USAHA GURU MEMOTIVASI SISWA KELAS VII DALAM PEMBELAJARAN MENGGAMBAR BENTUK DI SMP NEGERI 1 BLITAR
SKRIPSI
OLEH : MAYANG ANGGRIAN 106251400502
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS SASTRA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA JURUSAN SENI DAN DESAIN JANUARI 2011
USAHA GURU MEMOTIVASI SISWA KELAS VII DALAM PEMBELAJARAN MENGGAMBAR BENTUK DI SMP NEGERI 1 BLITAR
SKRIPSI Diajukan kepada Universitas Negeri Malang untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program Sarjana Pendidikan Seni Rupa
Oleh Mayang Anggrian NIM 106251400502
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS SASTRA JURUSAN SENI DAN DESAIN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA Januari 2011
ABSTRAK Anggrian, Mayang. 2010.Usaha Guru Memotivasi Siswa Kelas VII dalam Pembelajaran Menggambar Bentuk di SMP Negeri 1 Blitar. Skripsi, Jurusan Seni dan Desain, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (1) Dra. Tjitjik Sriwardhani, M.Pd., (II) Fenny Rochbeind, S.Pd, M.Sn. Kata Kunci: Usaha Guru, Motivasi, Menggambar bentuk, SMP Penguasaan menggambar adalah langkah pertama dalam proses artistik untuk menuju ke keterampilan menggambar yang lebih kompleks dalam pembelajaran seni rupa, maka materi menggambar bentuk harus terlebih dahulu dikuasai siswa. Namun materi menggambar bentuk kurang diminati oleh sebagian besar siswa kelas VII di beberapa SMP Negeri kota Blitar. Dalam rangka mensukseskan hasil belajar siswa, guru memegang peranan untuk menciptakan kondisi yang mengarahkan siswa pada aktivitas belajar yang bermakna. Namun bukan hanya guru yang berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut, motivasi siswa memainkan peranan yang berarti dalam proses pembelajaran. Sebab dengan adanya motivasi, siswa akan berusaha mempelajari sesuatu dengan optimal. Oleh sebab itu bagaimana guru melakukan usaha-usaha untuk menumbuhkan dan memberi motivasi agar siswa terpacu melakukan aktivitas belajar dengan baik menjadi dorongan peneliti untuk melakukan penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan usaha guru di sekolah tersebut dalam memotivasi belajar siswa pada pembelajaran menggambar bentuk. Usaha tersebut ditinjau dari rencana dan metode pembelajaran, media, serta evaluasi yang digunakan oleh guru. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif dengan sumber data berupa guru seni rupa di SMP Negeri 1 Blitar, dengan sampel pendukung seluruh siswa kelas VII yang mengikuti pembelajaran Seni Rupa. Instrumen yang digunakan adalah lembar wawancara, lembar observasi serta angket tanggapan siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usaha guru dari aspek rencana dan metode pembelajaran menggunakan perangkat ajar dengan pendekatan CTL dan memanfaatkan metode karya cipta terarah (mencontoh gelas, guci, vas bunga dan lainlain dengan arahan guru). Sedangkan dari aspek media, guru menggunakan benda dan contoh gambar di white board sebagai model. Lebih lanjut evaluasi yang digunakan oleh guru berupa evaluasi otentik uji proses dan produk. Usaha guru dalam aspek-aspek tersebut telah mampu memacu motivasi belajar sebagian besar siswa kelas VII di SMP Negeri1 Blitar. Sebanyak 72 % siswa telah tuntas belajar, sedangkan angket tanggapan siswa menunjukkan respon yang baik atas usaha-usaha yang telah dilakukan oleh guru dalam meningkatkan motivasi belajar siswa. Peneliti menyarankan kepada guru untuk merencanakan usaha memotivasi siswa, menggunakan metode pembelajaran CTL, melakukan monitoring pembelajaran, mengggunakan media contoh yang riil, serta melakukan evaluasi otentik uji proses dan produk. Kepada siswa disarankan agar memahami tujuan pembelajaran dan mengkaitkan dengan kondisi riil dalam kehidupan sehari-hari agar dapat meningkatkan semangat dalam belajar. Kepada peneliti selanjutnya disarankan agar melakukan penelitian serupa dengan pendekatan dan metode yang berbeda.
i
ABSTRACT Anggrian, Mayang. 2010. Teacher’s Effort in Motivating VII grade Students on Learning Shapes Drawing in SMP Negeri 1 Blitar. Minithesis, Department of Art and Design, Faculty of Letters, State University of Malang. Advisors: (1) Dra. Tjitjik Sriwardhani, M.Pd., (II) Fenny Rochbeind, S.Pd, M.Sn. Keywords: Teacher’s Effort, Motivation, Shapes Drawing, SMP Drawing mastery is the first step in the artistic process to go to more complex drawing skills, then the matter of shapes drawing should be mastery by students first. However, based on preliminary observations of research material drawing the form, there are less of interests in most students of VII grade in several SMP Blitar city. In order to succeed the student learning outcomes, Teachers play an important role to create the conditions or processes that lead students in meaningful learning activities. Even though, not only teachers who play the role in succeed of outcomes student learning, motivation also plays an important role in the learning process. Because the existence of motivation makes student motivated to learn something, and they’re going to learn it properly with the hope of obtaining good results. According to the case, how the teachers make efforts to grow and provide motivation for students motivated to do activities to learn well into the urge researchers to conduct this research. This study was to describe the efforts of teachers in promoting student motivation in learning Shapes drawing in the school. Further more, teacher’s effort divide into the business plan and learning methods, media, then evaluation used by teacher. This research uses descriptive qualitative research design. The source of data used is the art teacher at SMP Negeri 1 Blitar with a supporter sample of all students of class VII who follow the teaching of Fine Arts. The instrument used was the interview sheet, observation sheets and field notes and student questionnaire responses. The results of this study indicate that teacher’s efforts from the aspect of the plan and teaching methods was using tools accompanied CTL approach using directional copyrighted works. While the aspects of media, teachers using objects and example images as a model. Further, teacher’s evaluation in the form of authentic evaluation process and product test. The efforts of teachers who reviewed the plans and teaching methods, media and evaluation that is used has been able to spur the motivation to learn most of the students in the junior class VII Negeri1 Blitar. 72% students have been thoroughly studied, while students 'questionnaire responses showed a good response on the efforts made by the teacher in improving students' learning motivation. Furthermore based on the research, researchers suggest to the teacher to plan the efforts in motivating student, using CTL, monitories study activity, using real media and takes authentic evaluation with process evaluation of product. Moreover for student, researcher suggesting to understand the aim of studying this materiel and connecting it into the real condition of daily life in order to motivating study activity. Finally for next researcher, suggested doing research as well with the different approach.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan Allah, karena hanya atas limpahan kasih dan bimbinganNya, peneliti dapat menyelesaikan Skripsi ini. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa dukungan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak yang sulit untuk peneliti sebutkan satu persatu dalam kesempatan ini. Untuk itu, peneliti mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu. 1. Prof. Dr. H. Dawud, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. 2. Drs. Iriaji, M.Pd selaku Ketua Jurusan Seni dan Desain yang merangkap sebagai dosen penguji yang memberikan kemudahan dan pengarahan sehingga skripsi ini bisa terselesaikan. 3. Dra. Tjitjik Sriwardhani M.Pd selaku Ketua Program Studi Seni Rupa yang merangkap selaku dosen pembimbing I, terima kasih atas semua bimbingan yang telah diberikan kepada peneliti sehingga skripsi ini selesai. 4. Fenny Rochbeind, S.Pd, M.Sn selaku dosen pembimbing II, terima kasih atas semua bimbingan yang telah diberikan. 5. Bapak, Ibu, serta kakak tercinta yang selalu mendukung dengan penuh kasih. Terimakasih telah memberikan semangat, bimbingan, dan nasihat kepada peneliti untuk berjuang dalam studi hingga selesai. 6. Drs. Haryanto Al Edy M.Pd. selaku Kepala Sekolah SMP Negeri I Blitar yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.
iii
7. Anjar Indinasiati, S.Pd yang dengan penuh kesabaran telah membantu peneliti dalam melaksanakan penelitian ini. 8. Ningachan, Widya, Tiara, Ayung, Lisa, Via, dan Tiwi yang selalu memotivasi peneliti untuk menyelesaikan penelitian ini. 9. Sobat-sobat Seni Rupa 2006, terima kasih atas kasih, kebersamaan dan kerjasamanya. 10. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sampaikan di sini, terima kasih atas semua partisipasinya. Akhirnya, dengan segala keterbatasan, peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.
Malang, Desember 2010
Peneliti
iv
DAFTAR ISI Halaman COVER LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK ................................................................................................... ABSTRACT ................................................................................................. KATA PENGANTAR ................................................................................. DAFTAR ISI ................................................................................................ DAFTAR TABEL ........................................................................................ DAFTAR GAMBAR .................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
i ii iii v vii viii ix
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................... 9 C. Tujuan Penelitian .................................................................... 10 D. Manfaat Penelitian .................................................................. 10 E. Asumsi Penelitian …………………………………………….. 12 F. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah ...................................... 13 G. Definisi Operasional ............................................................... 13
BAB II
LANDASAN TEORI A. Pembelajaran menggambar bentuk dalam Pelajaran Seni Rupa 16 1. Konsep pendidikan seni Rupa................................................16 2. Hakekat menggambar bentuk.................................................21 3.Pembelajaran Menggambar Bentuk........................................25 4. Tujuan Pembelajaran menggambar bentuk............................28 B. Hakikat Motivasi Belajar ......................................................... 30 1. Pengertian Belajar ............................................................. 30 2. Pengertian Motivasi Belajar ............................................... 34 3. Bentuk-bentuk motivasi dalam Belajar ............................... 37 4. Fungsi motivasi dalam Belajar ........................................... 37 5. Upaya meningkatkan motivasi Belajar ............................... 38 C. Usaha Guru Memotivasi Siswa ................................................ 39 1. Rencana dan Metode Pembelajaran.......................................39 2. Media Pembelajaran...............................................................51 3. Evaluasi pembelajaran........................................................... 53
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ............................................. 57 B. Rancangan Penelitian ............................................................. 59 C. Lokasi, waktu dan sasaran Penelitian ..................................... 60 D. Data dan sumber data ............................................................. 61 E. Jenis data…………………………………………………….. 61 F. Instrumen Penelitian .............................................................. . 62 G. Prosedur Pengumpulan data .................................................. . 63
v
H. Teknik analisis data .............................................................. . 66 I. Kehadiran Peneliti ................................................................. .70 J. Pengecekan Keabsahan data .................................................... .70 BAB IV PELAKSANAAN DAN PAPARAN DATA A. Gambaran umum SMP Negeri 1 Blitar....................................... 72 B. Usaha Guru dalam memotivasi.................................................... 75 1. Usaha Guru dalam memotivasi siswa ditinjau dari Rencana dan Metode Pembelajaran yang digunakan........................................................................ 75 2. Usaha Guru dalam memotivasi siswa ditinjau dari Penggunaan media Pembelajaran.................................... 82 3. Usaha Guru dalam memotivasi siswa ditinjau dari Evaluasi.......................................................................... 85 C. Data temuan................................................................................ 87 BAB V
PEMBAHASAN A. Usaha Guru dalam meningkatkan motivasi siswa ditinjau dari Rencana dan metode pembelajaran yang digunakan................... 89 B. Usaha Guru dalam meningkatkan motivasi siswa ditinjau dari Media Pembelajaran yang digunakan......................................... 94 C. Usaha Guru dalam meningkatkan motivasi siswa ditinjau dari Evaluasi yang digunakan........................................................... 97
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan.................................................................................. 101 B. Saran........................................................................................... 103 DAFTAR RUJUKAN……………………………………………………….. . 105 LAMPIRAN …………………………………………………………………. 109
vi
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.1 Ruang Lingkup penelitian ....................................................................... 13 3.1 Teknik pengumpulan data instrumen dan sumber data ............................. 63 3.2 Interpretasi prosentasi ............................................................................. 68 4.1 Jadwal Pembelajaran Seni Rupa di kelas VII tahun ajaran 2010/2011 ..... 74 4.2 Tabulasi KKM Menggambar bentuk kelas VII tahun ajaran 2010/2011 ... 82 4.4 Tabulasi Data angket tanggapan dan motivasi ......................................... 110
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
3.1 Bagan teknik pengumpulan data .............................................................. 63 3.2 Bagan alur konfirmasi Miles Huberman .................................................. 66 4.1 Gedung SMP Negeri 1 Blitar .................................................................. 72 4.2 Monitoring pekerjaan siswa oleh guru di kelas VII-D dan VII-H ............ 77 4.3 Interaksi siswa-guru selama proses pembelajaran .................................... 78 4.4 Model benda silindris .............................................................................. 83 4.5 Model benda kubistis.................................................................................. 84
viii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pendidikan disegala bidang sangat dibutuhkan karena pendidikan merupakan poros dari segala bidang kehidupan. Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka dan demokratis. Pendidikan tidak hanya mencakup pengembangan intelektualitas saja. Tetapi lebih ditekankan pada proses pembinaan kepribadian anak didik secara menyeluruh (Sagala, 2009: 3). Oleh karenanya pendidikan harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas kehidupan. Seiring dengan perkembangan dan kemajuan jaman yang sedemikian pesatnya, terutama dalam bidang teknologi, maka tugas pendidikan di Indonesia semakin berat untuk membina dan membawa anak didik ke arah kemajuan. Pendidikan harus menghasilkan manusia yang cakap, aktif, dan kreatif. Mengacu pada hal tersebut pemerintah telah berupaya menyempurnakan kurikulum dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional, namun keberhasilan implementasi kurikulum sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru yang akan menerapkan dan mengaktualisaikan kurikulum tersebut (Abdul Majid, 2005: 4). Dalam proses pembelajaran, guru merupakan faktor kunci sebab guru berinteraksi secara langsung terhadap peserta didik selama kegiatan belajar mengajar. Peranan guru dalam meningkatkan mutu pendidikan memang besar, hal tersebut dapat dipahami dari hakikat guru sebagai pendidik. Oleh sebab itu
1
2
guru harus peka terhadap perubahan yang terjadi, khususnya dalam bidang pendidikan dan pembelajaran karena ilmu pengetahuan yang terus berkembang. Hal tersebut didukung oleh Mulyasa (2005) bahwa eksistensi guru tetap penting dan tak tergantikan oleh teknologi. Sebagai pendidik guru harus kreatif, profesional dan menyenangkan untuk membangkitkan nafsu belajar peserta didik. Sudjana (2005: 19) menjelaskan bahwa tugas dan tanggung jawab seorang guru erat kaitannya dengan kompetensi yang harus dimilikinya dalam menjalankan profesi tersebut. Kemampuan guru yang banyak dihubungkan dengan usaha meningkatkan proses belajar mengajar dapat diguguskan menjadi empat yaitu : (a) merencanakan program belajar mengajar, (b) melaksanakan dan memimpin atau mengelola proses belajar mengajar, (c) menilai kemajuan proses, (d) menguasai bidang studi yang dibinanya. Dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa tentu saja tidak hanya guru yang memegang peranan penting untuk mensukseskan hal tersebut. Motivasi dari siswa juga berperan dalam penguatan belajar ketika siswa dihadapkan pada suatu masalah yang memerlukan pemecahan. Seperti yang diungkapkan oleh Mustafa (2001: 2) bahwa motivasi memainkan peranan penting dalam proses pembelajaran karena belajar merupakan suatu kegiatan yang aktif, menuntut usaha yang disengaja dan, dilakukan dengan penuh kesadaran. Sehingga seorang siswa yang telah termotivasi untuk belajar sesuatu akan berusaha mempelajarinya dengan baik dan tekun dengan harapan memperoleh hasil yang baik. Namun sebaliknya, apabila siswa kurang atau tidak memiliki motivasi untuk belajar, maka siswa tidak akan tahan lama dalam belajar.
