Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 3
November 2014
ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992
VARIASI PERTUMBUHAN AWAL BEBERAPA KLON TANAMAN JATI PADA TANAH MASAM DENGAN PEMBERIAN DOLOMIT The Early Growth Variation of Some Clones of Teak (Tectona grandis L.) on Acid Soil With Dolomite C. Andriyani Prasetyawati Balai Penelitian Kehutanan Makassar, telp. (0411) 554049
ABSTRACT.Teak (Tectona grandis L.) is one of hardwood tree that has high economic value due to strong and durable wood. Teak has been planted widely in Sulawesi, even on several acid soil. Indonesia has wide enough acid soil area. It is necessary to plant it with tress in order to make it more productive, fix the soil chemical fertility and also fix site characteristic. Plantation on the acid soil area commonly has constraint in low pH and the lower tolerance of the plants. The objectives of this research were to determine variation of height and diameter of growth at 11th months age of some clones of teak. Complete Randomized Block Design was applied in this research with 25 clones, 4 treeplots and 3 blocks. This study was carried out in KHDTK Malili, Luwu Timur Regency, South Sulawesi Province. The research location was about 100 m above sea level, with the rainfall average is 3,497 mm per year, the range temperature is 26 0C – 32 0C and the humidity range is 64 % - 92 %. The research results showed that some clones teak had different significantly on height and diameter growth at 11th months. Highest growth was presented by Clone No. 009 (187.72 cm) and biggest diameter was presented by Clone No. 13 (36.92 mm) both from Muna Island. Results of the teak research at 11th months on acid soils in KHDTK Malili showed favorable growth results. Keyword : clone, treeplot, acid soil and Tectona grandis L. ABSTRAK. Jati (Tectona grandhis L.) merupakan salah satu jenis yang bernilai jual tinggi karena kualitas kayunya yang kuat dan awet. Tanaman jati banyak dikembangkan di Sulawesi, bahkan di beberapa daerah yang bertanah masam. Indonesia memiliki tanah masam dalam luasan yang cukup besar dan perlu dimanfaatkan tanaman kehutanan agar lebih produktif, dapat memperbaiki kesuburan kimia tanah dan karakteristik tapak. Penanaman pada tanah masam pada umumnya mempunyai kendala pada pH yang rendah dan toleransi tanaman terhadap pH rendah. Penelitian ini bertujuan mengetahui variasi pertumbuhan tinggi dan diameter klon tanaman jati pada tanah masam. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Acak Lengkap Berblok, dengan 25 klon dan 4 treeplot dengan jumlah blok 3. Penelitian dilaksanakan di KHDTK Malili, Kabupaten Luwu Timur Sulawesi Selatan. Lokasi ini terletak pada ketinggian 100 m dpl, rerata curah hujan tahunan 3.497 mm dengan temperatur 26 °C - 32 °C dan kelembaban relatif 64 % - 92 %. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan pertumbuhan tinggi dan diameter antar klon tanaman jati pada umur 11 bulan setelah tanam. Pertumbuhan tertinggi dicapai klon No. 009 (187,72 cm) dan pertumbuhan diameter terbesar pada klon No. 13 (36,92 mm) keduanya berasal dari Pulau Muna. Tanaman jati hasil penelitian sampai dengan umur 11 bulan pada tanah masam di KHDTK Malili menunjukkan hasil pertumbuhan yang cukup baik. Kata kunci : Klon, treeplot, tanah masam dan Tectona grandis L. Penulis untuk korespondensi, surel:
[email protected]
204
C. Andriyani Prasetyawati: Variasi Pertumbuhan Awal ……………………...(2): 204-212
PENDAHULUAN Jati (Tectona grandis L.) merupakan salah satu jenis pohon yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Jati telah dikenal karena kayunya mempunyai beberapa keistimewaan antara lain kelas awet dan kelas kuatnya menduduki posisi cukup tinggi dibanding kayu jenis lain, dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti bahan bangunan, perabot rumah tangga, jembatan, dek kapal dan lain sebagainya. Sebagai tanaman yang bernilai ekonomi tinggi, jati terus dikembangkan melalui intensifikasi pengelolaan hutan maupun rekayasa genetika sehingga produksi per satuan luas diharapkan terus meningkat (Sudrajat dan Bramasto, 2009). Masyarakat Sulawesi sudah lama memanfaatkan kayu jati dan telah lama mengembangkannya. Tanaman jati berkembang luas di Sulawesi sejak intensifnya promosi berbagai merk jati kultur jaringan, sehingga perkembangannya di Sulawesi semakin luas. Kabupaten Mamuju, Mamuju Utara, Luwu, Luwu Utara dan Luwu Timur adalah daerah yang sangat intensif mengembangkan tanaman ini.
