Usaha-Usaha Pasangan Pernikahan Usia Dini Dalam Menggapai...
USAHA-USAHA PASANGAN PERNIKAHAN USIA DINI DALAM MENGGAPAI KEHARMONISA KELUARGA Jajang Susatya*
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang usaha-usaha pasangan pernikahan dini dalam menggapai keharmonisan keluarga setelah usia pernikahannya melewati tahun paling kritis, yaitu memilki usia perkawinan minimal 7 tahun. Informan merupakan istri yang sedang bekerja diluar rumah dan mempunyai suami yang juga bekerja diluar rumah. Sebanyak 3 informan utama terlibat dalam penelitian ini mereka berusia 25-30 tahun. Adapun metode penelitian ini menggunakan wawancara mendalam dan observasi non partisipan untuk mengumpulkan data tentang keharmonisan keluarga pasangan usia dini. Selanjutnya, factor factor pembentuk keharmonisan keluarga yang terungkap dalam penelitian ini adalah ; kerukunan, penyesuaian diri kerja sama, saling menerima, keseimbangan, dan saling pengertian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para informan memiliki gambaran keharmonisan keluarga yang bervariasi berdasarkan aspek-aspek keharmonisan keluarga, tidak di peroleh gambaran dari pasangan informan penelitian ini, tentang keharmonisan keluarga yang optimal dalam pernikahanya, namun rata-rata mereka merasa cukup harmonis pada beberapa factor, pada faktor saling penyesuaian diri, semua informan utama dalam penelitian ini mengungkapkan adanya usaha yang serius, karena pernikahanya dilakukan tanpa persiapan mental maupun material pada diri masing-masing pasangan. Demikian pula pada factor saling menerima, mereka sering terkejut dengan perubahan perilaku pasangan, semua informasi utama dalam penelitian ini mengatakan ingin mempertahankan pernikahanya dan tetap komitmen dengan janji suci pernikahanya, para informan utama mengukapkan bahwa dalam upaya memperhatakan keutuhan rumah tangganya, mereka selama berdoa dan mohon petunjuk Tuhan Yang Maha Esa. Kata kunci : keharmonisan keluarga, dan pasangan pernikahan usia dini LATAR BELAKANG Pernikahan usia muda dan motivasi menikah selagi masih menempuh sekolah atau menjalani kuliah sepertinya saat ini sedang menjadi tren di kalangan usia muda. Fenomena ini masih dipandang aneh oleh kebanyakan masyarakat karena mereka mayoritas belum mempersiapkan pernikahannya dengan optimal, tetapi sudah memutuskan atau terpaksa menikah di usia muda. Selain itu kemampuan mereka untuk menjalani hidup berumah tangga yang harmonis dan
Fenomena pernikahan usia muda menarik pakar geografi penduduk untuk menganalisa dan meneliti lebih mendalam karena kejadian ini berkaitan dengan aspek kependudukan manusia di permukaan bumi yaitu, fertilitas. Dalam tinjauan geografi penduduk pernikahan usia muda sering dikaitkan dengan usia menikah pertama dan usia melahirkan pertama. Pada umumnya wanita yang menikah pada usia muda mempunyai waktu yang lebih panjang beresiko untuk hamil, sehingga ada kecenderungan
bahagia masih sulit diprediksi keberhasilannya. * Prodi Psikologi, Fakultas Psikologi, Unwidha Klaten
Magistra No. 98 Th. XXIX Desember 2016 ISSN 0215-9511
71
Usaha-Usaha Pasangan Pernikahan Usia Dini Dalam Menggapai...
munculnya angka kelahiran tinggi pada masyarakat tersebut.
menyatakan bahwa setiap pernikahan mengharapkan
Berkaitan dengan masalah di atas, pemerintah
kebahagiaan akan tetapi sebuah pernikahan menuntut adanya penyesuaian diri terhadap peran dan tanggung
sudah melakukan upaya pengaturan fertilitas melalui program keluarga berencana yang tujuannya antara
jawab dari kedua pasangan. Keberhasilan penyesuaian diri dalam pernikahan akan menunjang
lain, pengaturan usia ideal perkawinan dan pengaturan ideal melahirkan. Namun, realita dikalangan usia muda
terciptanya keharmonisan keluarga.
motivasi menikah semakin meningkat. Fakta di Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan usia muda tinggi di dunia (ranking 37), tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja dan pada tahun 2010, terdapat 158 negara dengan usia legal minimum menikah adalah 18 tahun ke atas, dan Indonesia masih diluar itu. Sofia dan Elok (2015) dalam penelitiannya juga menemukan beberapa pasangan pernikahan usia muda yang memutuskan untuk menjalani bahtera rumah tangga tanpa melalui persiapan yang cukup karena mereka harus menikah dijodohkan oleh kedua orang tuanya, pengaruh pemahaman budaya, dan nilai nilai masyarakat tertentu bahkan ada yang terpaksa menjalani pernikahan dini karena mengalami kehamilan sebelum nikah. Kenyataan ini membuat pemerintah perlu melanjutkan dengan revitalisasi pengaturan fertilitas melalui pembinaan keluarga kecil mandiri sejahtera agar mereka dapat menjalankan rumah tangga dengan harmonis. Pembinaan terhadap pasangan pernikahan usia muda sangat dibutuhkan karena mereka masih dalam tugas perkembangan yang sedang mencari identitas diri dan sosial yang kadang kadang masih membingungkan. Salah satu fokus pembinaan dan penyuluhan kepada mereka adalah pendewasaan sosial. Pasangan yang memilki kedewasaan social akan mudah menyesuaikan diri setelah menikah, hal itu sesuai dengan pendapat Desmita (2005) yang
72
Menurut Blood dalam Sunarti (2012) persiapan pernikahan meliputi persiapan menikah pribadi (personal) dan persiapan pernikahan situasi ( Circumstantial). Persiapan pribadi meliputi kematangan emosi, kematangan social, persiapan usia, dan persiapan model peran. Sedangkan persiapan menikah situasi meliputi persiapan waktu dan finalcial. Selanjutnya menurut Wisnu dan Sri (2012) kematangan emosi yang didalamnya ada kemampuan penyesuaian diri merupakan aspek yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan pernikahan karena keharmonisan rumah tangga banyak ditentukan oleh kematangan emosi baik suami maupun istri. Pernikahan usia muda sebenarnya mengandung resiko yang besar, tetapi pasangan pernikahan usia muda yang memiliki kematangan emosi positif akan mampu mengembangkan adaptasi dan penyesuaian diri yang baik terhadap konflik konflik yang muncul dalam pernikahannnya. Diharapkan mereka dapat mengelola dengan bijak konflik dalam pernikahannya, sehingga proses perceraian dapat dicegah. Paling tidak perselisihan dan tekanan perkawinan dapat diminimalkan. Galuhpritta dan Yulianti (2011) menulis banyak permasalahan yang bisa terjadi dalam sebuah pernikahan usia muda, salah satunya adalah perceraian digambarkan olehnya bahwa sejak januari hingga agustus 2017 tercatat 117 kasus perceraian usia muda di kota Bandung, bahkan 90% kasus perceraian dilakukan pasangan suami istri usia muda.