3
Motivasi belajar merupakan penggerak kemajuan masyarakat, motivasi tersebut harus dimiliki oleh siswa, sedangkan guru dituntut untuk memperkuat motivasi belajar tersebut (Dimyati, 2006: 78). Pentingnya motivasi belajar lebih jauh lagi diuraikan Dimyati (2006: 78-79) sebagai berikut: bagi siswa motivasi berperan untuk menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses dan hasil akhirnya. Tidak berhenti sampai disitu, motivasi menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar siswa, mengarahkan kegiatan belajar , membesarkan semangat belajar serta menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar yang berkesinambungan. Bila hal ini disadari oleh pelaku, maka suatu pekerjaan yang dalam hal ini tugas belajar akan terselesaikan dengan baik. Motivasi tersebut bukan hanya bermakna bagi siswa saja. Motivasi belajar tersebut bermanfaat bagi guru untuk membangkitkan, meningkatkan, dan memelihara semangat siswa untuk belajar sampai berhasil. Hal tersebut memberi peluang guru untuk ‖unjuk kerja‖ rekayasa pedagogis guna membuat semua siswa belajar sampai berhasil. Dalam rangka membangun manusia seutuhnya yang selaras, seimbang antara lahir dan batinnya dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara terutama dalam aspek pengembangan kreativitas dan sensitivitas, pendidikan seni mempunyai peranan yang sangat penting. Seperti yang diungkapkan oleh Bell boas dkk dalam Mistaram (1994: 11) pendidikan seni merupakan komponen dalam kurikulum sekolah, sebagai sebuah kegiatan yang procese oriented dan mengarah kepada creative thinking yang akan mencerdaskan anak didik. Sedangkan ditinjau dari aspek psikologi anak didik, Mistaram (1994:12-17) menggambarkan pendidikan seni dapat dimanfaatkan untuk tujuan terapi bagi menjaga keseimbangan jiwa, yakni sebagai sarana menyejahterakan mental. Lebih
4
jauh lagi implikasi dari pendidikan seni tersebut adalah pemanfaatan seni sebagai alat untuk mentransfer tata nilai kehidupan sosial budaya. Pendidikan melalui seni bertujuan untuk memberikan keseimbangan antara intelektualitas dan sensitivitas pada diri siswa. Pendidikan seni di sekolah umum tidak dimaksudkan untuk menghasilkan manusia yang ahli dalam seni, tetapi untuk menghasilkan manusia yang berkembang pikiran, rasa, kehendak dan ketrampilan. Dengan dilaksanakannya pendidikan seni di sekolah diharapkan agar peserta didik mempunyai sikap budaya, yaitu sikap yang dapat menghargai, menghayati dan mencintai seni atau karya seni sebagai hasil kebudayaan bangsa. Suparno (2002:2). Seni budaya pada dasarnya merupakan pendidikan seni yang berbasis budaya. Dalam pengertian pendidikan seni menurut Soehardjo (2005: 2) adalah ‖usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan agar menguasai kemampuan berkesenian sesuai dengan peran yang harus dimainkan.‖ Pendidikan seni budaya dan keterampilan diberikan karena keunikan, kebermaknaan dan kebermanfaatan terhadap kebutuhan perkembangan peserta didik yang terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi, berkreasi dan berapresiasi melalui pendekatan belajar dengan seni. Dalam mata pelajaran seni budaya terdapat beberapa aspek yang di pelajari, antara lain seni rupa, seni tari, seni suara dan seni peran. Aspek-aspek tersebut memiliki kekhasan tersendiri sesuai dengan kaidah keilmuannya. Dari keempat aspek tersebut minimal diajarkan satu bidang seni yang sesuai dengan kemampuan sumber daya manusia serta fasilitas yang tersedia. Pendidikan di
5
sekolah yang mampu menyelenggarakan pembelajaran lebih dari satu bidang seni, peserta didik diberi kesempatan untuk memilih bidang seni yang diikutinya (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22,2006:56 ). Seni rupa sebagai salah satu aspek yang dipelajari dalam seni budaya. merupakan cabang yang mengedepankan unsur visual atau bahasa rupa dalam pembelajaranannya. Tim Abdi Guru (2007: 3) mendefinisikan Seni Rupa sebagai ungkapan gagasan atau perasaan yang estetis dan bermakna yang diwujudkan melalui media: titik, garis, bidang, bentuk, warna, tekstur, dan gelap terang yang ditata dengan prinsip-prinsip tertentu. Prinsip-prinsip di atas dapat dengan mudahnya kita temui dalam gambar atau lukisan, berangkat dari hal tersebut, gambar merupakan salah satu perwujudan dari seni rupa. Merujuk Ching (2002) ‖ Menggambar mempunyai peranan yang sudah lama eksis dalam seni visual, yaitu dalam pencatatan peristiwa sepanjang sejarah dan perkembangan ide-ide dalam peradaban kita‖. Sehingga dapat dikatakan bahwa menggambar amat berhubungan dengan seni rupa. Hariyanto (1999: 6) mengungkapkan bahwa seni gambar sesungguhnya telah akrab dengan kehidupan sehari-hari. Gambar merupakan kebutuhan yang penting bagi kehidupan masyarakat, sebab gambar akan memberi kejelasan terhadap suatu maksud atau gagasan.Walaupun teknologi telah berkembang dengan pesat , menggambar secara konvensional masih layak untuk dilakukan, kemampuan atau keterampilan dasar menggambar tidak dapat dipelajari dengan komputer, tetapi perlu latihan menggambar secara konvensional. Lebih jauh lagi Welter Sargent dalam Mistaram (1994: 10) mengemukakan menggambar sebagai alat untuk mengungkapkan pikiran .
6
Gambar adalah bahasa , suatu mode untuk melahirkan idea dan seterusnya untuk mengembangkan idea itu. Menggambar suatu objek berarti menterjemahkan persepsi kedalam bahasa visual. Kegiatan menggambar adalah mengorganisir sensasi indrawi sedemikian hingga menghasilkan impresi yang dapat diinterpretasikan. Sehingga menggambar adalah sebagai bahasa dan alat berfikir atau membentuk konsep. Kecerdasan visual dan kreativitas dapat terasah melalui menggambar. Adrian Hill (1984) mengungkapkan bahwa menggambar adalah pengungkapan oleh seseorang secara mental dan visual dari apa yang dialaminya dalam bentuk garis dan warna. Menggambar penting untuk memuaskan dan memelihara keindahan manusia. Mengingat banyaknya manfaat dari menggambar ini bahasa gambar menjadi penting untuk dikuasai siswa sedini mungkin. Penguasaan kemahiran menggambar tersebut harus dimulai dari perluasan pengetahuan tentang bahasa gambar dan teknik terlebih dahulu, yaitu menggambar manual yang dimulai dari menggambar bentuk. Iriaji (1991 : 2) menjabarkan beberapa tujuan dan fungsi dalam menggambar bentuk yang secara garis besar dapat dirumuskan tujuannya sebagai berikut: (a) mengenal ruang lingkup dan tahapan dalam menggambar bentuk yang meliputi gambar alam benda, gambar tumbuh-tumbuhan dan gambar binatang. (b) menguasai ketrampilan dasar ilmu mentransformasikan persepsi secara visual melalui berbagai media, (c) memiliki sikap mengahargai terhadap karya gambar bentuk. Ketiga hal tersebut pada dasarnya memiliki esensi tujuan yaitu mempertajam kemampuan kognitif, psikomotorik dan afektif siswa. Lebih jauh lagi gambar bentuk membantu mengembangkan kemampuan atau bakat seseorang
7
di dalam menggambar, disamping itu menggambar bentuk juga berfungsi untuk menyalurkan ekspresi serta membantu mengembangkan kemampuan menggambar ilustrasi, atau menggambar arsitektur serta bidang-bidang menggambar yang lain. Seperti yang telah diungkapkan Iriaji di atas, hal tersebut menunjukkan pentingnya menggambar bentuk sebagai ilmu landasan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan individu dalam kegiatan menggambar yang lain. Di era globalisasi ini gambar memiliki peranan yang penting, tidak hanya sebagai ekspresi seni namun juga sebagai media untuk mengkomunikasikan gagasan desain. Namun kenyataan yang dijumpai di 3 SMP Negeri kota Blitar, menggambar bentuk menjadi materi yang kurang digemari oleh sebagian besar siswa dibandingkan dengan sub materi seni budaya yang lain. Berkaitan dengan hasil observasi penulis di SMP1,SMP8 dan SMP 10, di ketiga SMP Negeri tersebut prestasi belajar pada materi menggambar bentuk cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan materi pelajaran seni budaya yang lain. Sebagian besar siswa yang tidak tertarik terhadap pembelajaran menggambar bentuk didasarkan pada rasa jenuh. Hampir seluruh siswa sampel di 3 SMP Negeri tersebut pernah mengalami kebosanan dalam pembelajaran menggambar bentuk. Ada banyak hal yang menyebabkan kejenuhan dalam proses pembelajaran tersebut, diantaranya yakni persepsi negatif siswa terhadap materi menggambar. Bagi siswa-siswa yang kurang memiliki kemampuan dalam menggambar, pelajaran ini dianggap pelajaran yang tidak menarik. Selain itu materi pelajaran menggambar bentuk merupakan materi berekspresi yang terikat. Dalam artian, siswa masih dibatasi dengan kaidah-kaidah tertentu untuk menggambar. Sehingga dalam bab
8
menggambar bentuk, pembatasan tersebut mengakibatkan siswa kurang bersemangat bila dibandingkan dengan sub bab menggambar ekspresi yang bebas. Kekurangantusiasan siswa serta ketidaksiapan siswa dalam menerima materi pelajaran menggambar bentuk terwujud dalam tindakan seperti tidak membawa perlengkapan atau peralatan menggambar, tidak memperhatikan guru, atau melalaikan tugas yang diberikan oleh guru. Hal-hal tersebut menunjukkan lemahnya motivasi siswa dalam pelajaran tersebut. Sebagai akibatnya penguasaan materi menggambar bentuk oleh siswa kurang dikuasai dengan baik, sementara materi tersebut merupakan materi dasar untuk masuk ke dalam pengembangan materi menggambar yang lebih kompleks. Lebih lanjut seperti yang diungkapkan Hariyanto (1999 :2) bahwa menggambar adalah langkah pertama dalam proses artistik. Oleh sebab itu sebagai materi awal, menggambar bentuk merupakan materi vital yang harus dikuasai oleh siswa. Untuk dapat belajar dengan baik diperlukan proses dan motivasi yang baik pula (Sardirman 1990 : 77). Dalam kaitannya dengan pembelajaran, guru memegang peranan yang amat penting untuk menciptakan kondisi atau proses yang mengarahkan siswa pada aktivitas belajar yang bermakna. Bagaimana guru melakukan usaha-usaha untuk menumbuhkan dan memberi motivasi agar anak didik terdorong melakukan aktivitas belajar dengan baik menjadi dorongan peneliti untuk melakukan penelitian yang berjudul ― Usaha Guru dalam Memotivasi Siswa Kelas VII Dalam Pembelajaran Menggambar Bentuk‖. Penelitian ini mengambil Lokasi SMPN 1 Kota Blitar. Alasan dipilihnya lokasi tersebut di dasarkan atas observasi awal yang menunjukkan bahwa sekolah tersebut belum pernah diteliti berkenaan dengan kompetensi guru seni rupa.
9
Selain itu SMPN 1 adalah sekolah favorit di Kota Blitar, di SMP tersebut banyak siswa yang mendapatkan atau meraih prestasi yang cukup membanggakan dalam bidang seni rupa maupun akademik yang lainnya.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimanakah usaha guru dalam memotivasi belajar siswa pada pembelajaran menggambar bentuk di SMPN 1 Blitar. Masalah tersebut dijabarkan sebagai berikut. 1) Bagaimanakah usaha guru dalam memotivasi belajar siswa pada pembelajaran menggambar bentuk ditinjau dari rencana dan metode pembelajaran yang digunakan? 2) Bagaimanakah usaha guru dalam memotivasi belajar siswa pada pembelajaran menggambar bentuk ditinjau dari media yang digunakan? 3) Bagaimanakah usaha guru dalam memotivasi belajar siswa pada pembelajaran menggambar bentuk ditinjau dari evaluasi pembelajaran yang digunakan?
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan usaha guru dalam memacu motivasi belajar siswa pada pembelajaran menggambar bentuk. Adapun tujuan khususnya adalah untuk:
10
1) Mendeskripsikan usaha guru dalam memotivasi siswa pada pembelajaran menggambar bentuk ditinjau dari rencana dan metode pembelajaran yang digunakan. 2) Mendeskripsikan usaha guru dalam memotivasi belajar siswa pada pembelajaran menggambar bentuk ditinjau dari media yang digunakan. 3) Mendeskripsikan usaha guru dalam memotivasi belajar siswa pada pembelajaran menggambar bentuk ditinjau dari evaluasi pembelajaran yang digunakan.
D. Manfaat Penelitian Ada dua manfaat yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk pengembangan teori tentang usaha guru dalam pembelajaran menggambar bentuk serta menambah kajian-kajian teoretis tentang pembelajaran seni budaya Secara praktis, hasil penelitian ini bermanfaat bagi peneliti, guru, dan bagi peneliti lain. Diantaranya sebagai berikut. 1) Bagi Peneliti Hasil penelitian ini dapat memperluas cakrawala berpikir, serta merupakan sarana pengaplikasian dalam mengajar yang diperoleh di bangku kuliah ke dalam dunia empiris di lapangan. Hasil penelitian ini juga menambah wawasan dan pengalaman dalam bidang penelitian, khususnya tentang kreativitas guru dalam memotivasi belajar siswa pada pembelajaran seni budaya.
11
2) Bagi Guru Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dan informasi yang berharga untuk meningkatkan kreativitasnya untuk memotivasi siswa dalam pembelajaran menggambar bentuk. Selain itu, hasil penelitian ini dapat juga digunakan untuk meningkatkan interaksi guru dengan siswa dalam proses pembelajaran menggambar bentuk. 3) Bagi Peneliti Lain Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan untuk melakukan peneliti-penelitian yang sejenis. Selain itu, peneliti lanjutan dapat mengembangkan teori tentang usaha meningkatkan motivasi dalam pembelajaran seni budaya.
E. Asumsi Penelitian 1) Hasil belajar siswa dalam pelajaran menggambar bentuk dianggap representasi dari motivasi belajar siswa 2) Penggunaan rencana dan metode, media, dan evaluasi dalam pembelajaran seni budaya dianggap mewakili usaha guru dalam pembelajaran seni budaya 3) Siswa-siswa yang diajar oleh guru yang memiliki totalitas usaha, memiliki motivasi untuk meningkatkan hasil belajar menggambar bentuknya.
F. Ruang Lingkup dan batasan masalah Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui usaha guru dalam meningkatkan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran menggambar bentuk. Subjek penelitian ini adalah guru seni budaya yang ada di SMP Negeri 1 Kota
12
Blitar. Adapun variabel dari penelitian ini adalah usaha guru memotivasi belajar siswa dalam pembelajaran menggambar bentuk. Agar pengungkapan masalah yang telah ditetapkan di atas dapat terlaksana secara optimal, berikut ini disajikan ruang lingkup penelitian. Dalam ruang lingkup penelitian ini dijabarkan garis besar variabel yang menjadi lingkup penelitian, meliputi: variabel, sub variabel, indikator, sumber data dan teknik pengumpulan data.
