V lqlVISI PENGELOLAAN PER.KOTAANINDONESIA Heru Purboyollidayat Putro ABSTRACT Urban managementcould be viewedfrom the relationshipbetweenthe state and the city, from the economicmanegementat all levels,from socio-politicalfactor in the relationship between the central govemmentand the city, andfron public participation. Urban managementis also related to developmentparadigm that changesfrom time to ttme. In the beginning the Tnradigm was "economicgrowth", followed by "sustainabledevelopment". Currerttly, there is an effort to develop a new paradigm, i.e. "tustoinahle human resources development". This article discussesurban managementin relation to the changes in the developmentparadigms.
I. PENDAHULUAN Masalah pengelolaan perkotaan dil
Vol.10,No.ZJuni 1999
terjalin menyatupada setiap pokok bahasan. Paradigmapembangunan berubahdari waktu ke waktu sesuaidengan persoalanutama yang dihadapi oleh masyarakatdan bangsa di suatutempat. Secaraumum, sebagaimana disampaikanoleh Friedmannpada pembukaaanAPSA (AsianPlanning SchoolAssociation) Seminar bulan September1997 di ITB Bandung,paradigmaawal pembangunanditujukan untuk menciptakan'!ertumbuhan ekonomi". Peningkatan indikator-indikator makro/agregatdikejar- Kelompok masyarakatdibatasi menjadi tiga kelompok (miskin-menengah-kaya). Ideologi pertumbuhan ini cenderung mengabaikan biaya yang harus dibayar oleh prosespembangunantersebut.Siapa yang menerima manfaatdan siapayang harus menanggung bebankurang diperhatikan.Koreksi kernudian dibcrikan dengan menunjukkan pentingnya memperhatikandistribusi manfaat bagi kelompok-kelompokmasyarakatyang miskin. Gagasanp€merataanmenjadi populer denganhasil yang tidak seperti diharapkan berhubunghanya merupakanimbuhan yang dianut. dalamsistempembangunan Walaupunkoreksi dan gagasanpemerataan di beberapatempat memberikansedikit hasil, tetapi tuntutan dari masyarakatluas, terutama dari negara maju, muncul berkenaandengan menurunnyakualitas ling-
Jurnal PWK - 75
kungan hidup. Disadari kemudiarl terlobih dahuluoleh merekayang maju dalamberpikir dan melakukanpenelitian-penelitianlebih lanjut dan dalam,bahwamengejarterus menerus pertumbuhan ekonomi tomyata mengorbankanlingkunganhidup. Paradigmakedua kemudian menyusul,1aitu "pernbangunanberkelanjutan"(sustainable development). Pokok pendkirannya dapatberadalahbahwaagarpembangunan jalan terus sehinggakemakmurankemanusiaan dapat terjamin di masa depan,ma&a kegiatan pembangunanharus memperhatikan dalia dukung dan kelestarianlingkung an. Alam merupakansumberdayayang terbatas. Kalau tidak diperhatikan dikhawatirkan tidak bisa mendukungusahamanusia dan malah akan morugikandongankemun culan bencana,kerusakandal poncemaran. Kemunculan paradigmapembangunankedua tersebut tidak bisa menghapuskenyataan bahwakemiskinansemakinbertambah di muka bumi, jumlah anak-anakdanmanusia dewasakurang gizi di negaraberkembang meningkal. Masyarakatmiskin terseyang but masih menghadapibahaya-bahaya diakibatkanperubahanlingkungan di sekitarnya. Negaraberkembangconderungmasih tergantung kepada negara maju. Pada skala mikro dan tinjauan lebih rinci, paradigma pembangunanpertama dengan koreksinyadan dilanjutkan denganparadigma kedua tidak mampu menjawab siapa atau badan apa yang harus bertanggungjawab untuk mengentaskankemiskinan, menyghatkan masyarakat,mengurangitingkat kematiankelahiranbayi dan ibu melahirkan. Friedmann menegaskanbotapa pentingnya dikembangkanpembangunanyang berorientasi kepadapengembangansumberdaya manusia secara berkelanjutan(sustainable humanresourcesdevelopment).Pendekatan pembangunanini menuntutsupayamanfaat hasil pembangunan dapat lebih dinikmati oleh kelompok masyarakat yang lebih membutuhkanpadasuatutempattertentu. Perubahanparadigmapembangunantersebut semestinyaberpengaruhterhadap pengelolaandan pelayanankota bagi warga-
