59
V. SPESIFIKASI MODEL DAN HUBUNGAN CONTEMPORANEOUS 5.1
Pengujian Asumsi Time Series
5.1.1 Uji Stasioneritas Uji Stasioneritas merupakan uji awal untuk setiap data time series yang masuk dalam model dalam penelitian. Stasioneritas menentukan metode analisis yang akan digunakan, apakah menggunakan model VAR atau VEC. Pengujian stasioneritas tiap variabel dalam penelitian ini menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) test dengan taraf nyata 5%. Hasil pengujian unit root pada level hingga first difference ditampilkan pada Tabel 4. Hipotesis nol dalam pengujian adalah ada unit root atau variabel tidak stasioner. Kriteria keputusannya yaitu jika nilai t-ADF lebih negatif dari nilai kritis MacKinnon maka variabel yang diuji stasioner. Tabel 4 Hasil Uji Unit Root Variabel Level First Difference Level RER First Difference Level RMB First Difference Level SBI First Difference Level TBILL First Difference Level POIL First Difference Keterangan: * = signifikan pada taraf 5% PDB
Nilai ADF -1,6869 -6,9732* -2,2116 -6,0980* -2,4069 -6,7632* -4,7225* -5,3045* -3,1081 -3,5302* -2,8429 -9,7689*
Nilai Kritis MacKinnon 5% -3,41 -3,41 -3,41 -3,41 -3.41 -3,41 -3,41 -3,41 -3,41 -3,41 -3,41 -3,41
Berdasarkan ADF test, level suku bunga domestik (SBI) memiliki nilai ADF yang lebih negatif dari nilai kritis MacKinnon pada taraf nyata 5%. Oleh karena itu, hipotesis nol bagi suku hunga domestik dapat ditolak, artinya berdasarkan ADF-test, suku bunga domestik stasioner dalam level. Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar variabel tidak stasioner dalam level. Hasil uji stasioneritas pada variabel Produk Domestik Bruto (PDB), Real Exchange Rate (RER), Real Money Balance (RMB), suku bunga Amerika Serikat
60
(TBILL) dan harga minyak dunia (POIL) menunjukkan bahwa hipotesis nol yaitu masing-masing variabel tidak stasioner ternyata tidak dapat ditolak. Artinya kelima variabel tersebut tidak stasioner pada level. Untuk menghindari hasil yang spurious maka kelima variabel yang tidak stasioner ini di-difference-kan. Pada first difference terlihat bahwa nilai ADF kelima variabel ini lebih negatif dari nilai kritis MacKinnon. Oleh karena itu PDB, RER, RMB, TBILL dan POIL stasioner pada first difference. 5.1.2 Penentuan Lag Optimal Setelah diketahui stasioneritas setiap variabel maka langkah selanjutnya adalah menentukan lag optimal dari model VAR yang membuat model tersebut stabil berdasarkan kriteria informasi. AIC, HQ dan SC sama-sama menyarankan panjang lag optimal 4. Atas dasar informasi ini maka dipilih lag optimal 4. Stabilitas model dengan lag 4 ini ditunjukkan dengan CUSUM pada level signifikansi 1% dari tiap persamaan yang masih berada dalam rentang batas atas dan batas bawah (Gambar 18).