tanaman agar sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tanaman dan strategi adaptasi, yakni menyesuaikan pohon yang dibudidayakan dengan kendala-kendala tanah. Penampilan suatu pohon pada tempat tumbuh merupakan dampak kerjasama antara faktor genetik dan lingkungannya. Penampilan suatu fenotipe pada lingkungan yang berbeda dapat berbeda pula. Perpaduan antara genotipe dan lingkungan akan mempengaruhi kemampuan adaptasi yang dimiliki
oleh
suatu
individu
pada
lingkungan
yang berbeda. Menurut Na’iem (2000) variasi pertumbuhan antar klon jati pada berbagai daerah sangat besar. Uji coba penanaman beberapa klon jati di tanah masam ini, diharapkan nantinya ada beberapa klon yang cocok dikembangkan di daerah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan tinggi dan diameter beberapa klon tanaman jati pada tanah masam.
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian
Daerah-daerah tersebut bertanah masam dan curah
Pertanaman klon pohon induk jati berada
hujan tahunannya cukup tinggi. Sementara menurut
pada KHDTK (Kawasan Hutan Dengan Tujuan
Tewari (1992) dalam Palanisamy et al. (2009), jati
Khusus) Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur,
tumbuh bagus pada solum dalam dengan drainase
Sulawesi Selatan. Lokasi ini terletak pada posisi 2o
bagus, tanah alluvial, cukup lembab, hangat, iklim
9’ LS dan 120o 49’ BT pada ketinggian 100 m dpl.
tropik dengan pH tanah 6,5 – 7,5.
Jenis tanah Rhodik Hapludoxs Lempungan Ferritik
Tanah masam di Indonesia dijumpai dalam luasan yang sangat besar dan menduduki peranan yang sangat penting pada budidaya tanaman hutan. Menurut Radjagukguk (1985) tanah masam memiliki kendala ganda ditinjau dari kesuburan
Isoheperternik, pH H2O 4,8, kandungan C organik 3,78 %, kandungan BO 6,25 %, kandungan N total 0,13 %, kandungan P tersedia 1,96 ppm. Tanah bersifat masam dengan kandungan N dan P yang rendah.
tanahnya. Kendala bersumber pada sifat-sifat kimia tanah masam dan kondisi pembentukannya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Santoso et al. (2000) uji coba penanaman jati di Kendari Selatan yang bertanah masam, pada tanaman umur muda, tidak berbeda dengan pertumbuhan tanaman jati di Muna yang tanahnya lebih cocok untuk tanaman jati. Pada dasarnya strategi penanganan tanah masam adalah merubah lingkungan tempat tumbuh
205
Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 3, Edisi November 2014
Bahan dan Alat Penelitian Bahan penelitian berupa klon jati yang berasal dari beberapa daerah. Klon merupakan hasil perbanyakan vegetatif yang berasal dari pohon yang berkualitas secara genetik (Pramono et al., 2010). Klon/stek jati tersebut disambung dengan rootstock (batang bibit jati yang mempunyai perakaran), alkohol, hormon tumbuh, pupuk NPK, herbisida, Gambar 1 :Peta Kelas Lereng KHDTK Malili Figure 1 : Slope level map of KHDTK Malili Sumber : Data Masterplan KHDTK Malili, 2006 Source : Masterplan of KHDTK Malili, 2006 Tipe iklim di lokasi penelitian masuk pada tipe A menurut pembagian iklim Schmidt dan Fergusson, tipe iklim basah dimana hujan turun sepanjang tahun. Pada Gambar 2 tersaji data rata-rata curah hujan bulanan selama 10 tahun (2002 – 2012) yang tercatat oleh stasiun pengamat cuaca di Mangkutana berdasarkan data Masterplan KHDTK Malili, Balai Penelitian Kehutanan Makasssar (2012). Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari 2005 sampai dengan bulan November 2006.
fungisida dan pupuk anorganik. Data klon jati yang digunakan untuk penelitian tersaji pada Tabel 1. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah GPS, pH meter, pita diameter, timbangan, gunting stek dan pisau okulasi. Tabel 1. Data uji klon jati di KHDTK Malili Table 1. Data of teak clonal test in KHDTK Malili No.
