V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Kerugian yang ditimbulkan terhadap penggunaan pakaian impor bekas yaitu dapat berupa kerugian secara fisik dan kerugian secara finansial. Kerugian secara fisik yang dapat dialami konsumen akibat dari penggunaan pakaian impor bekas yaitu gangguan kesehatan terutama kesehatan pada kulit konsumen akibat pencemaran bakteri dan jamur (kapang) yang terdapat dalam pakaian impor bekas. Selain itu, penyakit yang dibawa oleh pakaian impor bekas dapat juga disebabkan oleh kutu badan dan kutu kemaluan yang melekat pada pakaian impor bekas. Berikut beberapa penyakit yang dikhawatirkan dapat diderita oleh konsumen pakaian impor bekas, yaitu: (a) Penyakit kulit berupa; gatal-gatal, alergi, panu, bisul, jerawat, dan infeksi luka pada kulit manusia, (b) Gangguan pencernaan (diare), (c) Penyakit herpes (penyakit kulit yang disebabkan oleh virus), serta dalam jangka panjang dapat menyebabkan (d) Infeksi pada saluran kelamin.
105
Mengenai kerugian secara finansial yang dapat dialami oleh konsumen, berkaitan langsung dengan kerugian secara fisik yang timbul akibat penggunaan pakaian impor bekas. Konsumen yang terkena dampak (penyakit) dari penggunaan pakaian impor bekas tersebut, tentunya akan melakukan berbagai macam upaya untuk terbebas dari penyakit yang ditimbulkan. Salah satu upaya yang akan dilakukan oleh konsumen, yaitu melakukan upaya penyembuhan, perawatan kesehatan atau pengobatan terhadap penyakit yang dideritanya. Upaya penyembuhan atau pengobatan yang dilakukan oleh konsumen terhadap penyakit yang diderita tersebut mengharuskan konsumen mengeluarkan sejumlah uang. Hal tersebut menjelaskan bahwa ternyata kandungan bakteri yang terdapat dalam pakaian impor bekas tidak hanya menimbulkan kerugian secara fisik bagi konsumen, tetapi kerugian fisik tersebut juga akan menimbulkan kerugian secara finansial.
Berbagai macam kerugian konsumen yang ditimbulkan oleh penggunaan pakaian impor bekas tentunya merupakan tanggungjawab dari pelaku usaha (produsen), dimana setiap pelaku usaha harus bertanggungjawab atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkan. Tanggungjawab produk timbul dikarenakan kerugian yang dialami oleh konsumen sebagai akibat dari pengkonsumsian produk.
2. Upaya yang dapat dilakukan konsumen atas kerugian yang timbulkan terhadap penggunaan pakaian impor bekas, diatur dalam UUPK Pasal 45 Ayat (1), terdapat dua pilihan untuk menyelesaikan sengketa konsumen tersebut, yaitu:
106
a. Melalui lembaga yang berfungsi menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha; serta b. Melalui peradilan yang berada di lingkup peradilan umum.
Selain itu, penyelesaian perkara juga dapat dilakukan diluar pengadilan yaitu: a. Arbitrase. Penyelesaian suatu sengketa perdata diluar pengadilan formil yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat oleh para pihak yang bersengketa. b. Konsiliasi.Penyelesaian sengketa ini banyak memiliki kesamaan dengan arbitrase, dan juga menyerahkan permasalahan kepada pihak ketiga untuk memberikan pendapatnya tentang sengketa yang disampaikan oleh para pihak. Walaupun demikian, pendapat dari konsiliator tersebut tidak mengikatnya seperti putusan arbitrase. c. Mediasi.
Alternatif
penyelesaian
sengketa
dimana
permasalahan
diserahkan kepada seorang mediator yang memberikan pandanganpandangan hukumnya mengenai sengketa yang sedang dipermasalahkan.
3. Pengawasan pemerintah terhadap pakaian impor bekas berdasarkan Pasal 30 ayat (1) UUPK dilaksanakan oleh Menteri dan/atau Menteri teknis terkait. Pengawasan terhadap perdagangan impor pakaian bekas dilakukan oleh Menteri Perdagangan Republik Indonesia yang dapat berkoordinasi dengan Kepala
Dinas
yang
membidangi
Perdagangan
di
Provinsi
dan
Kabupaten/Kota. Untuk Kota Bandar Lampung, pengawasan terhadap perdagangan pakaian impor bekas dilakukan oleh Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) yang beralamat di Jl. Abdi
107
Negara No. 04 Teluk Betung Utara, Bandar Lampung. Dalam menjalankan fungsinya, Diskoperindag Kota Bandar Lampung secara intensif melakukan pengawasan terhadap pelaku usaha/pedagang yang melakukan perdagangan pakaian impor bekas di sejumlah pasar kota Bandar Lampung.
Namun, pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah dinilai sangat lemah. Lemahnya pengawasan pemerintah dapat terlihat dari aktivitas perdagangan pakaian impor bekas yang masih banyak dilakukan oleh pelaku usaha, sehingga pengawasan terhadap perdagangan pakaian impor bekas perlu ditingkatkan, mengingat didalam pakaian impor bekas terdapat banyak sekali bakteri yang dapat menganggu kesehatan dan membahayakan keselamatan konsumen.
B. SARAN Setelah penulis meneliti dan mengamati permasalahan sebagaimana tersebut diatas, maka penulis mencoba untuk mengemukakan saran sebagai berikut: 1. Perlunya pengawasan yang lebih intensif serta penjagaan yang ketat dari pemerintah atau instansi terkait terhadap keluar masuknya produk (barang) terutama terhadap masuknya pakaian impor bekas ke Indonesia baik melalui jalur darat, laut, maupun udara.
2. Sebaiknya pengawasan yang dilakukan pemerintah tidak hanya dilakukan untuk pakaian impor bekas saja, namun pemerintah juga harus mengawasi segala jenis barang impor bekas berupa kain yang digunakan oleh konsumen
108
dan secara langsung bersentuhan dengan tubuh atau kulit konsumen seperti bed cover, handuk, seprei, dan lain sebagainya.
3. Sebaiknya pemerintah atau instansi terkait melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan bahaya yang dapat ditimbulkan dari penggunaan pakaian impor bekas dan mengarahkan masyarakat untuk menggunakan produk yang sehat dan layak konsumsi, selain itu perlu diingatkan juga bagi pelaku usaha untuk memilih jenis produk yang sehat dan aman untuk diperdagangkan kepada konsumen, sehingga masyarakat dapat menyadari akan hak dan kewajibannya baik sebagai pelaku usaha ataupun konsumen.
4. Keberadaan UUPK masih sangat lemah, dimana diberlakukannya prinsip caveat emptor membuat konsumen tidak dapat melakukan apapun untuk mendapatkan ganti rugi terhadap kerugian yang dialami akibat produk yang digunakan. Oleh karena itu disarankan kepada pemerintah untuk melakukan penerapan prinsip strict liability dalam penyelesaian sengketa konsumen.
5. Masyarakat diharapkan dapat ikut berperan serta, dalam hal mengawasi dan memberikan laporannya kepada pihak yang berwenang, apabila terdapat pelaku usaha yang melanggar aturan yang sudah di tetapkan di dalam UUPK ataupun peraturan perundang-undangan lainnya.
6. Diperlukan adanya suatu sanksi yang tegas terhadap pada pelaku usaha yang nakal, yang masih melakukan perdagangan suatu produk atau barang yang dapat membahayakan keselamatan dan menganggu kesehatan khususnya pada konsumen pakaian impor bekas.