Sumber: Hasil pengolahan Gambar 18 Uji Stabilitas dari VAR (4) dengan CUSUM Untuk menentukan lag difference yang akan digunakan dalam VECM maka panjang lag optimal dari VAR(4) yang sudah teruji kestabilannya tersebut dikurangi satu. Oleh karena itu, dalam model VEC akan digunakan panjang lag 3. Untuk memperkuat pilihan lag ini, maka dalam sistem VECM juga dilakukan
61
pemilihan panjang lag optimal menggunakan kriteria informasi dan diperoleh hasil bahwa FPE dan HQ sama-sama menyarankan panjang lag optimal 3. 5.1.3 Uji Kointegrasi Uji kointegrasi dilakukan untuk menemukan kemungkinan variabel yang tidak stasioner dalam level dari hasil pengujian unit root apakah memiliki hubungan jangka panjang. Dalam penelitian ini, uji kointegrasi dilakukan dengan Saikkonen & LΓΌtkepohl-test. Tabel 5 Uji Kointegrasi dengan Saikkonen & LΓΌtkepohl-test r0
LR
p-value
90%
95%
99%
0
115,97
0,0002
86,64
90,95
99,40
1
59,54
0,1624
62,45
66,13
73,42
2
36,00
0,3145
42,25
45,32
51,45
3
21,70
0,2836
26,07
28,52
33,50
4
5,67
0,8086
13,88
15,76
19,71
5
0,11
0,9922
5,47
6,79
9,73
Sumber: Hasil pengolahan Dari Tabel 5 diperoleh bahwa tidak ada cukup bukti untuk menolak bahwa H0 : r=1 dengan p-value sebesar 0,1624. Artinya ditemukan rank kointegrasi sebanyak 1. 5.1.4 Uji Stabilitas Model VEC Berdasarkan panjang lag optimal sebanyak 3 dan kehadiran 1 rank kointegrasi maka dibangun model VEC.
Sumber: Hasil pengolahan Gambar 19 Uji stabilitas VECM (3) dan rank kointegrasi 1 dengan recursive eigenvalue
62
VECM yang dibangun tersebut diuji kelayakannya dengan pengujian stabilitas model. Gambar 19 menunjukkan uji stabilitas VECM menggunakan recursive eigen value. Berdasarkan recursive eigenvalue dibuktikan bahwa VECM yang dibangun adalah stabil. Selain itu, uji stabilitas model juga dilakukan dengan menggunakan tau_t statistics. Gambar 20 menyajikan hasil uji stabilitas untuk eigenvalue 1 menggunakan tau_t statistics dan kembali dibuktikan bahwa VECM yang dibangun memenuhi kondisi stabilitas dimana nilai tau_t statistics masih berada dibawah nilai kritis.
Sumber: Hasil pengolahan Gambar 20 Uji Stabilitas Model VEC(3) dengan 1 rank kointegrasi menggunakan tau_t statistics 5.2
Model VEC Setelah diketahui bahwa model VEC yang dibangun stabil, maka langkah
selanjutnya adalah menyusun model VEC business cycle Indonesia dengan spesifikasi sebagai berikut: π(ππππ)(π‘) β‘ β€ β‘ β0,099 β€ π(ππππ)(π‘) β’ β₯ β’ β0,389 β₯ π(ππππ)(π‘) β’ β₯ = β’ β0,116 β₯ β’ π(π ππ)(π‘) β₯ β’β14,004β₯ β’ π(π‘ππππ)(π‘) β₯ β’ 0,732 β₯ β£π(ππππππ)(π‘)β¦ β£ 0,207 β¦
63
ππππ(π‘ β 1) β‘ β€ ππππ(π‘ β 1) β’ β₯ ππππ(π‘ β 1) β₯ β’ [1,000 0,403 β0,743 0,028 β0,042 0,023] + β’ π ππ(π‘ β 1) β₯ β’ π‘πππ(π‘ β 1) β₯ β£ππππππ(π‘ β 1)β¦