JurnalPWK- 76
nya. Sedangkancara membangundengan paradigmaketiga ini juga bisa dilakukan dengan memakai pilihan: teknokratis atau humanistik. Pilihan pertamamengandalkan kerja para ahli ya4g biasanyadikoordinasi oleh pemerintal/ negara.Sedangkanpilihan keduamemberikesempatankepadamasyarakat lobih luas untuk terlibat dan mensambil keputusan. Cara membanguntersebutmengalamiperkembangandi antara kedua pilihaq sebagaimanajuga yang terjadi pada praktek perencuraan pembangunanperkotaan. John Friedmann dalam bukunya *From Knowledgeto Action, Planning in the Public domain", mengatakanbahwadalamperencanaankota tordapatpilihan-pilihan, dari pandanganterhadap perencanaansebrg"i analisis kebijakan, atau reformasi sosial, atau pembelajaranmasyarakat hingga mobilisasi sosialdanperencanaan radikal. Perencanaan dapat ditekankanhanya sobagartujuan (goals) yangberbsntukdokumen atau peraturanporundangandan prosedur. Padasisi lain, perencanrundapatdipandang sebagaialat (means)sehinggalebih beroriontasikopadaprosespenggalangankesepakatan dan tindakan socara bersama-sama untuk membangun dan mengelola kota yangdi idam-idamkanbersama. Dengankemungkinanjalinan bahasanyang pokok-pokoknyadiutarakansepertitersebut di atas" susunanmakalah ini terdiri dari kajian tentang model pembangunanyang pemabada kemudiandibahastentangparadigma baru pembangunanperkotaan, dan bagaimanaimplementasiparadigmapembangunan tersebutdalam konteks Indonesia, dan terakhir rumusantentang visi pengelolaanoorkotaandi Indonesia. II. BEBERAPA MODEL PEMBANGUNAN (PERKOTAAN) DAN KELEMAHANNYA Model pembangunanperkotaantidak dapat dipisahkandari sistemsosial-politik-ekono' mi suatunegaradan tingkat budayamaslarakatnya.
Vol. 10.No, 2/Juni 1999
2.1 Model Tiruan Kebijrkrn tah Pusatdi Daereh
Pemcrin-
Padatingkat nasionaVnegar4peran p€merintah pusat dalam pcmbuaan kebijalon pembangunanekonomi di sistem ckonomi pasardap* dikelompokkanmenjaditiga. Pertam4 stabilitas: pemerintahmenggunakan kebijakan moneler dan pajak untuk dan infl asi. mengendalikanpengangguran Kedu4 pemerataanpendapatan:pemerintah menggunakanpajak dantransferdanauntuk rnempengaruhidistribusi pondapatandan kemakmuran. Ketiga, alokasi sumber daya: pemerintah momutuskanapa yanS diproduksi dan bagaimanamemproduksinya.Kalau pemerintah memproduksisesuatu,itu berarti tedadi alokasi sumberdaya secaralaqgsung.Kotika pemerintah memberikan subsidi atau memajaki kegiatan swasta,hal itu mempengaruhi keputusan alokasi sumber daya padasektorswasta(O'Sullivan,1996). Pemerintah daerah/kota bisa saja meniru apa yang biasanya dilakukan oloh nogara aiau pemerintahpusat,denganbeber,rpacatatan. Pembuatanmata uang daeraMokal apalagikota akan lebih banyakmendatangkan kerugian karena akan memunculkan kesulitandalampenukaranintra negara.Penerapanpajak yang beragamantarasatudaerah dengan daerah lain tanpa adanyarujukan nasional akan menimbulkanmigrasi orang kaya dari suatudaerahyang berpajak tinggi dan akan mengumpulkanorang miskin di suatu kota yang memberikansubsidi besar bagi moreka. Oleh karona itu kebijakan stabilitas dan pemerataanperdapatan pada skala lokal/kota tidak akan efektif sehingga memanglebih baik diterapkanpada tingkat nasional. Pernerintahdaerah/kotaakan efektif pada kebijakan alokasi sumber daya, terutama untuk penyediaan balang dan jasa yang mungkin dan layak dilakukansecaralokal. Kesulitan alokasi sumber daya pada skala lokal terkait dengan mekanismepenyedia-