Tabel 1.1 Ruang lingkup penelitian No
Variabel
Sub Variabel
Indikator
1
2
3
4
1
Usaha guru Rencana memotivasi Pembelajaran siswa dalam pembelajaran menggambar bentuk Metode mengajar
Teknik Pengumpulan Data 5
Sumber Data 6
Perencanaan memotivasi siswa yang tercantum dalam Program semester, Silabus dan RPP
dokumentasi
Program semester, Silabus dan RPP
Melaksanakan metode atau pendekatan yang digunakan
Dokumentasi, observasi dan wawancara
Guru Seni Rupa & Siswa
Merancang Media pembelajaran
dokumentasi
Guru Seni Rupa & Siswa
Melaksanakan Tes afektif
dokumentasi dan Observasi
Guru seni budaya dan Siswa
MelaksanakanTes kinerja (psikomotorik)
Observasi, Angket
Guru seni Rupa, siswa & buku
Media ajar Evaluasi substantif
G. Definisi operasional 1) Usaha guru adalah cara atau sistem yang ditempuh guru untuk menciptakan suatu kondisi pembelajaran terkait dengan metode, media dan evaluasi dalam
13
pembelajaran menggambar bentuk. Usaha guru memotivasi siswa dalam pembelajaran menggambar bentuk adalah usaha guru memotivasi siswa melalui perencanaan, metode, penggunaan media dan evaluasi dalam pembelajaran. 2) Motivasi adalah dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam kegiatan belajar maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. 3) Seni budaya adalah mata pelajaran seni yang berbasis budaya. Di dalamnya terdapat empat cabang seni yaitu seni rupa, seni musik, seni tari dan seni drama. Sementara dalam penelitian ini yang dibahas adalah bagian seni rupanya. Seni rupa adalah ungkapan gagasan atau perasaan yang estetis dan bermakna yang diwujudkan melalui media : titik, garis, bidang, bentuk, warna, tekstur, dan gelap-terang yang ditata dengan prinsip tertentu. 4) Menggambar bentuk adalah kegiatan pewujudan gagasan, yang dilakukan di atas bidang gambar melalui kemahiran tangan dengan media titik , garis bidang, warna, tekstur dan gelap terang yang dibuat dengan memperhatikan ketepatan bentuk , perspektif dan komposisi sehingga menghasilkan karya yang indah. 5) Media ajar adalah media atau instrumen yang dipergunakan guru dalam pembelajaran menggambar bentuk untuk memperjelas pengertian murid-murid
14
6) Metode mengajar adalah pembelajaran yang diterapkan oleh guru yang bersangkutan dalam mengelola pembelajaran. Dalam penelitian ini didefinisikan sebagai cara-cara untuk melakukan aktivitas yang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga proses belajar berjalan dengan baik dalam arti tujuan pengajaran tercapai. 7) Evaluasi pembelajaran adalah proses sistematis dari pengumpulan penganalisisan informasi untuk menentukan sejauh mana siswa mencapai tujuan instruksional. Dalam hal ini evaluasi yang diguanakan evaluasi substantif yang dapat disebut tes dan pengukuran hasil belajar siswa.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pembelajaran Menggambar Bentuk dalam Pelajaran Seni Rupa 1. Konsep Pendidikan Seni Rupa Pendidikan seni rupa di sekolah umum pada dasarnya diarahkan untuk menumbuhkan kepekaan rasa estetik dan artistik sehingga terbentuk sikap kritis, apresiatif dan kreatif pada diri siswa secara menyeluruh. Sikap ini dapat tumbuh melalui serangkaian proses kegiatan dan keterlibatan siswa dalam segala aktivitas seni yang meliputi kegiatan pengamatan, penilaian dan menghargai karya seni. Irawan ( 2007 : 45 ) menjabarkan kurikulum mata pelajaran pendidikan seni rupa memuat ketiga kegiatan di atas yang disusun sebagai suatu kesatuan. Artinya, pada proses pembelajaran, ketiga proses kegiatan tersebut harus merupakan rangkaian aktivitas seni yang harus dialami siswa melalui aktivitas mengapresiasi dan berkreasi seni. Pendidikan seni rupa sebagai mata pelajaran di sekolah diberikan atas dasar pertimbangan. pendidikan seni memiliki sifat multilingual, multidimensional, dan multikultural. Multilingual adalah mengembangkan kemampuan mengekspresikan diri dengan berbagai cara dan media, seperti bahasa rupa, bunyi, gerak, peran dan berbagai perpaduannya. Multidimensional adalah mengembangkan kompetensi meliputi persepsi, pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi, apresiasi dan produktivitas dalam menyeimbangkan fungsi otak sebelah kanan dan kiri, dengan cara memadukan secara harmonis unsur-unsur logika, kinestetik, etika, dan estetika. Sifat multikultural mengandung makna pendidikan seni rupa menumbuhkembangkan
15
16
kesadaran dan kemampuan apresiasi terhadap keragaman budaya Nusantara dan mancanegara sebagai wujud pembentukan sikap menghargai, bertoleransi,demokratis, beradab, serta mampu hidup rukun dalam masyarakat dan budaya yang majemuk. Gagasan pendidikan seni rupa di sekolah sebagai upaya pemberian kesempatan kepada anak untuk mengaktualisasikan diri melalui ekspresi seni rupa, barulah mulai dikenal secara meluas sejalan dengan digantinya nama Mata Pelajaran Menggambar dan Pekerjaan Tangan menjadi Pendidikan Seni Rupa. Pendidikan Seni Rupa di Sekolah yang pada awalnya hanya mencakup kegiatan menggambar dengan tujuan untuk menghasilkan anak yang terampil menggambar melalui pelatihan koordinasi mata atau tangan, kemudian hadir dalam cakupan yang lebih luas dengan tujuan yang beragam seperti: menanamkan kesadaran budaya, mengembangkan kemampuan apresiasi seni rupa, menyediakan kesempatan mengaktualisasikan diri, mengembangkan penguasaan disiplin ilmu pendidikan senirupa. Keragaman tujuan Pendidikan Seni Rupa di Sekolah ini merupakan cerminan dari dinamika masyarakat yang senantiasa berubah dan berkembang, pengaruh keragaman fokus pembinaan dan aspirasi masyarakat. Konsekuensi dari keragaman ini tentu saja berdampak terhadap pelaksanaan pendidikan seni rupa (Bongsoe dalam Salam, 2001: 8). Hakikat dan tujuan pendidikan seni rupa juga perlu disosialisasikan di luar lingkungan pendidikan formal, masyarakat luas,khususnya kalangan orang tua atau wali yang memiliki kedekatan psikologis dengan baik, amat penting dalam turut serta menyukseskan misi pendidikan seni rupa disekolah (Efland dalam Salam, 2003: 263). Pendidikan seni rupa di sekolah umum yang semula
16
17
hanya mencakup kegiatan menggambar, kemudian juga dikembangkan ke bidang seni rupa yang lain. Pendidikan seni rupa di sekolah umum menawarkan beragam tujuan. Salah satu tujuan pendidikan seni rupa adalah mengembangkan keterampilan menggambar, menanamkan kesadaran budaya-lokal, mengembangkan kemampuan apresiasi seni rupa, menyediakan kesempatan mengaktualisasikan diri, mengembangkan penguasaan disiplin ilmu seni rupa, dan mempromosikan gagasan multikultural. Pada pendidikan seni rupa, materi pelajaran yang diberikan tidak hanya menggambar tetapi juga beragam bidang seni rupa yang lain seperti mematung,mencetak, menempel, dan juga apresiasi seni. Fokus pembinaan tidak hanya pada pelatihan keterampilan koordinasi mata dan tangan, tetapi juga pada pengembangan fungsi jiwa yang memungkinkan anak menjadi sensitif dan kreatif. Pendidikan seni rupa di sekolah hadir untuk memenuhi harapan masyarakat. Itulah sebabnya seni rupa senantiasa berkembang mengikuti harapan masyarakat sebagaimana yang dapat ditelusuri pada uraian mengenai berbagai tujuan pendidikan seni rupa di sekolah. Menggambar mulai diajarkan di sekolah umum di Eropa (sebagaimana sekolah umum yang dikenal dewasa ini). Tujuan pengajaran menggambar di sekolah adalah untuk menjadikan anak pintar menggambar melalui latihan koordinasi mata dan tangan yang amat ketat. Cara pengajaran seperti ini mengikuti pola pelatihan yang berlangsung di akademi seni rupa di Eropa. Asselbergs dan Knoop (1995; 5) menuliskan tentang apa yang dilakukan oleh murid dalam kegiatan menggambar di sekolah di Belanda berdasarkan pendekatan ini sebagai berikut. Siswa belajar menggambarkan garis lurus, sudut, segi
18
empat,lengkungan, dan lingkaran untuk kemudian menggambarkan bentuk tiga dimensional yang lebih rumit. Karena guru pada umumnya tidak cukup terampil dalam hal menggambar seperti yang harus dilakukan ini, maka guru sangat tergantung pada buku pegangan yang berfungsi sebagai alat bantu mengajar. Selama ini batasan tentang seni yang dikemukakan oleh para filsuf masih dianggap kurang jelas, mereka memberi batasan atau pengertian yang berbeda-beda sehingga istilah seni yang merupakan padanan kata art belum dicapai keseragaman tentang batasannya. Mendelssohn (dalam Kadir Abdul, 1975: 12) mengatakan bahwa seni adalah pertumbuhan keindahan yang dengan samar-samar diketahui oleh perasaan sehingga menjadi suatu hal yang b enar dan baik. Sementara ahli estetika Italia, Pagano (dalam Kadir Abdul, 1975: 14) beranggapan bahwa seni adalah mempersatukan keindahan yang tersebar pada alam. Kapasitas yang menentukan keindahan adalah selera, sedangkan kapasitas yang membawanya dalan satu keseluruhan adalah artistik jenius. Menurutnya keindahan berpadu dengan kebaikan, jadi keindahan adalah kebaikan yang terwujud, dan kebaikan adalah kebaikan batin. Menurut The Liang Gie (1976: 60) pengertian seni dijelaskan seperti: kemahiran, kegiatan manusia, karya seni, seni indah, dan seni penglihatan (seni rupa). Kaitannya dengan pengertian seni sebagai suatu kemahiran, hal ini bisa dengan asal-usul katanya yaitu berasal dari kata ars yang berarti kemahiran atau ketangkasan, sehingga secara etimologi kata ars dapat diartikan sebagai suatu kemahiran atau ketangkasan seseorang dalam menciptakan atau mengerjakan benda-benda atau sesuatu barang (Sudarso, 1976: 15). Sependapat dengan pengertian seni sebagai kegiatan manusia, Leo Tolstoy (dalam Setjoatmodjo,
19
1988: 76) menjelaskan bahwa seni adalah aktivitas manusia yang mengandung kenyataan, bahwa seseorang yang sadar melalui bantuan simbol-simbol eksternal tertentu menyatakan perasaan yang pernah dialaminya kepada orang lain dan bahwa orang lain tersebut lalu kejangkitan oleh perasaan ini dan juga mengalaminya (The Liang Gie, 1976: 61). Dari berbagai macam pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa seni adalah suatu karya manusia yang mengkomunikasikan pengalamanpengalaman batinnya disajikan dalam bentuk yang indah dan menarik, sehingga dapat merangsang timbulnya pengalaman batin manusia lain yang menikmatinya.Istilah rupa merupakan padanan kata form artinya bentuk, rupa, selain itu juga kata shape yang artinya bentuk, rupa, dan model. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa rupa adalah bentuk yang berwujud sesuatu yang dapat dilihat oleh mata. Kaitannya dengan seni, Sudarso (1976: 6) menjelaskan bahwa seni rupa adalah cabang seni yang mengekspresikan pengalaman artistik manusia lewat objek-objek dua dan tiga dimensional yang memakan tempat dan tahan akan waktu ini yang menjadikan kelebihan cabang seni rupa dibanding dengan seni lain. Berdasarkan pendapat tersebut di atas maka dapat dijelaskan bahwa seni rupa adalah suatu hasil karya manusia yang mengekspresikan pengalaman batinnya yang disajikan dalam bentuk dua atau tiga dimensi yang artistik, sehingga dapat merangsang timbulnya pengalaman batin manusia lain untuk menikmatinya. Seni rupa memiliki cabang-cabang, yaitu seni lukis (gambar), seni patung, seni grafis, seni kriya, seni reklame, seni dekorasi, dan seni arsitektur (Sudarso 1976:7). Menurut Kuntjaraningrat, membagi seni rupa menjadi tujuh
20
macam, yaitu seni bangunan, seni patung, seni relief, seni lukis (gambar), seni rias, seni kerajinan, dan seni olah raga. Dalam proses berkarya seni rupa tidak hanya mengandalkan kekuatan fisik semata, melainkan memerlukan pertimbangan batin dan kreativitas, sehingga dapat menghasilkan karya seni yang dalam penyajiannya dapat menimbulkan rasa indah dan artistik.
2. Hakekat menggambar Bentuk Menggambar bentuk adalah ‖ suatu proses pembentukan dan pernyataan kembali buah dari hasil melihat, rencana dan rasa indah terhadap suatu benda pada bidang datar ‖ (Mulyana, 1978:25). Menggambar bentuk merupakan proses memindah tanggapan seorang terhadap suatu benda tiga dimensi yang divisualisasikan menjadi gambar dua dimensional. Bentuk- bentuk tersebut dapat dibedakan antara bentuk geometris dan bentuk non geometris. Pada dasarnya gambar bentuk adalah gambar dengan objek yang nyata, serta memiliki volume, efek, bahan, bayangan, maupun kelengkapan sebagai bentuk yang utuh. Objek gambar bentuk amat luas, mulai benda sehari-hari, tumbuhan, manusia, hewan, alam atau gambar imajinatif yang dikonkritkan. Senada dengan hal di atas, Iriaji dkk ( 1991 :1) mendefinisikan menggambar bentuk sebagai kegiatan menggambar yang mentransformasikan objek atau bentuk-bentuk alam yang ada di sekitar kita pada sebuah bidang gambar atau kertas. Alam sekeliling kita itu misalnya ; alam benda, tumbuhtumbuhan, binatang dan manusia. Secara sederhana batasan pengertian menggambar bentuk adalah kegiatan melatih terampilkan tangan dalam menggambar suatu objek alam
21
sekeliling kita pada bidang gambar ( kertas) dengan menggunakan media tertentu. Dalam penyusunan obyek tersebut menggunakan prinsip-prinsip seni sehingga menghasilkan suatu bentuk gambar sesuai dengan yang dilihat atau diamati. Teknik mentranformasikan itu dapat menggunakan berbagai media, mulai dari media sederhana seperti : pensil, pastel, tinta, cat air hingga menggunakan media cat minyak. Setiap media memiliki karakter sendiri-sendiri sehingga dalam penggunaanya memerlukan penguasaan keterampilan yang berbeda pula. Media pensil misalnya akan berbeda dengan teknik penggunaan media pastel. Pensil mudah dihapus namun pastel sulit atau tidak bisa dihapus. Itulah sebabnya penggunaan media pastel harus lebih hati-hati, bagaimana memilih dan menyusun warna-warna yang akan digoreskan, seberapa menekan dan seterusnya. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam menggambar bentuk adalah komposisi, yaitu bagaimana kemampuan kita mengamati objek, kemudian menyusun unsur-unsurnya dengan pertimbangan prinsip-prinsip seni seperti : kesatuan, keseimbangan, proporsi, ritme, harmoni, dan daya tarik, serta kemampuan kita menampilkan unsur-unsur seperti : garis, warna, bidang, tekstur, ruang, dan cahaya secara naturrealistis. Unsur garis misalnya berupa panjang dan pendeknya, seberapa tebal tipisnya, seberapa jarak garis-garis yang digoreskan. ‖Pada prinsipnya menggambar bentuk adalah proses menggambar satu atau sekelompok benda dengan hasil mirip dengan benda tersebut. Untuk itu menggambar menempatkan dirinya sebagai alat untuk memotret atau alat perekam gambar‖ (Marianus Fau,1994:5).
22
Ada beberapa hal yang patut di cermati dalam menggambar bentuk menurut Mohammas Slaman (1995) a.
Proporsi Yaitu perbandingan antara bagian satu dengan bagian yang lain secara keseluruhan. Sehinga untuk menentukan besarnya ukuran harus mengetahui perbandingan yang baik secara keseluruhan.
b.
Keseimbangan keseimbangan merupakan suatu cara untuk meningkatkan baik dari segi pengukuran, bentuk maupun warna dan penyusunan bentuk-bentuk dapat diatur secara simetris. Efek keseimbangan ini bisa didapat menggerombolkan bentuk-bentuk dan warna-warna disekitar suatu pusat sedemikian rupa sehingga akan terdapat suatu daya tarik yang sama pada tiap sisi-sisi dari pusat tersebut.
c.
Komposisi dalam bahasa inggris disebut compotition yang berarti susunan. Dalam menggambar bentuk ialah bagaimana menyusun suatu benda yang lain baik garis, warna dan bagian lain yang selaras, seimbang sesuai segi artistik.
d.
Prespektif prespektif dalam hal menggambar bentuk merupakan hal yang penting, terutama bila objek bentuk berasal dari bentuk geometris. Seperti halnya balok, kubus, dan sebagainya.
23
Adapun hukum prespektif yaitu benda yang menjadi objek jauh dari pandangan mata atau garis cakrawala akan terlihat lebih kecil. Sedangkan benda yang dekat dengan mata akan lebih terang (tinggi atau besar ) e.
Arah bayangan Ada dua sumber cahaya yang menyebakan tumbuhnya bayangan gambar, yakni matahari dan sumber cahaya buatan ( lampu, lilin dan sebagainya ). Terdapat 2 jenis cahaya yang ditimbulkan dari sinar tersebut yaitu : bayang-bayang badan, yaitu bagian yang gelap dari bagian bendabenda itu sendiri karena tidak terkena sinar. Sedangkan bayang-bayang langkah, ialah bayang-bayang suatu benda yang jatuh pada benda lain. Bentuk bayangan langkah jatuh pada bidang datar tergantung darimana sinar itu datang.
f.
Drapery Ada kalanya dalam pengaturan objek benda dilatar belakangi dengan pengaturan kain polos, berwarna atau ada motif gambarnya. Lekukan – lekukan yang lengkung menurun landai dan sebagainya untuk menentukan watak gambar yang dihasilkan.
3. Pembelajaran Menggambar Bentuk Kata pembelajaran merupakan persamaan kata instruction yang memiliki arti pengajaran. Menurut Dimyati (1999: 156 ), pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar, bagaimana memperoleh dan memproses pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran adalah suatu proses yang
24
mengandung serentetan perbuatan guru dan siswa sebagai usaha sadar atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Pembelajaran pada dasarnya merupakan proses pemberdayaan sumber belajar guna membantu siswa agar dapat belajar sesuatu dengan kebutuhan dan minatnya. Dalam proses belajar mengajar guna mencapai tujuan pembelajaran diperlukan berbagai perangkat atau komponen materi seperti bahan, cara (metode), alat (sarana), dan untuk membuktikan tercapai tidaknya tujuan diperlukan kegiatan evaluasi (Sardirman 2007 : 63). Tujuan pembelajaran merupakan rumusan tingkah laku dan kemampuan yang harus dicapai oleh siswa setelah menyelesaikan serangkaian kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran merupakan langkah awal yang harus ditetapkan dalam proses pembelajaran. Sedangkan menurut Iriaji dan Hariyanto (1990/1991: 3) dalam pembelajaran menggambar bentuk terdapat 3 esensi tujuan yang ingin dicapai, yaitu: (a) kemampuan kognitif : kemampuan mengenal dan memahami landasan teori. (b)Kemampuan psikomotorik : kemampuan mentransformasikan obyek dan penguasaan teknik. Dan (c)Kemampuan afektif : kemampuan menganalisis atau mengapresiasi suatu karya gambar bentuk dari segi teknik dan artistik. Pada dasarnya pembelajaran adalah mengajar, yaitu mengusahakan terciptanya suatu situasi yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar. Sistem lingkungan ini terdiri dari komponen-komponen yang saling mempengaruhi, antara lain: tujuan instruksional yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang menjalankan peranan. Menurut Arifin (1970:85) mengajar adalah rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran kepada murid
25
agar dapat menerima, menanggapi, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu. Sedangkan menurut Nasution (1967 :15) mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Dengan tahap memperhatikan perkembangan kejiwaan siswa yang belajar, maka mengajar hendaknya: 1) Menguraikan pengalaman belajar yang perlu dialami oleh siswa. 2) Menguraikan cara mengorganisasi batang tubuh ilmu pengetahuan atau struktur materi yang dipelajari siswa. 3) Menguraikan secara sistematis urutan pokok-pokok bahasan yang disajikan. 4) Menguraikan prosedur penggunaan penguatan dalam proses belajarmengajar,dari penguatan yang bersifat ekstrinsik menjadi penguatan yang bersifat intrinsik. Hal yang dikemukakan di atas juga didukung oleh Mulyasa (2005:39) yang beanggapan bahwa dalam mengajar seorang guru harus berusaha membuat sesuatu menjadi jelas bagi peserta didik, dan berusaha lebih terampil dalam memecahkan masalah. Untuk itu terdapat hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran, diantaranya: membuat ilustrasi, mendefinisikan, menganalisis, mensintesis, bertanya, merespon, mendengarkan, memberikan pandangan yang bervariasi, menyediakan media untuk mengkaji materi standar, menyesuaikan metode pembelajaran, serta memberikan nada perasaan. Terkait dengan hal tersebut, guru sebagai pengajar harus memiliki tujuan yang jelas,
26
membuat keputusan secara rasional agar peserta didik memahami keterampilan yang dituntut oleh pembelajaran. Dalam katalog seni desain UM 2006, pembelajaran menggambar bentuk merupakan pengintegrasian pengetahuan teori menggambar bentuk yang meliputi pengertian, fungsi, medium teknik prosedur dan prinsip menggambar bentuk. Dalam pembelajaran ini siswa diarahkan untuk membentuk keterampilan dasar menggunakan medium, teknik dan prosedur serta prinsip dalam mentransformasikan persepsi visual alam benda geometric maupun non geometric, baik yang diamati maupun yang diangankan untuk membentuk sikap menghargai karya gambar bentuk dari belum mampu menggambar menjadi mampu menggambar. Dari uraian di atas jelaslah kiranya bahwa untuk dapat melaksanakan tugas secara proporsional, seorang guru memerlukan wawasan yang mantap tentang kemungkinan – kemungkinan strategi belajar-mengajar sesuai dengan tujuan-tujuan belajar, baik dalam arti dampak instruksional maupun dampak pengiring, yang ingin dicapai.