β0,541 β0,053 β0,059 0,001 β0,008 β0,005 β‘ π(ππππ)(π‘ β 1) β€ β‘ 0,035 0,343 β0,820 β0,007 0,025 β0,075β€ β’ π(ππππ)(π‘ β 1) β₯ β’ β₯ 0,081 β0,781 β0,006 0,011 β0,031β₯ β’ π(ππππ)(π‘ β 1) β₯ β’ 0,821 + β’β40,792 10,307 β7,545 β0,069 β0,113 2,795 β₯ β’ π(π ππ)(π‘ β 1) β₯ 0,517 β1,922 β0,017 0,570 0,096 β₯ β’ π(π‘ππππ)(π‘ β 1) β₯ β’ 0,716 β£ β0,870 β0,195 β0,034 β0,000 β0,046 0,040 β¦ β£π(ππππππ)(π‘ β 1)β¦
β0,645 β0,126 β0,088 β0,001 β0,005 β0,006 β‘ π(ππππ)(π‘ β 2) β€ β‘ 0,601 0,136 β0,277 β0,009 0,076 β0,065β€ β’ π(ππππ)(π‘ β 2) β₯ β’ β₯ 0,031 β0,412 β0,007 β0,010 β0,004β₯ β’ π(ππππ)(π‘ β 2) β₯ β’ 0,224 + 1,712 β₯ β’ π(π ππ)(π‘ β 2) β₯ β’β29,532 13,541 β11,423 β0,347 0,162 β0,119 β1,334 β0,041 0,176 β0,399β₯ β’ π(π‘ππππ)(π‘ β 2) β₯ β’ 2,756 β£ 0,332 β0,563 0,265 β0,013 0,015 β0,396β¦ β£π(ππππππ)(π‘ β 2)β¦ β0,673 β0,107 0,055 β0,000 0,006 β0,024 β‘ π(ππππ)(π‘ β 3) β€ β‘β0,584 0,205 β0,253 0,016 β0,076 0,069 β€ β’ π(ππππ)(π‘ β 3) β₯ β’ β₯ β0,332 0,001 0,036 β0,038β₯ β’ π(ππππ)(π‘ β 3) β₯ β’β0,194 0,077 + β’β1,822 10,075 β22,824 0,082 β0,573 2,493 β₯ β’ π(π ππ)(π‘ β 3) β₯ 1,814 0,001 0,050 0,245 β₯ β’ π(π‘ππππ)(π‘ β 3) β₯ β’ 0,047 β0,103 β£β0,440 0,024 0,534 β0,008 0,094 β0,078β¦ β£π(ππππππ)(π‘ β 3)β¦
dimana:
π’1(π‘) 0,003 β0,005 0,473 β0,000 β‘ β€ β‘ 0,085 π’2(π‘) 1,681 β0,000β€ π βπππ‘98(π‘) 0,090 β’ β₯ β’ β₯ π’3(π‘)β₯ 0,001 β₯ π βπππ‘ππ(π‘) 0,505 0,044 β’ 0,016 +β’ οΏ½ οΏ½ β’β1,657 2,260 60,955 0,005 β₯ πΆππππ β’π’4(π‘)β₯ β’ 0,339 β0,169 β3,172 0,003 β₯ ππ
πΈππ·(π‘) β’π’5(π‘)β₯ β£β0,030 β0,094 β0,857 β0,002β¦ β£π’6(π‘)β¦
πππππ‘
= produk domestik bruto
πππππ‘
= kurs riil
π πππ‘
= suku bunga domestik
πππππππ‘
= harga minyak dunia
πππππ‘ π‘πππππ‘
= permintaan uang riil
= suku bunga Amerika Serikat
π βπππ‘98(π‘)
= dummy krisis 1998
πΆππππ
= konstanta
π βπππ‘ππ(π‘)
= dummy net impor
ππ
πΈππ·(π‘)
= trend waktu linier
64
5.3
Restriksi Struktural Model SVEC Restriksi yang dibangun berdasarkan kerangka kerja New Keynesian di Bab
3 mengalami modifikasi. Ketika guncangan suku bunga AS diidentifikasi hanya dari guncangan terhadap dirinya sendiri, ternyata menghasilkan restriksi sistem menjadi tidak valid dan tidak didukung oleh data. Setelah diuji kausalitas suku bunga AS dan harga minyak dunia menggunakan Granger Causality ternyata ditemukan bahwa harga minyak dunia granger cause suku bunga AS. Artinya harga minyak dunia ikut memengaruhi suku bunga AS dalam arah positif yang signifikan pada taraf nyata 5% dengan p-value sebesar 0,0283. Ketika harga minyak dunia meningkat maka akan meningkatkan suku bunga AS. Gambar 21 menunjukkan hasil uji kausalitas antara harga minyak dunia dan suku bunga AS menggunakan Granger Causality dalam Eviews 6. Pairwise Granger Causality Tests Sample: 1990Q1 2012Q2 Lags: 2 Null Hypothesis:
Obs
TBILL2 does not Granger Cause LPOILR1 LPOILR1 does not Granger Cause TBILL2
88
F-Statistic 0,60789 3,72363
Prob. 0,5469 0,0283