Magistra No. 98 Th. XXIX Desember 2016 ISSN 0215-9511
Usaha-Usaha Pasangan Pernikahan Usia Dini Dalam Menggapai...
Adapun penyebab kasus perceraiannya didominasi oleh factor ketidakharmonisan dalam keluarga baru disusul oleh factor ekonomi, kecemburuan, politik, dan social budaya. Menurut Rufaida Nurjanah, dkk (2010) pernikahan pada usia muda meningkatkan resiko terjadinya keguguran, obstetric tistula, kanker leher Rahim dan beberapa msalah kesehatan lainnya. Disamping itu juga dapat menyebabkan gangguan pengembangan kepribadian dan menempatkan anak yang dilahirkan beresiko terhadap kejadian kekerasan, keterlantaran, keterlambatan perkembangan, kesultan belajar, gangguan perilaku, dan cenderung menjadi orang tua pula di usia muda. Perempuan muda di Indonesia dengan usia 1014 tahun menikah sebanyak 0,2 % atau lebih dari 22.000 wanita muda berusia 10-14 tahun di Indonesia sudah menikah. Selain itu jumlah dari perempuan muda berusia 15-19 yang menikah lebih besar jika dibandingkan dengan laik-laki muda berusia 15-19 tahun atau mencapai 11,7% pada perempuan dan 1,6% pada laki-laki. Selanjutnya diantara kelompok umur perempuan 20-14 tahun, lebih dari 56,2 sudah menikah. Selanjutnya dapat dilihat bahwa provinsi dengan perkawinan dini <15 tahun tertinggi adalah Kalimantan Selatan, sedangkan provinsi dengan perkawinan dini antara umur 15-19 tahun adalah Kalimantan Tengah. Berkaitan dengan peningkatan motivasi menikah diusia muda pada kalangan genenerasi muda, maka dapat dilihat fakta bahwa Indonesia memiliki jumlah penduduk terbesar keempat di dunia. Badan Pusat Statistik memproyeksikan jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sekitar 234,2 juta jiwa. Namun, hasil Sensus Penduduk (SP) 2010 menunjukkan sekitar 3,5 juta lebih besar dari proyeksi. Laju pertumbuhan penduduk yang diproyeksikan terus menurun menjadi sekitar 1,27% tetapi pada SP 2010 tercatat sebesar
Magistra No. 98 Th. XXIX Desember 2016 ISSN 0215-9511
1,49%.1 Sasaran pengendalian kuantitas penduduk yang tidak memenuhi harapan ini tidak terlepas dari melemahnya Program Keluarga Berencana Nasional. Perumusan Masalah Fenomena pernikahan usia muda dan motivasi menikah selagi masih menempuh sekolah atau menjalani kuliah sepertinya saat ini sedang menjadi tren di kalangan usia muda. Fenomena ini dipandang aneh oleh masyarakat pada umumnya karena dianggap mereka belum mempersiapkan pernikahanya dengan optimal. Permasalahan ini menjadi menarik untuk dikaji melalui penelitian maupun karya ilmiah terutama tentang bagaimana usaha mereka untuk menggapai keharmonisan keluarganya agar keluarga tetap utuh dan bahagia melalui upaya-upaya penyesuain diri, kerjasama, saling pengertian, saling menerima, menjaga keseimbangan, dan menjaga kerukunan keluarga. TINJAUAN PUSTAKA Pernikahan adalah suatu ikatan antara pria dan wanita yang permanen, ditentukan oleh kebudayaan dengan tujuan mendapatkan kebahagiaan. Dalam pernikahan ada suatu penyatuan jiwa dan raga dua manusia berlawanan jenis dalam satu ikatan yang suci dan mulia dibawah lindungan hukum dan Tuhan Yang Maha Esa. Pernikahan di Indonesia sudah diatur dalam UU pemerintahan yang dijelaskan pada pasal 1 undang-undang 1/1974 bahwa pernikahan suatu ikatan lahir batin antar a seorang pria dan wanitasebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk menciptakan suatu pernikahan yang bahagia dan kekal dibutuhkan suatu persiapan pasangan yang hendak melangsungkan pernikahan. Pada persiapan pernikahan yang perlu diperhatikan
73
Usaha-Usaha Pasangan Pernikahan Usia Dini Dalam Menggapai...
