USULAN PENGENDALIAN KUALITAS DENGAN ESTIMASI TINGKAT KEGAGALAN PROSES (DPMO) Budi Aribowo1
ABSTRACT Article discusses an alternative quality control that has the same function with controlling map that has been known by the industry society but the suggested controlling map is offering a new approach, that is using the value of DPMO (Defect Per Millions). Procedure and view of DPMO and the suggested graphic control, hopefully can become suplement for the existent of controlling map so preventive action can be done and company can estimate the quality cost. Keywords: quality, estimation, company
ABSTRAK Artikel membahas pengendalian kualitas alternatif yang fungsinya hampir sama dengan peta kendali yang telah dikenal masyarakat industri namun peta kendali yang diusulkan menawarkan sebuah pendekatan baru, yaitu menggunakan nilai DPMO (Defect Per Millions). Prosedur dan tampilan DPMO serta grafik kontrol yang diusulkan diharapkan menjadi suplemen bagi peta kendali yang telah ada sehingga tindakan yang perlu diambil dapat dilakukan sejak dini dan perusahaan dapat mengestimasi biaya kualitas yang harus dikeluarkan. Kata kunci: kualitas, estimasi, perusahaan
1
Staf Pengajar Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, UBiNus, Jakarta
Usulan Pengendalian Kualitas… (Budi Aribowo)
127
PENDAHULUAN Penggunaan peta kendali Shewhart dalam rangka pengendalian mutu secara statistik sudah merupakan suatu tradisi yang turun menurun di dalam dunia industri, khususnya pada Industri Manufaktur Jepang. Bahkan, peta kendali itu tidak hanya diketahui oleh para engineer, manajer, ataupun supervisor namun pada level foreman dan operator pun mengenal dengan baik peta tersebut melalui pelatihan yang intensif diberikan oleh perusahaan manufaktur terkemuka, khususnya pada pelatihan yang bertajuk Seven Tools ataupun New Seven Tools. Peta kendali Shewhart atau yang biasa dikenal dengan Statistical Process Control (SPC) secara umum dibagi menjadi dua bagian, yaitu peta kendali untuk data kontinu atau yang dikenal dengan peta kendali variabel dan peta kendali untuk data diskrit atau yang biasa disebut peta kendali atribut. Aturan dasar peta kendali itu adalah “variasi penyebab umum seharusnya ditinggalkan pada proses jangka panjang, tetapi penyebab khusus variasi seharusnya diidentifikasikan dan dihapuskan” (Pyzdek, 2002:334). Artinya, peta kendali yang dikembangkan oleh Shewhart menawarkan solusi atas variabilitas produk ketika sedang diproses karena diketahui secara umum bahwa yang namanya variabilitas merupakan suatu penyakit yang paling parah pada dunia mutu dan musuh yang berbahaya bagi pelaku pemasaran. Oleh karena itu, pada akhirnya tentu saja harus dicari penyebabnya, baik penyebab secara umum maupun secara khusus (akhir– akhir ini penyebab secara umum maupun khusus tidak lagi menjadi perdebatan para ahli SPC) sehingga proses produksi dapat terkendali secara statistik.
Peta Kendali X-R Dalam artikel ini diusulkan suatu model pengendalian kualitas mutu yang sedikit berbeda dengan model X-R yang sangat terkenal itu namun mengambil beberapa titik kritis dari model tersebut. Beberapa studi kritis terhadap peta kendali X-R diantaranya adalah cara pengambilan sampel terhadap sub kelompok rasional. Sub kelompok rasional merupakan basis utama peta kendali yang didefinisikan sebagai “item yang dihasilkan di bawah kondisi yang pada hakikatnya sama” (Pyzdek, 2002:337). Permasalahan yang terjadi bukan dari jumlah sampel yang diambil namum dari cara pengambilan sampel untuk sub kelompok rasional tersebut. Jika diidentifikasikan cara pengambilan sampel yang biasanya digunakan adalah menggunakan cara convinience sampling (asumsi penulis) berdasarkan interval waktu yang telah ditentukan atau jika interval waktu yang sudah ditetapkan menjadi titik pengambilan sampel maka pengambilan jenis itu dikategorikan sebagai pengambilan sampel secara sistematis. Misalnya, seorang pengawas mutu mengambil beberapa sampel setiap 30 menit atau setiap satu jam dan sebagainya secara langsung.