4. Tujuan Pembelajaran Menggambar bentuk Tujuan pembelajaran merupakan komponen utama yang dirumuskan guru dalam proses belajar mengajar. Tujuan pembelajaran ini penting karena hal ini merupakan sasaran dari proses belajar mengajar. Oleh karena itu, tujuan pembelajaran dapat juga disebut sebagai sasaran belajar. Menurut wawancara dengan Ibu Anjar guru seni budaya SMPN 1 kota Blitar, tujuan dari pembelajaran menggambar bentuk adalah membekali kemampuan siswa dalam hal menggambar
27
yang akan diaplikasikan ke jenjang materi yang lebih kompleks seperti menggambar ilustrasi, atau menggambar teknik. Tujuan pembelajaran lebih diartikan sebagi perilaku hasil belajar yang diharapkan dapat dimiliki para siswa setelah mereka menempuh proses belajar mengajar. Tujuan pembelajaran diartikan sebagai suatu produk atau hasil yang dicapai siswa. Dengan kata lain, tujuan pembelajaran selalu berpusat pada siswa. Dengan berpusatnya tujuan pembelajaran pada siswa, keberhasilan proses belajar mengajar lebih banyak dinilai dari terjadinya perubahan-perubahan perilaku yang diinginkan pada siswa. Tugas guru tidak berakhir jika siswasiswanya telah memiliki perilaku yang diharapkan sebagai hasil dari proses belajar mengajar yang telah ditempuh. Dalam jenjang pendidikan, siswa diberikan kesempatan untuk berkarya dibidang menggambar. Karena menggambar merupakan suatu kegiatan untuk menghasilkan karya-karya yang kreatif, hendaknya disadari benar oleh guru sebagai pendidik, bahwa hakekatnya semua kegiatan menggambar memberi kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan pikiran perasaan dengan leluasa. Adjat sakri ( 1990: 26 ) menyebutkan bahwa: ‖Pada dasarnya semua mata pelajaran menggambar adalah menggambar berungkap. Baik itu menggambar sketsa, maupun menggambar ekspresi, menggambar ilustrasi, ataupun menggambar bentuk. Perbedaan itu hanyalah akan mengingatkan pendidik bahwa ada segi lain pada setiap jenis kegiatan menggambar perlu diperhatikan dan di perkenalkan.‖
Dengan adanya pelajaran menggambar diharapkan pengalaman berekspresi yang termuat didalamnya memacu siswa dalam menumbuh kembangkan daya cipta (kreatifitas), kepekaan rasa (sensitivitas), dan kemauan
28
berbuat (aktivitas). Secara garis besar Iriaji dalam menggambar bentuk (1991 : 2 ) merumuskan tujuan menggambar bentuk sebagai berikut : a. mengenal ruang lingkup dan tahapan dalam menggambar bentuk yang meliputi gambar alam benda, gambar tumbuh-tumbuhan dan binatang. b. menguasai keterampilan dasar ilmu mentransformasikan persepsi secara visual melalui berbagai media dan penguasaan lain sesuai dengan media dan tahapan dalam menggambar bentuk c. memiliki sikap mengharagai terhadap karya menggambar bentuk. Berdasarkan penjelasan tersebut maka esensi atau tujuan yang ingin dicapai adalah kemampuan mengenal dan memahami landasan teori (kemampuan kognitif ) kemampuan mentransformasikan obyek dan kemampuan mentransformasikan teknik dan kemampuan menganalisis atau mengapresiasi suatu karya gambar bentuk dari segi teknik dan artistik ( kemampuan afektif). Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa tujuan pembelajaran menggambar bentuk, yaitu mengembangkan perilaku belajar siswa dalam menggambar benda dengan meningkatkan pengetahuan dan pengalamannya menggambar benda baik imaginatif atau memimesis benda. Tujuan pencapaian tersebut diharapkan sesuai dengan ranah pendidikan kesenian meliputi ekspresi, kreativitas, sensitivitas serta penugasan ketrampilan.
29
B. Hakikat Motivasi Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar adalah suatu kata yang sangat akrab dengan semua lapisan masyarakat, bahkan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan individu dalam menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal. Secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannyadalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003:2). Syah (2005:92) menyatakan, belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Pernyataan tersebut didukung oleh Djamarah (2002:13) Belajar dapat juga dikatakan sebagai serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan yang di dalamnya terjadi suatu interaksi antara individu (siswa) dengan lingkungannya yang mengakibatkan adanya perubahan tingkah laku yang akan memberikan suatu pengalaman baik bersifat kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), psikomotorik (keterampilan).
30
Menurut Gagne, belajar adalah kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang mempunyai keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai (dalam Dimyati 1990: 10). Sejalan dengan ini adalah proses yang melibatkan manusia secara perorangan sebagai satu kesatuan organisme sehingga terjadi perubahan pada pengetahuan dan sikap. Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat indera dan pengalamannya. Dalam proses belajar terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi. Menurut Martensi (1980: 89) faktor-faktor tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. a. Faktor internal Faktor ini berkaitan dengan kondisi fisik dan kondisi psikologis siswa. Faktor internal ini mencakup beberapa hal antara lain: 1) Pengaruh kecerdasan Kecerdasan merupakan faktor yang penting dalam belajar, karena keberhasilan dalam belajar akan banyak dipengaruhi oleh faktor kecerdasan. 2) Pengaruh bakat Bakat merupakan kemampuan atau sifat-sifat yang ada pada seseorang dan dapat dikembangkan melalui latihan-latihan yang terarah. Bakat pada bidang tertentu sangat berpengaruh terhadap hasil belajar pada bidang tersebut. 3) Pengaruh minat
31
Minat adalah kecenderungan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat juga merupakan penyebab dari suatu keaktifan dan hasil keikutsertaannya dalam keaktifan tersebut, sehingga dapat dipastikan akan memperoleh hasil yang lebih baik. 4) Pengaruh motivasi Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya ―feeling‖ dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan (Sardiman 1986: 73). Dalam konteks belajar motivasi merupakan daya penggerak bagi individu untuk belajar sesuatu demi mencapai tujuan sehingga memperoleh hasil yang optimal. 5) Pengaruh perasaan Perasaan adalah suatu keadaan kejiwaan seseorang yang mempunyai sifat lebih subyektif pada gejala mengenal. Menurut T.L Engel (dalam Martensi 1980: 94) secara psikologis perasaan itu berarti suatu perasaan yang menyenangkan. Dengan adanya perasaan senang akan menguntungkan proses belajar sehingga akan mencapai prestasi belajar yang lebih baik. 6) Pengaruh sikap Sikap senantiasa diarahkan terhadap suatu hal (obyek). Belajar akan lebih efektif apabila disertai dengan sikap positif, sikap positif terhadap belajar akan menimbulkan perasaan puas dan senang sehinggga akan menentukan prestasi belajarnya. 7) Pengaruh kematangan Kematangan merupakan kesempurnaan proses perkembangan di dalam tubuh. Kematangan di sini bukan berarti dewasa dalam pengertian umum
32
yang berkaitan dengan usia, tetapi kematangan sesuai dengan fase-fase perkembangan anak secara sempurna. Anak akan mampu mempelajari sesuatu apabila sudah mencapai kematangan dari fungsi atau organ tertentu. b. Faktor eksternal Faktor eksternal ini mencakup dua hal, yakni: 1) Pengaruh lingkungan keluarga Keluarga merupakan lingkungan utama dalam proses sosialisasi belajar bagi anak, di dlam keluarga anak akan belajar bergaul, menghargai orang lain, menerima norma-norma, sikap, dan sebagainya. Sikap dan tingkah laku anak banyak dipengaruhi oleh keluarga dimana ia dilahirkan dan dimana ia tumbuh (Elizabeth, dalam Martensi 1980: 96). 2) Pengaruh lingkungan sekolah Iklim sosial dalam lingkungan sekolah sangat berpenagruh terhadap proses belajar dan hasil prestasi belajar. Dalam lingkungan sekolah mencakup hubungan dari beberapa komponen yang meliputi: kepala sekolah, guru,siswa, program, fasilitas, media, kondisi gedung, peraturan (tata tertib), situasi dan lain-lain. Keseluruhan hubungan antar beberapa komponen tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri melainkan saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain.
2. Pengertian Motivasi Belajar Siswa belajar karena didorong oleh kekuatan mental yang berupa keinginan, perhatian, kemauan, cita-cita, Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan. Seseorang yang tidak memiliki motivasi dalam belajar tidak akan
33
mungkin melakukan aktivitas belajar. Banyak ahli yang sudah mengemukakan pengertian motivasi dengan berbagai sudut pandang mereka masing-masing. Djamarah (2002:118) menyatakan bahwa, motivasi adalah gejala psikologis dalam bentuk dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi mempunyai peranan yang strategis dalam aktivitas belajar seseorang. Tidak ada seorang pun yang belajar tanpa motivasi. Mustafa (2001 : 15) mengungkapkan terdapat dua sifat dari sumber motivasi, yaitu yang berasal dari luar siswa ( extrinsic motivation dan instrinsic motivation ). Pendapat tentang motivasi juga dikemukakan oleh Sadirman (2007:75), dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjalin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Lebih jauh Sadirman (1990 : 88) menjabarkan kedua jenis motivasi belajar tersebut sebagai berikut: a. Motivasi Instrinsik Adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar sebab dari dalam individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi jenis ini dapat dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari dalam diri dan secara mutlak berkait dengan aktivitas belajarnya.
34
Siswa yang memiliki motivasi instrinsik akan memiliki tujuan menjadi orang yang terdidik yang berpengetahuan, yang ahli dalam bidang studi tertentu. Dorongan yang menggerakkan itu bersumber pada suatu kebutuhan yang berisikan keharusan untuk menjadi orang terdidik yang berpengetahuan. Motivasi tersebut timbul secara esensial dari kesadaran diri sendiri. b. Motivasi Ekstrinsik Adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi ketika adanya rangsangan dari luar. Oleh sebab itu dapat dikatakan motivasi jenis ini sebagai motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Keadaan siswa yang dinamis dan berubah-ubah memungkinkan komponen-komponen lain pada proses belajar-mengajar berubah juga, misalkan ketika proses pembelajaran kurang menarik maka pemberian motivasi ekstrinsik amat diperlukan. Dari berbagai pendapat mengenai motivasi di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar merupakan suatu gejala psikologi yang berupa dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan serangkaian usaha yang dilakukan secara sadar yang ditandai dengan perubahan tingkah laku untuk mencapai tujuan dalam memenuhi kebutuhan belajarnya. 2. Bentuk-bentuk Motivasi dalam Belajar Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah. Sadirman (2007:92—95), menyebutkan hal-hal yang dapat dilakukan sebagai berikut.
35
a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
Hadiah Saingan/Kompetisi Memberi Ulangan Mengetahui hasil Pujian Hukuman Memberi Angka Hasrat untuk belajar Minat Tujuan yang diakui
4. Fungsi Motivasi dalam Belajar Motivasi bertalian dengan suatu tujuan. Sardiman (2007:85) menyatakan bahwa ada tiga fungsi motivasi, yaitu. a) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan. b) Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus sesuai dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya. c) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat.
5.
Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Motivasi internal maupun motivasi eksternal yang ada pada anak harus
digali dan dikembangkan agar proses belajar mengajar di dalam kelas berjalan lancar. Dimyati (1999:101) menyatakan, ada beberapa cara untuk meningkatkan motivasi belajar anak, yaitu.
36
a. Optimalisasi penerapan prinsip belajar b. Optimalisasi unsur dinamis belajar dan pembelajaran c. Optimalisasi pemanfaatan pengalaman dan kemampuan siswa d. Pengembangan cita-cita dan aspirasi belajar Gage dan Berliner dalam Slameto (2003:177—179) menyarankan sejumlah cara untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar, tanpa melakukan reorganisasi besar-besaran terhadap kelas. Cara-cara tersebut antara lain. a. Pengukuran pujian verbal b. Pergunakan tes dalam nilai secara bijaksana c. Bangkitkan rasa ingin tahu d. Melakukan hal-hal luar biasa e. Memberikan hadiah untuk memancing hasrat siswa f. Pergunakan materi-materi yang sudah dikenal sebagai contoh. g. Terapkan konsep-konsep dalam konteks yang unik dan luar biasa. h. Bekerja sama dengan siswa atau membuat perjanjian dengan siswa i.
Pergunakan simulasi dan permainan. kedua hal ini akan memotivasi siswa,
j.
Perkecil daya tarik sistem motivasi yang bertentangan.
k. Perkecil konsekuensi-konsekuensi
yang tidak
menyenangkan dari
keterlibatan siswa. l.
Pengajar perlu memahami hubungan kekuasaan antara guru dan siswa
C. Usaha Guru Memotivasi Siswa Usaha mengandung pengertian kegiatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk mencapai suatu maksud; pekerjaan (perbuatan, prakarsa,
37
ikhtiar, daya upaya) untuk mencapai sesuatu ( KBBI Daring). Dalam pembelajaran, seorang guru menggunakan usaha-usaha atau cara-cara tertentu untuk menyampaikan materi yang akan disampaikan guna menciptakan situasi kegiatan belajar mengajar yang kondusif dimana siswa dapat mempersepsi materi dengan baik. Usaha atau cara guru dalam mengajar tersebut dapat ditempuh melalui penggunaan metode, media dan evaluasi pembelajaran. 1. Rencana dan metode Pembelajaran Pembelajaran
harus
direncanakan supaya pembelajaran tersebut
mencapai tujuan pembelajaran dengan cara yang efektif. Perencanaan pengajaran juga dimaksudkan sebagai langkah awal sebelum proses pembelajaran. Perencanaan pembelajaran tersebut pada dasarnya dibuat guna mempermudah, memperlancar dan meningkatkan hasil proses belajar mengajar. Oleh sebab itu seorang guru harus menetapkan suatu dasar pemikiran tentang rancangan atau rencana pembelajaran secara sistematis. Setyosari (2001:17) mengemukakan rancangan pembelajaran sebagai sebuah sistem yang terdiri atas sejumlah komponen yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perencanaan pengajaran memainkan peran penting dalam memandu guru untuk melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Garha dan Idris (1980:123) menjelaskan bahwa sebagai ancang-ancang untuk menuju ke kegiatan mengajar, guru perlu menyusun persiapan mengajar. Majid (2005 : 20 ) menjabarkan perencanaan yang baik dalam sebuah pembelajaran memuat ketentuan sebagai berikut; a) Tujuan yang diinginkan atau bagaimana cara mengorganisasi aktivitas belajar dan layanan-layanan pendukungnya
38
b) Program dan layanan, atau bagaimana cara mengorganisasi aktivitas belajar dan layanan-layanan pendukungnya. c) Tenaga manusia yakni mencakup cara-cara mengembangkan prestasi d) Keuangan, meliputi rencana pengeluaran dan rencana penerimaan e) Bangunan fisik mencakup tentang cara-cara penggunaan pola distribusi dan kaitannya dengan pengembangan psikologis f) Struktur organisasi, maksudnya bagaimana cara mengorganisasi dan manajemen operasi dan pengawasan program dan aktivitas kependidikan yang direncanakan. g) Konteks sosial atau elemen-elemen lainnya yang perlu dipertimbangkan dalam perancanaan pengajaran. Berkaitan dengan hal di atas guru harus mempersiapkan perangkat yang harus dilaksanakan dalam merencanakan program. Hidayat dalam Majid (2005 : 21) mengemukakan bahwa perangkat yang harus disiapkan dalam rencana pembelajaran antara lain: a) Memahami kurikulum b) Menguasai bahan ajar c) Menguasai program pengajaran d) Melaksanakan program pengajaran e) Menilai program pengajaran dan hasil proses belajar mengajar yang telah Dilaksanakan. Perencanaan pembelajaran tersebut tentunya mengacu pada kurikulum yang digunakan saat ini. Kunandar (2007) menjelaskan bahwa sebagai bentuk dari implementasi kurikulum, program pembelajaran tersebut terwujud dalam
39
perencanaan pembelajaran yang tersistem. Perencanaan tersebut meliputi: Program tahunan, Program semester, Program modul serta program mingguan dan harian, program remedial, silabus, serta rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Terkait
dengan
rencana
pembelajaran,
guna
mencapai
tujuan
pembelajaran, diperlukan pula metode yang tepat dalam penyampaian materi ajar. Lebih jauh lagi Reigeluth masih dalam Setyosari (2001:20) mengemukakan bahwa rancangan pembelajaran adalah proses untuk menentukan metode pembelajaran apa yang paling baik untuk dilaksanakan agar timbul perubahan pengetahuan dan ketrampilan pada diri siswa ke arah yang dikehendaki. Sehingga secara langsung metode pembelajaran terintegrasi ke dalam suatu rencana pembelajaran. Akmad Sudrajat (2008) menggambarkan metode pembelajaran sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode pembelajaran secara spesifik. Dalam artian metode adalah cara (kepandaian) membuat atau melakukan sesuatu
yang berhubungan dengan siswa yang
dipergunakan guru dalam pembelajaran. Hal serupa dikemukakan Sudjana dalam Sriwahyuningtyas (2008:21) bahwa metode mengajar adalah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pembelajaran. Lebih jauh lagi metode pembelajaran tersebut merupakan spesifikasi dari suatu model pembelajaran. Metode ini nantinya akan menjadi jembatan antara perencanaan guru dengan kondisi siswa. Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru harus dapat menciptakan interaksi edukatif. Dalam proses pembelajaran, guru berperan sebagai penggerak dan pembimbing, sedangkan siswa berperan sebagai penerima
40
atau yang dibimbing. Seorang pengajar harus mempunyai tujuan dalam kegiatan pembelajarannya. Agar seseorang mengerti sesuatu dibutuhkan proses belajar melalui metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan proses belajar itu. Siswa tidak akan mengalami proses belajar, bila materi pelajaran yang disampikan tidak disajikan dengan jelas. Rooijakers dalam Sagala (2007:174) menjelaskan bahwa keberhasilan seorang pengajar akan terjamin, jika pengajar (guru) itu dapat mengajak para siswanya mengerti suatu masalah melalui semua tahap proses belajar karena dengan hal tersebut siswa akan memahami semua hal yang diajarkan. Dalam proses pembelajaran pengajar harus dapat menggunakan model-model dan teknik mengajar yang dapat menjamin pembelajaran berhasil sesuai yang direncanakan. Model mengajar dan proses belajar dalam pembelajaran merupakan masalah yang kompleks, karena itu para guru perlu memperkaya pemahamannya yang berkaitan dengan teknik mengajar. Dalam proses pembelajaran, strategi mempunyai peranan yang sangat penting. Strategi belajar yang tepat berpengaruh terhadap berhasilnya suatu pembelajaran. Sudjana (2005:147)mengungkapkan bahwa strategi merupakan ―taktik pembelajaran‖. Taktik atau siasat pembelajaran sangat diperlukan untujk mencapai tujuan dari pembelajaran itu sendiri. Dari situlah diperlukan sebuah perencanaan sebelum memasuki pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Agar guru dapat mengidentifikasi proses-proses tersebut, guru perlu memahami strategi pembelajaran yang digunakan dalam mengelola proses-proses tersebut dalam kelas.