Asal klon
Klon
Jumlah klon
1
Muna
013, 007, 019, 011, 009
5
2
Buton
042, 048, 054, 055
4
3
Konawe Selatan
022, 024, 025, 027, 028, 029, 031, 032, 036, 039
10
4
Cepu
14 CEPU II
1
5
Kendal
18 Kendal
1
6
Madiun
005 dan 003
2
7
Gunung Kidul
17 WGM
1
8
Thailand
15 TLD
1
Prosedur Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap berblok (RCBD), dengan jumlah blok 3 buah dan jumlah treeplot (ulangan tiap klon) setiap blok adalah 4 tanaman, jumlah klon 25 klon dengan jarak tanam 3 m x 3 m. Variabel pengamatan yang diamati adalah pertumbuhan awal tinggi dan diameter. Penelitian ini dilakukan dengan beberapa Gambar 2. Data Rata-Rata Curah Hujan Bulanan Malili, Kab. Luwu Timur 2002–2012 Figure 2. Monthly Precipitation Rate of Malili, Luwu Timur Regency 2002-2012 Sumber : Master Plan KHDTK Malili 2013 – 2017 (2012) Source : Master Plan of KHDTK Malili 2013 – 2017 (2012)
tahap. Tahapan kegiatan yang telah dilaksanakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pengambilan stek dari pohon induk Pengambilan pemanjatan
stek dan
dilakukan
pemangkasan
dengan dua
atau
tiga cabang dari pohon induk untuk diambil steknya. Selanjutnya mata tunas dari stek ini disambungkan dengan rootstock yang telah disiapkan. Setiap stek dipotong sepanjang 10 – 20 cm dan diujung-ujungnya ditutup dengan alumunium foil. Setiap stek diberi kode sesuai
206
C. Andriyani Prasetyawati: Variasi Pertumbuhan Awal ……………………...(2): 204-212 dengan nomor pohon induknya. Stek yang telah terkumpul dilembabkan kemudian dimasukkan ke dalam ice box.
Analisis Data Data
hasil
ditabulasi,
2. Pengambilan rootstock Rootstock jati diambil dari Pulau Muna, dengan kriteria rootstock memiliki diameter batang minimal 1,5 cm dan sehat. 3. Persemaian (Pembuatan okulasi klon jati) :
pengamatan
selanjutnya
dan
pengukuran
dianalisis
dengan
menggunakan analisis varian dari rancangan acak lengkap berblok. Parameter yang digunakan untuk analisis adalah tinggi dan diameter. Model dari analisis varians adalah sebagai berikut : Yij = μ+ Bi + Kj + Eij
a. Menyeleksi klon-klon yang masih lengkap dan merapikan identitas klonnya. b. Menyiapkan kegiatan persemaian meliputi : pembuatan sungkup, penyiapan media semai (tanah, pasir, pupuk organik (3:1:1)), penataan polybag dan fumigasi sungkup. c. Pembuatan sungkup plastik sebanyak tujuh buah dengan ukuran 400 x 100 x 100 cm. d. Penyiapan
rootstock
sebagai
materi
tempelan dan peralatan okulasi. e. Pelaksanaan penempelan dari klon ke rootstock. f. Menanam dalam polybag, selanjutnya dilakukan penyemprotan dengan fungisida dan ditutup dengan plastik es. g. Pemeliharaan di persemaian dilakukan setiap hari selama 4 bulan. 4. Kegiatan penanaman : a. Pembabatan,
pendangiran,
peneresan,
pemberian pupuk kandang, pemberian dolomit dan pemberian pupuk NPK pada tahap pertama. Pembabatan dilakukan terhadap rumput dan gulma pengganggu. Pendangiran selebar 1 m pada tanaman pokok, pemberian pupuk kandang dan dolomit 1 kg/tanaman sedang pemberian pupuk NPK 20 gr/tanaman. Kegiatan ini dilakukan pada umur enam bulan. b. Pengambilan pengukuran
data
pertumbuhan
dilakukan
tiga
kali
atau yaitu
tanaman umur 3, 6 dan 11 bulan. Keberhasilan tanaman dihitung dengan melihat persen jadi tanaman, pertumbuhan tinggi diukur dari pangkal batang hingga pucuk tanaman, sedang diameter tanaman diukur 5 cm dari pangkal batang.