Sumber: Hasil pengolahan Gambar 21 Uji kausalitas suku bunga AS dan harga minyak dunia Namun hubungan tersebut tidak berlaku sebaliknya dimana suku bunga AS tidak granger cause harga minyak dunia sehingga guncangan harga minyak dunia tetap berasal dari guncangannya sendiri. Berdasarkan hubungan kausalitas ini, restriksi bagi persamaan suku bunga AS memasukkan efek contemporaneous harga minyak dunia. Selanjutnya restriksi model secara keseluruhan diuji kevalidannya dan diperoleh hasil bahwa restriksi tersebut valid. Pada model SVEC diterapkan restriksi yang membuat model overidentified dengan derajad bebas 5. Restriksi struktural tersebut perlu diuji apakah restriksi yang diterapkan valid dan didukung oleh data. Dengan hipotesis nol bahwa restriksi adalah valid, dihasilkan LR stastistik sebesar 6,1449 dengan p-value sebesar 0,2924. Artinya tidak ada cukup bukti untuk menolak hipotesis nol bahwa model
adalah
valid.
Oleh
karena
itu
diperoleh
hasil
bahwa
model
65
contemporaneous yang diimplikasikan oleh restriksi overidentifikasi adalah valid dan didukung oleh data. 5.4
Hubungan Contemporaneous Makroekonomi Domestik Sebelum menganalisis dinamika business cycle Indonesia melalui IRF dan
FEVD, terlebih dahulu dipelajari efek contemporaneous suatu variabel terhadap variabel lain dalam model. Hubungan contemporaneous ini disusun berdasarkan restriksi jangka pendek yang diterapkan pada model VEC dalam kerangka kerja New Keynesian pada Bab 3. Tabel 6 Hubungan contemporaneous antar variabel Koefisien Std. error bootstrap t-statistik bootstrap 0,0009 0,0012 0,7089 π16 -0,0383 0,0129 -2,9774 π21 * -0,0073 0,0086 -0,8572 π25 -0,0032 0,0037 -0,8593 π31 0,0098 0,0048 2,0352 π32 * -0,0157 0,0047 -3,3390 π34 * -0,5213 0,2076 -2,5111 π41 * -0,1538 0,2323 -0,6622 π42 0,3775 0,1709 2,2087 π45 * 0,0713 0,0301 2,3641 π56 * Sumber: Hasil pengolahan Keterangan: * = signifikan pada πΌ = 5% **= signifikan pada πΌ = 10%
Efek contemporaneous berarti apakah ketika suatu variabel makroekonomi
berubah maka memiliki efek seketika terhadap variabel lainnya, ditunjukkan oleh signifikan atau tidaknya koefisien contemporaneous pada Tabel 6. Bagi perekonomian domestik, kenaikan harga minyak dunia ternyata tidak memiliki efek contemporaneous yang signifikan terhadap PDB Indonesia, ditunjukkan oleh koefisien π16 . Artinya ketika harga minyak dunia meningkat
maka PDB tidak langsung meresponnya pada triwulan yang sama. Ketika hubungan contemporaneous ini tidak signifikan maka ada dua kemungkinan yang dapat terjadi yaitu respon PDB yang memang tidak signifikan atau PDB membutuhkan lag dalam merespon perubahan harga minyak dunia. Hasil IRF akan menjawab manakah dari dua kemungkinan tersebut yang didukung oleh data. Oleh karena itu, analisis pengaruh harga minyak dunia bagi PDB akan dilakukan di sub bab selanjutnya.
