UNIVERSITAS INDONESIA
VARIASI BAHASA DI KABUPATEN BANYUWANGI: PENELITIAN DIALEKTOLOGI
SKRIPSI
SATWIKO BUDIONO 1106061655
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JANUARI 2015
UNIVERSITAS INDONESIA
VARIASI BAHASA DI KABUPATEN BANYUWANGI: PENELITIAN DIALEKTOLOGI
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Humaniora
SATWIKO BUDIONO 1106061655
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JANUARI 2015
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa skripsi ini disusun tanpa adanya tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia Jika kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan Universitas Indonesia kepada saya.
Depok, 21 Januari 2015
Satwiko Budiono
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan sumber-sumber yang dikutip atau dirujuk telah dinyatakan benar.
Nama
: Satwiko Budiono
NPM
: 1106061655
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 21 Januari 2015
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas nikmat dan karunia-Nya, skripsi ini dapat selesai tepat waktu. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana humaniora pada tahun 2014. Setelah melakukan penelitian lapangan terkait variasi bahasa di Kabupaten Banyuwangi, pada skripsi ini memuat penjelasan mengenai situasi kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi dengan menggunakan perspektif dialektologi. Selain itu, skripsi ini juga memaparkan kondisi pemahaman bahasa masyarakat Banyuwangi selama masa penelitian lapangan dan hasil yang telah diperoleh dari temuan data berdasarkan kosakata umum Swadesh dan kosakata peralatan dan perlengkapan. Beberapa langkah yang dilakukan untuk melihat situasi kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi adalah pemberian isoglos pada peta bahasa, pembuatan berkas isoglos, penghitungan dialektometri, dan pembuatan peta jaring laba-laba. Pemberian isoglos dilakukan pada peta sesuai dengan 271 kosakata umum Swadesh dan kosakata peralatan dan perlengkapan. Pemberian isoglos tersebut didasarkan kepada penggolongan etima dan pelambang. Dari pengolongan etima tersebut dibuat berkas isoglos. Dalam hal ini, berkas isoglos dibedakan menjadi berkas isoglos sesuai dengan penggolongan etima dan jenis kosakata. Dengan melihat isgolos pada 271 peta, maka penghitungan dialektometri dapat dilakukan sebagai langkah berikutnya. Setelah itu, hasil dari penghitungan dialektometri akan dijadikan peta jaring laba-laba yang akan memperlihatkan daerah yang satu dengan lainnya apakah memiliki perbedaan bahasa, dialek, wicara, atau tidak ada perbedaan. Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun, saya telah memberikan dan mengerjakan skripsi ini dengan sebisa dan semaksimal mungkin. Oleh karena itu, saya juga mohon saran maupun kritik untuk penyempurnaan skripsi ini.
Depok, 21 Januari 2015 Penulis v
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan Semesta Alam, yang telah mengizinkan dan mengarahkan saya untuk melakukan penelitian skripsi di Kabupaten Banyuwangi. Tidak lupa, terima kasih saya ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan
penelitian
dialektologi
di
Kabupaten
Banyuwangi
maupun
pembuatan skripsi ini sendiri. Berbagai pihak yang telah membantu tersebut dapat terlihat dan dijelaskan lebih rinci seperti yang tertera di bawah ini. 1. Terima kasih kepada kedua orang tua, Mama dan Bapak, yang telah memberikan keleluasaan dan kebebasan kepada saya mulai dari memilih jurusan ini walaupun Mama dan Bapak tidak tahu ke depannya jurusan ini akan menjadi apa. Terima kasih yang teramat sangat juga kepada Mama yang selalu mendukung segala tingkah laku dan keputusan yang saya ambil, terutama dukungan penelitian ke Banyuwangi. Terima kasih juga buat Mama yang selalu memotivasi agar melakukan segala sesuatunya maksimal dan tidak setengah-setengah. Hal ini disebabkan hasilnya pasti akan mengikuti dari usaha yang dilakukan. 2. Terima kasih kepada kedua kakak, yaitu Mas Ody dan Mas Uta. Terima kasih telah mendukung dan menyukseskan skripsi ini dalam berbagai hal, baik langsung maupun tidak langsung. Maaf ya, Mas Uta, jadi sarjana duluan. 3. Terima kasih kepada Ibu Sri Munawarah S.S., M.Hum. selaku pembimbing skripsi yang dengan sabar membimbing dan mengarahkan saya untuk melakukan skripsi ini mulai dari rencana awal penelitian ke Bangkalan, Madura (tidak jadi karena sudah diteliti Badan Bahasa pada tahun 2012) hingga penelitian ke Banyuwangi. Terima kasih juga telah menjawab berbagai pertanyaan yang saya berikan. Terima kasih telah sabar menunggu proses pengerjaan skripsi saya yang dapat tergolong lama dibandingkan mahasiswa lainnya yang sedang skripsi walaupun tidak sama topik ataupun metode pengerjaannya. vi
4. Terima kasih kepada Prof. Dr. Multamia R.M.T. Lauder, S.S., Mse., DEA dan Dr. M. Yoesoef, M. Hum selaku penguji saya yang telah memberikan banyak masukan mengenai skripsi saya. Terima kasih telah meluluskan saya dengan nilai yang memuaskan. 5. Terima kasih kepada Pak Sunu Wasono, M.Hum. selaku dosen yang telah memberikan jalan kepada saya untuk menaklukkan Banyuwangi. Mungkin, jika Pak Sunu tidak bercerita mengenai penduduk Using di Kabupaten Banyuwangi pada mata kuliah Sosiologi Sastra, saya tidak akan bisa menginjakkan kaki di Kabupaten Banyuwangi dan skripsi ini tidak akan pernah ada. Terima kasih telah mengenalkan saya kepada orang Banyuwangi sehingga saya dapat dengan lancar mencari data skripsi ini. 6. Terima kasih kepada Ibu Dr. Maria Josephine Mantik S.S., M.Hum. selaku pembimbing akademik selama tujuh semester. Terima kasih selalu menyetujui semua mata kuliah yang saya pilih dan tidak pernah menghambat saya untuk mengambil mata kuliah yang saya suka. Terima kasih juga telah menyetujui saya untuk mengambil skripsi pada semester tujuh sehingga saya dapat menyelesaikan masa studi dengan lebih cepat. 7. Terima kasih kepada Pak Totok Suhardijanto M.Hum., Ph.D. selaku dosen yang telah memberikan saya kesempatan untuk belajar meng-input data korpus BIPA. Terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepada saya sehingga banyak hal yang telah saya pelajari mulai dari bulan Juni hingga sekarang. Maaf juga bila proses pengerjaannya kurang cepat karena ternyata penelitian dialektologi memakan waktu yang tidak sedikit. 8. Terima kasih kepada Bu Edwina Satmoko Tanojo M.Hum. selaku dosen yang dari awal masuk kuliah mengajari saya untuk belajar mencintai dunia sastra. Terima kasih telah membangun motivasi saya untuk membaca karya sastra. Hal tersebut terbentuk ketika Bu Edwina menanyakan karya sastra apa saja yang sudah saya baca tetapi saya menjawab tidak pernah membaca dan Bu Edwina tidak memarahi saya seperti teman-teman yang telah banyak membaca buku tetapi tidak mengetahui esensinya tetapi justru meyakinkan kepada saya untuk belajar sastra. Terima kasih juga atas segala buku yang telah Bu Edwina berikan kepada saya, baik buku vii
linguistik maupun novel sebelum Bu Edwina pindah dari Tanjung Priok. Semua pengajaran yang Bu Edwina berikan dari mata kuliah Pengantar Kesuasatraan hingga mata kuliah Sastra Melayu Tionghoa membuat saya lebih menikmati dan menyukai dunia sastra, baik novel, puisi, dan drama walaupun saya tidak mengambil peminatan sastra. 9. Terima kasih kepada keluarga Pak Hasnan Singodimayan dan Pak Bonang Prasunan yang telah direpotkan dengan kehadiran saya di tengah persiapan acara sunatan anak laki-lakinya. Terima kasih telah menjemput saya pada jam 11 malam di stasiun dengan barang bawaan yang tidak sedikit. Terima kasih telah mengarahkan saya untuk bisa melakukan pencarian data. Terima kasih telah mengenalkan saya kepada keluarga Pak Anwar di Kecamatan Glagah sehingga saya bisa menyelesaikan penelitian lapangan di Banyuwangi sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. 10. Terima kasih kepada keluarga Pak Anwar dan Bu Supinah. Terima kasih telah mengizinkan saya untuk tinggal dan diberikan akses kemudahan untuk melakukan penelitian di Banyuwangi. Terima kasih atas segala informasi yang diberikan mulai dari petunjuk arah jalan hingga turut repot mencarikan informan ke berbagai kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Terima kasih untuk selalu mengajak saya melihat tari gandrung di setiap acara nikahan di Desa Kemiren maupun berbagai acara budaya yang ada di Banyuwangi. 11. Terima kasih kepada keluarga sahabat saya, Andi Reni Delillah. Berkat Dedel, saya jadi mengenal Om Aik yang mirip dengan guru di SMA kami. Terima kasih kepada Om Aik yang telah mengenalkan saya kepada orang di Dinas Pariwisata Banyuwangi dan memberikan video pertunjukan Damarwulan. Terima kasih sudah direpotkan untuk mengembalikan buku yang saya pinjam dari orang Dinas Pariwisata Banyuwangi. Terima kasih juga kepada Mama Dedel yang menyambut saya di Banyuwangi. 12. Terima kasih kepada seluruh informan saya di 24 kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Terima kasih atas keramahan, kesabaran, dan kesahajaan yang telah diberikan ketika saya melakukan penelitian. Terima kasih telah meluangkan paling tidak dua hingga tiga jam untuk menjawab daftar viii
tanyaan yang berjumlah 271 kosakata. Maaf bila timbal balik atau kenangkenangan dari saya kurang memuaskan dan apa adanya. 13. Terima kasih kepada IKSI 2011 yang secara langsung maupun tidak langsung mendukung penelitian skripsi ini. Terima kasih kepada Liny, Amanda, Hana, Evi, Kharis, Tari, First, Tika, Dinda, Erlita, Mustika, Riang, Dea, Regina, Marsha, Mutia, Arga, Raka, dan Rey. Terima kasih telah membantu memberikan semangat, doa, ataupun bantuan dalam berbagai hal. Terima kasih juga kepada Tari yang menanyakan surat ke subag dan Liny yang membuat surat keterangan penelitian serta mengirimkannya melalui surat elektronik ketika saya berada di Banyuwangi. Terima kasih juga kepada Hana yang banyak menemani saya begadang sampai pagi untuk menyelesaikan berbagai tugas saya di semester ini, terutama skripsi. Terima kasih juga kepada Kharis, Regina, dan Mustika yang pernah mengerjakan skripsi bersama-sama di perpustakaan. 14. Terima kasih kepada IKSI 2010, yaitu Kak Marsha, Kak Irin, dan Kak Boy atas segala dukungan untuk pengerjaan skripsi ini. Terima kasih kepada Kak Boy yang selalu menjadi teman mengobrol dan bertukar informasi terkait perkembangan dunia skripsi di prodi Indonesia. Terima kasih kepada Kak Marsha yang menjadi penghubung antara saya dan Kak Irin. Terima kasih kepada Kak Irin, teman senasib dan sepenanggungan untuk sama-sama menyelesaikan skripsi dialektologi pada semester ini sehingga pengerjaan skripsi tidak menjadi berat dan dapat saling bertukar wawasan. 15. Terima kasih kepada Ika, dan Kak Mano, mahasiswa Geografi 2011 yang telah mengenalkan perangkat lunak ArcGis untuk membuat peta dialektologi menjadi lebih bagus. Terima kasih kepada Ika yang telah direpotkan untuk mengajari saya membuat peta walaupun saya lama sekali untuk mengerti. Terima kasih juga telah mengenalkan Kak Mano yang kebetulan merupakan teman dari Kak Irin juga sehingga dapat belajar membuat peta dengan program tersebut. Terima kasih kepada Kak Mano ix
karena telah menyita banyak waktunya untuk membantu mengajari pengerjaan skripsi ini, khususnya bagian peta. 16. Terima kasih kepada teman-teman Kuliah Kerja Nyata (K2N) 2014 kelompok Desa Long Loreh, Malinau, Kalimantan Utara. Terima kasih kepada Kak Risma selaku pendamping lapangan yang telah banyak memberikan
kemudahan
sehingga
proses
revisi
laporan
pertanggungjawaban K2N tidak menganggu proses pengerjaan skripsi ini. Terima kasih juga kepada Ama yang telah mau menemani saya mencari kosan untuk memudahkan saya mengerjakan skripsi ini. Tidak lupa, terima kasih kepada Ari, Marlina, Hastin, Mira, Uty, Trini, dan Diki yang telah mendukung dan membuat tekanan membuat skripsi menjadi kendur dengan segala kekonyolan dan keterbukaan yang mengundang tawa di setiap pertemuan yang diadakan, baik mendadak maupun terencana. Terima kasih masih dapat sering bertemu untuk makan bareng dan segala macam hingga liburan bareng ke Wonosobo untuk naik Gunung Prau dan Sikunir.
Depok, 21 Januari 2015 Penulis
x
SURAT PERNYATAAN HAK PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini, nama
: Satwiko Budiono
NPM
: 1106061655
program Studi
: Program Studi Indonesia
departemen
: Linguistik
fakultas
: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
jenis karya
: Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-excluxive RoyaltyFree Right) atas skripsi saya yang berjudul: “VARIASI BAHASA DI KABUPATEN BANYUWANGI: PENELITIAN DIALEKTOLOGI” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan skripsi saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada tanggal
: 21 Januari 2015
Yang menyatakan,
Satwiko Budiono xi
ABSTRAK
Nama : Satwiko Budiono Program Studi : Indonesia Judul :Variasi Bahasa di Kabupaten Banyuwangi: Penelitian Dialektologi
Adanya Tata Bahasa Baku Bahasa Using (1997) dan Kamus Bahasa UsingIndonesia (2002) yang dibuat oleh Hasan Ali membuat bahasa Using semakin mantap memisahkan diri dari bahasa Jawa. Terlebih lagi, terdapat pula peraturan pemerintah Banyuwangi tentang muatan lokal yang diajarkan pada pendidikan dasar adalah bahasa Using. Akan tetapi, Badan Bahasa (2008: 39) dalam Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia tetap menggolongkan bahasa masyarakat Banyuwangi sebagai bahasa Jawa dialek Using. Berdasarkan kondisi tersebut, tulisan ini akan melihat situasi kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi dengan menggunakan metode dialektologi, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Metode kuantitatif yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan penghitungan dialektometri. Selain itu, variasi bahasa juga akan diperlihatkan ke dalam bentuk peta bahasa. Kata kunci: Dialektologi, situasi kebahasaan, dan variasi bahasa.
xii
ABSTRACT Name : Satwiko Budiono Major : Indonesian Studies Title : Language Varieties in Banyuwangi Regency: Dialectology Research
The existences of Tata Bahasa Baku Bahasa Using (1997) and Kamus Bahasa Using-Indonesia (2002) that be made by Hasan Ali have affected Using language to be separated away from Javanese language. Likewise, there are also Banyuwangi government’s policies about the application of “local-content” curriculums in elementary schools which acknowledge Using language as their local language. However, Banyuwangi language is still classified as Using dialect of Javanese in Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia by Badan Bahasa (2008:39). Based on these conditions, the research will focus on literary situation in Banyuwangi regency using dialectology method, in quantitative and qualitative. Dialectometrics are applied on this research as quantitative calculation method. In addition, the varieties of the language will be shown in form of language map. Key word: Dialectology, languages situation, and language varieties
xiii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL…………………………………………..………………….i HALAMAN SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME.....................ii HALAMAN ORISINALITAS……………………………………………….....iii HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………..….iv KATA PENGANTAR............................................................................................v UCAPAN TERIMA KASIH................................................................................vi SURAT PERNYATAAN HAK PUBLIKASI.....................................................xi ABSTRAK……………………………………………………………………....xii ABSTRACT…………………………………………………………………….xiii DAFTAR ISI…………………………………………………………………....xiv DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………..xvii DAFTAR TABEL…………………………………………………………….xviii BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………..1 1.1 Latar Belakang………….......................................................................1 1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………..6 1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………...7 1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………………….7 1.5 Ruang Lingkup Penelitian…..................................................................8 1.6 Pelaksanaan Penelitian………………………………………………...8 1.6.1
Metode dan Teknik Penelitian…………………………….8
1.6.2
Daftar Tanyaan Penelitian………………………………..10
1.6.3
Titik Pengamatan Penelitian……………………………..11
1.6.4
Pemilihan Informan Penelitian…………………………..14
1.6.5
Pemetaan Data…………………………………………...15
1.6.6
Penelitian Terdahulu……………………………………..16
1.6.7
Sistematika Penulisan…………………………………….18
BAB 2 LANDASAN TEORI…………………………………………………...20 2.1 Pengantar…………………………………………………………….20 2.2 Bahasa dan Dialek…………………………………………………...21 2.3 Dialektologi…………………………………………………….……24 xiv
2.4 Penelitian Dialektologi……………………………………………….25 2.5 Penelitian Dialektologi di Indonesia…………………………………27 2.6 Peta Bahasa…………………………………………………………..28 2.7 Isoglos dan Berkas Isoglos…………………………………………...32 2.8 Dialektometri…………………………………………………………32 BAB 3 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BANYUWANGI…………….35 3.1 Pengantar……………………………………………………………..35 3.2 Keadaan alam………………………………………………………...36 3.2.1 Keadaaan Geografi…………………………………………36 3.3 Penduduk dan Tenaga Kerja…………………………………………39 3.4 Sosial…………..……………………………………………………..46 3.4.1 Pendidikan………………………………………………….46 3.4.2 Kesehatan…………………………………………………..47 3.4.3 Sosial Lain………………………………………………….51 3.5 Transportasi…………………………………………………………..52 3.6 Pariwisata…………………………………………………………….54 BAB 4 BAHASAN PETA………………………………………………………55 4.1 Pengantar……………………………………………………………..55 4.2 Bahasan Isoglos………………………………………………………57 4.2.1 Kosakata Satu Etima……………………………………….57 4.2.2 Kosakata Dua Etima………………………………………..67 4.2.3 Kosakata Tiga Etima……………………………………….88 4.2.4 Kosakata Empat Etima……………………………………104 4.2.5 Kosakata Lima Etima……………………………………..119 4.2.6 Kosakata Enam Etima…………………………………….126 4.2.7 Kosakata Tujuh Etima…………………………………….133 4.2.8 Kosakata Delapan Etima………………………………….139 4.2.9 Kosakata Sembilan Etima………………………………...143 4.2.10 Kosakata Sepuluh Etima………………………………...145 4.3 Hasil Berkas Isoglos………………………………………………...147 4.3.1 Berkas Isoglos Dua Etima………………………………...148 4.3.2 Berkas Isoglos Tiga Etima………………………………..151 xv
4.3.3 Berkas Isoglos Empat Etima……………………………...153 4.3.4 Berkas Isoglos Lebih Dari Lima Etima…………………..155 4.3.5 Berkas Isoglos Kosakata Umum Swadesh……………….157 4.3.6 Berkas Isoglos Kosakata Peralatan dan Perlengkapan……158 4.4 Hasil Penghitungan Dialektometri………………………………….160 BAB 5 INTERPRETASI DATA……………………………………………...168 5.1 Pengantar……………………………………………………………168 5.2 Situasi Kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi…………………….169 5.3 Variasi Bahasa di Kabupaten Banyuwangi…………………………172 5.3.1 Variasi Bahasa Jawa Banyuwangi………………………..173 5.3.1.1 Perubahan Bunyi………………………………..173 5.3.1.2 Penghilangan Bunyi…………………………….174 5.3.1.3 Penambahan Bunyi..…………………………….174 5.3.2 Variasi Bahasa Madura…………………………...............175 5.4 Hubungan Bahasa Jawa Banyuwangi dengan Bahasa Jawa………..176 5.4.1 Perbedaan Bahasa Jawa Standar dengan Bahasa Jawa Banyuwangi……………………………………………………..176 5.4.2 Kesamaan Bahasa Jawa Banyumas dengan Bahasa Jawa Banyuwangi……………………………………………………..178 5.5 Pemakaian Bahasa Jawa Banyuwangi di Kecamatan Glagah………179 BAB 6 PENUTUP……………………………………………………………..182 6.1 Kesimpulan…………………………………………………………182 6.2 Saran………………………………………………………………..185 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………187 LAMPIRAN
xvi
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Batas Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi……………………....12 Gambar 1.2 Penomoran Peta Kabupaten Banyuwangi…………………………..13 Gambar 2.1 Peta Persebaran Dialek Eropa………………………………………23 Gambar 2.2 Peta Tampilan………………………………………………………29 Gambar 2.3 Peta Interpretasi…………………………………………………….30 Gambar 2.4 Peta Segitiga Matrabasa…………………………………………….34 Gambar 3.1 Peta Wilayah Kabupaten Banyuwangi……………………………..37 Gambar 3.2 Peta Kabupaten Banyuwangi Menurut Ketinggian………………...38 Gambar 3.3 Piramida Penduduk………………………………………………...42 Gambar 4.1 Berkas Isoglos Dua Etima Kosakata Umum Swadesh……………148 Gambar 4.2 Berkas Isoglos Dua Etima Kosakata Peralatan dan Perlengkapan..150 Gambar 4.3 Berkas Isoglos Tiga Etima Kosakata Umum Swadesh…………...151 Gambar 4.4 Berkas Isoglos Tiga Etima Kosakata Peralatan dan Perlengkapan.152 Gambar 4.5 Berkas Isoglos Empat Etima Kosakata Umum Swadesh…………153 Gambar 4.6 Berkas Isoglos Empat Etima Kosakata Peralatan dan Perlengkapan………………………………………........................154 Gambar 4.7 Berkas Isoglos Lebih Dari Lima Etima Kosakata Umum Swadesh…………………………………………………………...155 Gambar 4.8 Berkas Isoglos Lebih Dari Lima Etima Kosakata Peralatan dan Perlengkapan………………………………………………………156 Gambar 4.9 Berkas Isoglos Kosakata Umum Swadesh………………………..158 Gambar 4.10 Berkas Isoglos Kosakata Peralatan dan Perlengkapan…………..159 Gambar 4.11 Peta Jaring Laba-laba Kosakata Umum Swadesh……………….161 Gambar 4.8 Peta Jaring Laba-laba Kosakata Peralatan dan Perlengkapan…….165
xvii
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Tabel Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk…………………………..40 Tabel 3.2 Data Ketenagakerjaan…………………………………………………43 Tabel 3.3 Data Angkatan Kerja beserta Pendidikan Terakhir……………………44 Tabel 3.4 Data Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin……………………………..45 Tabel 3.5 Data Partisipasi Sekolah……………………………………………….47 Tabel 3.6 Data Fasilitas Kesehatan………………………………………………48 Tabel 3.7 Data Tenaga Medis dan Nonmedis……………………………………49 Tabel 3.8 Data Kasus Penyakit…………………………………………………..50 Tabel 3.9 Data Penduduk dan Agama…………………………………………...51 Tabel 3.10 Data Kondisi Jalan…………………………………………………...52 Tabel 3.11 Data Jenis Kendaraan………………………………………………..53 Tabel 3.12 Jumlah Wisatawan Domestik dan Mancanegara…………………….54 Tabel 4.1 Kosakata Umum Swadesh Satu Etima Satu Pelambang……………...57 Tabel 4.2 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Satu Etima Satu Pelambang….58 Tabel 4.3 Kosakata Umum Swadesh Satu Etima Dua Pelambang……………....59 Tabel 4.4 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Satu Etima Dua Pelambang…..59 Tabel 4.5 Kosakata Umum Swadesh Satu Etima Tiga Pelambang………………60 Tabel 4.6 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Satu Etima Tiga Pelambang…..62 Tabel 4.7 Kosakata Umum Swadesh Satu Etima Empat Pelambang…………….63 Tabel 4.8 Kosakata Umum Swadesh Satu Etima Lima Pelambang……………...64 Tabel 4. 9 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Satu Etima Tujuh Pelambang……………………………………………………………..65 Tabel 4.10 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Satu Etima Delapan Pelambang……………………………………………………………..66 Tabel 4.11 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Dua Pelambang……………...67 Tabel 4.12 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Dua Etima Dua Pelambang….68 Tabel 4.13 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Tiga Pelambang……………..69 Tabel 4.14 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Dua Etima Tiga Pelambang…71 Tabel 4.15 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Empat Pelambang (1)……….72 Tabel 4.16 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Empat Pelambang (2)……….73 Tabel 4. 17 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Dua Etima Empat Pelambang…………………………………………………………….76 Tabel 4.18 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Lima Pelambang (1)………...77 Tabel 4.19 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Lima Pelambang (2)………...77 Tabel 4.20 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Dua Etima Lima Pelambang...79 Tabel 4.21 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Enam Pelambang…………....80 Tabel 4.22 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Dua Etima Enam Pelambang..82 Tabel 4.23 Koskata Umum Swadesh Dua Etima Tujuh Pelambang……………..83 Tabel 4.24 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Dua Etima Tujuh Pelambang..84 xviii
Tabel 4.25 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Delapan Pelambang…………85 Tabel 4.26 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Sembilan Pelambang………..86 Tabel 4.27 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Sepuluh Pelambang…………87 Tabel 4.28 Kosakata Umum Swadesh Tiga Etima Tiga Pelambang…………….89 Tabel 4.29 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Tiga Etima Tiga Pelambang...90 Tabel 4.30 Kosakata Umum Swadesh Tiga Etima Empat Pelambang…………..90 Tabel 4.31 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Tiga Etima Empat Pelambang…………………………………………………………….91 Tabel 4.32 Kosakata Umum Swadesh Tiga Etima Lima Pelambang……………92 Tabel 4.33 Kosakata Umum Swadesh Tiga Etima Enam Pelambang…………...95 Tabel 4.34 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Tiga Etima Enam Pelambang…………………………………………………………….97 Tabel 4.35 Kosakata Umum Swadesh Tiga Etima Tujuh Pelambang…………...97 Tabel 4.36 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Tiga Etima Tujuh Pelambang.99 Tabel 4.37 Kosakata Umum Swadesh Tiga Etima Delapan Pelambang………...99 Tabel 4.38 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Tiga Etima Delapan Pelambang……………………………………………………………100 Tabel 4.39 Kosakata Umum Swadesh Tiga Etima Sembilan Pelambang………102 Tabel 4.40 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Tiga Etima Sepuluh Pelambang……………………………………………………………103 Tabel 4.41 Kosakata Umum Swadesh Empat Etima Empat Pelambang……….105 Tabel 4.42 Kosakata Umum Swadesh Empat Etima Lima Pelambang………...105 Tabel 4.43 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Empat Etima Lima Pelambang……………………………………………………………106 Tabel 4.44 Kosakata Umum Swadesh Empat Etima Enam Pelambang………..107 Tabel 4.45 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Empat Etima Enam Pelambang……………………………………………………………108 Tabel 4.46 Kosakata Umum Swadesh Empat Etima Tujuh Pelambang………..110 Tabel 4.47 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Empat Etima Tujuh Pelambang……………………………………………………………112 Tabel 4.48 Kosakata Umum Swadesh Empat Etima Delapan Pelambang……..113 Tabel 4.49 Kosakata Umum Swadesh Empat Etima Sembilan Pelambang……115 Tabel 4.50 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Empat Etima Sembilan Pelambang……………………………………………………………116 Tabel 4.51 Kosakata Umum Swadesh Empat Etima Sebelas Pelambang……...117 Tabel 4.52 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Empat Etima Sebelas Pelambang……………………………………………………………118 Tabel 4.53 Kosakata Umum Swadesh Lima Etima Enam Pelambang…………119 Tabel 4.54 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Lima Etima Enam Pelambang……………………………………………………………120 Tabel 4.55 Kosakata Umum Swadesh Lima Etima Tujuh Pelambang…………121 xix
Tabel 4.56 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Lima Etima Tujuh Pelambang……………………………………………………………122 Tabel 4.57 Kosakata Umum Swadesh Lima Etima Delapan Pelambang………123 Tabel 4.58 Kosakata Umum Swadesh Lima Etima Sembilan Pelambang……..124 Tabel 4.59 Kosakata Umum Swadesh Lima Etima Sepuluh Pelambang………125 Tabel 4.60 Kosakata Umum Swadesh Lima Etima Sebelas Pelambang……….126 Tabel 4.61 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Enam Etima Enam Pelambang…………………………………………………………...127 Tabel 4.62 Kosakata Umum Swadesh Enam Etima Tujuh Pelambang………...128 Tabel 4.63 Kosakata Umum Swadesh Enam Etima Sembilan Pelambang…….128 Tabel 4.64 Kosakata Umum Swadesh Enam Etima Sepuluh Pelambang……...129 Tabel 4.65 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Enam Etima Sepuluh Pelambang…………………………………………………………...130 Tabel 4.66 Kosakata Umum Swadesh Enam Etima Dua Belas Pelambang……131 Tabel 4.67 Kosakaata Peralatan dan Perlengkapan Enam Etima Tiga Belas Pelambang……………………………………………………………132 Tabel 4.68 Kosakata Umum Swadesh Tujuh Etima Tujuh Pelambang………...133 Tabel 4.69 Kosakata Umum Swadesh dan Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Tujuh Etima Delapan Pelambang……………………………………134 Tabel 4.70 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Tujuh Etima Sembilan Pelambang…………………………………………………………...136 Tabel 4.71 Kosakata Umum Swadesh Tujuh Etima Sebelas Pelambang………137 Tabel 4.72 Kosakata Umum Swadesh Tujuh Etima Tiga Belas Pelambang…...138 Tabel 4.73 Kosakata Umum Swadesh Delapan Etima Sepuluh Pelambang…...139 Tabel 4.74 Kosakata Umum Swadesh Delapan Etima Sebelas Pelambang……140 Tabel 4.75 Kosakata Umum Swadesh Delapan Etima Tujuh Belas Pelambang.141 Tabel 4.76 Kosakata umum Swadesh Sembilan Etima Sebelas Pelambang…...143 Tabel 4.77 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Sembilan Etima Dua Belas Pelambang…………………………………………………………...144 Tabel 4.78 Kosakata Umum Swadesh Dua Belas Etima Dua Puluh Pelambang…………………………………………………………...145 Tabel 4.79 Tabel Dialektometri Kosakata Umum Swadesh…………………...160 Tabel 4.80 Tabel Dialektometri Kosakata Peralatan dan Perlengkapan………..164 Tabel 5.1 Pengakuan bahasa Mayoritas Setiap Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi………………………………………………………….171 Tabel 5.2 Pembeda Bahasa Jawa Standar dengan Dialek Using……………….177 Tabel 5.3 Pembeda bahasa Jawa Standar dengan Dialek Banyumas…………...179
xx
1
BAB 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia memiliki banyak sekali bahasa daerah. Pada Bahasa dan Peta
Bahasa di Indonesia, Summer Institute of Linguistic (SIL) tahun 2006 menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki bahasa terbanyak kedua di dunia dengan 743 bahasa. Hal tersebut diketahui dari adanya publikasi Bahasabahasa di Indonesia (Languages of Indonesia) yang dijadikan rujukan awal dalam Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia (2008: 1). Jumlah tersebut membuat Indonesia menjadi negara yang mempunyai bahasa daerah terbanyak nomor dua setelah negara Papua Nugini yang mempunyai bahasa daerah sejumlah 820 bahasa. Sementara itu, Badan Bahasa mencatat bahasa daerah di Indonesia sebanyak 442 bahasa. Jumlah tersebut meliputi 26 bahasa di Sumatra, 10 bahasa di Jawa dan Bali, 55 bahasa di Kalimantan, 58 bahasa di Sulawesi, 11 bahasa di Nusa Tenggara Barat, 49 bahasa di Nusa Tenggara Timur, 51 bahasa di Maluku, dan 207 bahasa di Papua (2008: 19). Tidak hanya itu, Grimes (1988) menyebutkan bahwa bahasa di Indonesia tidak kurang dari 672 bahasa (dalam Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia, 2008: 1). Banyaknya bahasa daerah di Indonesia seperti yang telah dicatat oleh SIL, Grimes, maupun Badan Bahasa ini menandakan bahwa Indonesia mempunyai banyak sekali potensi kekayaan budaya bangsa. Hal tersebut seharusnya menjadikan para generasi penerusnya untuk tetap melestarikan kekayaan budaya bangsa ini. Terlebih lagi, adanya Undang-Undang Dasar 1945 Nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dan telah diubah dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 bahwa pemerintah berkepentingan memelihara dan mengembangkan bahasa daerah itu sebagai kekayaan bangsa. Hal ini semakin jelas menandakan bahwa bahasa daerah adalah aset kekayaan negara yang sangat penting untuk dilestarikan keberadaannya. Dalam hal ini, kekayaan budaya bangsa yang berlimpah tidak boleh dibiarkan punah begitu saja. Kepunahan bahasa ini dapat terjadi jika tidak adanya generasi penerusnya yang menggunakan bahasa tersebut.
UNIVERSITAS INDONESIA
2
Menurut Lauder pada koran Republika dalam kliping Humas Universitas Indonesia edisi Kamis, 28 Mei 2009, ada tiga faktor yang menyebabkan kepunahan bahasa. Pertama, tingginya arus globalisasi. Maksudnya, dengan adanya globalisasi ini masyarakat akan berlomba menggunakan bahasa Inggris agar diperhitungkan di dunia internasional. Hal tersebut akan berdampak kepada keengganan generasi penerus untuk menggunakan bahasa daerah sehingga lambat laun bahasa daerah tersebut akan punah karena tidak ada yang menggunakan bahasa daerah itu lagi. Kedua, kepunahan bahasa dapat terjadi ketika adanya political will pemerintah. Contoh kasus dari adanya political will pemerintah adalah kasus Timur Leste saat menjadi negara baru. Pemerintah Timur Leste menjadikan bahasa Portugis sebagai bahasa nasional. Kebijakan tersebut secara tidak langsung membunuh bahasa daerah setempat. Ketiga, faktor dominasi suku tertentu terhadap suku lain ikut memengaruhi kepunahan bahasa. Sebenarnya, banyak sekali upaya yang dapat dilakukan masyarakat untuk tetap mempertahankan bahasa daerah. Hal yang paling mudah adalah tetap menggunakan bahasa daerah di lingkungan rumah maupun sekitar dan mengajarkan bahasa daerah tersebut kepada anak atau generasi penerus. Namun, upaya mempertahankan bahasa daerah tidak hanya bisa dilakukan oleh masyarakat pengguna bahasa daerah itu sendiri. Masyarakat di luar pengguna bahasa daerah yang peduli akan pentingnya mempertahankan bahasa daerah tertentu yang sekaligus dapat mempertahankan kekayaan bangsa ini juga dapat berkontribusi atau berperan aktif sesuai dengan kemampuan individu tersebut. Misalnya, melakukan inventarisasi dan pendokumentasian bahasa dengan pemetaan bahasa (Meskipun pelaku pemetaan bahasa bukan pengguna bahasa daerah, pelaku pemetaan bahasa dapat mengabadikan bahasa daerah tersebut). Pendokumentasian bahasa ini sangat penting untuk ikut turut serta dalam mempertahankan bahasa daerah. Dalam hal ini, ada banyak sekali bahasa daerah di Indonesia yang belum didokumentasikan. Dokumentasi bahasa bisa berupa pencatatan aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan lain sebagainya. Pencatatan satu aspek saja dari bahasa daerah tersebut sudah dapat dikatakan sebagai kegiatan dokumentasi bahasa. Memang, tidak bisa dipungkiri bahwa pencatatan semua aspek bahasa daerah UNIVERSITAS INDONESIA
3
tersebut akan menambah kesempurnaan hasil dokumentasi bahasa. Akan tetapi, hal tersebut juga tergantung kepada kemampuan dan rentang waktu peneliti bahasa. Hal yang perlu disadari adalah tidak semua peneliti mampu dan menguasai semua aspek bahasa untuk dilakukan pendokumentasiannya. Hal tersebut membuat pengabadian satu aspek saja dari bahasa daerah sudah dapat menyumbang inventarisasi bahasa daerah di Indonesia. Salah satu bidang bahasa yang dapat memperlihatkan perbedaan bahasa daerah dengan daerah lainnya berdasarkan tempat atau lokasi tuturan adalah dialektologi. Penelitian bidang linguistik interdisipliner ini masih sangat sedikit jumlahnya. Hal tersebut diketahui dari banyaknya bahasa daerah yang ada di Indonesia, tetapi penelitian dialektologi hanya sebanyak 140 penelitian dari tahun 1951 sampai tahun 2007 (Lauder, 2007: 48). Hal ini menandakan bahwa penelitian
dialektologi
masih
membutuhkan
sumbangsih
terhadap
pendokumentasian bahasa. Hal tersebut pula yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian dialektologi pada tulisan ini. Dalam hal ini, penulis akan melakukan penelitian dialektologi tentang variasi bahasa di Kabupaten Banyuwangi. Hal ini disebabkan adanya pengakuan dari masyarakat Banyuwangi bahwa bahasa Using1 merupakan bahasa asli daerah ini dan berbeda dengan bahasa Jawa. Meskipun demikian, dalam klasifikasi bahasa Jawa masih menggolongkan bahasa yang digunakan masyarakat Banyuwangi sebagai bahasa Jawa dialek Using, bukan bahasa Using. Hal tersebut terlihat berdasarkan dialek geografis yang mengacu kepada pendapat Uhlenbeck (1964) bahwa bahasa Jawa terdiri atas kelompok bahasa Jawa bagian barat, bahasa Jawa bagian tengah, dan bahasa Jawa bagian timur. Kelompok bahasa Jawa bagian barat ini meliputi dialek Banten, dialek Cirebon, dialek Tegal, dialek Banyumas, dan dialek Bumiayu (peralihan Tegal dan Banyumas). Dialek Tegal, dialek Banyumas, dan dialek Bumiayu juga mempunyai sebutan tersendiri, yaitu bahasa Jawa ngapak. Kelompok bahasa Jawa 1
Bahasa Using merupakan sebutan bagi bahasa yang digunakan masyarakat Banyuwangi. Sebutan ini didasarkan pada banyaknya penelitian terdahulu yang menyebut bahasa yang digunakan masyarakat Banyuwangi adalah bahasa Using. Namun, pada penelitian ini sebutan tersebut diteliti berdasarkan metode penelitian dialektologi sehingga status dari sebutan penggunaan bahasa masyarakat Banyuwangi akan lebih diperjelas. UNIVERSITAS INDONESIA
4
bagian tengah meliputi dialek Pekalongan, dialek Kedu, dialek Bagelen, dialek Semarang, dialek Pantai Utara Timur (Jepara, Rembang, Demak, Kudus, Pati), dialek Blora, dialek Surakarta, dialek Yogyakarta, dialek Madiun. Kelompok tengah ini sering disebut bahasa Jawa standar, khususnya dialek Surakarta dan Yogyakarta. Terakhir, kelompok bahasa Jawa bagian timur meliputi dialek Pantura Jawa Timur (daerah Tuban dan Bojonegoro), dialek Surabaya, dialek Malang, dialek Jombang, dialek Tengger, dan dialek Banyuwangi. Selain itu, Balai Bahasa Yogyakarta (2006: 13—22) juga menjelaskan bahwa bahasa yang dipakai oleh masyarakat Banyuwangi masih termasuk ke dalam dialek bahasa Jawa. Penggolongan bahasa Jawa sendiri dibedakan menjadi tiga, yaitu dialek bahasa Jawa standar, Banyumas, dan Jawa Timur. Dialek bahasa Jawa standar mencakup daerah Yogyakarta dan Solo. Sebagian besar dialek bahasa Jawa standar ini digunakan di daerah Jawa Tengah, seperti Yogyakarta, Purworejo, Magelang, Temanggung, Surakarta, Klaten, Karanganyar, Sukoharjo, dan Wonogiri. Kemudian, dialek Banyumas meliputi wilayah karesidenan Banyumas itu sendiri, sebagian Karasidenan Pekalongan, dan sebagian barat Karesidenan Kedu. Kabupaten yang merupakan pemakai bahasa Jawa dialek Banyumas adalah Kabupaten Cilacap, Tegal, Pekalongan, dan Kebumen. Selanjutnya, bahasa Jawa dialek Jawa Timur dibedakan menjadi dua dialek, yaitu dialek Using dan dialek Jawa Timur. Dalam hal ini, dialek Using masih digolongkan ke dalam subbab dialek Jawa Timur dan tidak terpisah dari bahasa Jawa dialek Jawa Timur, seperti dialek Banyumas dan bahasa Jawa standar. Dalam subbab tersebut, dialek Using disebut sebagai dialek bahasa Jawa yang daerah pemakaiannya tersebar di Kabupaten Banyuwangi sebelah timur, yaitu Kecamatan Banyuwangi Kota dan kecamatan sekitarnya, khususnya Kecamatan Giri dan Kecamatan Glagah. Namun, pada tahun 2007 Pemerintah Kabupaten Banyuwangi telah membuat peraturan daerah tentang pengajaran bahasa Using di sekolah. Hal tersebut tertera dalam Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 5 tahun 2007 tentang Pembelajaran Bahasa Daerah pada Pendidikan Dasar. Dalam peraturan daerah tersebut, jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah pertama wajib mengajarkan bahasa Using sebagai kurikulum muatan lokal. UNIVERSITAS INDONESIA
5
Bahasa daerah yang diajarkan tidak hanya bahasa Jawa, tetapi bahasa Using juga turut diajarkan. Hal ini semakin menegaskan bahwa masyarakat di Kabupaten Banyuwangi menggunakan bahasa Using dan bukan dialek Using. Akan tetapi, adanya peraturan daerah ini justru membuat penulis semakin ingin mengetahui bagaimana variasi kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi sekarang ini. Hal tersebut disebabkan tidak semua masyarakat Banyuwangi adalah penduduk asli. Banyak pula pendatang yang mendiami daerah Banyuwangi ini, seperti suku Madura, Mandar, dan Bali. Banyaknya pendatang ini dipengaruhi oleh letak wilayah Banyuwangi yang berada di ujung timur Pulau Jawa. Dari kondisi di atas, adanya perbedaan penamaan bahasa yang digunakan penduduk Kabupaten Banyuwangi ini terjadi antara masyarakat dengan linguis atau ahli bahasa. Kondisi serupa juga terjadi pada bahasa Indonesia dan Malaysia. Dari sisi Indonesia, masyarakat mengatakan bahwa bahasa Indonesia dengan bahasa Malaysia berbeda dan begitu pula sebaliknya. Akan tetapi, linguis berpendapat bahwa bahasa Indonesia dan Malaysia memiliki kemiripan. Hal tersebut didasarkan pada bahasa Indonesia dan Malaysia yang memang merupakan turunan dari bahasa Melayu. Secara linguistik, kesamaan tersebut wajar terjadi. Namun, masyarakat Indonesia dan Malaysia tetap beranggapan bahwa bahasa Indonesia dan Malaysia berbeda. Begitu pula dengan bahasa Using dan bahasa Jawa. Masyarakat Banyuwangi menganggap bahwa bahasa Using berbeda dari bahasa Jawa dan tidak bisa disamakan. Padahal, ahli bahasa banyak yang telah berpendapat bahwa bahasa yang digunakan penduduk Banyuwangi adalah bahasa Jawa dialek Using. Dalam hal ini, anggapan masyarakat dengan linguis sangat bertolak belakang. Oleh karena itu, pada tulisan ini penulis akan melihat variasi kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi dengan menggunakan metode penelitian dialektologi. Dengan menggunakan metode penelitian dialektologi, diharapkan penulis akan dapat melihat bagaimana variasi bahasa di Kabupaten Banyuwangi. Setidaknya, penulis dapat mengetahui persebaran bahasa berserta variasinya di Kabupaten Banyuwangi. Persebaran bahasa berserta variasinya ini dapat menambah inventaris data pemerintah yang belum melakukan pendataan terkait bahasa di Kabupaten Banyuwangi. Dengan melihat variasi bahasa di Kabupaten UNIVERSITAS INDONESIA
6
Banyuwangi, penulis juga diharapkan dapat mengetahui status dari bahasa yang digunakan masyarakat Banyuwangi, apakah dapat disebut sebagai bahasa, dialek dari bahasa Jawa, atau hanya sekadar berbeda persepsi antara masyarakat Banyuwangi dengan linguis. Meskipun telah terdapat buku yang mengulas perbedaan bahasa Jawa dengan bahasa Using, tetapi bisa saja bila dilihat menggunakan pendekatan dialektologi akan berbeda hasilnya. Hal ini penting untuk diketahui karena Badan Bahasa pada tahun 2008 dalam buku Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia hanya menggolongkan dua bahasa di Provinsi Jawa Timur, yaitu bahasa Jawa dan Madura. Sementara itu, bahasa Using yang diakui dan diyakini masyarakat Banyuwangi tersebut oleh Badan Bahasa masih digolongkan ke dalam bahasa Jawa dialek Banyuwangi. Di lain pihak, penulis juga ingin melihat apakah ada pengaruh dari adanya peraturan daerah tentang penambahan muatan lokal bahasa Using di sekolah dasar dan menengah yang diterima masyarakat Banyuwangi. Padahal, tidak semua penduduknya adalah penduduk asli daerah Banyuwangi. Dalam hal ini, apakah dengan adanya peraturan daerah tentang penambahan bahasa Using sebagai muatan lokal di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama tersebut masyarakat Banyuwangi asli maupun pendatang menggunakan bahasa Using dalam kehidupan sehari-hari. Atau malah sebaliknya, masyarakat Banyuwangi tetap menggunakan bahasa sesuai dengan bahasa keturunan masing-masing. Hal ini juga akan dapat memperlihatkan hubungan pengaruh peraturan daerah dengan situasi kebahasaan masyarakat Banyuwangi.
1.2
Rumusan Masalah Kabupaten Banyuwangi telah mengalami banyak perubahan terkait aspek
kebahasaannya. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya disertasi dari Supaman Herusantosa (1987) yang menyatakan bahwa terdapat perubahan penggolongan dialek Banyuwangi atau dialek Using menjadi bahasa Using. Hal tersebut diperkuat dengan adanya pengakuan dari para ahli bahasa Jawa pada Kongres Bahasa Jawa II. Dalam kongres tersebut, pemakaian bahasa di Banyuwangi ini telah mantap melepaskan diri dari penggolongan bahasa Jawa dan berdiri sendiri
UNIVERSITAS INDONESIA
7
menjadi sebuah bahasa yang berbeda dari bahasa Jawa. Perubahan dari dialek menjadi bahasa tersebut membuat adanya kemunculan Kamus bahasa UsingIndonesia. Hal tersebut diterbitkan sebagai upaya pendokumentasian bahasa daerah di samping sebagai upaya pemantapan perubahan bahasa. Tidak hanya itu, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi pun membuat peraturan daerah mengenai kewajiban pengajaran bahasa Using sebagai muatan lokal atau bahasa daerah di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Meskipun demikian, Badan Bahasa (2008: 39) tetap menggolongkan bahasa yang digunakan masyarakat Banyuwangi sebagai bahasa Jawa dialek Using dan bukan bahasa Using. Atas dasar tersebut, dapat dirumuskan permasalahan dalam tulisan ini adalah bagaimana variasi kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi dan apakah bahasa yang digunakan masyarakat Banyuwangi dapat dikatakan sebagai bahasa Using atau bahasa Jawa dialek Banyuwangi dengan menggunakan pendekatan dialektologi.