Keterangan : Yij = pengamatan pada blok ke-i, klon ke-j μ
= rerata umum
Bi = efek blok ke-i Kj = efek klon ke-j Eij = random galat pada pengamatan ke ij, dengan asumsi data terdistribusi normal dengan rerata 0 dan varians σ2 Berdasarkan hasil analisis varians, kemudian dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multivariet Range Test).
HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman Hasil
analisis
varian
pertumbuhan
tinggi
tanaman jati umur 11 bulan menunjukkan adanya perbedaan yang nyata, sedang hasil uji lanjutannya disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. menunjukkan klon tertinggi dicapai oleh klon no. 009 yaitu 187,72 cm asal Muna. Klon terendah diperoleh dari klon no. 14 CEPU II yaitu 25,89 cm, kemudian diikuti no 18 KENDAL yaitu 51,66 cm dan 005 MADIUN yaitu 52,26 cm. Rerata tinggi klon jati umur 11 bulan mencapai 87,97 cm. Klon dengan pertumbuhan tinggi di atas rata-rata, berjumlah 11 klon dan 14 klon di bawah rata-rata. Sebelas klon yang mempunyai pertumbuhan tinggi di atas rata-rata berasal dari Kabupaten Konawe Selatan 6 klon, Kabupaten Muna sebanyak 3 klon dan Kabupaten Buton sebanyak 2 klon. Empat belas klon yang pertumbuhan tingginya lambat berasal
207
Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 3, Edisi November 2014 dari Jawa sebanyak 5 klon, dari Kabupaten Konawe
kapur dan pemupukan agar bisa tumbuh dengan
Selatan sebanyak 4 klon, Kabupaten Muna 2 klon,
baik. Jati memerlukan zat kapur untuk menghasilkan
Kabupaten Buton 2 klon dan 1 klon dari Thailand.
kayu yang berkualitas (Nugroho, 2009). Tanaman
Tabel 2. Uji DMRT tinggi tanaman jati pada umur 11
jati akan tumbuh lebih baik pada kondisi fraksi
bulan Table 2. Duncan’s Test of height growth 11 months old of teak clonal test No. (Number)
Klon (Clones)
Asal Klon (clone origin)
Tinggi (height) (cm)
lempung, lempung berpasir atau lahan liat berpasir, memerlukan solum tanah yang dalam dengan pH optimum sekitar 6, tetapi pada beberapa kawasan, tanaman jati dapat tumbuh baik pada lahan dengan tingkat pH rendah (4 – 5) (Marjenah, 2007). Menurut
1
14 CEPU II
Cepu
25,89 a
2
18 KENDAL
Kendal
51,66 a b
hasil penelitian Gunaga et al. (2011) yang dilakukan
3
005 MDN
Madiun
52,26 a b
4
013
Muna
54,08 a b c
pada areal produksi benih jati di Karnataka India
5
048
Buton
55,64 a b c
dimana mempunyai 20 areal dan semuanya berada
6
036
Konawe Selatan
61,77 a b c
7
028
Konawe Selatan
65,29 a b c
pada tanah masam dengan pH rerata 5,41, pH
8
15 TLD
Thailand
66,80 a b c
tanah mempunyai korelasi positif yang signifikan
9
17 WGM
Gunung Kidul
74,56 a b c
10
003 MDN
Madiun
78,55 a b c
dengan silindrisitas/kebulatan batang.
