Audrey, hal ini akan sangat berbahaya jika perilaku ini berlanjut sampai dewasa. “Banyak orang di luar sana yang mudah merasa terhina. Bisa terjadi pertengkaran,” menurutnya. Dengan alasan yang telah dikemukakan di atas, Bernie, seorang siswa menganggap sudah selayaknya siswa SMP CC bersikap dewasa dengan tidak memilih-milih teman, mengucilkan teman, dan menganggap diri lebih tinggi. “Kita semua adalah Indonesia terlepas dari berbagai latar belakang kita. Dan yang terakhir, janganlah kita mendiskriminasi teman dan mulailah bersikap dewasa dengan menjunjung tinggi pluralisme,” katanya. [BER3]
Copyright 2010 C MEDIA
9