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dialektologi ini adalah untuk mendeskripsikan situasi
kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi berdasarkan kosakata umum Swadesh dan kosakata budaya dasar mengenai peralatan dan perlengkapan. Kemudian, penelitian ini juga bertujuan untuk memaparkan variasi bahasa di Kabupaten Banyuwangi. Selain itu, tujuan lain yang tidak kalah penting adalah untuk menjelaskan sebutan bahasa masyarakat Banyuwangi, yaitu bahasa Using atau bahasa Jawa dialek Banyuwangi.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dilakukan untuk mendokumentasikan variasi bahasa
yang ada di Kabupaten Banyuwangi dengan menggunakan pendekatan dialektologi. Selain itu, penelitian ini bermanfaat untuk melihat gambaran persebaran bahasa melalui pemetaan bahasa di Kabupaten Banyuwangi. Hal ini juga dapat membantu Pemerintah Kabupaten Banyuwangi untuk melakukan inventarisasi bahasa. Hal ini disebabkan Pemerintah Banyuwangi masih belum mempunyai inventaris bahasa di Kabupaten Banyuwangi. Dalam hal ini, UNIVERSITAS INDONESIA
8
inventarisasi bahasa penting dilakukan agar Pemerintah Banyuwangi mengetahui secara ilmiah perbedaan dan persamaan bahasa-bahasa yang ada di Kabupaten Banyuwangi.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup yang diambil untuk penelitian ini adalah tataran bidang
leksikon. Hal ini disebabkan perbedaan dialek yang satu dengan yang lainnya tampak dalam bidang leksikon. Selain itu, unsur leksikon dianggap sebagai unsur mandiri di dalam bahasa apa pun (Nauton dalam Lauder, 2007:82). Tidak hanya itu, leksikon juga menyimpan strukturisasi berpikir suatu budaya tertentu sehingga berfungsi sebagai cermin dari konsep budaya. Menurut Byon (dalam Lauder, 2007:82) sentuh bahasa dapat terlihat pada tataran leksikon. Tidak hanya itu, tataran leksikon juga dapat memberikan pemahaman timbal balik mengenai sesama bahasa atau dialek yang bertetangga. Kemudian, pendapat mengenai tataran penelitian dialektologi juga dikemukakan oleh Lauder (2007) yang menyatakan bahwa titik pusat perhatian penelitian dialektologi dicurahkan pada unsur leksikon. Daftar tanyaan yang dibentuk berdasarkan tataran leksikon akan dapat memunculkan gejala fonologis dan morfologis sekaligus. Oleh karena itu, tataran leksikon dianggap sebagai ruang lingkup yang tepat digunakan dalam penelitian dialektologi.
1.6 1.6.1
Pelaksanaan Penelitian Metode dan Teknik Penelitian Metode yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah pupuan lapangan.
Metode tersebut dilakukan dengan merekam, mencatat, mendengar, dan memerhatikan langsung informan ketika wawancara berlangsung. Dasar metode pupuan lapangan adalah metode lapangan yang digunakan oleh Ayatrohaedi (1978:34). Kemudian peneliti juga akan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif yang dikemukakan oleh Silalahi (2009:334). Metode kuantitatif
UNIVERSITAS INDONESIA
9
digunakan untuk menghitung dialektometri, sedangkan metode kualitatif digunakan untuk menganalisis data. Selanjutnya, teknik penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah wawancara dengan pencatatan langsung (Ayatrohaedi, 2002: 24). Tata cara wawancara yang akan dilakukan adalah menanyakan daftar tanyaan yang telah disiapkan sebelumnya oleh peneliti. Daftar tanyaan tersebut ditanyakan dengan menunjuk langsung benda yang ada di rumah informan (jika ada), menerangkan bentuk, kegunaan, dan sifat yang akan ditanyakan kepada informan. Keterangan mengenai bentuk, kegunaan, dan sifat kosakata yang ditanyakan kepada informan didasarkan pada definisi dari Kamus Khusus Penelitian Kekerabatan dan Pemetaan Bahasa-Bahasa Daerah di Indonesia (Ayatrohaedi, 1997). Kemudian, peneliti juga akan langsung menuliskan kosakata yang diucapkan informan dengan menggunakan penulisan fonetis. Penulisan fonetis ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana cara kosakata tersebut diucapkan oleh penuturnya. Dasar penulisan fonetis ini akan mengacu kepada The International Phonetic Alphabet (J.K. Chambers dan Peter Trudgill, 2004: xiv) Hal ini disebabkan jika penulisan menggunakan penulisan biasa, pembaca tidak akan mengetahui cara penuturnya mengucapkan kosakata tersebut. Tidak lupa, selama informan diwawancarai proses tersebut akan direkam menggunakan kamera. Hal ini dilakukan untuk memudahkan peneliti melihat kembali gerakan mulut dan suara informan bila ada kosakata yang masih diragukan penulisan fonetisnya. Dalam hal ini, wawancara akan dilakukan di setiap kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Hal ini disebabkan daerah pengamatan penelitian adalah tingkat kabupaten sehingga semua kecamatan akan menjadi titik pengamatan. Di setiap titik pengamatan akan diambil satu orang informan yang menggunakan bahasa
mayoritas
daerah
setempat.
Pengambilan
satu
informan
yang
menggunakan bahasa mayoritas daerah setempat dirasa dapat mewakili bahasa yang dipakai di setiap titik pengamatan. Dalam proses pengambilan data, peneliti tidak selalu didampingi oleh orang lain untuk memudahkan proses komunikasi.
UNIVERSITAS INDONESIA
10
1.6.2
Daftar Tanyaan Penelitian Daftar tanyaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 200 kosakata
dasar Morish Swadesh (Lauder, 2007: 138). Kosakata dasar ini digunakan karena kosakata ini terdapat di semua bahasa dan paling memungkinkan untuk tidak berubah. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan kosakata budaya bidang bagian peralatan dan perlengkapan sebanyak 71 kosakata (Lauder, 2007: 147). Hal ini disebabkan kosakata budaya dasar bidang bagian peralatan dan perlengkapan merupakan unsur kosakata budaya yang paling banyak perbedaan di antara bahasa khas Banyuwangi dengan bahasa Jawa. Hal tersebut terlihat dari tabel perbandingan unsur kosakata bahasa Jawa dengan bahasa khas Banyuwangi dalam Geografi Dialek Banyuwangi. Penulis menduga bahwa kosakata yang berjumlah 100 dan terdapat dalam tabel perbandingan merupakan kosakata yang diambil secara acak dari semua kosakata bidang dasar dengan menampilkan kosakata yang berbeda dengan bahasa Jawa. Hal ini disebabkan tujuan dari penelitian Geografi Dialek Banyuwangi (1981) ini adalah mendokumentasikan dan mengungkapkan ciri khas dari bahasa yang terdapat di Banyuwangi. Pada tabel perbandingan unsur kosakata yang berjumlah 100 kosakata tersebut, kosakata bidang peralatan dan perlengkapan memiliki jumlah kosakata yang paling banyak perbedaan dibandingkan kosakata bidang dasar lainnya. Jumlah kosakata bagian peralatan dan perlengkapan yang terdapat dalam tabel tersebut ada sembilan kosakata. Selebihnya, jumlah kosakata bagian lainnya tidak ada yang sebanyak kosakata bagian peralatan dan perlengkapan. Misalnya, kosakata bidang rumah dan bagian-bagiannya hanya sebanyak delapan kosakata, kosakata bidang sifat ada tujuh kosakata, dan kosakata bidang binatang ada enam kosakata. Banyaknya perbedaan kosakata bidang perlengkapan dan peralatan ini dapat dikatakan bahwa kosakata bidang tersebut sekiranya dapat memperlihatkan keistimewaan atau perbedaan bahasa dari daerah yang diteliti. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Lauder (2007: 82) tentang syarat daftar tanyaan atau kuesioner yang baik. Syarat daftar tanyaan yang baik harus dapat menampilkan ciri-ciri istimewa dari daerah yang diteiti. Selain itu, daftar tanyaan juga harus mengandung hal-hal yang berkenaan dengan sifat dan keadaan budaya daerah
UNIVERSITAS INDONESIA
11
penelitian. Syarat terakhir adalah daftar tanyaan harus memberikan kemungkinan untuk dijawab secara langsung atau spontan dan dirumuskan dengan jelas.
1.6.3
Titik Pengamatan Penelitian Menurut Lauder (2007: 60), penentuan titik pengamatan tergantung pada
wilayah penelitian dan tujuan penelitian. Tahapan penentuan titik pengamatan yang pertama adalah menghitung dan menentukan jarak antartitik pengamatan agar daerah penelitian tersebar secara merata. Kemudian, tahapan yang dilakukan adalah menentukan satuan unit penelitian secara tepat agar dapat menampilkan hal-hal yang menjadi sasaran penelitian. Maksudnya, satuan unit penelitian ini dapat berupa provinsi, kabupaten, kecamatan, desa, rukun warga, atau rukun tetangga. Selain itu, perlu diperhatikan distribusi pemilihan sifat dan jenis pengamatan. Misalnya, desa tua, desa yang sukar dihubungi, atau desa yang mudah dihubungi. Selanjutnya, menentukan jumlah ideal untuk percontoh yang akan diambil agar memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai daerah pakai dan daerah sebar bahasa. Terakhir, mencari rujukan peta daerah penelitian ke Biro Pusat Statistik. Sementara itu, menurut Ayatrohaedi (1983: 36-37) terdapat lima hal yang harus diperhatikan dalam menentukan titik pengamatan dalam penelitian dialektologi. Pertama, keadaan geografi daerah penelitian. Hal yang dimaksud adalah apakah daerah tersebut merupakan daerah pegunungan, kepulauan, dan sebagainya. Kedua, keadaan kependudukan daerah penelitian. Hal yang dilihat adalah dari segi etnik, sosial, budaya, dan agama. Ketiga, tinjauan sejarah daerah penelitian untuk memahami keadaan kebahasaannya. Keempat, keadaan kebahasaan daerah penelitian. Misalnya, daerah berbahasa tunggal atau jamak, apakah ada anasir bahasa khusus, atau apakah dialek di daerah tersebut terbuka atau tertutup. Kelima, kajian yang pernah dilakukan di daerah penelitian sangat diperlukan untuk menghindari pengulangan dari penelitian yang telah dilakukan orang lain. Berkaitan dengan penelitian ini, titik pengamatan yang diambil adalah 24 kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Kecamatan yang dimaksud adalah UNIVERSITAS INDONESIA
12
kecamatan Bangorejo, Banyuwangi, Cluring, Gambiran, Genteng, Giri, Glagah, Glenmore, Kabat, Kalibaru, Kalipuro, Licin, Muncar, Pesanggaran, Purwoharjo, Rogojampi, Sempu, Siliragung, Singojuruh, Songgon, Srono, Tegaldlimo, Tegalsari, dan Wongsorejo. Data akan diambil dengan mengunjungi semua kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Kemudian para informan akan disaring sesuai dengan syarat yang telah ditentukan untuk diwawancarai terkait daftar tanyaan. Jawaban dari para informan tersebut akan direkam dan dicatat langsung dengan menggunakan penulisan fonetis. Berikut ini adalah gambaran peta yang memperlihatkan batas kecamatan di Kabupaten Banyuwangi.
Gambar 1.1 Batas Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi
Pola penomoran yang dipakai oleh penulis adalah melingkar dan berlawanan dengan arah jarum jam. Penomoran berawal dari Kecamatan Glagah. UNIVERSITAS INDONESIA
13
Hal tersebut disebabkan Kecamatan Glagah telah ditetapkan menjadi daerah wisata Using oleh Pemerintah Banyuwangi. Hal tersebut dapat menandakan bahwa masyarakat Using yang paling banyak populasinya berada di kecamatan ini. Banyaknya masyarakat Using di Kecamatan Glagah membuat kecamatan ini menjadi pusat bahasa Using. Hal tersebut disebabkan masyarakat di Kecamatan Glagah masih dijaga keasliannya oleh Pemerintah Banyuwangi sehingga dapat dikatakan daerah ini adalah daerah pusat bahasa Using. Oleh karena itu, Kecamatan Glagah menjadi daerah awal penomoran.
Gambar 1.2 Penomoran Peta Kabupaten Banyuwangi
UNIVERSITAS INDONESIA
14
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ayatrohaedi (1983: 38). Dalam hal ini, Ayatrohaedi menyebutkan bahwa jika titik pengamatan awal diletakkan di daerah pedesaan atau pedusunan, alasan yang dapat digunakan karena daerah tersebut masih menyimpan dan memelihara anasir bahasa yang murni, kuna, dan kadang-kadang memperlihatkan ciri-ciri istimewa. Dengan begitu, penomoran awal di Kecamatan Glagah dirasa sudah cocok dan sesuai. Kemudian, terkait dengan pola penomoran yang melingkar berlawanan dengan arah jarum jam ini disebabkan daerah yang berlawanan dengan arah jarum jam ini dirasa masih tidak terlalu berbeda dengan daerah awal. Jika pola penomoran searah dengan jarum jam, setelah Kecamatan Glagah penomoran berikutnya adalah Kecamatan Banyuwangi. Seperti yang diketahui bersama, Kecamatan Banyuwangi adalah ibukota Kabupaten Banyuwangi. Hal ini menandakan bahwa kecamatan tersebut sudah tidak terlalu memelihara bahasa yang murni atau asli. Hal ini disebabkan banyaknya pendatang yang bermukim di pusat pemerintahan Kabupaten Banyuwangi. Dapat dikatakan, masyarakat Kecamatan Banyuwangi telah membaur dan berinteraksi dengan berbagai masyarakat di luar Banyuwangi atau pendatang. Dengan mengambil titik pengamatan sebanyak 24 diharapkan penelitian ini dapat menemukan perbedaan atau persamaaan secara menyeluruh dari segi bahasa di Kabupaten Banyuwangi. Tentu saja, hal tersebut akan dapat memudahkan untuk mencari tahu variasi bahasa yang terdapat di Kabupaten Banyuwangi. Tidak ketinggalan, pemerolehan variasi bahasa tersebut juga akan dapat memperlihatkan apakah bahasa masyarakat Banyuwangi adalah bahasa Using atau bahasa Jawa dialek Banyuwangi.
1.6.4
Pemilihan Informan Penelitian Menurut Lauder (2007: 85-86) terdapat delapan keterangan tentang
informan yang perlu dikumpulkan oleh seorang peneliti dalam melakukan penelitian dialektologi. Delapan informasi tersebut terdiri dari usia atau umur, asal usul informan, pendidikan, pekerjaan, tingkat mobilitas, jenis kelamin, dan nama informan. Syarat-syarat informan juga dikemukakan oleh Ayatrohaedi (1983: 48),
UNIVERSITAS INDONESIA
15
sebagai berikut. Pertama, usia yang dianggap sesuai bagi seorang informan adalah usia pertengahan (40-50 tahun). Kedua, pendidikan informan tidak terlalu tinggi karena informan dengan dengan pendidikan tinggi dianggap telah banyak mendapat pengaruh dari luar. Ketiga, informan merupakan penduduk asli setempat. Keempat, informan menguasai bahasa dan dialek setempat dengan baik. Kelima, informan tidak terpengaruh bahasa dari daerah tetangga. Informan yang diwawancarai dalam penelitian dialektologi ini berjumlah 24 orang yang terdiri dari satu orang di setiap kecamatan. Informan yang diwawancarai adalah informan yang menggunakan bahasa daerah mayoritas di kecamatan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut sekiranya dapat merepresentasikan kondisi kebahasaan di kecamatan tersebut. Usia informan yang terlibat dalam penelitian ini berkisar antara 40—60 tahun. Meskipun terdapat informan yang usianya melebihi 50 tahun, informan tersebut masih sehat jasmani, menguasai bahasa tersebut, dan belum memasuki taraf pikun. Sebagian besar pendidikan informan adalah sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Namun, ada pula informan yang mengecap pendidikan tinggi, tetapi informan tersebut sangat menguasai bahasa mayoritas kecamatan tersebut. Informan yang sudah mengecap perguruan tinggi hanya ada satu orang. Dalam hal ini, informan yang menggunakan bahasa mayoritas di setiap kecamatan akan diwawancarai walaupun bahasa mayoritasnya bukan bahasa Jawa atau bahasa asli Banyuwangi. Hal tersebut disebabkan penulis ingin melihat variasi kebahasaan yang terdapat di Kabupaten Banyuwangi. Informan dalam penelitian ini merupakan penduduk yang memang menguasai bahasa mayoritas masing-masing kecamatan. Selain itu, tidak ada infoman yang bukan penduduk asli. Semua informan adalah penduduk asli yang memang sejak lahir telah berada di kecamatan tersebut.
1.6.5
Pemetaan Data Hal pertama yang akan dilakukan peneliti adalah menyiapkan daftar
tanyaan. Daftar tanyaan yang akan ditanyakan kepada informan adalah kosakata dasar Swadesh dan kosakata budaya bidang bagian peralatan dan perlengkapan. Setelah daftar tanyaan selesai dibuat, peneliti akan menentukan titik pengamatan
UNIVERSITAS INDONESIA
16
dan mendatangi titik pengamatan tersebut. Kemudian peneliti akan menentukan informan yang sesuai dengan kriteria penelitian dialektologi. Pada penelitian ini, peneliti memilih satu informan di setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Banyuwangi. Kemudian peneliti akan menyiapkan peta dasar Kabupaten Banyuwangi. Data penelitian yang diperoleh dimasukkan ke dalam peta dasar yang telah dibuat. Peta bahasa tersebut dibuat dalam peta bahasa bentuk lambang. Selanjutnya, peneliti akan membuat berkas isoglos dan tabel dialektometri. Tabel dialektometri digunakan untuk membuat peta jaring laba-laba. Terakhir, peneliti akan membuat analisis data berdasarkan berkas isoglos dan jaring laba-laba.
1.6.6
Penelitian Terdahulu Awalnya, pemakaian bahasa yang terdapat di daerah Banyuwangi masih
disebut sebagai bahasa Jawa dialek Banyuwangi atau dialek Using. Hal ini menunjukkan bahwa variasi pemakaian bahasa di daerah Banyuwangi masih merupakan bahasa Jawa yang hanya berbeda dialek saja. Menurut Sugono (1985: 2), dialek Using adalah salah satu dialek bahasa Jawa yang hidup dan dipakai sebagai alat perhubungan oleh sebagian warga masyarakat Banyuwangi. Dari adanya penggolongan dialek Banyuwangi atau dialek Using ini melahirkan berbagai penelitian yang diawali dengan adanya penelitian struktur yang dilakukan oleh Koentamadi pada tahun 1972. Penelitian struktur ini lebih mengarah dalam bidang fonologi yang berbentuk kertas kerja yang dibawakan dalam Seminar Bahasa Daerah pada tahun 1974 di Bogor, Jawa Barat. Pada tahun 1978, ada pula penelitian struktur dialek Using oleh Sudjito dan kawan-kawan. Penelitian yang berjudul Struktur Dialek Banyuwangi ini mendeskripsikan secara kasar latar belakang sosial budaya yang mencakup wilayah pemakaian, jumlah pemakai, kedudukan dan fungsi, tradisi sastra, dan ragam dialek Using. Deskripsi struktur yang dilakukan meliputi aspek fonologi, morfologi, dan sintaksis. Kemudian, ada pula penelitian Geografi Dialek Banyuwangi oleh Soetoko dan kawan-kawan pada tahun 1981. Pada penelitian yang berjudul Geografi Dialek Banyuwangi ini memuat keadaan umum, seperti letak geografis, luas wilayah, penduduk, mata pencaharian, agama, keadaan kebahasaan yang
UNIVERSITAS INDONESIA
17
mencakup terbentuknya dialek Banyuwangi, dan wilayah pakai dialek Banyuwangi. Selain itu, ada pula peta unsur dialek Banyuwangi yang meneliti 100 kosakata dan keragaman dialek yang ditinjau dari segi kosakata, fonologi, morfologi, daerah persebaran, peralihan, dan kunaan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah dialek Banyuwangi ini banyak terdapat kata yang berasal dari bahasa Kawi. Tidak hanya itu, kesimpulan penelitian ini juga mengungkapkan bahwa keragaman dialek Banyuwangi ini ditandai oleh perbedaan kosakata, bunyi, morfem, dan intonasi kalimat. Sebenarnya, Suparman Herusantosa pada tahun 1980 telah melakukan penelitian yang berjudul ―Bahasa Using di Kabupaten Banyuwangi: Sebuah Studi Pendahuluan tentang Dialek Geografi‖ yang diterbitkan oleh Universitas Udayana. Hal tersebut diketahui dari daftar lampiran jurnal yang ditulis oleh Lauder dalam Makara, Sosial Humaniora, vol. 6, no. 1, Juni 2002 yang berjudul Reevaluasi Konsep Pemilah Bahasa dan Dialek untuk Bahasa Nusantara (hlm.41). Akan tetapi, penelitian ini tidak ditemukan di perpustakaan
Universitas Udayana. Hal tersebut diketahui dari teman penulis yang mencarikan penelitian tersebut di perpustakaan Universitas Udayana. Selanjutnya pada tahun 1985, Dendy Sugono pun melakukan penelitian yang berjudul Verba Transitif Dialek Osing Analisis Tagmemik. Namun, seiring berjalannya waktu dialek Banyuwangi atau dialek Using ini telah berubah menjadi bahasa tersendiri yang terpisah dari bahasa Jawa. Hal tersebut diketahui dalam buku yang berjudul Geliat Bahasa Selaras Zaman oleh Bernard Arps pada tahun 2010. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa perubahan dialek Using menjadi bahasa Using ini disebabkan oleh penelitian disertasi Suparman (1987) yang menyatakan bahwa bahasa Using dan Jawa sejajar dilihat dalam fungsi bahasa (hlm. 233). Hal tersebut membuktikan bahwa bahasa Using dan Jawa merupakan perkembangan dari bahasa Jawa Kuno dan kedua bahasa tersebut memiliki status yang sama sebagai bahasa. Masih dalam buku yang sama, dalam Kongres Bahasa Jawa II, delegasi Banyuwangi, yaitu Hasan Ali mencoba meyakinkan ahli bahasa Jawa untuk mengakui bahasa Using sebagai bahasa yang otonom dan bukan dialek bahasa Jawa sehingga perlu adanya pengajaran bahasa Using (hlm. 235). Pada bulan Agustus tahun 1997, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengizinkan adanya pengajaran bahasa Using dan menerbitkan buku UNIVERSITAS INDONESIA
18
pelajaran yang berjudul Paseh Basa Using walaupun hanya dilakukan di tiga kecamatan yang mayoritas penduduknya berbahasa Using (hlm. 237). Setelah itu, masih pada tahun yang sama terbit jilid pertama Tata Bahasa Baku Bahasa Using yang disusun oleh Hasan Ali. Hal yang perlu ditekankan di sini adalah penyusun buku tersebut merupakan seorang linguis otodidak sehingga tidak mengherankan jika kajian morfologi dan sintaksis tidak lengkap. Hasan Ali sendiri adalah kepala bagian Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Banyuwangi yang memiliki minat yang besar terhadap seni pertunjukan dan sejarah setempat. Kemudian, sesuai dengan saran Suparman Herusantosa, Hasan Ali pun menyusun kamus bahasa Using. Saran tersebut dilakukan Suparman Herusantosa pada acara Sarasehan Bahasa Using tanggal 18 Desember 1990. Ia menyatakan bahwa perlu adanya penyusunan kamus bahasa Using agar bahasa Using tidak cepat punah. Alhasil, pada tahun 2002 terbit Kamus Bahasa Using-Indonesia yang disertai lampiran berisi pedoman ejaan setebal 40 halaman (Arp, 2010: 237—238). Dalam Geografi Dialek Banyuwangi (1981: 44) juga disebutkan bahwa masyarakat Banyuwangi banyak yang merupakan kaum pendatang dari suku Madura, dan Bali. Kaum pendatang suku Madura banyak tinggal di Kabupaten Banyuwangi sebelah utara. Berbeda dengan suku Madura, kaum pendatang dari suku Bali mempunyai perkampungan tersendiri di Kecamatan Rogojampi. Kampung Bali ini sebagian besar berada di daerah pesisir timur. Penduduk asli daerah Banyuwangi sendiri adalah suku Jawa yang berbahasa Using.
1.6.7
Sistematika Penulisan Makalah ini terdiri atas enam bab, yaitu pendahuluan, landasan teori,
gambaran umum tentang Kabupaten Banyuwangi, bahasan peta, analisis data, dan penutup. Pada bab pendahuluan dibagi lagi menjadi delapan subbab, yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, pelaksanaan penelitian, penelitian terdahulu dan sistematika penulisan. Kemudian bab landasan teori dibagi menjadi sembilan subbab, yaitu pengantar, bahasa dan dialek, dialektologi, penelitian dialektologi, penelitian dialektologi di Indonesia, peta bahasa, isoglos dan berkas isoglos, dan dialektometri. Selanjutnya UNIVERSITAS INDONESIA
19
bab ketiga adalah gambaran umum tentang Kabupaten Banyuwangi. Bab berikutnya adalah bahasan peta. Selanjutnya, bab kelima adalah analisis data dan bab terakhir adalah bab penutup.
UNIVERSITAS INDONESIA
20
BAB 2 LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI
2.1
Pengantar Dialektologi merupakan cabang ilmu terapan linguistik yang mempelajari
tentang dialek. Hal yang dipelajari tersebut merupakan variasi bahasa di antara dan di dalam komunitas tertentu. Dalam hal ini, variasi bahasa penting dipelajari karena Indonesia memiliki banyak sekali bahasa daerah. Hal ini tentu saja dapat menandakan bahwa banyak pula variasi bahasa yang terdapat di Indonesia. Variasi bahasa tersebut dapat timbul disebabkan jarak wilayah yang jauh dari pusat bahasa aslinya sehingga dapat dikatakan bahasa yang digunakan sama, tetapi bisa saja ada kosakata ataupun intonasi yang berbeda. Selain itu, variasi bahasa juga dapat terjadi karena terdapat wilayah yang terisolasi faktor alam. Hal ini dapat menyebabkan bahasa antara satu daerah dengan daerah lainnya berbeda walaupun jarak wilayah tidak terlalu jauh. Faktor alam yang menyebabkan daerah terisolasi adalah adanya jurang, gunung, sungai, dan lain sebagainya. Bahkan, bisa juga variasi bahasa muncul karena adanya kontak sosial antara komunitas tertentu di suatu daerah dengan komunitas lainnya di daerah yang berbeda. Biasanya, kontak sosial ini dapat melahirkan variasi bahasa yang terbentuk dari asimilasi dua atau lebih bahasa. Dalam dialektologi, variasi bahasa tersebut tidak hanya ditampilkan melalui penjabaran terkait aspek kebahasaan saja. Akan tetapi, variasi bahasa tersebut akan juga dijabarkan dengan menggunakan peta bahasa. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah melihat kondisi kebahasaan di suatu daerah. Variasi bahasa tersebut dalam peta bahasa dipisahkan oleh yang namanya garis isoglos. Berkas isoglos tersebut akan menjadi pembeda antara bahasa di suatu daerah dengan daerah lain di sekitarnya. Secara tidak langsung, dengan hanya melihat peta bahasa, kondisi kebahasaan di suatu daerah akan tampak jelas dan mudah untuk ditafsirkan lebih mendalam. Namun, sebelum data variasi bahasa di
UNIVERSITAS INDONESIA
21
suatu daerah tersebut dituangkan ke dalam peta bahasa, peneliti dialektologi harus melakukan penelitian lapangan ke daerah sasaran penelitian. Model metode penelitian lapangan ini dalam dialektologi disebut metode pupuan lapangan. Hampir sama dengan metode penelitian ilmu lainnya, metode pupuan lapangan ini merupakan model metode yang menggunakan sistem wawancara langsung. Tataran daftar tanyaan yang digunakan pada saat wawancara adalah tataran unsur leksikal. Hal ini disebabkan tataran unsur leksikal ini akan dapat mengetahui perbedaan dialek satu daerah dengan daerah lainnya. Hal tersebut dikemukakan oleh Seguy (Lauder: 1993: 41). Kemudian, data yang telah diambil tersebut tidak hanya dimasukkan ke dalam peta bahasa. Variasi bahasa tersebut juga akan dilihat berdasarkan penghitungan dialektometri. Penghitungan ini dilakukan untuk lebih memastikan data secara kuantitatif apakah bahasa di suatu daerah dengan daerah sekitarnya dapat dikatakan sebagai bahasa yang sama, berbeda dialek, atau berbeda bahasa. Untuk lebih jelasnya, pada bab ini akan dijelaskan lebih mendalam terkait metode penelitian dialektologi.
2.2
Bahasa dan Dialek Sebagian besar masyarakat masih menganggap bahwa bahasa dan dialek
adalah sesuatu yang memiliki pengertian yang sama dan dapat dipertukarkan maknanya. Padahal, bahasa dan dialek memiliki perbedaan dari segi pengertian atau definisi. Tentu saja, untuk mengubah anggapan tersebut perlu adanya pemahaman bersama terkait bahasa dan dialek. Menurut J.K Chambers dan Peter Trudgill (2004: 3), dialek adalah subbagian dari bahasa yang dapat membedakan satu bahasa dengan bahasa lain, sedangkan bahasa adalah kumpulan pemahaman bersama dari beberapa dialek. Dalam hal ini, bahasa dan dialek mempunyai beda tingkatan. Dapat dikatakan, dialek adalah bagian dari bahasa dan bahasa adalah kumpulan dari dialek itu sendiri. Selain itu, istilah variasi bahasa digunakan untuk menjelaskan hubungan yang murni dalam memakai berbagai bentuk bahasa dan dapat dianggap sebagai satu identitas tersendiri. Contoh dari variasi ini dapat terlihat dalam bahasa daerah di Indonesia. Misalnya, bahasa Jawa yang mempunyai variasi bahasa Jawa ngapak. Bahasa Jawa ngapak ini adalah variasi dari bahasa Jawa, tetapi UNIVERSITAS INDONESIA
22
keberadaan bahasa Jawa ngapak ini membentuk identitas tersendiri yang berbeda dengan bahasa Jawa standar. Tidak hanya itu, pemahaman masyarakat mengenai aksen dan dialek juga masih tumpang tindih. Memang, pemahaman terkait aksen dan dialek ini juga masih belum diketahui secara jelas oleh masyarakat. Bahkan, antara bahasa, aksen, dan dialek masih banyak yang belum mengetahui apakah ketiganya adalah bentuk yang sama atau bentuk yang berbeda. Meskipun ada yang telah mengetahui ketiganya adalah bentuk yang berbeda, tetapi perbedaan di antara ketiganya masih sering keliru atau malah tidak tahu. Menurut J.K Chambers dan Peter Trudgill (2004: 4—5), aksen dapat dikaitkan dengan cara penutur mengungkapkan atau melafalkan bahasa tersebut. Oleh karena itu, aksen juga dapat merujuk kepada perbedaan variasi secara fonologis dari variasi yang lainnya. Sebaliknya, dialek lebih mengarah kepada perbedaan variasi dalam bentuk gramatikal, terutama unsur leksikal sama seperti perbedaan variasi fonologis dari variasi yang lain. Sementara itu, Ayatrohaedi (2002: 2) mengungkapkan ciri utama dialek adalah perbedaan dalam kesatuan dan kesatuan dalam perbedaan. Selain itu, Ayatrohaedi juga mengungkapkan ciri lain dialek adalah seperangkat bentuk ujaran setempat yang berbeda-beda, memiliki ciri umum, dan lebih mirip dengan sesamanya dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dalam bahasa yang sama. Ciri terakhir dari dialek adalah dialek tidak harus mengambil bentuk ujaran dari sebuah bahasa. Ciri dialek tersebut dapat dirangkum menjadi sebuah bentuk ujaran yang dipakai masyarakat tertentu yang memiliki perbedaan dengan daerah lain, tetapi masyarakat dengan bahasa yang sama masih bisa mengetahui bahasa tersebut. Kemudian, adanya perbedaan dialek dapat dilihat berdasarkan letak geografi, sosial, dan politik persebaran bahasa tersebut. Dari sisi letak geografi, bisa saja dialek terbagi menjadi beberapa kelompok tergantung dari posisi wilayah persebarannya. Biasanya, wilayah persebaran dialek tidak akan mempunyai jarak yang jauh. Misalnya, persebaran dialek Eropa yang terbagi menjadi lima kelompok, yaitu persebaran dialek Romawi Barat, persebaran dialek Jerman Barat, persebaran dialek Slavic Selatan, persebaran dialek Slavic Utara, dan UNIVERSITAS INDONESIA
23
persebaran dialek Scandinavia (J.K. Chambers dan Peter Trudgill, 2004: 25). Setiap kelompok tersebut mempunyai turunan bahasa masing-masing. Meskipun berasal dari kelompok persebaran dialek yang sama, tetapi turunan persebaran dialek tersebut melahirkan bahasa yang berbeda di setiap daerahnya. Hal ini disebabkan adanya unsur politis sehingga daerah atau negara yang satu dengan yang lainnya membentuk sebuah bahasa tersendiri.
Gambar 2.1 Peta Persebaran Dialek Eropa
Keadaan sosial dialek juga memengaruhi adanya perbedaan dialek. Misalnya, bahasa kreol Jamaika yang sangat kompleks. Hal tersebut disebabkan adanya strata sosial dalam pemakaian bahasa di negara tersebut. Strata sosial tinggi dimiliki orang Inggris yang berbicara bahasa Inggris, sedangkan strata sosial bawah adalah pekerja Afrika yang berbicara bahasa kreol Jamaika. Adanya strata sosial tersebut membuat bahasa kreol Jamaika terpengaruh oleh bahasa Inggris. Hal ini membuat bahasa kreol Jamaika menjadi hampir mirip dengan bahasa Inggris. Adanya perubahan bahasa kreol Jamaika tersebut menandakan bahwa masyarakat Jamaika ingin pula menduduki strata sosial atas. Akan tetapi, masyarakat Jamaika tidak langsung mengubah bahasa mereka ke dalam bahasa UNIVERSITAS INDONESIA
24
Inggris sepenuhnya. Dengan adanya kosakata yang terpengaruh bahasa Inggris, masyarakat Jamaika mungkin mengharapkan bahwa bahasa mereka dapat disejajarkan dengan bahasa Inggris yang menduduki strata sosial atas.
2.3
Dialektologi J.K. Chambers dan Peter Trudgill (2004: 14-15) mengungkapkan bahwa
hingga pertengahan abad ke-19, karakteristik dialek masih mengandalkan pola intuitif yang sederhana. Hal tersebut dirasa kurang cukup untuk menandingi kemajuan dalam ilmu bahasa lainnya yang menjadi penggerak disiplin ilmu linguistik modern. Usaha awal sistem observasi perbedaan dialek adalah dengan cara sistem menjawab langsung. Dalam hal ini, lembaga yang mempelajari bahasa daerah dengan mencari perbedaan dialek adalah Neogrammarian. Neogrammarian adalah sekolah linguistik Jerman yang kemudian menjadi Universitas Leipzig. Berdasarkan hipotesis Neogrammarian, ditemukan hubungan timbal balik dari banyak bahasa daerah dan modern yang mulai diteliti untuk mencari prinsip umum perubahan bahasa. Salah satu dasar dari penelitan Neogrammarian adalah menjelaskan Verner’s Law. Hukum Verner atau Verner’s Law adalah pernyataan kondisi fonologi yang menentukan kelas kata bahasa Jerman. Selain itu, ada pula Grimm’s Law yang menemukan pernyataan bahwa perubahan secara fonologis berasal dari Proto-Indo-Eropa ke dialek Jerman. Penemuan hipotesis tersebut membuat semua perubahan bunyi diatur oleh kaidah. Prinsip dari Neogrammarian menyatakan bahwa perubahan bunyi tidak dapat terhindarkan. Dengan adanya hipotesis tersebut, bukti dialek akan menjadi relevan atau saling berhubungan satu dengan yang lain. Kumpulan dari metode untuk mengumpulkan bukti sistem perbedaan dialek berkembang menjadi dialek geografi atau sekarang biasa disebut dialektologi. Dalam hal ini, dialektologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang variasi bahasa dengan berbagai metodologi. Hasil awal dialektologis tampak pada pengungkapan banyak pernyataan mengenai tidak terhindarkannya perubahan bunyi sejak terungkapnya hal yang tidak sejenis dan tidak dapat dibayangkan sebelumnya. Kemudian, hal yang tidak sejenis tersebut terlihat
UNIVERSITAS INDONESIA
25
hampir secara acak pada daerah sekitarnya di beberapa kasus yang memberikan ketidakkonsistenan jawaban dari beberapa pertanyaan. Tidak hanya itu, terkadang wujud ketidakkonsistenan jawaban responden terjadi dari hari ke hari. Perubahan seperti itu membuat hal tersebut menjadi fokus dari teori linguistik. Reaksi awal dari orang yang menggeluti geografi dialek terlihat dari adanya kecurigaan yang besar terhadap teori linguistik. Kecurigaan tersebut muncul karena teori umum linguistik kurang memberikan penjelasan terkait perubahan bahasa yang dialektologis temui pada saat penelitian lapangan. Di banyak kasus, geografi dialek jarang melibatkan persoalan linguistik umum. Kemudian, dialektologi dan linguistik pada akhirnya menghasilkan sedikit kontak antara yang satu dengan yang lainnya. Usaha penggabungan penelitian dialektologi dengan menggunakan struktur dan generatif linguistik memancing sesuatu hal yang baru. Hal tersebut terbukti dari adanya pengenalan bahwa ilmu yang mempelajari variasi bahasa dapat dibentuk bersamaan dengan mempelajari dialek sebagai sumber variasi data. Pengenalan tersebut membuat dialektologi termasuk ke dalam salah satu cabang linguistik, khususnya mengenai ilmu yang mempelajari variasi bahasa.
2.4
Penelitian Dialektologi Ayatrohaedi
(1983:
17)
membagi
masa
perkembangan
penelitian
dialektologi sesudah tahun 1875 menjadi dua aliran atau mazhab, yaitu mazhab Jerman dan Prancis. Mazhab Jerman mempunyai ciri-ciri menggunakan metode pupuan sinurat dalam penelitian mencari variasi bahasa. Metode pupuan sinurat adalah metode dengan mengirimkan daftar tanyaan kepada informannya. Untuk mencegah kekeliruan mengisinya, disertakan pula penjelasan terkait penelitian yang sedang dilakukan. Latar belakang informan juga didapat dari pengarahan informan untuk menuliskan nama, petunjuk jelas tentang tempat lahir, dan adat istiadat yang dilakukan di balik halaman jawaban. Tidak hanya itu, daftar tanyaan dalam penelitian awalnya hanya berisi 40 kalimat sederhana dan berkembang menjadi 180 kata disertai 12 kalimat. Kemudian, penelitian juga meluas dengan mencari faktor kesejarahan. Hasil dari penelitian tersebut baru kemudian dipetakan menjadi peta bahasa. UNIVERSITAS INDONESIA
26
Kelebihan mazhab ini adalah penelitian dapat dilakukan dengan waktu yang lebih singkat. Hal ini disebabkan penelitian dilakukan dengan menyebarkan daftar tanyaan. Pengumpulan daftar tanyaaan juga dapat mempermudah penelitian di daerah yang sangat luas. Mazhab ini juga menghasilkan atlas bahasa, atlas folklor, dan atlas toponimi. Namun, kekurangan mazhab ini adalah hasil penelitian dianggap tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya karena penulisan secara fonetis tidak dilakukan. Padahal, hal tersebut sangat penting dalam kajian kebahasaan. Selain itu, informasi mengenai keadaan tempat, latar belakang informan, dan lain sebagainya tidak begitu detail. Hal tersebut disebabkan informan tidak mempunyai patokan yang jelas terkait pengisian hal tersebut. Dengan kata lain, akan muncul jawaban yang tidak sesuai dengan kehendak peneliti sehingga peneliti harus mengulang atau mencari informan kembali. Kemudian, distribusi daftar tanyaan bisa saja tidak tepat sasaran karena daftar tanyaan dititipkan dan bukan diantarkan langsung oleh peneliti itu sendiri. Berbeda dengan mazhab Jerman, mazhab Prancis mempunyai ciri-ciri menggunakan metode pupuan lapangan. Cara kerja metode tersebut adalah dengan melakukan wawancara langsung dengan target informannya. Metode pupuan lapangan ini pun mengarahkan kepada pembuatan peta bahasa. Selain itu, pemilihan tempat berdasarkan peranannya sebagai pusat sebaran bahasa, pusat kegiatan ekonomi modern, daerah kegerejaan, dan desa yang memperlihatkan ciri kepurbaan. Kemudian, daftar tanyaan yang diajukan dalam penelitian awal adalah 200 kata dan berkembang menjadi 100 kalimat sederhana. Sementara itu, mazhab ini juga tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangan. Kelebihan mazhab ini adalah hasil penelitian dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya karena menggunakan sistem wawancara langsung. Lalu, tidak adanya kesalahan mengartikan pertanyaan karena peneliti yang mewawancarai informan secara langsung dan dapat mengulang ataupun menjelaskan kembali jika informan kurang paham terkait isi dari pertanyaan. Berikutnya, penulisan secara fonetis menjadi dapat dilakukan. Hal tersebut disebabkan penelitian tersebut langsung dilakukan oleh peneliti yang mengerti penulisan secara fonetis sehingga data lebih akurat. Akan tetapi, kekurangan mazhab ini adalah membutuhkan waktu yang
UNIVERSITAS INDONESIA
27
lama untuk melakukan penelitian karena hanya peneliti yang melakukan wawancara, sedangkan tempat yang diteliti banyak. Jika dikaitkan dengan Indonesia, mazhab yang cocok diterapkan di negara ini adalah mazhab Prancis. Hal tersebut disebabkan mazhab Prancis menggunakan metode pupuan lapangan. Metode tersebut menggunakan wawancara langsung kepada informannya. Meskipun membutuhkan waktu yang lama, tetapi hasilnya akan memperlihatkan kondisi kebahasaan yang sebenarnya karena dilakukan langsung oleh peneliti. Selain itu, letak geografis Indonesia yang luas dan berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya tidak memungkinkan pendistribusian daftar tanyaan. Bahasa juga bisa menjadi kendala karena tidak semua masyarakat mengerti bahasa Indonesia, terutama masyarakat di daerah terpencil.
2.5
Penelitian Dialektologi di Indonesia Lauder (2007: 48) mengungkapkan bahwa penelitian dialektologi di
Indonesia mulai dari awal kemunculannya pada tahun 1951 hingga tahun 2007 sudah menghasilkan 140 penelitian. Akan tetapi, dari banyaknya penelitian dialektologi yang sudah dihasilkan hanya ada 41 naskah yang berhasil diterbitkan. Sebagian besar penelitian dialektologi masih berpusat di Pulau Jawa dibandingkan penelitian di daerah lainnya. Hal tersebut terlihat dari rekapitulasi penelitian dialektologi yang menempatkan penelitian Pulau Jawa sebagai penelitian dengan persentase terbesar, yaitu 47,85%. Posisi berikutnya disusul oleh penelitian di Pulau Sumatera dengan persentase sebesar 17,14%. Jika dicermati secara mendalam, perolehan angka persentase Pulau Jawa dan Pulau Sumatera sangat berbeda jauh. Hal ini memperlihatkan menumpuknya penelitian dialektologi di Pulau Jawa dan jarangnya penelitian di daerah lainnya. Kemudian, penelitian dialektologi terbanyak nomor tiga adalah penelitian di Pulau Sulawesi dengan persentase sebanyak 12,85%. Berikutnya, penelitian dialektologi di Pulau Bali memperoleh angka sebanyak 10,71%. Selanjutnya, Nusa Tenggara Barat dan Timur menduduki peringkat lima sebesar 6,42%. Tiga pulau yang masih belum banyak penelitian dialektologi adalah Pulau Kalimantan dengan perolehan persentase 3,57% dan Pulau Maluku termasuk Pulau Irian 0,71%. Dari semua penelitian dialektologi tersebut, kurang lebih 30 buah bahasa UNIVERSITAS INDONESIA
28
beserta dialek-dialeknya yang berhasil didokumentasikan melalui penelitian metode ini. Tentu saja, angka tersebut merupakan angka yang sangat kecil bila dibandingkan bahasa yang terdapat di Indonesia yang mencapai ratusan. Hal ini menandakan bahwa penelitian dialektologi di Indonesia masih membutuhkan perhatian yang lebih besar lagi, terutama di daerah-daerah yang masih memperoleh persentase yang kecil. Meskipun demikian, penelitian dialektologi di Pulau Jawa juga masih harus digali lebih mendalam walaupun tingkat persentasenya sudah besar. Namun, akan lebih baik dan jauh lebih diprioritaskan bila penelitian dilakukan di luar Pulau Jawa. Hal yang perlu dihindari peneliti saat ingin melakukan penelitian dialektologi adalah melakukan penelitian bahasa yang telah diteliti. Hal tersebut disebabkan masih banyak bahasa di Indonesia yang masih belum terdokumentasikan dan memerlukan untuk dilakukan penelitian.
2.6
Peta Bahasa Menurut J.K Chambers dan Peter Trudgill (2004: 25), peta bahasa diartikan
sebagai peta linguistik. Peta linguistik ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu peta tampilan dan peta interpretasi. Peta tampilan ini secara sederhana bertujuan untuk memindahkan tabel jawaban untuk keterangan data di atas peta dengan menggunakan perspektif geografi. Sementara itu, peta interpretasi berusaha untuk membuat beberapa pernyataan umum dengan menunjukkan distribusi variasi utama dari daerah yang satu dengan daerah lainnya. Contoh dari peta tampilan ini seperti yang digunakan Gillieron dalam Atlas linguistique de la France, Kurath dalam Linguistic Atlas of New England, dan Kolb dalam Phonological Atlas of the Northern Region.
UNIVERSITAS INDONESIA
29
Gambar 2.2 Peta Tampilan
Dalam hal ini, peta interpretasi tidak hanya menggunakan satu pendekatan ilmu untuk menghasilkan pernyataan berdasarkan distribusi variasi bahasa. Meskipun begitu, peta interpretasi ini tetap menggunakan data geografi dialek sebagai sumber utama dari perkembangan topik. Contoh dari penggunaan peta interpretasi yang berdasarkan peta tampilan adalah batas bahasa di utara dan selatan Prancis oleh George Jochnowitz. Penelitian tersebut didasarkan pada penelitian Gillieron. Hal yang dirujuk oleh George Jochnowitz adalah pembuatan UNIVERSITAS INDONESIA
30
peta interpretasi berdasarkan peta tampilan Gillieron. Hal mendasar yang membedakan peta tampilan dengan peta interpretasi adalah bentuk dari peta itu sendiri. Peta tampilan hanya memindahkan data yang diambil dengan menggunakan simbol sesuai dengan daerah pemakaian bahasa tersebut di peta, sedangkan peta interpretasi tidak hanya memindahkan data yang diambil dengan menggunakan simbol tetapi menggunakan garis pembatas untuk memisahkan data yang berbeda.