11
054
Buton
78,94 a b c
12
029
Konawe Selatan
Klon-klon yang memiliki pertumbuhan tinggi
83,48 a b c
13
007
Muna
83,67 a b c
cukup baik adalah klon no. 009 (Muna), no. 011
14
027
Konawe Selatan
87,01 a b c
15
019
Muna
94,76 a b c
16
022
Konawe Selatan
96,00 a b c
yaitu 187,72 cm. Pertumbuhan tinggi tanaman
17
031
Konawe Selatan
99,07 b c
jati ini hampir sama dengan hasil penelitian yang
18
032
Konawe Selatan
106,00 b c
19
042
Buton
dilakukan oleh Sofyan et al. (2006) di Kemampo
106,99 b c
20
024
Konawe Selatan
111,12 b c
Banyu Asin Sumatera Selatan dengan pH tanah
21
055
Buton
114,48 b c
22
039
Konawe Selatan
118,35 b c
23
025
Konawe Selatan
119,19 b c
penelitian Wardani dan Santoso (2005), uji ras
24
011
Muna
125,27 c
lahan jati di daerah Kabupaten Muna dengan pH
25
009
Muna
187,72 d
4,9 mempunyai rerata pertumbuhan tinggi 88,93
(Muna) dan no. 025 (Konawe Selatan). Klon tertinggi tanaman jati adalah klon no. 009 dari Muna
4,8 rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman jati per tahun mencapai 80,1 cm – 153,4 cm. Berdasarkan
cm – 118,23 cm pada umur 18 bulan setelah tanam. KHDTK
Kedua penelitian tersebut menggunakan sumber
Malili mempunyai jenis tanah Rhodik Hapludoxs
materi jati yang berbeda dan identitas tanaman
Lempungan Ferritik Isoheperternik, pH H2O 4,8
jati yang berbeda pula dengan materi jati yang
Lokasi
penanaman
klon
jati
di
dengan kandungan kalsiumnya rendah. Hal ini
digunakan untuk penelitian di KHDTK Malili. Uji ras
sebenarnya kurang cocok untuk tanaman jati, namun
lahan tersebut bila dibandingkan dengan uji klon
demikian beberapa klon memiliki daya adaptabilitas
yang ditanam di KHDTK Malili pada umur 11 bulan,
yang cukup baik, sehingga mampu tumbuh cepat.
uji klon mempunyai pertumbuhan yang lebih tinggi,
Selain dari karakteristik tiap-tiap klon tanaman jati,
tapi rentang lebih lebar yaitu 25,89 cm – 187,72 cm.
pada penelitian ini juga diberikan ameliorasi berupa
Kramer dan Kozlowski (1979) dalam Adinugraha
dolomit/kapur untuk mengurangi tingkat keasaman tanah di lokasi penelitian.
et al. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan tinggi pada dasarnya lebih banyak dikendalikan oleh
Dolomit diberikan 1kg/tanaman, sehingga tiap
faktor genetik daripada lingkungan. Pada Gambar
tanaman mendapatkan kesempatan yang sama
3 disajikan pengelompokkan tinggi didasarkan asal
dalam pengurangan tingkat keasaman. Tanaman jati
klon. Gambar 3 menunjukkan klon tertinggi berasal
yang tumbuh pada tanah masam memerlukan input
dari Konawe Selatan mencapai 94,73 cm dan
208
C. Andriyani Prasetyawati: Variasi Pertumbuhan Awal ……………………...(2): 204-212 pertumbuhan terendah dicapai keturunan klon dari
Diameter Tanaman
Cepu yaitu 25,89 cm.
Hasil analisis varian diameter pertanaman
Tinggi /height (cm)
beberapa klon pohon induk jati umur 11 bulan 94,73 89,01
100 90
74,56 65,41
80 70
77,5
66,80
sedang hasil uji lanjutannya disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Uji DMRT diameter tanaman umur 11 bulan pada uji klon jati
51,65
60
Table 3. Duncan’s test of diameter at 11 months of
50 40
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata,
teak clonal test
25,89
30
No.
Klon
Diameter (mm)
20
1
14 CEPU II
10,02 a
10
2
18 KENDAL
12,08 ab
3
005 MDN
12,66 abc
4
019
12,32 abc
5
048
13,71 abc
6
054
15,46 abcd
7
17 WGM
16,32 abcd
8
15 TLD
16,54 abcd
9
003 MDN
17,86 abcd
10
007
18,26 abcd
Seperti yang tersaji pada Gambar 3, klon
11
036
18,98 abcd
yang berasal dari Konawe Selatan, Buton dan
12
022
19,72 abcd