Vol.l0.No.2/Juni1999
annya(monopoliatau pasarbebas,dan adanya ekstemalitas yang harus ditanggung oleh pemerintahdaoraftatau masJarakatsecara luas,alau perorangan,atau kelompok), dan sifat barangpublik yangdisediakan. Jarangtordapatpenyediaanbanng danjasa yang memberikanmanfaatkepadaberbagai pihak secarabersamaan,yaitu pemerintah daerah,nasyarakagdan swastadenganbiaya yang dapatcrbagi secaraadil dan merataataubahkansekecilmungkin. 2.2 Model-model di antara Due Eks:trim Lapomn Komisi Eropa "Europe 2000+" (dalam Peter Newman dan Andy Thomley "Urban Planning in Europe") mengelompokkan pengelolaandan pembangunankota-kotadi Eropadalamtiga spoktrum: Sentralisasi dan Desentralisasi. Reaktif dan Proaktif, dan Regulatifdan Diskritatif Centralized- Decentralized Dalam model "Sentralisasi", per:rn pemerintah pusat dan negara sangatkuat. Elite politik dan ekonomi nasional dapat beryeran hinggatingkat lokal/kota yangjauh dari pusat.Pengelolaanpembangunankota berlangsungsecara"rahasia" di antaraelite nasional dan pimpinan daerah. Oleh karena iu, partisipasimrsyarakatlokal sangatrendah dan pengondaliandan pengawasandari apurat daelah lemah. Rasa memiliki dari masyarakatmenjadi kurang dan keberpihalon aparat lokal pada daerah tugasnya menjadi luntur karena sering diiniervensi oleh pusat. Dalammodel"Desentralisasi",peranpemerintah daerah sangat kuat. Partisipasi masyarakatsotempatbaik, apalagikalau didukung olch sistempolitik yangterbuka.Aparaf daerahmendapatkeleluasaanuntuk mengembangkandiri dan berkaryabagi daerah dinasnya.Inisiatif lokal menjadi subur. Kelomahanmodol desentmlisasi,sebagaimana yang dialami di Eropa ketika pengawasan pusat lemah, adalah terdapatnya aturanaturanlokal yangtidak saling cocok/ 'tampatiblo" antar{aerah/kota.Negosiasiterjadi secaralokal sehingga"aturan/standard"na-
Jurnal PWK - 77
sional seling dilanggar, seperti tolok ukur lingkungan (pembangunanfisik di kawasan bencanaalam) tolok ukur pajak lokal dan insentif investasi (relokasi industri). Sebelum efektifirya Politik Tunggal Masyarakat Eropa"daora}&ota harus melalui pemerintah pusat untuk mendapatkanbantuan/dana pembangunan. Reactive- Proactiuj Model reaktif-proaktif ini dikaitkan dongan tanggapanpemerintahankota kepadainisi atif seldorswasta. Model reaktif sangat tergantungpada karakteristik kota, apakahmengundanginvestasi atau tidak. Kalau kobetulanaparatpemerintah kotanla tidak tanggap torhadap kesempatan ekonomi yang muncul dan kotanya juga tidak menarik, maka pembangunankota akantertinggal. Model proaktif harus didukung oleh aparat pemerintah kota yang sigap dan tanggap terhadapberbagaipeluang,baik pafu t;ngkat nasional maupun internasional.Model ini menuntut kemudahanhubunganantara kota denganpihak-pihakdi luar batasnasional (lembaga intemasional, dalam kasus EropaadalahMasyarakatEkonomiEropa). Regulator! - Di scretionarv Spektrumdi antarakeduamodel ini terga.ntung kepada fleksibilitas poraturanperundanganpemerintahpusatyangdiberlakukan di daeral/ kota. Model Regulatory mengandalkanpada kemenyoluruhan(comprehensiwness)caktpan p€raturan dan keadilan (faimess) bagi berbagai daerah/kotadengan karalteristik yang beragam. Hal ini tentu merupakan sesuatuyang ideal. Kenyataandi lapangan jauh berbeda. Model regulatif yang tidak bisa diterapkanuntuk semuadaerahsecara sama kemudian memunculkanpandangan perlunyaada fl eksibilitas. Model Di scretiona4ymemberikankelonggaran kepada daerah untuk mengembangkan aturan yang sesuaidengankebufuhannya. Bagi pemerintahpusat,berarti menciptakan banyakperaturanyang bersift.t lokal.