Gambar 2.3 Peta Interpretasi
Selain itu, Ayatrohaedi (2002) juga membagi lima jenis peta, yaitu peta bahasa langsung, peta bahasa lambang, peta bahasa petak langsung, peta bahasa UNIVERSITAS INDONESIA
31
petak warna, dan peta bahasa petak garis. Peta bahasa langsung ialah peta yang datanya dimasukkan secara langsung ke dalam peta. Maksudnya, data ditulis secara langsung di setiap titik pengamatan. Kemudian, peta bahasa lambang adalah peta yang datanya diubah ke dalam bentuk lambang dan ditulis di setiap titik pengamatan. Keterangan mengenai peta yang berbentuk lambang tersebut ditulis dalam kolom yang disebut legenda. Selanjutnya, peta bahasa petak langsung adalah peta yang hampir sama dengan peta bahasa langsung. Keduanya sama-sama menuliskan data ke dalam peta secara langsung. Perbedaannya, peta bahasa petak langsung harus dikelompokkan terlebih dahulu titik pengamatan yang datanya sama. Jika terdapat data yang sama, data yang ditulis hanya satu saja. Hal ini disebabkan adanya perbedaan data akan dibatasi oleh garis. Dalam hal ini, terdapat dua garis pemisah data, yaitu garis isofon dan garis isoglos. Garis isofon adalah garis yang memisahkan data etima yang sama tetapi terdapat perbedaan bunyi, sedangkan garis isoglos adalah garis yang memisahkan etima yang berbeda. Berikutnya, peta petak warna adalah peta bahasa yang perbedaan data ditunjukkan oleh warna yang tidak sama. Terakhir, peta petak garis adalah peta yang perbedaan data ditunjukkan dengan variasi garis. Pemakaian peta yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggabungkan peta tampilan dengan peta interpretasi yang telah disebutkan di atas. Penggabungan peta tampilan dan peta interpretasi tersebut juga dapat dikatakan peta lambang dengan menggunakan garis isoglos untuk memisahkan etima yang berbeda. Data yang telah didapat tidak hanya dimasukkan ke dalam peta dengan bentuk simbol sesuai dengan daerah atau wilayah pakai bahasa tersebut, tetapi dalam peta juga ada garis pembatas di antara bentuk bahasa yang berbeda. Pemilihan jenis peta ini disebabkan peta jenis ini akan lebih mudah memperlihatkan perbedaan bahasa atau dialek. Dari sisi penulis, peta jenis ini juga termasuk ke dalam jenis peta yang praktis.
UNIVERSITAS INDONESIA
32
2.7
Isoglos dan Berkas Isoglos Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, peta bahasa mempunyai batas
yang memisahkan bahasa yang berbeda di satu daerah dengan daerah lainnya. Lyle Campbell (1998: 191) mengartikan isoglos sebagai garis dalam peta yang merepresentasikan batas geografi dari daerah variasi linguistik. Isoglos ini juga dapat mengarah pada garis batas keistimewaan dialek daerah tersebut. Bahkan, bisa juga isoglos dikatakan sebagai bentuk asli kata yang berhadapan dengan garis dalam peta yang mengacu kepada fenomena linguistik yang sebenarnya dari daerah tersebut. Dubois dalam Ayatrohaedi (1983: 5) menyebut isoglos ini dengan istilah watas kata. Isoglos atau watas kata ini diartikan sebagai garis yang memisahkan dua lingkungan dialek atau bahasa berdasarkan wujud atau sistem kedua lingkungan tersebut. Selain itu, berkas isoglos diartikan oleh Lyle Campbell (1998: 192) sebagai beberapa garis isoglos yang luas dan serupa pada batas geografi yang sama. Bisa juga berkas isoglos diartikan sebagai pengambilan batas dari dialek yang dominan. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan pendapat Lauder (2007:93) yang mengungkapkan bahwa berkas isoglos adalah himpunan garis isoglos yang dibuat dalam satu peta dasar. Dalam hal ini, pengelompokan semua garis isoglos dari setiap peta ke dalam satu peta menghasilkan berkas isoglos.
2.8
Dialektometri Pemilahan bahasa tidak hanya bisa dilakukan dengan cara memberikan garis
isoglos pada peta. Pemilahan bahasa dapat juga dilakukan dengan cara penghitungan dialektometri. Penghitungan dialektometri ini diakui oleh Grijns dapat mengatasi penyeleksian berkas dengan cara menghitung semua berian yang ditampilkan oleh segitiga antardesa. Menurut Revier dalam Ayatrohaedi (1983: 32), dialektometri adalah ukuran secara statistik yang dipergunakan untuk melihat seberapa jauh perbedaan dan persamaan yang terdapat di tempat-tempat yang diteliti dengan membandingkan sejumlah bahan yang terkumpul dari tempat yang diteliti tersebut. Jika kembali kepada ruang lingkup penelitian dialektologi yang melihat tataran leksikon, hal yang diperhitungkan pastinya sebatas pada tataran UNIVERSITAS INDONESIA
33
leksikon pula. Berikut rumus penghitungan dialektometri yang diajukan oleh Jean Seguy (Lauder, 2007: 96). S X 100 = d% n keterangan: s: jumlah beda dengan titik pengamatan lain n: jumlah peta yang diperbandingkan d: jarak kosakata dalam persen
Penghitungan dialektometri di atas akan menghasilkan sebuah persentase yang dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok. Kelompok tersebut dapat menghasilkan sebuah pemilahan bahasa, apakah daerah yang dihitung tersebut merupakan daerah yang memiliki perbedaan dari segi wicara, subdialek, dialek, atau bahasa. Jika hasil yang diperoleh dari perhitungan tersebut kurang dari 20%, maka dua titik pengamatan tersebut tidak terdapat perbedaan. Jika hasil yang diperoleh antara 21--30%, maka dapat dikatakan adanya perbedaan wicara. Jika hasil yang diperoleh antara 31--50%, maka dapat dianggap terdapat perbedaan subdialek. Jika hasil yang diperoleh antara 51--80%, maka dapat dikatakan ada perbedaan dialek. Terakhir, jika hasil yang diperoleh lebih dari 80%, maka terdapat perbedaan bahasa di antara kedua titik pengamatan tersebut (Guiter dalam Lauder, 2007: 96). Namun, dalam hal ini Lauder dalam Ayatrohaedi (2002: 12) mengusulkan pengelompokkan hasil penghitungan dialektometri yang berbeda dari Guiter. Dalam hal ini, Lauder mengusulkan bahwa hasil di atas 70% dianggap sebagai perbedaan bahasa. Selanjutnya, hasil penghitungan antara 51—70% dianggap sebagai perbedaan dialek. Kemudian, hasil penghitungan dialektometri sebesar 41—50% dianggap sebagai perbedaan subdialek. Berikutnya, hasil yang diperoleh antara 31—40% dianggap sebagai perbedaan wicara, sedangkan perbedaan di bawah 30% dianggap tidak ada. Menurut Lauder, perbedaan hasil penghitungan tersebut disebabkan kondisi kebahasaan Indonesia yang sangat beragam sehingga
UNIVERSITAS INDONESIA
34
pengelompokan hasil penghitungan Guiter tidak akan sesuai bila digunakan di Indonesia. Hal yang perlu menjadi perhatian adalah penghitungan di atas didasarkan atas segitiga antardesa. Untuk itu, perlu adanya penjelasan mengenai ketentuan dari segitiga antardesa ini. Menurut Lauder (2007: 97), ketentuan pertama dari segitiga matrabasa ini adalah titik pengamatan yang dibandingkan hanya titik-titik pengamatan berdasarkan letaknya masing-masing yang mungkin melakukan komunikasi secara langsung. Kemudian, ketentuan lainnya adalah setiap titik pengamatan yang mungkin berkomunikasi secara langsung dihubungkan dengan sebuah garis sehingga diperoleh segitiga-segitiga yang beragam bentuknya. Ketentuan terakhir adalah garis-garis pada setiga dialektometri tidak boleh saling berpotongan. Artinya, pilih salah satu kemungkinan saja dan sebaiknya dipilih berdasarkan letaknya yang lebih dekat antara daerah yang satu dengan yang lainnya. Segitiga matrabasa ini menjadi dasar dari pembuatan garis isoglos dan peta jaring laba-laba. Berikut peta segitiga matrabasa di Kabupaten Banyuwangi yang tertera di bawah ini.
Gambar 2.4 Peta Segitiga Matrabasa
UNIVERSITAS INDONESIA
35
BAB 3 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BANYUWANGI
3.1
Pengantar Dalam penelitian Dialektologi, peneliti harus mengenal terlebih dahulu
daerah yang akan dijadikan bahan penelitian itu sendiri. Pengenalan daerah penelitian ini penting dilakukan agar peneliti dapat menguasai medan atau lokasi penelitian tersebut. Selain itu, pengenalan daerah penelitian ini juga berguna untuk memudahkan peneliti mengambil beberapa langkah-langkah strategis terkait kelancaran teknis pengambilan data penelitian. Lalu, pengetahuan atau wawasan daerah penelitian dapat pula dijadikan sumber untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi di lapangan atau daerah penelitian. Hal ini nantinya akan membuat peneliti tidak akan kaget dengan kondisi lapangan atau daerah penelitian tersebut. Dari pengenalan daerah tersebut, peneliti juga akan dapat menentukan akomodasi, transportasi, maupun konsumsi selama berada di daerah penelitian dengan memperhitungkan dana yang tersedia. Ayatrohaedi (2002: 26) juga menambahkan beberapa hal utama yang harus diperhatikan dalam upaya pengenalan daerah penelitian. Pertama, letak geografis daerah penelitian tersebut. Hal ini disebabkan agar ketika menyusun daftar tanyaan peneliti tidak terjerumus memasukkan pertanyaan yang tidak tepat bagi daerah yang sedang diteliti. Kemudian, keadaan kependudukan daerah penelitian tersebut juga harus menjadi perhatian bagi peneliti. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan peneliti memikirkan daftar tanyaan yang paling cocok untuk daerah tersebut. Keadaan kependudukan daerah penelitian terdiri atas masalah etnis, budaya, agama, pendidikan, dan sosial. Lalu, tinjauan sejarah daerah penelitian juga akan sangat membantu peneliti memahami keadaan kebahasaan di daerah tersebut. Misalnya, aspek sejarah ini dapat membantu memperlihatkan dari mana adanya pengaruh, bagaimana sifat pengaruh tersebut, sejak kapan terjadi pengaruh, mengapa terjadi pemengaruhan, dan bagaimana proses pemengaruhan tersebut.
UNIVERSITAS INDONESIA
36
Untuk itu, pada bab ini akan dijelaskan mengenai gambaran umum Kabupaten Banyuwangi. Gambaran umum yang akan diperlihatkan meliputi berbagai aspek, yaitu aspek keadaan alam, penduduk, tenaga kerja, sosial, transportasi, dan pariwisata. Dalam hal ini, keadaan alam yang dimaksud adalah keadaan geografi. Lalu, aspek sosial terbagi lagi menjadi pendidikan, kesehatan, dan sosial lainnya. Di bawah ini akan dijelaskan lebih detail mengenai berbagai aspek yang telah disebutkan sebelumnya berdasarkan Banyuwangi Dalam Angka Tahun 2014 oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyuwangi.
3.2 3.2.1
Keadaan Alam Keadaan Geografi Kabupaten Banyuwangi memiliki luas wilayah sebesar 5.782,50 km².
Sebagian besar wilayah Kabupaten Banyuwangi masih termasuk sebagai kawasan hutan. Luas wilayah kawasan hutan ini mencapai 183.396,3 ha atau sekitar 31,72 persen. Selain itu, daerah persawahan di Kabupaten Banyuwangi diperkirakan sekitar 66.152 ha atau 11,44 persen. Lebih banyak dari daerah persawahan, daerah perkebunan memiliki luas 82.143,63 ha atau 14,21 persen. Sementara itu, wilayah yang dimanfaatkan sebagai daerah permukiman seluas 127.454, 22 ha atau 22,04 persen. Selebihnya, wilayah di Kabupaten Banyuwangi ini dipergunakan untuk ladang, jalan, dan lain sebagainya. Tidak hanya itu, Kabupaten Banyuwangi memiliki panjang garis pantai sekitar 175,8 km² dengan pulau berjumlah sepuluh buah. Berdasarkan garis koordinat, Kabupaten Banyuwangi ini terletak di antara 743‘-846‘ Lintang Selatan dan 11353‘-11438‘ Bujur Timur. Jika dilihat berdasarkan letak geografisnya, Kabupaten Banyuwangi terletak di ujung timur Pulau Jawa. Hal tersebut berbeda jika aspek yang dilihat adalah posisi geografis. Berdasarkan posisi geografisnya, Kabupaten Banyuwangi memiliki batas utara dengan Kabupaten Situbondo, batas timur dengan Selat Bali, batas Selatan dengan Samudera Hindia, dan batas barat dengan Kabupaten Bondowoso serta Kabupaten Jember.
UNIVERSITAS INDONESIA
37
Gambar 3.1 Peta Wilayah Kabupaten Banyuwangi
Kabupaten Banyuwangi sendiri memiliki 24 kecamatan. Kecamatan yang dimaksud adalah kecamatan Bangorejo, Banyuwangi, Cluring, Gambiran, Genteng, Giri, Glagah, Glenmore, Kabat, Kalibaru, Kalipuro, Licin, Muncar, Pesanggaran, Purwoharjo, Rogojampi, Sempu, Siliragung, Singojuruh, Songgon, Srono, Tegaldlimo, Tegalsari, dan Wongsorejo. Ibukota kecamatan di Kabupaten Banyuwangi ini adalah Kecamatan Banyuwangi. Berdasarkan data yang diperoleh, dapat diketahui kecamatan Tegaldlimo adalah kecamatan yang paling luas, sedangkan Kecamatan Giri adalah kecamatan yang terkecil. Berikut luas
UNIVERSITAS INDONESIA
38
wilayah tiap kecamatan yang terdapat di Kabupaten Banyuwangi seperti yang tertera di bawah ini.
Gambar 3.2 Peta Kabupaten Banyuwangi Menurut Ketinggian
Pada umumnya, daerah bagian barat dan utara merupakan daerah pegunungan. Hal ini membuat tingkat kemiringan tanah di daerah ini bisa mencapai rata-rata 40 derajat dan rata-rata curah hujan di daerah ini memiliki intensitas yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan daerah lainnya. Daerah pegunungan ini biasanya menghasilkan produksi perkebunan. Hal tersebut berbeda dengan dataran yang menghasilkan tanaman pangan. Begitupun dengan
UNIVERSITAS INDONESIA
39
daerah sekitar garis pantai. Wilayah garis pantai yang membujur dari arah utara ke selatan merupakan daerah penghasil berbagai biota laut. Sementara itu, daerah datar terbentang dari selatan hingga utara yang tidak berbukit. Keunikan dari daerah ini adalah banyak dialiri sungai-sungai. Sungai tersebut bermanfaat mengairi sawah yang sangat luas. Ketersediaan sawah yang terhitung luas tersebut membuat kontribusi Daerah Aliran Sungai (DAS) mempunyai pengaruh yang besar terhadap tingkat kesuburan tanah. DAS di Kabupaten Banyuwangi sendiri berjumlah 35 buah. Jumlah tersebut dirasa cukup untuk mengairi sawah yang ada di Kabupaten Banyuwangi. Dari gambaran kondisi alam tersebut, Kabupaten Banyuwangi termasuk ke dalam daerah yang subur bagi tanaman perkebunan dan kehutanan. Dalam hal ini, Kabupaten Banyuwangi mempunyai potensi yang besar untuk meningkatkan produksi tanaman perkebunan dan kehutanan. Peluang yang besar pula terdapat dari sektor potensi kelautan. Potensi ini terlihat dalam hal perikanan laut dan biota lain yang masih belum dikelola secara optimal. Hal ini disebabkan hampir sepanjang garis pantai di Banyuwangi memiliki potensi perikanan laut dan biota lain sehingga bila sektor ini digarap maksimal akan mendatangkan potensi yang besar pula bagi pertumbuhan Kabupaten Banyuwangi sendiri.
3.3
Penduduk dan Tenaga Kerja Pengertian dari penduduk Banyuwangi adalah semua orang yang
berdomisili di wilayah territorial Kabupaten Banyuwangi. Jumlah penduduk Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2013 tercatat sebanyak 1.574.776 jiwa. Perhitungan tersebut didapat dari hasil olahan sensus penduduk tahun 2010. Sensus penduduk ini dilakukan setiap 10 tahun sekali. Pencatatan penduduk ini telah dilakukan sebanyak enam kali, yaitu pada tahun 1961, 1971, 1980, 1990, 2000, dan 2010. Jumlah penduduk ini penting untuk diketahui karena penduduk merupakan bagian dari pembangunan. Dapat dikatakan, penduduk dapat dijadikan sebagai subyek, tetapi penduduk juga dapat dijadikan obyek dari pembangunan. Selain itu, dari data kependudukan dapat juga dilihat aspek sosialnya. Biasanya, aspek sosial ini dilihat berdasarkan jumlah penduduk, pertumbuhan penduduk, dan lain sebagainya. UNIVERSITAS INDONESIA
40
Tabel 3.1 Tabel Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk
Dari data penduduk di atas, dapat terlihat daerah mana saja yang memiliki populasi manusia terbanyak hingga paling sedikit. Dalam hal ini, Kecamatan Muncar menduduki peringkat pertama dalam jumlah penduduk. Padahal, luas wilayah Kecamatan Muncar ini tidak terlalu besar dibandingkan Kecamatan Tegaldlimo, Pesanggaran, maupun Kalipuro. Begitu pula dengan Kecamatan UNIVERSITAS INDONESIA
41
Banyuwangi yang memiliki penduduk terbanyak kedua sekabupaten. Luas wilayah Kecamatan Banyuwangi ini juga dapat dikatakan sangat kecil bila dibandingkan kecamatan lain. Namun, hal tersebut dapat dimaklumi karena Kecamatan Banyuwangi merupakan ibukota Kabupaten Banyuwangi. Meskipun demikian, kepadatan penduduk tertinggi diraih oleh Kecamatan Banyuwangi, yaitu 3.651 jiwa/km². Kecamatan Muncar tidak memperoleh kepadatan penduduk dengan angka tinggi disebabkan luas wilayah Kecamatan Muncar yang tidak sekecil Kecamatan Banyuwangi walaupun jumlah penduduk tinggi. Bila dilihat dari segi pertumbuhan penduduk, Kabupaten Banyuwangi memiliki persentase pertumbuhan penduduk sebesar 0,44% pada tahun 2000 hingga 2010. Akan tetapi, pada tahun 2010 hingga 2013 angka pertumbuhan penduduk terlihat menurun menjadi 0,40%. Hal tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Banyuwangi tidak terjadi lonjakan penduduk dan angka kelahiran masih dapat ditekan. Lebih rinci lagi, jika melihat komposisi umur penduduknya Kabupaten Banyuwangi masih tergolong kelompok penduduk muda. Hal ini disebabkan kelompok usia nonproduktif masih relatif tinggi. Perbandingan lakilaki dan perempuan juga menandakan adanya indikasi bahwa angka harapan hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan angka harapan hidup laki-laki. Hal tersebut terlihat dari perbedaan yang mencolok antara jumlah laki-laki dan perempuan yang berbeda jauh pada usia >65 tahun.
UNIVERSITAS INDONESIA
42
Gambar 3.3 Piramida Penduduk
Di lain pihak, penduduk usia kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas. Menurut data BPS, jumlah penduduk terakhir yang berada dalam usia kerja sebanyak 1.187.185 orang. Namun, dari banyaknya jumlah penduduk usia kerja, hanya 95,31% penduduk yang bekerja. Meskipun persentase tersebut dapat dikatakan tinggi, tetapi tingkat pengangguran dari tahun 2012 ke 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
43
meningkat menjadi 4,69%. Padahal, pada tahun 2011 ke 2012 tingkat pengangguran menurun dari 3,71% menjadi 3,40%. Bila dipisah berdasarkan jenis kelamin, jumlah pekerja laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan pekerja perempuan. Hal tersebut dibuktikan dengan jumlah pekerja laki-laki sebanyak 492.768 orang, sedangkan jumlah pekerja perempuan sebanyak 332.340 orang. Tidak hanya itu, laki-laki juga masih mendominasi berdasarkan jumlah pengangguran. Angka pengangguran laki-laki sebanyak 26.500 orang, sedangkan jumlah pengangguran perempuan adalah 14.139 orang.
Tabel 3.2 Data Ketenagakerjaan
UNIVERSITAS INDONESIA
44
Dari segi pendidikan pekerja, dapat terlihat bahwa sebagian besar pekerja di Kabupaten Banyuwangi memiliki pendidikan terakhir lulusan sekolah dasar, yaitu 271.231 orang. Urutan berikutnya adalah lulusan sekolah menengah pertama dengan perolehan angka sebesar 179.977 orang. Hal tersebut berbeda jauh dengan lulusan sekolah menengah atas ataupun perguruan tinggi. Pekerja yang menampatkan penddikan hingga perguruan tinggi dapat terbilang sedikit walaupun perbedaan dengan sekolah menengah atas tidak terlalu jauh. Mungkin, sedikitnya universitas swasta dan tidak adanya universitas negeri di Kabupaten Banyuwangi membuat masyarakatnya jarang ada yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Tabel 3.3 Data Angkatan Kerja beserta Pendidikan Terakhir
UNIVERSITAS INDONESIA
45
Lebih mendalam lagi, tenaga kerja di Kabupaten Banyuwangi terbagi ke dalam beberapa sektor. Lapangan usaha yang digeluti masyarakat Banyuwangi adalah sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan, sektor pertambangan, sektor industri pengolahan, sektor listrik, air, dan gas, sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor transportasi dan komunikasi, sektor perbankan dan jasa, serta sektor perorangan. Pengambilan data yang diambil pada bulan Agustus 2013 ini menempatkan sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan sebagai sektor yang paling banyak digeluti oleh masyarakat Banyuwangi. Sebaliknya, sektor listrik, air, dan gas berada di urutan terakhir sektor yang paling sedikit digeluti masyarakat Banyuwangi. Secara keseluruhan, laki-laki juga mendominasi dari banyaknya jenis kelamin yang bekerja. Akan tetapi, ada beberapa sektor yang perempuan mendominasi dalam hal jumlah pekerja, yaitu sektor industri pengolahan dan perdagangan.
Tabel 3.4 Data Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin
UNIVERSITAS INDONESIA
46
3.4 3.4.1
Sosial Pendidikan Dalam hal ini, pendidikan dapat diartikan sebagai kegiatan belajar
mengajar dalam berbagai tingkatan, baik formal maupun nonformal. Pada tahun 2012, jumlah Taman Kanak-kanak (TK) di Kabupaten Banyuwangi adalah 744 unit. Kemudian, jumlah jenjang berikutnya pada Sekolah Dasar (SD) adalah 816 unit. Sementara itu, jumlah Sekolah Menengah Pertama (SMP) ada 159 unit. Lebih sedikit dari SMP, jumlah Sekolah Menengah Atas adalah 48 unit. Hal yang tidak jauh berbeda juga ditunjukkan oleh jumlah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berjumlah 45 unit. Selain itu, jumlah Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2012 berturut-turut adalah 232, 87, dan 35 unit. Angka partisipasi sekolah di Kabupaten Banyuwangi juga menarik untuk dilihat berdasarkan perbedaan rentang usia. Perbedaan rentang usia dibedakan menjadi tiga, yaitu 7—12, 13—15, dan 16—18. Pada rentang usia 7—12, persentase partisipasi sekolah sebanyak 99,18%. Jumlah tersebut tergolong ke dalam jumlah yang tinggi. Dapat dikatakan, hanya sebagian kecil saja siswa rentang usia tersebut yang tidak sekolah apalagi pendidikan dasar memang sangat dibutuhkan anak. Selanjutnya, angka partisipasi sekolah rentang usia 13—15 adalah 93,26%. Meskipun angka tersebut terlihat menurun, tetapi penurunan yang terjadi tidak terlalu besar. Hal yang mengejutkan terdapat pada tingkat partisipasi sekolah rentang usia 16—18 yang hanya 58,98%. Perbedaan dari rentang sebelumnya tergolong tinggi dan drastis. Hal ini menandakan bahwa tingkat pasrtisipasi sekolah pada tingkat SMA tergolong rendah dibandingkan SD yang hampir mencapai 100%.
UNIVERSITAS INDONESIA
47
Tabel 3.5 Data Partisipasi Sekolah
3.4.2
Kesehatan Dalam publikasi Kabupaten Banyuwangi Dalam Angka, statistik kesehatan
yang dicakup adalah fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, dan kasus penyakit. Data terkait fasilitas kesehatan di Kabupaten Banyuwangi meliputi jenis dan jumlah fasilitas kesehatan. Jenis fasilitas kesehatan yang terdapat di Kabupaten Banyuwangi adalah rumah sakit, rumah bersalin, Puskesmas, Posyandu, klinik atau balai kesehatan, dan poli desa. Jumlah terbanyak dari fasilitas kesehatan adalah Posyandu. Jenis fasilitas kesehatan ini mencapai 2.250 unit. Hal tersebut berbanding terbalik dengan jenis fasilitas lainnya yang hanya berjumlah puluhan. Fasilitas kesehatan yang tidak berjumlah puluhan adalah poli desa. Jumlah poli desa ini adalah 123 unit. Sementara itu, jumlah Puskesmas di Kabupaten Banyuwangi adalah 45 unit. Dua jenis fasilitas yang paling sedikit jumlahnya adalah rumah sakit sebanyak tiga belas unit dan rumah bersalin sebanyak dua unit.
UNIVERSITAS INDONESIA
48
Tabel 3.6 Data Fasilitas Kesehatan
Tenaga medis di Kabupaten Banyuwangi juga dapat dikatakan masih sedikit bila melihat jumlah penduduk. Tenaga medis dalam data dibagi berdasarkan tenaga medis dan tenaga nonmedis. Tenaga medis terdiri atas dokter, perawat, bidan, dan farmasi atau apoteker. Berbeda dari hal tersebut, profesi yang
UNIVERSITAS INDONESIA
49
termasuk tenaga nonmedis adalah ahli gizi, teknisi medis, sanitasi, dan kesehatan masyarakat. Data ini memperlihatkan masih kurangnya tenaga medis maupun nonmedis di daerah ini. Hal tersebut terlihat dari jumlah dokter yang berjumlah 231 orang di seluruh kecamatan. Bahkan, jumlah bidan melebihi dua kali jumlah dokter. Jumlah bidan sendiri adalah 537 orang. Perawat juga terhitung banyak dengan perolehan 477 orang. Namun, tenaga nonmedis masih sangat kurang terpenuhi di seluruh daerah. Hal ini disebabkan banyak kecamatan yang tidak mempunyai tenaga nonmedis. Terlebih lagi, jumlah dokter spesialis di Kabupaten Banyuwangi juga masih sedikit dibandingkan dokter umum maupun dokter gigi. Tabel 3.7 Data Tenaga Medis dan Nonmedis
UNIVERSITAS INDONESIA
50
Dari segi penyakit, terdapat data terkait jumlah kasus penyakit terbanyak di Kabupaten Banyuwangi tahun 2013. Penyakit tersebut adalah infeksi akut lain pada saluran pernapasan bagian atas, tukak lambung dan usus dua belas jari, radang sendir serupa rematik, penyakit kulit alegi, penyakit tekanan darah tinggi, penyakit lain pada saluran pernapasan bagian atas, penyakit kulit infeksi, diare, influenza, serta gingfitis dan penyakit periodontal. Urutan penyebutan nama penyakit tersebut sudah berdasarkan jenis penyakit yang memiliki jumlah kasus terbanyak mulai dari awal. Infeksi akut lain pada saluran pernapasan bagian atas menjadi permasalahan utama di bidang kesehatan. Jumlah kasusnya juga berbeda jauh dengan penyakit tukak lambung dan usus dua belas jari yang menduduki posisi kedua tertinggi. Jumlah kasus penyakit infeksi akut lain pernapasan bagian atas sebanyak 101.217 kasus, sedangkan penyakit tukak lambung dan usus dua belas jari sebanyak 32.983 kasus. Dalam hal ini, perlu adanya perhatian yang besar dan khusus terhadap penyakit tertinggi tersebut. Tabel 3.8 Data Kasus Penyakit
UNIVERSITAS INDONESIA
51
3.4.3
Sosial Lain Hal yang termasuk ke dalam aspek sosial lain adalah bahasan tentang
agama yang dianut masyarakat Kabupaten Banyuwangi. Sesuai dengan UndangUndang (UUD), agama yang diakui pemerintah Indonesia, yaitu Islam, Protestan, Katolik, Hindu, dan Budha. Meskipun demikian, dari data yang ada terdapat kolom lainnya di luar dari lima agama yang telah disebutkan. Agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat Banyuwangi adalah Islam dengan penganut sebanyak 1.538.962 orang. Berikutnya, agama dengan penganut terbanyak kedua adalah Budha dengan jumlah penganut sebanyak 38.303 orang. Kemudian, urutan selanjutnya ada Protestan dengan penganut 23.394 orang, Katolik dengan penganut 11.336 orang, dan Hindu dengan penganut 10.486 orang. Tidak hanya itu, kolom lainnya selain dari lima agama yang diakui pemerintah juga memiliki jumlah yang tidak sedikit, yaitu 680 orang. Penganut agama selain yang telah disebutkan paling banyak berada di Kecamatan Rogojampi. Tabel 3.9 Data Penduduk dan Agama
UNIVERSITAS INDONESIA
52
3.5
Transportasi Statistik transportasi yang pertama akan dibahas adalah panjang jalan
menurut kondisi jalan di Kabupaten Banyuwangi. Kondisi jalan diklasifikasikan ke dalam empat jenis, yaitu baik, sedang, rusak, dan rusak berat. Kondisi jalan yang terbanyak adalah jenis jalan baik. Hal ini merupakan hal positif yang dapat berdampak ke dalam beberapa sisi. Tidak hanya pertumbuhan ekonomi, mobilitas sosial, pariwisata, dan lain sebagainya juga pasti akan meningkat dengan adanya jalan yang baik ini. Terlebih lagi, jalan rusak dan rusak berat tidak terlalu banyak dibandingkan jalan sedang. Bisa dibilang, sebagian besar kondisi jalan adalah baik. Maka dari itu, tidak mengherankan bila Kabupaten Banyuwangi dapat berkembang dan menjadi salah satu kabupaten yang maju di Jawa Timur.
Tabel 3.10 Data Kondisi Jalan
Dengan adanya jalan yang tergolong baik tersebut membuat banyak kendaraan dapat melewati wilayah Banyuwangi ini. Hal yang akan diliat terkait keadaan tersebut ialah jenis dan jumlah kendaraan di Kabupaten Banyuwangi. UNIVERSITAS INDONESIA
53
Jenis kendaraan yang dapat dijumpai di daerah ini adalah sedan, jeep, station wagon, bus, pick up, truck, sepeda motor, alat besar atau berat, dan lainnya. Sembilan jenis kendaraan tersebut bila dibedakan berdasarkan jumlahnya menempatkan sepeda motor sebagai kendaraan yang paling banyak digunakan masyarakat Banyuwangi. Imbas dari kondisi jalan yang baik terlihat dari adanya peningkatan jumlah kendaraan di Banyuwangi dari tahun 2010—2013. Pada tahun 2010, jumlah kendaraan sebanyak 384.669. Tahun berikutnya, yaitu tahun 2011 kendaraan berjumlah 377.579. Peningkatan yang besar ditunjukkan pada tahun 2012 dengan jumlah kendaraan 530.444 dan diikuti peningkatan lagi pada tahun 2013 sebesar 568.146. Tabel 3.11 Data Jenis Kendaraan
UNIVERSITAS INDONESIA
54
3.6
Pariwisata Berbeda dengan aspek sebelumnya, aspek pariwisata yang di data adalah
jumlah pengunjungnya. Jumlah pengunjung ini didapat dari wisatawan domestik maupun mancanegara yang menginap di hotel. Untuk itu, keterangan jumlah hotel juga perlu dijelaskan. Kabupaten Banyuwangi sendiri mempunyai hotel berbintang sebanyak dua unit dan hotel tidak berbintang sebanyak 68 unit pada tahun 2013. Meskipun hanya memiliki sedikit hotel berbintang, tetapi hal tersebut tidak menyurutkan wisatawan lokal maupun asing untuk datang ke daerah ini. Hal tersebut diketahui dari banyaknya wisatawan domestik dan mancanegara yang mengunjungi Banyuwangi. Berdasarkan data, jumlah wisatawan pada tahun 2013 lebih tinggi dibandingkan jumlah wisatawan tahun 2012. Wisatawan domestik yang terhitung pada tahun 2013 sebanyak 496.304 orang, sedangkan jumlah wisatawan mancanegara sebanyak 50.244 orang. Tabel 3.12 Jumlah Wisatawan Domestik dan Mancanegara
UNIVERSITAS INDONESIA
55
BAB 4 BAHASAN PETA
4.1
Pengantar Seperti yang telah dijelaskan pada bab pertama, penelitian ini mempunyai
beberapa tahapan yang harus dilakukan peneliti untuk menemukan hasil yang diinginkan. Beberapa tahapan tersebut mempunyai peran masing-masing yang dapat menunjang data. Setelah data sudah selesai diambil, tahapan berikutnya adalah memasukkan data ke dalam peta dasar. Data tersebut disebut berian dan dikelompokkan dengan menggunakan pelambang. Berian yang sama akan dilambangkan dengan simbol yang sama. Di samping itu, berian yang mempunyai kemiripan fonetis juga akan dilambangkan dengan simbol atau pelambang serupa. Akan tetapi, perbedaan berian yang mempunyai kemiripan fonetis dengan berian yang sama ada pada bentuk pelambangnya. Berian yang mempunyai kemiripan fonetis menggunakan pelambang yang sejenis dengan sedikit perbedaan, sedangkan berian yang sama menggunakan pelambang yang sama dan tidak ada perbedaan. Pembeda berian yang mempunyai kemiripan fonetis ini dapat berupa perbedaan warna ataupun garis. Sebaliknya, jika berian berbeda, berian tersebut akan dilambangkan dengan menggunakan simbol yang berbeda pula. Berian berbeda tidak sama dengan berian yang mempunyai kemiripan fonetis. Berian berbeda lebih ke arah perbedaan bentuk pelambangnya. Berdasarkan kelompok etima, berian yang sama dapat disebut sebagai satu etima. Hampir sama dengan berian yang sama, berian yang mempunyai kemiripan fonetis juga dapat disebut sebagai satu etima, tetapi dengan adanya penambahan penyebutan jumlah pelambang. Misalnya, dalam satu glos terdapat berian yang mempunyai kemiripan fonetis berjumlah tujuh buah. Glos itu dapat disebut atau digolongkan ke dalam satu etima dengan tujuh pelambang. Perlu ditekankan, berian sama dengan berian yang mempunyai kemiripan fonetis itu tidak sama. Biasanya, berian yang mempunyai kemiripan fonetis terdapat perbedaan satu atau dua huruf dengan berian lainnya.
UNIVERSITAS INDONESIA
56
Bila berian berbeda penyebutan atau penggolongannya tergantung dari berapa banyak perbedaan beriannya. Misalnya, jika dalam satu glos terdapat empat perbedaan berian, maka dapat disebut sebagai empat etima. Biasanya, berian sama atau satu etima hanya akan dilsimbolkan dengan menggunakan satu pelambang. Jika berian mirip, pelambang yang akan dipakai mempunyai satu jenis yang sama dengan adanya sedikit perbedaan dalam hal warna atau garis. Misalnya, jenis yang sama-sama dipakai adalah kotak. Pelambang kotak antara berian yang memiliki kemiripan fonetis akan mempunyai perbedaan, seperti kotak putih, kotak abu-abu, kotak hitam, atau kotak bertanda silang di bagian tengahnya. Kemudian, berian berbeda akan dilambangkan dengan bentuk yang berbeda. Misalnya, ada yang berbentuk kotak, segitiga, hati, dan sebagainya. Penggolongan berdasarkan etima tersebut dapat memberikan gambaran mengenai variasi bahasa beserta persebarannya di masyarakat. Tidak hanya itu, penggolongan etima ini juga dapat memberikan gambaran mengenai bahasabahasa yang dipakai oleh masyarakat. Dalam hal ini, satu wilayah bisa saja tidak memakai satu bahasa yang sama. Pemakaian bahasa yang berbeda tersebut bisa saja disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang paling sering terjadi adalah banyaknya pendatang yang bermukim di daerah tersebut. Penggolongan ini juga dapat bermanfaat untuk dapat melangkah ke tahapan selanjutnya, yaitu berkas isoglos dan penghitungan dialektometri. Berkas isoglos dan penghitungan dialektometri dapat menjadi penentu batas daerah pakai antara satu dialek dengan dialek yang lain atau satu bahasa dengan bahasa yang lain. Penggunaan berkas isoglos dan penghitungan dialektometri tersebut akan memperlihatkan perbedaan antara satu titik dengan titik yang lain secara jelas dan akurat. Dengan begitu, peta bahasa yang berjumlah 271 peta yang terdiri atas 200 kosakata dasar Swadesh dan 71 kosakata budaya dasar bidang peralatan dan perlengkapan ini akan terlihat perbedaan maupun persamaannya antara satu titik dengan titik yang lain. Selain itu, peta yang akan dibuat adalah peta jaring laba-laba berdasarkan penghitungan dialektometri. Namun, sebelum melangkah lebih jauh, pada bab ini akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai penggolongan data berdasarkan kelompok etima.
UNIVERSITAS INDONESIA
57
4.2
Bahasan Isoglos Peta bahasa yang berjumlah 271 peta yang terdiri atas 200 kosakata dasar
Swadesh dan 71 kosakata budaya dasar bidang peralatan dan perlengkapan ini mempunyai total 10 kelompok etima. Kelompok tersebut adalah satu etima, dua etima, tiga etima, empat etima, lima etima, enam etima, tujuh etima, delapan etima, sembilan etima, dan dua belas etima. Meskipun demikian, jika dibedakan antara kosakata umum dengan kosakata peralatan dan perlengkapan, maka kosakata peralatan dan perlengkapan hanya mempunyai 8 kelompok etima, yaitu satu etima, dua etima, tiga etima, empat etima, lima etima, enam etima, tujuh etima, dan sembilan etima, sedangkan kosakata umum memiliki 10 kelompok etima. Kelompok etima tersebut masih terbagi lagi menjadi beberapa jenis kelompok. Jenis kelompok ini dibedakan berdasarkan jumlah pelambang. Pada kosakata umum, dari 10 kelompok etima terdapat 47 jenis kelompok pelambang, sedangkan pada kosakata peralatan dan perlengkapan dari 8 kelompok etima terdapat 31 jenis kelompok pelambang. Untuk lebih jelasnya, penjelasan akan dipaparkan menurut kelompok etima.
4.2.1
Kosakata Satu Etima Kosakata satu etima ini mempunyai total 35 glos. Jumlah tersebut
merupakan akumulasi dari lima kelompok etima, yaitu kosakata satu etima, dua etima, tiga etima, empat etima, dan lima etima. Setiap kosakata satu etima ini memiliki jumlah glos yang berbeda-beda tergantung pada jumlah pelambangnya. Pada kelompok kosakata umum Swadesh satu etima dengan satu pelambang mempunyai tujuh glos. Hal tersebut dapat terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.1 Kosakata Umum Swadesh Satu Etima Satu Pelambang
No 1 2 3 4 5
No. Peta 6 43 89 99 149
Glos ANGIN BURUNG HUTAN JANTUNG PANAS
Pelambang
Berian [aɳIn] [manƱɁ] [alas] [jantƱɳ] [panas]
Daerah Pakai 1 s/d 24 1 s/d 24 1 s/d 24 1 s/d 24 1 s/d 24
UNIVERSITAS INDONESIA
58
6 7
181 183
[taɳan] [kandәl]
TANGAN TEBAL
1 s/d 24 1 s/d 24
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa tujuh kosakata tersebut mempunyai penyebutan atau pelafalan yang sama di semua kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Meskipun demikian, jumlah kosakata umum Swadesh satu etima dengan satu pelambang tersebut tergolong ke dalam jumlah yang sedikit dibandingkan jumlah kosakata kelompok lainnya. Hal ini menandakan bahwa hubungan kebahasaan antardaerah di Kabupaten Banyuwangi tidak cukup kuat atau dekat. Hal ini dapat disebabkan faktor geografis Kabupaten Banyuwangi yang termasuk ke dalam kabupaten yang luas. Di lain pihak, kosakata bidang peralatan dan perlengkapan memiliki jumlah satu etima dengan satu pelambang yang
lebih
sedikit
dibandingkan
sebelumnya.
Kosakata
peralatan
dan
perlengkapan satu etima dengan satu pelambang ini hanya terbatas pada kata benda. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan tabel di bawah ini.
Tabel 4.2 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Satu Etima Satu Pelambang
No 1 2 3
No. Peta 31 54 59
Glos KASUR PISAU SENDOK
Pelambang
Berian [kasƱr] [ladIɳ] [sendok]
Daerah Pakai 1 s/d 24 1 s/d 24 1 s/d 24
Selanjutnya, kosakata satu etima ada pula dengan dua pelambang, baik pada kosakata umum Swadesh maupun kosakata peralatan dan perlengkapan. Perbedaan di antara kedua kosakata tersebut terletak pada jumlah kata yang mengandung satu etima dengan dua pelambang. Pada kosakata umum Swadesh jumlah kata yang merupakan satu etima dengan dua pelambang sebanyak tiga kata, sedangkan jumlah kosakata peralatan dan perlengkapan yang tergolong satu etima dengan dua pelambang sebanyak dua kata. Hal tersebut terlihat pada tabel di bawah ini.
UNIVERSITAS INDONESIA
59
Tabel 4.3 Kosakata Umum Swadesh Satu Etima Dua Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
35
BINTANG
2
154
PERAS
3
176
TAHUN
Pelambang
Berian [bintaɳ] [lintaɳ] [pәrәs] [mәrәs] [tahun] [taƱn]
Daerah Pakai 4, 12, 13, 17, 18, 20 1-3, 5-11, 14-16, 19, 21-24 1, 2, 4-9, 13, 16-21, 23, 24 3, 10-12, 14, 15, 22 4, 15 1-3, 5-14, 16-24
Tabel kosakata umum Swadesh satu etima dengan satu pelambang di atas menunjukkan adanya variasi dalam pelafalan atau penyebutan glos tersebut. Dalam hal ini, terdapat dua variasi bahasa untuk mengungkapkan satu glos. Variasi ini diperlihatkan dengan adanya perbedaan pada bunyi awal dan tengah. Perbedaan bunyi awal terdapat pada BINTANG dan PERAS. Pada [bintaɳ], bunyi /b/ merupakan bunyi awal dari kata tersebut, sedangkan pada [lintaɳ] bunyi awalnya adalah /l/. Hampir sejenis dengan BINTANG, PERAS juga mempunyai perbedaan variasi pada bagian bunyi awal. Pelambang [pәrәs] mempunyai bunyi awal /p/, sedangkan [mәrәs] mempunyai bunyi awal /m/. Di sisi lain, variasi juga terlihat pada bunyi bagian tengah. Variasi ini muncul dengan menghilangkan satu bunyi /h/ dan menggantinya dengan bunyi /Ʊ/. Hal yang berbeda lagi ditunjukkan pada tabel kosakata peralatan dan perlengkapan satu etima dua pelambang di bawah ini.
Tabel 4.4 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Satu Etima Dua Pelambang
No
1
2
No. Peta
36
60
Glos
Pelambang
Berian
LAYAR
[layar] [lajәr]
SULING
[sƱlIɳ] [sƱlεɳ]
Daerah Pakai 1-11, 14, 15, 1924 12, 13, 17, 18 1-12, 14-17, 1924 13, 18
Berdasarkan tabel di atas, perbedaan bunyi ada yang hanya bunyi vokal pada bagian akhir, sedangkan perbedaan pada bagian tengah meliputi bunyi UNIVERSITAS INDONESIA
60
konsonan dan vokal. Perbedaan bunyi bunyi vokal pada bagian akhir adalah bunyi /I/ dengan bunyi /ε/. Kemudian perbedaan bagian tengah yang meliputi bunyi konsonan dan vokal terletak pada LAYAR. Bunyi konsonan /y/ mempunyai pembeda dengan bunyi /j/ dan bunyi vokal /a/ mempunyai pembeda dengan /ә/. Dalam hal ini, [lajәr] digunakan oleh empat daerah yang memang memakai bahasa Madura. Akan tetapi, [sƱlεɳ] hanya digunakan oleh dua daerah yang berbahasa Madura, sedangkan dua daerah lagi yang berbahasa Madura menyebut [sƱlIɳ] untuk kata SULING. Lalu, kosakata umum Swadesh maupun kosakata peralatan dan perlengkapan ada yang termasuk ke dalam satu etima dengan tiga pelambang. Berikut tabel kosakata satu etima dengan tiga pelambang.
Tabel 4.5 Kosakata Umum Swadesh Satu Etima Tiga Pelambang
No
1
No. Peta
1
Glos
ABU
Pelambang
Berian
Daerah Pakai
[abu] [awu]
7, 11-13, 17, 18 2-5, 6, 8-10, 14, 16, 19-24
[awaw]
1
[bәnar]
4 1-3, 5-11, 13-16, 1824
[bәnәr] 2
3
25
39
BENAR
BUNGA
[bәndәr] [kәmbaɳ]
12, 17 2, 4, 7, 9-12, 14, 1924
[kәmbyaɳ]
1, 3, 5, 6, 8, 15, 16
[kәmbәɳ]
13, 17, 18
[cacIɳ]
1-10, 14-17, 19-24
[caciɳ]
11
4
45
CACING
[cacεɳ]
12, 13, 18
5
78
GUNUNG
[gunuɳ]
4, 7, 14, 16 UNIVERSITAS INDONESIA
61
6
7
8
9
10
11
12
88
116
130
162
184
187
191
HUJAN
KUKU
LIMA
PUTIH
TELINGA
TERTAWA
TIGA
[gunƱɳ]
2, 12, 13, 17-24
[gƱnƱɳ]
1, 3, 5, 6, 8-11, 15
[hujan] [udan]
4 1-3, 5-11, 14-16, 1924
[ᴐjәn]
12, 13, 17, 18
[kuku]
2-11, 14-16, 19-24
[kƱkƱ]
12, 13, 17, 18
[kukaw] [limᴐ]
1 6, 7, 9, 10, 14, 15, 1924
[limᴐɁ]
1-5, 8, 11, 16,
[lemaɁ]
12, 13, 17, 18
[putih]
4, 7
[pƱtIh]
1-3, 5, 6, 8-21, 23
[putIh]
22, 24
[kopIɳ] [kƱpIɳ]
1, 6 2-5, 7-13, 15-21, 23, 24
[kupIɳ]
14, 22
[ɳguyu]
6, 7, 10, 14, 19-24
[gәmuyu]
1-5, 8, 9, 11, 15, 16
[a gәlәɁ]
12, 13, 17, 18
[tәlu]
2-11, 14-16, 19-24
[tәlaw]
1
[telᴐk]
12, 13, 17, 18 UNIVERSITAS INDONESIA
62
13
14
193
199
TIPIS
ULAR
[tipis]
2, 5, 7, 8, 10, 11, 14, 16, 22
[tipIs]
6, 9, 15, 19-21, 23, 24
[tIpIs] [ulᴐ]
1, 3, 4, 12, 13 3-7, 9, 10, 14-16, 1924
[ulᴐɁ]
1, 2, 8, 11,
[ᴐlar]
12, 13, 17, 18
Dilihat dari karakteristik kemunculannya, terdapat beberapa kata yang hanya diujarkan oleh satu daerah, yaitu Kecamatan Glagah. Kata tersebut adalah [awaw], [kukaw], dan [tәlaw]. Adanya [aw] mempunyai kesamaan dengan bunyi /u/ pada [abu], [kuku], dan [tәlu]. Dalam hal ini, Kecamatan Glagah merupakan daerah penduduk asli Using dan daerah yang mengaku penduduk Using tidak hanya di Kecamatan Glagah. Namun, daerah lain yang memang penduduk Using tidak menggunakan [aw] di bagian belakang kata. Kasus lain terdapat pada kosakata peralatan dan perlengkapan satu etima dengan tig pelambang. Di bawah ini tabel kosakata peralatan dan perlengkapan satu etima dengan tiga pelambang.