adalah usia individu saat menikah, level kematangan, waktu menikah (timing), motivasi (alasan), kesiapan untuk berhubungan secara seksual, kemandirian emosional ( emotional emancipation ), tingkat pendidikan dan pekerjaan. Selain itu dibutuhkan juga ketrampilan khusus dari masing-masing pasangan, seperti apakah pasangan tersebut telah cukup matang secara personal atau social untuk menerima tanggung jawab pernikahan ( Sunarti, 2012 ). Kematangan usia individu saat menikah menurut (Seligman, 2005 ) merupakan aspek yang penting karena dalam usia yang matang, pasangan dapat beradaptasi terhadap konflik atau masalah perkawinannya, mereka memiliki kemampuan untuk bangkit berusaha berkembang menjadi individu yang lebih kuat, dan lebih menghargai perkawinannya. Manakala pasangan merasa berhasil mengatasi permasalahannya maka mereka akan dapat merasakan kebahagiaan perkawinan, suami istri mampu menampilkan performance yang lebih baik untuk memper tahankan keharmonisan r umah tangganya. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) juga telah menetapkan program yang bertujuan mengendalikan jumlah penduduk yaitu Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) adalah upaya meningkatkan usia pada perkawinan pertama, sehingga mencapai usia minimal pada saat perkawinan yaitu 20 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria.
atau karena kehamilan diluar nikah.Selain itu pernikahan dini dapat dikatakan sebagai perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita yang berusia muda sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menikah sebelum cukup usia, ternyata masih banyak orang tua di kota maupun di desa di Indonesia yang menjodohkan anak perempuan belum lulus SD atau SMP. Sementara itu, ada beberapa penyebab terjadinya pernikahan anak usia dini. Sukron Kamil (2010) salah seorang peneliti dari UIN menyatakan, 62 persen wanita menikah karena hamil, 21 persen pernikahan karena ingin memperbaiki ekonomi dan keluar dari kemiskinan dan sisanya karena dipaksa orangtua dan karena status sosial. Galuhpritta dan Yulianti (2011) mengemukakan bahwa dorongan untuk menikah di usia muda diseabkan karena dijodohkan, menjaga diri dari dosa, ingin membahagiakan orang tua, sudah merasa yakin dengan pasangan, mendapat persetujuan dari orang tua, pacaran sudah cukup lama, mencari teman untuk mendorong sekolah, menjaga agama, suami dapat mendorong semangat belajar, meringankan beban perekonomian orang tua. BKKBN dalam kajian tentang perikahan dini (2011) menjelaskan bahwa penyebab pernikahan dini
Program pemerintah yang bertujuan untuk
adalah : pendidikan yang rendah, kebutuhan ekonomi, kultur dan nilai perikahan muda di kalangan
mengendalikan jumlah penduduk melalui pendewasaan usia perkawinan sebenarnya sudah cukup lama dicanangkan pada masyarakat Namun kenyataan
masyarakat tertentu, pernikahan yang diatur, seks bebas di kalangan r emaja. Adapun akar
menikah selagi masih sekolah atau kuliah saat ini justru sedang menjadi tren di kalangan generasi muda, sehingga dapat dikatakan, pernikahan usia dini secara frekuen merefleksikan pernikahan yang telah diatur
pendidikan, tekanan ekonomi dan social budaya.
74
permasalahanya disebabkan oleh modernisasi, Disamping itu diasumsikan adanya peran orang tua (keluarga) dalam pengambilan keputusan pernikahan dini, tingkat kepedulian masyarakat umum
Magistra No. 98 Th. XXIX Desember 2016 ISSN 0215-9511
Usaha-Usaha Pasangan Pernikahan Usia Dini Dalam Menggapai...
masih rendah dalam menanggapi isu isu perkawinan dini serta lemahnya peran pemerintah dalam koordinasi dan perencanaan kebijakan pengendalian pernikahan dini. Secara umum dapat dapat digambarkan dampak pernikahan dini adalah sebagai berikut : a. Kekerasan terhadap anak Anak bisa mengalami kekerasan dari orangtua atau keluarga bila menolak untuk dinikahkan. b. Tingkat perceraian tinggi Lebih dari 50 persen pernikahan anak tidak berhasil, dan akhirnya bercerai. Bahkan ada juga kasus yang menjalani pernikahan hanya dalam hitungan minggu lalu berpisah. Dan, biasanya hal ini terjadi karena anak perempuan tidak mau melakukan kewajiban sebagai istri dan kurangnya kesiapan dari masing-masing pasangan yang mau menikah c. Traffiking/eksploitasi dan seks komersial anak Setelah menikah maka perempuan akan dibebaskan oleh orangtuanya. Mereka akan keluar dari desanya atau rumahnya dan memilih bekerja. Disamping hal-hal tersebut di atas, dampak pernikahan usia muda akan menimbulkan hak dan kewajiban diantara kedua belah pihak, baik dalam hubungannya dengan mereka sendiri, terhadap anak-anak, maupun terhadap keluarga mereka masing-masing. (Puspitasari, 2006) Keputusan untuk menikah pasangan usia muda yang nantinya kan memasuki kehidupan pernikahan membutuhkan pemahaman dan penyesuaian diri karena kadang kadang kebahagiaan yang diharapkan berubah menjadi konflik yang berdampak :
Magistra No. 98 Th. XXIX Desember 2016 ISSN 0215-9511
a. Dampak terhadap suami istri Tidak bisa dipungkiri bahwa pada pasangan suami istrti yang telah melangsungkan pernikahan di usia muda tidak bisa memenuhi atau tidak mengetahui hak dan kewajibannya sebagai suami istri. Hal tersebut timbul dikarenakan belum matangnya fisik maupun mental mereka yang cenderung keduanya memiliki sifat keegoisan yang tinggi. b. Dampak terhadap anak-anaknya Masyarakat yang telah melangsungkan pernikahan pada usia muda atau di bawah umur akan membawa dampak. Selain berdampak pada pasangan yang melangsungkan pernikahan pada usia muda, pernikahan usia muda juga berdampak pada anak-anaknya. Karena bagi wanita yang melangsungkan pernikahan di bawah usia 20 tahun, bila hamil akan mengalami gangguan-gangguan pada kandungannya dan banyak juga dari mereka yang melahirkan anak. Kepriadian dan emosi mereka yang belum stabil dapat menimbulkan perilaku kekerasan terhadap anak, bahkan dapat berujung pada pembunuhan terhadap anak kandung mereka c. Dampak terhadap masing-masing keluarga. Selain berdampak pada pasangan suami-istri dan anak-anaknya pernikahan di usia muda juga akan membawa dahmpak terhadap masing-masing keluarganya. Apabila pernikahan diantara anakanak mereka lancar, sudah barang tentu akan menguntungkan orang tuanya masing-masing. Namun apabila sebaliknya keadaan rumah tangga mereka tidak bahagia dan akhirnya yang terjadi adalah perceraian. BKKBN dalam kajian pernikahan dini (2011) menjelaskan akibat pernikahan dini
75
Usaha-Usaha Pasangan Pernikahan Usia Dini Dalam Menggapai...