Muna mempunyai tinggi yang lebih baik dibanding
13
055
19,96 abcd
14
042
20,05 abcd
15
029
20,80 abcd
16
032
21,14 abcd
17
028
21,35 abcd
Konawe Selatan. Hasil analisis tanah tingkat
18
031
22,30 bcd
keasaman tanah di Konawe Selatan 5,2, Buton
19
09
23,83 bcd
20
024
23,88 bcd
21
039
24,52 cd
22
027
hampir sama dengan asalnya, tanaman lebih mudah
26,19 d
23
025
26,89 de
beradaptasi dengan lokasi penelitian. Kesatuan
24
011
36,52 e
Pemangkuan Hutan (KPH) Cepu mempunyai
25
013
36,92 e
0
Cepu Kendal Madiun Thailand Gunung Muna Buton Konawe Kidul Selatan n
Gambar 3. Histogram Tinggi Klon Jati Umur 11 Bulan Figure 3. Histogram of teak clonal height at 11 months
daerah lain. Hal ini kemungkinan disebabkan lokasi penanaman (KHDTK Malili) mempunyai keasaman tanah yang lebih mirip dengan Muna, Buton dan
5,2 dan Muna 4,6 – 4,8, sedang di Malili tingkat keasaman tanahnya 4,8. Dengan kondisi tanah yang
keasaman tanah sekitar 6,0 – 8,0 yang bersifat netral dengan jenis tanah grumusol (Iskandar, 1994)
Tabel 3 menunjukkan diameter terbesar dicapai
sehingga adaptasi klon jati asal Cepu dengan lokasi
klon no. 013 yaitu sebesar 36,92 mm dan tidak
penelitian lebih sulit. Hal ini yang menyebabkan klon
berbeda dengan klon no. 011 yaitu 36,52 mm,
asal Cepu mempunyai pertumbuhan tanaman yang
sedang klon yang pertumbuhan diameter terkecil
paling rendah. Klon jati yang berasal dari Pulau Jawa
diperoleh dari klon no. 14 CEPU II yaitu 10,02 mm,
(Cepu, Kendal, Gunung Kidul dan Madiun) rata-
kemudian diikuti 18 KENDAL yaitu 12,08 mm dan
rata pertumbuhannya kurang baik, namun diantara
005 MADIUN sebesar 12,65 mm. Kisaran diameter
klon tersebut, klon yang berasal dari Gunung Kidul
tanaman jati pada penelitian ini 10,02 – 36,92 mm
lebih baik dibanding lainnya. Pertumbuhan klon dari
lebih besar dibandingkan dengan penelitian yang
Thailand hanya mencapai 66,8 cm, masih di bawah
dilakukan oleh Suhartati dan Nursyamsi (2006)
rata-rata.
209
Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 3, Edisi November 2014 dengan jati Muna pada umur 20 bulan mencapai
berasal dari Muna (25,57 mm) dan diameter terkecil
21,42 mm – 25,60 mm di lokasi yang sama, KHDTK
diperoleh dari keturunan klon asal Cepu.
Malili. Hasil penelitian ini sebanding dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sofyan et al. (2006) rata-rata pertahun pertumbuhan diameter tanaman jati pada tanah masam dapat mencapai 13,00 – 24,00 mm. Rerata diameter klon jati yang ditanam di KHDTK Malili pada umur 11 bulan mencapai 20,33 mm. Dari 25 klon jati yang diamati, 11 klon diameter di atas rata-rata dan 14 klon di bawah rata-rata.
Gambar 4. Histogram diameter klon jati di Malili
Dari 11 klon jati yang diameternya diatas rata-rata
Figure 4. Histogram of diameter of Teak clonal
adalah 8 klon berasal dari Konawe Selatan dan 3
in Malili
dari Jawa, 4 dari Buton, 2 dari Muna, 3 dari Konawe, 2 dari Muna dan 1 dari Thailand.
Sesuai Gambar 4, rerata diameter klon jati
Menurut Kramer dan Kozlowski (1979) dalam Hardiwinoto et al. (2011) pertumbuhan diameter dipengaruhi oleh faktor kemampuan fotosintesis suatu jenis tanaman dan faktor lingkungan tempat tumbuhnya. lingkungan
Pada yang
penelitian
ini
mempengaruhi
faktor-faktor pertumbuhan
dibuat seragam, sehingga yang menyebabkan perbedaan pertumbuhan diameter adalah faktor genetis, hal ini didukung oleh pendapat Zobel dan Talbert (1984) dalam Pudjiono (2005) yang menyatakan pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan serta interaksi antar kedua faktor
tersebut.