Tabel 4.6 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Satu Etima Tiga Pelambang
No
1
No. Peta
6
Glos
BANTAL
Pelambang
Berian [bantal] [byantal] [bәntal]
2
11
CANGKIR
[cIɳkIr] [caɳkεr] [caɳkIr] [kәranjaɳ] [kәranjәɳ]
3 4
33 53
KERANJANG PIRING
[kranjaɳ] [pIrIɳ]
Daerah Pakai 2, 4, 7-11, 14-16, 19-24 1, 2, 5, 6 12, 13, 17, 18 1-11, 14-16, 1924 12, 13, 18 17 2, 11, 15, 16 4, 12, 17, 18 3, 5-10, 13, 14, 19-22, 24 1-11, 14-17
UNIVERSITAS INDONESIA
63
[pirIɳ] [perεɳ]
19-24 12, 13, 18
Pada tabel di atas terdapat perubahan bunyi dan penghilangan bunyi. Perubahan bunyi ini ditunjukkan dengan berubahnya bunyi /i/ dengan bunyi /e/ pada [pirIŋ] dengan [perεŋ]. Selain itu, ada pula perubahan bunyi /I/ dengan /a/ pada [cIŋkIr] dengan [caŋkIr]. Lain halnya dengan KERANJANG yang tedapat penghilangan bunyi vokal pada bagian awal. Bunyi vokal yang hilang adalah /ә/ pada [kәranjaŋ] menjadi [kranjaŋ]. Berikutnya, ada pula kosakata umum Swadesh yang termasuk satu etima empat pelambang. Di bawah ini tabel kosakata umum Swadesh satu etima empat pelambang.
Tabel 4.7 Kosakata Umum Swadesh Satu Etima Empat Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
13
AYAH
2
48
DAGING
3
118
KUNING
4
121
LANGIT
5
179
TALI
Pelambang
Berian [byapaɁ] [bapaɁ] [әpaɁ] [paɁ] [dagIɳ] [dәgiɳ] [ndәgiɳ] [dagiɳ] [kuniɳ] [kƱnIɳ] [kƱnεɳ] [kunIɳ] [laɳIt] [laɳIk] [laɳεɁ] [laɳɳek] [tali] [tale] [talεh] [talay]
Daerah Pakai 1-3, 6, 8, 11, 15, 16 4, 5, 7, 9, 10, 14, 19-24 12, 13 17, 18 1-10, 14-16, 19-24 12, 17, 18 13 11 4 1-3, 5, 6, 8-11, 13, 16-18, 23 12 7, 14, 15, 19-22, 24 1-11, 14-16, 19-24 13, 18 12 17 2-11, 14-16, 19-24 12 13, 17, 18 1
UNIVERSITAS INDONESIA
64
Sejenis dengan perubahan bunyi sebelumnya, dari tabel di atas terdapat satu kata yang hanya dipakai di satu daerah. Namun, perubahan bunyi yang terjadi berbeda dari sebelumnya. Dalam hal ini, bunyi /i/ pada [tali] berubah menjadi [ay] pada [talay]. Selain itu, pada AYAH juga terdapat kekhasan penyebutan dengan adanya sisipan bunyi /y/, seperti [byapaɁ] dari [bapaɁ]. Lalu, ada pula perubahan bunyi /a/ pada [dagiŋ] menjadi /ә/ pada [dәgiŋ]. Tidak hanya itu, perubahan bunyi /a/ menjadi /ә/ juga terdapat pada AYAH. Hal yang membedakan perubahan bunyi /a/ dan /ә/ pada AYAH dengan DAGING adalah tidak ada penghilangan bunyi. Pada AYAH terdapat penghilangan bunyi /b/ sehingga dari [bapaɁ] menjadi [әpaɁ]. Kemudian, kosakata umum Swadesh juga memiliki satu etima dengan lima pelambang. Berikut tabel kosakata umum Swadesh satu etima dengan lima pelambang.
Tabel 4.8 Kosakata Umum Swadesh Satu Etima Lima Pelambang
No
No. Peta
Glos
Pelambang
Berian [ bulan] [bulan] [bulәn] [wulan] [ulan] [bulu] [buluh] [ulu] m
1
37
BULAN
2
38
BULU
3
68
EKOR
4
117
KULIT
[wulu] [wulaw] [buntut] [buntok] [buntƱk] [buntƱt] [bƱntƱt] [kulit] [kulIt] [kƱlIt]
Daerah Pakai 14, 19-21, 23, 24 4, 9, 11, 17, 22 12, 13, 18 2, 10, 15, 16 1, 3, 5-8 4, 12, 17, 18 13 22-24 2, 3, 5-11, 14-16, 1921 1 14 12, 13, 18 17 3, 19-21, 23, 24 1, 2, 4-11, 15, 16, 22 4, 9, 14, 15 7, 19, 20, 24 1, 3, 5, 6, 8, 10, 11, 17, 21-23
UNIVERSITAS INDONESIA
65
[kƱlεt] [kƱlεɁ] [sapa] [sapah] [sᴐpᴐɁ]
5
6
172
81
2, 17 12, 13, 18 12, 17 13, 18 1-3, 8, 16 7, 9-11, 14, 15, 1924 4 4, 7, 8, 11, 15, 2, 3, 5, 6, 9, 10, 14, 16, 19-24 12, 17 13, 18 1
[sᴐpᴐ] [ᴐpᴐ] [hati]
SIAPA
[ati] [atε] [atεh] [atay]
HATI
Tabel di atas memperlihatkan adanya penghilangan bunyi, penambahan bunyi, dan perubahan bunyi. Penghilangan bunyi ditunjukkan pada BULAN, BULU, SIAPA, dan HATI. Dari empat kata tersebut, pola penghilangan bunyinya sama, yaitu menghilangkan bunyi konsonan pada bagian awal menjadi [ulan], [ulu], [ᴐpᴐ], dan [ati]. Meskipun demikian, terdapat pula penambahan bunyi konsonan /m/ dan /h/. Penambahan ini terjadi pada bagian awal atau akhir, seperti [mbulan], [buluh], [sapah], dan [atεh]. Perubahan bunyi juga terjadi pada EKOR dengan adanya perubahan bunyi konsonan bagian akhir yang diikuti perubahan bunyi vokal yang berada di di depannya. Adanya perubahan konsonan /t/ menjadi /k/ dan perubahan vokal /u/ menjadi /o/ pada [buntut] dengan [buntok]. Di lain pihak, kosakata peralatan dan perlengkapan mempunyai satu etima dengan tujuh pelambang. Berikut kosakata satu etima dengan tujuh pelambang yang terdapat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4. 9 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Satu Etima Tujuh Pelambang
No
1
No. Peta
61
Glos
SUMPIT
Pelambang
Berian [sumpit] [sƱmpIt] [sƱpIt]
Daerah Pakai 4, 7, 13 2, 5, 9, 10, 16, 17, 19, 21, 24 8, 15
UNIVERSITAS INDONESIA
66
[cupIt] [sәpIt] [jәpIt] [japIt]
20, 22 3, 6 11 14
Dalam hal ini, pelambang yang digunakan sebanyak tujuh. Hal tersebut menandakan bahwa variasi bahasa yang muncul di masyarakat sangat beragam, tetapi masih tergolong dalam satu etima. Hal ini disebabkan semua kosakata tersebut masih mempunyai bentuk yang mirip. Bentuk mirip tersebut ditandai pada bagian belakang. Sementara itu, perubahan yang terjadi terletak pada bagian depan dengan adanya perubahan bunyi konsonan maupun vokal. Perubahan bunyi konsonan terlihat dari berubahnya bunyi /s/ menjadi bunyi /c/ dan /j/. Untuk perubahan bunyi /s/ yang menjadi /c/, bunyi vokal yang mengikuti konsonan tersebut tidak berubah. Namun, pada perubahan bunyi /s/ menjadi /j/, bunyi vokal yang mengikuti konsonan tersebut ikut berubah. Perubahan bunyi vokal tersebut dari bunyi /u/ menjadi /ә/. Meskipun begitu, terdapat pula bunyi /s/ yang juga diikuti oleh vokal /ә/, yaitu [sәpIt]. Berikutnya, kosakata peralatan dan perlengkapan ada yang tergolong satu etima dengan delapan pelambang. Di bawah ini tabel yang menunjukkan adanya kosakata peralatan dan perlengkapan satu etima dengan delapan pelambang.
Tabel 4.10 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Satu Etima Delapan Pelambang
No
1
No. Peta
23
Glos
GERGAJI
Pelambang
Berian [gәrgaji] [gәrgaje] [gәraji] [graji] [grәji] [rәgaji] [rәgajIh] [jәrgәjIh]
Daerah Pakai 2, 4, 6, 9, 12 3 10 7, 14-16, 19-21, 23, 24 13, 18, 22 8, 11 1, 5 17
UNIVERSITAS INDONESIA
67
Bentuk variasi bahasa yang muncul dari tabel di atas adalah adanya penghilangan bunyi vokal bagian awal dan bunyi konsonan pada bagian tengah. Bunyi vokal bagian awal yang hilang adalah /ә/, sedangkan bunyi konsonan bagian tengah yang hilang adalah /g/. Hal tersebut terlihat dari [gәrgaji] menjadi [graji]. Hal ini bisa saja terjadi disebabkan [gәrgaji] tergolong kata yang panjang sehingga masyarakat memendekkannya menjadi [gәraji] agar mudah dan singkat. Selain itu, ada pula pergantian posisi bunyi konsonan bagian awal dengan bunyi konsonan bagian tengah. Bunyi konsonan yang berubah posisi adalah /r/ dan /g/. Hal tersebut terlihat pada [gәraji] menjadi [rәgaji]. Tidak hanya itu, pada [rәgaji] juga terdapat penambahan bunyi konsonan dan perubahan bunyi vokal bagian akhir. Bunyi konsonan yang bertambah adalah /h/ dengan adanya perubahan ketegangan bunyi vokal /i/ menjadi /I/. Hal tersebut terlihat pada [rәgaji] menjadi [rәgajIh].
4.2.2
Kosakata Dua Etima Beralih kepada kosakata dua etima, kosakata umum Swadesh maupun
kosakata peralatan dan perlengkapan sama-sama mempunyai dua etima dengan jumlah pelambang mencapai tujuh. Akan tetapi, kosakata umum Swadesh juga mempunyai dua etima dengan pelambang mencapai sepuluh. Berikut kosakata umum Swadesh yang termasuk ke dalam dua etima dengan dua pelambang.
Tabel 4.11 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Dua Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
18
BANYAK
2
20
BARU
3
64
DIRI (BER)
4
125
LELAKI
5
143
MULUT
Pelambang
Berian [bәɲak] [akεh] [baru] [aɲar] [ɳadәk] [manjәɳ] [lanaɳ] [lakεɁ] [caɳkәm] [cᴐlᴐk]
Daerah Pakai 12, 13, 17, 18 1-11, 14-16, 19-24 4 1-3, 5-24 1-11, 14-16, 19-24 12, 13, 17, 18 1-11, 14-16, 19-24 12, 13, 17, 18 1-11, 14-16, 19-24 12, 13, 17, 18
UNIVERSITAS INDONESIA
68
6
156
PERUT
7
127
LICIN
8
112
KEPALA
9
69
EMPAT
10
63
DINGIN
11
53
DAUN
[wәtәɳ] [tabuk] [lIcIn] [luɲu] [cәtak] [әndas] [әmpaɁ] [papat] [cәllәp] [adәm] [ndәun] [gᴐdᴐɳ] [tanah]
12
180
[lәmah]
TANAH
1-11, 14-16, 19-24 12, 13, 17, 18 12, 13, 17, 18 1-11, 14-16, 19-24 12, 13, 17, 18 1-11, 14-16, 19-24 12, 13, 17, 18 1-11, 14-16, 19-24 12, 13, 17, 18 1-11, 14-16, 19-24 12, 13, 17, 18 1-11, 14-16, 19-24 4, 6, 12,13 17, 18, 22 1-3, 5, 7-11, 1921, 23, 24
Dengan adanya kosakata yang termasuk ke dalam dua etima dengan dua pelambang, dapat dikatakan bahwa terdapat dua perbedaan bahasa. Dalam hal ini, kelompok etima yang memiliki jumlah terbanyak adalah kelompok dua etima dengan 76 kosakata umum Swadesh dan 18 kosakata peralatan dan perlengkapan. Jumlah tersebut merupakan akumulasi dari perolehan kelompok dua etima dari kosakata umum Swadesh maupun kosakata peralatan dan peralatan dengan pelambang mencapai sepuluh. Hal tersebut dapat memperlihatkan bahwa di Kabupaten Banyuwangi memiliki kecenderungan dua bahasa yang berbeda. Dua bahasa tersebut adalah bahasa Jawa dan bahasa Madura. Hal tersebut terlihat pula pada tabel kosakata peralatan dan perlengkapan dua etima dengan dua pelambang di bawah ini.
Tabel 4.12 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Dua Etima Dua Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
12
CANGKUL
Berian [pacƱl] [landuk]
GELAS
[gәlәs] [lƱmƱr]
2
22
Pelambang
Daerah Pakai 1-11, 13-24 12 2-4, 6-14, 1624 1, 5, 15
UNIVERSITAS INDONESIA
69
3
44
PANCING
4
62
TALI PANCING
[pancIɳ] [palәsan] [sәnar] [ampәn]
WAJAN
[wajan] [bәjәn]
5
71
2-24, 1 1-11, 13-24 12 1-11, 14-16, 19-24 12, 13, 17, 18
Meskipun kosakata peralatan dan perlengkapan dua etima dengan dua pelambang di atas tidak memiliki jumlah sebanyak kosakata umum Swadesh, tetapi jumlah di atas tergolong ke dalam jumlah yang besar dibandingkan dengan kosakata peralatan dan perlengkapan lainnya. Jumlah terbanyak dalam kosakata peralatan dan perlengkapan adalah lima kata. Hal ini semakin memperkuat bahwa kecenderungan bahasa di Kabupaten Banyuwangi hanya ada dua, yaitu bahasa Jawa dan bahasa Madura. Namun, kosakata dua etima tidak hanya memiliki dua pelambang. Setelah itu, pada kosakata umum Swadesh dan kosakata peralatan dan perlengkapan juga mempunyai dua etima dengan tiga pelambang.
Tabel 4.13 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Tiga Pelambang
No 1
No. Peta 8
Glos APA
2
9
API
3
72
GARAM
4
83
HIDUP
5
86
HITAM
Pelambang
Berian [apa] [ᴐpᴐ] [paran] [gәni] [gәnay] [apᴐy] [bujә] [bujәh] [uyah] [urIp] [ƱrIp] [ᴐdik] [cәmәɳ] [cәlәɳ]
Daerah Pakai 12, 13, 17, 18 7, 10, 14, 19-24 1-6, 8, 9, 11, 15, 16 2-11, 14-16, 19-24 1 12, 13, 17, 18 12, 13, 17 18 1-11, 14-16, 19-24 3, 7, 14, 19-21, 23, 24 1, 2, 4-6, 8-11, 15, 16, 22 12, 13, 17, 18 1-6, 8-11, 15, 16 12, 13, 17, 18
UNIVERSITAS INDONESIA
70
[irәɳ]
6
110
KECIL
7
136
MALAM
8
150
PANJANG
9
163
RAMBUT
10
190
TIDUR
11
92
IKAN
12
164
RUMPUT
13
177
TAJAM
7, 14, 19-24 1-11, 15, 16, 19-21, 23, 24 [cilik] 14, 22 [ciliɁ] 12, 13, 17, 18 [kεniɁ] 2-11, 14, 16, 19-24 [bәɳi] 1, 15 [bәɳay] 12, 13, 17, 18 [malәm] 5-7, 9-11, 14, 15, 19-24 [dᴐwᴐ] 1-4, 8, 16, [dᴐwᴐɁ] 12, 13, 17, 18 [lanjәɳ] 4, 15 [rambut] [rambƱt] 1-3, 5-11, 14, 16, 19-24 12, 13, 17, 18 [ᴐbuk] 2-11, 14-16, 19-24 [turu] 1 [turaw] 12, 13, 17, 18 [tεduɳ] 7, 10, 14, 19-24 [iwak] 1-6, 8, 9, 11, 15, 16 [iwyak] 12, 13, 17, 18 [jukoɁ] 12, 13 [rәbbә] 17, 18 [rәbbәh] 1-11, 14-16, 19-24 [sukәt] [landәp] 1-7, 9, 10, 14-16, 19-24 8, 11 [lincip] 12, 13, 17, 18 [tajәm]
Kosakata umum Swadesh dua etima dengan tiga pelambang di atas berjumlah 13 kosakata. Dari kosakata tersebut, sebagian besar bentuk variasinya seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Dalam hal ini, bentuk variasi yang ada di dalam kelompok tetapi telah juga ditemukan di kelompok yang lain dan telah dibahas tidak akan dijelaskan lagi. Bentuk variasi yang dibahas lebih kepada bentuk baru yang belum ditemukan sebelumnya. Salah satu bentuk variasi baru yang ditemukan di atas adalah adanya penambahan bunyi sisipan /y/ di bagian tengah kata. Hal tersebut terlihat pada [iwyak] dengan tetap berada di sebelum bunyi vokal dan sesudah konsonan. Tidak hanya itu, penambahan bunyi /Ɂ/ juga terdapat pada [dᴐwᴐɁ] yang merupakan variasi lain dari [dᴐwᴐ]. Di sisi lain, ada UNIVERSITAS INDONESIA
71
pula perubahan bunyi vokal dari tegang menjadi kendur, seperti [rambut] menjadi [rambƱt] dan [urIp] menjadi [ƱrIp]. Bunyi vokal /u/ berubah menjadi /Ʊ/ pada bagian awal maupun akhir kata. Tidak jauh berbeda dengan kosakata umum Swadesh dua etima dengan tiga pelambang, kosakata peralatan dan perlengkapan dua etima dengan tiga pelambang juga memiliki variasi yang berbeda dari kosakata sebelumnya. Hal tersebut dapat terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.14 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Dua Etima Tiga Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
27
JARUM
Berian [dom] [dᴐm] [jәrum]
MATA KAIL
[pancIɳ] [pancεɳ] [jεglεkan]
PERISAI
[tamεɳ] [tabεɳ] [dәɳandәɳ]
PANAH
[panah] [pasәr] [jәmpariɳ]
2
3
4
39
51
43
Pelambang
Daerah Pakai 5, 7-11, 14-16 1-4, 6, 19-24 12, 13, 17, 18 1-3, 5-12, 14-16, 1924 13, 18 4, 1-11, 14, 15, 17-21, 23 22, 24 12 2, 3, 5-9, 11-14, 1620, 22, 24 1, 10, 15, 21, 23 4
Jumlah kosakata peralatan dan perlengkapan yang termasuk ke dalam dua etima dengan tiga pelambang ada empat kata. Variasi yang terjadi ada yang berupa perubahan bunyi konsonan maupun vokal pada bagian tengah kata dan perubahan bunyi vokal pada bagian akhir. Perubahan bunyi konsonan pada bagian tengah ditunjukkan oleh [tamεŋ] dan [tabεŋ]. Dari dua kata tersebut terlihat bahwa adanya perubahan bunyi /m/ menjadi /b/. Selain itu, perubahan bunyi pada bagian tengah juga terdapat pada bunyi vokal. Perubahan bunyi vokal tersebut terlihat dari [dom] menjadi [dᴐm]. Bunyi /o/ menjadi mempunyai variasi dengan bunyi /ᴐ/. Lebih lanjut, perubahan bunyi vokal juga terdapat pada bagian akhir. Hal UNIVERSITAS INDONESIA
72
tersebut dapat dilihat pada [pancIŋ] dan [pancεŋ]. Bunyi vokal /I/ berubah menjadi /ε/. Hal tersebut disebabkan penggunaan [pancεŋ] diujarkan oleh narasumber berbahasa Madura. Meskipun demikian, tidak semua narasumber berbahasa Madura mengucapkan bunyi /ε/ karena hanya dua daerah saja yang mengucapkan bunyi /ε/. Lanjut ke kelompok etima lainnya, kosakata umum Swadesh dan kosakata peralatan dan perlengkapan memiliki dua etima dengan empat pelambang. Kosakata umum Swadesh dua etima dengan empat pelambang merupakan kelompok etima yang paling banyak jumlahnya, yaitu 27 kata. Akan tetapi, tabel etimanya akan dibedakan menjadi dua. Hal tersebut disebabkan ada dua tipe kosakata umum Swadesh dua etima dengan empat pelambang. Berikut tabel kosakata umum Swadesh dua etima dengan empat pelambang yang tertera di bawah ini.
Tabel 4.15 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Empat Pelambang (1)
No
No. Peta
Glos
1
2
AIR
Berian [baɲu] [byaɲu] [baɲaw] [aIɳ]
ALIR (ME)
[mili] [milay] [a gili] [mәɳalir]
2
4
3
34
BINATANG
4 5
51 114
DARAH KIRI
Pelambang
[kεwan] [hewan] [kεbәn] [binataɳ] [dәrә] [ndәrә] [ndәrәh] [gәtIh] [kiwᴐ]
Daerah Pakai 2-11, 14, 19-24 15, 16 1 12, 13, 17, 18 2, 3, 5-11, 14-16, 1924 1 12, 13, 17, 18 4 1-3, 5-7, 9, 10, 1416, 19-24 4, 13 12, 18 8, 11, 17 12, 17 13 18 1-11, 14-16, 19-24 5-7, 9-11, 14, 15, 19-
UNIVERSITAS INDONESIA
73
24 [kiwᴐɁ] [ɳiwᴐ] [kacεr] [mata]
6
7
8
137
148
161
[mᴐtᴐ] [mᴐtᴐɁ] [mripat] [wᴐɳ]
MATA
[uwᴐɳ] [Ʊwᴐɳ] [ᴐrεɳ]
ORANG
[udәl] [bujәl] [mbujәl] [pusәr] [wәdi]
PUSAR
9
178
TAKUT
10
188
TETEK
[wәtdi] [wәday] [takᴐk] [susu] [susaw] [soso] [pәntIl]
1, 3, 4, 8, 16 2, 12, 13, 17, 18 12, 13, 17, 18 2, 6, 7, 9, 11-15, 1921, 23, 24 1, 3, 4, 8, 16, 5, 10, 22 7, 8, 14, 24 2, 3, 5, 9-11, 15, 16, 19-23 1, 4, 6 12, 13, 17, 18 1-3, 5-11, 14, 16, 1921, 23, 24 12, 17, 18 13 4, 15, 22 2-6, 9, 11, 14-16, 22 7, 8, 10, 19-21, 23, 24 1 12, 13, 17, 18 2-11, 14-16, 21 1 12, 13, 17, 18 19, 20, 22-24
Tabel 4.16 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Empat Pelambang (2)
No
1 2
No. Peta
3 15
Glos
AKAR BAIK
Pelambang
Berian [ᴐdᴐt] [ᴐyᴐt] [ramuɁ] [ramᴐɁ] [apik]
Daerah Pakai 1, 2, 4, 5, 8, 9, 11, 15, 16 3, 6, 7, 10, 14, 19-24 12 13, 17, 18 1-3, 5, 8, 9, 11, 15, 16
UNIVERSITAS INDONESIA
74
3
4
27
28
BENIH
BERAT
[apiɁ] [bәgus] [bәgƱs] [bibit] [bIbIt] [wenIh] [winIh] [abᴐt] [ᴐbot] [bәrә] [bәrrәk] [dәtәɳ] [ndәtәɳ]
5
52
DATANG
6
107
KANAN
7
113
KERING
8
124
LEHER
9
129
LIHAT
[tәkᴐ] [tәkᴐɁ] [tәɳәn] [nәɳәn] [kanan] [kaɳan] [garIɳ] [gyarIɳ] [kәrIɳ] [kәrεɳ] [leεr] [lεɁεr] [gulu] [gulaw] [ndәlәɳ] [ndәlᴐɁ] [ɳabәs] [abәs]
MERAH PEGANG
[abaɳ] [abyaɳ] [merah] [mera] [cәkәl]
10 11
140 152
4, 6, 7, 10, 14, 19-24 17 12, 13, 18 7, 11-14, 17, 18 4 1-3, 5, 6, 8-10, 15, 16 19-24 1-11, 14-16, 19, 20, 22-24 21 13, 18 12, 17 17 12, 13, 18 5-7, 10, 11, 14-16, 1924 1-4, 8, 9, 1, 3-6, 8-10, 14-16 2 10, 11, 17 12, 13, 18 1-11, 14, 15, 19-24 16 17 12, 13, 18 13, 18 12, 17 2-11, 14-16, 19-24 1 1-6, 8, 9, 11, 15, 16 7, 10, 14, 19-24 12, 13, 18 17 2, 5, 7, 10, 11, 14, 1924 1, 3, 4, 6, 8, 9, 15, 16 12, 17, 18 13 1, 2, 5-9, 14, 16, 19UNIVERSITAS INDONESIA
75
21, 23, 24 [ɲәkәl] [teguɁ] [nәguɁ]
12
159
POTONG
13
165
SATU
14
185
TELOR
15
195
TONGKAT
16
103
KAKI
17
197
TULANG
[kәtᴐɁ] [ɳәtoɁ] [tugәl] [nugәl] [siji] [sijay] [sәtoɳ] [sәttƱɳ] [telor] [telᴐr] [әndok] [әndog] [tәkәn] [tәtәkan] [tᴐɳkat] [toɳkәt] [sIkIl] [sikIl] [soko] [sᴐkᴐ] [tᴐlaɳ] [tulaɳ] [bәlᴐɳ] [bәlƱɳ]
3, 4, 10, 11, 15, 22 13, 17, 18 12 1-3, 6, 7, 11, 13, 14, 16, 18, 23, 24 12, 15, 22 4, 5, 8, 9, 17, 19, 20 10, 21 2-5, 7-11, 14-16, 19-24 1, 6 12, 13, 18 17 13, 18 12, 17 1-11, 14-16, 19-24 12 3, 4, 6, 7, 10, 11, 15, 16, 19-21 2, 5, 8, 1, 9, 14, 22-24 12, 13, 17, 18 1-3, 5, 6, 8-11, 5, 16 4, 7, 14, 19-24 12, 13, 18 17 12, 13, 17, 18 22 1, 6 2-5, 7-11, 14-16, 1921, 23, 24
Kosakata umum Swadesh dua etima dengan empat pelambang dibedakan menjadi dua tabel karena kedua tabel tersebut memiliki ciri yang berbeda. Ciri tersebut terletak pada jumlah variasinya. Pada tabel pertama, kosakata umum Swadesh memiliki pola dua etima yang berbeda dengan ada satu etima yang mempunyai tiga pelambang. Namun, pada tabel kedua, kosakata umum Swadesh memiliki pola dua etima yang berbeda dengan masing-masing etima mempunyai UNIVERSITAS INDONESIA
76
dua pelambang. Berbeda dengan kosakata umum Swadesh dua etima dengan empat pelambang, kosakata peralatan dan perlengkapan dua etima dengan empat pelambang tidak memiliki perbedaan tabel ataupun variasi. Hal ini disebabkan kosakata peralatan dan perlengkapan dua etima dengan empat pelambang hanya mempunyai satu jenis atau pola. Hal tersebut terlihat seperti yang tertera di bawah ini.
Tabel 4. 17 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Dua Etima Empat Pelambang
No
1
2
No. Peta
67
32
Glos
Pelambang
Berian
TIKAR
[klᴐsᴐ] [kәlᴐsᴐ] [kәlᴐsᴐɁ] [tεkәr]
KATIR
[katIr] [katεr] [katiran] [prIɳ]
Daerah Pakai 2, 4-7, 9, 10, 1416, 19-24 11 1, 3, 8 12, 13, 17, 18 1-7, 9, 11, 14-16, 19-24 12, 18 17 10
Pada tabel di atas, terlihat bahwa pola atau jenis kosakata peralatan dan perlengkapan dua etima dengan empat pelambang hanya memiliki satu jenis. Kosakata peralatan dan perlengkapan dua etima dengan empat pelambang ini berjumlah dua kata. Kata tersebut mempunyai pola dua etima yang berbeda dengan salah satu etima memiliki tiga pelambang. Hal yang ditemukan dari tabel di atas adalah adanya penambahan sufiks –an dari [katir] menjadi [katiran]. Meskipun ada penambahan sufiks –an, makna dari kata tersebut tidak berubah. Selanjutnya, kosakata umum Swadesh dan kosakata peralatan dan perlengkapan juga ada yang tergolong dua etima dengan lima pelambang. Tidak jauh berbeda dengan kosakata umum Swadesh dua etima dengan empat pelambang, kosakata umum Swadesh dua etima dengan lima etima juga memiliki dua tabel yang berbeda pola atau jenis. Hal tersebut terlihat pada tabel di bawah ini.
UNIVERSITAS INDONESIA
77
Tabel 4.18 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Lima Pelambang (1)
No
No. Peta
Glos
1
97
JAHIT
Pelambang
Berian [jaIt] [njaIt] [jәiɁ] [ajәiɁ] n [ dᴐndᴐm]
Daerah Pakai 2, 4-11, 20-24 1, 3, 14, 19 12, 13, 17 18 15, 16
Tabel 4.19 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Lima Pelambang (2)
No
No. Peta
Glos
1
22
BATU
2
31
BERJALAN
3
66
DUA
4
67
DUDUK
5
74
GEMUK
Pelambang
Berian [batu] [bәtᴐ] [bәtᴐɁ] [watu] [wataw] [mlaku] [mәlaku] [mlakaw] [jәlәɳ] [a jәlәɳ] [duwεk] [duwәɁ] [nduwәɁ] [loro] [loroɁ] [liɳgƱh] [luɳgƱh] [lƱɳgƱh] [tojuk] [kƱjuk] [lәmu] [lәmuɁ] [lәmaw] [lempo] [lempᴐ]
Daerah Pakai 4, 22 12, 13, 17 18 2, 3, 5-11, 14, 16, 1921, 23, 24 1, 15 3, 6, 10, 14, 15, 19-24 2, 4, 5, 7-9, 11, 16 1 13 12, 17, 18 17 12, 18 13 5-7, 9-11, 14, 15, 1924 1-4, 8, 16 19, 23 2, 14, 20-22, 24 1, 3-11, 15, 16 12, 13, 17 18 2-11, 14, 15, 19-24 16 1 17 12, 13, 18
UNIVERSITAS INDONESIA
78
6
75
GIGI
7
101
JAUH
8
119
KUTU
9
128
LIDAH
10
131
LUDAH
11
142
MINUM
12
84
HIJAU
[gigi] [gigih] [gIgI] [untu] [untaw] [jәu] [jәuh] [jeƱ] [adᴐh] [wadᴐh] [kutu] [kƱtƱ] [kƱtƱh] [tumᴐ] [tumᴐɁ] [ilat] [ilet] [ilad] [jilә] [jilәh] [a cᴐpa] [cᴐpa] [cᴐpah] [idu] [idaw] [ɳƱmbe] [ɳƱmbeɁ] [ɳumbe] [ɳinom] [ɳεnom] [ijo] [IjƱɁ] [ijƱɁ] [biru] [biruh]
18 13, 17 12 2-11, 14-16, 19-24 1 13 12, 18 17 2-11, 14-16, 19-24 1 4, 7 12, 17 13, 18 5, 6, 9-11, 14, 15, 1924 1-3, 8, 16 5, 7, 9, 10, 14, 19-24 2, 4, 1, 3, 6, 8, 11, 15, 16 12, 13, 17 18 12, 13 17 18 2-11, 14-16, 19-24 1 2-11, 14-16, 19-22, 24 1 23 18 12, 13, 17 6-10, 14, 19-24 1, 2, 5, 11, 15, 16 3, 4, 12, 17, 18 13
UNIVERSITAS INDONESIA
79
Dalam kosakata umum Swadesh dua etima dengan lima pelambang ini mempunyai dua pola atau jenis. Namun, ada satu pola atau jenis tersebut yang hanya berjumlah satu kata. Pola tersebut adalah dua etima yang berbeda dengan salah satu etima memiliki empat pelambang dan satu etima lain hanya memiliki satu pelambang. Hal tersebut berbeda dengan tabel kedua yang mempunyai dua etima yang berbeda dengan salah satu etima ada mempunyai tiga pelambang dan etima yang lain mempunyai dua pelambang. Dua etima yang berbeda dengan salah satu etima mempunyai tiga pelambang dan etima lainnya mempunyai dua pelambang memiliki 12 kata. Hal yang berbeda ditunjukkan oleh kosakata peralatan dan perlengkapan dua etima dengan lima pelambang. Hal tersebut dapat terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.20 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Dua Etima Lima Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
34
KIPAS ANGLO
2
37
LESUNG
3
58
SELIMUT
4
70
WADAH
Pelambang
Berian [kәppay] [kәpay] [kipas] [kәpIt] [ipIt] [lәsᴐɳ] [lәsoɳ] [lәsƱɳ] [lumpaɳ] [lƱmpaɳ] [salemᴐt] [sәlemut] [selimƱt] [cәlimƱt] [kәmƱl] [bәdә] [bәddә] [bәddәh] [wadah] [adah]
Daerah Pakai 12 13, 17, 18 3, 5, 7, 15, 16 1, 2, 4, 6, 8-10 14, 19-24 6 12, 13, 17, 18 3, 14, 19-24 1, 4, 7, 10, 11, 15 2, 5, 8, 9, 16 12 8, 13, 17, 18 19 22 1-7, 9-11, 14-16, 20, 21, 23, 24 13 12, 17 18 1-9, 11, 15, 16 10, 14, 19-24
UNIVERSITAS INDONESIA
80
Tabel kosakata peralatan dan perlengkapan dua etima dengan lima pelambang di atas mempunyai pola atau jenis yang sama dengan salah satu tabel kosakata umum Swadesh dua etima dengan lima pelambang. Kesamaan tersebut terlihat dari adanya dua etima yang berbeda dengan salah satu etima mempunyai tiga pelambang dan etima lainnya mempunyai dua pelambang. Namun, tidak semua kata pada tabel di atas mempunyai pola atau jenis yang demikian. Pada SELIMUT, etima yang berbeda ada dua dengan salah satu etima mempunyai empat pelambang dan etima lainnya hanya mempunyai satu pelambang. Selain itu, kosakata umum Swadesh dan kosakata peralatan dan perlengkapan juga mempunyai dua etima dengan enam pelambang. Pada kosakata umum Swadesh, dua etima dengan enam pelambang ini tidak memiliki dua pola atau jenis seperti kelompok etima sebelumnya. Kosakata umum Swadesh dua etima dengan enam pelambang hanya memiliki satu tabel. Berikut tabel kosakata umum Swadesh dua etima dengan enam pelambang seperti yang tertera di bawah ini.
Tabel 4.21 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Enam Pelambang
No
1
2 3
No. Peta
144
32 36
Glos
MUNTAH
BESAR BUAH
Pelambang
Berian [mutah] [mƱtah] [muntah] [ɳᴐtah] [ɳota] [mәlәkᴐɁ] [gәde] [gәdi] [gәdiɁ] [gәtdi] [rajә] [rajәh] [buwah]
Daerah Pakai 3, 5-7, 10, 19-21, 23, 24 8, 9, 13, 14, 22 4, 11, 15 12, 18 17 1, 2, 16 2,5,11, 20-22 4,6, 7, 9, 14-16, 19, 23-24 1, 3, 8 10 12, 17 13, 8 11, 16, 20, 24
UNIVERSITAS INDONESIA
81
[buwә] [wekbuwәhәn] [uwᴐh] [Ʊwᴐh] [wᴐwᴐhan] [ambuɳ]
4
46
CIUM
5
57
DENGAR
[ambƱɳ] [ɳambƱɳ] [siyom] [ɲiyom] [ɲiyƱm] [ruɳu] [kruɳu] [ruɳaw] [luŋu] [ɳεdiɳ] [ɳidiɳ]
TUA
[tuwεɁ] [tuwεk] [tuwyεk] [tƱwa] [tᴐwa] [tᴐwah]
6
196
12, 13, 18 17 2, 5, 7-10, 22 1, 3, 4, 6, 19, 21, 23 14, 15 1 2, 3, 5-7, 9, 10, 1416, 19-21, 24 4, 8, 11, 22, 23 12, 18 13 17 2-8, 10, 11, 15 14, 16, 19-24 1 9 12, 17, 18 13 3, 4, 7, 8, 10, 14, 16 , 19-24 1, 2, 6, 11, 15 5, 9 17 12 13, 18
Kosakata umum Swadesh dua etima dengan enam pelambang di atas ada yang mempunyai pola dua etima yang berbeda dengan salah satu etima mempunyai lima pelambang dan etima lainnya mempunyai satu pelambang saja. Variasi dari tiap pelambang ini lebih kepada adanya perbedaan ketegangan dan bentuk. Perbedaan ketegangan tersebut terlihat dari bunyi vokal /u/ pada [mutah] dengan bunyi vokal /Ʊ/ pada [mƱtah]. Kemudian, perbedaan bentuk juga terlihat pada bunyi vokal /o/ pada [ŋota] dengan bunyi vokal /ᴐ/ pada [ŋᴐtah]. Bentuk dari bunyi /o/ adalah bundar, sedangkan bentuk dari bunyi /ᴐ/ adalah tak bundar.
UNIVERSITAS INDONESIA
82
Dari segi jumlah, kosakata peralatan dan perlengkapan dua etima dengan enam pelambang tidak jauh berbeda dengan kosakata umum Swadesh dua etima dengan enam pelambang. Hal tersebut tampak pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.22 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Dua Etima Enam Pelambang
No
1
2
No. Peta
14
68
Glos
CENTONG
TIMBA
Pelambang
Berian [centoɳ] [cεntoɳ] [εntᴐɳ] [entoɳ] [kәdƱɁ] [kәdƱɁε] [tembᴐ] [tembᴐɁ] [timbᴐ] [tεmbә] [tεmbәh] [εmbεr]
Daerah Pakai 13, 18 12, 17 10, 19-21, 23, 24 14, 22 2-9, 11, 15, 16 1 1, 2, 8, 9, 3 4-7, 11, 14-16, 19-24 12, 17, 18 13 10
Pada tabel di atas terdapat beberapa variasi baru walaupun jumlah kosakata peralatan dan perlengkapan dua etima dengan enam pelambang tersebut berjumlah dua kata. Variasi tersebut terlihat dari adanya penambahan bunyi vokal pada bagian akhir kata dan penghilangan bunyi di bagian awal yang sekaligus terjadi perubahan bunyi pada bagian akhir. Penambahan bunyi vokal pada bagian akhir terlihat dari [kәdƱɁ] menjadi [kәdƱɁε]. Adanya penambahan bunyi /ε/ tersebut membuat semakin tegas benda yang sedang disebut. Jika dikaitkan dengan bahasa Indonesia, bunyi /ε/ sama dengan klitik –nya. Hal ini disebabkan kedudukan keduanya yang sama-sama mempertegas benda tersebut. Lain halnya dengan penghilangan bunyi pada bagian awal yang sekaligus terjadi perubahan bunyi pada bagian akhir. Penghilangan bunyi pada bagian awal terjadi pada bunyi konsonan , sedangkan perubahan bunyi pada bagian akhir terjadi pada bunyi vokal dan konsonan sekaligus. Bunyi /t/ pada [tεmbәh]
UNIVERSITAS INDONESIA
83
menghilang dan terjadi perubahan bunyi sekaligus pada bagian akhir dari bunyi /h/ menjadi /r/ dan bunyi /ә/ menjadi /ε/ pada [εmbεr]. Berikutnya, kosakata umum Swadesh dan kosakata peralatan dan perlengkapan mempunyai dua etima dengan tujuh pelambang. Berikut tabel kosakata umum Swadesh yang menunjukkan dua etima dengan tujuh pelambang.
Tabel 4.23 Koskata Umum Swadesh Dua Etima Tujuh Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
17
BALIK
Pelambang
Berian [balik] [walIɁ] [balIɁ] [byalIɁ] [mbalIɁ] [mbyalIɁ] [bәliɁ] [matiɁin] [matεɁεn] [matεh] [matεni]
2
40
BUNUH
3
139
MATI
4
157
PIKIR
[patεni] [patεɁε] [bunuh] [matI] [mati] [matay] [matεɁ] [matεh] [matε] [bᴐɳkᴐh] [pikir] [pikIr] [pIkIr] [pekIr] [mIkIr]
Daerah Pakai 4 8, 10, 14, 24 2, 5, 7, 9, 19, 21-23 1, 3 6, 11, 20 15, 16 12, 13, 17, 18 3 18 13 1, 2, 5-8, 11, 15, 16, 22 9, 10, 14, 19-21, 23, 24 12, 17 4 23, 24 2, 4, 7-11, 14, 19-22 1, 3 5, 6, 16, 17 13, 18 12 15 4 9, 19, 23 2, 5, 16, 18 3, 17 8, 10-13, 15, 20
UNIVERSITAS INDONESIA
84
7, 14,21, 22, 24 1, 6
[mikIr] [mekIr]
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa adanya penambahan bunyi dan perubahan bunyi pada bagian awal maupun akhir secara bersamaan. Penambahan bunyi /m/ terjadi pada BALIK yang diikuti perubahan bunyi vokal /i/ dengan /I/ dan bunyi konsonan /k/ dengan /Ɂ/ pada [balik] menjadi [mbalIɁ]. Selain itu, penambahan sufiks juga terdapat pada BUNUH. Sufiks –in ini dikombinasikan dengan [matiɁ] menjadi [matiɁin], sedangkan sufiks –εn dikombinasikan dengan [matεɁ] menjadi [matεɁεn]. Lain daripada itu, ada perubahan bunyi bagian awal maupun akhir secara bersamaan. Hal tersebut terlihat pada [balik] dan [walIɁ]. Perubahan bunyi bagian awal yang terjadi adalah /b/ menjadi /w/. Tidak hanya itu, perubahan bunyi dan vokal juga terjadi pada bagian akhir. Perubahan yang dimaksud adalah bunyi vokal /i/ menjadi /I/ dan bunyi konsonan /k/ menjadi /Ɂ/. Perubahan bagian akhir ini cenderung kepada perubahan ketegangan dari tegang menjadi tidak tegang. Hal tersebut berbeda dengan kosakata peralatan dan perlengkapan dua etima dengan tujuh pelambang. Berikut tabel kosakata peralatan dan perlengkapan yang tertera di bawah ini.
Tabel 4.24 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Dua Etima Tujuh Pelambang
No
1
No. Peta
69
Glos
TOMBAK
Pelambang
Berian [tombәk] [tᴐmbak] [tumbyak] [tambyak] [tᴐmbyak] [tombәɁ]
Daerah Pakai 4, 17 2, 5, 7, 9, 14-16, 19-23 1, 3, 8 6 11 12, 13, 18
[cucuɁan]
10
Perbedaan kosakata umum Swadesh dua etima tujuh pelambang dengan kosakata peralatan dan perlengkapan dua etima tujuh pelambang tidak hanya
UNIVERSITAS INDONESIA
85
berada pada jumlah kata, tetapi juga pada perubahan bunyi. Dalam hal ini, jumlah kosakata peralatan dan perlengkapan dua etima tujuh pelambang hanya berjumlah satu kata, sedangkan kosakata umum Swadesh dua etima tujuh etima berjumlah tiga kata. Perubahan bunyi yang terjadi pada kosakata peralatan dan perlengkapan terletak pada bunyi vokal. Dilihat dari empat pelambang, yaitu [tombәk], [tᴐmbak], [tumbyak], dan [tambyak] terdapat perubahan bunyi /o/ menjadi /ᴐ, serta /u/ menjadi /a/ pada bagian awal kata. Selebihnya, perubahan yang terjadi telah dijelaskan pada kelompok etima sebelumnya. Dalam hal ini, kosakata peralatan dan perlengkapan hanya memiliki dua etima hingga tujuh pelambang saja. Hal ini berbeda dengan kosakata umum Swadesh yang memiliki dua etima hingga mencapai sepuluh pelambang. Sebelum memasuki pelambang terakhir, di bawah ini akan tertera tabel kosakata umum Swadesh dua etima dengan delapan pelambang terlebih dahulu.
Tabel 4.25 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Delapan Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
200
USUS
2
94
INI
3
87
HITUNG
Pelambang
Berian [ƱsƱs] [ƱcƱs] [ucƱs] [ucus] [usus] [usƱs] [perᴐk] [perᴐɁ] [ini] [iki] [ikay] [iku] [eiya] [riya] [riyah] [ariyah] [etƱɳ] [metƱɳ]
Daerah Pakai 1, 6, 9, 2, 5, 8 3, 4, 10, 7 11, 14-16, 22 19-21, 23, 24 17 12, 13, 18 4 2, 3, 5, 7, 9, 10, 1416, 19-24 1, 6, 8 11 12 17 18 13 5, 14 17
UNIVERSITAS INDONESIA
86
[ɳetƱɳ] [ɳεtƱɳ] [ɳItƱɳ] [ɳitƱɳ] [hitƱɳ] [bitoɳ]
2, 8-11, 15, 20, 22 1, 6 3, 23 7 4, 16, 19, 21, 24 12, 13, 18
Hal yang menarik dari tabel di atas adalah adanya perubahan bunyi bagian awal yang bisa berupa tiga jenis pada bagian awal dan perubahan bunyi konsonan pada bagian tengah kata. Perubahan bunyi bagian awal yang bisa berupa tiga jenis, yaitu bunyi /m/, /ŋ/, dan /h/. Ketiga bunyi tersebut merupakan variasi dari pelafalan HITUNG. Meskipun perubahan bunyi yang terjadi sangat berbeda, tetapi ketiga kata yang diawali bunyi tersebut mempunyai arti yang sama. Konteks dan intensitas kemunculan HITUNG yang berbeda-beda dapat menyebabkan perbedaan pelafalan di setiap daerahnya. Begitupun dengan perubahan bunyi konsonan bagian tengah. Perubahan pada bagian ini sudah banyak terjadi pada kelompok etima sebelumnya. Namun, perubahan bunyi /s/ menjadi /c/ baru terjadi pada kelompok etima ini. Setelah itu, ada pula kosakata umum Swadesh yang memiliki dua etima dengan sembilan pelambang. Berikut tabel kosakata umum Swadesh dua etima dengan sembilan pelambang.
Tabel 4.26 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Sembilan Pelambang
No
No. Peta
Glos
1 2
167 168
SAYAP SEDIKIT
Pelambang
Berian [sriwiwi] [sriwi] [sәrwiwi] [sәwiwi] [suwiwi] [seriway] [swiwi] [lәmbәɳ] [kalәmbәɳ] [sitik]
Daerah Pakai 7 4-6, 8, 9, 11, 15, 16 3 10 2 1 14, 19-24 13, 17, 18 12 1, 3, 4, 6-11, 16, 20,
UNIVERSITAS INDONESIA
87
21, 23, 24 [sitiɁ] [sitIɁ] [sItIɁ] [cItIk] [sәtitIk] [sakᴐniɁ] [sәkonik] [sakᴐnεɁ]
14 22 2, 15 5 19 18 13, 17 12
Dengan melihat tabel di atas, terdapat variasi yang banyak pada salah satu etima dan ada pula etima yang hanya sedikit variasinya. Dapat diketahui variasi paling sedikit ditunjukkan oleh bahasa Madura. Dalam hal ini, etima bahasa Madura pada tabel di atas paling banyak memiliki tiga pelambang. Hal ini menandakan bahwa pemakaian bahasa Madura hampir sama di setiap daerah yang ada di Banyuwangi. Sebaliknya, pemakaian bahasa Jawa memiliki variasi yang sangat banyak. Misalnya, kata SAYAP yang lebih banyak dipakai di masyarakat Banyuwangi adalah [sriwi]. Akan tetapi, variasi yang terjadi adalah penambahan bunyi konsonan maupun vokal di bagian akhir maupun penambahan bunyi vokal di bagian awal. Lebih banyak lagi, variasi akan dapat dijumpai pada kosakata umum Swadesh dua etima dengan sepuluh pelambang. Di bawah ini tertera tabel kosakata umum Swadesh dua etima dengan sepuluh pelambang.