66
Sesuai dengan teori maka efek contemporaneous dari PDB dan suku bunga AS terhadap kurs riil juga ingin dilihat. Koefisien π21 menunjukkan bahwa PDB signifikan memiliki efek contemporaneous dengan arah yang negatif terhadap kurs riil. Artinya ketika PDB meningkat maka kurs riil terapresiasi. Kenaikan PDB menyebabkan kenaikan dalam permintaan uang. Dengan asumsi bank sentral tidak merespon dengan perubahan money supply maka suku bunga domestik meningkat. Ketika suku bunga AS tetap maka suku bunga domestik lebih tinggi dari suku bunga AS dan hal ini memicu terjadinya capital inflow yang mengakibatkan kurs riil terapresiasi. Koefisien π25 yang merupakan efek contemporaneous suku bunga AS
terhadap kurs riil ditemukan tidak signifikan. Hasil ini sesuai dengan temuan Siregar dan Ward (2000).
Bagi permintaan uang riil, kurs riil dan suku bunga domestik sama-sama signifikan berdampak contemporaneous. Permintaan uang riil signifikan dipengaruhi oleh kurs riil secara contemporaneous dalam arah positif. Artinya ketika kurs terdepresiasi (meningkat) maka permintaan uang riil Rupiah akan meningkat. Hal ini tidak sesuai dengan yang diharapkan. Siregar dan Ward (2000) juga menemukan kondisi yang sama. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya motif spekulasi memegang aset dalam bentuk uang. Misalnya ketika krisis moneter tahun 1998 kurs Rupiah terdepresiasi tajam dan banyak pihak mencoba memegang lebih banyak Rupiah dengan berspekulasi bahwa Rupiah akan segera membaik sehingga mereka mendapatkan keuntungan. Koefisien π34 yang signifikan menunjukkan bahwa permintaan uang riil
signifikan dipengaruhi secara contemporaneous oleh suku bunga domestik dalam
arah negatif, sesuai dengan teori. Ketika suku bunga domestik meningkat maka akan menyebabkan penurunan permintaan uang karena suku bunga merupakan opportunity cost memegang uang. Sehingga ketika terjadi peningkatan suku bunga maka masyarakat akan lebih memilih aset yang menghasilkan bunga dibanding memegang uang. Arah hubungan tersebut sesuai dengan temuan Siregar dan Ward (2000) meski secara statistik tidak signifikan. Berdasarkan hasil hubungan contemporaneous pada Tabel 6 tenyata ditemui bahwa PDB tidak signifikan berdampak contemporaneous bagi permintaan uang
67
riil. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien π31 yang tidak signifikan pada taraf nyata 5% dan 10%.
PDB signifikan memengaruhi suku bunga domestik dalam arah negatif, dinyatakan dalam koefisien π41 . Artinya ketika PDB meningkat maka suku bunga menurun. Temuan ini menunjukkan bahwa bank sentral mengakomodasi kenaikan
PDB. Kenaikan PDB yang memicu kenaikan money demand diakomodasi oleh bank sentral dengan menaikkan money supply lebih besar sehingga suku bunga menjadi lebih rendah. Arah koefisien π45 ditemukan sesuai dengan yang diharapkan, dimana suku
bunga jangka pendek domestik signifikan dipengaruhi secara contemporaneous oleh suku bunga AS dalam arah positif pada taraf nyata 10% dimana kenaikan suku bunga AS akan menyebabkan kenaikan suku bunga domestik. Kurs riil tidak signifikan memengaruhi suku bunga domestik secara contemporaneous.