Jurnal PWK - 78
Bagi pemerinah daerah dituntut kesanggupan membuat peraturan yang konsisten antara satu denganlainny4 dan ini hanya bisa dipenuhi oleh daerah/kota-kotabesar dengansumberdayamanusiadan dukungan sumbordayalainnyayang memadai. 2.3 Model-modelEkonomi Pembnngunan Kotn Dalam litoratur Amerika ditemui adanya pengelompokkanmodel ekonomi pembangunanekonomi berdasarkanperkembangan peran pemerintahdaerahdan kerjasama antara pomerintah dengan pihak swastt yang dapat diletakkan pada periode secara berurutan {dalam "Reconstruction Urban RegimeThoory", Lauria, Mickey, ed.). Pertama, pada tahun 50-an: dlrective. Keduu padatahun60-an:concesionary.Ketiga, pada tahun 70-an:conservinE.Keempat,pada tahun80-an: pro-growth coolitions. Modal Drective berupapembangunankota skalabesardenganpendekatanperencanaan rasional menyeluruh(comprehensiverational planning model,I.Pemerintahkota secara langsungbertindaksebagaisponsor.Mcidel ini sedemikiancepat ditinggalkan karena banyaknyatuntutan dari pihak swasta dan masyarakatuntuk terlibat secaralangsung pada pombangunanrlan pengololaan kota. Pemerintahkota denganrencanadan pendekatanpengelolaannyadinilai sering tidak bisa memuaskanbanyakwargakota. Modol Concessi onary masihmengandalkan peranpemerintahkotb, tetapi denganmemberikanruangkepadakelompok masyarakat kota kelas menengah-bawah untuk berpar(aspirasi, pendapat) tisipasi dalam pengelopemerintah laan kota. Aparaf dan kota masih membuatstratifikasi sosial yang tajam antargolongandalampenampunganaspifttsi. Penolakanterhadaphal tersebutmembuat adanya hambatan pada proyek-proyek kota yang mengambil tempat di kawasan kumuh ataumasyarakatbawah. Model Conserving terkait dengan gejala resesi dunia (maju) sehingga pemerintah kota menarik konsesiyang diberikan kepada sebagianmasyarakatdan mengarahke-
Vol. 10,No. 2/Juni 1999
pada stabilitas penerirnaan kota dengan penghematandalampembangunan.Proyekproyek dimensi sosial terbatas.Pergerakan dan protes sosial masyarakatkota kelasba' wah kemudianbanyakterjadi. Model Pro-growth Coalitions morupakan tanggapanterhadapsituasi ekonomi di negara maju lang mombaik dan krisis sosial perkotaanyang terjadi akibat penghematan pada model pengelolaandan pembangunan kota sebelumnya.Model ini borjalandi atas beberapaOrmpuanaktor, terutarnapemerintah daerah dan pusat serta investor lokal dan nasional.Model ini berkembangkarona melibatkan kopentingan ekonomi, peminjaman modal, pengembang(real-estate), dan bank lokal. Tujuan-tujuanprivat dipankota. dangdapatmemacuperkombangan Model yang sementarawaktu berkembang secara cepat, temyata kemudianjuga ditinggalkanoleh parapelakunyasendiri ketika menghadapikenyataanbahwa tidak semua kota dapat memenuhiharapaninvestasi modal yang dilakukan. Boberapakota tidak mendapatkanmanfaatlang bosardan bahkansudahditinggalkan oleh para calon investor. Yang tinggal kemudian' adalah aparatdan politikus lokal yang harusberha' dapandenganmasyarakat. 2.4 Model SosialPembangunanKota Sejak akhir tahun 80-an di Amerika berkembang pendekatanpembangunanskala sangatlokal-lingkungan(neighborhood)dengan akor utarnanyaadalahCDC (community developmentcorporation), yaitu LSM. CDC bekerjasamadenganpergurua[ tinggi setempatuntuk menanganikawasantertontu suatu kota. Bantuandana diperolehdari pomeriutahpusat pada tahap awal, berhubung sebagianbesar pemerintahkota dari kawasanyang bersangkutantidak mampu untuk melakukanintervensi pembangunan. Padatahap selanjutnyaCDC dapai membayar diri mereka sendiri dari layanan yang diberikan kepada masyarakat.Pertanyaan terhadapeksistensiCDC adalahkoordinasi antarkegiatanpembangunan, tgrutamapada kota-kota yang tidak mempunyai lembaga atauaparatperencanaan.