meliputi : drop out sekolah tinggi, tingkat sekolah rendah, kekerasan dalam rumah tangga, ketidakharmonisan keluarga, peluang kematian ibu melahirkan tinggi, dan hak kesehatan reproduksi rendah. Kajian BKKBN menunjukkan bahwa pernikahan usia dini tidak selalu berjalan dengan harmonis. Hal itu juga dibuktikan dengan peningkatan angka perceraian. Oleh karena itu pasangan pernikahan usia dini harus dapat berusaha mencari factor-faktor penunjang terciptanya keharmonisan keluarga. Penyebab, motivasi dan akibat dari pernikahan usia dini dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut:
Pengertian Keharmonisan Keluarga bahagia adalah harapan dari semua pasangan suami istri, karena kebahagiaan keluarga adalah salah satu syarat keharmonisan keluarga. Kebahagiaan dalam sebuah keluarga adalah apabila di dalam keluarga tersebut ada rasa saling menghargai, menghormati dan juga saling menyayangi antar anggota keluarga serta terciptanya toleransi di dalamnya. Hawari (1997) mengemukakan keharmonisan keluarga itu akan terwujud apabila masing- masing unsur dalam keluarga itu dapat berfungsi dan berperan sebagimana mestinya dan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai agama kita, maka interaksi sosial yang harmonis antar unsur dalam keluarga itu akan dapat diciptakan. Ada banyak definisi yang menjelaskan tentang makna keharmonisan dalam hidup berumah tangga. Menurut Purwodarminto (1983), keharmonisan adalah keadaan selaras atau serasi dalam rumah tangga. Jadi yang
76
Magistra No. 98 Th. XXIX Desember 2016 ISSN 0215-9511
Usaha-Usaha Pasangan Pernikahan Usia Dini Dalam Menggapai...
dimaksud keharmonisan adalah adanya keadaan yang sama, selaras atau serasa, dan seimbang serta kecocokan dalam rumah tangga. Keharmonisan mampu menciptakan sebuah suasana keluarga yang penuh keakraban.
terciptanya kehidupan keluarga yang harmonis. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan yang terpenting bagi perkembangan penyesuaian diri untuk hidup layak dan berhasil. Keluarga sehat akan memberikan kesempatan pada individu di dalamnya
Keharmonisan adalah keadaan selaras atau serasi dalam rumah tangga, hidup bahagia dalam
untuk menerima dasar-dasar perkembangan, latihanlatihan sikap, dan kebiasaan-kebiasaan yang baik.
ikatan cinta kasih suami dan istri yang didasari oleh kerelaan dan keselarasan hidup bersama. Hidup dalam
Bagaimanapun juga keluarga mempunyai pengaruh besar terhadap arah kehidupan individu (Meichati, 1983).
ketenangan lahir dan batin karena merasa cukup dan puas atas segala sesuatu yang ada dan yang telah dicapai dalam melaksanakan tugas kerumahtanggaan baik tugas ke dalam maupun tugas ke luar (Sahli, 1985) Ada banyak definisi yang menjelaskan tentang makna keharmonisan dalam hidup berumah tangga. Menurut Purwodarminto (1983), keharmonisan adalah keadaan selaras atau serasi dalam rumah tangga. Jadi yang dimaksud keharmonisan adalah adanya keadaan yang sama, selaras atau serasa, dan seimbang serta kecocokan dalam rumah tangga. Lebih lanjut, keharmonisan mampu menciptakan sebuah suasana keluarga yang penuh keakraban, adanya saling pengertian, toleransi dan saling menghargai satu sama lain. Hal ini dapat dilihat dari hubungan emosi di dalam keluarga yang menunjukkan adanya suasana batin yang erat dan puas bagi masing-masing anggota keluarga (Cole, 1966).
Keluarga merupakan bagian kecil masyarakat dan adanya keutuhan ayah, ibu dan anak serta terjalin ikatan silaturahmi, adanya keakraban satu sama lain (Hamid, 1981). Sedangkan menurut BKKBN (1995), yang dimaksud keluarga ialah satu kesatuan atau unit terkecil di masyarakat yang dibentuk oleh ikatan pernikahan berdasarkan hukum yang berlaku. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keharmonisan keluarga adalah situasi dan kondisi dalam keluarga dimana di dalamnya tercipta kehidupan beragama yang kuat, suasana yang hangat, saling menghargai, saling pengertian, saling terbuka, saling menjaga dan diwarnai kasih sayang dan rasa saling percaya sehingga memungkinkan anak untuk tumbuh dan berkembang secara seimbang. Pernikahan pada dasarnya dilakukan untuk membentuk sebuah keluarga yang harmonis, bahagia dan sejahtera. Memiliki keturunan adalah dambaan
Basri (1999) menyatakan bahwa setiap orangtua bertanggung jawab juga memikirkan dan mengusahakan agar senantiasa terciptakan dan terpelihara suatu hubungan antara orangtua dengan
setiap orang yang menikah. Dengan adanya anak, hubungan pernikahan dapat berjalan dengan baik
anak yang baik, efektif dan menambah kebaikan dan keharmonisan hidup dalam keluarga, sebab telah menjadi bahan kesadaran para orangtua bahwa hanya dengan hubungan yang baik kegiatan pendidikan dapat
keperluan sang anak. Rasa saling menghargai,
dilaksanakan dengan efektif dan dapat menunjang
dimulai dari pranikah, pernikahan, dan berkeluarga.