41
Strategi pembelajaran tersebut diterapkan lewat metode pengajaran yang di gunakan guru selama pembelajaran. Lebih lanjut Eka Gunawan (2009) menjelaskan Metode mengajar sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara untuk melakukan aktivitas yang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga proses belajar berjalan dengan baik dalam arti tujuan pengajaran tercapai. Agar tujuan pengajaran tercapai sesuai dengan yang telah dirumuskan oleh pendidik, maka perlu mengetahui, mempelajari beberapa metode mengajar, serta dipraktekkan pada saat mengajar. Dalam Pendidikan Seni dikenal tiga macam pendekatan pembelajaran untuk menyajikan materi pembelajaran yaitu pendekatan formal, pendekatan informal dan pendekatan fungsional ( M.Sattar; 35-38 ) (a) Pendekatan formal Menganggap materi pembelajaran seni sebagai subjek. Dalam hal ini seni berisi masalah-masalah yang dapat disusun tahap kesulitannya. Maka dari itu dibuat bertahap-tahap; tahap pertama, kedua dan seterusnya sampai akhir yang ini sangat relative bagi setiap guru. Proses kegiatan seni pada pendekatan formal sebagai latihan keterampilan seni dari guru kepada anak didiknya. Akibat kegiatan seni menjadi berpola dan penuh keterikatan. Dalam pendekatan ini sama dengan metode drill yaitu tidak memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mengungkapkan ide-idenya.
(b) Pendekatan Informal
42
Pendekatan ini adalah proses pengajaran seni dalam situasi atau suasana penuh dengan kebebasan. Siswa dalam melakukan kegiatan seni dalam keadaan benar-benar bebas melahirkan idenya. Pendekatan ini menganggap siswa sudah berbakat sejak lahir, maka tidak perlu diberi pengarahan dan bimbingan. Dalam hal ini anak didik disamakan dengan seniman yang menciptakan karya seni berbobot. Apabila ada anak yang mengalami kesulitan kegiatan seni dibiarkan begitu saja tanpa bimbingan, dorongan atau pengarahan yang jelas, lingkungan dan guru tidak perlu ikut campur tangan dalam pendekatan ini. Akibatnya proses pengajaran menjadi kabur, tidak dalam suasana belajar. Pendekatan ini sama dengan karya cipta bebas ekspresif. (c) Pendekatan fungsional Pendekatan ini berada di antara kedua pendekatan diatas. Namun hal ini bukan berarti penggabungan dari kedua pendekatan tersebut. Pendekatan ini cenderung kepada pendekatan informal. Proses pengajaran di sini guru selalu memberikan kesempatan kepada siswa untuk melahirkan ide-ide baru yang unik dan murni. Guru sebagai pendorong, guide, dan penghubung antara anak didik dengan seni. Jadi kepribadian anak didik benar-benar dijunjung tinggi dan dibantu tumbuh kembangnya. Melalui pendekatan ini anak didik akan tumbuh kembang secara sempurna baik fisik maupun psikisnya, serta menemukan dirinya dalam pribadinya. Selain itu juga membawa anak didik produktif dan kreatif. Pendekatan ini sama dengan metode karya cipta terarah.
43
Menurut Drs. A. J Soehardjo ( dalam M. Sattar 1982; 28-32 ) ada beberapa metode pembelajaran yang sering digunakan dalam proses pembelajaran seni. Cara-cara tersebut sebagai berikut : (a) Metode mencontoh Pengamatan dan tangan anak akan terlatih. Kelemahan metode ini kebebasan ekspresi bagi siswa tidak mendapat tempat, dan tumbuh kembang anak didik secara lahiriah maupun batiniah tidak dapat kesempatan. Sebab cara ini bertujuan mencapai hasil akhir yaitu karya harus sama persis dengan objek yang ditiru, disini pribadi anak dianggap sebagai alat mekanik (alat pemotret) padahal setiap individu berbeda.
(b) Metode dikte Kesempatan anak untuk berekspresi tidak ada sama sekali. Karena dalam metode ini kegiatan seni dibuat bertahap, yakni 1, 2 dan seterusnya sampai selesai. Siswa harus mengikuti cara yang dilakukan guru. Metode ini sama halnya dengan pendekatan formal. (c) Metode karya cipta bebas Siswa dalam melakukan kegiatan seni benar-benar bebas dalam mengungkapkan ekspresinya. Campur tangan guru tidak ada, karena dianggap anak didik sama dengan seniman yang tidak perlu bimbingan dari siapapun , anak didik dianggap sudah membawa bakat sejak lahir. Kelemahan metode ini adalah suasana mengajar yang tidak kelihatan, dan jika anak mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan tidak perlu guru
44
untuk membimbing, anak didik dibiarkan memutuskan sendiri. Pendekatan ini sama dengan pendekatan informal. (d) Metode karya cipta terarah Situasi belajar dalam metode ini dalam suasana gembira, dimana guru dan murid sama-sama aktif. Anak didik dalam suasana senang dan bermain dalam mengungkapkan ide-idenya dan guru dengan puas keliling mengobservasi individu. Pada metode ini guru sebagai pendorong dan penghubung antara seni dan anak didik. Dan ungkapan ekspresi yang unik, baru dan murni mendapat kesempatan utama. Dengan metode ini tumbuh dan kembangnya kepribadian anak dijunjung tinggi. Metode ini sama halnya dengan metode fungsional. Guru memberikan batasan-batasan tertentu sehingga siswa tidak keluar terlalu bebas, misalnya batasan seperti memberikan tema gambar, pembatasan penggunaan alat pewarna, pembatasan media gambar dan lain-lain. Sehingga masih ada campur tangan guru dan siswa tidak dilepas begitu saja dalam berkarya. (e) Metode drill Menurut Iriaji dalam materi perkuliahan strategi pembelajaran seni ( 1999/2000 : 17-20 ) Adalah cara pembelajaran yang mana terjadi latihan terus menerus atau mengulang-ulang materi pelajaran agar siswa mahir. (f) Metode karya wisata Dalam pendidikan seni rupa kegiatan seperti ini bertujuan membina rasa dan cipta melalui mata. Dengan latihan-latihan mata yang sebaik-baiknya rasa dan cipta dimatangkan. Banyak melihat objek-objek yang bernilai, berarti kesensitifan rasa terpelihara dan pengamatan yang
45
amat berharga bagi pembentukan khayal dan ide diperkaya. Jadi karya wisata berbeda dengan tamasya dimana orang pergi hanya bertujuan mencari kesenangan dan hiburan. (g) Metode pemberian tugas Pengajaran seni rupa pada umumnya berupa tugas-tugas pada fase pertama guru memberikan tugas, kedua murid melakukan kegiatan dan ketiga murid mempertanggungjawabkan kepada guru tentang apa yang telah dilakukan berupa hasil karya. (h) Metode eksperimen Pengertian umum eksperimen adalah mengerjakan sesuatu serta mengamati proses dan hasil yang dikerjakan. Dengan ekperimen orang mengetahui bahwa sesuatu itu benar. Bahwa inilah atau itu yang benar. Bahwa sesuatu terdiri dari bahan –bahan tertentu. Dengan eksperimen murid-murid akan memperoleh pengalaman pribadi yang sangat berharga. (i) Metode contextual teaching learning (CTL) Selain metode pembelajaran di atas, metode pembelajaran contextual teaching learning (CTL) adalah suatu metode pembelajaran yang dapat memotivasi siswa dalam belajar. CTL merupakan suatu paham belajar-mengajar yang memandang pentingnya hubungan antara materi pelajaran dengan dunia nyata. CTL melihat pentingnya dorongan dan keterlibatan siswa untuk mampu menghubungkan konsep yang dipelajari dengan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa yang mampu membawa perubahan ke arah
46
yang lebih baik, lebih memberdayakan siswa dan tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi lebih mendorong siswa untuk membangun sendiri pengetahuannya melalui interaksi dengan objek, pengetahuan awal yang mereka miliki, pengalaman, dan lingkungan siswa (Nurhadi, 2003). CTL adalah salah satu strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh The Washington State Consortium for Contextual Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah, dan lembagalembaga yang bergerak di bidang pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatan dari konsorsium tersebut adalah melatih dan memberi kesempatan kepada para guru dari enam propinsi di Indonesia untuk mempelajari pendekatan kontekstual di Amerika Serikat (Priyatni, 2002:1). Pendekatan kontekstual (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran afektif, yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian yang sebenarnya (Nurhadi, 2002:5). Strategi Pembelajaran Konstektual (CTL) berkembang dari faham konstruktivisme. Ide utamanya ialah mengaitkan kegiatan dan persoalan pembelajaran dengan konteks keseharian anak. Anak belajar dari dunia
47
nyata dimana ilmu pengetahuan yang dipelajari bakal digunakan. John Dewey dalam Suyanto (2003) menyatakan bahwa pendidikan bukan mempersiapkan anak untuk masa depan, tetapi pendidikan adalah kehidupan itu sendiri. Ide-ide tersebut dipakai dalam kontekstual learning, dimana siswa diajak belajar dari persoalan yang nyata dalam konteks kehidupan sehari-hari. Johnson (dalam Nurhadi, 2003:12) merumuskan pengertian CTL sebagai suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Untuk mencapai tujuan tersebut, sistem CTL, akan menuntun siswa ke semua komponen utama CTL, yaitu melakukan hubungan yang bermakna, mengerjakan pekerjaan yang berarti, mengatur cara belajar sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, memelihara atau merawat pribadi siswa, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian sebenarnya. Pendekatan CTL menurut Suyanto (2003:2) merupakan suatu pendekatan yang memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka peroleh dalam berbagai macam mata pelajaran baik di sekolah maupun di luar sekolah. Dua komponen penting dari strategi pembelajaran CTL adalah self-regulation dan kolaborasi. CTL dapat membuat siswa terlibat dalam kegiatan yang bermakna yang diharapkan dapat membantu mereka mampu menghubungkan pengetahuan yang diperoleh di kelas dengan konteks
48
situasi kehidupan nyata. Johnson, (2002) mengemukakan bahwa selfregulated maksudnya adalah proses pembelajaran dimana siswa bekerja sama dalam kegiatan yang bebas secara berkelompok dimana kegiatan ini menghubungkan pengetahuan yang telah mereka miliki dengan konteks dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar pada saat guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sehari-hari.
2. Media Pembelajaran Belajar yang efektif harus dimulai dengan pengalaman langsung atau pengalaman konkret dan menuju kepada pengalaman yang lebih abstrak. Belajar akan lebih efektif jika dibantu dengan media pembelajaran daripada bila siswa tidak dibantu oleh media pembelajaran. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses belajar. Guru dituntut mampu menggunakan alat-alat yang disediakan oleh sekolah, dan tidak menutup kemungkinan bahwa alat-alat tersebut sesuai dengan perkembangan zaman.
49
Hamalik dalam Arsyad ( 2002 : 15 ) mengemukakan bahwa pemakaian media pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan (motivasi) dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh psikologis terhadap siswa. Demikian pula dalam pembelajaran seni rupa, usaha untuk membangkitkan motivasi belajar siswa dapat dilakukan dengan penggunaan media. Media tersebut secara visual maupun audiovisual dapat merangsang pengalaman belajar siswa. Gagne dan Briggs (dalam Arsyad, 2007:4) mengemukakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pembelajaran yang terdiri atas: buku, tape recorder, kaset, video, recorder, film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, . Dengan kata lain, media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat menstimulus siswa untuk belajar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa media adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran di sekolah pada khususnya. Usman (2007:31) menyatakan media pendidikan, memiliki nilai sebagi berikut. a) Meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk berpikir. Oleh karena itu, mengurangi verbalisme (tahu istilah, tetapi tidak tahu arti) b) Memperbesar perhatian siswa c) Membuat pelajaran tidak mudah dilupakan
50
d) Memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan para siswa e) Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu f) Membantu tumbuhnya pengertian dan membantu perkembangan kemampuan berbahasa g) Sangat menarik minat siswa dalam belajar.
Sedangkan William Burton (dalam Usman, 2007:32) menyatakan bahwa pemilihan alat peraga (media) yang akan digunakan hendaknya guru memperhatikan hal-hal berikut. a) Alat yang dipilih harus sesuai dengan kematangan dan pengalaman siswa serta perbedaan individual dalam kelompok. b) Alat yang dipilih harus tepat, memadai, dan mudah digunakan. c) Harus direncanakan dengan teliti dan diperiksa lebih dahulu. d) Penggunaan alat (media) disertai kelanjutannya seperti dengan diskusi, analisis, dan evaluasi. e) Sesuai dengan batas kemampuan siswa.
3. Evaluasi Pembelajaran Evaluasi secara umum dapat diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian. Dimyati (1994 : 176 ). Hal yang senada dikemukakan Davis bahwa evaluasi merupakan proses sederhana memberikan atau menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk-kerja, proses, orang, objek, dan masih banyak yang lain ( Davis, 1981: 3). Merujuk kedua pendapat di atas, apabila evaluasi dikaji
51
lebih lanjut dan dikaitkan dengan pembelajaran, maka evaluasi pembelajaran sangat dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar para siswa. Seperti yang diungkapkan Dimyati ( 1994: 179) bahwa kedudukan evaluasi dalam proses pendidikan sangat integratif, dalam artian dimana ada proses pendidikan pasti diikuti evaluasi. Evaluasi suatu materi pembelajaran dapat di representasikan dengan penilaian hasil dan proses belajar-mengajar. Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Sedangkan penilaian proses belajar adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan pengajaran ( Sudjana, 2008:3 ). Masih menurut Sudjana (2008:22) evaluasi dapat ditinjau dari tiga ranah. (a) ranah kognitif, yaitu yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek. Yakni ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.. (b) ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban, atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. (c) ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni (a) gerakan refleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif. Dalam buku petunjuk teknis PPL bidang studi Seni Rupa UM ( 2009 : 711 ) penilaian pembelajaran seni terbagi menjadi dua, yakni penilaian otentik sistem penilaian berkelanjutan, dan tes. Penialaian otentik sistem Penilaian berkelanjutan mendeskripsikan berbagai bentuk penilaian yang merefleksikan proses pembelajaran yang dialami
52
siswa, kemampuan siswa, motivasi siswa, dan sikap yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Penilaian otentik merupakan prosedur untuk menilai kemampuan atau kinerja siswa. Penilaian otentik dalam pembelajaran seni dilaksanakan dengan sistem berkelanjutan. Dalam artian penilaian dilakukan dengan menilai semua indikator yang tercantum dalam setiap kompetensi dasar diukur dengan alat ukur yang jelas. Masih dalam buku petunjuk teknis PPL bidang studi Seni Rupa UM ( 2009 : 7-11 ) Bentuk alat penilaian tersebut berupa portofolio siswa. Portofolio adalah hasil pekerjaan siswa yang representatif menunjukkan perkembangan kemampuan siswa dari waktu ke waktu. Adapun jenis-jenis dari portofolio tersebut antara lain : 1. portofolio proses portofolio jenis ini berisi seluruh pekerjaan siswa dalam bidang tertentu dan kurun waktu tertentu, berisi tahapan pengalaman siswa dalam mengerjakan tugas-tugas dalam pembelajaran. Bukti-bukti proses dan produk terekam dengan lengkap termasuk draft kasar, sketsa, perbaikan-perbaikan serta hasil akhir pekerjaan siswa 2. portofolio pameran portofolio ini berisi hasil terbaik dari karya siswa yang akan dipamerkan pada kepala sekolah, orangtua ataupun masyarakat. Portofolio jenis ini lebih banyak berfunsi memberi penghargaan dan meningkatkan harga diri siswa melalui publikasi karya-karyanya. 3. portofolio refleksi
53
portofolio ini berisi kumpulan proses dan hasil pekerjaan siswa dalam bidang seni dalam kurun waktu tertentu, penilaian diri oleh siswa dalam karya yang dihasilkan, penilaian guru terhadap karya siswa dan simpulan mengenai kualitas proses dan hasil. Portofolio ini digunakan guru sebagai alat penilaian dan membantu guru siswa merefleksikan apa yang telah dipelajari. Selanjutnya selain portofolio penilaian terhadap suatu kompetensi juga menggunakan tes seperti tes performansi . pada tes ini pengamatan penilaian dilakukan menggunakan daftar cek atau skala rating. Pedoman penilaian pada tes performansi berkaitan dengan masalah rubrik. Rubrik adalah pedoman penilaian suatu performansi. Penilaian pembelajaran dapat pula berupa tes tertulis yang mengutamakan penilaian sumatif. Selain tes terdapat pula lembar observasi untuk mengumpulkan data tentang aspek afektif yang terjadi dalam diri siswa. Partisipasi siswa dalam pembelajaran dan respon siswa dalam kegiatan berkarya seni. Observasi merupakan suatu metode untuk mengadakan pencatatan secara sistematis tentang tingkah laku seseorang dengan cara mengamati objek secara langsung maupun tidak langsung.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian berjudul ― Usaha Guru dalam Memotivasi Belajar Siswa Kelas VII Pada Pembelajaran Menggambar Bentuk di SMPN 1 Kota Blitar‖ bertujuan untuk mengetahui usaha guru dalam memotivasi siswa dalam pembelajaran Menggambar Bentuk. Berdasarkan tujuan tersebut, maka penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Penentuan sifat penelitian yang deskriptif ini mengacu pada penjelasan (Arikunto, 2006: 25), yaitu apabila peneliti bermaksud mengetahui keadaan sesuatu mengenai apa dan bagaimana, berapa banyak, sejauh mana dan sebagainya maka penelitian bersifat deskriptif. Tujuan dari penelitian deskriptif ini dimaksudkan untuk mengangkat fakta, keadaan, variable dan fenomena-fenomena yang terjadi saat sekarang (ketika penelitian berlangsung ) dan menyajikan apa adanya. Penelitian deskriptif ini menuturkan dan menafsirkan data yang berkenaan dengan situasi yang terjadi dan dialami sekarang, sikap dan pandangan yang menggejala saat sekarang, hubungan variable dan kondisi atau lebih, pengaruh terhadap suatu kondisi, perbedaan - perbedaan fakta dan lain-lain. Masalah-masalah yang diselidiki di atas memungkinkan penelitian deskriptif memiliki metode yang mengarah pada studi komparatif, yaitu membandingkan persamaan dan perbedaan gejala tertentu. Kegiatan studi deskriptif meliputi pengumpulan data, analisis data, interpretasi
54
55
data serta diakhiri dengan kesimpulan yang didasarkan pada penganalisisan data tersebut. Penelitian deskriptif cenderung tidak melakukan ataupun pengontrolan perlakuan pada subjek penelitian. Seperti yang diungkapkan oleh M.Subana dan Sudarajat ( 2001 :27 ) bahwa bila data yang diolah tinggal mengambil, memeriksa, mengumpulkan atau paling tidak peneliti memberi tugas, memberi tes, wawancara dan kemudian dikumpulkan , maka penelitian yang dilakukan adalah jenis deskriptif. Dalam kegiatan penelitian ini peneliti tidak merumuskan hipotesa karena tidak bermaksud membuktikan sesuatu, melainkan hanya mendeskripsikan tentang suatu keadaan. Hal ini sesuai dengan penjelasan Ari Kunto ( 1998:194) bahwa pada umumnya penelitian deskriptif merupakan penelitian non hipotesis. Peneliti hanya mendeskripsikan apa yang menjadi rumusan masalah dari hasil yang terdapat di lapangan. Bertolak dari tujuan penelitian maka peneliti menyimpulkan bahwa peneliti menggunakan penelitian deskriptif kualitatif yang disusun dengan menggunakan suatu pola tertentu dan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif dengan pendekatan prosentase (%). Dalam penelitian ini terdapat data primer dengan data sekunder kuantitatif. Sarwono (2006:268) mengemukakan untuk penelitian jenis ini data yang dihasilkan dari penelitian kualitatif merupakan sumber informasi utama, sedangkan data sekunder kuantitatif dijadikan sebagai data pelengkap (complementary data). Selanjutnya diinterpretasikan yang kemudian diambil kesimpulan dengan mengacu pada tujuan penelitian atau jawaban variable penelitian.