Vol.lO,No.2/Juni1999
III.PARADIGMA BARU NGUNAN PERKOTAAN
PEMBA-
3,1 Lxtar lluar (e*ernal seaing) Banyak ahli yakin bahwa sistem kegiatan produksi manusiasedangmengalamiperubahan seoara mendasar. Kecenderungan yang ada menuju transforrnasl cara-caftr pembangunan(transformation of the mode of development) , dari carapembangunanindustrialmenujupembangunanberdasarprosesinformasi yang intinya adalahpenciptaan ilmu pengetahuansecafitterus mgnerus (Castellsdalam "Joumal of Urban Technology"). Sistem ekonomi yang sodangterbentuk sekarangsemakinberdasarkanilmu pengetahuandan prosos informasi. Keberhasilan sistem tersebut sangat tergantung padaproduk informasi dan ilmu pengetahuan yang salingberkaitan. Pengembanganilmu pengetahuandan pengolahan informasi sangat tergantung kepadakualitasmanusia.Oleh karenaitu, perkembangansistomproduksikegiatanmanusia akansemakinbertumpukepadapentingnyapembangunan kualitasmanusia. Padasisi lain, terjadi pergeserandari pendekatan "govemmenl"ke "govemance".Di Amerika, local/cip govemmentsangattergantung kepada kegiatan usaha/okonomi/ bisnis lokal untuk pemasukanpajak. Sedangdi Eropa,pemerintahankota sangatdiwarnaioleh aparatlokal, manajerteknokrat, dan kaum profesional yang kemudian menyingkirkansebagianbosarwargakota. Perkembangandi berbagai kota di negara maju yang saling bersaing untuk menjadi kota dunia (global city) mengarahkepada sistem "governance"/pengelolaan untuk pembangunankotanya. Pengerti^\ governance di sini adalah bentuk-bentukkoordinasi dari relasi sosial dan koordinasi yang melibatkanpasardalam bentuk yang tidak atau secararinghirarkis secarabersatnatan, kas adalah 'hengaturan mandiri terhadap relasiantar-organisasi"(self-ergsnizationof inter-organizationalrelaAons).Aparat pakar, pengusaha,politikus" masyarakatdan berbagaitokoh dan aktor pembangunandu-
Jurnal PWK - 79
duk satu meja samatinggi untuk menetapkan sistem pengelolaandan pembangunan kota yangsesuaidengankebutuhanmereka. 3.2. Kejadian di Indonesia p€rkotaan Ragampendekatanpembangunan di Indonesiadapatdisodorhanakan dari teknokratik hingga partisipatif Pendekatan teknokatik diwamai dengan sentralisme keputusananggaraurnasional yang sangat dominan dibandingkan kamampuan keuangandaerah.Peran negararnasih besar. Pengeloladan perencanakota masih bernaungdi bawahkekuasaannegara/pemerintah pusat-daerah.Pertemuansecara langsung antara perencana-pengelola-teknokmt dengan masyarakatmasih sangat terbatas. padaproyek skalabesar. Pendekatanpartisipatif pada skala terbatas sudah borjalan sejak beborapatahun lalu. Bantuan luar negeri mendorong berkembangnla pengelolaankegiaan pada skala terbatasdengantema-tematertentu, seperti kerusakan lingkungan hidup, gender, dan buruh anak. Paradigmabaru, yang mungkin berkaitan dengankrisis monetordan JaringPengaman Sosial yang dikendalikanoleh lembagaiutemasional adalah pendekatan advocacy. Aparat pemerintah,pusatdan daerah,memperoleh pendampingdari lembagaswadaya masyarakatperguruantinggi, dantokoh-tG koh informal masyarakatuntuk memanfaatkan dana bantuan luar negeri. Masyarakat dibantu oleh para pendampingpembangunan untuk merumuskankebutuhanpembangunan mereka dan kemudian dimintakan danadan pelaksanaanke pemerintah. IV,TANTANGAN DAN PELUANG PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM PENGIMPLEMENTASIAN PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN Rezim pembangunanperkotaan lndonesia akan sangatdiwarnai oleh cara pengelolaan yang bersifat "urban govemance", seman5at "sustaindble human resourcesdeveIopment", dan peran apamt, pakar, masya-
JurnalPWK- E0