Tabel 4.27 Kosakata Umum Swadesh Dua Etima Sepuluh Pelambang
No
No. Peta
Glos
1 2
61 60
DI SITU DI SINI
Pelambang
Berian [naɳ kono] [naɳ kᴐnᴐ] [nIɳ kᴐnᴐ] [rIɳ kᴐnᴐ] [ndek kᴐnᴐ] [nIɳ kᴐnᴐɁ] [nᴐɳ kᴐnᴐɁ] [rIɳ kᴐnᴐɁ] [e disaɁ] [e dissaɁ] [naɳ kene]
Daerah Pakai 6 7, 10, 19, 22, 23 5, 9, 14, 16, 20, 21 15 24 3, 8 2, 4, 11 1 12, 18 13, 17 6, 7, 10, 19, 22 UNIVERSITAS INDONESIA
88
[nIɳ kene] [nᴐɳ kene] [ndek kene] [nIɳ keneɁ] [nᴐɳ keneɁ] [rIɳ kene] [e diyә] [e dinnaɁ] [ndәnaɁ edinaɁ] [nali]
3
93
IKAT
[tali] [talay] [talεni] [ditalεni] [nalεni] [talε] [talεh] [talεɁε] [pƱkәt]
5, 8, 9, 14, 20, 21, 23 2, 11, 15 24 3, 16 4 1 12 13, 17 18 14 2, 3, 5, 8, 9, 11, 16, 21, 23, 24 1 6, 19, 20 7 10, 22 17 13, 18 12 4, 15
Hal yang membuat kosakata umum Swadesh dua etima ini memiliki sepuluh pelambang adalah adanya perbedaan kata depan untuk menandai tempat. Variasi yang muncul dari penyebutan kata depan yang menunjukkan tempat terdapat pada bunyi vokalnya. Dalam hal ini, semua bunyi vokal hampir dipakai untuk menandakan kata depan yang menandai tempat, seperti /a/, /ᴐ/, /e/, dan /I/. Hal tersebut berbeda dengan kata yang menunjukkan tempat. Pada kata yang menunjukkan tempat, variasi yang muncul adalah penambahan bunyi /Ɂ/ pada bagian akhir. Misalnya, [kᴐno] menjadi [kᴐnᴐɁ] dan [kene] menjadi [keneɁ].
4.2.3
Kosakata Tiga Etima Pada kelompok etima ini, jumlah pelambang kosakata umum Swadesh
dengan kosakata peralatan dan perlengkapan mempunyai perbedaan. Kosakata umum Swadesh mempunyai tiga sampai sembilan pelambang, sedangkan kosakata peralatan dan perlengkapan mempunyai tiga sampai sepuluh pelambang. Namun, untuk kosakata umum Swadesh jumlah pelambang tiga hingga sembilan tersebut dalam setiap urutannya ada dan tidak bolong-bolong. Kondisi lain UNIVERSITAS INDONESIA
89
dijumpai pada kosakata peralatan dan perlengkapan. Meskipun kosakata peralatan dan perlengkapan mempunyai tiga hingga sepuluh pelambang, tetapi tidak semua urutan dalam batas tersebut ada. Bagian yang tidak ada dalam kosakata peralatan dan perlengkapan adalah tiga etima dengan lima dan sembilan pelambang. Berikut kosakata tiga etima mulai dari tiga hingga sepuluh pelambang secara urut disertai penjelasan singkat mengenai kondisi tabel. Tabel 4.28 Kosakata Umum Swadesh Tiga Etima Tiga Pelambang
No
1
2
No. Peta
98
132
Glos
Pelambang
Berian
JALAN
[dalan] [lᴐrᴐɳ] [εmbᴐɳ ]
LURUS
[kәncәɳ] [lƱrƱs] [tarεk]
Daerah Pakai 1-8, 10-11, 14-16, 19, 22 9, 12, 13, 17, 18 20, 21, 23, 24 1-11, 14-16, 1824 12, 17 13
Kondisi tabel di atas seperti memperlihatkan adanya tiga penggunaan bahasa yang berbeda di Kabupaten Banyuwangi. Sayangnya, jumlah kata yang termasuk ke dalam tiga etima dengan tiga pelambang hanya sebanyak dua kata. Jumlah yang tergolong sedikit tersebut tidak hanya ada di dua etima tiga pelambang, tetapi ada pula di tiga etima dengan pelambang yang lain. Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan yang cukup jauh dalam hal jumlah dengan kosakata dua etima. Dalam hal ini, dapat dikatakan kosakata dua etima mendominasi kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi sehingga dapat diperkirakan bahwa bahasa di Banyuwangi hanya ada dua dan selebihnya termasuk ke dalam dialek saja. Dua bahasa tersebut adalah bahasa Jawa dan Madura. Hal yang tidak jauh berbeda juga diperlihatkan oleh kosakata peralatan dan perlengkapan tiga etima dengan tiga pelambang. Di bawah ini terdapat tabel kosakata peralatan dan perlengkapan tiga etima dengan tiga pelambang.
UNIVERSITAS INDONESIA
90
Tabel 4.29 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Tiga Etima Tiga Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
2
BAJAK
2
29
KAIL
3
42
PAHAT
Pelambang
Berian [siɳkal] [naɳgәlәh] [sakaɁ] [pancIɳ] [kaIl] [palәsan] [tatah] [paɁak] [sәlasar]
Daerah Pakai 1-11, 14-16, 19-24 13, 18 12, 17 1-3, 5, 6, 8-15, 1721, 23, 24 4 7, 16, 22 1-11, 14-16, 19-24 12, 13, 18 17
Kondisi serupa ditunjukkan dalam jumlah kosakata peralatan dan perlengkapan tiga etima dengan tiga pelambang. Jumlah yang hanya memiliki selisih satu kata lebih banyakdengan kosakata umum Swadesh tiga etima dengan tiga pelambang ini semakin menguatkan pemakaian bahasa di Kabupaten Banyuwangi hanya ada dua bahasa. Meskipun ada pula kelompok tiga etima yang memiliki kosakata banyak, tetapi jumlah tersebut belum cukup untuk menandingi jumlah kosakata dua etima, baik kosakata umum Swadesh maupun kosakata peralatan dan perlengkapan. Selanjutnya, kosakata umum Swadesh maupun kosakata peralatan dan perlengkapan sama-sama mempunyai tiga etima dengan empat pelambang. Hal tersebut dapat terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.30 Kosakata Umum Swadesh Tiga Etima Empat Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
7
ANJING
2
42
BURUK
Pelambang
Berian [asu] [asaw] [kirIɁ] [patεɁ] [jәlεk] [εlεɁ]
Daerah Pakai 2-11, 14-16, 21 1 19, 20, 22-24 12, 13, 17, 18 4 2, 3, 5-11, 14-16, 19-24
UNIVERSITAS INDONESIA
91
3
55
DEKAT
4
166
SAYA
[bәrәk] [jubәk] [cәdәk] [cidәk] [sәmaɁ] [parәk] [әɳkoɁ] [sεɳkoɁ] [aku] [isƱn]
1 12, 13, 17, 18 14, 20, 21, 24 19, 22, 23 12, 13, 17, 18 1-11, 15, 16 13, 18 12, 17 7, 10, 14, 19-24 1-6, 8, 9, 11, 15, 16
Hal yang membedakan tiga etima dengan tiga pelambang dan empat pelambang adalah adanya penambahan satu variasi yang bentuknya mendekati salah satu etima. Hal tersebut dapat dilihat pada [sεŋkoɁ] dengan [әŋkoɁ]. Perbedaan keduanya adalah tidak adanya bunyi /s/ dan /ε/ dan diganti bunyi /ә/ pada bagian awal kata yang tidak didahului bunyi konsonan. Sebaliknya, ada pula bunyi /j/ dan /ә/ yang diganti bunyi /ε/ pada bagian awal kata dengan adanya perubahan bunyi /k/ menjadi /Ɂ/ pada bagian belakang sekaligus. Perubahan bunyi tersebut terdapat dalam [jәlεk] yang mempunyai variasi [εlεɁ]. Berikutnya, kosakata peralatan dan perlengkapan ada pula yang memiliki tiga etima dengan empat pelambang. Perbedaan kosakata umum Swadesh tiga etima empat pelambang dengan kosakata peralatan dan perlengkapan tiga etima empat pelambang dapat terlihat di bawah ini. Tabel 4.31 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Tiga Etima Empat Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
18
DINGKLIK
Pelambang
Berian [jᴐdᴐk] [jᴐdᴐg] [jәɳkak] [diɳklIk] [kapak] [kampak] [pεcok]
2
30
KAPAK
[pәrkƱl]
Daerah Pakai 1, 3-8, 10, 16 2, 9, 11, 15 12, 13, 17, 18 14, 19-24 3, 6, 12, 13, 16-18 19, 21-24 7, 8, 10, 14, 20 1, 2, 4, 5, 9, 11, 15
UNIVERSITAS INDONESIA
92
Tabel di atas menunjukkan adanya indikasi pasangan minimal dalam variasi pada salah satu etima. Pasangan minimal tersebut terlihat pada [jᴐdᴐk] dan [jᴐdᴐg]. Hal ini disebabkan bunyi /k/ dan /g/ merupakan bunyi yang berasal dari dorsovelar sehingga kedua bunyi tersebut hampir serupa dalam pelafalannya. Namun, bunyi /k/ dan /g/ dapat dibedakan dengan melihat bersuara atau tidak bersuaranya bunyi tersebut. Pada bunyi /k/ diketahui merupakan bunyi tak bersuara. Hal tersebut berbeda dengan bunyi /g/ yang dapat diketahui sebagai bunyi bersuara. Di lain pihak, tabel di atas juga memperihatkan adanya penambahan konsonan /m/ pada bagian tengah kata. Hal tersebut terlihat dari [kapak] menjadi [kampak]. Kemudian, kelompok tiga etima dengan lima pelambang hanya terdapat pada kosakata umum Swadesh. Pada kosakata peralatan dan perlengkapan, kelompok tiga etima dengan lima pelambang tidak ada. Hal tersebut membuat pada kelompok ini hanya kosakata umum Swadesh saja yang ditampilkan. Berikut tabel kosakata umum Swadesh tiga etima dengan lima pelambang.
Tabel 4.32 Kosakata Umum Swadesh Tiga Etima Lima Pelambang
No
No. Peta
Glos
Pelambang
Berian
[ɲᴐkᴐt]
Daerah Pakai 5, 7-10, 14, 16, 19, 21, 23 1-3, 6, 11, 15, 20, 22, 24
[ɳεkεɁ]
18
[kεɁkεk]
12, 13, 17
[ɳgIgIt]
4
[bacᴐt]
4, 5, 7, 9, 11
[byacᴐt]
1-3, 6, 8, 15, 16
[erƱɳ]
10,
[irƱɳ]
14, 19-24
[cᴐkᴐt]
1
2
76
82
GIGIT
HIDUNG
UNIVERSITAS INDONESIA
93
3
4
5
6
7
21
115
122
123
135
BASAH
KOTOR
LAUT
LEBAR
MAKAN
[εloɳ]
12, 13, 17, 18
[bәtca]
17
[bәtcah]
12
[bәcah]
13, 18
[tәlәs]
7, 10, 14, 16, 19-24
[kәpƱs]
1-6, 8, 9, 11, 15
[gәdәɁ]
13
[gәtdәɁ]
12
[kәdәɁ]
18
[kᴐtᴐr]
1-11, 15-17
[rәgәt]
14, 19-24
[laut]
16
[laƱt] [sәgᴐrᴐ]
3, 6, 17, 24 5, 7, 9-11, 14, 15, 19-23
[sәgᴐrᴐɁ]
1, 2, 4, 8,
[tasεk]
12, 13, 18
[wεro]
5, 6, 9, 11, 15
[wεroɁ]
1-4, 8, 16
[lebar]
17
[lεbәr]
12, 13, 18
[ᴐmbᴐ]
7, 10, 14, 19-24
[madaɳ]
2
[madyaɳ]
1, 4, 16 UNIVERSITAS INDONESIA
94
8
145
NAMA
[ɳakan]
12, 13, 18
[ɳaban] [maɳan]
17 3, 5-11, 14, 15, 1924
[ɲama]
12, 13
[nama]
17
[namah]
18
[aran]
1-6, 8, 9, 11, 15, 16
[jәnәɳ]
7, 10, 14, 19-24
[aɲabe]
12
[ɲabә]
17
[ɲabeh]
13 1-3, 5, 7, 9, 10, 1416, 19-21, 23, 24
[ambәkan] 9
10
146
170
NAPAS
SEMUA
[kabεh]
4, 6, 8, 11, 18, 22 2, 3, 5, 7, 9, 10, 14, 19-24
[kabyεh]
1, 4, 6, 8, 15, 16
[kabbi]
13, 17, 18
[kabbih]
12
[akεh]
11
[napas]
Kosakata umum Swadesh tiga etima dengan lima pelambang memiliki sebelas kata. Dari sebelas kata tersebut dapat diketahui bahwa variasi yang paling banyak perubahan bunyi terdapat pada titik 12, 13, 17, dan 18. Keempat titik tersebut merupakan daerah yang menggunakan bahasa Madura sebagai bahasa dominan kecamatan. Variasi yang muncul adalah adanya penambahan /a/ dari [ɲabeh] menjadi [aɲabeh]. Penambahan bunyi vokal /a/ tersebut hampir sama UNIVERSITAS INDONESIA
95
seperti prefiks ber-. Akan tetapi, makna dari ada dan tidak adanya bunyi vokal /a/ tersebut tetap sama. Selain itu, ada pula perubahan bunyi konsonan /k/ menjadi /b/. Hal tersebut terlihat dalam [ɲakan] menjadi [ɲaban]. Lalu, kelompok tiga etima dengan enam pelambang sama-sama dimiliki oleh kosakata umum Swadesh maupun kosakata peralatan dan perlengkapan. Jumlah kosakata umum Swadesh tiga etima dengan enam pelambang sebanyak enam kata, sedangkan kosakata peralatan dan perlengkapan tiga etima dengan enam pelambang memiliki jumlah dua kata. Terlebih dahulu akan disajikan tabel kosakata umum Swadesh tiga etima dengan enam pelambang.
Tabel 4.33 Kosakata Umum Swadesh Tiga Etima Enam Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
79
HANTAM
2
91
IBU
3
4
153
158
Pelambang
Berian [hantam] [antәm] [ɳantәm] [mukƱl] [pƱkƱl] [jotos] [әmbᴐɁ] [ebƱɁ] [ibu] [ibuɁ] [әmaɁ] [maɁ] [cәndεɁ]
PENDEK
[cәndәɁ] [cindәɁ] [pandәɁ] [әndәp] [cәkaɁ]
POHON
[wIt] [ƱwIt] [uwIt]
Daerah Pakai 4 2, 3, 6-10, 12, 14, 16, 19-21, 24 11, 22, 23 17 5, 13, 18 15 13, 21 17 16 14 1-12, 15, 20, 22-24 18, 19 4, 6, 10, 21, 23, 24 1-3, 5, 7, 9, 11, 14, 20, 22 8, 19 12, 13, 17, 18 16 15 3-8, 10, 14, 15, 1924 1 2, 9, 11, 16
UNIVERSITAS INDONESIA
96
[buɳka] [buɳkah] [kaju] [baɲu] [baɲaw] [byaɲu] [suɳay] [sᴐɳay] 5
174
SUNGAI
6
194
TIUP
7
138
MATAHARI
[kali] [sәbƱl] [ɲәbƱl] [sәmproɳ] [ɲәmproɳ] [serop] [ɲәrop] [sәɳεɳε] [srәɳεɳε] [srәɳεɳεɁ] [matahari] [mataɁarIh] [are]
13, 17 18 12 2, 3, 9, 11 1, 8, 15 7 12, 13, 17, 18 4-6, 10, 14, 16, 1924 7, 16, 19-21, 23, 24 10, 14, 22 2, 4-6, 8, 9 1, 3, 11, 15 13, 17, 18 12 19, 23 1-3, 5-10, 14, 15, 20-22, 24 16 4, 11 13, 18 12, 17
Berdasarkan data di atas, terdapat kata yang menjadi ciri khas suatu daerah atau penduduk yang ternyata pada salah satu kata pola yang digunakan ada dua jenis. Penduduk yang dimaksud adalah Using. Dalam hal ini, penduduk Using cenderung menggunakan [aw] untuk mengganti bunyi /i/ dan menyelipkan bunyi konsonan /y/ pada bagian depan. Namun, kedua pola tersebut biasanya tidak dalam satu kata atau dengan kata lain satu pola hanya digunakan untuk satu kata. Ternyata, terdapat variasi lain dari penggunaan pola Using ini. Pada SUNGAI, daerah yang mengaku penduduk asli Banyuwangi ini tidak hanya memakai satu pola saja. Hal tersebut terlihat dari adanya [byaɲu] dan [baɲaw]. Hal ini menandakan bahwa tidak ada pola khusus untuk pemakaian suatu kata. Tidak hanya itu, dengan adanya variasi dua pola pada satu kata juga menyaratkan bahwa pemakaian pola tergantung kepada penutur itu sendiri.
UNIVERSITAS INDONESIA
97
Beralih ke kosakata peralatan dan perlengkapan, berikut tabel kosakata dan perlengkapan tiga etima dengan enam pelambang yang tertera di bawah ini.
Tabel 4.34 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Tiga Etima Enam Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
26
JALA KECIL
2
47
PEDUPAAN
Pelambang
Berian [jᴐlᴐ ciliɁ] [jᴐlᴐ cilik] [jᴐlᴐk cilik] [jarIɳ cilik] [jәrIɳ kεniɁ] [jәlә kεniɁ] [pәɳasәpan] [pasәpan] [paspan] [pәrapεn] [prapεn] [canaɳ]
Daerah Pakai 14, 22 1, 2, 5-9, 11, 15, 16, 19-21, 23, 24 3, 4, 10 17 12, 13, 18 1-4, 7, 13 8, 15 9 6 18 23
Berbeda dari sebelumnya, pada tabel di atas tidak semua daerah mengenal PEDUPAAN. Hal tersebut disebabkan jarang ada yang menggunakan maupun mempunyai PEDUPAAN dalam kehidupan sehar-hari. Selain itu, PEDUPAAN identik dengan hal-hal yang gaib sehingga tidak semua orang di Kabupaten Banyuwangi menggunakan dan menyebut benda tersebut. Meskipun demikian, sebagian besar masih mengetahui penamaan benda tersebut walaupun tidak pernah menggunakan atau hanya tahu dari percakapan orang lain. Selanjutnya, ada kosakata umum Swadesh tiga etima dengan tujuh pelambang. Hal ini juga dimiliki oleh kosakata peralatan dan perlengkapan. Berikut tabel kosakata umum Swadesh tiga etima dengan tujuh pelambang.
Tabel 4.35 Kosakata Umum Swadesh Tiga Etima Tujuh Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
96
ITU
Pelambang
Berian [iku]
Daerah Pakai 2-5, 7-11, 14-16, 23
UNIVERSITAS INDONESIA
98
[ikaw] [kuwi] [aruwa] [ruwa] [rowah] [jәriya] [sirᴐ] [sirᴐɁ] [irᴐɁ] [rikᴐɁ] [bәɁәn] [bәɁna] 2
106
KAMU
[kowe] [wәdi] [wәtdi] [bәdih] [mbәdih] [pasir]
3
151
PASIR
[pasIr] [lәmah]
1, 6 19-22, 24 13 17 18 12 11 3-6, 16 1, 2 15 13, 17, 18 12 7, 10, 14, 19-24 16, 19-21, 24 22 12, 18 13 2, 11, 14, 15 1, 3-7, 9, 17, 23 8
Pola yang terlihat pada tabel di atas membagi kelompok etima ini menjadi dua jenis atau pola. Perbedaan kedua pola atau jenis terletak pada jumlah etima yang memiliki pelambang. Pola atau jenis pertama yang terlihat adalah adanya tiga etima yang berbeda dengan masing-masing etima memiliki empat pelambang, dua pelambang, dan satu pelambang. Pola atau jenis ini terdapat pada dua kata, yaitu PASIR dan KAMU. Sementara itu, pola atau jenis kedua yang terlihat adalah adanya tiga etima yang berbeda dengan dua etima memiliki tiga pelambang dan satu etimanya lagi memiliki satu pelambang. Di lain pihak, kosakata peralatan dan perlengkapan tiga etima dengan tujuh pelambang hanya memiliki satu kata. Hal tersebut dapat terlihat dari tabel di bawah ini.
UNIVERSITAS INDONESIA
99
Tabel 4.36 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Tiga Etima Tujuh Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
40
NYIRU
Pelambang
Berian [ɲiru] [ɲiraw] [gәdәɳ] [gәddәɳ] [tampah] [tampar] [tεmpεh]
Daerah Pakai 2, 3, 8, 9 1 13, 18 12, 17 7, 14, 19-24 4 10
Pada kosakata peralatan dan perlengkapan tiga etima dengan tujuh pelambang tidak ada etima yang hanya memiliki satu pelambang. Satu etima setidaknya memiliki dua pelambang. Selain itu, pada tabel di atas terlihat adanya perubahan bunyi konsonan maupun vokal pada bagian akhir kata walaupun ada pula penambahan bunyi konsonan pada bagian tengah. Penambahan bunyi konsonan pada bagian tengah lebih mengarah kepada penegasan bunyi /d/ sehingga ada satu pelambang yang mempunyai bunyi /d/ lebih dari satu pada bagian tengah kata. Kemudian, ada pula perubahan bunyi /u/ pada [ɲiru] menjadi [aw] pada [ɲiraw]. Tidak hanya itu, ada pula perubahan bunyi konsonan /h/ menjadi /r/. Hal tersebut terlihat pada [tampah] menjadi [tampar]. Lebih jauh lagi, kelompok etima yang akan dibahas berikutnya adalah kelompok tiga etima dengan delapan pelambang. Dalam hal ini, kosakata umum Swadesh maupun kosakata peralatan dan perlengkapan mempunyai tiga etima dengan delapan pelambang. Di bawah ini tabel yang memperlihatkan kosakata Swadesh tiga etima dengan delapan pelambang.
Tabel 4.37 Kosakata Umum Swadesh Tiga Etima Delapan Pelambang
No
1
No. Peta
111
Glos
KELAHI (BER)
Pelambang
Berian [tƱkaran] [tukaran] [tᴐkaran] [tokaran]
Daerah Pakai 2, 3, 9, 15, 16 4, 5, 7, 8, 10, 11, 14, 19, 20, 22-24 6 1
UNIVERSITAS INDONESIA
100
[atokar] [kεkεt] [akεkεt] [gәlƱt] [ɲәrod] [ɲәrᴐt] [sәrᴐt] [sәrod] [ɲәdᴐt]
2
85
HISAP
3
134
MAIN
[sәdᴐt] [ɳisap] [ɲәrguɁ] [maen] [maIn] [main] [amaIn] [mәɳan] [mәmәɳan] [dᴐlan] [dᴐlanan]
12, 17 13 18 21 1,2, 6 7, 16, 19 5, 8 3,4, 11, 15, 23 9, 10, 13, 14, 17, 18, 20, 21, 24 22 12 17 16, 22, 24 13 12, 18 1 2-6, 8, 9, 11, 15 7, 10, 14, 19, 23 20,21
Hampir sama dengan kelompok etima yang lain, pada kosakata umum Swdesh tiga etima delapan pelambang ini juga mempunyai kata yang termasuk ke dalam penambahan bunyi. Adanya penambahan bunyi tersebut bisa disejajarkan dengan prefiks dalam bahasa Indonesia. Bunyi yang ditambahkan di awal kata tersebut adalah /a/ pada [atokar] dan [akεkεt]. Hal tersebut disebabkan glos atau kata yang ditanyakan menggunakan prefiks ber- sehingga pada daerah yang menggunakan bahasa Madura ikut pula menambahkan afiks versi bahasa Madura. Kosakata peralatan dan perlengkapan juga ada yang memiliki tiga etima dengan delapan pelambang. Hal tersebut tertera pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.38 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Tiga Etima Delapan Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
21
GAYUNG
Pelambang
Berian
Daerah Pakai
[cebƱg]
11, 15
UNIVERSITAS INDONESIA
101
[cedƱg]
6
[cεbᴐk] [jebor]
1 14, 16, 19, 2124
[sebor]
20
[sewƱr]
2-5, 7-10
[cantIɳ]
17
[cantεɳ]
12, 13, 18
[jᴐlᴐ gediɁ]
1, 8
[jᴐlᴐk gediɁ]
[jᴐlᴐ gәdi]
3, 4 2, 5, 11, 15, 2022 6, 7, 9, 14, 16, 19, 23, 24
[jarIɳ gәtdi]
10
[jәrIɳ rajә]
17
[jәlә rajә]
12
[jәlә rajәh]
13, 18
[ᴐbεɁan]
20
[ᴐbεɁ]
14, 22
[ᴐbεk]
19, 21, 23, 24
[dәjuɳ]
12, 17
[dәyuɳ]
13, 18
[dayƱɳ]
3, 5-11, 15, 16
[sᴐled]
2
[sᴐlεd]
1, 4
[jᴐlᴐ gәde]
2
3
25
16
JALA BESAR
DAYUNG
Ada beberapa perubahan bunyi yang terjadi pada tabel di atas. Perubahan tersebut terletak pada bagian depan dan tengah kata. Bunyi konsonan yang berubah pada awal kata adalah [jebor] menjadi [sebor]. Dalam hal ini, bunyi /j/ memiliki variasi dengan bunyi /s/. Di sisi lain, pada bagian tengah perubahan terjadi pada bunyi /b/ dan /d/. Perubahan tersebut terlihat pada [cebƱg] dan [cedƱg]. Serupa dengan perubahan sebelumnya, bunyi /j/ dan /y/ juga mengalami hal yang sama. Hal tersebut dapat dilihat dalam [dәjuŋ] dan [dәyuŋ]. Kelompok etima berikutnya adalah tiga etima dengan sembilan pelambang. Kelompok etima ini hanya dimiliki oleh kosakata umum Swadesh UNIVERSITAS INDONESIA
102
dengan jumlah kata sebanyak empat. Sebaliknya, kosakata peralatan dan perlengkapan tidak memiliki tiga etima dengan sembilan pelambang. Di bawah ini tabel kosakata umum Swadesh tiga etima dengan sembilan pelambang.
Tabel 4.39 Kosakata Umum Swadesh Tiga Etima Sembilan Pelambang
No
1
No. Peta
59
Glos
DI MANA
2
58
DI DALAM
3
120
LAIN
4
175
TAHU
Pelambang
Berian [naɳ әndi] [nIɳ әndi] [nᴐɳ әndi] [ndek әndi] [naɳ әnday] [rIɳ әnday] [e dimma] [e dimmah] [di mana ] [naɳ njәro] [nIɳ njәro] [ndek njәro] [naɳ jәro] [nᴐɳ jәro] [nᴐɳ jәroɁ] [rIɳ jәrᴐɁ] [di dalam] [e dәlәm] [liyᴐ] [liyᴐɁ] [liyane] [bedᴐ] [bedᴐɁ] [lain] [laen] [bәnne] [bidәh] [tau] [taƱ]
Daerah Pakai 7, 10, 19 3, 5, 8, 9, 14, 16, 20, 21 2, 11, 15 24 6, 22, 23 1 12, 17 13, 18 4 6, 7, 19, 22, 23 3, 5, 8, 9, 14, 16, 20, 21 24 10 11, 15 2 1 4 12, 13, 17, 18 6, 7, 22-24 1-3, 9-11, 21 5, 14, 15, 19, 20 8, 16 4 12, 17 13 18 23 17
UNIVERSITAS INDONESIA
103
[taᴐ] [taᴐɁ] [ɳәrti] [ɲәrteh] [ɳәrtay] [әrƱh] [wәrƱh]
13 18 8, 11, 20, 21, 24 12 6 14 1-5, 7, 9, 10, 15, 16, 19, 22
Secara keseluruhan, perubahan maupun penambahan bunyi yang terdapat pada tabel di atas telah dijelaskan dalam kelompok etima sebelumnya. Akan tetapi, jika dilihat lebih mendalam terdapat ciri khas yang hampir sama pada daerah pemakai bahasa Madura. Ciri khas yang melekat pada daerah pemakai bahasa Madura adalah adanya bunyi vokal /ә/ bila kata yang ditanyakan pada bahasa Indonesia menggunakan bunyi /a/. Hal ini terlihat pada penyebutan DI DALAM yang biasa diujarkan dengan [e dәlәm]. Selain itu, bunyi konsonan pada bagian tengah selalu memiliki kembaran. Misalnya, pada DI MANA daerah pemakai bahasa Madura menyebutkan [e dimma] dan [e dimmah]. Hal tersebut memperlihatkan adanya bunyi konsonan yang kembar pada bagian tengah kata, yaitu bunyi konsonan /m/. Kemudian, kelompok tiga etima yang paling banyak mempunyai sepuluh pelambang. Hal ini dimiliki oleh kosakata peralatan dan perlengkapan saja. Kosakata umum Swadesh hanya memiliki tiga etima dengan pelambang paling banyak sembilan. Tentu saja, kondisi ini berlawanan dengan kondisi sebelumnya yang hanya kosakata umum Swadesh yang memiliki tiga etima dengan sembilan pelambang. Berikut tabel kosakata peralatan dan perlengkapan tiga etima dengan sepuluh pelambang.
Tabel 4.40 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Tiga Etima Sepuluh Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
41
NYIRU BESAR
Pelambang
Berian [ɲiru gәde] [ɲiru gәdi] [ɲiru gәdiɁ] [ɲiraw gediɁ]
Daerah Pakai 2, 5, 11, 15 6, 9, 16 3, 8 1
UNIVERSITAS INDONESIA
104
[tampah gәdi] [tampah gәde] [tampar gәdi] [tεmpεh gәtdi] [gәdәɳ rajәh] [gәddeɳ rajә]
7, 14, 19, 23, 24 20-22 4 10 13, 18 12, 17
Kondisi di atas memperlihatkan bahwa di Kabupaten Banyuwangi tidak mempunyai sebutan NYIRU BESAR. Hal tersebut disebabkan semua daerah di Kabupaten Banyuwangi hanya menyebutkan NYIRU dengan ditambah BESAR. Padahal, maksud dari adanya NYIRU BESAR untuk mengetahui istilah atau sebutan benda tersebut. Meskipun demikian, penyebutan setiap daerah tersebut tetap ditulis karena fakta di lapangan menunjukkan kondisi yang demikian. Dengan tidak adanya sebutan spesifik terhadap suatu benda bukan berarti benda tersebut tidak ada atau tidak digunakan. Bisa saja, benda tersebut memang tidak ada penamaan atau penamaan benda tersebut telah hilang karena jarang digunakan atau benda tersebut tidak ada di rumah.
4.2.4
Kosakata Empat Etima Kelompok etima ini mempunyai jumlah pelambang yang berbeda pada dua
jenis kosakata. Pada kosakata umum Swadesh terdapat empat etima yang memiliki empat sampai sebelas pelambang. Dari urutan empat hingga sebelas tersebut, hanya sepuluh pelambang yang tidak ada. Lebih sedikit dari kosakata umum Swadesh, kosakata peralatan dan perlengkapan empat etima memiliki lima hingga sebelas pelambang. Pelambang yang tidak ada pada kosakata peralatan dan perlengkapan adalah empat etima dengan delapan dan sepuluh pelambang. Dilihat dari segi jumlah, kosakata empat etima terhitung lebih sedikit dibandingkan kosakata sebelumnya. Hal tersebut terbukti dari jumlah kata yang terdapat pada kosakata empat etima adalah 21 kosakata, sedangkan jumlah kosakata tiga etima sebanyak 31 kosakata. Terlebih lagi, jumlah kosakata dua etima sebanyak 76 kosakata. UNIVERSITAS INDONESIA
105
Selanjutnya, kosakata empat etima akan dijelaskan berdasarkan urutan jumlah pelambang mulai dari pelambang yang paling sedikit hingga pelambang yang banyak. Atas dasar tersebut, berikut tabel kosakata umum Swadesh empat etima dengan satu pelambang.
Tabel 4.41 Kosakata Umum Swadesh Empat Etima Empat Pelambang
No
No. Peta
1
133
Glos
Pelambang
Berian [dәɳkƱl] [tᴐɁᴐt] [tᴐɳkaɁ] [ᴐrak]
LUTUT
Daerah Pakai 1-11, 14, 16, 19-24 12, 13, 18 15 17
Kelompok empat etima dengan empat pelambang dari kosakata umum Swadesh ini hanya memiliki satu kata saja. Hal ini dapat menandakan bahwa sangat kecil kemungkinan bahasa yang terdapat di Banyuwangi berjumlah empat bahasa. Apalagi dengan melihat daerah pakai pada pelambang yang hanya didominasi oleh dua pelambang. Untuk dua pelambang lainnya hanya dipakai di satu daerah pakai saja. Hal ini dapat dijadikan bukti penguat bahwa bahasa di Banyuwangi hanya ada dua. Terlebih lagi, kosakata peralatan dan perlengkapan tidak mempunyai empat etima dengan empat pelambang. Lebih lanjut, kosakata umum Swadesh ini juga ada yang memiliki empat etima dengan lima pelambang. Berikut tabel kosakata umum Swadesh empat etima dengan lima pelambang yang tertera di bawah ini.
Tabel 4.42 Kosakata Umum Swadesh Empat Etima Lima Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
5
ANAK
Pelambang
Berian [arεɁ] [lare] [bᴐcah] [pƱtrah [anak]
Daerah Pakai 14 9 21 12, 18 1-8, 10, 11, 13, 15-17, 19, 20, 22-24
UNIVERSITAS INDONESIA
106
2
155
[biniɁ] [bәbiniɁ] [orεɳ biniɁ] [wadᴐn] [wεdᴐk]
PEREMPUAN
13, 18 12 17 1-6, 8, 9, 11, 15, 16 7, 10, 14, 19-24
Tabel kosakata umum Swadesh empat etima dengan lima pelambang di atas menyaratkan dua hal. Pertama, pada glos ANAK hanya ada satu pelambang yang paling banyak dipakai di Kabupaten Banyuwangi, yaitu [anak]. Selain itu, daerah yang memakai pelambang lain hanya ada satu. Hal ini membuat adanya dugaan bahwa bisa saja glos ANAK tidak ada padanannya atau bisa juga pemakaiannya langsung merujuk kepada jenis kelamin sehingga untuk penyebutan netral seperti itu tidak ada. Kedua, pada glos PEREMPUAN hanya ada dua pelambang yang mendominasi daerah pakai. Dua pelambang yang mendominasi daerah pakai tersebut berbeda etima. Satu pelambang mewakili penduduk Jawa dan satu pelambang lagi mewakili penduduk Using. Sisanya, mewakili penduduk Madura. Tidak hanya kosakata umum Swadesh saja, tetapi kosakata peralatan dan perlengkapan juga mempunyai empat etima dengan lima pelambang. Terlebih lagi, jumlah kosakata peralatan dan perlengkapan lebih banyak dibandingkan kosakata umum Swadesh walaupun hanya selisih satu kata. Di bawah ini tabel kosakata peralatan dan perlengkapan empat etima dengan lima pelambang.
Tabel 4.43 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Empat Etima Lima Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
49
PENGGERUS
2
66
TEMPAYAN
Pelambang
Berian [cantƱɁ] [cantuk] [cәkocәk] [ulәk-ulәk] [muntu] [jәmbәn] [jәmbaɳan]
Daerah Pakai 1-4, 6-9, 11, 15, 16 5 12, 13, 17, 18 10, 14, 20, 23 19, 21, 22, 24 17 21
UNIVERSITAS INDONESIA
107
[gәntᴐɳ]
3
1
[kәndi] [jƱn] [bәbәkan] [mbәbәɁ] [gәntᴐɳ] [tᴐmbᴐk] [alu]
ALU
2-4, 6-9, 13, 14, 16, 18, 23 5, 10-12, 15, 22, 24 19, 20 1-5, 7-10, 15-16 11 12, 13, 18 6 14, 17, 19-24
Kondisi tabel di atas tidak sama dengan kondisi kelompok etima sebelumnya. Jika kelompok etima sebelumnya terlihat ada satu pelambang yang mendominasi daerah pakai, maka pada kosakata peralatan dan perlengkapan empat etima dengan lima pelambang tidak ada yang mendominasi oleh satu atau dua pelambang. Bisa dikatakan, banyaknya daerah pakai pada satu pelambang dengan pelambang lain tidak sekontras sebelumnya walaupun tetap saja masih ada pelambang yang hanya digunakan dalam satu daerah saja. Berikutnya, kosakata umum Swadesh dan kosakata peralatan dan perlengkapan memiliki empat etima dengan enam pelambang. Jumlah kosakata umum Swadesh yang memiliki empat etima dengan enam pelambang sebanyak dua kosakata. Lebih banyak dari itu, jumlah kosakata peralatan dan perlengkapan empat etima dengan enam pelambang sebanyak lima kosakata. Berikut kosakata umum Swadesh empat etima dengan enam pelambang yang terdapat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.44 Kosakata Umum Swadesh Empat Etima Enam Pelambang
No
1
No. Peta
95
Glos
ISTERI
Pelambang
Berian [bini] [binih] [wadᴐn] [wᴐɳ wadᴐn] [bojo] [rabi]
Daerah Pakai 12, 18 13, 17 1 4, 8, 11 7, 10, 14, 19-24 2, 3, 5, 6, 9, 15, 16
UNIVERSITAS INDONESIA
108
[gәndiɳan] [gandaɳan ] [nәmbaɳ] [nәmbyaɳ]
2
147
[ɲaɲi] [ɳεjuɳ]
NYANYI
2, 9, 15 5 19-23 1, 8, 11 3, 4, 6, 7, 10, 12-14, 16, 17, 24 18
Tabel di atas menunjukkan adanya kata atau glos yang sama dengan bahasa Indonesia dan ada pelambang yang mempunyai arti lain bila dikaitkan dengan pemakai bahasa yang berbeda. Kata atau glos yang sama dengan bahasa Indonesia terlihat pada NYANYI yang tetap disebut dengan [ɲaɲi]. Sebagian besar informan kebingungan ketika ditanya kata ini. Hal tersebut disebabkan perbedaan penyebutan biasanya tergantung dari jenis lirik yang ingin dinyanyikan. Hampir sama dengan kelompok etima sebelumnya, bentuk netral NYANYI tidak ada atau lebih sering langsung merujuk kepada jenis teks yang akan dinyanyikan. Di sisi lain, ada pelambang yang mempunyai arti beda bila ditanyakan kepada orang yang berbeda. Dalam hal ini, penduduk Using menyebut ISTERI dengan kata [rabi]. Padahal, [rabi] sendiri jika dalam lingkungan penduduk Jawa akan mempunyai arti menikah. Hal tersebut berbeda makna dengan [rabi] yang diujarkan oleh penduduk Using. Lanjut ke bagian yang lain, kosakata peralatan dan perlengkapan juga ada yang memiliki empat etima dengan enam pelambang. Hal tersebut terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.45 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Empat Etima Enam Pelambang
No
1
No. Peta
13
Glos
CANGKUL KECIL
Pelambang
Berian [pacƱl cilik] [pacƱl ciliɁ] [pacƱl kεniɁ] [landuk kεniɁ] [calƱɁ] [waɳkIl]
Daerah Pakai 1-11, 15, 20, 21, 23, 24 14, 22 13, 17, 18 12 16 19
UNIVERSITAS INDONESIA
109
2
15
COBEK
[gәntᴐɳ] [cebᴐɳ] [gәlaɳsIh]
3, 5-8, 10, 11, 14, 16 9, 22 4 1, 2, 15 12, 13, 17, 18 19-21, 23, 24 1-3, 6, 7, 9, 15, 19, 21, 23 13 4, 5, 8, 11, 14, 16, 20, 22, 24 18 12 10 15, 19, 20, 22-24 17 1-3, 5-11, 13, 16, 18, 21 12 4
[lumbuɳ]
14
[cuwεk] [cƱwεk] [cәbyεk] [jәbεk] [cobik] [lәmpεr] [kәjεn] [kәjin]
3
4
38
63
MATA BAJAK
TEMPAT BERAS
[siɳkal] [seɳkal] [salagә] [tәtәr] [dariɳan] [padariɳan]
Pada kata atau glos CANGKUL KECIL memiliki kesamaan dengan NYIRU BESAR. Hal yang membuat keduanya sama adalah beberapa daerah tidak menyebutnya dengan istilah atau bentuk baru. Namun, penyebutannya lebih kepada gabungan antara sebutan CANGKUL dan KECIL. Misalnya [pacƱl cilik] yang berasal dari gabungan [pacƱl] dan [cilik]. Hal ini juga menandakan alat tersebut tidak mempunyai penamaan yang spesifik. Bisa saja, sebutan [pacƱl] lebih mengarah kepada alat cangkul yang besar karena di daerah pakai tersebut alat cangkul selalu berukuran besar. Beralih ke kelompok empat etima dengan jumlah pelambang yang lain, kosakata umum Swadesh memiliki empat etima dengan tujuh pelambang. Begitu pula dengan kosakata peralatan dan perlengkapan yang juga mempunyai empat etima dengan tujuh pelambang. Tabel kosakata umum Swadesh yang menunjukkan empat etima dengan tujuh pelambang terdapat pada tabel di bawah ini.
UNIVERSITAS INDONESIA
110
Tabel 4.46 Kosakata Umum Swadesh Empat Etima Tujuh Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
10
APUNG (ME)
2
11
ASAP
3
14
BAGAIMANA
4
16
BAKAR
5
44
BUSUK
Pelambang
Berian
Daerah Pakai 7, 10, 11, 14, 21, 24 [ɳambaɳ] 12, 13, 17, 18 [ɳambәɳ] 19, 20, 23 [kәmampƱl] 22 [kampƱl] y [kәmamb aƞ] 1-3, 5, 9, 15, 16 6, 8 [kәmƐmbyaɳ] 4 [mәɳapuɳ] 1-3, 5-11, 1416 [wәlәk] 21 [bulәk] 17 [kᴐkᴐs] 12, 13, 18 [ᴐkᴐs] 19, 23, 24 [kәbƱl] 20 [bәlƱɁ] 4, 22 [asap] 2, 3, 5, 6, 9, 11, 15, 16 [kәlәndi] 1, 8 [kәlәnday] 10 [kәpiye] 7, 14, 19-24 [piye] Ɂ 13, 18 [ndә rәmma] 12, 17 [dәrәmma] y 4 [baga mana] 2, 16, 23 [ɳᴐbᴐɳ] 10, 11, 15, 24 [kᴐbᴐɳ] 1, 3, 5-9, 14, 20, 21 [ᴐbᴐɳ] 12, 13 [tᴐnᴐh] 18 [nᴐnᴐ] 17 [e yober] 4, 19, 22 [bakar] 2, 5-7, 9-11, 14-16, 19-24 [bᴐsᴐɁ] 12 [bucᴐɁ] 17 [butcoɁ] m 13, 18 [ bucᴐɁ] UNIVERSITAS INDONESIA
111
[mambu] [εlεk] [bәrәk] [dan] [lan] [bәn] [ambi] [ambεk] [bik] 6
49
DAN
[karo] [awu] [abu] [abuh] [dәbu] [lәbu] [lәmah]
7
54
[blәdƱg]
DEBU
8 1 3, 4 4 12, 15, 22 17, 18 1-3, 5, 8, 9, 11, 16 7, 10 13 14, 19, 20, 2224 6 12 13 4 1-3, 5, 8, 9, 11, 14 7 10, 15, 16, 2021, 23
Hal yang menarik pada tabel di atas adalah sebagian besar kata atau glos mempunyai bentuk yang sama dengan salah satu pelambang. Kata atau glos yang tidak mempunyai bentuk yang sama dengan salah satu pelambang adalah BUSUK. Selebihnya, kata atau glos mempunyai bentuk yang sama dengan salah satu
pelambang.
Misalnya,
ABU
dengan
[abu],
DAN
dengan
[dan],
BAGAIMANA dengan [bagaymana], ASAP dengan [asap], dan APUNG (ME) dengan [mәŋapuŋ]. Meskipun demikian, daerah pakai pelambang yang sama dengan kata atau glos dalam bahasa Indonesia ini tidak banyak atau bisa dikatakan hany sedikit. Hal tersebut terlihat dari jumlah daerah pakai yang bekisar antara satu hingga tiga daerah pakai. Sementara itu, kondisi berbeda ditampilkan oleh kosakata peralatan dan perlengkapan empat etima dengan tujuh pelambang. Berikut tabel kosakata peralatan dan perlengkapan empat etima dengan tujuh pelambang.
UNIVERSITAS INDONESIA
112
Tabel 4.47 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Empat Etima Tujuh Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
8
BUBU
Berian [bubu] [bubuh] [kicIr] [kecIr] [tuwƱ] [wuwu] [tәlәk]
GARU
[garu] [garuk] [garƱɁ] [kәrIk] [kәrεk] [tәtәr] [cεkεr]
GOLOK
[bƱdIɳ] [gudiɳ] [mƱtIk] [mƱtIɁ] [calᴐk] [gᴐlᴐk] [pәɳᴐtIk]
PERAHU
[pәrau] [prau] [prauh] [pәraw] [jᴐkᴐɳ] [gεtεk] [sampan]
PATIL
[pәtIl] [patεl] [pasah] [pasrah] [gintәl] [kintәl] [banci]
2
3
4
5
20
24
50
46
Pelambang
Daerah Pakai 12, 17, 18 13 14, 19-22 1-5, 7-11, 15, 16 6 23 24 3, 6, 7, 9, 11-13, 15-24 4 2 10 14 1, 5 8 1, 2, 4, 5, 7-11, 1317, 21 12 19-21, 24 22 23 6 3 1, 4, 5, 7-9, 11-15, 22 6, 16, 19-21, 24 17 18 2, 3 10 23 2, 4-7, 14, 17, 22, 24 12, 13, 18 19-21 10, 15, 16 11 3, 8, 9 23 UNIVERSITAS INDONESIA
113
Perbedaan yang mencolok pada tabel di atas terlihat pada kolom daerah pakai. Hal tersebut disebabkan antara satu pelambang dengan pelambang lain memiliki ketimpangan daerah pakai yang cukup banyak. Dari hal tersebut juga terlihat adanya dominasi satu pelambang yang banyak digunakan dibandingkan pelambang yang lain. Untuk pelambang lain yang tidak mendominasi jumlah daerah pakai paling maksimal sebanyak tiga daerah pakai. Bahkan, tidak sedikit juga yang hanya memiliki satu daerah pakai. Pelambang yang mendominasi di setiap kata atau glosnya adalah [pәtIl] dari PATIL, [pәrau] dari PERAHU, [bƱdIɳ] dari GOLOK, [garu] dari GARU, dan [kecIr] dari BUBU. Setelah itu, kosakata empat etima yang akan dibahas adalah kosakata empat etima dengan delapan pelambang. Dalam hal ini, kosakata umum Swadesh memiliki empat etima dengan delapan pelambang. Sebaliknya, kosakata peralatan dan perlengkapan tidak memiliki empat etima dengan delapan pelambang. Di bawah ini tabel yang menunjukkan kosakata umum Swadesh empat etima dengan delapan pelambang.