128
INASEA, Vol. 5 No. 2, Oktober 2004: 127-134
Jika benar demikian adanya maka kedua cara tersebut dapat dikategorikan dengan cara non acak (non probability sampling) yang berimplikasi sampel yang diambil tidak dapat mewakili populasinya sebagaimana definisi dari non probability sampling, yaitu “teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih” (Sugiyono, 2001:77). Selain cara pengambilan sampel, peta kendali X-R tidak menceritakan tentang peluang atau estimasi terjadinya kegagalan proses akibat melewati batas toleransi maksimum atau minimum ukuran suatu produk (karena memang tidak digunakan untuk tujuan tersebut). Dengan kata lain, seorang pengawas mutu akan kesulitan untuk menentukan estimasi tingkat kegagalan proses secara langsung (lebih cepat) walaupun proses terkendali secara statistik. Jika hal itu dibiarkan maka akan cukup banyak produk yang melewati batas toleransi maksimum atau minimumnya. Meskipun demikian, masalah itu sebenarnya sudah dapat diatasi melalui indikator yang sederhana, misalnya bilamana dalam 7 titik berurutan pada bagan kendali semua berada pada sisi yang sama dari garis pusat baik di atas maupun di bawah central limit maka harus diperiksa (Grant, 1988:87).
Probability Sampling Pada suatu produksi masal, pengawas mutu akan mengalami kesulitan jika melakukan pemerikasaan secara komprehensif ataupun holistik karena akan membutuhan biaya yang sangat besar. Oleh karena itu, diambilah sampel yang dapat mewakili populasi atau sampel yang memiliki tingkat generalisasinya mendekati sama dengan populasinya. Untuk mendapatkan sampel yang dapat mewakili populasi. harus dilakukan pengambilan secara acak atau probability sampling karena pengambilan secara acak memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2001:74). Terdapat beberapa cara pengambilan secara acak, diantaranya menggunakan tabel bilangan acak ataupun dengan cara undian (simplified). Diusulkan penggunaan tabel bilangan acak untuk pengambilan sampel karena lebih cepat dan tidak terlalu sulit. Hal itu karena tabel bilangan acak tersebut sudah tersedia dan dapat digunakan kapan saja dan siapa saja dengan mudah. Sifat acak dapat ditentukan melalui nomor produk (jika produk diberi nomor) atau melalui waktu pengambilan yang acak. Misalnya, ditentukan jumlah sampel yang ditentukan untuk pemeriksaan sebuah produk adalah 5 pada satu jam pertama (jam 08.00 s/d 09.00) maka dapat disimulasikan waktu pengambilan (jika produk tidak diberi nomor) sebagai berikut.
Usulan Pengendalian Kualitas… (Budi Aribowo)
129
Tabel 1 Simulasi Bilangan Acak
Angka Tabel Penyesuaian Bilangan Acak Waktu 62956 8.56 17143 8.43 99285 8.85 12940 8.40 28089 8.89
Waktu Pengambilan Sampel 08.43 08.26 08.51 08.24 08.54
Penyesuaian waktu penggunaan bilangan acak pada Tabel 1 menggunakan 2 digit terakhir dari bilangan acak namun tidak hanya 2 digit terakhir, 2 digit pertama maupun ditengah ataupun bilangan pertama, dan bilangan terakhir yang digunakan tidak menjadi masalah dan pemilihan penggunaan bilangan acak seterusnya dapat ditentukan oleh supervisi mutu di lapangan.