rakat dan perenqrnadalam konteks 'advocacy planning and development". Tantanganterhadappenerapanparadigmatersebut dapat dikelompokkan menurut aktor yang terlibat, sepertiaparat,pakar, politisi, LSM, masyarakat,dan tokoh informal. Masing-masingpihak telah lama terbelenggu oleh sistem relatif tunggal dalam pembangunanperkotaan.Kesempatanyang terbuka dengan reformasi dan kesadaranyang dipicu oleh krisis monetormasihmemerlukan waktu untuk dapatsegeradimanfaatkan oleh para aktor. Lebih lagi kalau dilihat minimnya pengalamandan keahlian untuk menanggapikecenderunganyang terjadi, baikdi luar negerimaupundi dalamnegeri. Selain itu pengembanganperaturanperundanganyang mampu mewadahiperubahan caftr pembangunanyang terjadi merupakan tantangant€rsendiriyang harusdipecahkan. Keseragamanakancenderungditinggalkan, diganti dengan keragamandalani tingkat yang cukup untuk tidak menimbulkan kekacauan.Dukungankualitas aparatdan pengombanganlembagaskala lokal merupakan salah satu kendala besar bagi pembangunanperkotaanIndonesia. Peluangtercipta dengan semakin terbukanya kosempatanbagi kota-kota Indonesia untuk berhubunganlangsung dengan lembaga intemasionaldalam hal pencariandana bantuan pembangunan.Desontralisasi akan memberikanpeluang kepada daerah untuk memperolehstaflaparatyang handal dari tingkat pusatyang sudahberpengalaman negosiasiinternasional.Kopakaranyang sebolumnyamengumpuldi pusat akan dapat tercebarke berbagai kota yang potensial. Pemeratanpembargunandari sisi penyodiaansumberdaya manusiaberkualitas secaratidaklangsungakanterjadi. V. VISI PENGELOLAANiPERKOTAAN MASA DEPAN DALAM KE. RANGKA PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN Perumusanvisi pengelolaan perkotaan di Indonesiadapatdilakukan dengandua pendekatan.Psrtarna,mengacukepadakejadian-kejadian yang pernah berlangSun!'di
Vol. 10,No. 2/Juni 1999
tempat lain. Negara-negararnaju secara umum terlebih dulu mengalami dan telah mencobaberbagaisistempongelolaankota. Mereka kemudiansampalkepadasalahsafii sistem yang sesuaidengankobutuhanmasing-masing.Perkembangansistem pengelolaan kota dan kesesuaiandongantingkat kernajuankemasyarakatandan bangsatersebutyang dapatdijadikan aouansupayatidak jatuh kepadamodelisasisederhanadalam usahamenerapkankonsep-konsepluar ke dalamnegeri. Kedua, mencobamenangkapperkembangan nilai-nilai yang berlangsungakhir-akhir ini. Suasanareformasidapatdipandang sebagaiperiodatransisidari sistemsentralistis yangtelah borlangsunglebih dari tiga dekade ke sistem baru yang memerlukankesepakatan berbagai unsur masyarakatsocara lebih demokratisdan proposiona.l.Perkembangankemasyarakatan secaraumum dapat disederhanakan ko arahpenonjolannilai pelibatan masyarakatdalam pengambilankeputusan yang berdampaklangsungkepada mereka dan nilai semangat membangun yang bertumpukepadakemampuansendiri, baik dalam hal gagasan,cara, dan sumber daya untuk menghindaricampurtanganpihak luar secaralebih besar. Merujuk kepadat€lah berkembangnyaberbagai cara membangundan mengelolaperkotaan dapat dinilai bahwa pengetahuan substantif tentang perkotaan di lndonesia oleh masyarakatnyasendiri sudah berada pada tataran oukup baik. Programpembangunandan pengelolaansudahberkembang seca{asektoraldan lintas sektoralseriaspasial dengantingkat kefagamanyang cukup tinggi. Yang dinilai kurang adalahmasalah pendekatandalam pengembangankesepakatan dan pengambilankeputusantentang penyusuftln program dan pelaksanaannya. Kekurangantersebutmencakupdua hal, yaitu terhadapeksistensinilai-nilai lokal dan kemasyaraftatarr yang sering kurang diperhatikan,dan terhadapketerbatasanprosedur pengambilankeputusan(atau malah sering dinyatakan sebagai keseragaman) bagi bangsayang besardenganjumlah penduduk di atasdua ratusjuta jiwa denganlobih dari
Vol.l0,No.2/Juni t9!r9
dua ratus bahasa dan ratusan etnik/suku bangsa. Visi pengelolaanporkotaanIndonesiasudah seharusnyamenutup kekurangan tersobut dan tidak mengulanginyasepertimasalalu. Nilai-nilai lokal harus dipethitungkan dan dapat dimasukkandalam prososkesepakatan penlusunansistempengelolaankota. Prosodurpengambilankeputusanharus semakin dikembangkanuntuk menampunganeka ragamaspirasidari berbagailapisan rcsial danjenis usaha/pekerjaanmasyamt. Secararingkasvisi tentangpengelolaanporkdaan akanmenganhkepada: r
.