Magistra No. 98 Th. XXIX Desember 2016 ISSN 0215-9511
karena antara suami dan istri akan bahu membahu mencurahkan kasih sayang dan menyediakan apapun mengerti, dan menghormati harus selalu dipupuk dalam pernikahan agar tercipta suasana yang menyamankan dan membahagiakan.membentuk keluarga sakinah,
77
Usaha-Usaha Pasangan Pernikahan Usia Dini Dalam Menggapai...
Keluarga yang harmonis bukanlah terjadi secara kebetulan, tapi harus dicapai melalui proses
puas bagi masing-masing anggota keluarga dapat memengaruhi keharmonisan keluarga (Cole, 19986).
yang panjang yaitu adanya persiapan sebelum menikah. Calon suami ataupun istri harus tahu faktorfaktor yang membawa mereka pada keharmonisan keluarga. Keluarga ideal adalah dambaan setiap
Keharmonisan suatu keluarga dipengaruhi oleh
manusia hingga terbentuk keluarga yang sakinah mawadah wa rahmah. Menurut Stinnet dan deFrain (dalam hawari, 1995), keharmonisan keluarga bisa terbentuk apabila didukung oleh enam factor yaitu adanya kehidupan keluarga, waktu bersama untuk keluarga, menciptakan hubungan yang baik antara anggota keluarga, saling harga menghargai sesama anggota keluarga, keluarga harus erat dan kuat, mengutamakan keutuhan keluarga. Hubungan antara ayah, ibu dan anak-anak berdasarkan kasih sayang yang merupakan pertimbangan dari cinta dan diakhiri dengan pernikahan, sehingga dapat dikatakan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi keharmonisan keluarga adalah keluarga yang penuh kasih sayang dan merupakan kunci kebahagiaan yang tumbuh dari cinta serta tanggung jawab, pengorbanan, kejujuran, saling percaya, saling pengertian, kerjasama, saling menerima, saling menghormati, terbuka dan saling menyesuaikan, sehingga salah satu unsur kasih sayang hilang, maka retaklah keutuhan atau keharmonisan keluarga (Sujadi, 1986). Dalam sebuah keluarga, harus terjaga sopan santun antar anggota sesuai posisinya di dalam keluarga. Anak harus hormat dan patuh kepada orang tua. Demikian juga orang tua harus sadar kewajiban mereka terhadap istri, anak, dan keluarga. Suasana yang penuh keakraban dan saling pengertian, persahabatan, toleransi dan saling menghargai satu sama lain yang menimbulkan perasaan aman dan rasa
78
kematangan emosi, hal ini dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Suami istri yang telah matang emosinya dalam menghadapi persoalan dalam rumah tangga dapat berpikir secara objektif, tidak berdasar emosi. Dalam keluarga diperlukan adanya komunikasi yang baik antar anggota keluarga, mau menerima kritik dari orang lain sehingga dapat tercipta keterbukaan dalam keluarga tersebut, suasana yang penuh dengan keakraban, saling pengertian, dan adanya rasa tanggung jawab dari seluruh anggota keluarga akan membuat keluarga tersebut menjadi harmonis (Cole, 1966). Keadaan keluarga yang tidak menyenangkan, serta banyaknya tuntutan dan tekanan membuat individu menderita stress. Masalah-masalah dalam keluarga seperti pertengkaran, ketidaksetiaan, perceraian bisa menimbulkan tekanan dari dalam individu. Apabila sudah mengalami keguncangan seperti itu, sebuah keluarga bisa jadi sudah itu tidak harmonis. Baik suami atau istri harus sama-sama berusaha untuk saling menghargai, menciptakan suasana yang menyenangkan, dan membiasakan adanya keterbukaan antar anggota keluarga agar dapat mengurangi tekanan-tekanan yang terjadi. Jika ada masalah harus bisa diselesaikan secara bersamasama, sehingga rumah tangga yang harmonis bisa tercapai (Hawari,1995). Keluarga harmonis adalah bilamana seluruh anggota keluarganya merasa bahagia dan puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya yang meliputi aspek fisik, mental, emosi dan social (Sahli, 1990) Keharmonisan keluarga di pengaruhi oleh adanya komunikasi yang baik antar pasangan. Dalam
Magistra No. 98 Th. XXIX Desember 2016 ISSN 0215-9511
Usaha-Usaha Pasangan Pernikahan Usia Dini Dalam Menggapai...
berkeluarga ada beberapa hal yang perlu difahami, antara lain : a. Memahami hak suami terhadap istri dan kewajiban istri terhadap suami. b. Memahami hak istri terhadap suami dan kewajiban suami terhadap istri. c. Realistis dalam kehidupan berkeluarga dan dalam pendidikan anak d. Mengenal kondisi nafsiyyah suami istri e. Menjaga kebersihan dan kerapihan rumah dan membina hubungan baik dengan orang-orang terdekat f. Memiliki keterampilan rumah tangga serta memiliki kesadaran kesehatan keluarga
Penyesuaian Diri Perkawinan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal dari keluarga , sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda. Perkawinan juga memerlukan penyesuaian pasangan secara terus menerus. Pentingnya penyesuaian dan tanggung jawab sebagai suami atau istri dalam sebuah pernikahan akan berdampak pada keberhasilan hidup rumah tangga. Keberhasilan dalam hal ini mempunyai pengaruh yang positif terhadap kepuasan hidup pernikahan. Tahun-tahun pertama perkawinan merupakan masa rawan, bahkan dapat disebut sebagian era kritis
Akhir-akhir ini fenomena pernikahan dini memang meningkat tidak hanya terjadi di sragen, tetapi juga melanda kabupaten lainya di antaranya adalah
karena pengalaman bersama belum banyak. Menurut Clinebell dalam cinde anjani (2016) periode awal pernikahan merupakan masa penyesuaian diri. Pasangan suami istri harus banyak belajar tentang pasangan masing-masing dan diri sendiri yang mulai di hadapkan dengan berbagai masalah. Dua kepribadaian yang harus saling menempa untuk dapat sesuai satusama lain dengan memberi dan menerima. Pada pasangan usia muda, periode awal ini merupakan fase paling rawan yang mungkin akan mengancam kehidupan rumah tangganya. Kondisi demografi maupun psikologis pasangan memerlukan adaptasi untuk memahami kebiasaan pasangan. Kebiasaan yang sering muncul dalam rumah tangga suami istri adalah belum terbiasa dengan perubahan sikap.
kabupaten Klaten. Kejadian ini tentunya memprihatinkan orng tua dan membangkitkan para
Kondisi ini biasanya akan menurun apabila pasutri dapat menerima keadaan serta keadaan dirinya apa
peneliti untuk mengkaji lebih dalam akibat pernikahan dini terhadap kualitas keharmonisan keluarganya, pada
adanya.