Tabel 4.48 Kosakata Umum Swadesh Empat Etima Delapan Pelambang
No
1
2
No. Peta
80
65
Glos
Pelambang
Berian
HAPUS
[busәk] [gusәk] [mbusәk] [gᴐsᴐk] [ɳgᴐsᴐk] [kosot] [kᴐsᴐt] [ɳapƱs]
DORONG
[sƱrƱɳ] [ɲƱrƱɳ] [surƱɳ] [ɲurƱɳ] [sotok] [ɲotok] [njᴐɳkrᴐɁne]
Daerah Pakai 5, 9, 10, 15, 16, 19-24 18 2, 3, 14 4, 7, 8, 1, 11 12, 13 17 6 2, 3, 6, 7, 10, 11, 16 1, 4, 8, 9, 14, 15 21, 24 19, 20, 23 12, 17 13, 18 22
UNIVERSITAS INDONESIA
114
[sunduɳakәn ] [kukƱr]
3
73
GARUK
4
173
SUAMI
[kƱkƱr] [ɳƱkƱr] [ɳukƱr] [gәru] [a gәru] [cakar] [kәrƱɁ] [lakεh] [lakεk] [laki] [lakine] [lakinεɁ] [wᴐɳ lanaɳ] [bojo] [rabi]
5 19, 21, 23, 24 1, 2, 4, 5, 7-10, 16 3, 6, 11 20 13, 18 12, 17 14 15, 22 12, 13, 18 17 2, 9 5 3 1, 6, 8, 11 7, 10, 14, 19-24 4, 15, 16
Kosakata umum Swadesh empat etima dengan delapan pelambang ini mempunyai dua jenis atau pola. Hal tersebut disebabkan beberapa kata ada yang memiliki jumlah pelambang dalam satu etima sama. Pola atau jenis pertama yang dapat dilihat adalah adanya empat etima yang berbeda dengan salah satu etima memiliki empat hingga lima pelambang. Sementara itu, tiga etima lainnya hanya memiliki satu atau dua pelambang. Pola tersebut merupakan pola yang terdapat pada kata atau glos SUAMI, DORONG, dan GARUK. Pola atau jenis kedua yang muncul adalah adanya empat etima yang berbeda dengan komposisi etima, yaitu tiga pelambang, dua pelambang, dua pelambang, dan satu pelambang. Kondisi demikian terdapat pada kata atau glos HAPUS. Masih pada kosakata umum Swadesh, kelompok empat etima yang terdapat dalam data ada yang memiliki sembilan pelambang. Kosakata umum Swadesh empat etima dengan sembilan pelambang ini bukan merupakan jumlah pelambang terbanyak. Hal tersebut disebabkan masih ada lagi jumlah pelambang yang termasuk ke dalam kosakata empat etima yang jumlahnya melebihi angka sembilan. Namun, sebelum mengetahui jumlah pelambang terbanyak pada UNIVERSITAS INDONESIA
115
kelompok etima ini akan dipaparkan tabel kosakata umum Swadesh empat etima dengan sembilan pelambang sesuai dengan yang ada di bawah ini.
Tabel 4.49 Kosakata Umum Swadesh Empat Etima Sembilan Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
62
PADA
2
70
ENGKAU
3
77
GOSOK
Pelambang
Berian [pada] [pᴐdᴐ] [pᴐdᴐɁ] [ndeɁ] [ndәɁ] [dәk] [nIɳ] [rIɳ] [pas] [sirᴐ] [sirᴐɁ] [rikᴐɁ] [kowe] [kuwe] [bәlәn] [bәɁәn] [bәɁna] [әɳkaw] [gosok] [gosᴐk] [gᴐsᴐk] [ɳgᴐsᴐk] [ɳgosok] [ŋᴐsᴐt] [gursoɳ] [ɳusukɳusuk] [oso]
Daerah Pakai 4 7, 10, 15, 2022 3, 8 24 18 17 5, 12, 14, 16 1 23 9, 11 1, 3, 5, 6, 8, 16 2, 15 7, 14, 19-24 10 17 13, 18 12 4 2-4, 16 1, 24 5, 7-10, 14, 19, 21 6, 15, 22 11, 23 17, 18 12 20 13
UNIVERSITAS INDONESIA
116
Pada tabel di atas, kata yang dapat dikatakan tidak ada atau tidak digunakan oleh masyarakat Banyuwangi secara keseluruhan, baik pengguna bahasa Jawa maupun Madura adalah PADA. Dalam hal ini, PADA banyak diartikan sebagai kata yang sama dengan DI. Akan tetapi, ada pula yang menyamakan PADA dengan [pᴐdᴐ]. Hal tersebut memperlihatkan adanya perubahan bunyi vokal /a/ menjadi /ᴐ/. Padahal, bisa saja makna [pᴐdᴐ] berbeda dengan PADA dalam bahasa Indonesia. Pendidikan terakhir informan yang kebanyakan pada tingkat sekolah menengah maupun sekolah dasar membuat bunyi /a/ yang terdapat dalam bahasa Indonesia tanpa menelusuri lebih dalam langsung diganti dengan /ᴐ/ agar menjadi bahasa daerah walaupun belum tentu dipakai atau jarang sekali penggunaannya. Sementara itu, kosakata empat etima dengan sembilan pelambang juga dimiliki oleh kosakata peralatan dan perlengkapan. Berikut kosakata peralatan dan perlengkapan empat etima dengan sembilan pelambang yang terdapat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.50 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Empat Etima Sembilan Pelambang
No
1
No. Peta
5
Glos
BALAIBALAI
Pelambang
Berian [lincaɁ] [lεncaɁ] [lεncak]
Daerah Pakai 19, 22-24 12, 18 17
[caklεncaɁkan]
13 2-4, 6, 9-11, 15, 16 5, 8 21 14 7, 20 19, 21, 23, 24 22
[pәlᴐncᴐ] [pәlᴐncᴐɁ] [bale] [mbale] [ambεn] [ɳᴐbεk] [ɳᴐbεɁ] [ɳᴐbεɁi] [mәɳᴐbεɁ]
2
17
DAYUNG (BER)
[bәrdayƱɳ]
20 14 5, 7-10, 13, 15
UNIVERSITAS INDONESIA
117
[ndayƱɳ] [a dәjuɳ] [a dәyung] [ɲᴐlεd]
2-4, 6, 11, 16 12, 17 18 1
Tabel di atas memperlihatkan adanya kesamaan pola atau jenis pada kosakata peralatan dan perlengkapan empat etima dengan sembilan pelambang. Kesamaan tersebut terlihat dari adanya empat etima yang berbeda dengan satu etima memiliki komposisi pelambang, yaitu empat, dua, dua, dan satu pelambang. Dalam hal ini, hanya ada satu etima yang hanya memiliki satu pelambang. Di samping itu, ada pula dua etima yang memiliki dua pelambang. Selanjutnya, kosakata empat etima yang memiliki jumlah pelambang terbanyak dimiliki oleh kosakata umum Swadesh maupun kosakata peralatan dan perlengkapan. Jumlah pelambang terbanyak dalam kelompok empat etima ada sebanyak sebelas pelambang. Sayangnya, banyaknya jumlah pelambang pada kelompok etima ini tidak berbanding lurus dengan jumlah kata yang hanya memiliki satu saja di setiap jenis kosakata. Hal tersebut terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.51 Kosakata Umum Swadesh Empat Etima Sebelas Pelambang
No
1
No. Peta
30
Glos
BERI
Pelambang
Berian [wεni] [ɳuwεni] [ɳuwεhi] [ɳәwεhi] [ɳᴐwεhi] [wεɁi] [kεɁi] [ɳәkεɁi] [bәrriɁ] [a bәrriɁ] [begi]
Daerah Pakai 1, 6 2-5, 9-11, 15, 16, 24 19 20 22 21 14 7, 23 13, 18 12 17
UNIVERSITAS INDONESIA
118
Dari data daerah pakai yang terdapat di atas, banyak sekali pelambang yang hanya memiliki satu daerah pakai. Selain itu, ada pula pelambang yang memiliki dua daerah pakai, tetapi masih lebih sedikit dibandingkan pelambang yang memiliki satu daerah pakai. Di lain pihak, ada pelambang yang memiliki banyak sekali daerah pakai. Ketimpangan ini hampir sama dengan kelompok etima sebelumnya. Hal yang membuat pelambang pada tabel di atas berjumlah sebelas karena banyak sekali pelambang yang hanya ada di satu daerah pakai. Sementara itu, ada pula kosakata peralatan dan perlengkapan yang mempunyai empat etima dengan sebelas pelambang. Di bawah ini terdapat tabel kosakata peralatan dan perlengkapan empat etima dengan sebelas pelambang.
Tabel 4.52 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Empat Etima Sebelas Pelambang
No
1
No. Peta
57
Glos
SAMPAN
Pelambang
Berian [paraƱ] [pәrau] [pәraƱ cilik] [pәraw] [praƱh] [prau] [praƱ] [jƱkƱɳ] [jᴐkᴐɳ] [gεtεk] [sampan]
Daerah Pakai 12 7, 14, 22 1 18 17 19-21, 24 5, 15, 16 2, 11 10, 3, 4, 6, 8, 9, 13, 23
Tabel kosakata peralatan dan perlengkapan di atas menunjukkan bahwa SAMPAN masih disamakan dengan PERAHU. Padahal, menurut Kamus Khusus Penelitian Kekerabatan dan Pemetaan Bahasa-Bahasa Daerah di Indonesia (Ayatrohaedi, 1997), SAMPAN mempunyai arti perahu kecil. Hanya beberapa daerah saja yang sesuai dengan arti yang dimaksud. Hal ini disebabkan kebanyakan masyarakat Banyuwangi tidak menggeluti bidang perikanan maupun perlayaran sehingga tidak mengetahui perbedaan SAMPAN dengan PERAHU. UNIVERSITAS INDONESIA
119
4.2.5
Kosakata Lima Etima Pada kelompok lima etima ini, kosakata umum Swadesh dengan kosakata
peralatan dan perlengkapan mempunyai perbedaan yang lain dari perbedaan sebelumnya. Hal ini disebabkan jumlah pelambang kosakata umum Swadesh lebih banyak tiga kali lipat dibandingkan kosakata peralatan dan perlengkapan. Tentu saja, hal tersebut dipengaruhi oleh total keseluruhan dua jenis kosakata tersebut yang tidak sama. Jumlah keseluruhan kosakata umum Swadesh sebanyak 200 kosakata, sedangkan jumlah keseluruhan kosakata peralatan dan perlengkapan sebanyak 71 kosakata. Perbandingan keduanya lumayan jauh atau dapat dikatakan satu berbanding dengan dua. Kosakata umum Swadesh memiliki lima etima dengan pelambang mulai dari enam hingga sebelas tanpa ada bagian yang tidak ada. Kebalikannya, kosakata peralatan dan perlengkapan hanya memiliki lima etima dengan pelambang mulai dari enam hingga tujuh. Tabel yang akan dimunculkan terlebih dahulu adalah kosakata umum Swadesh lima etima dengan enam pelambang yang disusul oleh kosakata peralatan dan perlengkapan lima etima dengan enam pelambang juga. Berikut kosakata umum Swadesh lima etima dengan enam pelambang yang terdapat di bawah ini.
Tabel 4.53 Kosakata Umum Swadesh Lima Etima Enam Pelambang
N o
No. Peta
Glos
1
12
AWAN
2
26
BENGKAK
Pelambang
Berian [mεgᴐ] [mεgᴐɁ] [ondәm] [ɳәraynᴐ] [awan] [mәndƱɳ] [bәrә] [bәrәh] [bәɳkak] [abƱh] [mәlәtεk]
Daerah Pakai 5, 9 1 12, 18 15 4, 6, 10, 17, 22 2, 3, 7, 8, 11, 13, 14, 16, 19-21, 23, 24 12, 13, 17 18 22 1-3, 5, 6, 8-11, 14-16, 19-21, 23, 24 7
UNIVERSITAS INDONESIA
120
3
171
SIANG
4
100
JATUH
[lukaɁ] [rayno] [ɳәrayno] [bәdƱg] [awan] [padaɳ] [abәn] [tibᴐ] [tibᴐɁ] [cәbloɁ] [labu] [cIcIr] [kәtәblᴐɳ]
4 2, 5, 11, 15 4, 8 1, 6, 9 7, 10, 14, 16, 19-24 3 12, 13, 17, 18 3-7, 9-11, 15, 22 1, 2, 14, 19-21, 23, 24 12, 13, 17, 18 16 8
Dalam hal ini, kosakata umum Swadesh lima etima dengan enam pelambang mempunyai pola atau jenis yang sama. Hal tersebut terbukti dari jumlah pelambang di satu etima mempunyai kesamaaan. Pola atau jenis yang sama tersebut terlihat dari adanya tiga etima yang berbeda dengan salah satu etima mempunyai dua pelambang dan etima yang lain hanya memiliki satu pelambang. Kesamaan tersebut terdapat pada empat kata yang terdapat pada tabel di atas, yaitu AWAN, BENGKAK, SIANG, dan JATUH. Lebih lanjut, kelompok lima etima ini tidak hanya dilihat dari satu jenis kosakata seperti kosakata umum Swadesh. Kelompok lima etima ini juga dilihat dari kosakata peralatan dan perlengkapan. Di bawah ini tertera tabel kosakata peralatan dan perlengkapan lima etima yang memiliki enam pelambang.
Tabel 4.54 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Lima Etima Enam Pelambang
No
No. Peta
Glos
Pelambang
Berian [gәlә] [gәlәh] [gεntεr] [sᴐgrᴐk]
1
19
GALAH
[ganjƱr] [sεɳgεt]
Daerah Pakai 12, 13, 17 18 14, 19, 20, 2224 21 2, 4, 6-8, 10, 15, 16 1, 3, 5, 9, 11
UNIVERSITAS INDONESIA
121
Kosakata peralatan dan perlengkapan lima etima dengan enam pelambang memiliki satu kata, yaitu GALAH. Dilihat dari segi daerah pakai, setiap pelambang memiliki daerah pakai yang terhitung banyak, kecuali dua pelambang. Pengecualian tersebut disebabkan pada dua pelambang tersebut hanya dipakai di masing-masing pelambang satu daerah pakai. Dua pelambang yang hanya digunakan di satu daerah adalaha [sᴐgrᴐk] dan [gәlәh]. Sementara itu, untuk pelambang lainnya jumlah daerah pakainya hampir sama banyaknya. Beralih ke kosakata lima etima dengan pelambang yang lain, kosakata umum Swadesh dan kosakata peralatan sama-sama mempunyai lima etima dengan tujuh pelambang. Namun, untuk kosakata peralatan dan perlengkapan, kelompok lima etima dengan tujuh pelambang merupakan kelompok terakhir. Dengan kata lain, bagi kosakata peralatan dan perlengkapan sudah tidak ada lagi kosakata lima etima yang lebih dari tujuh pelambang. Hal tersebut berbeda dengan kosakata Swadesh yang masih memiliki pelambang hingga sebelas pada kosakata lima etima. Berikut kosakata umum Swadesh lima etima dengan tujuh pelambang.
Tabel 4.55 Kosakata Umum Swadesh Lima Etima Tujuh Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
23
BEBERAPA
2
169
SEMPIT
Pelambang
Berian [bәrәpah] [bәrәmpah] [panbәrәmpan] [bәbәrapa] [macәm-macәm] [akεh] [bәɲak] [sumpәk] [supәk] [copεk] [cᴐpεk] [sәsәk] [ciyut] [sәmpIt]
Daerah Pakai 18 13 17 4 1 5, 19, 21 12 4 8, 10, 20 12, 13, 18 17 3 1, 2, 5-7, 9, 11, 19, 21-23 24
UNIVERSITAS INDONESIA
122
Hal yang terlihat pada tabel di atas adalah tidak semua daerah mempunyai penyebutan BEBERAPA. Hal ini disebabkan tidak adanya padanan kata dalam bahasa Jawa maupun bahasa Madura yang merujuk kepada arti yang sama dengan kata sasaran. Dengan begitu, tidak mengherankan jika pelambang yang merujuk kepada BEBERAPA banyak yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat timbul dari jarangnya masyarakat menggunakan kata itu. Biasanya, sebagian besar masyarakat langsung menyebutkan jumlah atau angka yang diinginkan bila berbicara. Berikutnya, penjelasan akan tertuju pada kosakata peralatan dan perlengkapan dari kelompok lima etima dengan tujuh pelambang. Di bawah ini terdapat tabel kosakata peralatan dan perlengkapan lima etima dengan tujuh pelambang.
Tabel 4.56 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Lima Etima Tujuh Pelambang
No
1
2
No. Peta
45
64
Glos
Pelambang
Berian
PARANG
[bƱdIɳ] [gƱdIɳ] [bәduɳ] [bεraɳ] [calᴐk] [motIk] [paraɳ]
TEMPAT IKAN
[kәmpIs] [kәpεs] [kәpIs] [kεrεɳ] [kәrambah] [εrεk] [tembᴐ]
Daerah Pakai 1, 2, 4-11, 1416 12 13, 17, 18 19-22, 23 24 3 1-3, 5-11, 15, 16 13 19-24, 18 14 12 4
Kosakata peralatan dan perlengkapan lima etima dengan tujuh pelambang memiliki pola atau jenis yang sama diantara dua kata pada tabel di atas. Hampir sama dengan kelompok etima sebelumnya, pola atau jenis yang sama tersebut UNIVERSITAS INDONESIA
123
terletak pada jumlah pelambang di satu etimanya. Dalam hal ini, pola yang terlihat adalah adanya lima etima yang berbeda dengan salah satu etima memiliki tiga pelambang sendiri, sedangkan etima lainnya hanya memiliki satu pelambang. Meskipun demikian, tetap saja terdapat dominasi terhadap satu pelambang. Dominasi tersebut terlihat dari banyaknya daerah pakai seperti [kәmpIs] untuk menyebutkan TEMPAT IKAN dan [bƱdIɳ] untuk menyebutkan PARANG. Selanjutnya, kosakata peralatan dan perlengkapan tidak mempunyai kelompok lima etima dengan pelambang lebih dari tujuh. Hal tersebut berbeda dengan kosakata umum Swadesh. Dalam hal ini, kosakata umum Swadesh mempunyai lima etima dengan delapan pelambang. Hal tersebut dapat terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.57 Kosakata Umum Swadesh Lima Etima Delapan Pelambang
No
1
No. Peta
24
Glos
BELAH (ME)
Pelambang
Berian [bәlah] [bәlәh] [bәlә] [sigar] [ɲigar] [mәcah] [ɳebIɁ] [e begi]
Daerah Pakai 4 12 13 1-3, 5, 6, 8-11, 15, 16, 20, 21, 24 14, 23 7, 19, 22 18 17
Tabel di atas memperlihatkan bahwa perbedaan etima disebabkan adanya kata tanya atau glos yang mempunyai afiks. Hal tersebut ikut memicu informan pada beberapa daerah untuk menambahkan pula afiks sesuai dengan bahasa yang digunakan walaupun ada pula informan yang tidak terpancing dengan adanya afiks tersebut. Bentuk afiks me- yang muncul dari adanya kata tanya atau glos tersebut membuat adanya bunyi yang dapat disejajarkan dengan afiks. Hal ini disebabkan makna dari adanya bunyi yang menandakan afiks tersebut sama dengan makna dari kata yang mempunyai afiks. Bunyi yang dimaksud adalah /ɲ/ dalam [ɲigar], /ŋ/ dalam [ŋebIɁ], dan /e/ dalam [e begi].
UNIVERSITAS INDONESIA
124
Beranjak lebih jauh lagi, kosakata umum Swadesh lima etima ini juga mempunyai sembilan pelambang. Tidak hanya itu, kosakata umum Swadesh masih mempunyai lima etima dengan pelambang yang lebih banyak. Akan tetapi, kosakata umum Swadesh lima etima dengan sembilan pelambang akan dilihat terlebih dahulu. Berikut tabel kosakata umum Swadesh lima etima dengan sembilan pelambang.
Tabel 4.58 Kosakata Umum Swadesh Lima Etima Sembilan Pelambang
No
1
2
No. Peta
120
186
Glos
LAIN
TERBANG
Pelambang
Berian [liyᴐ] [liyᴐɁ] [liyane] [bedᴐ] [bedᴐɁ] [lain] [laen] [bәnne] [bidәh] [ibәr] [mibәr] [ɳәbbәr] [ɳabbәr] [ebor] [mebƱr] [mᴐlᴐɁ] [mƱmbƱl] [ɳәlayaɳ]
Daerah Pakai 6, 7, 22-24 1-3, 9-11, 20 5, 14, 15, 19, 21 8, 16 4 13, 17 12 18 23 1, 2, 4-9, 11, 14, 16 17 12, 13, 18 24 19-22, 15 10 3
Karakteristik yang muncul pada tabel di atas adalah adanya variasi dan etima yang hanya memiliki satu daerah pakai. Hal ini membuat beberapa pelambang mempunyai daerah pakai yang banyak. Pemakaian pelambang yang hanya memiliki satu daerah ini juga menyumbang banyaknya etima. Kondisi yang tidak terlalu berbeda jauh dengan kosakata umum Swadesh lima etima dengan
UNIVERSITAS INDONESIA
125
sembilan pelambang ditunjukkan pula oleh kosakata umum Swadesh lima etima dengan sepuluh pelambang. Berikut kosakata umum Swadesh lima etima dengan sepuluh pelambang yang tertera pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.59 Kosakata Umum Swadesh Lima Etima Sepuluh Pelambang
No
1
2
No. Peta
182
47
Glos
TARIK
CUCI
Pelambang
Berian [tarεk] [tarIk] [narIk] [mbatәk] [batәk] [byatәk] [tajә] [tajәk] [gεrεt] [erId] [umbah] [umbyah] [ɳumbah] [ɳumbyah] [umbahumbah] [umbyahumbyah] [cuci] [wesƱh] [ɳasah] [sasәsa]
Daerah Pakai 12, 13 4, 6-9, 14 3, 11, 24 22 1, 5, 10, 15, 20, 21, 23 16 17 18 19 2 19, 21 16 2, 7, 8, 14, 20, 22-24 5, 6 10 1, 11 4, 11 3, 15 12 13, 17, 18
Kosakata umum Swadesh sepuluh pelambang mempunyai dua kata, yaitu CUCI dan TARIK. Dalam hal ini, ada kata yang mempunyai beberapa etima dengan beberapa variasi di dalamnya dan ada pula kata yang hanya satu etima memiliki variasi dalam jumlah yang banyak dengan etima lainnya tidak mempunyai variasi. Kata yang mempunyai beberapa etima dengan beberapa variasi di dalamnya adalah TARIK. Lalu, kata yang hanya satu etima memiliki UNIVERSITAS INDONESIA
126
variasi dalam jumlah yang banyak dengan etima lainnya tidak mempunyai variasi adalah CUCI. Kelompok lima etima dengan jumlah pelambang terbanyak juga dimiliki oleh kosakata umum Swadesh. Pelambang sebanyak sebelas ini hanya memiliki satu kata atu glos. Hal tersebut terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.60 Kosakata Umum Swadesh Lima Etima Sebelas Pelambang
No
No. Peta
Glos
Pelambang
Berian [ dudƱɁ] [ndƱdƱɁ] [ɳәdƱɁ] [ɳƱrƱɁ] [kәdƱg] [jugεri] [njogeri] [gali] ɳ [ galIh] [kale] m [ bᴐlᴐɳi] n
1
71
GALI
Daerah Pakai 2, 3, 14, 23 10, 15, 16 5, 20, 22, 24 17 19, 21 8 11 4, 9 13, 18 12 6, 7
Jika sebelumnya afiks dapat disejajarkan dengan bunyi tertentu karena mempunyai makna yang sama, pada tabel di atas juga terdapat tipe sejenis. Persamaan pada tabel di atas dengan kelompok sebelumnya adalah adanya penggunaan bunyi yang dapat menandakan afiks. Hal tersebut terlihat dari [kәdƱg] menjadi [ɳәdƱɁ]. Perubahan bunyi /k/ pada [kәdƱg] menjadi /ŋ pada [ɳәdƱɁ] dapat menandakan bahwa bunyi konsonan /ŋ/ sama dengan afiks medalam bahasa Indonesia.
4.2.6
Kosakata Enam Etima Meskipun semakin banyak etima jumlah pelambang maupun jumlah kata
semakin berkurang pula, tetapi jumlah pelambangnya semakin banyak. Maksudnya, bila kosakata satu sampai lima etima memiliki paling banyak sebelas pelambang, maka untuk kosakata enam etima ke atas memiliki jumlah pelambang UNIVERSITAS INDONESIA
127
melebihi jumlah maksimal kelompok kosakata etima sebelumnya. Hal ini terlihat dari jumlah pelambang terbanyak dari kosakata umum Swadesh enam etima adalah dua belas. Bahkan, kosakata perlengkapan dan peralatan memiliki pelambang terbanyak, yaitu tiga belas. Berikut kosakata peralatan dan perlengkapan enam etima dengan enam pelambang yang tertera pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.61 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Enam Etima Enam Pelambang
No
1
No. Peta
10
Glos
BUYUNG
Pelambang
Berian [gәntᴐɳ] [pәndIl] [kәndi] [pasƱk] [pәnay] [jƱn]
Daerah Pakai 1, 2, 5, 6, 8-12, 15-20 7 4 3 13 14, 21-24
Kosakata peralatan dan perlengkapan enam etima dengan enam pelambang memiliki satu kata. Meskipun terdapat enam etima dengan enam pelambang, tetapi hanya terdapat dua pelambang yang memiliki daerah pakai yang lebih dari satu. Selebihnya, pelambang lain hanya dipakai di satu daerah. Pelambang yang memiliki daerah pakai lebih dari satu adalah [gәntᴐɳ] dan [jƱn]. Untuk pelambang yang hanya digunakan di satu daerah pakai adalah [pәndIl], [kәndi], [pasƱk], dan [pәnay]. Hal inilah yang membuat jumlah etimanya menjadi banyak. Dalam hal ini, kosakata umum Swadesh tidak mempunyai enam etima dengan enam pelambang. Kosakata umum Swadesh mempunyai enam etima dengan tujuh pelambang. Kebalikannya, kosakata peralatan dan perlengkapan tidak mempunyai enam etima dengan tujuh pelambang. Berikut kosakata enam etima dengan tujuh pelambang.
UNIVERSITAS INDONESIA
128
Tabel 4.62 Kosakata Umum Swadesh Enam Etima Tujuh Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
50
DANAU
2
160
PUNGGUNG
Pelambang
Berian [danaw] [danƱ] [kәdƱɳ] [rᴐwᴐ] [bәlumbәɳ] [sәgara anaɁan] [bәlәnan] [bukik] [bugik] [bᴐyᴐɁ] [gәgәr] [tәɳɳa] [puɳguɳ] [tepak]
Daerah Pakai 3, 6, 8, 9, 11, 14, 15, 17, 20, 22 4, 24 1, 19, 23 5, 7, 10, 21 12, 13 16 18 12 13, 18 2-9, 15, 16 10, 19-21, 23, 24 17 11, 22 1
Kosakata umum Swadesh enam etima dengan tujuh pelambang ini memiliki dua kata, yaitu DANAU dan PUNGGUNG. Kedua kata tersebut memiliki pola pelambang yang sama. Kesamaan pola pelambang terlihat dari adanya enam etima yang berbeda dengan salah satu etima memiliki dua pelambang, sedangkan etima lainnya hanya memiliki satu pelambang. Namun, dari kesamaan tersebut terdapat perbedaan pemakai bahasa. Pada kata atau glos DANAU, adanya variasi [danaw] dan [danƱ] dituturkan oleh penduduk yang menggunakan bahasa Jawa. Sementara itu, adanya variasi [bukik] dan [bugik] pada PUNGGUNG digunakan oleh penduduk yang berbahasa Madura. Berikutnya, kosakata umum Swadesh mempunyai enam etima dengan sembilan pelambang. Hal tersebut terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.63 Kosakata Umum Swadesh Enam Etima Sembilan Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
29
BERENANG
Pelambang
Berian [ɳәlaɳi]
Daerah Pakai 2, 5-8, 10, 11, 14, 15, 18, 20-24
UNIVERSITAS INDONESIA
129
[ɳlaɳi] [alaɳᴐy] [alaɳɳᴐy] [dayƱɳ] [ndayƱɳ] [rәnaɳ] [ɳәlᴐyᴐɳ] [ɲәlƱrƱp]
19 13 12, 17 1 4 16 9 3
Pada tabel di atas, dari sembilan pelambang hanya ada satu pelambang yang digunakan di banyak daerah pakai. Pelambang tersebut adalah [ɳәlaɳi]. Dalam hal ini, baik penduduk Jawa, Using, maupun Madura tetap saja ada yang menyebut pelambang ini. Meskipun demikian, penduduk Jawa, Using, maupun Madura tetap mempunyai variasi sehingga tidak semua penduduk tersebut menggunakan pelambang yang sama. Variasi tersebut sebagian besar hanya digunakan di satu daerah pakai. Selanjutnya, kosakata enam etima yang akan dimunculkan adalah kosakata enam etima dengan sepuluh pelambang. Ada dua jenis kosakata yang memiliki enam etima dengan sepuluh pelambang, yaitu kosakata umum Swadesh serta kosakata peralatan dan perlengkapan. Di bawah ini tabel kosakata umum Swadesh enam etima dengan sepuluh pelambang.
Tabel 4.64 Kosakata Umum Swadesh Enam Etima Sepuluh Pelambang
No
1
No. Peta
198
Glos
TUMPUL
Pelambang
Berian [tƱmpƱl] [tᴐmpƱl] [tᴐmbu] [gәblƱɁ] [gәblƱk] [bundәl] [bujәl] [kәthƱl] [papak] [mәtukƱl]
Daerah Pakai 17 12, 18 13 8-10, 15, 19, 20 2, 6 16 21-24, 14 1, 3, 5, 7, 11 4
UNIVERSITAS INDONESIA
130
Kosakata umum Swadesh ini memiliki sepuluh pelambang disebabkan kata atau glos TUMPUL mempunyai perbedaan bila acuan bendanya berbeda. Hal tersebut terlihat dari pelambang yang hanya cocok disebut bila menggunakan acuan benda tertentu dan tidak cocok bila digunakan untuk mengacu benda lainnya. Misalnya, pelambang [bujәl] yang lebih mengarah atau mengacu kepada benda seperti pensil. Tidak hanya itu, kosakata peralatan dan perlengkapan juga mempunyai enam etima dengan sepuluh pelambang seperti kosakata umum Swadesh. Hal tersebut terdapat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.65 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Enam Etima Sepuluh Pelambang
No
No. Peta
Glos
Pelambang
Berian [busur] [busƱr] [gәgәɳ busƱr] [cәmparәɳ] [jәmparәɳ] [pasәr] [pasәl] [gandewᴐ] [pәntaɳan]
1
2
9
28
BUSUR
JERAT
[panah] [ajirәt] [jirәt] [njәrat] [ejirәɁ] [dadƱɳ] [gadƱɳ] [kᴐlᴐ] [tampar] [tali] [bogo]
Daerah Pakai 5, 9, 13 17, 20 12 3 8 2, 7, 10, 15, 23 18 19, 21 24 1, 6, 11, 16, 22 18 1-3, 5-7, 13, 15, 17, 19 11, 14 12 16 8 21, 23 10, 20, 24 9, 22 4
UNIVERSITAS INDONESIA
131
Lain halnya dengan kosakata umum Swadesh enam etima dengan sepuluh pelambang, kosakata peralatan dan perlengkapan enam etima dengan sepuluh pelambang memiliki banyak pelambang disebabkan adanya faktor yang mendukung. Faktor dari banyaknya pelambang pada tabel di atas adalah tidak digunakannya BUSUR dan JERAT dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini memengaruhi penyebutan dari benda tersebut. Kondisi masyarakat yang sudah tidak berburu ke hutan membuat masyarakat tidak begitu akrab mendengar benda tersebut sehingga jumlah pelambang pada kelompok etima ini menjadi banyak. Lalu, kosakata swadesh ada yang mempunyai enam etima dengan dua belas pelambang. Hal tersebut tidak memiliki jumlah pelambang yang lebih banyak dibandingkan jumlah pelambang kosakata peralatan dan peralatan. Hal tersebut terbukti pada tabel di bawah ini yang menunjukkan kosakata umum Swadesh memiliki jumlah pelambang paling banyak adalah dua belas pelambang.
Tabel 4.66 Kosakata Umum Swadesh Enam Etima Dua Belas Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
126
LEMPAR
2
189
TIDAK
Pelambang
Berian [mbәntƱɁ] [bәntƱɁ] [gәntƱɁ] [ɳuncal] [uncal] [Ʊntal] [antәm] [ɳantәm] [mbandәm] [sampat] [srawat] [e buwәɳ] [mᴐh] [әmᴐɳ] [әmᴐh] [gak] [әɳgak] [njәk]
Daerah Pakai 2 3-5, 7, 8 1 6 14, 16, 20, 21, 24 17 19 22 23 13, 18 9-11, 15 12 7 8 23 24 10 17
UNIVERSITAS INDONESIA
132
[әnjәk] [ora] [ᴐra] [sIɳ] [ƱsIɳ] [duduɁ]
12, 13, 18 14 19-22 1, 6 2-5, 9, 11, 16 15
Dalam hal ini, kosakata umum Swadesh enam etima dengan dua belas pelambang memiliki banyak variasi pada satu etimanya. Akan tetapi, variasi pada satu etimanya berkutat pada pola yang sama, yaitu penambahan maupun perubahan bunyi. Hal tersebut juga dapat ditemukan pada kelompok etima sebelumnya. Perubahan bunyi yang dapat menandakan adanya pasangan minimal adalah perubahan bunyi /h/ dalam [әmᴐh] menjadi /ŋ/ dalam [әmᴐɳ]. Kedua bunyi yang berbeda tersebut belum ditemukan pada kelompok etima sebelumnya. Jumlah pelambang terbanyak pada kelompok enam etima dimiliki oleh kosakata peralatan dan perlengkapan. Meskipun kosakata peralatan dan perlengkapan enam etima tidak memiliki dua belas pelambang, tetapi kosakata ini memiliki enam etima dengan tiga belas pelambang. Berikut kosakata peralatan dan perlengkapan yang tergolong enam etima dengan tiga belas pelambang.
Tabel 4.67 Kosakaata Peralatan dan Perlengkapan Enam Etima Tiga Belas Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
55
RANJAU
Pelambang
Berian [jәbakan] [jәbaɁan] [jәbyakan] [cәbagan] [kᴐlᴐk] [kᴐlᴐ] [jᴐlᴐ] [ranjᴐ] [ranjaw] [basaɳan] [bәsaɳan] [wәsi] [jirәk]
Daerah Pakai 2, 6, 7, 15, 17 23 16 18 3 4, 11 21 9, 19 5, 8, 12 20, 22 24 10 13
UNIVERSITAS INDONESIA
133
Kosakata peralatan dan perlengkapan pada tabel di atas mempunyai banyak pelambang disebabkan sebagian besar informan masih bingung dengan kata atau glos RANJAU. Padahal, informan tersebut telah diberikan penjelasan mengenai definisi dan kegunaan salah satu kosakata peralatan dan perlengkapan ini. Alhasil, jumlah pelambang pada kelompok etima ini sebanyak tiga belas pelambang. Meskipun demikian, penyebutan tersebut tidak boleh diabaikan. Hal tersebut disebabkan penyebutan itu setidaknya akan memperlihatkan kondisi kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi.
4.2.7
Kosakata Tujuh Etima Pada kosakata tujuh etima ini terdapat tujuh pelambang hingga tiga belas
pelambang. Akan tetapi, tidak semua urutan pelambang dari tujuh hingga tiga belas ditemukan. Hal ini disebabkan kosakata peralatan dan perlengkapan tujuh etima memiliki tujuh, delapan, dan sembilan pelambang. Sementara itu, kosakata umum Swadesh tujuh etima memiliki tujuh, delapan, sebelas, dan tiga belas pelambang. Urutan pelambang yang tidak ada adalah sembilan, sepuluh, dan dua belas pelambang. Dalam hal ini, urutan pelambang terkecil terdapat pada kosakata tujuh etima dengan tujuh pelambang. Kosakata umum Swadesh dan kosakata peralatan dan perlengkapan ini memiliki tujuh pelambang dengan tujuh etima. Kosakata yang akan dijelaskan terlebih dahulu adalah kosakata umum Swadesh tujuh etima dengan tujuh pelambang. Berikut tabel di bawah ini yang memperlihatkan kosakata umum Swadesh tujuh etima dengan tujuh pelambang.
Tabel 4.68 Kosakata Umum Swadesh Tujuh Etima Tujuh Pelambang
No
1
No. Peta
109
Glos
KATA (BER)
Pelambang
Berian [bәrkata] [ɳᴐmᴐɳ] [ɳucap] [ɳator] [ocak]
Daerah Pakai 4 1-3, 6-11, 14, 15, 19-24 5, 16 12 13
UNIVERSITAS INDONESIA
134
[a caca] [caɁәn]
17 18
Pada tabel di atas, kata atau glos yang ditanyakan kepada informan memiliki prefiks ber-. Hal tersebut mempunyai keterkaitan dengan hasil pengucapan atau ujaran yang keluar dari informan. Sebagian besar dari pelambang di atas, afiks ber- ini memiliki kesamaan makna dengan bunyi /ŋ/. Hal tersebut terlihat dari tiga pelambang yang memiliki bunyi /ŋ/, yaitu [ɳᴐmᴐɳ], [ɳucap], dan [ɳator]. Selain itu, afiks ber- juga mempunyai kesamaan makna dengan bunyi /a/ pada bahasa Madura. Hal ini disebabkan adanya afiks dengan tidak adanya afiks pada daftar tanya memengaruhi pengucapan atau pengujarannya. Hal tersebut terlihat dari [a caca] yang bila tidak ada afiks pada kata atau glos yang ditanyakan akan menjadi [caca]. Selanjutnya, kosakata umum Swadesh tujuh etima memiliki delapan pelambang. Kesamaan kondisi yang terlihat dari kosakata umum Swadesh tujuh etima dengan tujuh pelambang dan tujuh etima dengan delapan terletak pada jumlah kata atau glos. Dalam hal ini, jumlah kata atau glos sama-sama hanya memiliki satu kata. Hal tersebut dapat terlihat pada tabel kosakata umum Swadesh tujuh etima dengan delapan pelambang di bawah ini.
Tabel 4.69 Kosakata Umum Swadesh dan Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Tujuh Etima Delapan Pelambang
No
1 2
No. Peta
56 4
Glos
DENGAN BAKUL
Pelambang
Berian [ambi] [ambεk] [dәɳan] [lan] [bәn] [bik] [karo] [bәrәɳ] [wakƱl
Daerah Pakai 1-3, 5, 7-9, 11, 1516 10 4 6, 12 13 14, 19-24 17, 18 14, 15
UNIVERSITAS INDONESIA
135
KECIL
ciliɁ] [wakƱl cilik] [kәmaraɳ cilik] [jәboɳ kεniɁ] [dagәn kεniɁ] [kasεh kεniɁ] [lasa kεniɁ] [tᴐmpᴐ ciliɁ]
6, 9, 10, 16, 19-21, 23, 24 1-5, 7, 8, 11 12 13 18 17 22
Kosakata umum Swadesh tujuh etima dengan delapan pelambang mempunyai kesamaan dengan kata atau glos lainnya. Kesamaan tersebut mengarah kepada makna kata di antara keduanya. Sebagian besar informan tidak mengetahui perbedaan DENGAN serta DAN. Hal ini membuat sebagian informan menyamakan makna DENGAN serta DAN dalam pemakaian bahasa sehari-hari. Ketidaktahuan informan mengenai makna di antara kedua kata tersebut juga disebabkan pada bahasa Jawa maupun Madura kata yang memperlihatkan adanya hubungan untuk menambahkan sesuatu hanya ada satu kata. Berikutnya, kelompok etima yang hanya ada pada kosakata peralatan dan peralatan adalah kosakata tiga etima dengan sembilan pelambang. Hal ini disebabkan kosakata umum Swadesh tidak memiliki kelompok etima ini. Hal tersebut terlihat dari adanya kosakata umum Swadesh tujuh etima dengan delapan pelambang yang langsung dilanjutkan dengan kelompok tujuh etima dengan sebelas pelambang. Meskipun demikian, kosakata umum Swadesh tujuh memiliki jumlah pelambang yang lebih banyak dibandingkan kosakata peralatan dan perlengkapan. Di bawah ini tabel kosakata peralatan dan perlengkapan tujuh etima dengan sembilan pelambang.
UNIVERSITAS INDONESIA
136
Tabel 4.70 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Tujuh Etima Sembilan Pelambang
No
1
2
3
No. Peta
48
35
52
Glos
PEMUKUL
LAMPIT
PERIUK
Pelambang
Berian [pәtIl]
Daerah Pakai 1, 7, 9-11, 15, 16, 1921, 23, 24
[pәtεl] [pәntƱɳ]
12, 13 2, 5, 6
[pәntuɳan]
3
[amәr]
8, 14
[butabu]
17
[tokol]
18
[palu] [kәntIs] [kәre]
22 4 3-7, 9-11, 14-16, 19, 23, 24
[kәrIh] [kәreɁ]
17 2, 8
[kәlᴐsᴐɁ]
1
[tεkә]
12
[tәlәmpe]
13
[bidik]
18
[lIɳ-lIɳ] [gәdεk]
20 21
[sƱblƱk] [sᴐblᴐɁ tanah] [soblugәn]
4, 7
[pәɳarᴐn] [pәndIl] [bәɳahan]
1 2, 3, 5, 6, 8-10, 16, 21, 22 11
[pәnay]
13, 18
[kuwali]
14, 19, 20, 23, 24
[pasƱɁ]
15
12 17
Kosakata peralatan dan perlengkapan tujuh etima dengan sembilan etima memperlihatkan adanya banyak perbedaan penyebutan untuk menunjuk suatu alat. Namun, dari banyaknya perbedaan penyebutan tersebut, ada pelambang yang
UNIVERSITAS INDONESIA
137
memiliki daerah pakai lebih banyak dibandingkan dengan pelambang lain. Kebanyakan pelambang hanya digunakan di satu daerah pakai saja. Pelambang yang paling banyak digunakan pada setiap kata atu glos adalah [pәndIl] pada PERIUK, [kәre] pada LAMPIT, dan [pәtIl] pada PEMUKUL. Tidak hanya itu, kosakata umum Swadesh ada pula yang mengandung tujuh etima dengan sebelas pelambang. Pelambang yang banyak tersebut dapat terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.71 Kosakata Umum Swadesh Tujuh Etima Sebelas Pelambang
No
1
2
No. Peta
41
104
Glos
BURU (BER)
KALAU
Pelambang
Berian [bәrburu] [a buru] [mburu] [gᴐlεk] [golεɁ] [ɳgᴐlεɁ] [mᴐɳsᴐ] [ɳubәr] [ɳladak] [mbәdIl] [asᴐn-asᴐn] [әmon] [mon] [mƱɳ] [nεk iku] [lεk] [umpᴐmᴐ] [umpᴐmᴐɁ] [kalaw] [kadƱɳ] [kәlәndi] [polah]
Daerah Pakai 2-6, 9, 15, 19, 20 12, 13, 18 14 1 8, 22 11 21 23 24 10 7 13 12 17 7 10, 14, 19-21, 24 6, 22, 23 16 4 1-3, 5, 8, 9, 15 11 18
UNIVERSITAS INDONESIA
138
Kondisi kosakata umum Swadesh tujuh etima dengan sebelas pelambang ada yang tergantung kepada alat. Maksudnya, kata atau glos tersebut tidak mempunyai penyebutan yang sama walaupun makna dari semua pelambang mengarah kepada arti kata atau glos yang dimaksud. Kata atau glos yang dimaksud adalah BURU (BER). Hal ini disebabkan tidak samanya proses yang dilakukan pada setiap daerah untuk melakukan hal tersebut. Biasanya, proses melakukan kegiatan berburu melakukan alat tertentu. Alat tersebut yang dijadikan patokan penyebutan kata BURU (BER). Misalnya, [mbәdIl], [ɳladak], dan [ɳubәr]. Lebih lanjut, kosakata umum Swadesh tujuh etima mempunyai tiga belas pelambang. Jumlah pelambang tersebut masih belum termasuk ke dalam jumlah pelambang terbanyak diantara pelambang lainnya. Hal ini disebabkan masih ada kelompok etima yang mempunyai pelambang lebih dari tiga belas. Berikut tabel yang memperlihatkan kosakata umum Swadesh tujuh etima dengan tiga belas pelambang di bawah ini.
Tabel 4.72 Kosakata Umum Swadesh Tujuh Etima Tiga Belas Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
108
KARENA
Pelambang
Berian [karәna] [kәrᴐnᴐ] [kәrᴐnᴐɁ] [sebyape] [sәbyap] [sәbap] [sәbәp] [mәrgᴐ] [mәrgane] [sᴐale] [pᴐlana] [panεɳɳa] [gᴐrᴐ-gᴐrᴐ]
Daerah Pakai 4, 17 2, 3, 5, 7, 9 1, 8 6 16 14, 15 13 21 19, 20 10, 11, 24 18 12 22
Kosakata umum Swadesh tujuh etima dengan tiga belas pelambang di atas menunjukkan banyaknya variasi pada beberapa etimanya. Variasi yang ada UNIVERSITAS INDONESIA
139
memperlihatkan perbedaan bunyi dan penambahan bunyi. Penambahan bunyi diketahui dengan adanya bunyi /e/ dalam [sebyape] dari adanya variasi lain [sәbyap]. Tidak hanya itu, ada pula penambahan /Ɂ/ dalam [kәrᴐnᴐɁ] dari adanya variasi pelambang lain [kәrᴐnᴐ]. Perbedaan bunyi juga terlihat dari kesamaan posisi bunyi /a/ dan /ә/. Hal ini terlihat dari dua pelambang, yaitu [sәbap] dan [sәbәp].
4.2.8
Kosakata Delapan Etima Pada kelompok etima ini, kosakata delapan etima hanya dimiliki oleh
kosakata umum Swadesh. Kosakata delapan etima mempunyai tiga jenis pelambang. Jenis pelambang tersebut diketahui dari adanya sepuluh pelambang, sebelas pelambang, dan tujuh belas pelambang. Jumlah pelambang yang tergolong banyak ini hanya dimiliki kelompok kosakata delapan etima walaupun hanya terdapat pada beberapa kata saja. Hal tersebut dapat terlihat pada tabel kosakata umum Swadesh delapan etima dengan sepuluh pelambang yang tertera di bawah ini.