Jumlah Sampel Secara teoritis, banyak sekali teori tentang jumlah pengambilan sampel tetapi diambil suatu teorema umum bahwa jumlah sampel ditentukan berdasarkan tingkat kepercayaan dan tingkat ketelitian (error). Semakin besar tingkat keyakinan peneliti yang ditetapkan maka tingkat generalisasinya terhadap populasi semakin baik begitu pula jika tingkat error-nya semakin kecil. Dengan demikian, jumlah sampel yang diambil pun semakin banyak. Secara logika sederhana dapat dinyatakan, semakin banyak sampel yang diambil maka semakin dekat dengan karakteristik populasinya. Angka 30 merupakan suatu angka yang sudah digunakan cukup luas di kalangan para peneliti universal di dalam penelitian yang menggunakan sampel. Beberapa teori statistik mengatakan bahwa angka 30 adalah angka sampel yang cukup untuk membentuk suatu distribusi normal dan jika di bawah 30 maka digunakan distribusi t-student? Seperti pada teori limit pusat yang dapat digunakan untuk populasi masal dikatakan “distribusi normal pada teori limit pusat sangat baik digunakan bila jumlah sampel (n) yang diambil sama atau lebih besar dari pada 30” (Walpole, 1995:214). Atau angka 30 juga digunakan sebagai parameter awal terhadap nilai varian untuk mencari jumlah sampel yang sebenarnya, “…dalam persamaan untuk ukuran sampel contoh bagi pendugaan rata – rata populasi boleh digunakan hanya bila diketahui varian populasi yang akan diambil sampelnya. Bila tidak memiliki informasi itu maka suatu sampel awal berukuran sama atau lebih besar daripada 30 dapat diambil untuk memberikan nilai dugaan bagi varian populasi” (Walpole, 1995:245). Jadi, angka 30 merupakan angka yang sering digunakan untuk mengambil sampel untuk dapat mewakili populasi dan tentu saja untuk membentuk suatu distribusi normal yang diperlukan untuk menganalisis kegagalan proses. Namun, akan terjadi kesulitan
130
INASEA, Vol. 5 No. 2, Oktober 2004: 127-134
pengambilan sampel di lapangan karena jumlah sampel yang diambil (30) untuk setiap sub kelompok rasional terlalu besar.
PEMBAHASAN DPMO (Defect Per Millions) Kegagalan suatu proses dapat diperkirakan melalui batas luar titik toleransi maksimum dan minimum suatu produk menggunakan distribusi normal. Peluang total yang dihasilkan pada distribusi normal di luar titik toleransinya dikalikan dengan satu juta maka didapatkanlah nilai DPMO atau dengan kata lain, DPMO dapat didefinisikan sebagai tingkat kegagalan proses per satu juta produk. Untuk prosedur perhitungan DPMO, diperlukan sejumlah sampel data yang dapat mewakili populasi produk secara keseluruhan serta jumlah sampel yang memadai karena dibutuhkan suatu distribusi normal sampel data sebagaimana diasumsikan populasinya pun berdistribusi normal. Sebagai contoh, berikut disimulasikan beberapa tingkat DPMO berdasarkan tingkat rata–rata dan simpangan baku untuk produk dengan toleransi maksimum 205 cm dan toleransi minimum 195 cm sebagai berikut dengan asumsi jumlah sampel yang diambil adalah 30.
Tabel 2 Simulasi Peluang Deformasi
Waktu Pengambilan
Rata - rata
Standar Deviasi
203 202 197 198 200 204 199 199 202 204
5 7 3 5 6 7 8 3 7 4
Sampel (hari) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Peluang Deformasi Di Bawah Titik Minimum 0.0548 0.1587 0.2525 0.2743 0.2023 0.0993 0.3085 0.0912 0.1587 0.0122
Usulan Pengendalian Kualitas… (Budi Aribowo)
Peluang Deformasi Di Atas Titik Maksimum 0.3446 0.3341 0.0038 0.0808 0.2023 0.4432 0.2266 0.0228 0.3341 0.4013
131
Dari Tabel 2 tersebut dapat dicari peluang total deformasi dan tingkat DPMO yang nanti akan dijadikan tingkat pengendalian mutu statistiknya sebagai berikut.