Disamping itu juga masih ada upaya lain dari suami dan istri dalam membentuk keluarga yaitu : Meningkatkan kebersamaan dalam berbagai aktifitas, Menghidupkan suasana komunikatif dan dialogis, Menghidupkan hal-hal yang dapat mer usak kemesraan keluarga baik dalam sikap, penampilan maupun prilaku. USAHA-USAHA PASANGAN USIA DINI DALAM MENGGAPAI KEHARMONISAN KELUARGA
bagian ini akan dilakukan pembahasan atas tema-tema yang terungkap dalam penelitian tentang gambaran keharmonisan keluarga pasangan usia dini.
Magistra No. 98 Th. XXIX Desember 2016 ISSN 0215-9511
Pasangan informan pertama memiliki kesepahaman bahwa keharmonisan keluarga merupakan salah satu tujuan pernikahan. Sehingga perbedaan bukanlah penghalang bagi pasangan untuk mencapainya. Mereka berusaha untuk membuka komunikasi yang baik. Pasangan informan kedua
79
Usaha-Usaha Pasangan Pernikahan Usia Dini Dalam Menggapai...
sering melibatkan keluarga karena merasakan ada kedekatan emosional, untuk memberikan saran dan
dan suami dengan saling mengantar dan menjemput
nasehat kepada mereka berdua.
Kerjasama dalam pernikahan akan berlangsung dengan baik, apabila pasangan dapat mengembangkan kebutuhan membina hubungan dengan orang lain atau motif afiliasi. Kebutuhan afiliasi terkait dengan
Pasangan informan ketiga merasa hampir putus asa dalam menghadapi hal ini, namun dengan kemauan yang besar suami istri berusaha mengendalikan emosinya dalam mengatasi keterkejutan atau kekagetan dengan perubahan sikap yang terjadi pada pasanganya. Langkah pasangan ini sebenarny positif tetapi keterlibatan keluarga salah satu pasngan kadang- kadang dapat memperuncing masa pada masa kritis apabila adakebimbangan emosional. Oleh karena itu perlu usaha untuk menyebabkan pembinaan keluarga sehat. Keluarga yang sehat akan mampu menghadapi positif maupun negative. Kerjasama Peran penting dalam pernikahan di pengaruhi oleh dinamika hubungan internal yang rumit bila dibandingkan dengan hubungan persahabatan atau bisnis, maklum banyak pengalaman dalam hubungan internasional antara suami istri, semakin besar penertian wawasan social yang telah mereka kembangkan, semakin besar kemauan pasangan untuk bekerjasama dengan sesamanya serta semakin baik penyesuaian diri satu sama lain dapat menunjang keharmonisan keluarga. Pasangan informan pertama dan suaminya berikrar Setelah menikah masing-masing harus mengikatkan diri dan kebebasan sebagai individu seolah dikorbankan. Sehingga sejak awal pernikahan telah menyiapkan mental untuk belajar kehidupan bersama. Pasangan informan kedua berusaha menjaga kekompakan pernikahan dengan terus memupuk rasa kesetiaan dan rasa memiliki dengan mempertahankan rasa ketertarikan suami istri. Kerja sama juga di perhatikan oleh pasangan informan ketiga
80
kerja.
kecenderungan seseor ang untuk membentuk pertemanan dan berssosialisasi, untuk berinteraksi secara dekat dengan orang lain. Untuk kerjasama dan berkomunikasi dengan suami atau orang lain. Bahkan dapat digunakan untuk memupuk rasa cinta. Kebersamaan atau seringnya suami istri melakukan kegiatan bersama dapat meningkatkan kemesraan. Suami isteri yang memiliki waktu istimewa untuk bersama baik berdua maupun bersama anak akan menimbulkan perasaan ingin selalu bersama. Pada pasangan ketiga intensitas bersama paling sering terjadi karena suami isteri menghabiskan waktu hubungan di luar rumah. Ketika pulang kerumah suami isteri sudah merasakan kelelahan karena pekerjaan yang dilakukan cukup menguras tenaga. Kerjasama dalam keluarga di wujudkan dalam pembagian tugas rumah tangga antara suami isteri. Wanita biasanya di tugaskan untuk mengurus rumah tangga, menggosok dan merawat anak karena di anggap cocok bagi kondisi psikologis dan fisiologis, laki-laki memiliki beberapa tugas yang sesuai dengan kapasitasnya. Subyek dalam penelitian ini mengatakan tidak semua pasangan mampu melakukan kerja sama yang baik dalam rumah tangganya, alasanya adalah karena suami terlalu sibuk dengan aktivitas di luar rumah, sehingga sering menyerahkan tugas rumah tangga kepada isteri. Namun dengan penuh rasa cinta, informan mengerjakan tugas dengan baik. cinta memang dapat menimbulkan altruisme, persahabatan, keromantisan penuh perasaan dan menumbuhkan
Magistra No. 98 Th. XXIX Desember 2016 ISSN 0215-9511
Usaha-Usaha Pasangan Pernikahan Usia Dini Dalam Menggapai...