56
B. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian diperlukan untuk merumuskan bagaimana penelitian ini dilaksanakan agar penelitian dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Moleong (1988: 202) mendefinisikan rancangan penelitian sebagai usaha merencanakan dan menentukan segala kemungkinan dan perlengkapan yang diperlukan dalam sesuatu penelitian kualitatif. Oleh karena itu sebelum menetapkan rancangan penelitian, peneliti mengadakan observasi untuk mengetahui permasalahan dan kondisi di SMP Negeri 1 Kota Blitar. Disamping itu juga dilakukan diskusi dan wawancara dengan guru bidang studi sebagai mitra peneliti. Dari wawancara dengan Ibu F. Anjar Indinasiati S.Pd selaku guru seni rupa di sekolah tersebut, maka didapatkan masalah pembelajaran Kesenirupaan di kelas VII SMP Negeri I Kota Blitar adalah Kurangnya motivasi belajar dan hasil belajar siswa dalam mengikuti pelajaran Seni Budaya pada materi mengggambar bentuk. Dengan berpedoman pada observasi awal tersebut, maka dilaksanakan Penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Nazir (2006 : 60) untuk membuat rancangan penelitian diperlukan subjek yang digunakan dengan teknik pengumpulan data. Selain itu diperlukan pengkategorian sifat-sifat atau atribut atau hal-hal lain yang sesuai dengan masalah yang ingin dipecahkan.
C. Lokasi, waktu dan Sasaran Penelitian 1. Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 1 kota Blitar. Pemilihan lokasi penelitian tersebut karena sekolah tersebut merupakan sekolah unggulan atau
57
favorit di kota Blitar sehingga masyarakat memiliki pandangan bahwa mutu pendidikan dan mutu pengajar serta pelajar di sekolah tersebut lebih tinggi dibanding sekolah negeri lainnya. Lokasi penelitian ini bertempat di JL. A.Yani kota Blitar. Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2010/2011. 2. Sasaran Di SMP Negeri 1 kota Blitar terdapat dua guru Seni Budaya yang berbasis seni rupa dan seni tari. Sekolah mengadakan kebijakan pembagian pembelajaran seni budaya kedalam dua bagian yaitu seni rupa dan seni tari. Sehingga aspek pembelajaran seni rupa dan seni tari tidak terintegrasi dalam pelajaran seni budaya secara bersamaan. Oleh sebab itu sejak kelas VII siswa diberi kebebasan untuk memilih mengikuti pembelajaran seni budaya aspek seni tari atau aspek seni rupa. Pilihan siswa dalam pembelajaran seni budaya tersebut akan diikuti siswa hingga siswa ke jenjang kelas IX. Sasaran penelitian ini adalah guru seni budaya yang mengadakan pembelajaran seni rupa yang ada di SMP Negeri 1 kota Blitar. Dalam hal ini yang menjadi fokus penelitian adalah pembelajaran seni rupa sub bab menggambar bentuk dan usaha guru dalam memotivasi belajar siswa yang ditinjau dari metode, media, dan evaluasi. Hal tersebut meliputi pendekatan yang digunakan, penggunaan media dan sumber pembelajaran, pengelolaan kelas, pengelolaan interaksi belajar mengajar, dan penilaian proses dan hasil belajar siswa. Adapun siswa yang akan dijadikan objek penelitian adalah siswa kelas VII yang mengambil pilihan pembelajaran seni budaya sub seni rupa.
58
D. Data dan Sumber data Data merupakan hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta-fakta ataupun angka-angka. Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan adalah mengenai informasi usaha guru dalam memotivasi siswa pada pembelajaran menggambar bentuk. Usaha untuk memotivasi tersebut ditinjau dari segi teknik, media, dan evaluasi yang digunakan pada pembelajaran menggambar bentuk. Data ini diperoleh dari sampel yang telah ditentukan sejak awal. Sumber data dalam penelitian ini adalah guru Seni Budaya di SMPN 1 Kota Blitar yang mengajar mata pelajaran Seni Rupa kelas VII dan siswa kelas VII terpilih (siswa yang mengikuti materi seni rupa ) dari SMP Negeri 1 kota Blitar.
E. Jenis data Jenis data yang akan didapatkan adalah data kuantitatif dan kualitatif. Data tersebut akan dikelompokkan menjadi 2, yakni data primer dan data sekunder. 1. Data primer Adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber asli. Data primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti dengan mewawancara informan atau subjek penelitian mengenai variabel yang mencakup masalah usaha tentang memotivasi siswa dalam pembelajaran menggambar bentuk. Pengumpulan data ditunjang dengan menggunakan lembar observasi tentang usaha guru dalam memotivasi siswa saat pembelajaran berlangsung.
59
2. Data sekunder Adalah data kuantitatif yang diperoleh dari hasil belajar siswa serta angket tanggapan siswa sebagai trianggulasi dan pendukung data primer. secara tidak langsung data tersebut untuk mendukung penguatan informasi yang disampaikan. Kesan siswa terhadap usaha guru dalam meningkatkan motivasi belajar siswa dari hasil angket siswa dan hasil belajar berupa nilai dimaksudkan dapat membantu peneliti untuk memperkuat data primer.
F. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasil yang didapatkan lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, sistematis, sehingga lebih mudah diolah. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan lembar observasi serta wawancara terstruktur. Dalam proses penelitian, peneliti menggunakan instrumen penunjang untuk menghindari penyimpangan data dari fokus penelitian yang telah dirumuskan. Instrumen penunjang, rekaman wawancara dan foto. Berikut perumusan tentang instrumen yang akan digunakan pada penelitian. 3.1 Tabel teknik pengumpulan data instrumen dan sumber data No
1.
2.
Data
Usaha memotivasi Rencana dan metode pembelajaran Usaha memotivasi melalui media
Teknik pengumpulan data Observasi, dokumentasi dan wawancara Dokumentasi, Observasi dan wawancara
Instrumen
Sumber data
lembar observasi, pedoman wawancara, kamera foto
Silabus, RPP, Guru, Aktifitas guru dan siswa Silabus, RPP, Guru, Aktifitas guru dan
lembar observasi, pedoman wawancara, kamera foto
60
siswa 3.
Usaha memotivasi melalui evaluasi
Observasi dan wawancara dan kuesioner
Lembar angket Suasana dan lembar KBM, guru observasi, kamera, dan siswa pedoman wawancara
G. Prosedur Pengumpulan Data Guna mempermudah peneliti untuk mengambil data, maka dibutuhkan prosedur yang sistematis. Mills dalam Budiyono (2007: 106) mengemukakan teknik pengumpulan data kedalam bagan sebagai berikut:
Teknik pengumpulan Data
Experiencing (pengamatan dan catatan Lapangan)
- Observasi Partisipasi - Observasi aktif - Observasi pasif
Enquiring (Menanyakan)
- Analisis Dokumen - Interview terstruktur - Kuesioner
Examining (Menggunakan dan Membuat rekaman)
- Analisis dokumen - Catatan harian - Pemetaan kelas - Rekaman tape,video - Artifak - Catatan lapangan
Gambar 3.1 Bagan teknik pengumpulan data Mills
Berlandaskan bagan Mills tersebut maka dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti, pertama adalah terjun dalam kelas ketika guru mengajar pembelajaran menggambar bentuk dengan cara mengadakan observasi untuk mengamati kreativitas guru dalam proses pembelajaran
61
menggambar bentuk (experiencing). Pengamatan ini dilakukan dengan menggunakan lembar observasi. Kedua, diskusi langsung dengan guru mata pelajaran seni budaya dengan cara melakukan wawancara terstruktur di lokasi penelitian (enquiring). Ketiga, melakukan pengambilan data berupa penyebaran angket untuk mengetahui respon siswa dan kemudian melakukan analisis dokumen dan catatan lapangan (examining). Waktu penelitian berkisar pada semester gasal ketika diajarkan materi menggambar bentuk pada siswa kelas VII. Pada rentang bulan September hingga November. Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 kota Blitar. Berdasarkan caranya maka data akan diambil dengan teknik sebagai berikut : 1. Pengamatan terlibat atau observasi langsung Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengamatan terlibat secara pasif. Peneliti tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa. Peneliti hanya mengamati interaksi yang terjadi baik dengan temantemannya ataupun dengan pihak luar seperti guru ( Patilima, 2005: 83). Observasi dilakuan untuk mendapatkan data tertulis dari lapangan. Segala faktor yang turut berpengaruh terhadap proses dapat diperhitungkan dan dicatat melalui teknik ini. Observasi ini berfokus pada usaha guru seni budaya dalam memotivasi siswa pada pembelajaran menggambar bentuk. Usaha tersebut ditinjau dari metode mengajar yang digunakan, media ajar yang digunakan dan evaluasi yang digunakan. 2. Wawancara Menurut Moloeng ( 2000 : 135 ), wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Wawancara dilakukan dengan mengadakan wawancara
62
terstruktur. Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara kepada guru seni budaya yang mengajar seni rupa. Wawancara dilakukan oleh peneliti guna memperoleh data yang mendukung hasil observasi data primer. 3. Angket atau kuesioner Kusioner atau angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui, Arikunto (2006:151) Peneliti menggunakan angket terbuka dan tertutup dalam pengumpulan data. Angket disini hanya terfokus pada segi motivasi dalam proses belajar menggambar bentuk yang disebarkan untuk seluruh siswa yang dijadikan subjek penelitian. Angket meminta keterangan tentang fakta yang diketahui oleh responden mengenai pendapat atau sikap. Angket yang diguanakan adalah kombinasi angket terbuka dan tertutup agar dapat diketahui jawaban alternatif yang dimiliki responden. 4. Dokumentasi Hamidi ( 2004 :72 ) menyatakan dokumentasi berupa informasi yang berasal dari catatan penting baik lembaga ataupun organisasi maupun perorangan . Peneliti menggunakan metode dokumentasi ini pada jenis data gambar (foto) tentang kegiatan pembelajaran menggambar bentuk, foto interaksi belajar dan media ajar yang dipergunakan guana mendukung kelangsungan pembelajaran. Serta portofolio gambar yang diperoleh dari hasil belajar siswa.
63
H. Teknik Analisis Data Analisis data meliputi kegiatan klasifikasi data, penyajian data, dan penilaian keberhasilan usaha yang ditempuh guru. Data yang diambil oleh peneliti adalah data dari segi aspek guru dan aspek siswa. Aspek guru yang diamati yakni pada usahanya untuk memotivasi belajar siswa pada pembelajaran menggambar bentuk ditinjau dari metode, media dan evaluasi ajar yang digunakan. Sedangkan aspek siswa, peneliti menilai dari segi motivasi dan hasil belajar. Miles & Huberman dalam Patilima (2005:100) menggambarkan komponen analisis data sebagai berikut Penyajian data
Pengumpulan data
Teori usaha guru dan motivasi belajar siswa
Reduksi data Kesimpulankesimpulan Penarikan/verifikasi Temuan Penelitian
Gambar 3.2 Bagan alur konfirmasi analisis data Miles Huberman
Data dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif, analisis data ini dilakukan sepanjang penelitian dari awal sampai akhir penelitian. Analisis data dilakukan terhadap motivasi belajar siswa pada pembelajaran menggambar bentuk dan usaha guru dalam memotivasi siswa pada pembelajaran menggambar bentuk. Usaha guru dianalisis dengan mengamati kegiatan pembelajaran.
64
Dalam hal ini usaha yang diamati meliputi (a)metode yang digunakan dalam pembelajaran, (b) media yang digunakan dalam pembelajaran, dan (c) evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran. Pengamatan terhadap usaha guru dianalisis dengan mencatat, mengidentifikasi, dan menyimpulkan berdasarkan teori dalam pembelajaran menggambar bentuk. Selain pengamatan, usaha guru juga dapat diungkap melalui wawancara yang bertujuan untuk mengidentifikasi indikator usaha guru dalam pembelajaran menggambar bentuk. Sedangkan motivasi siswa dianalisis menggunakan angket tanggapan dan nilai hasil belajar. Berdasarkan pengumpulan data diatas maka sesuai dengan rancangan penelitian, akan diperoleh data kuantitatif yang dianalisis menggunakan analisa deskriptif dengan pendekatan statistik sederhana yaitu presntase ( %). Hasil analisa kuantitatif tersebut akan diinterpretasikan untuk memberi makna pada prosentase yang ditemukan. Prosentase tersebut dianalisis sebagai berikut:
Pr = ∑ F x 100% N Keterangan : Pr = Prosentase ∑ F= Ʃ frekuansi jawaban terhadap suatu option 100% = konstanta, Winarsunu (dalam Purnomo, 2007:80) Masih dalam Purnomo (2007:81) hasil dari presentasi tersebut akan diinterpretasi dengan rambu- rambu sebagai berikut:
65
Tabel 3.2 Interpretasi prosentasi Kategori
Rentangan presentase
A
81% - 100%
B
61% - 80%
C
41% - 60%
D
21% - 40%
E
0% - 20%
Keterangan Dianggap pada umumnya Ini berarti seluruhnya Dianggap sebagian besar Dianggap sekitar Ini berarti sebagian Dianggap sebagian kecil Dianggap sedikit sekali
Secara garis besar prosedur analisis data tersebut dilaksanakan bertahap sebagai berikut: 1. Tahap pengolahan data Pengolahan data merupakan bagian awal dari proses analisis data. Pengolahan meliputi : a) Checking : yaitu kegiatan pencocokan yang dimaksudkan untuk melihat jumlah instrumen yang terkumpul b) Editing : dilakukan untuk meninjau (1) lengkapnya pengisian, (2) keterbacaan tulisan, (3) kejelasan makna jawaban, (4) keajegan kesesuaian jawaban yang satu dengan yang lainnya, (5) relevansi jawaban, dan keseragaman satuan data. c) Labeling : peneliti memberikan identitas yang spesifik atas instrumen yang terkumpul seperti jenis instrumen, dan identitas responden.
66
d) Coding : peneliti berusaha untuk mengklasifikasikan jawabanjawaban responden menurut macam dan sifatnya. Untuk memudahkan paparan data dan analisis, maka dilakukan coding atau pengkodean terhadap data tesebut.
2. Tahap pengorganisasian data Pengorganisasian data merupakan kegiatan pokok dalam analisis data yang mencakup kegiatan mengelompokkan, menyederhanakan dan menyajikan data serta menerapkan statistik. Karena variabel yang diukur adalah variabel sikap, maka skala pengukuran pada penelitian ini termasuk skala ordinal yang nantinya menggunakan analisis deskriptif . 3. Tahap penemuan hasil Kegiatan pada tahap ini peneliti berupaya menginterpretasi hasil analisis data. Atas dasar interpretasi inilah peneliti menarik kesimpulan atau verifikasi. Menurut Iqbal Hasan ( 2002 : 137-138) Interpretasi memiliki dua aspek sebagai berikut: (1) untuk menegakkan keseimbangan suatu penelitian, dalam pengertian menghubungkan hasil suatu penelitian dengan penemuan penelitian lainnya. (2) Untuk membuat atau menghasilkan suatu konsep yang bersifat menerangkan atau menjelaskan
67
I. Kehadiran Peneliti Peneliti sebagai instrument pengumpul data dengan bantuan instrument lain berupa kerangka wawancara, lembar observasi dan angket tanggapan. Kehadiran peneliti diketahui subyek. Karena penelitian ini berupa penelitian deskriptif maka kehadiran peneliti disini yaitu sebagai instrumen yang dibantu oleh informan. Menurut Moloeng ( 2001 : 121 ) kedudukan peneliti dalam penelitian adalah perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis, penafsir data dan pada akhirnya pelapor hasil penelitian.