Tabel 3 Tingkat DPMO Waktu Pengambilan Sampel (Hari)
Total Peluang Deformasi
Tingkat DPMO
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0.3994 0.4928 0.2563 0.3550 0.4047 0.5425 0.5352 0.1140 0.4928 0.4135
399377.59 492772.86 256322.89 355009.78 404656.65 542472.94 535164.81 113961.34 492772.86 413518.16
Besarnya tingkat DPMO tersebut merupakan hasil simulasi dan tentu saja tidak pernah ada suatu industri menginginkan tingkat deformasi produk hingga 50%.
Peta Kendali DPMO Untuk membuat peta kendali DPMO, dibutuhkan nilai threshold terhadap batas maksimum DPMO. Nilai threshold yang dibutuhkan dapat ditentukan melalui Gugus Kendali Mutu (GKM). GKM definisikan sebagai “sebuah kelompok yang terdiri dari 6 sampai 10 karyawan yang bertemu secara teratur untuk mengidentifikasikan dan menyelesaikan masalah kerja” (Jewell, 1998:421) atau di Indonesia GKM dikenal juga dengan nama Sistem Penyelaras Manufaktur (SPM). Artinya, batas maksimum DPMO dapat ditentukan melalui pertemuan kelompok yang cukup heterogen, baik dari struktur organisasi maupun keahlian. Bahkan, jika konsep Kaizen atau continous improvement diterapkan, nilai batas maksimum DPMO dapat ditekan hingga ke posisi minimum semisal six sigma. Dari simulasi yang telah dikomputasi tersebut, misalnya ditentukan nilai threshold DPMOnya adalah 500000 maka didapatkan grafik kendalinya sebagai berikut.
132
INASEA, Vol. 5 No. 2, Oktober 2004: 127-134
Gambar 1 Grafik Kendali DPMO
Tingkat DPMO
600000.00 500000.00 400000.00
DPMO
300000.00
Batas Kendali
200000.00 100000.00
9
7
5
3
1
0.00 Waktu Pe ngambilan Sampe l
Dari grafik tersebut ternyata proses produksi pada hari ke-6 dan ke-7 melewati batas maksimum yang telah ditentukan maka proses produksi harus dihentikan pada hari ke-6 untuk mengidentifikasi permasalahan yang terjadi dan tentu saja penyebab permasalahan dapat dicari penyelesaiannya melalui GKM, SPM, atau melalui tools yang lain.
PENUTUP Pada intinya, fokus pengendalian mutu adalah pengurangan nilai varian ukuran produk sehingga didapatkan suatu produk yang homogen secara statistik. Peta kendali, six sigma dan lainya hanyalah merupakan sebagian tools yang digunakan untuk mencari indikator penyimpangan varian ukuran produk. Setelah itu adalah tugas manajemen mutu untuk memperbaiki proses yang menyebabkan varian tidak terkendali secara statistik, baik untuk sebab umum maupun sebab khusus. Dalam artikel ini hanya diusulkan sebuah pengendalian kualitas alternatif yang fungsinya hampir sama dengan peta kendali yang telah dikenal masyarakat industri tersebut namun peta kendali yang diusulkan menawarkan sebuah pendekatan baru, yaitu menggunakan nilai DPMO. Tampilan peta kendali DPMO beserta usulan pengambilan produk secara acak tidak terlepas dari variabel rata–rata maupun variabel variannya. Sama seperti peta kendali sebelumnya tetapi diharapkan efek psikologis dari tampilan tersebut memberikan suatu tindakan yang tepat dan cepat karena dengan mengetahui tingkat DPMO secara langsung, akan dapat mengestimasi biaya kualitas yang harus dikeluarkan oleh perusahaan.
Usulan Pengendalian Kualitas… (Budi Aribowo)
133
DAFTAR PUSTAKA Grant, Eugene L. dan Richard S. Leavenworth. 1988. Pengendalian Mutu Statistis. Jakarta: Erlangga. Jewell, L. N. dan Marc Siegall. 1998. Psikologi Industri Modern. cetakan kesatu, Jakarta: Arcan. Pyzdek, Thomas. 2002. The Six Sigma Hand Book. Jakarta: Salemba Empat. Sugiyono. 2001. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV Alfabeta. Walpole, Ronald E. Pengantar Statistika. 1995. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
134
INASEA, Vol. 5 No. 2, Oktober 2004: 127-134