Penggunaan
materi
vegetatif
(klon) dalam penanaman seringkali menghasilkan interaksi yang sangat kuat antara klon dengan faktor lingkungan, karena klon bersifat sangat reaktif terhadap tempat tumbuh, terutama phospor, boron dan sulfur (Matheson dan Kozlowski, 1984 dalam Sofyan et al., 2011). Lokasi penelitian di KHDTK Malili bersifat masam dan mempunyai kandungan phospor yang sangat rendah yaitu 1,96 ppm sehingga klon-klon yang mampu tumbuh baik pada lokasi tersebut mempunyai daya adaptasi yang baik dengan lingkungan yang kekurangan phospor. Rerata
pertumbuhan
diameter
klon
jati
umur 11 bulan dikelompokkan berdasarkan asal klonnya, tersaji histogram pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan diameter keturunan klon yang
210
yang berasal dari luar Pulau Sulawesi, lebih kecil dibandingkan
dengan
diameter
tanaman
jati
yang klonnya berasal dari Pulau Sulawesi. Hal ini kemungkinan juga dipengaruhi oleh kemampuan klon-klon tersebut beradaptasi dengan kondisi lingkungan penanaman. Menurut Zobelt dan Talbert (1984) dalam Hadiyan (2010) faktor geografis yang berjauhan sangat mempengaruhi sifat genetik tanaman, karena tanaman sudah beradaptasi dengan faktor lingkungan setempat. Kondisi iklim di Malili kemungkinan hampir sama dengan kondisi lingkungan di Konawe Selatan, Muna dan Buton yang sama-sama di Pulau Sulawesi, dibandingkan dengan kondisi iklim di Cepu, Kendal, Madiun, Gunung Kidul maupun Thailand. Diameter terbesar diperoleh klon jati yang berasal dari Muna. Klon yang berasal dari Pulau Jawa rata-rata mempunyai diameter kecil. Berdasarkan penelitian Adinugraha dan Leksono (2013), pertumbuhan klon jati asal Muna pada umur 5 tahun menunjukkan kinerja yang relatif stabil dan tidak berbeda secara signifikan dengan klon dari Jawa, pada 4 lokasi penelitian yaitu KHDTK Watusipat di Gunung Kidul Yogyakarta, KHDTK Alas Ketu di Wonogiri Jawa Tengah, KHDTK Kemampo di Banyuasin Sumatera Selatan dan lahan milik rakyat di Kotabaru Kalimantan Selatan.
C. Andriyani Prasetyawati: Variasi Pertumbuhan Awal ……………………...(2): 204-212
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Simpulan Tinggi antar klon tanaman jati umur 11 bulan menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. Rerata tinggi klon jati umur 11 bulan mencapai 87,97 cm, klon tertinggi dicapai keturunan pohon induk No. 009 yaitu 187,72 cm berasal dari Kabupaten Muna. Diameter antar klon tanaman jati umur 11 bulan berbeda nyata. Rerata diameter klon jati umur 11 bulan mencapai 20,33 mm, klon dengan diameter terbesar dicapai keturunan pohon induk No. 013 sebesar 36,92 mm berasal dari Kabupaten Muna. Klon-klon jati tersebut mampu tumbuh cukup baik pada kondisi tanah masam, namun dengan beberapa perlakuan khusus, salah satunya adalah pemberian dolomit (kapur) untuk mengurangi tingkat keasaman tanah.
Saran Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai tanaman
jati
dan
jenis-jenis
komersial
yang
lain, terutama jenis-jenis unggulan lokal agar dapat meningkatkan pertumbuhan dan secara tidak
langsung
menjaga
jenis-jenis
tersebut
dari kepunahan. Penelitian serupa juga perlu dilaksanakan pada jenis-jenis yang lain, agar tanah masam juga bisa menghasilkan tanaman yang berkualitas.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan
terima
kasih
sebesar-besarnya
kepada Balai Penelitian Kehutanan Makassar yang telah memfasilitasi kegiatan penelitian ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Budi Santoso yang telah membantu mewujudkan tulisan ini, Bapak Yusril, Edi Kurniawan, Abdul Qudus Toaha, Mustafa dan rekan-rekan yang telah membantu selama kegiatan penelitian berlangsung.
Adinugraha, H. A., B. Leksono dan F. Halang. 2005 Keberhasilan Tumbuh Beberapa Klon Jenis Ekaliptus Dengan Penerapan Dua Teknik Sambungan. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol. 2 (2) : 96 – 102. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Yogyakarta. Adinugraha, H. A. dan B. Leksono, 2013. Kinerja Jati Asal Muna Pada Plot Uji Klon Jati di Empat Lokasi. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea Vol. 2(2) : 138 – 153. Balai Penelitian Kehutanan Makassar. Makassar. Balai
Penelitian Kehutanan Makassar, 2012. Master Plan KHDTK Malili Balai Penelitian Kehutanan Makassar 2013 – 2017. Balai Penelitian Kehutanan Makassar. Makassar.