J. Pengecekan Keabsahan Data Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan diskusi teman sejawat mengenai usaha guru dalam penggunaan metode, media, dan alat evaluasi. Selain, diskusi dengan teman sejawat, pengecekan keabsahan data ini juga dilakukan dengan diskusi dosen pembimbing mengenai usaha guru dalam pembelajaran menggambar bentuk. Selain hal tersebut, peneliti menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data itu (Moloeng, 2006: 176 ). Menurut Paton dalam Moloeng ( 2000:178 ), trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan jalan : (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan wawancara; (2) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
68
Bungin ( 2005: 191) lebih jauh lagi memberi gambaran bahwa dalam teknik triangulasi ini peneliti harus memastikan terhimpunnya catatan harian wawancara dengan informan serta catatatan harian observasi. Selanjutnya peneliti melakukan uji silang terhadap materi tersebut untuk memastikan tidak ada informasi yang bertentangan. Namun bila didapati ada catatan kedua metode yang tidak relevan, maka peneliti harus mengkonfirmasi perbedaan kepada informan. Hasil konfirmasi tersebut diujikan kembali dengan informasi-informasi sebelumnya dari informan atau sumber lain. Bila masih terdapat perbedaan maka peneliti harus terus menelusuri perbedaan tersebut sampai diketemukan sumber perbedaan tersebut. Proses triangulasi tersebut dilakukan terus-menerus sepanjang proses pengumpulan data dan analisis data samapai peneliti yakin bahwa sudah tidak ada lagi perbedaan-perbedaan yang perlu dikonfirmasikan kepada informan.
BAB IV PAPARAN DATA
A. Gambaran Umum SMP Negeri 1 Kota Blitar SMP Negeri 1 Blitar terletak di jantung kota dengan alamat jalan Ahmad Yani No. 8. SMPN yang berciri bangunan peninggalan Belanda ini berdiri pada tahun 1946. Sebagai lembaga pendidikan SMP tertua di kota Blitar, SMPN 1 Blitar mendapat kepercayaan masyarakat kota Blitar dan sekitarnya sebagai SMP favorit. Dengan kurun waktu yang cukup tua SMP Negeri 1 Blitar telah berhasil mencetak generasi-generasi yang unggul dan kompeten di pemerintahan maupun non pemerintahan, seni dan budaya, dan juga dibidang teknologi. Sebagai SMP Negeri Favorit di kota Blitar , SMPN 1 telah menempati peringkat 4 Nasional dari 102 sekolah untuk uji mutu RSBI se-Indonesia tahun pelajaran 2008/2009, dengan demikian mengukuhkan posisinya sebagai 10 Besar Nasional RSBI tahun pelajaran 2009/2010.
Gambar 4.1 Gedung SMP Negeri 1 Blitar
69
70
Sebagai sekolah kebanggan kota Blitar, SMP Negeri 1 Blitar memiliki fasilitas yang lengkap untuk menunjang sarana belajar siswa. Seperti Fasilitas ruang Kesenian/Koreografi, Laboratorium IPA, Ruang Belajar, Perpustakaan, ruang Multimedia, ruang seni Seni Musik, PTD, Laboratorium Bahasa, Laboratorium Komputer, Ruang Seni Rupa, dan Aula atau ruang serbaguna. Di SMPN1 Blitar Mata pelajaran Seni Budaya ( Rupa) diajar oleh Ibu Anjar Indinasiati, S.Pd. Alumnus dari IKIP Malang program Diploma 2 FPBS jurusan Pendidikan Seni Rupa tahun 1984. Ibu Anjar telah aktif mengajar sejak lulus pada tahun 1984. Pada tahun 2009 beliau memenuhi syarat kompetensi sebagai guru Seni Budaya yang tersertifikasi. Dalam kurun waktu 18 tahun Ibu Anjar mengajar di SMPN 8 Blitar, kemudian 7 tahun terakhir ini beliau mengajar di SMPN 1 Blitar. Sebagai guru Seni Budaya Ibu Anjar aktif mengikuti pameran dan workshop seni. Selain itu Beliau tergabung dalam Dewan Kesenian Kota Blitar dan MGMP Seni Budaya kota Blitar. Sebagai pembina ekstra kurikuler kesenian Ibu Anjar telah banyak menghantarkan peserta didiknya menjuarai berbagai lomba. Dalam bidang kesenian, pada tahun 2010 ini SMPN 1 Blitar meraih penghargaan sebagai juara harapan 2 desain batik nasional, juara 1 desain batik tingkat regional dan juara harapan 1 lomba melukis se-Jatim. Di kelas VII, ada 8 kelas yang mengikuti mata pelajaran bidang Seni Rupa. 5 kelas SBI dan 3 kelas reguler. Kelas SBI terdiri dari kelas VII A,VII B,VII C, VII D, dan VII E. Sedangkan selebihnya VII F, VII G dan VII H merupakan kelas reguler.
71
Dari data yang telah dihimpun peneliti selama di lapangan diperoleh keterangan bahwa ada delapan kelas yang mengikuti pembelajaran seni rupa dengan jumlah siswa yang berbeda-beda di tiap kelas. Secara keseluruhan kelas VII yang mengikuti pembelajaran seni budaya (rupa) berjumlah 92 siswa dari 230 siswa. Selebihnya 138 siswa memilih mengikuti pembelajaran seni budaya (musik). Dengan demikian sebanyak 41,3 % siswa kelas VII memilih mengikuti pelajaran Seni Rupa, sedangkan 58,7 % lainnya memilih mengikuti pembelajaran seni musik. Mengingat jumlah anak yang mengikuti pembelajaran Seni rupa relatif sedikit di tiap kelas, maka demi kefisienan dan keefektifan pembelajaran, kelas-kelas tersebut digabung dan dibagi menjadi empat bagian. Sehingga setiap dua kelas dijadikan satu kelas gabungan. Adapun jadwal dilangsungkannya pembelajaran tersebut dapat diperhatikan dalam tabel.
Tabel 4.1 jadwal pembelajaran seni rupa kelas VII tahun ajaran 2010/2011 NO
1 2 3 4 5 6 7 8
KELAS
VII-A VII-B VII-C VII-D VII-E VII-F VII-G VII-H Jumlah siswa
Ʃ siswa yang mengikuti pembelajaran Seni rupa 10 11 17 16 9 15 10 7 92
Jadwal pembelajaran Seni Rupa Selasa jam ke 5-7 Senin jam ke 3-5 Selasa jam ke 3-5 Selasa jam ke 3-5 Rabu jam ke 3-5 Senin jam ke 3-5 Selasa jam ke 5-7 Rabu jam ke 3-5
72
B. Usaha Guru dalam Memotivasi Siswa 1. Usaha Guru dalam Memotivasi Siswa Ditinjau dari Rencana dan Metode Pembelajaran Yang Digunakan Rencana guru untuk memotivasi siswa diwujudkan dalam silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Kemudian direalisasikan melalui metode pembelajaran. Dalam silabus, rencana pemotivasian siswa masih berupa kompetensi dasar yang merupakan tujuan akhir adanya motivasi belajar siswa. Sedangkan dalam RPP, guru mulai merencanakan cara untuk mencapai kompetensi dasar yang akan dilaksanakan dengan metode tertentu. Sebagai contoh, Kompetensi dasar 2.1 pada silabus mata pelajaran seni budaya (data dokumen kode: D.1/SILABUS/VII.1/SMPN 1 BLITAR/ 20102011) adalah menggambar bentuk dengan obyek karya seni rupa terapan tiga dimensi dari daerah setempat. Pencapaian kompetensi dasar ini dilakukan sebagaimana yang terdapat pada rencana pelaksanaan pembelajaran. Dimana upaya pemberian motivasi siswa direncanakan untuk disajikan pada kegiatan pendahuluan pembelajaran (data Dokumen Kode: D.2/RPP/VII.1/SMPN 1 BLITAR/2010-2011). Terkait dengan perencanaan pembelajaran yang telah dibuat Ibu Anjar, berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah peneliti lakukan, Ibu Anjar melangsungkan proses belajar mengajar dengan tiga tahap, yaitu tahap pendahuluan, tahap inti, dan penutup. Hal tersebut selalu dilakukan di awal pemberian materi baru. Penerapannya sama untuk setiap kelas VII yang dibina oleh Ibu Anjar.
73
Berdasarkan keadaan di lapangan, pada pembelajaran menggambar bentuk ini, tahap pendahuluan biasanya dimulai dengan guru mengucapkan salam,selanjutnya guru berusaha untuk mengkondisikan siswa agar siap memulai pelajaran, misalnya dengan bertanya tentang pelajaran atau tugas yang telah diberikan pada pertemuan sebelumnya ( data hasil observasi: DO.2/ SMPN 1 BLITAR/19/10/2010) pemberian wacana tentang kegunaan materi yang diajarkan dan bertanya tentang hal-hal yang berkenaan dengan materi yang akan disampaikan oleh guru. Untuk membangkitkan semangat belajar siswa, Ibu Anjar memperjelas tujuan dan kegunaan dari materi menggambar bentuk. Ibu Anjar memberikan wacana tentang pentingnya menggambar bentuk sebagai dasar dari penguasaan keahlian menggambar. Di awal materi Ibu Anjar juga menyampaikan kegunaan dari kemampuan menggambar bagi kehidupan siswa nantinya. Setelah kegiatan pendahuluan dan keadaan kelas sudah mulai kondusif, maka kegiatan inti pembelajaran dimulai. Pada kegiatan ini guru mulai memberikan penjelasan tentang uraian materi menggambar bentuk, menentukan tema dan ketentuan dalam menggambar. Setelah memberi penjelasan materi, Ibu Anjar memberi penugasan menggambar kepada siswa kemudian mengecek pekerjaan siswa satu persatu dan membetulkan, mengarahkan serta memberi contoh tentang gambar bentuk yang baik dan benar.( hasil observasi: DO.2/SMPN1 BLITAR/9/11/2010) Selanjutnya pengelolaan interaksi belajar dengan siswa dilakukan lewat pengecekan pekerjaan siswa satu persatu saat proses berkarya. Dari hal ini juga Ibu Anjar tahu lebih jauh kesulitan siswa dan dapat langsung memberi solusi
74
juga sisipan materi-materi seperti bagaimana cara mengarsir, menentukan proporsi, menentukan ketepatan garis dan sebagainya. Ketika menemui pekerjaan siswanya salah, Ibu Anjar langsung memberi solusi dan memberi contoh pembetulan dibagian pekerjaan siswa yang salah.
Gambar 4.2 Monitoring pekerjaan siswa di kelas VII-D dan VII-H
Bagi sebagian besar siswa kelas VII cara tersebut membantu siswa untuk memperbaiki pekerjaannya serta meningkatkan kesadaran siswa untuk memperbaiki karyanya sebaik dan sebetul mungkin. Namun tidak semua siswa berpandangan dan bersikap demikian (hasil angket penelitian: AP/VII/SMPN1 BLITAR). Sebagian besar siswa yang pro-aktif dalam pembelajaran, jika mereka menemui kesulitan maka mereka tidak segan bertanya kepada Ibu Anjar. Dengan demikian tercipta interaksi dua arah dalam pembelajaran menggambar bentuk.
75
Gambar 4.3 interaksi siswa-guru selama pembelajaran berlangsung
Namun demikian dari kelas gabungan tersebut tidak semua siswa proaktif dan bersungguh-sungguh dalam pembelajarn menggambar bentuk ini. Misalnya seperti kasus yang peneliti temukan. Di kelas VII D dan VII H, pada tanggal 10 November 2010 (DO.3/ SMPN 1 BLITAR/19/10/2010). saat pembelajaran menggambar bentuk sub benda kubistis, beberapa siswa yang duduk di bagian belakang nampak tidak fokus dan kebingungan mengikuti penjelasan dan penugasan yang diberikan oleh guru. Karena merasa tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik, mereka tidak berusaha menyelesaikan pekerjaannya. Beberapa siswa tersebut tidak mencoba bertanya dan hanya menunggu Ibu Anjar menghampiri dan mengecek pekerjaan mereka. Kemudian, pada penutup yang merupakan tahapan paling akhir dalam proses belajar-mengajar. Ibu Anjar menyimpulkan tentang apa yang telah dipelajari pada pertemuan tersebut, dan apabila karya belum selesai bisa dilanjutkan di rumah kemudian pada pertemuan selanjutnya dapat diteruskan
76
kembali. Karena materi menggambar bentuk merupakan materi pelajaran yang banyak mengandung praktek, keterbatasan waktu sering menjadi kendala bagi pengecerapan materi secara cepat. Dalam pemberian tugas, tidak semua siswa mengumpulkan tugas sesuai dengan tenggat waktu, beberapa ada yang melebihi tenggat waktu yang telah ditentukan. Metode yang digunakan oleh Ibu Anjar selaku guru seni rupa yakni ceramah dan pemberian contoh karya. Sebagai pendekatan dalam proses pembelajaran, strategi yang di gunakan adalah CTL ( contextual learning). Metode menggambar yang diacu mengarah kepada metode karya cipta terarah dimana siswa mencipta gambar dengan tema dan bentuk yang telah ditetapkan oleh guru. Sedangkan pendekatan menggambar yang digunakan pada pembelajaran ini ada dua yakni pendekatan dengam model (untuk gambar bentuk silindris) dan pendekatan tanpa model (untuk gambar bentuk kubistis). Metode guru dalam memotivasi siswa untuk belajar tercermin pada kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Untuk memotivasi siswa, guru menggunakan 3 metode, yaitu :1) menyampaikan tujuan pembelajaran, 2) melaksanakan pendekatan CTL (contextual teaching and learning) dalam pembelajaran, dan 3) melakukan monitoring kegiatan belajar di kelas. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Ibu Anjar Indinasiati (guru Seni Rupa SMP Negeri 1 Blitar). Berikut ini petikan hasil wawancara dengan ibu Anjar Indinasiati: Selama mengajar menjadi guru seni rupa, saya menggunakan pendekatan CTL karena pendekatan tersebut sesuai untuk karakteristik siswa di kelas saya. Dengan menggunakan pendekatan yang demikian siswa akan dapat memahami pembelajaran dan mengkaitkannya langsung dengan dunia nyata. Karena sesungguhnya seni rupa itu kan terintegrasi dengan mata pelajaran yang lainnya juga,tidak bisa berdiri sendiri. saya
77
selalu menekankan ke anak-anak kalau pelajaran yang satu dengan yang lainnya itu pada dasarnya selalu berkaitan. ... Dalam sekali tatap muka, seperti biasa pasti ada awal,inti dan penutup. Di awal pembelajaran saya menyiapkan dan mengkondisikan kelas, umumnya saya beri siswa pengantar sebelum masuk ke materi ajar... ...Kemudian saya lalu berkeliling mengecek pekerjaan anak satu persatu. Kalau tidak selesai pekerjaan bisa dibawa pulang untuk diselesaikan di rumah... ... Kalau memberikan hadiah, atau hukuman saya rasa tidak pernah. Anak-anak di SMP1 itu kan anaknya nurut-nurut dan mudah diajari jadi mengarahkan anak-anak untuk memahami pelajaran tersebut ya jadi lebih mudah.... (Hasil wawancara dengan ibu Anjar Indinasiati, Kode: DW/ AI/18/10/2010) Hasil observasi yang dilakukan peneliti mendukung keterangan yang disampaikan Ibu Anjar Indinasiati. Berdasarkan observasi yang dilakukan pada tanggal 19 Oktober 2010 pada saat kegiatan belajar mata pelajaran Seni Rupa didapatkan fakta bahwa guru menyampaikan tujuan pembelajaran pada kegiatan pendahuluan. Metode pembelajaran CTL diterapkan guru dengan memanfaatkan media real berupa contoh benda, seperti : vas, guci dan gelas. Selama proses pengerjaan karya dalam kelas, guru melakukan monitoring dengan cara keliling dan mengecek kegiatan di sana (data hasil Observasi, Kode: DO.1/SMPN 1 BLITAR/19/10/2010). Hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 9 Nopember 2010 memperkuat data temuan sebelumnya. Dari observasi ini ditemukan fakta bahwa guru berusaha memotivasi siswa di awal penyampaian materi pembelajaran. Guru memberi wacana tentang pentingnya penguasaan kemampuan menggambar bentuk bagi kehidupan siswa nantinya. Guru menyampaikan siswa dapat membuat desain-desain yang diinginkan dari kemampuan menggambarnya. Lebih jauh materi yang dikuasai sekarang akan
78
dikembangkan ke tingkat yang lebih kompleks ketika siswa menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi. guru memberi contoh bila siswa ingin melanjutkan pendidikan dan memasuki sekolah kejuruan, maka akan bertemu materi gambar yang lebih kompleks seperti gambar teknik, demikian halnya ketika di SMA, siswa akan menemui gambar perspektif yang lebih kompleks. Selain memberi wacana guru memonitoring pekerjaan siswa dengan mengecek satu persatu dan membetulkan kesalahan-kesalahan siswa (data observasi, Kode: DO.2/SMPN 1 BLITAR/9/11.2010). Lebih jauh lagi, penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data dari siswa melalui angket. Hasil analisis data angket yang disebar kepada 92 orang siswa didapatkan kesimpulan bahwa pada umumnya siswa mendapatkan penjelasan dari guru mengenai tujuan pembelajaran yang akan dipelajari pada awal dimulainya pelajaran. Dari 92 orang siswa, sebanyak 88 (95,7%) merasakan mendapat penjelasan dari guru mengenai tujuan pembelajaran yang akan dipelajari pada awal dimulainya pelajaran. Sedangkan sisanya, sebanyak 11 (4,3%) tidak merasakan adanya penjelasan dari guru mengenai tujuan pembelajaran yang akan dipelajari pada awal dimulainya pelajaran (data angket, kode: AP/ VII/SMPN 1 BLITAR). Selain itu, dari data angket didapatkan pula keterangan bahwa pada umumnya siswa memahami materi yang telah disampaikan oleh guru. Dari 92 orang, sebanyak 80 (87%) menyatakan memahami memahami materi yang telah disampaikan oleh guru. Sedangkan sisanya, sebanyak 12 siswa (13%) menyatakan tidak memahami materi yang telah disampaikan oleh guru (data angket, kode: AP/VII/SMPN 1 BLITAR)
79
2. Usaha Guru dalam Memotivasi Siswa ditinjau dari Media pembelajaran yang digunakan Usaha guru untuk memotivasi siswa dalam belajar menggunakan beberapa media, antara lain: lembar kerja siswa, model benda real, papan bergambar dan Hand Out. Kesimpulan ini didapatkan dari silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, wawancara dan observasi. Hasil analisis terhadap silabus mata pelajaran seni rupa didapatkan fakta bahwa sumber belajar untuk kompetensi menggambar bentuk dengan obyek karya seni rupa terapan dari daerah setempat pada mata pelajaran seni rupa adalah buku seni rupa yang relevan dan karya seni rupa terapan sebagai model (dokumen silabus, Kode: D.1/SILABUS/VII.1/SMPN 1 BLITAR/2010-2011). Hasil analisis rencana pelaksanaan pembelajaran didapatkan fakta bahwa sumber belajar yang digunakan untuk mata pelajaran seni rupa adalah buku kesenian SMP (Erlangga, Ganexa, Yudistira, Tiga Serangkai) dan contoh model (dokumen RP, Kode: D.2/RPP/VII.1/SMPN 1 BLITAR). Kesimpulan di atas juga didukung keterangan yang didapatkan melalui wawancara dengan ibu Anjar Indinasiati yang menyatakan bahwa guru menggunakan contoh model real karya seni rupa berupa vas, guci gelas dan lain-lain. Berikut ini disajikan petikan hasil wawancara dengan ibu Anjar Indinasiati (guru Seni Rupa): ...Sedangkan metode yang saya gunakan kalau menggambar bentuk biasanya siswa saya arahkan untuk mencontoh model. Sehingga siswa benar-benar tahu dan merasakan pengalaman yang nyata dari mencontoh model benda. Kalau masalah media saya rasa di sekolah tidak ada masalah. Anakanak sudah bisa mencerna materi dengan media yang saya gunakan. Saya memang memilih media berdasarkan materi yang telah dirumuskan...