Tabel 4.73 Kosakata Umum Swadesh Delapan Etima Sepuluh Pelambang
No
No. Peta
Glos
Pelambang
Berian [kabut] [kabƱt] [bƱn] [әbun] [bәlƱɁ]
1
102
KABUT
[pәdƱt] [wәlәk] [ampaɁampaɁ] [ondәm] [asap]
Daerah Pakai 13 1, 6, 7, 9, 11, 16, 24 17 18 22 14, 15, 18, 1921, 23 3, 4, 8, 10 2 12 5
UNIVERSITAS INDONESIA
140
Tabel di atas menunjukkan adanya pelambang yang mempunyai makna yang sama dengan pelambang dari kata atau glos yang lain. Hal tersebut dapat terlihat pada pelambang [wәlәk]. Pelambang ini tidak hanya ada pada kata atau glos KABUT, tetapi pelambang ini juga terdapat pada kata atau glos ASAP. Hal ini membuktikan bahwa pelambang [wәlәk] mempunyai perluasan makna. Maksudnya, pelambang [wәlәk] dapat menujukkan dua makna, yaitu KABUT dan ASAP. Di lain pihak, kosakata umum Swadesh yang memiliki jumlah lebih banyak dari segi pelambang terlihat dari delapan etima dengan sebelas pelambang. Jumlah pelambang ini memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan jumlah pelambang sebelumnya. Akan tetapi, jumlah pelambang ini masih belum dapat dikatakan sebagai jumlah pelambang terbanyak. Sebelum melihat jumlah pelambang terbanyak, berikut tabel kosakata umum Swadesh delapan etima dengan sebelas pelambang.
Tabel 4.74 Kosakata Umum Swadesh Delapan Etima Sebelas Pelambang
No
1
No. Peta
33
Glos
BILAMANA
Pelambang
Berian [umpᴐmᴐ] [ᴐmpama] [saɁumpᴐmᴐ ] Ɂ [sa ᴐmpama] [kәpiye] [piye] [bilamana] [kadƱɳ] [kәlәndi] [yᴐɁᴐpᴐ] [ndәɁrәmma]
Daerah Pakai 6, 9, 16, 19-21, 23, 24 18 2 12 7 22 4 1, 8 3, 5, 11, 15 10 13, 17
Kata atau glos BILAMANA pada tabel di atas memiliki pelambang yang mempunyai makna yang sama dibandingkan dengan pelambang lainnya. Hal tersebut sama seperti kosakata umum Swadesh delapan etima dengan sepuluh
UNIVERSITAS INDONESIA
141
pelambang. Hanya saja, pada kosakata umum Swadesh delapan etima dengan sebelas pelambang ini yang mempunyai makna yang sama dengan pelambang lain di luar kata atau glos ini tidak hanya terdapat satu pelambang. Sebagian besar mempunyai kesamaan dengan pelambang dari glos atau kata yang lain. Hal ini menandakan bahwa kata atau glos BILAMANA dapat dikatakan tidak ada. Hal tersebut terlihat dari adanya kesamaan pelambang [kәlәndi], [kәpiye], [piye], dan [ndәɁrәmma] dari kata atau glos BAGAIMANA serta pelambang [kadƱɳ] dan [umpᴐmᴐ] dari kata atau glos KALAU. Berikutnya, kosakata delapan etima yang memiliki jumlah pelambang terbanyak adalah tujuh belas pelambang. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah pelambang tersebut tidak hanya terbanyak dari kelompok delapan etima, tetapi juga dari semua kelompok etima lainnya. Bahkan, kelompok delapan etima dengan tujuh belas pelambang ini memiliki kata atau glos sebanyak tiga kata. Hal ini berbeda dengan jumlah pelambang terbanyak pada kelompok etima lain yang biasanya hanya memiliki satu kata. Di bawah ini tabel yang memperlihatkan kosakata umum Swadesh delapan etima dengan tujuh belas pelambang.
Tabel 4.75 Kosakata Umum Swadesh Delapan Etima Tujuh Belas Pelambang
No
No. Peta
Glos
1
19
BARING
Pelambang
Berian Daerah Pakai 9 [gәlintiɳan] 14, 15 [gәlIntIɳan] 16 [gәlIntiɳ] 11 [gәlәnteɳ] 3, 7, 10, 20, 21 [turu] [turu2 turuwan] 8 [turaw] [gәlεtaɁ] 19, 23 [ɳgәlεtaɁ] 22 24 [gәlεtaɁan] 1 [lεyεh] 6 [lεyεh-lεyεh] 13 [tεduɳ] 17 [duɳUNIVERSITAS INDONESIA
142
teduɳan]
2
90
IA
3
192
TIKAM (ME)
[barIɳ] [gәlimpaɳ] [a gәntaɳ] [iya] [iyaɁne] [iyᴐ] [iyᴐɁ] [iyә] [iyәh] [iku] [larε iku] [wᴐɳ iku] [irᴐɁ] [sirᴐɁ] [ruwa] [aruwa] [deɁe] [kae] [kowe] [atεk] [sudƱɁ] [sƱdƱɁ] [ɳundƱɁ] [ɲƱdƱɁ] [nusƱɁ] [nusƱɳ] [tәrkәm] [ɳәɳkrәm] [ɲәrgәm] [antәm] [diantәm] [jƱjƱk] [jƱjƱh] [nƱɳkƱl] [ɲilәp] [ɲuju] [tujәs]
4 5 12, 18 4 3 7, 10, 22 1, 15 18 13 11 5 6 2 8, 9 17 12 19 20, 21 14, 23 24 2, 19 8-10, 4, 23 11, 15, 18 14, 22 6 13 1 16 3 7 20 21 5 12 17 24
UNIVERSITAS INDONESIA
143
Hampir sama dengan kelompok etima sebelumnya, banyaknya jumlah pelambang seperti tabel di atas menunjukkan bahwa kata atau glos tersebut dapat dikatakan tidak ada. Terlebih lagi, pelambang di atas banyak yang hanya digunakan di satu darah saja. Hal tersebut membuat informan menyebutkan kata yang sekiranya masih mempunyai makna yang sama dengan kata yang ada dalam bahasa yang digunakan informan tersebut. Meskipun memiliki makna yang masih sama, tetapi tetap saja kata atau glos yang terdapat pada tabel di atas tidak dimiliki atau tidak ada dalam bahasa yang digunakan informan.
4.2.9
Kosakata Sembilan Etima Kosakata umum Swadesh dan kosakata peralatan dan perlengkapan
memiliki sembilan etima. Perbedaan kosakata umum Swadesh dan kosakata peralatan dan perlengkapan sembilan etima ini terdapat pada jumlah pelambang. Kosakata umum Swadesh sembilan etima mempunyai sebelas pelambang. Hal yang berbeda sedikit ditunjukkan kosakata peralatan dan perlengkapan sembilan etima yang mempunyai dua belas pelambang. Berikut kosakata umum Swadesh sembilan etima dengan dua belas pelambang.
Tabel 4.76 Kosakata umum Swadesh Sembilan Etima Sebelas Pelambang
No
No. Peta
Glos
Pelambang
Berian [awake dεwεk] [awaɁe dewe] [kene kabyεh] [wᴐɳ kabεh] [kami, kita] [isƱn]
1
105
KAMI, KITA
[aku] [ndәnkulәh] [saɁkᴐncᴐan]
Daerah Pakai 5 19-21, 24 6 3 17 1, 2, 4, 8, 9, 11, 15 7, 10, 14, 22, 23 18 16
UNIVERSITAS INDONESIA
144
[εɳkoɁ, kabi] [kawulә sadәjә]
13 12
Pada tabel kosakata umum Swadesh sembilan etima dengan sebelas pelambang di atas memperlihatkan perbedaan penyebutan dengan kata atau glos sasaran. Dalam hal ini, kata atau glos sasaran merujuk kepada dua kata, yaitu KAMI dan KITA. Namun, sebagian besar tidak mempunyai perbedaan antara penyebutan KAMI dan KITA. Hal tersebut terlihat dari hanya ada satu pelafalan pada setiap pelambangnya. Meskipun demikian, ada pula pelambang yang membedakan kata KAMI dan KITA. Hal tersebut terdapat pada pelambang yang menggunakan bahasa Madura di satu daerah, tetapi untuk daerah lain yang memakai bahasa Madura tidak membedakan kedua kata tersebut. Pelambang yang membedakan kata atau glos KAMI dan KITA adalah [εɳkoɁ, kabi]. Penyebutan [εɳkoɁ] mengarah kepada KAMI, sedangkan [kabi] mengarah kepada KITA. Kondisi berbeda ditunjukkan kosakata peralatan dan perlengkapan sembilan etima dengan dua belas pelambang. Hal tersebut tertera pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.77 Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Sembilan Etima Dua Belas Pelambang
No
1
No. Peta
7
Glos
BELIUNG
Pelambang
Berian [bәdƱɳ] [bәduɳ] [bƱdIɳ] [bәncε] [banci] [pεcok] [kampak] [patƱɁ] [pasrah] [paɁak] [pәrkƱl] [gәntᴐɳ]
Daerah Pakai 17 18 11 12 24 2, 4, 5, 7-10, 20, 23 19, 21 6, 15, 16 14 13 1 3
UNIVERSITAS INDONESIA
145
Kosakata peralatan dan perlengkapan sembilan etima dengan dua belas pelambang memiliki satu kata, yaitu BELIUNG. Tidak jauh berbeda dengan kelompok etima yang lain, pada kosakata peralatan dan perlengkapan sembilan etima dengan dua belas pelambang ini mempunyai pelambang yang tidak hanya terdapat pada kelompok ini. Hal tersebut memperlihatkan adanya perluasan makna atau adanya penyebutan yang sama untuk dua atau lebih alat. Hal ini disebabkan pelambang [bƱdIɳ] juga digunakan untuk menyebutkan kata GOLOK, pelambang [pәrkƱl], [pεcok], dan [kampak] terdapat pula pada kata atau glos KAPAK, dan pelambang [pasrah] dan [banci] ada juga di kata atau glos PATIL.
4.2.10 Kosakata Dua Belas Etima Kelompok etima terakhir adalah kelompok dua belas etima. Dalam hal ini, jenis kosakata yang memiliki dua belas etima adalah kosakata umum Swadesh. Pada kosakata peralatan dan perlengkapan tidak ditemukan kelompok dua belas etima. Hal ini disebabkan kosakata peralatan dan perlengkapan memiliki kelompok etima paling banyak sejumlah sembilan etima. Kosakata umum Swadesh dua belas etima mempunyai dua puluh pelambang. Hal tersebut terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.78 Kosakata Umum Swadesh Dua Belas Etima Dua Puluh Pelambang
No
1
No. Peta
141
Glos
MEREKA
Pelambang
Berian [rikᴐ] [rikᴐɁ] [rikᴐɁ kabεh] [irᴐɁ kabyεh] [ikᴐ kabyεh] [kowe kabεh] [kabεh] [sirᴐ] [sirᴐɁ]
Daerah Pakai 15 3, 4 2 1 6 14 7, 10 9 5, 8
UNIVERSITAS INDONESIA
146
[uwᴐɳuwᴐɳ] [wᴐɳ-wᴐɳ] [orεɳ bәɲak] [orεɳ-orεɳ] [lare iku] [aruwa] [gᴐlᴐɳane] [kәbi] [kowe] [kae] [deweɁe]
19 20, 23 12 17 11 13 16 18 22 24 21
Dilihat dari daerah pakai, sebagian besar pelambang hanya digunakan di satu daerah saja. Hanya beberapa pelambang saja yang digunakan di dua daerah pakai. Selebihnya, tidak ada pelambang yang melebihi pemakaian di dua daerah. Hal ini memperlihatkan bahwa adanya kebingungan masyarakat untuk menyebutkan kata atau glos MEREKA. Selain itu, bisa saja memang penyebutan MEREKA beragam dan semua pelambang tersebut bisa dipakai tergantung dari kenyamanan pemakainya saja. Berdasarkan penggolongan etima di atas, kelompok etima kosakata umum Swadesh yang mempunyai jumlah kosakata terbanyak adalah kelompok dua etima. Kelompok ini mempunyai 76 glos. Tidak jauh berbeda dengan kelompok etima kosakata umum Swadesh, kelompok etima kosakata peralatan dan perlengkapan terbanyak juga diraih oleh kelompok dua etima. Perolehan kelompok etima kosakata peralatan dan perlengkapan adalah sebanyak 18 glos. Sementara itu, kelompok etima kosakata umum Swadesh yang mempunyai kosakata paling sedikit adalah kelompok sembilan etima dan dua belas etima. Keduanya sama-sama hanya memiliki satu glos. Pada kelompok etima kosakata peralatan dan perlengkapan, kelompok yang paling sedikit adalah kelompok sembilan etima. Hal ini disebabkan kelompok sembilan etima hanya memiliki satu glos. Kelompok dua etima yang mendominasi pada kosakata umum Swadesh
UNIVERSITAS INDONESIA
147
maupun kosakata peralatan dan perlengkapan membuat dugaan bahwa bahasa di Kabupaten Banyuwangi ada dua bahasa. Selain itu, gambar kelompok etima kosakata umum Swadesh dapat memperlihatkan kelompok etima yang paling banyak memakai pelambang. Banyaknya pelambang pada satu kosakata menunjukkan bahwa kosakata tersebut mempunyai variasi atau bahasa yang tidak sedikit. Dari 200 kosakata umum Swadesh, kosakata yang mempunyai pelambang terbanyak adalah MEREKA. Kata tersebut mempunyai 20 pelambang dari kelompok dua belas etima. Di lain pihak, gambar kelompok kosakata peralatan dan perlengkapan memperlihatkan bahwa pelambang yang paling banyak dipakai adalah tiga belas pelambang dari kelompok enam etima. Kata yang mempunyai tiga belas pelambang tersebut adalah RANJAU. Tidak hanya itu, berdasarkan daftar kosakata umum Swadesh dan kosakata bidang peralatan dan perlengkapan yang telah dihimpun terdapat berbagai keunikan maupun pola yang menampilkan situasi kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi.
4.3
Hasil Berkas Isoglos Setelah data digolongkan berdasarkan jumlah etima dan pelambang,
langkah berikutnya adalah membuat berkas isoglos. Berkas isoglos ini dibuat berdasarkan jumlah etima. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan melihat data yang sudah digolongkan tersebut. Berkas isoglos akan dibedakan menjadi dua, yaitu berkas isoglos kosakata umum Swadesh dan berkas isoglos peralatan dan perlengkapan. Dalam hal ini, terdapat sepuluh berkas isoglos kosakata umum Swadesh dan sembilan berkas isoglos kosakata peralatan dan perlengkapan. Selisih antara kosakata umum Swadesh dengan kosakata peralatan dan perlengkapan hanya sebanyak satu etima. Untuk lebih jelasnya, berikut berkas isoglos per etima berdasarkan jumlah etima yang paling banyak hingga jumlah etima yang sedikit. Namun, untuk etima yang hanya memiliki jumlah kosakata sedikit berkas isoglosnya akan digabung dengan kelompok etima yang juga mempunyai jumlah kosakata sedikit. Dalam hal ini, berkas isoglos kelompok lima hingga dua belas etima pada kosakata umum Swadesh akan dijadikan satu peta.
UNIVERSITAS INDONESIA
148
Begitu pula dengan berkas isoglos kelompok lima hingga sembilan etima pada kosakata peralatan dan perlengkapan yang juga akan digabung menjadi satu peta. Tidak ketinggalan, berkas isoglos semua kosakata umum Swadesh dan kosakata peralatan dan peralatan juga akan diperlihatkan untuk lebih menunjukkan kondisi situasi kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi.
4.3.1
Berkas Isoglos Dua Etima
Gambar 4.1 Berkas Isoglos Dua Etima Kosakata Umum Swadesh
Berkas isoglos dua etima kosakata Umum Swadesh maupun kosakata peralatan dan perlengkapan merupakan berkas isoglos yang paling banyak
UNIVERSITAS INDONESIA
149
garisnya di antara berkas isoglos lainnya. Hal ini disebabkan jumlah kosakata yang termasuk ke dalam dua etima ada banyak pula. Pada gambar peta isoglos dua etima kosakata umum Swadesh di bawah ini terlihat adanya penumpukan garis. Penumpukan tersebut terjadi pada Titik Pengamatan (TP) 12, 13, 17, dan 18. Nama daerah tersebut adalah Kecamatan Wongsorejo, Glenmore, Muncar, dan Kalibaru. Selain itu, ada pula penumpukan garis pada TP 4. Meskipun TP 4 terlihat adanya penumpukan garis, tetapi penumpukan tersebut tidak setebal penumpukan garis pada TP 12, 13, 17, dan 18. Nama daerah TP 4 adalah Kecamatan Licin. Adanya penumpukan garis mengindikasikan adanya perbedaan bahasa. Hal tersebut terlihat dari TP 12, 13, 17, dan 18 terdapat penumpukan garis yang tebal karena penduduk mayoritas daerah tersebut menggunakan bahasa Madura. Kondisi ini berbeda dengan daerah lainnya yang menggunakan bahasa Jawa sehingga wajar bila di sekitar daerah tersebut terdapat penumpukan garis yang tebal. Berbeda dengan sebelumnya, penumpukan garis di TP 4 disebabkan banyak kosakata yang sama dengan bahasa Indonesia. Bisa saja, kosakata yang sama dengan bahasa Indonesia tersebut sebenarnya jarang digunakan dalam bahasa daerah tersebut atau malah tidak ada sehingga pada saat ditanya informan menjawab dengan kosakata yang sama dengan bahasa Indonesia. Tidak jauh berbeda dengan berkas isoglos dua etima kosakata umum Swadesh, berkas isoglos dua etima kosakata peralatan dan perlengkapan juga memperlihatkan kondisi yang hampir sama. Hal tersebut dapat terlihat pada gambar berkas isoglos dua etima kosakata peralatan dan perlengkapan di bawah ini.
UNIVERSITAS INDONESIA
150
Gambar 4.2 Berkas Isoglos Dua Etima Kosakata Peralatan dan Perlengkapan
Kondisi yang sama antara gambar berkas isoglos dua etima kosakata peralatan dan perlengkapan dengan gambar berkas isoglos dua etima kosakata umum Swadesh terlihat dari adanya penumpukan di TP 12, 13, 17, dan 18. Keempat daerah tersebut yang memiliki penumpukan yang paling tebal. Jumlah kosakata yang tergolong dua etima pada kosakata peralatan dan perlengkapan yang sedikit membuat penumpukan garis tidak setebal dengan penumpukan garis UNIVERSITAS INDONESIA
151
berkas isoglos dua etima kosakata umum Swadesh. Meskipun demikian, daerah lainnya tidak ada penumpukan garis yang sebanyak dengan keempat daerah yang telah disebutkan. Daerah lainnya hanya memiliki sedikit perbedaan sehingga garis yang ada tidak tebal.
4.3.2
Berkas Isoglos Tiga Etima Bila sebelumnya garis isoglos yang tebal terdapat pada TP 12, 13, 17, dan
18, pada berkas isoglos tiga etima kosakata umum Swadesh garis isoglos yang banyak tidak hanya ada di TP yang telah disebutkan saja. Pada TP lain juga terlihat adanya garis isoglos yang banyak atau tebal. Hal tersebut dapat terlihat pada peta berkas isoglos tiga etima kosakata umum Swadesh di bawah ini.
Gambar 4.3 Berkas Isoglos Tiga Etima Kosakata Umum Swadesh
UNIVERSITAS INDONESIA
152
Pada peta berkas isoglos tiga etima kosakata umum Swadesh di atas, terlihat adanya garis yang banyak atau tebal di TP 4, 15, dan 16. Meskipun demikian, ketebalan ketiga daerah yang telah disebutkan masih belum setebal daerah TP 12, 13, 17, dan 18. Sementara itu, di antara TP 12 dan TP 13 terdapat pula garis yang membelah kedua daerah tersebut. Hal ini dapat diketahui bahwa TP 12 dan TP 13 memiliki perbedaan walaupun menggunakan bahasa yang sama, yaitu bahasa Madura. Bisa saja, perbedaan TP 12 dan TP 13 terletak pada perbedaan dialek. Hal serupa juga terdapat pada TP 22 dan TP 24. Akan tetapi, untuk lebih jelasnya apakah daerah-daerah tersebut terdapat perbedaan atau malah tidak terdapat perbedaan dengan daerah lainnya dapat dilihat pada tabel dialektometri. Hal yang tidak jauh berbeda juga terlihat pada peta berkas isoglos tiga etima kosakata peralatan dan perlengkapan. Pada berkas isoglos tiga etima kosakata peralatan dan perlengkapan, garis isoglos yang mendominasi masih berada di TP 12, 13, 17, dan 18. Berikut gambar peta berkas isoglos tiga etima kosakata peralatan dan perlengkapan.
Gambar 4.4 Berkas Isoglos Tiga Etima Kosakata Peralatan dan Perlengkapan
UNIVERSITAS INDONESIA
153
4.3.3
Berkas Isoglos Empat Etima Pada berkas isoglos empat etima ini, terdapat perbedaan ketebalan garis
isoglos di antara berkas isoglos kosakata umum Swadesh dengan berkas isoglos kosakata peralatan dan perlengkapan. Perbedaan tersebut terletak pada daerah yang memiliki garis isoglos yang lumayan banyak tersebut. Meskipun perbedaan garis isoglos tidak terlalu signifikan, tetapi hal tersebut menjadi temuan baru. Pasalnya, ada beberapa daerah yang menggunakan bahasa yang sama dan memiliki garis isoglos yang tidak sedikit. Untuk lebih jelasnya perbedaan berkas isoglos empat etima ini, di bawah ini terdapat peta berkas isoglos empat etima kosakata umum Swadesh yang akan ditampilkan terlebih dahulu.
Gambar 4.5 Berkas Isoglos Empat Etima Kosakata Umum Swadesh
UNIVERSITAS INDONESIA
154
Pada peta berkas isoglos empat etima kosakata umum Swadesh di atas, TP 4, 15, dan 16 masih tetap memiliki garis isoglos yang terhitung banyak. Pada TP 4 sudah terlihat bahwa garis isoglos yang banyak mengelilingi daerah ini disebabkan banyaknya pemakaian bahasa Indonesia dalam sehari-hari. Namun, TP 15 yang merupakan Kecamatan Gambiran ini mengaku menggunakan bahasa Jawa dan TP di sekitarnya juga mengaku menggunakan bahasa Jawa. Bila memang daerah di sekitar TP 15 menggunakan bahasa Jawa dan TP di sekitarnya juga memakai bahasa Jawa seharusnya tidak ada garis isoglos yang banyak. Bisa saja, adanya TP 15 dengan TP di sekitar yang juga mengaku menggunakan bahasa Jawa memiliki perbedaan dialek. Seperti yang kita tahu bersama, bahasa Jawa memiliki banyak sekali dialek dalam pemakaiannya. Berikutnya, pada berkas isoglos empat etima kosakata peralatan dan perlengkapan terdapat kasus yang hampir sejenis dengan berkas isoglos empat etima kosakata umum Swadesh. Ada beberapa daerah yang menggunakan bahasa yang sama tetapi memiiki garis isoglos yang terbilang banyak dibandingkan daerah lain. Hal tersebut terlihat pada peta berkas isoglos empat etima kosakata peralatan dan perlengkapan di bawah ini.
Gambar 4.6 Berkas Isoglos Empat Etima Kosakata Peralatan dan perlengkapan
UNIVERSITAS INDONESIA
155
4.3.4
Berkas Isoglos Lebih Dari Lima Etima Dalam hal ini, etima kosakata umum Swadesh dan kosakata peralatan dan
perlengkapan yang berjumlah lebih dari lima dijadikan satu peta berkas isoglos. Hal ini dimaksudkan etima lebih dari lima ini memiliki jumlah kosakata yang terbilang tidak banyak dibandingkan kosakata pada etima sebelumnya. Selain dapat memudahkan melihat berkas isoglosnya, gabungan etima lebih dari lima ini juga akan lebih memperlihatkan kecenderungan berkas isoglos dari etima yang berjumlah lebih dari lima. Berikut peta berkas isoglos lebih dari lima etima kosakata umum Swadesh.
Gambar 4.7 Berkas Isoglos Lebih Dari Lima Etima Kosakata Umum Swadesh
UNIVERSITAS INDONESIA
156
Pada peta berkas isoglos lebih dari lima etima kosakata umum Swadesh memiliki kecenderungan garis isoglos yang tebal pada TP 12, 13, 17, dan 18. Untuk daerah lainnya, garis isoglos memiliki ketebalan yang hampir sama. Meskipun demikian, jumlah kosakata pada etima yang berjumlah lebih dari lima ini masih kalah jumlahnya dengan kosakata yang termasuk ke dalam kelompok dua etima. Dominasi kosakata kelompok dua etima ini terlihat dari jumlah kosakata yang sebanyak 83 kosakata. Setengah dari kosakata umum Swadesh merupakan kelompok dua etima. Tidak mengherankan, bila kosakata pada kelompok etima lainnya, terutama kelompok etima lebih dari lima etima masih belum bisa menandingi banyaknya jumlah kosakata kelompok dua etima. Hal serupa juga diperlihatkan pada berkas isoglos lebih dari lima etima kosakata peralatan dan perlengkapan di bawah ini.
Gambar 4.8 Berkas Isoglos Lebih Dari Lima Etima Kosakata Peralatan dan Perlengkapan
UNIVERSITAS INDONESIA
157
Hal yang membuat berkas isoglos lebih dari lima etima kosakata umum Swadesh dengan berkas isoglos lebih dari lima kosakata peralatan dan perlengkapan memiliki kesamaan bukan tampak pada jumlah kosakata. Dari segi jumlah kosakata, kelompok lebih dari lima etima kosakata peralatan dan perlengkapan memiliki jumlah yang sedikit apalagi jumlah keseluruhan kosakata peralatan dan perlengkapan dengan kosakata umum Swadesh tidak sama dan sangat berbeda jauh. Hal yang serupa antara berkas isoglos lebih dari lima etima kosakata peralatan dan perlengkapan dengan berkas isoglos lebih dari lima etima kosakata umum Swadesh adalah setiap daerah memiliki garis isoglos yang sama banyaknya. Bahkan, TP 12, 13, 17, dan 18 juga tidak terlihat mendominasi garis isoglosnya.
4.3.5
Berkas Isoglos Kosakata Umum Swadesh Setelah melihat berkas isoglos berdasarkan penggolongan etima, berkas
isoglos tersebut akan dijadikan satu sesuai penggolongan kosakata umum Swadesh maupun kosakata peralatan dan perlengkapan. Hal ini dimaksudkan untuk melihat secara keseluruhan pola berkas isoglos. Dengan melihat kecenderungan pola berkas isoglos, dapat terlihat pula bagaimana situasi kebahasaan di kabupaten Banyuwangi. Terlebih lagi, bila ada beberapa daerah yang memiliki garis isoglos yang tebal. Garis isoglos yang tebal tersebut dapat menandakan adanya perbedaan, baik beda wicara, dialek, atau bahasa. Pada berkas isoglos kosakata umum Swadesh, terlihat bahwa setelah semua berkas isoglos tiap etima digabung TP 12, 13, 17, dan 18 memiliki garis isoglos yang paling tebal. Sebaliknya, TP 19, 20, 21, 22, 23, dan 24 memiliki garis isoglos yang paling sedikit atau tipis. Selebihnya, garis isoglos di daerah lain memiliki ketebalan atau pola yang hampir sama. Dalam hal ini, TP 12, 13, 17, dan 18 memiliki garis yang paling tebal karena daerah-daerah tersebut menggunakan bahasa yang berbeda dengan daerah di sekitarnya. Pada TP 12, 13, 17, dan 18 menggunakan bahasa Madura, sedangkan TP 19, 20, 21, 22, 23, dan 24 menggunakan bahasa Jawa.
UNIVERSITAS INDONESIA
158
Gambar 4.9 Berkas Isoglos Kosakata Umum Swadesh
4.3.6
Berkas Isoglos Kosakata Peralatan dan Perlengkapan Hal yang serupa tapi tidak sama dengan berkas isoglos kosakata umum
Swadesh ditunjukkan pada berkas isoglos kosakata peralatan dan perlengkapan. Kesamaan berkas isoglos kosakata peralatan dan perlengkapan dengan berkas isoglos kosakata umum Swadesh adalah TP 12, 13, 17, dan 18 memiliki garis isoglos yang tebal. Meskipun demikian, secara keseluruhan berkas isoglos kosakata umum Swadesh maupun berkas isoglos kosakata peralatan dan perlengkapan mempunyai pola garis isogloss yang seimbang. Maksudnya, garis UNIVERSITAS INDONESIA
159
isoglos hampir di semua daerah atau titik mempunyai ketebalan yang sama. Hanya saja, pada berkas isoglos kosakata peralatan dan perlengkapan untuk TP 19, 20, 21, 22, 23, dan 24 tidak termasuk ke dalam daerah yang memiliki garis isoglos tipis seperti pada berkas isoglos kosakata umum Swadesh. Bahkan, pada berkas isoglos kosakata peralatan dan perlengkapan daerah yang berada di sebelah barat yang memiliki garis isoglos tipis. Kondisi berkas isoglos kosakata peralatan dan perlengkapan ini berbanding terbalik dengan kondisi berkas isoglos kosakata umum Swadesh. Berikut gambar peta berkas isoglos kosakata peralatan dan perlengkapan.
Gambar 4.10 Berkas Isoglos Kosakata Peralatan dan Perlengkapan
UNIVERSITAS INDONESIA
160
4.4
Hasil Penghitungan Dialektometri Dari garis isoglos yang telah dibuat pada setiap kosakata umum Swadesh
maupun kosakata peralatan dan perlengkapan yang berjumlah 271 kosakata tersebut dapat dilakukan penghitungan dialektometri. Penghitungan ini dilakukan untuk memperlihatkan perbedaan dan persamaan bahasa di setiap titik pengamatan. Hal ini akan menunjukkan setiap titik pengamatan tersebut memiliki perbedaan bahasa, dialek, subdialek, wicara, atau tidak ada perbedaan bahasa dengan titik pengamatan lainnya. Penghitungan dialektometri ini dibedakan menjadi dua, yaitu penghitungan dialektometri kosakata umum Swadesh dan penghitungan dialektometri kosakata peralatan dan perlengkapan. Tahapan selanjutnya setelah penghitungan dialektometri adalah menggambarkan hasil penghitungan dialektometri tersebut ke dalam bentuk peta jaring laba-laba. Peta jaring laba-laba tersebut yang akan memudahkan melihat situasi kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi. Sebelum melangkah lebih jauh lagi, di bawah ini tabel penghitungan dialektometri kosakata umum Swadesh. Tabel 4.79 Tabel Dialektometri Kosakata Umum Swadesh TP 1:02
% 8%
TP 6:22
% 28%
TP 12:13
% 16%
TP 20:22
% 19%
1:04
19%
7:08
21%
12:18
49%
20:23
12%
1:03
10%
7:10
15%
13:18
47%
20:24
10%
1:05
11%
7:12
71%
14:15
26%
21:22
18%
1:06
13%
7:13
70%
14:19
15%
22:24
19%
1:08
12%
8:09
13%
15:16
20%
23:24
17%
2:03
7%
8:10
20%
15:19
27%
2:06
12%
8:11
14%
15:20
28%
3:04
17%
8:14
27%
15:21
29%
3:06
11%
9:11
15%
16:17
69%
3:12
63%
9:17
69%
16:21
27%
4:07
21%
10:13
71%
17:21
73%
4:12
64%
10:14
17%
17:22
71%
5:06
14%
10:18
70%
18:19
71%
5:08
12%
10:19
17%
18:23
70%
5:09
11%
11:14
25%
18:24
69%
6:09
15%
11:15
20%
19:20
8%
6:12
71%
11:16
22%
19:23
11%
6:17
69%
11:17
69%
20:21
8%
UNIVERSITAS INDONESIA
161
Keterangan: Beda Bahasa
: > 70%
Beda Wicara
:31-40%
Beda Dialek
: 51-69%
Tidak ada Beda : < 30%
Beda Subdialek : 41-50%
Berdasarkan tabel penghitungan dialektometri di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar titik pengamatan yang satu dengan titik pengamatan yang lainnya tidak terdapat perbedaan bahasa. Hal ini disebabkan titik pengamatan di atas paling banyak memiliki jumlah persentase < 30%. Di samping itu, ada beberapa titik yang mempunyai perbedaan bahasa dengan perolehan persentase > 70%. Hanya beberapa saja yang juga menunjukkan adanya perbedaan subdialek dengan perolehan persentase 47% dan 49%. Sementara itu, penghitungan dialektometri di atas tidak memperlihatkan adanya daerah yang mempunyai perbedaan wicara. Dalam hal ini, untuk memahami hasil penghitungan dialektometri akan dibuat peta jaring laba-laba. Dengan melihat peta jaring labalaba tersebut, daerah-daerah mana saja yang mempunyai perbedaan bahasa maupun perbedaan subdialek akan mudah diketahui. Di bawah ini peta jaring laba-laba kosakata umum Swadesh.
Gambar 4.11 Peta Jaring Laba-laba Kosakata Umum Swadesh
UNIVERSITAS INDONESIA
162
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, pada peta jaring laba-laba kosakata umum Swadesh di atas memperlihatkan sebagian besar titik pengamatan tidak mempunyai perbedaan bahasa dengan titik pengamatan lainnya. Meskipun demikian, terdapat pula adanya perbedaan bahasa yang ditandai dengan garis tebal. Adanya perbedaan bahasa tersebut terdapat di Kecamatan Wongsorejo, Kalibaru, Glenmore, dan Muncar. Keempat titik pengamatan tersebut memiliki perbedaan bahasa dengan daerah titik pengamatan di sekitarnya. Hal ini disebabkan keempat kecamatan tersebut menggunakan bahasa Madura dalam kesehariannya. Hal tersebut berbeda dengan daerah titik pengamatan di sekitar empat kecamatan tersebut yang menggunakan bahasa Jawa. Keempat kecamatan ini memang merupakan daerah tempat berkumpulnya pendatang dari Pulau Madura. Kondisi tersebut membuat bahasa dominan di keempat kecamatan tersebut adalah bahasa Madura. Dalam hal ini, sebagian besar pendatang dari Madura di Kecamatan Wongsorejo dan Muncar berprofesi sebagai nelayan, sedangkan pendatang dari Madura di Kecamatan Kalibaru dan Glenmore bekerja di sektor pertanian dan perkebunan. Selain itu, informasi yang tidak kalah penting yang dapat terlihat pada peta jaring laba-laba di atas adalah bahasa Using, yang dianggap oleh masyarakat Banyuwangi sebagai bahasa yang berbeda dengan bahasa Jawa, ternyata tidak memiliki perbedaan dengan bahasa Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa mayoritas yang digunakan oleh penduduk Banyuwangi ini adalah bahasa Jawa. Kondisi tersebut diketahui dari adanya garis putus-putus yang berarti tidak memiliki perbedaan bahasa di hampir semua kecamatan kecuali empat kecamatan yang telah disebutkan. Padahal, informan di beberapa kecamatan, seperti Kecamatan Glagah, Banyuwangi, Kalipuro, Rogojampi, Kabat, dan Singojuruh mengaku menggunakan bahasa Using dan bukan bahasa Jawa. Akan tetapi, berdasarkan penghitungan dialektometri atas 200 kosakata umum Swadesh ini tidak memperlihatkan adanya perbedaan bahasa di antara bahasa Jawa dengan bahasa Using. Bahkan, bahasa yang digunakan di beberapa kecamatan yang mengaku menggunakan bahasa Using tersebut tidak termasuk ke dalam penggolongan perbedaan dialek maupun perbedaan wicara. Hal tersebut semakin membuktikan bahwa sebenarnya perbedaan bahasa Jawa dengan bahasa yang
UNIVERSITAS INDONESIA
163
digunakan penduduk Banyuwangi sangat kecil sekali sehingga pada penghitungan dialektometri dianggap tidak memiliki perbedaan bahasa. Dalam hal ini, perbedaan bahasa yang digunakan penduduk Using atau Banyuwangi dengan bahasa Jawa standar lebih cenderung mengarah kepada perbedaan intonasi, seperti bahasa Jawa Banyumas. Tidak hanya itu, perbedaan terdapat pula pada beberapa bunyi yang khas dan hanya diucapkan oleh penduduk Banyuwangi ini. Pengucapan bunyi yang khas tersebut merupakan variasi dari bahasa Jawa yang menurut pengakuan penduduk Banyuwangi yang bukan orang Using sangat susah ditiru layaknya pelafalan dalam bahasa Madura. Bahkan, di Banyuwangi sendiri ada anggapan bahwa orang Using dan Madura bisa meniru pelafalan orang Jawa, tetapi orang Jawa susah meniru pelafalan orang Using dan Madura. Stereotipe ini semakin menguatkan anggapan bahwa bahasa orang Using ini bukan bahasa Jawa, melainkan bahasa yang berdiri sendiri dan berbeda dari bahasa Jawa. Sementara itu, tidak hanya kosakata umum Swadesh saja yang dijadikan daftar tanyaan atau menjadi data yang digunakan dalam penelitian ini, kosakata peralatan dan perlengkapan juga dijadikan data acuan untuk melihat situasi kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi. Hal ini disebabkan pada Geografi Dialek Banyuwangi dari 100 kosakata yang dijadikan pembanding bahasa khas Banyuwangi dengan bahasa Jawa, kosakata yang tergolong ke dalam bidang peralatan dan perlengkapan yang paling banyak memiliki perbedaan dengan bahasa Jawa. Kondisi tersebut membuat kosakata peralatan dan perlengkapan ingin dilihat lebih mendalam dengan melihat semua kosakata bidang peralatan dan perlengkapan yang berjumlah 71 kosakata tersebut. Hal ini disebabkan pada buku Geografi Dialek Banyuwangi tidak disebutkan dalam bab satu mengenai dasar pemilihan daftar tanyaan yang melingkupi hampir semua kosakata bidang walaupun jumlahnya tidak seimbang antara satu kosakata bidang dengan kosakata bidang lainnya. Bisa saja, penelitian tersebut memang sengaja hanya mengambil beberapa kata dari tiap kosakata bidang yang sekiranya berbeda dan kosakata bidang yang tidak sama tidak diambil untuk dijadikan pembanding. Dengan melihat kosakata bidang yang paling banyak perbedaannya dengan bahasa Jawa tersebut dimaksudkan agar terlihat pula perbedaan di antara titik pengamatan.
UNIVERSITAS INDONESIA
164
Berikut hasil penghitungan dialektometri kosakata peralatan dan perlengkapan yang tertera pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.80 Tabel Dialektometri Kosakata Peralatan dan Perlengkapan TP
%
TP
%
TP
%
TP
%
TP
%
1:02
20%
5:09
17%
10:14
35%
16:17
49%
10:13
56%
1:04
35%
6:09
23%
10:18
58%
16:21
37%
15:21
39%
1:03
34%
6:12
52%
10:19
45%
17:21
48%
23:24
18%
1:05
27%
6:17
45%
11:14
32%
17:22
46%
1:06
31%
6:22
45%
11:15
15%
18:19
49%
1:08
30%
7:08
21%
11:16
17%
18:23
52%
2:03
21%
7:10
28%
11:17
46%
18:24
52%
2:06
23%
7:12
52%
12:13
31%
19:20
17%
3:04
34%
7:13
44%
12:18
30%
19:23
23%
3:06
24%
8:09
13%
13:18
27%
20:21
20%
3:12
56%
8:10
28%
14:15
35%
20:22
21%
4:07
21%
8:11
21%
14:19
27%
20:23
23%
4:12
63%
8:14
31%
15:16
18%
20:24
17%
5:06
25%
9:11
17%
15:19
37%
21:22
24%
5:08
18%
9:17
44%
15:20
35%
22:24
17%
Keterangan: Beda Bahasa
: > 70%
Beda Wicara
:31-40%
Beda Dialek
: 51-69%
Tidak ada Beda : < 30%
Beda Subdialek : 41-50%
Pada tabel dialektometri kosakata peralatan dan perlengkapan di atas, persentase terbesar ditunjukkan dengan perolehan sebesar 63%. Sebaliknya, persentase terkecil diperlihatkan dengan perolehan sebesar 15%. Hal tersebut menandakan bahwa berdasarkan kosakata peralatan dan perlengkapan tidak ada daerah titik pengamatan yang dianggap sebagai perbedaan bahasa walaupun pada tabel dialektometri kosakata umum Swadesh terdapat daerah titik pengamatan yang dianggap berbeda bahasa dengan daerah lainnya. Kondisi ini bisa saja terjadi karena peralatan dan perlengkapan yang digunakan oleh semua penduduk di UNIVERSITAS INDONESIA
165
daerah titik pengamatan di Kabupaten Banyuwangi memiliki kesamaan penyebutan walaupun ada pendatang dari Madura yang sebenarnya sudah jelas memperlihatkan perbedaan bahasa dengan bahasa Jawa. Hal tersebut didukung oleh adanya penjelasan secara tidak langsung oleh beberapa informan bahwa meskipun ada pendatang dari Madura, Bali, dan sebagainya untuk peralatan dan perlengkapan tetap menggunakan alat yang terdapat di Banyuwangi. Padahal, penyebutan alat tersebut sebenarnya ada dalam bahasa daerah pendatang tersebut. Namun, untuk lebih memudahkan pendatang beradaptasi dengan penduduk asli Banyuwangi digunakanlah bahasa yang biasa dipakai di Banyuwangi. Hal ini menjadi penting karena menyangkut kebutuhan sehari-hari, seperti alat untuk memasak dan alat untuk bekerja di sawah, kebun, ataupun laut. Untuk semakin memudahkan melihat hasil penghitungan dialektometri, di bawah ini terdapat peta jaring laba-laba kosakata peralatan dan perlengkapan.
Gambar 4.8 Peta Jaring Laba-laba Kosakata Peralatan dan Perlengkapan
UNIVERSITAS INDONESIA
166
Tidak sama dengan peta jaring laba-laba kosakata umum Swadesh, peta jaring laba-laba kosakata peralatan dan perlengkapan tidak terlihat adanya persamaan yang signifikan dari tiap titik pengamatannya. Hal tersebut berbeda dengan peta jaring laba-laba kosakata umum Swadesh yang menampilkan hanya ada dua jenis hasil, yaitu tidak ada perbedaan bahasa dan ada perbedaan bahasa. Pada peta jaring laba-laba peralatan dan perlengkapan ini hanya terdapat jenis adanya perbedaan bahasa yang tidak tampak. Selebihnya, jenis perbedaan dialek, subdialek, wicara maupun jenis yang tergolong tidak memiliki perbedaan bahasa ada di dalam peta jaring laba-laba di atas. Titik pengamatan yang tergolong memiliki perbedaan wicara terdapat dalam TP 1, 4, dan 14. Adapun titik pengamatan yang tergolong ke dalam perbedaan dialek adalah TP 12, 13, dan 18. Lain halnya dengan perbedaan subdialek yang ada di TP 15, 17, dan 10. Meskipun demikian, jenis tidak memiliki perbedaan bahasa masih mendominasi di beberapa titik pengamatan. Dari adanya penghitungan dialektometri dan peta jaring laba-laba kosakata umum Swadesh dan kosakata peralatan dan perlengkapan dapat diketahui bahwa bahasa yang dominan di Kabupaten Banyuwangi adalah bahasa Madura dan bahasa Jawa. Meskipun pada peta jaring laba-laba kosakata peralatan dan perlengkapan tidak memperlihatkan perbedaan yang mencolok seperti peta jaring laba-laba kosakata umum Swadesh, tetapi terdapat pola yang sama di antara ke dua peta tersebut. Kesamaan pola tersebut terlihat dari adanya garis yang tebal yang mengelilingi TP 12, 13, 17, dan 18 di kedua peta jaring laba-laba. Sementara itu, titik pengamatan lainnya hanya memiliki perbedaan yang sedikit dan tidak terlalu signifikan. Kondisi tersebut pun hanya terdapat pada peta jaring laba-laba kosakata peralatan dan perlengkapan. Bahkan, pada peta jaring laba-laba kosakata umum Swadesh selain TP 12, 13, 17, dan 18 semua titik pengamatan dianggap tidak mempunyai perbedaan bahasa. Berdasarkan penghitungan dialektometri di atas, dapat diketahui bahwa terdapat
perbedaan
persepsi
antara
linguis
dengan
masyarakat.
Tabel
penghitungan dialektometri telah menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan antara bahasa Jawa dengan bahasa penduduk asli Banyuwangi. Perbedaan bahasa hanya diperlihatkan antara bahasa Jawa dengan bahasa Madura. Meskipun
UNIVERSITAS INDONESIA
167
penghitungan dialektometri tidak memperlihatkan adanya perbedaan, tetapi bahasa penduduk Banyuwangi ini tetap memiliki perbedaan ketika dituturkan sehingga akan lebih tepat disebut sebagai bahasa Jawa Banyuwangi. Dari segi linguistik, bahasa penduduk Banyuwangi tidak terpisah dari bahasa Jawa. Namun, adanya kondisi demikian tetap tidak akan menyurutkan sikap bahasa penduduk Banyuwangi yang akan tetap menganggap bahwa bahasa yang digunakan adalah bahasa Using. Persepsi yang berbeda antara masyarakat dengan linguis ini tidak akan bisa disejajarkan. Hal ini disebabkan sudut pandang dari masyarakat dan linguis berbeda. Pasalnya, linguis melihat dari sisi ilmu bahasa, sedangkan masyarakat cenderung melihat dari segi identitas atau jati diri. Persepsi masyarakat mengenai identitas tersebut dapat terlihat dari salah satu ciri bahasa yang juga dikenal sebagai semboyan, yaitu bahasa menunjukkan bangsa. Bisa saja, masyarakat Banyuwangi berpikir untuk memperlihatkan sebuah bangsa atau suku yang berbeda, masyarakat Banyuwangi tersebut juga harus memiliki bahasa yang berbeda. Adanya perbedaan bahasa tersebut dapat menandakan adanya perbedaan bangsa atau suku. Identitas ini dianggap penting oleh masyarakat Banyuwangi. Pasalnya, masyarakat asli Banyuwangi sendiri tidak ingin disebut sebagai masyarakat Jawa. Masyarakat asli Banyuwangi menganggap sebutan yang cocok adalah masyarakat Using atau masyarakat Banyuwangen. Hal ini disebabkan masyarakat asli Banyuwangi memiliki keyakinan bahwa mereka merupakan masyarakat keturunan dari Kerajaan Blambangan. Sementara itu, masyarakat asli Banyuwangi menganggap bahwa masyarakat yang memakai bahasa Jawa adalah masyarakat keturunan dari Kerajaan Majapahit. Padahal, Kerajaan Blambangan termasuk ke dalam karesidenan Kerajaan Majapahit. Adanya hubungan yang tidak baik di masa lampau antara Kerajaan Majapahit dengan Kerajaan Blambangan menjadi penyebab tidak inginnya masyarakat Banyuwangi disamakan dengan masyarakat Jawa.
UNIVERSITAS INDONESIA
168
BAB 5 INTERPRETASI DATA
5.1
Pengantar Pada bagian sebelumnya, bahasan peta telah dipaparkan bersamaan dengan
tabel etima berserta berkas isoglos. Etima yang terdapat pada kosakata umum Swadesh maupun kosakata peralatan dan perlengkapan di Kabupaten Banyuwangi memiliki kisaran satu sampai sepuluh etima. Hal tersebut dapat terlihat dari adanya sepuluh berkas isoglos yang dibuat berdasarkan jumlah etima. Bahkan, dari kedua jenis kosakata yang telah disebutkan terdapat salah satu etima yang memiliki dua puluh pelambang yang dapat dikategorikan sebagai pelambang terbanyak. Hal ini membuktikan bahwa Kabupaten Banyuwangi memiliki jumlah variasi bahasa yang banyak. Tentu saja, variasi bahasa tersebut dapat memberikan gambaran mengenai faktor kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi. Selain itu, bahasan peta tersebut juga dilanjutkan dengan adanya pembuatan tabel dialektometri dan peta jaring laba-laba. Dalam hal tersebut, dapat terlihat pembeda antara beda bahasa, dialek, subdialek, wicara, atau tidak ada perbedaan bahasa di satu daerah dengan daerah lainnya di Kabupaten Banyuwangi. Data kuantitatif diperoleh dari penghitungan dialektometri berdasarkan isoglos yang terdapat pada 271 peta. Interpretasi data ini penting untuk mengetahui hasil dari pemetaan bahasa di Kabupaten Banyuwangi yang telah dilakukan pada setiap kecamatan atau titik pengamatannya. Selain itu, interpretasi data ini juga menjadi penghubung antara penghitungan dialektometri dengan keadaan atau kondisi kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi. Maksudnya, data kuantitatif yang telah diperoleh peneliti akan dikaitkan dengan kondisi kebahasaan masyarakat setempat. Hal tersebut akan membuat adanya pemahaman yang utuh dari situasi kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi. Bisa dikatakan juga bahwa interpretasi data ini merupakan bagian dari penerapan metode kualitatif di samping metode kuantitatif.