Gunaga, R.P., A.H. Kanfade dan R. Vasudeva. 2011. Soil Fertility Status of 20 Seed Production Areas of Tectona grandis Linn.f. in Karnataka, India. Journal of Forest Science Vol. 57 (11) : 483 – 490. Hadiyan, Y. 2010. Evaluasi Pertumbuhan Awal Kebun Benih Semai Uji Keturunan Sengon (Falcataria moluccana sinonim : Paraserianthes falcataria) Umur 4 Bulan di Cikampek Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol. 7 (2) : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Kementerian Kehutanan. Bogor. Hardiwinoto, S., H.H. Nurjanto, A. W. Nugroho dan Widiyatno. 2011. Pengaruh komposisi dan bahan baku media terhadap pertumbuhan semai pinus (Pinus merkusii). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.8 (1) : 9 – 18. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Kementerian Kehutanan. Bogor.
211
Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 3, Edisi November 2014 Iskandar, H. 1994. Studi Perbandingan Beberapa Teknik Sampling Dalam Menaksir Volume Tegakan Jati (Tectona grandis L.F) di Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Pasar Sore, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cepu Melalui Potret Udara. Skripsi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Marjenah, 2007. Pertumbuhan Tanaman Jati (Tectona grandis L.F) Pada Beberapa Sistem Lahan di Kalimantan Timur. Jurnal Rimba Kalimantan Vol.12 (1) : 43 – 50. Fakultas Kehutanan. Universitas Mulawarman. Samarinda.
Santoso, B., Misto, M. Yusril dan M.A. Rakman. 2000. Pertumbuhan Tanaman Jati dari berbagai Ras Lahan di Kendari Selatan. Balai penelitian dan Pengembangan Kehutanan Sulawesi. Makassar. Sofyan, A., M. Rahmat, I. Muslimin dan S. Islam. 2006. Pengaruh Teknik Penyiangan terhadap Pertumbuhan Tanaman Jati Di Kemampo, Sumatera Selatan. Prosiding Forum Komunikasi Jati.
Na’iem. M., 2000. Prospek Perhutanan Klon Jati di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional
Sofyan, A., M. Na’iem dan S. Indrioko. 2011. Perolehan Genetik Pada Uji Klon Jati (Tectona grandis L.f.) Umur 3 Tahun di KHDTK Kemampo, Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol. 8 (3) : 179 – 186. Pusat Penelitian dan
Status Silvikultur di Indonesia Saat ini.
Pengembangan Hutan Tanaman. Badan
Wanagama, Gunung Kidul, Yogyakarta.
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Kementerian Kehutanan. Bogor.
Nugroho, Y. 2009. Diagnosis Faktor Penghambat Pertumbuhan Jati (Tectona grandis L. F) Pada Tanah Podzolik Merah Kuning. Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 25 : 24 – 34. Fakultas Kehutanan. Universitas Lampung Mangkurat. Banjarbaru. Palanisamy K., M. Hegde dan J.S. Yi. 2009. Teak (Tectona grandis Linn.f.) : A Renowned Commercial Timber Spesies. Journal of Forest Science Vol 25 (1) : 1 – 24. Kangwon National University. Chunchon. Korea. Pramono A. A., M. A. Fauzi, N. Widyani, I. Heriansyah, J. M. Roshetko. 2010. Pengelolaan Hutan Jati Rakyat. CIFOR. Bogor. Pudjiono, S. 2005. Pertumbuhan Beberapa Tanaman Murbei Hibrid Hasil Persilangan Terkendali. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol. 2 (2) : 74 – 79. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Yogyakarta. Radjagukguk, B. 1985. Ketenggangan Tanaman Budidaya terhadap Kemasaman Tanah dengan Penekanan Khusus pada Tebu. Seminar Ilmiah Mingguan BP3G Pasuruan.
212
Sudrajat, D.J dan Y. Bramasto, 2009. Pertumbuhan Jati (Tectona grandis Linn.f.) Asal Kultur Jaringan Pada Beberapa Ukuran Lubang Tanam dan Dosis Pupuk Kandang Di Parung Panjang, Bogor, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. Vol. 6(4) : 227 – 233. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Bogor. Suhartati dan Nursyamsi, 2006. Pengaruh Dosis Pupuk dan Asal Bibit terhadap Pertumbuhan Jati. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.3 (3) : 193 - 200 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Bogor. Wardani, B.W. dan B. Santoso, 2005. Laporan Kegiatan Penelitian Uji Ras Lahan Tanaman Jati (Tectona grandis L) di Pulau Muna. Balai Litbang Kehutanan Sulawesi (tidak dipublikasikan).