kemauan untuk berkor ban demi kebahagiaan pasangan. Kerukunan keluarga Sebagai suami istri segala kebutuhan yang berbeda harus di usahakan untuk kebutuhan bersama. Suami istri tidak lagi saling menutupi diri, tidak ada yang mementingkan diri sendiri dan semua kebutuhan rumah tangga seharusnya di bicarakan bersama. Untuk dapat melakukan hal itu suami istri harus terus menerus belajar, saling menyesuaikan diri dan membina kerukunan supaya tujuan keluarga tidak saling bertengkar. Prinsip kerukunan dalam keluarga bertujuan untuk mempertahankan pernikahan dalam keselarasan, tenang dan tentram. Tanpa perselisihan dan konflik- konflik yang serius serta saling bersatu dalam maksud untuk bersedia membantu berlaku rukun berarti usaha untuk tidak mengganggu keselarasan yang di andaikan sudah ada dan mencegah munculnya konflik konflik secara terbuka. Pemenuhan terhadap tuntutan tersebut dalam relasi suami isteri menunjukan kejadian untuk berkorban. Pasangan di tuntut untuk bersedia menomor duakan atau bahkan melenyapkan sama sekali kepentingan pribadi demi tujuanbersama dalam keluarga. Ketiga informan dalam penelitian menyatakan ingin menjaga kerukunan dalam pernikahan sehingga selalu bersedia untuk berkorban demi keluarganya. Dalam prinsip kerukunan memang ada tuntutan kerelaan-kerelaan tertentu atau kesediaan untuk korban bersama keluarga untuk mencegah konflik . Konflik-konflik yang muncul pada pernikahan dapat di telusuri dari harapan – harapan kedua pasang tentang apa pernikahan dan apa yang seharusnya tidak terjadi pada pernikahan. Idealnya kondisi perselisihan pada pernikahan dan tekanan pada
pernikahan harus dibicarakan bersama karena merupakan suatu kondisi atau iklim pernikahan yang harus hadapi dengan tanggung jawab bersama. Saling pengertian Perkawinan Ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri dengan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk mewujudkan cita-cita mulia itu maka ikatan pernikahan mestinya berlangsung seumur hidup. Di harapkan pasangan suami isteri mampu menjaga ikatan suci. Suami isteri tidak saling mementingkan diri sendiri tetapi mengembangkan saling pengertian dan untuk kebutuhan bersama. Walaupun dasar tujuan pernikahan telah disebutkan begitu mulia, namun sangat ini banyak sekali rumah tngga yang tidak dapat menggapai tujuan mulia perkawinanya. Pasangan suami isteri tidak sejalan, yaitu antara suami isteri tidak dapat saling pengertian dan tidak dapat menerima lagi sebagai pasangan hidupnya Sehingga terjadi perceraian. Perceraian adalah indikasi tidak ada adanya kejelasan perkawinan. Kepuasan perkawinan secara umum di pengaruhi oleh kesediaan pasangan untuk saling pengertian dalam interaksi pernikahan. Wallgito (2002) menyebutkan bahwa antara suami isteri seharusnya lah terjadi sikap saling pengertian ini perlu di tanamkan dalam sanubari pasangan usia muda. Karena pasangan pernikahan membangun rumah tangga dengan harapan yang berbeda. Oleh karena itu komunikasi saling berbagi, saling menerima serta saling berbicara bersama akan meningkatkan keharmonisan. Para pakar sosial menyatakan bahwa relatif timbal balik dalam perkawinan sangat di butuhkan suami isteri agar pernikahanya semakin lama semakin baik dan harmonis.
Magistra No. 98 Th. XXIX Desember 2016 ISSN 0215-9511
81
Usaha-Usaha Pasangan Pernikahan Usia Dini Dalam Menggapai...
Saling Menerima
yang di alami. Melainkan sejauh mana pasangan
Keharmonisan keluarga adalah tercapainya keluarga yang penuh keakraban, saling pengertian,
memiliki kemampuan untuk bangkit dari problema yang tidak menyenangkan dalam keluarga. Dalam
saling bersahabat, saling menghargai dan saling menerima antara suami isteri. Kesadaran pasangan
perjalanan pernikahan memang sering tidak dapat dihindari konflik-konflik antara suami isteri. Adanya
untuk berusaha saling menerima dapat menimbulkan rasa aman adan rasa puas bagi masing-masing anggota
perbedaan ke pribadian latar belakang individu maupun proses perkawinan itu sendiri sering memicu
keluarga. Internal pertama mengatakan bahwa dia harus banyak belajar tentang suaminya, terus terang
konflik. Konflik yang terjadi dalam keluarga biasanya merupakan kondisi terjadinya ketidak cocokan antar nilai atau tujuan - tujuan yang inging di capai pasangan
banyak hal-hal yang tidak sesuai dengan kepribadiannya selama masa pacaran, tetapi dia terus belajar menerima kenyataan. Internal kedua dan suami pernah bertengkar bahwa belum dapat menerima perilaku suami terhadapnya. Sedangkan internal ketiga tidak memaksakan diri agar suami menerima kebiasaanya tetapi justru dia menerima keadaan suami apa adanya. Kondisi saling menerima pasangan usia dini dapat terkikis jika emosi suami isteri tidak dikelola dengan baik. Karena pasangan usia dini biasanya masih emosional. Kematangan emosi merupakan aspek yang penting juga untuk menjaga keharmonisan rumah tangga. Oleh karena itu persiapan mental memasuki jenjang rumah tangga sebaiknya di perhitungkan masak-masak. Sehingga mereka dapat beradaptasi dengan baik dalam menghadapi permasalahan dalam pernikahanya. Kesadaran untuk saling menerima akan bertahan jika pasangan sejak pernikahan bersedia memperkuat persiapan pribadi
baik yang ada dalam individu maupun dalam hubunganya dengan memasyarakat. Apabila terjadi ketidakdinamisan konflik dengan keluaraga, informan pertama biasanya menciptakan pandangan positif terhadap diri sendiri dan kenyataan. Informan kedua dan suami sering bermusyawarah atau kompromi. Sedangkan informan ketiga berusaha menjalin banyak pergaulan, berinteraksi atau berada di lingkungan orang-orang positif. Peran antara suami dan istri, menurut informan pertama adalah sesuatu yang harus di selaraskan karena dalam hubungan pernikahan saling menjaga keseimbangan menurutnya merupakan predictor yang berpengaruh dalam menggapai ke harmonisan rumah tangga. Informan kedua dan ketiga juga mengungkapkan bahwa semakin seimbang atau setara hubungan suami isteri dapat menambah keharmonisan keluarga. Oleh karena itu para informan berusaha menciptakan pembagian tugas-tugas rumah tangga
utamanya pada kematangan dan kesanggupan berdua
maupun peran sosialnya. Demikian pula berusaha
untuk meregulasi emosinya.
mempertahankan keseimbangan hubungan keluarga.