Pengelolaanporkotaan merupakankepe.dulian (concerns) dan komitmen (commitments)semuaoftrng Kota-kotz Indonesiaakandibangunmenurut kemampuanwarga kotanya: pengelolaansesuaidengantingkat kecerdasannya;anekafasilitas dan utilitas dibangun sesuaidengantingkat kemampuanokonomi-sosial-budayanya.
perkotaanbukanhanya Persoalan-persoalan merupakan tugas pemerintah, pusat-propinsi-kabupaten&otamadya, tetapijuga merupakantugas masyarakatsetempatdan sekitamy4 juga tugas sektor usahaskala lokal, regionalmaupunnasional,untuk memikirkan dan memecahkannya. Kota-kota Indonesia sebaiknya dibangun sesuai dengan kemampuan sumber daya yang terssdiaagar tidak menimbulkanpersoalanbarudi masadatangyang lebih besar dan lebih sukar dipecahkanoleh generasi penerus. Pelibatanmasyarakatmenuntutprosss!Embelajann dari berbagaiunsurpelaku pengelolaan perkotaan.Aparat pemerintahpusat dan daerahdapat menjelaskankepadamasyarakat tentang prosedur pembangunan yang harus ditempuh untuk menghindari konflik antar unsur masyarakat Jugadapat disampaikantentangkemampuandan kapasitas pembangunan,baik lokal maupunpada tingkat lebih tinggi- Aparat pemerintah
Jurnal PWK - 8l
dan pengusahadapat belajar dari masyarakat tentang aspirasi dan pendokalanyang dikehendakioleh masyarakatdalammonjalankanusahamemocahkanpersoalan-persoalan dan membangunkota. Pomorintahdan masyarakatharus momperhatikanmekanisme dan sistemusahalang tidak bisa keluar dari hukum-hukumekonomidalammencari kountungan dan kelestarian usaha dalam sistempasaratausistemapaPun. Proses pembelajarandapat mengantarkan kepadausahapenyadaranbahwakita hidup bersama-samadalam suatu kota di negeri yang sama. Sistom pongelolaanyang akan diberlakukanakanberpengaruhtidak hanya kepada sistom pemerintahankota beserta kinerja aparat dan lembaganya,tetapi juga kepada sistem usaha yang berjalan secara lokal, dan juga kepada seluruh kehidupan masyarakatkota yangadadi dalamnya. VI. KEPUSTAKAAN (eds.).1995. Borre,Ole,andElinor Scarbrough TheScopeof Govemmenl. OxfordUniver-
Jurnal FIVK - 82
sity Press, 1995 (terutamaartikel Michael Goldsmith:"The GroMh of Govemmenf'). Castells, Manuel. The Education of City Plannersin the Infonnation Age. in: Berkeley PlanningJoumal, Volume 12, 1999. Fainstei& Susan S. and Norman Fainstein. l9%. City Plarming and Political Values: An Updated View. in Scott Canpbell and SusanS. Fainstein.1996.Readingsin Planning Theory.Blackwell Publishers,1996. Lauri4 Mckey (€d.). 1997.ReconstructingUrban RegimeTheory.Regulating Urban Politics in a Global Economy. Sage Publications(terutfina aiikel Kevin R. Cox: Governance,Urban Regime Analysis, and the Politics of Local Economic Dwelopment; Robert A. Beauregard:City Planning and the PostwarRegimein Philadelphia). Luithlen, Lutz. 1998.The Gravity of Information: A New Order of Cities and the Role of Urban Planner.in Journal of Urban Technologr, Volume 5 No.2, Augu$ Newman,Peter, and Andy Thon ey.1996. Urban Planning in Europe.Routledge. O'Sullivaq Aahur. 1996.(JrbanEconomics,3d edition.Irwin-McGraw-Hill,1996.
Vol. 10.No. 2/Juni 1999