UNIVERSITAS INDONESIA
169
Di sisi lain, beberapa referensi seputar penelitian yang berhubungan dengan Kabupaten Banyuwangi juga akan dihubungkan ke dalam hasil pengolahan data ini. Beberapa referensi tersebut dapat berupa penelitian terdahulu mengenai Kabupaten Banyuwangi di bidang linguistik ataupun dari segi lainnya. Selain itu, aspek-aspek yang sekiranya dapat menunjang data pada buku teks yang berhubungan dengan bahasan akan menjadi data pendukung pada bab ini. Tidak ketinggalan, beberapa informasi lisan yang didapat peneliti dari beberapa informan ataupun masyarakat setempat yang memiliki perhatian lebih terkait kondisi kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi akan turut disertakan. Hal ini diperlukan untuk memperlihatkan pemahaman keadaan yang terdapat pada masyarakat terkait kondisi kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi. Hal ini disebabkan bisa saja pemahaman keadaan yang terdapat pada masyarakat berbeda dengan kondisi kebahasaan yang sesungguhnya atau secara linguistik. Untuk itu, gambaran kebahasaan dari setiap titik pengamatan yang ada di Kabupaten Banyuwangi akan dijelaskan pada bab ini.
5.2
Situasi Kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi Situasi kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi sangat menarik untuk dilihat
lebih mendalam. Hal ini disebabkan adanya pengakuan dari penduduk asli Banyuwangi yang dinamakan sebagai orang Using bahwa mereka tidak menggunakan bahasa Jawa, tetapi bahasa Using. Kata ―Using‖ sendiri mempunyai makna ‗tidak‘. Menurut sebagian besar masyarakat Banyuwangi ataupun berdasarkan beberapa penelitian bahasa mengenai daerah ini, kata yang mempunyai arti ‗tidak‘ tersebut menunjukkan bahwa masyarakat asli Banyuwangi ini tidak mau dikatakan sebagai masyarakat Jawa. Jadi, kata ―Using‖ tersebut sebagai penegas bahwa masyarakat Banyuwangi bukanlah masyarakat Jawa. Biasanya, bila ada seseorang bertanya kepada masyarakat Banyuwangi apakah mereka termasuk ke dalam masyarakat Jawa, jawabannya adalah using yang berarti tidak. Ketidakmauan masyarakat Banyuwangi disebut masyarakat Jawa erat kaitannya dengan aspek sejarah. Dalam hal ini, masyarakat Jawa lebih dikenal sebagai masyarakat bekas Kerajaan Majapahit dan Mataram, sedangkan masyarakat Banyuwangi berasal dari Kerajaan Blambangan yang terpisah dari UNIVERSITAS INDONESIA
170
Kerajaan Majapahit dan Mataram walaupun termasuk ke dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit dan akhirnya diruntuhkan oleh Kerajaan Mataram yang ingin menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Menurut Hasan Ali (dalam Pola Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Using di Kabupaten Banyuwangi, 1993: 1) istilah wong Using ‗orang Using‘ diberikan oleh wong kulonan2 untuk menyebut sisa rakyat Blambangan yang pada waktu itu masih menganut Hindu-Jawa. Maksud dari wong kulonan adalah penduduk pendatang yang berasal dari Jawa Tengah, Madura, Bali, Bugis, dan Mandar. Kata using sendiri menandakan tidak mau menerima hidup bersama dengan wong kulonan. Kedatangan wong kulonan ini ke daerah Blambangan atau Banyuwangi diperkirakan sengaja didatangkan oleh Belanda untuk dipekerjakan di perkebunan milik Belanda. Kondisi ini terjadi karena masyarakat Blambangan tidak mau bekerja di perkebunan milik Belanda yang dibuka di daerah Blambangan atau Banyuwangi. Namun, dari beberapa buku yang telah ditemukan mengenai penamaan bahasa yang digunakan penduduk Banyuwangi ini tidak memiliki kesamaan. Hal tersebut membuat ketidakjelasan status bahasa yang dipakai masyarakat Banyuwangi. Tentu saja, hal ini membuat masyarakat Banyuwangi maupun masyarakat di luar Banyuwangi menjadi bingung. Menurut Sugono (1985: 2), bahasa masyarakat Banyuwangi adalah bahasa Jawa dialek Using. Hal tersebut terlihat pada judul buku Verba Transitif Dialek Osing: Analisis Tagmentik dan penjelasan pada bagian latar belakang. Selain itu, Soetoko (1981: 1) dalam Geografi Dialek Banyuwangi juga menyebutkan bahasa yang dipakai masyarakat Banyuwangi adalah bahasa Jawa dialek Banyuwangi. Di samping itu, Soetoko (1981: 44) juga menyebutkan pada bab kesimpulan bahwa dialek Banyuwangi ini merupakan dialek dari bahasa Jawa dan mengandung kata yang banyak berasal dari bahasa Kawi. Hal berbeda ditunjukkan dalam disertasi Herusantosa (1980) yang menyebutkan bahasa yang dipakai di Banyuwangi adalah bahasa Using. Hal tersebut sejalan dengan dibuatnya Kamus Bahasa Using (2002) dan Pedoman 2
Dalam bahasa Indonesia, wong mempunyai arti ‗orang‘ dan kulon mempunyai arti ‗barat‘ sehingga wong kulonan berarti ‗orang dari barat‘. UNIVERSITAS INDONESIA
171
Umum Bahasa Using (2008) oleh Dewan Kesenian Blambangan. Adanya kedua buku tersebut semakin menguatkan bahasa yang dipakai masyarakat Banyuwangi adalah bahasa Using. Begitupun dengan SIL (dalam Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia, 2008: 40) yang mengidentifikasikan adanya bahasa Using di Pulau Jawa. Meskipun demikian, Badan Bahasa (dalam Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia, 2008: 40) dan Balai Bahasa Yogyakarta (dalam Tata Bahasa Jawa Mutakhir, 2006: 20) tetap menggolongkan bahasa yang digunakan masyarakat Banyuwangi sebagai bahasa Jawa dialek Using. Dalam hal ini, bagaimana situasi kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi juga dapat terlihat dari pengakuan informan penelitian ini terkait bahasa yang digunakan sehari-hari. Pemilihan informan ini ditentukan berdasarkan orang yang menggunakan bahasa mayoritas di setiap kecamatan di Banyuwangi. Hal ini disebabkan cakupan penelitian adalah kabupaten sehingga lingkup titik pengamatannya kecamatan. Sayangnya, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi tidak memiliki data terkait bahasa mayoritas di setiap kecamatan. Akan tetapi, informasi mengenai bahasa mayoritas di setiap kecamatan di Banyuwangi seperti sudah menjadi pengetahuan bersama. Hal tersebut disebabkan setiap orang yang ditanya terkait bahasa apa yang paling banyak digunakan di setiap kecamatan memiliki kesamaan jawaban antara yang satu dengan yang lainnya. Pengetahuan bersama yang seragam masyarakat Banyuwangi mengenai bahasa mayoritas yang digunakan di setiap kecamatan dijadikan acuan untuk memilih informan. Berikut pengakuan bahasa mayoritas di setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Banyuwangi.
Tabel 5.1 Pengakuan bahasa Mayoritas Setiap Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi No
Kecamatan
Bahasa Mayoritas
No
Kecamatan
Bahasa Mayoritas
1
Glagah
Using
13
Glenmore
Madura
2
Giri
Using
14
Genteng
Jawa
3
Kalipuro
Using
15
Gambiran
Jawa
4
Licin
Using
16
Cluring
Using
5
Kabat
Using
17
Muncar
Madura
6
Banyuwangi Kota
Using
18
Kalibaru
Madura
7
Songgon
Jawa
19
Tegalsari
Jawa
8
Singojuruh
Using
20
Bangorejo
Jawa
9
Rogojampi
Using
21
Purwoharjo
Jawa
UNIVERSITAS INDONESIA
172
10
Sempu
Jawa
22
Tegaldlimo
Jawa
11
Srono
Using
23
Siliragung
Jawa
12
Wongsorejo
Madura
24
Pesanggaran
Jawa
Sumber: Diperoleh berdasarkan keterangan masyarakat Banyuwangi yang diambil secara acak (5—10 orang)
Meskipun demikian, sebenarnya bahasa-bahasa yang ada di Banyuwangi tidak hanya yang tersebut di atas. Bahasa Bali, Arab, Mandar, dan Bugis juga terdapat di Kabupaten Banyuwangi ini. Secara keseluruhan, masyarakat pengguna bahasa yang sama sudah membuat batasan wilayahnya sendiri. Hal ini terlihat dari pengakuan penggunaan bahasa Using yang berada di wilayah tengah Banyuwangi. Daerah pinggiran seperti utara, barat, dan timur mayoritas didiami masyarakat pengguna bahasa Madura dan daerah selatan dikenal sebagai daerah pengguna bahasa Jawa. Dalam lingkup lebih kecil, banyak sekali penyebutan Kampung Bali, Kampung Arab, dan sebagainya. Penyebutan tersebut didasarkan pada bahasa yang digunakan oleh masyarakat wilayah setempat yang merupakan pendatang. Pengakuan
penggunaan
bahasa
yang
digunakan
masyarakat
asli
Banyuwangi tersebut memiliki kondisi yang berbeda dengan hasil penghitungan dialektometri. Pada tabel sebelumnya dapat terlihat adanya tiga bahasa yang dominan digunakan di Kabupaten Banyuwangi, yaitu bahasa Jawa, Madura, dan Using. Akan tetapi, pada penghitungan dialektometri hanya terdapat dua bahasa yang berbeda, yaitu bahasa Jawa dan Madura. Bahasa Using yang diklaim sebagai bahasa yang terpisah dari bahasa Jawa ini ternyata memiliki persentase perbedaan yang sangat kecil sekali dengan perolehan rata-rata < 30%. Perolehan yang berbeda ditunjukkan
oleh bahasa Madura
yang mempunyai
perolehan
penghitungan rata-rata >70% dengan titik pengamatan lainnya. Hal ini membuat bahasa Jawa dan Using dapat dianggap tidak memiliki perbedaan bahasa. Dengan begitu, sebutan bahasa yang digunakan masyarakat Banyuwangi asli berdasarkan penghitungan dialektometri adalah bahasa Jawa Banyuwangi.
5.3
Variasi Bahasa di Kabupaten Banyuwangi Dalam setiap pemakaian bahasa pasti terdapat beberapa variasi yang muncul
di antara pengguna bahasa yang sama. Menurut penulis, kondisi tersebut terjadi karena banyak faktor yang memengaruhi, misalnya, letak geografis, daya tangkap UNIVERSITAS INDONESIA
173
pendengaran seseorang, pengaruh dari luar daerah, dan sebagainya. Biasanya, variasi yang muncul tidak menentu dan terkadang sangat melenceng dari bahasa asal. Bila dikaitkan dengan situasi kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi, ada banyak variasi yang muncul dari data yang diambil berdasarkan 271 kosakata umum Swadesh maupun kosakata peralatan dan perlengkapan. Hal ini terlihat pada bab empat mengenai bahasan peta. Variasi tersebut diketahui dari banyaknya pelambang dalam penggolongan etima. Bahkan, satu etima saja mempunyai lebih dari dua pelambang. Rata-rata pelambang yang terjaring sebanyak sebelas pelambang di setiap etimanya. Hal ini membuat variasi apa saja yang muncul di Kabupaten Banyuwangi dari sisi, baik bahasa Madura maupun bahasa Jawa menjadi menarik untuk dibahas lebih lanjut.
5.3.1
Variasi Bahasa Jawa Banyuwangi Setelah melihat data secara menyeluruh, variasi bahasa Jawa yang terdapat
di Kabupaten Banyuwangi ini terbagi menjadi tiga jenis, yaitu perubahan bunyi, penghilangan bunyi, dan penambahan bunyi. Ketiga jenis variasi bahasa ini tergantung kepada letak atau lokasi bunyi tersebut. Lokasi atau letak dibedakan atas bagian depan, tengah, dan akhir.
5.3.1.1 Perubahan Bunyi Pada perubahan bunyi terdapat beberapa kosakata yang dapat disebut sebagai pasangan minimal. Salah satu contoh dari adanya pasangan minimal tersebut ditunjukkan dari adanya perbedaan bunyi konsonan /m/ dengan /b/. Hal tersebut terlihat pada [tamεŋ] dengan [tabεŋ]. Perubahan bunyi tersebut terjadi pada bagian tengah kata. Selain itu, ada pula perubahan bunyi /b/ menjadi /l/ pada [bintaŋ] dan [lintaŋ]. Adanya perubahan pada bagian awal kata ini menandakan adanya kemiripan di antara kedua kata tersebut yang hanya berbeda satu bunyi. Pada variasi bahasa jenis ini, terdapat pula kekhasan dari bahasa yang diujarkan oleh orang Banyuwangi. Kekhasan tersebut terlihat dari perubahan bunyi /i/ dan /u/ pada bagian akhir kata. Hal tersebut diketahui dari [awu] menjadi [awaw], [tәlu] menjadi [tәlaw], [susu] menjadi [susaw], dan seterusnya. Bunyi /u/ UNIVERSITAS INDONESIA
174
berubah menjadi [aw] ini tidak terjadi pada setiap kata secara konsisten. Pada kata atau glos JALAN (BER) masih banyak yang menyebut [mәlaku] dan hanya informan di Kecamatan Glagah saja yang menyebutkan akhiran dengan bunyi /u/ menjadi [aw] secara tetap, yaitu [mәlakaw]. Kondisi yang tidak jauh berbeda juga ditunjukkan pada akhiran bunyi /i/ yang berubah menjadi [ay]. Tidak semua kosakata
yang
diujarkan
masyarakat
yang
mengaku
asli
Banyuwangi
menggunakan akhiran [ay] sebagai pengganti /i/. Contoh dari adanya perubahan /i/ menjadi [ay] terlihat pada [tali] dengan [talay], [bәŋi] dengan [bәŋay], [mili] dengan [milay], dan seterusnya. Tidak hanya itu, adapun perubahan juga terjadi pada aspek tegang atau kendur pengucapan atau pelafalannya. Hal ini disebabkan adanya variasi [urIp] dengan [ƱrIp]. Bunyi /u/ yang berada di bagian awal kata memiliki variasi bunyi/Ʊ/ yang berbeda ketegangan pelafalan.
5.3.1.2 Penghilangan Bunyi Di sisi lain, ada pula jenis variasi bahasa berupa penghilangan bunyi. Biasanya, penghilangan bunyi terletak di bagian awal dan akhir. Meskipun demikian, ada juga penghilangan bunyi bagian tengah, Hanya saja, bila dilihat berdasarkan frekuensi kemunculan jenis ini lebih sering terletak pada bagian awal dan akhir. Hal ini terbukti dari [wulan] dan [ulan]. Pada [wulan] dan [ulan], bunyi konsonan /w/ yang berada di bagian depan kata menjadi hilang. Penghilangan bunyi /w/ pada bagian depan ini menjadi penanda variasi bahasa dari penyebutan [wulan]. Hal ini bisa saja disebabkan [wulan] dianggap terlalu panjang sehingga orang yang ingin cepat mengujarkannya menjadi tidak melibatkan bunyi /w/ pada bagian depan kata.
5.3.1.3 Penambahan Bunyi Kemudian, ada pula penambahan bunyi yang menjadi penanda adanya variasi bahasa. Penambahan bunyi ini cenderung memiliki pola yang khas dari bahasa yang digunakan oleh masyarakat Banyuwangi. Penambahan bunyi tersebut adalah/y/ dan /Ɂ/. Tidak hanya itu, ada pula penambahan bunyi /ŋ/ dan /m/. Dari sebagian besar penambahan bunyi yang telah disebutkan, perbedaan di antara penambahan bunyi tersebut terletak pada posisi bunyi tersebut. Pada penambahan UNIVERSITAS INDONESIA
175
bunyi /ŋ/ dan /m/ terjadi pada bagian depan kata, sedangkan penambahan bunyi /Ɂ/ terjadi pada bagian akhir kata. Lain halnya dengan penambahan bunyi /y/ yang dapat berada di depan maupun tengah kata. Hal tersebut terlihat pada [bulan] dengan [mbulan], [ŋguyu], [limᴐɁ]. Sementara itu, penambahan bunyi /y/ dapat terlihat dari [abyaŋ], [byantal], dan [gyarIŋ]. Dalam hal ini, ketidakkonsistenan pemakaian pola variasi bahasa ini dapat terlihat pada kata atau glos AIR. Ada beberapa informan yang menyebutkan [byaɲu] dan [baɲaw]. Hal ini membuktikan bahwa pemakaian [aw] atau sisipan bunyi /y/ tergantung dari kenyamanan dan keberterimaan masyarakat daerah tersebut. Hal yang sudah jelas adalah variasi bahasa ini tidak konsisten selalu diikuti dengan pola yang sama. Berdasarkan pemaparan mengenai variasi bahasa Jawa Banyuwangi, salah satu variasi yang dominan adalah perubahan bunyi. Hal ini disebabkan frekuensi kemunculan perubahan bunyi jauh lebih banyak dibandingkan penghilangan bunyi maupun penambahan bunyi. Terlebih lagi, perubahan bunyi ini menjadi ciri khas yang melekat dari bahasa Jawa Banyuwangi dibandingkan dengan bahasa Jawa lainnya. Kondisi tersebut tidak mengherankan karena jika mendengar orang asli Banyuwangi berbicara akan tampak adanya perubahan bunyi walaupun pada dasarnya tetap tidak ada perbedaan dengan bahasa Jawa pada umumnya.
5.3.2
Variasi Bahasa Madura Di lain pihak, bahasa Madura juga mempunyai beberapa variasi bahasa.
Hal ini disebabkan bahasa Madura pun memiliki beberapa dialek yang berbeda antara satu dialek Madura dengan dialek Madura lainnya. Biasanya, pembeda bahasa Madura dilihat dari bahasa Madura mana yang digunakan atau asal dari orang Madura tersebut. Ciri yang paling terlihat dari bahasa Madura ini adalah penggantian bunyi /a/ dalam bahasa Indonesia dengan bunyi /ә/, seperti [dagiŋ] dan [dәgiŋ]. Selain itu, kebanyakan bunyi vokal yang diucapkan di akhir kata adalah bunyi /ε/. Hal tersebut terlihat dari [talεh] dari TALI dan [kƱnεŋ] dari KUNING. Hal ini juga dapat menandakan bahwa bunyi /i/ cenderung berubah menjadi bunyi /ε/ dalam bahasa Madura. Variasi dari bahasa Madura ini sendiri di Banyuwangi terletak dari adanya penambahan bunyi di bagian akhir. Hal ini terlihat dari adanya penyebutan [atε] dengan [atεh] dan [rәbbә] dengan [rәbbәh]. UNIVERSITAS INDONESIA
176
Penambahan bunyi yang menandakan perbedaan variasi bahasa ini dimunculkan dengan adanya bunyi konsonan /h/ di bagian akhir kata. Dilihat dari frekuensi kemunculannya, penambahan bunyi merupakan variasi bahasa Madura yang tergolong banyak jumlahnya.
5.4
Hubungan Bahasa Jawa Banyuwangi dengan Bahasa Jawa Lainnya Dari berbagai buku telah disebutkan, terdapat ulasan mengenai perbedaan
antara bahasa Jawa standar dengan bahasa Jawa yang digunakan oleh penduduk Banyuwangi. Sebenarnya, banyak buku yang telah mengulas mengenai perbedaan bahasa Jawa dengan bahasa Jawa Banyuwangi. Hal tersebut menandakan bahwa bahasa asli Banyuwangi ini masih digolongkan ke dalam bahasa Jawa dalam beberapa buku dan bukan sebagai bahasa yang terpisah dari bahasa Jawa. Hal tersebut juga sesuai dengan penghitungan dialektometri pada penelitian ini yang memperlihatkan tidak ada perbedaan bahasa di antara keduanya. Akan tetapi, masyarakat Banyuwangi sendiri masih beranggapan bahwa bahasa yang digunakan masyarakat asli Banyuwangi merupakan bahasa yang berdiri sendiri dan berbeda dengan bahasa Jawa. Dengan begitu, di bawah ini akan diuraikan mengenai beberapa ulasan perbedaan bahasa Jawa standar dengan bahasa Jawa Banyuwangi atau dalam beberapa buku disebut sebagai bahasa Jawa dialek Using. Tidak hanya itu, adanya kesamaan bahasa Jawa Banyuwangi dengan bahasa Jawa Banyumas juga akan turut dilihat sejauh mana kesamaan dan perbedaan di antara keduanya.
5.4.1
Perbedaan Bahasa Jawa Standar dengan Bahasa Jawa Banyuwangi Dalam buku Tata Bahasa Jawa Mutakhir yang diterbitkan oleh Balai
Bahasa Yogyakarta dijelaskan bahwa bahasa Jawa Banyuwangi atau dalam buku ini disebut bahasa Jawa dialek Using memiliki perbedaan dari segi pengucapan kelompok konsonan maupun perbedaan bunyi pada suku terbuka dan tertutup. Perbedaan dari segi pengucapan kelompok ini disebutkan /b, w, g, d, j, l/ sering mengalami palatalisasi sehingga terdengar [by, wy, gy, dy, ly]. Perbedaan juga dapat terlihat dari bunyi pada suku terbuka dan suku tertutup. Pada bunyi suku UNIVERSITAS INDONESIA
177
terbuka bunyi /i/ dan /u/ menjadi [ai] dan [au], sedangkan pada bunyi suku tertutup bunyi /i/ dan /u/ menjadi [ε] dan [ᴐ]. Untuk lebih memahami lagi perbedaan bahasa Jawa Banyuwangi dengan bahasa Jawa standar di bawah ini akan dipaparkan tabel perbedaan dialek di antara keduanya. Tentu saja, hal ini berbeda dengan ciri khas dari bahasa Jawa standar yang sebenarnya juga terjadi pada dialek Using. Ciri khas bahasa Jawa standar ini terletak pada bunyi vokalnya. Dalam hal ini, bunyi vokal dalam suku akhir tertutup lebih cenderung menggunakan vokal yang kendur. Misalnya, bunyi /i/ diucapkan menjadi /I/ dan bunyi /u/ diucapkan menjadi /Ʊ/. Tabel 5.2 Pembeda Bahasa Jawa Standar dengan Dialek Using
Bunyi /i/ /u/
Ortografi kunci putih alu mendhung
Fonetik Dialek Osing Dialek Standar [kᴐncai] [kunci] [putεh] [putIh] [alau] [alu] [mәndhᴐŋ]
[mәndhƱŋ]
Glos ‘kunci' ‘putih' ‘alu' ‘mendung'
Tidak hanya itu, dalam buku Babad Blambangan (1995) juga disebutkan ciri dari bahasa Jawa Banyuwangi atau dialek Using. Akan tetapi, dalam buku ini penyebutan bahasa yang digunakan masyarakat Banyuwangi adalah bahasa Blambangan. Hal ini disebabkan masyarakat Banyuwangi berasal dari Kerajaan Blambangan sehingga penulis buku ini cenderung menyebut bahasa Blambangan. Salah satu pola yang sekiranya menjadi ciri dari bahasa Blambangan ini, yaitu suara akhir dipanjangkan. Misalnya, /i/ menjadi [ai] pada [rabi] menjadi [rabai], bunyi /e/ dengan [ae] pada [sore] menjadi [sorae], dan bunyi /o/ menjadi [ao] pada [silo] menjadi [silao]. Lalu, bunyi akhiran /h/, /r/, dan /ŋ/ seringkali diperpanjang dengan penambahan bunyi /y/. Misalnya, [sabar] menjadi [sabyar], [kәmbaŋ] menjadi [kәmbyaŋ], dan [homah] menjadi [homyah]. Ciri terakhir yang disebutkan dalam buku ini adalah bunyi akhiran /k/, /p/, dan /t/ diucapkan sebagai bunyi /g/, /b/, dan /d/. Misalnya, [jarak] menjadi [jarag], [harap] menjadi [harab], dan [babat] menjadi [babad]. Meskipun demikian, adanya beberapa dari penyebutan ciri bahasa yang digunakan penduduk Banyuwangi sudah tidak sesuai dengan kondisi yang terjadi UNIVERSITAS INDONESIA
178
sekarang. Hal tersebut terlihat dari adanya pola yang sudah tidak dipakai atau digunakan penduduk Banyuwangi pada masa sekarang dalam data yang diambil. Perbedaan tersebut terdapat pada perbedaan [ai] yang pada masa sekarang lebih tepat [ay]. Kemudian bunyi /e/ yang berubah menjadi [ae] sudah tidak tampak atau sudah tidak digunakan. Begitupun dengan perubahan bunyi /o/ menjadi [ao] yang sudah tidak ada dan digantikan dengan perubahan bunyi /u/ menjadi [aw]. Selain itu, tidak semua bunyi akhiran /k/, /p/, dan /t/ diucapkan /g/, /b/, dan /d/. Pola yang masih digunakan adalah perubahan bunyi /t/ menjadi /d/ pada [ilat] menjadi [ilad]. Bunyi /k/ juga lebih cenderung diucapkan dengan bunyi /Ɂ/. Di sisi lain, penyebutan ciri khas bahasa Jawa Banyuwangi dari segi pengucapan kelompok /b, w, g, d, j, l/ menjadi [by, wy, gy, dy, ly] tidak juga terjadi semua. Maksudnya, dari enam bunyi yang diketahui mengalami palatalisasi pada data yang diambil dalam penelitian ini hanya ada tiga bunyi yang berubah, yaitu /b/ menjadi [by] pada [byantal], /w/ menjadi [wy] pada [iwyak], dan /g/ menjadi [gy] pada [gyarIŋ]. Dapat dikatakan, palatalisasi tersebut sudah mengalami penyempitan sehingga bunyi /d, j, l/ sudah tidak berubah, tetapi bunyi /b,w,g/ masih berubah.
5.4.2
Kesamaan Bahasa Jawa Banyumas dengan Bahasa Jawa Banyuwangi Dalam hal ini, perubahan ketiga akhiran konsonan /k/, /p/, dan /t/ dalam
bahasa Jawa standar menjadi /g/, /b/, dan /d/ dalam bahasa Blambangan sama dengan pola bahasa Jawa dialek Banyumas. Hal ini membuat bahasa Jawa Banyuwangi dengan dialek Banyumas memiliki persamaan. Dalam hal ini, penemuan kesamaan pola bahasa Jawa Banyuwangi ini membuat penelitian terkait hubungan kebahasaan yang dimiliki bahasa Jawa dialek Banyumas dan bahasa Jawa Banyuwangi ini perlu ditelaah lebih mendalam pada penelitian lainnya. Pasalnya, berdasarkan letak geografis, wilayah pengguna bahasa Jawa dialek Banyumas dan bahasa Jawa Banyuwangi memiliki perbedaan yang terhitung jauh. Berikut tabel di bawah ini yang juga memperlihatkan bahwa bahasa Jawa dialek Banyumas memiliki pola perubahan ketiga akhiran konsonan /k/, /p/, dan /t/ menjadi /g/, /b/, dan /d/ bila dibandingkan dengan bahasa Jawa standar.
UNIVERSITAS INDONESIA
179
Tabel 5.3 Pembeda bahasa Jawa Standar dengan Dialek Banyumas
Fonetik Bunyi /p/ /k/ /t/
5.5
Ortografi sebab godhok lemut
Dialek Standar [sәbhap] [gᴐdhᴐɁ] [lәmut]
Dialek Banyumas [sәbhab] [gᴐdhᴐg] [lәmud]
Glos ‘sebab' ‘rebus' ‘nyamuk
Pemakaian Bahasa Jawa Banyuwangi di Kecamatan Glagah Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pemakaian bahasa Jawa
Banyuwangi ini tidak sepenuhnya digunakan oleh masyarakat di semua kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Pemakaian bahasa Jawa Banyuwangi ini digunakan pada mayoritas masyarakat Kecamatan Banyuwangi, Glagah, Kalipuro, Giri, Licin, Srono, Kabat, Rogojampi, dan Singojuruh. Sementara itu, bahasa Jawa yang digunakan pada mayoritas masyarakat Kecamatan Tegaldlimo, Bangorejo, Pesanggaran, Purwoharjo, Tegalsari, Siliragung, Sempu, dan Songgon lebih cenderung menggunakan dialek Jawa Timur. Dalam hal ini, bahasa Jawa Banyuwangi tidak hanya memiliki keunikan dalam tingkatan bunyi saja. Bahasa Jawa Banyuwangi ini juga mempunyai ciri khas yang sangat berbeda dalam tingkat tutur dengan bahasa Jawa pada umumnya, khususnya bahasa Jawa Banyuwangi di Kecamatan Glagah. Balai Bahasa Yogyakarta (2006: 10—11) menggolongkan tingkat tutur bahasa Jawa ke dalam tiga tingkatan, yaitu bahasa Jawa ngoko, bahasa Jawa madya, dan bahasa Jawa krama. Bahasa Jawa ngoko termasuk ke dalam tingkatan paling rendah dan digunakan untuk berkomunikasi dengan orang yang sudah akrab, usianya tidak berbeda, ataupun status sosialnya setara. Bahasa Jawa ngoko ini mencerminkan rasa tidak berjarak antara pembicara dengan mitra tutur. Bahasa Jawa madya menggunakan variasi bahasa dengan kosakata madya. Tingkat tutur madya ini digunakan untuk berkomunikasi dengan mitra tutur yang memiliki status sosial lebih rendah dari pembicara. Terakhir, bahasa Jawa krama menggunakan variasi bahasa dengan kosakata krama. Bahasa Jawa krama ini termasuk ke dalam tingkatan yang paling tinggi dalam tingkat tutur. Pemakaian bahasa Jawa ini menunjukkan sikap santun dan menandakan adanya rasa segan UNIVERSITAS INDONESIA
180
antara pembicara kepada mitra tutur yang usia maupun status sosialnya lebih tinggi. Berbeda dengan tingkat tutur pada bahasa Jawa pada umumnya, bahasa Jawa Banyuwangi tidak memiliki strata dalam tingkat tuturnya. Bahasa Jawa Banyuwangi hampir sama dengan bahasa Indonesia. Tidak ada perbedaan kosakata yang digunakan untuk berkomunikasi kepada siapapun, baik berbeda usia dan status sosialnya. Hal ini membuat pemakaian bahasa Jawa Banyuwangi menjadi bahasa yang tidak berjarak dan menimbulkan kedekatan antara pembicara dengan mitra tutur walaupun keduanya belum saling mengenal atau belum akrab. Akan tetapi, pemakaian bahasa Jawa Banyuwangi yang tidak memiliki tingkat tutur ini hanya terjadi di Kecamatan Glagah. Pada kecamatan lain yang mayoritasnya menggunakan bahasa Jawa Banyuwangi, masyarakatnya masih menggunakan tingkat tutur dalam berkomunikasi dengan orang lain. Bisa dibilang, jika masyarakat yang menggunakan bahasa Jawa Banyuwangi selain Kecamatan Glagah menggunakan tingkat tutur yang lebih tinggi, pemakaian bahasa Jawa standar dengan kosakata krama ataupun madya yang digunakan untuk berkomunikasi. Hal ini menandakan bahwa bahasa Jawa Banyuwangi di Kecamatan Banyuwangi, Kalipuro, Giri, Licin, Srono, Kabat, Rogojampi, dan Singojuruh disamakan dengan bahasa Jawa ngoko. Di sisi lain, keunikan yang terdapat pada bahasa Jawa Banyuwangi di Kecamatan Glagah ini juga dapat terlihat dari pengucapan bunyi yang mengalami palatalisasi. Dalam hal ini, hanya informan dari Kecamatan Glagah yang mempunyai konsistensi terhadap bentuk pengucapan kelompok /b, w, g/ menjadi [by, wy, gy]. Hal ini berbeda dengan kecamatan lain yang juga menggunakan bahasa Jawa Banyuwangi, tetapi tidak memiliki konsistensi pengucapan bentuk khas Banyuwangi ini. Bahkan, hanya kosakata tertentu saja yang menggunakan bentuk [by, wy, gy] ini. Terlepas dari hal tersebut, banyak faktor yang dapat memengaruhi adanya perbedaan dalam pemakaian bahasa Jawa Banyuwangi. Salah satu faktor yang mungkin saja terjadi adalah adanya kontak bahasa yang kuat dengan masyarakat yang menggunakan bahasa Jawa dialek Jawa Timur. Hal ini dapat membuat konsistensi pengucapan ciri khas Banyuwangi menjadi kendur. Sebaliknya, bahasa Jawa Banyuwangi di Kecamatan Glagah yang masih kental
UNIVERSITAS INDONESIA
181
dengan pengucapan ciri khas Banyuwangi ini dapat disebabkan masih sedikitnya kontak bahasa dengan bahasa Jawa dialek Jawa Timur maupun bahasa lainnya. Terlebih lagi, Pemerintah Banyuwangi telah menetapkan Kecamatan Glagah menjadi daerah wisata Using sehingga masyarakatnya pasti akan tetap mempertahankan ciri khas dari segi bahasa maupun budayanya sebagai daya tarik dari sektor pariwisata Kabupaten Banyuwangi.
UNIVERSITAS INDONESIA
182
BAB 6P PENUTUP
6.1
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan yang telah disebutkan pada bab-bab sebelumnya, terdapat beberapa kesimpulan yang didapat dari penelitian ini. Hal tersebut akan dijelaskan sebagai berikut. 1. Adanya perbedaan persepsi antara masyarakat Banyuwangi dengan linguis atau ahli bahasa. Masyarakat Banyuwangi menganggap bahwa bahasa Using adalah bahasa yang berdiri sendiri dan terpisah dari bahasa Jawa. Hal ini memiliki tujuan untuk menunjukkan identitas atau jati diri yang berbeda dari penduduk non-Banyuwangi. Hal ini disebabkan keturunan
masyarakat dari
asli
masyarakat
Banyuwangi Kerajaan
menganggap
Blambangan,
berasal
sedangkan
masyarakat yang memakai bahasa Jawa dianggap sebagai masyarakat keturunan Kerajaan Majapahit. 2. Dari segi linguistik, bahasa mayoritas yang terdapat di Kabupaten Banyuwangi ada dua, yaitu bahasa Jawa dan Madura. Dalam hal ini, bahasa yang diklaim sebagai bahasa Using oleh penduduk Banyuwangi tidak menunjukkan adanya perbedaan bahasa dalam penghitungan dialektometri. Bahkan, bahasa yang dituturkan penduduk asli Banyuwangi tersebut tidak termasuk ke dalam golongan beda wicara maupun beda dialek dengan bahasa Jawa. Hal ini terbukti dari perolehan penghitungan dialektometri yang sebagian besar < 30%. Persentase tersebut menunjukkan tidak adanya perbedaan bahasa. 3. Dari daftar tanyaan sebanyak 271 kosakata yang terdiri atas 200 kosakata umum Swadesh dan 71 kosakata peralatan dan perlengkapan ini terlihat bahwa kosakata umum Swadesh memiliki jumlah etima terbanyak, yaitu dua belas etima. Hal tersebut berbeda tipis dengan kosakata peralatan dan perlengkapan yang mempunyai sembilan etima.
UNIVERSITAS INDONESIA
183
Lebih mendalam lagi, pada kosakata umum Swadesh satu etima memiliki 35 glos, dua etima memiliki 83 glos, tiga etima memiliki 33 glos, empat etima memiliki 20 glos, lima etima memiliki 12 glos, enam etima memiliki 6 glos, tujuh etima memiliki 7 glos, delapan etima memiliki 5 glos, sembilan etima memiliki 1 glos, dan dua belas etima memiliki 1 glos. Sementara itu, pada kosakata peralatan dan perlengkapan satu etima memiliki 11 glos, dua etima memiliki 18 glos, tiga etima memiliki 12 glos, empat etima memiliki 15 glos, lima etima memiliki 3 glos, enam etima memiliki 4 glos, tujuh etima memiliki 3 glos, dan sembilan etima memiliki 1 glos. Dari kosakata umum Swadesh maupun kosakata peralatan dan perlengkapan, penggolongan dua etima yang paling banyak ditemukan. Hal ini menguatkan hasil penghitungan dialektometri bahwa bahasa mayoritas di Banyuwangi hanya ada dua, yaitu bahasa Jawa dan Madura. Hal tersebut dapat terlihat dari kosakata dua etima yang mempunyai jumlah glos paling banyak. Selain itu, banyaknya etima disertai banyaknya pelambang yang terdapat pada data juga memperlihatkan ada banyak variasi bahasa pada bahasa Jawa maupun bahasa Madura. 4. Dalam penghitungan dialektometri kosakata umum Swadesh itu sendiri, perolehan persentase tertinggi 73% pada Kecamatan Muncar dengan Kecamatan Tegaldlimo. Perolehan tersebut menandakan adanya perbedaan bahasa antara Kecamatan Muncar dan Kecamatan Tegaldlimo. Kecamatan Muncar menggunakan bahasa Madura dan Kecamatan Tegaldlimo menggunakan bahasa Jawa. Sebaliknya, perolehan persentase terkecil ditunjukan dengan perolehan 8% pada Kecamatan Glagah dengan Kecamatan Giri. Kondisi tersebut berbeda dengan
penghitungan
dialektometri
kosakata
peralatan
dan
perlengkapan yang memperoleh persentase tertinggi sebesar 56% dengan rata-rata perolehan 30%. Artinya, sebagian besar perolehan persentase menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bahasa. Meskipun demikian, tetap saja bahasa mayoritas yang terdapat di Banyuwangi hanya ada dua, yaitu bahasa Jawa dan Madura. Pada penghitungan
UNIVERSITAS INDONESIA
184
kosakata peralatan dan perlengkapan tidak menunjukkan hal yang sama dengan kosakata umum Swadesh karena peralatan dan perlengkapan merupakan benda yang penting dan berguna untuk memasak ataupun bekerja sehingga penduduk Madura ataupun pendatang lainnya harus menyesuaikan penyebutan alat yang terdapat di daerah ini agar tidak susah mencari benda tersebut. 5. Dari berkas isoglos terlihat adanya penumpukan pada TP 12, 13, 17, dan 18 pada kosakata umum Swadesh maupun kosakata peralatan dan perlengkapan.
Titik
pengamatan
tersebut
adalah
Kecamatan
Wongsorejo, Glenmore, Kalibaru, dan Muncar. Hal tersebut sesuai pula dengan peta jaring laba-laba yang memperlihatkan adanya garis tebal pada TP 12, 13, 17, dan 18. Hal ini menunjukkan bahwa Kecamatan Wongsorejo, Glenmore, Kalibaru, dan Muncar memiliki bahasa yang sama, yaitu bahasa Madura. Selebihnya, titik pegamatan lainnya tidak memiliki ketebalan garis seperti TP 12, 13, 17, dan 18. Hal tersebut menandakan bahwa bahasa Jawa dan bahasa Using tidak memiliki perbedaan bahasa sehingga lebih tepat bila disebut sebagai bahasa Jawa Banyuwangi. 6. Bahasa Madura maupun bahasa Jawa Banyuwangi ini mempunyai variasi bahasa yang dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu penambahan bunyi, penghilangan bunyi, dan perubahan bunyi. Dari ketiga jenis variasi bahasa tersebut, perubahan bunyi adalah jenis yang paling banyak ditemukan, sedangkan jenis yang paling sedikit jumlahnya adalah penghilangan bunyi. Namun, pada bahasa Madura, penambahan bunyilah yang paling banyak ditemukan. 7. Meskipun dalam penghitungan dialektometri dianggap tidak memiliki perbedaan bahasa dengan bahasa Jawa, tetapi bahasa yang digunakan penduduk Banyuwangi tersebut memiliki ciri khas yang melekat dan tidak dimiliki pemakai bahasa Jawa lainnya. Ciri khas tersebut ditandai dengan adanya penyebutan [ay], [aw], [by], [wy], dan [gy]. Pada tingkatan bunyi juga terdapat ciri dari bahasa yang digunakan penduduk Banyuwangi, yaitu dengan adanya perubahan bunyi akhiran
UNIVERSITAS INDONESIA
185
/k/, /p/, dan /t/ menjadi /g/, /b/, dan /d/ walaupun tidak semua kosakata disebutkan dengan akhiran demikian. 8. Bahasa Jawa Banyuwangi memiliki dua pola tingkat tutur yang berbeda. Pada bahasa Jawa Banyuwangi di Kecamatan Banyuwangi, Glagah, Kalipuro, Giri, Licin, Srono, Kabat, Rogojampi, dan Singojuruh masyarakatnya menggunakan tingkat tutur sesuai dengan tingkat tutur bahasa Jawa pada umumnya. Namun, bahasa Jawa Banyuwangi di Kecamatan Glagah tidak memiliki tingkat tutur dalam berkomunikasi.
6.2
Saran Dengan adanya penelitian dialektologi di Kabupaten Banyuwangi ini,
terdapat beberapa persoalan atau fakta dalam aspek bahasa di Kabupaten Banyuwangi ini yang menarik bila ditinjau lebih mendalam. Terlebih lagi, penelitian bahasa di Kabupaten Banyuwangi masih terhitung sedikit atau belum sebanyak penelitian seni maupun budaya. Hal tersebut sangat disayangkan karena kondisi kebahasaan di Kabupaten Banyuwangi ini sangat kaya akan keunikan dan kekhasan yang menarik untuk dijadikan penelitian lanjutan. Salah satu kondisi kebahasaan yang bisa dijadikan penelitian adalah sikap bahasa masyarakat asli Banyuwangi atau orang Using. Dalam hal ini, masyarakat Using sangat menjunjung tinggi atau menganggap bahasa yang digunakan adalah bahasa Using. Padahal, dari segi dialektologi bahasa yang digunakan masyarakat Using tidak memiliki perbedaan bahasa dengan bahasa Jawa. Penelitian yang bisa dilihat dari segi sosiolinguistik ini cocok untuk melihat sikap bahasa dari masyarakat Using ini. Pertanyaan besar seperti mengapa masyarakat Using tidak ingin disebut masyarakat yang menggunakan bahasa Jawa akan menarik untuk diketahui dan menjadikan hasilnya sebagai fakta atau penemuan baru walaupun secara linguistik tidak terbukti berbeda bahasa. Selain itu, dari segi linguistik bandingan historis juga dapat menjadikan kondisi kebahasaan Kabupaten Banyuwangi sebagai objek yang potensial untuk dikaji. Bagaimana tidak, pengakuan bahasa Using oleh masyarakat asli UNIVERSITAS INDONESIA
186
Banyuwangi ini dapat memunculkan pertanyaan mengenai asal dari adanya kekhasan bahasa ini. Apakah bahasa Jawa Banyuwangi merupakan turunan dari bahasa Jawa dialek Jawa Timur, atau malah turunan dari bahasa Jawa Banyumas. Hal tersebut disebabkan adanya kesamaan bunyi akhiran bahasa Jawa Banyuwangi dengan bahasa Jawa Banyumas yang berbeda dengan bahasa Jawa standar dari bunyi akhiran konsonan /k/, /p/, dan /t/ menjadi /g/, /b/, dan /d/. Di luar cabang linguistik, kajian berdasarkan perspektif ilmu sejarah juga dapat dikembangkan lebih jauh dari penelitian ini. Seperti yang telah diketahui bersama bahwa pada tulisan ini telah memuat adanya kemiripan antara bahasa Jawa Banyumas dengan bahasa Jawa Banyuwangi. Hal ini menimbulkan dugaan apakah masyarakat Banyuwangi merupakan pindahan atau berasal dari daerah Banyumas yang kemudian menetap di daerah Banyuwangi. Atau, masyarakat Banyuwangi memang memiliki hubungan yang erat dengan daerah Banyumas sehingga memengaruhi bahasa yang digunakan masyarakat Banyuwangi. Dugaan tersebut akan dapat terjawab dari segi sejarah.
UNIVERSITAS INDONESIA
187
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Winarsih Partaningrat. 1995. Babad Blambangan. Yogyakarta: Ecole Francaise d‘Extreme-Orient bekerja sama dengan Yayasan Bentang Budaya. Arps, Bernard. 2010. Geliat Bahasa Selaras Zaman. Tokyo: Research Institute for Language and Cultures of Asia and Africa (ILCAA) Tokyo University of Foreign Studies. Ayatrohaedi. 1983. Dialektologi: Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ____________. 2002. Pedoman Penelitian Dialektologi. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. ____________. 1997. Kamus Khusus Penelitian Kekerabatan dan Pemetaan Bahasa-Bahasa Daerah di Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. BAPPEDA Kabupaten Banyuwangi. http://banyuwangikab.go.id/profil/peta.html. Diakses pada tanggal 13 Juli 2014. Chambers, J.K, dan Peter Trudgill. 2007. Dialectology: Second Edition. Cambridge: Cambridge University Press. Campbell, Lyle. 1998. Historical Linguistic: An Introduction. Cambridge: The MIT Press. Francis, W N. 1983. Dialectology: An Introduction. New York: Longman Lingustic Library. Herawati, Isni, dkk. 2004. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Using, Kabupaten Banyuwangi, Propinsi Jawa Timur. DIY: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Deputi Bidang Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan Balai KajianSejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta. Herusantosa, Suparman. 1987. Bahasa Using di Kabupaten Banyuwangi. Disertasi: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945. UNIVERSITAS INDONESIA
188
Keraf, Gorys. 1990. Linguistik Bandingan Tipologis. Jakarta: PT Gramedia. Kliping Humas Universitas Indonesia. 2009. Memetakan Bahasa Ibu. Jakarta: Republika. Lauder, Multamia RMT. 2007. Sekilas Mengenai Pemetaan Bahasa. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana. ____________. 2002. Reevaluasi Konsep Pemilah Bahasa dan Dialek untuk Bahasa Nusantara. Depok: Makara Sosial Humaniora. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. 2007. Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 5 tentang Pembelajaran Bahasa Daerah Pada jenjang Pendidikan Dasar. Prawiradirja, R. Rangga. 1981. Serat Damarwulan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Refika Aditama. Soetoko, dkk. 1981. Geografi Dialek Banyuwangi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sugono, Dendy. 1985. Verba Transitif Dialek Osing Analisis Tagmemik. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ____________. 2008. Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Suprapti. (ed.). 1993. Pola Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Using di Kabupaten Banyuwangi Propinsi Jawa Timur. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan. Uhlenbeck, E.M. 1964. A Critical Survey of Studies on The Languages of Java and Madura. The Hague: Martinus Nijhoff. Utorodewo, Felicia. N, dkk. 2011. Bahasa Indonesia: Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah. Depok: Universitas Indonesia. Wedhawati, dkk. 2006. Tata Bahasa Jawa Mutakhir (Edisi Revisi). Yogyakarta: Kanisius.
UNIVERSITAS INDONESIA