Menjaga keseimbangan Keharmonisan keluarga tercipta bukan berarti suami isteri tidak pernah mengalami problematika dalam pernikahan. Keharmonisan tidak tergantung pada seberapa banyak peristiwa tidak menyenangkan
82
Magistra No. 98 Th. XXIX Desember 2016 ISSN 0215-9511
Usaha-Usaha Pasangan Pernikahan Usia Dini Dalam Menggapai...
SIMPULAN DAN SARAN Upaya-upaya psangan usia dini dalam menggapai keharmonisan keluarga dan mempertahankan perkawinanya dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Para informan memiliki gambaran keharmonisan keluarga yang bervariasi berdasarkan aspek-aspek keharmonisan keluarga yang menyusunnya. Adapun faktor pembentuk keharmonisan keluarga yang terungkap adalah: kerukunan, kerjasama kerukunan, saling pengertian, saling penyesuaian diri dan saling menerima. 2. Tidak di peroleh gambaran dari pasangan informan penelitian ini, tentang keharmonisan keluarga yang optimal dalam pernikahanya, namun rata-rata mereka merasa cukup harmonis pada beberapa faktor, sedangkan pada aspek-asp[ek lain masih perlu di timbangkan. 3. Pada faktor saling penyesuaian diri, semua informan utama dalam penelitian ini mengungkapkan adanya usaha yang serius, karena pernikahanya dilakukan tanpa persiapan mental maupun material pada diri masing-masing pasangan. Demikian pula pada factor saling menerima, mereka sering terkejut dengan perubahan perilaku pasangan.
5. Para informan utama mengukapkan bahwa dalam upaya memperhatakan keutuhan rumah tangganya, mereka selama berdoa dan mohon petunjuk Tuhan Yang Maha Esa, Karena nilai-nilai agama merupakan pemersatu dan penguat bahtera rumah tangganya. Oleh karena itu jika ada problema yang di rahasiakan sangat berat dalam pikiran dan menekan psikologis, dalam kemampuan mereka untuk dapat mengatasinya, mereka bersepakat untuk berlindung kepada Tuhan melalui ibadah yang khusuk. Selanjutnya disarankan agar pasangan pernikahan usia dini tetap berusaha meningkatkan kepercayaan diri bahwa keharmonisan keluarga dapat didambakan dan diraih serta dibina dalam perkawinanya dengan mempertahankan kerukunan suami istri, saling pengertian, membiasakan kerjasama, menyeleraskan kesetaraan dan keseimbangan, mengembangkan perasaan saling menerima dan terus melakukan penyesuaian diri antar suami istri sepanjang pernikahanya.
4. Semua informasi utama dalam penelitian ini mengatakan ingin mempertahankan pernikahanya dan tetap komitmen dengan janji suci pernikahanya. Faktor-faktor penunjang utama tercapai keharmonisanya, selalu di komunikasikan bersam suami dengan penuh keterbukaan, kejujuran, memupuk rasa saling percaya, impati dan mengembangkan kemampuan untuk menjadi pendengar yang baik dalam keluarga.
Magistra No. 98 Th. XXIX Desember 2016 ISSN 0215-9511
83
Usaha-Usaha Pasangan Pernikahan Usia Dini Dalam Menggapai...
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2012. Kajian Pernikahan Dini pada Beberapa Provinsi di Indonesia. Jakarta : Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Banister, P. et al, 1994. Qualitative Methods in Psychology : A Research Guide. Buckingham, Philadelpia : Open University Press Desmita, 2015. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : Remaja Rosdakarya Deddy setyo H, 2016. Mencegah Kecelakaan di kalanagn Remaja ( Artikel dalam solopos, jumat 5 Agustus 2016), solo pos Surakarta. Galuh dan Yulianti, 2011. Pernikahan di Kalangan Mahasiswi S1 (penelitian dalam jurnal psikologi Proyeksi). Semarang : Universitas Islam Sultan Agung Jajang Susatya, 2016. Fenomena keharmonisan keluarga pasangan pernikahan usia muda (laporan penelitian). Klaten : Universitas Widya Dharma
Retno Pandan Arum, 2011. Gambaran Kepuasan Perkawinan pada Isteri Bekerja (penelitian dalam jurnal psikologi Proyeksi). Semarang : Universitas Islam Sultan Agung Rufaidah Nur Janah dkk, 2010. Penyuluhan dan pengetahuan tentang pernikahan usia muda ( artikel peneleitian Yogyakarya Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan) Sofia dan Elok, 2015. Perbedaan Kebahagiaan Pasangan Pernikahan dengan Persiapan dan Tanpa Persiapan pada Komunitas Young Mommy Tuban (penelitian). Malang : Fakultas Psikologi Universitas Merdeka Malang. Seligman, M. 2005. Authentic Happiness Menciptakan Kebahagiaan dalam Psikologi Positif. Bandung : Mizan Media Utama Sunarti dkk, 2012. Kesiapan Menikah dan Pemenuhan Tugas Keluarga pada Keluarga dengan Anak Prasekolah Malang : Universitas Merdeka
Lasswell dan Lasswell, 1991. Marriage and The Family. New York : Wadsworth, Inc. Maria dan Bagus, 2014. Hubungan Nilai Dalam Perkawinan dan Pemaafan dengan Keharmonisan Keluarga (penelitian dalam jurnal ilmiah Psikologi Psikodimensia). Semarang; Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegiyapranoto
84
Magistra No. 98 Th. XXIX Desember 2016 ISSN 0215-9511