80
Metode observasi dalam penelitian ini juga mendukung hasil paparan data di atas. Observasi yang dilakukan pada tanggal 19 Oktober 2010 menghasilkan fakta bahwa Pada pembelajaran menggambar bentuk sub materi silindris di kelas VII A dan VII G, guru mengajar menggambar dengan menggunakan pendekatan dengan model real. Sehingga siswa menggambar menggunakan contoh model benda-benda silindris seperti teko, guci, vas, gelas, gerabah, dsb. Selanjutnya Guru mengarahkan siswa untuk menirukan gambar seperti model yang telah ditata di meja tiap kelompok. Guru memberi penjelasan pengantar dan kemudian menugaskan siswa untuk menggambar menirukan model yang ada (hasil Observasi, Kode: DO.1/ SMPN 1 BLITAR/19/10/2010).
Gambar 4.4 Model benda silindris
81
Gambar 4.5 Model benda kubistis
Sedangkan hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 9 Nopember 2010 menghasilkan fakta bahwa Guru menggunakan whiteboard bergambar kursi dengan dua titik hilang sebagai contoh bagi siswa. Untuk menunjang pemahaman siswa terhadap materi perspektif guru memberikan handout sebagai tambahan materi. Dalam penggunaannya media yang digunakan sesuai dengan materi yang diajarkan yakni gambar kubistis. Guru memadukan gambar kubistis dengan prinsip perspektif. Media yang digunakan telah mampu memperbesar perhatian siswa. Media tersebut membantu siswa memahami materi gambar,Siswa mencontoh gambar dari whiteboard bergambar yang dipampang di depan kelas (hasil observasi, kode: DO.2/ SMPN 1 BLITAR/9/11/2010).
82
3. Usaha Guru dalam Memotivasi Siswa ditinjau dari Evaluasi Pembelajaran yang Digunakan Usaha guru untuk memotivasi siswa dalam belajar melalui teknik evaluasi dilakukan dengan cara melakukan monitoring dan penilaian selama proses pembelajaran terjadi. Berdasarkan hasil observasi, sambil memonitoring siswa guru melihat pekerjaan siswa, bagaimana siswa berkarya dan bagaimana kemampuan siswa dalam menyelesaikan karyanya (hasil observasi, kode: DO.1/ SMPN 1 BLITAR/19/10/2010). Dalam evaluasi Ibu Anjar menggunakan dua tahap penilaian, yakni penilaian kerja prosedur dan penilaian produk (data dokumen,kode: D.1/RPP/VII.1/SMPN 1 BLITAR/2010-2011). Pada pengimplementasiannya di lapangan, dalam penilaian kerja prosedur Ibu Anjar mengamati dan menilai siswa dalam berproses. Ditengah-tengah kegiatan tersebut Ibu Anjar membetulkan dan menyalahkan pekerjaan siswa. Ibu Anjar juga menunjukkan bagaimana pembetulan dari kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh siswa. Dari situ Ibu Anjar mengarahkan sekaligus mengevaluasi proses berkarya siswa. Siswa tidak menyadari saat guru mengambil nilai proses tersebut. Sementara dalam penilaian produk, yang dinilai adalah hasil menggambar bentuk siswa yang sudah matang. Ibu Anjar memberikan skor kepada siswa yang telah menyelesaikan karyanya sehingga siswa bisa mengetahui langsung nilai yang didapatkan (hasil observasi, kode: DO.1/ SMPN 1 BLITAR/19/10/2010). Dalam penilaian hasil belajar, KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang diterapkan tidak sama untuk kelas SBI dan kelas Reguler. Bagi kelas SBI, KKM yang ditetapkan adalah 78 sedangkan bagi kelas Reguler 76. Bila
83
terdapat siswa yang tidak memenuhi standard KKM yang ditetapkan, maka siswa tersebut harus mengikuti Remidi atau diberi tugas tambahan untuk menunjang nilainya supaya memenuhi KKM. Hal tersebut sesuai dengan petikan wawancara dengan Ibu Anjar sebagai berikut: Masalah evaluasi saya menggunakan uji prosedur yaitu saat siswa berproses, dan uji produk yaitu hasil karya siswa yang sudah matang. Saat uji prosedur itu saya melihat sejauhmana kemampuan dan kesungguhan anak-anak. Kalau yang uji produk saya menilai hasil karya anak yang sudah jadi. Rentang nilai yang saya berikan paling rendah itu biasanya 73, itupun anak tersebut pasti kena remidi karena nilai KKM siswa 76 untuk kelas reguler, dan 78 untuk kelas SBI, Penjabaran evaluasinya sudah saya cantumkan di RPP. (Hasil wawancara dengan ibu Anjar Indinasiati, Kode: DW/ AI/18/10/2010)
format penilaian Ibu Anjar untuk mengevaluasi para siswa dapat di lihat pada poin F di data dokumen, kode: D.1/RPP/VII.1/SMPN 1 BLITAR/2010-2011) Dari seluruh siswa kelas VII yang mengikuti pembelajaran menggambar bentuk ini,berdasarkan data dokumen hasil nilai siswa, tidak semua siswa mampu memenuhi KKM ( Kriteria Ketuntasan Minimal ) yang telah ditetapkan sekolah. Dari data yang telah dihimpun peneliti diperoleh penjabaran seperti tabel berikut :
84
Table 4.2 KKM pembelajaran menggambar bentuk siswa kelas VII tahun ajaran 2010/2011 No
Kelas
1 2 3 4 5 6 7 8
VII-A VII-B VII-C VII-D VII-E VII-F VII-G VII-H Jumlah total
Total siswa seni rupa 10 11 17 16 9 15 10 7 92
Siswa yang tidak memenuhi KKM Gambar silindris
Gambar Kubistis
2 1 3
4 5 1 4 4 3 1 1 23 26
Dari keterangan tersebut sebanyak 26 siswa atau 28% siswa belum mampu memenuhi kriteria ketuntasan minimal yang telah ditetapkan oleh sekolah. Sedangkan 72% lainnya tuntas belajar. Namun demikian walaupun hasil belajar yang didapat tidak seluruhnya memenuhi KKM, siswa masih ingin terus memperbaiki hasil belajarnya. Hal tersebut sesuai hasil angket penelitian dari seluruh siswa kelas VII yang mengikuti pembelajaran seni rupa. Sebanyak 96,8% siswa ingin terus memperbaiki karya gambarnya. Dan untuk memperbaiki karya tersebut sebanyak 96,7 % siswa mau mengulang kembali menggambar bentuk demi mendapatkan nilai dan prestasi sebaik mungkin.
85
C. Data Temuan 1. Rencana dan Metode guru dalam memotivasi siswa untuk beajar tercermin pada perencanaan silabus dan RPP serta kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Untuk memotivasi siswa, guru menggunakan 3 metode, yaitu : 1) menyampaikan tujuan pembelajaran, 2) melaksanakan pendekatan contextual teaching and learning dalam pembelajaran, dan 3) melakukan monitoring kegiatan belajar di kelas. 2. Usaha guru untuk memotivasi siswa dalam belajar menggunakan beberapa media, antara lain: lembar kerja siswa, model benda real, papan bergambar dan Hand Out. 3. Usaha guru dalam memotivasi siswa dalam aspek evaluasi ditinjau dari monitoring yang dilakukan saat uji proses pada pembelajaran ini, serta pemberian skor terhadap hasil belajar siswa.
BAB V PEMBAHASAN
A. Usaha Guru Dalam memotivasi belajar siswa ditinjau dari rencana dan metode pembelajaran Untuk mencapai tujuan pembelajaran maka diperlukan pengorganisasian rencana pembelajaran. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan berbagai perangkat atau komponen materi seperti bahan , metode, sarana, serta untuk mengukur tercapai tidaknya tujuan tersebut menggunakan evaluasi. Hal tersebut relevan dengan yang diungkapkan Sardirman bahwa perencanaan perlu digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Garha dan Idris menjelaskan bahwa sebagai ancang-ancang untuk menuju ke kegiatan mengajar, guru perlu menyusun persiapan mengajar. Hasil penelitian ini menunjukkan, rencana dan metode guru dalam memotivasi siswa untuk belajar tercermin pada perencanaan silabus dan RPP serta kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Untuk memotivasi siswa, guru menggunakan 3 cara, yaitu :1) menyampaikan tujuan pembelajaran, 2) melaksanakan pendekatan contextual teaching and learning dalam pembelajaran, dan 3) melakukan monitoring kegiatan belajar di kelas. Untuk membangkitkan semangat belajar siswa, pada penyampaian materi Ibu Anjar memperjelas tujuan dan kegunaan dari materi menggambar bentuk. Beliau memberikan wacana tentang pentingnya menggambar bentuk sebagai dasar dari penguasaan keahlian menggambar. Di awal materi tersebut Ibu Anjar juga menyampaikan contoh-contoh kegunaan lanjut dari kemampuan
86
87
menggambar bagi kehidupan siswa nantinya. Dari hal tersebut, Ibu Anjar sebagai guru seni budaya telah berusaha mengajak siswa memahami bahwa pembelajaran yang akan dilalui siswa nantinya akan berguna bagi siswa sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sardiman. Hal tersebut juga relevan dengan apa yang dikemukakan Rooijakers bahwa keberhasilan seorang pengajar akan terjamin, jika pengajar dapat mengajak para siswanya mengerti suatu masalah melalui semua tahap proses belajar karena dengan hal tersebut siswa akan memahami semua hal yang diajarkan. Penjelasan tujuan belajar pada awal kegiatan pembelajaran dapat memotivasi siswa dalam belajar karena dapat mengembangkan cita-cita dan aspirasi siswa. Dimyati menyatakan, ada beberapa cara untuk meningkatkan motivasi belajar anak, salah satunya yaitu dengan pengembangan cita-cita dan aspirasi belajar. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memberikan penjelasan mengenai tujuan pembelajaran kepada siswa. Pendapat tentang motivasi dikemukakan oleh Sadirman, dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjalin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Siswa yang memiliki motivasi instrinsik akan memiliki tujuan menjadi orang yang terdidik yang berpengetahuan, yang ahli dalam bidang studi tertentu. Dorongan yang menggerakkan itu bersumber pada suatu kebutuhan yang berisikan keharusan untuk menjadi orang terdidik yang berpengetahuan. Motivasi tersebut timbul secara esensial dari kesadaran diri sendiri.
88
Sedangkan metode menggambar yang digunakan pada pembelajaran ini adalah metode karya cipta terarah Sesuai dengan salah satu metode yang diungkapkan oleh M.Sattar dimana guru memberikan batasan-batasan tertentu sehingga siswa tidak keluar terlalu bebas, misalnya batasan seperti memberikan tema gambar, pembatasan penggunaan alat pewarna, pembatasan media gambar dan lain-lain. Sehingga masih ada campur tangan guru dan siswa tidak dilepas begitu saja dalam berkarya tema gambar telah ditetapkan oleh guru. Sedangkan pendekatan menggambar yang digunakan pada pembelajaran ini ada dua yakni pendekatan dengam model ( untuk gambar bentuk silindris) dan pendekatan tanpa model ( untuk gambar bentuk kubistis). Pendekatan dan metode menggambar yang digunakan guru tersebut sesuai dengan materi dan keadaan kelas VII di SMPN 1 Blitar. Selanjutnya dalam proses pembelajaran, pengelolaan interaksi belajar yang terjalin merupakah interaksi dua arah, sehingga terjadi interaksi edukatif yang intensif antara siswa dengan guru.dengan melakukan monitoring pekerjaan siswa Ibu Anjar mengetahui lebih jauh kesulitan siswa dan dapat langsung memberi solusi juga sisipan materi-materi secara lebih detil. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Nasution bahwa mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Terlepas dari hal tersebut tidak semua siswa sanggup memahami materi yang disampaikan oleh guru. Berdasarkan observasi di kelas, sebagian kecil siswa dari kelas-kelas gabungan tersebut ada yang merasa kesulitan dalam menggambar benda kubistis. Hal ini disebabkan pada pembelajaran sub materi ini guru
89
menerapkan prinsip prespektif. Ketepatan ukuran, tarikan garis dan kerumitan dari menggambar perspektif inilah yang membuat siswa merasa kesulitan dalam berproses. Sehingga pada sub materi ini guru harus memonitoring pekerjaan siswa lebih intensif. Monitoring dimaksudkan untuk memberikan perhatian dan memotivasi siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Sobandi yang menjelaskan bahwa aspek perhatian mempunyai peranan penting dalam kelangsungan proses kegiatan belajar termasuk pembelajaran seni rupa. Tanpa adanya perhatian, tidak mungkin terjadi belajar. Dari hal tersebut sejauh mana siswa termotivasi oleh metode pembelajaran yang digunakan guru akan nampak. Siswa yang termotivasi tidak akan menyerah bila dia merasa kesulitan. Seperti yang nampak pada observasi peneliti di kelas VII-D dan VII-H pada 9 November 2010, siswa-siswa yang merasa kesulitan berinisiatif untuk mencaritahu pekerjaan yang benar lewat guru ataupun teman-temannya yang pekerjaannya sudah benar. Berbeda dengan siswa yang kurang termotivasi, siswa tersebut tidak fokus ke pelajaran, nampak tidak bersemangat dan pasif menanti guru mengecek dan membetulkan pekerjaan mereka. Hal tersebut peneliti jumpai di kelas VII-D dan VII-H pada pembelajaran tertanggal 10 November 2010 di beberapa siswa yang duduk di bagian belakang. Bentuk lain dari kurangnya motivasi juga nampak pada kelalaian siswa untuk membawa perlengkapan yang diperlukan pada materi menggambar bentuk. Sebagai akibat dari kelalaian tersebut proses pembelajaran menjadi terganggu. Seperti yang terjadi di kelas VII-F dan VII-C banyak siswa yang tidak membawa mistar pada saat pembelajaran menggambar bentuk sub materi benda kubistis
90
yang menggunakan prespektif. Sehingga terjadilah pinjam meminjam yang pada akhirnya memperlambat proses pembelajaran. Sedangkan metode pembelajaran menggambar bentuk yang digunakan guru memotivasi siswa adalah menggunakan metode contextual teaching and learning (CTL) dengan pemberian contoh karya. Johnson dalam Nurhadi merumuskan pengertian CTL sebagai suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Untuk mencapai tujuan tersebut, sistem CTL, akan menuntun siswa ke semua komponen utama CTL, yaitu melakukan hubungan yang bermakna, mengerjakan pekerjaan yang berarti, mengatur cara belajar sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, memelihara atau merawat pribadi siswa, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian sebenarnya. Pendekatan CTL menurut Suyanto merupakan suatu pendekatan yang memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka peroleh dalam berbagai macam mata pelajaran baik di sekolah maupun di luar sekolah. Dua komponen penting dari strategi pembelajaran CTL adalah self-regulation dan kolaborasi. CTL dapat membuat siswa terlibat dalam kegiatan yang bermakna yang diharapkan dapat membantu mereka mampu menghubungkan pengetahuan yang diperoleh di kelas dengan konteks situasi kehidupan nyata. Johnson, mengemukakan bahwa selfregulated maksudnya adalah proses pembelajaran dimana siswa bekerja sama dalam kegiatan yang bebas secara berkelompok dimana kegiatan ini
91
menghubungkan pengetahuan yang telah mereka miliki dengan konteks dalam kehidupan mereka sehari-hari. Akmad Sudrajat mengemukakan bahwa metode pembelajaran yang digunakan oleh guru harus dapat menciptakan interaksi edukatif, sebab dalam proses pembelajaran, guru berperan sebagai penggerak dan pembimbing, sedangkan siswa berperan sebagai penerima atau yang dibimbing. Sebagai pendekatan dalam proses pembelajaran, strategi dan metode yang di gunakan oleh guru adalah CTL (contextual learning). Pendekatan ini merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga masyarakat sehingga akan dihayati dan diterapkan dalam tugas pekerjaan.
B. Usaha Guru memotivasi belajar siswa ditinjau dari media pembelajaran yang digunakan Penelitian ini menyimpulkan bahwa usaha guru memotivasi siswa dalam pembelajaran menggunakan beberapa media, antara lain: model benda real, lembar kerja siswa, papan bergambar dan Hand Out. Pemakaian media pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh psikologis terhadap siswa. Demikian pula dalam pembelajaran seni rupa, usaha guru untuk membangkitkan motivasi belajar siswa dapat dilakukan dengan penggunaan media. Untuk menunjang pemahaman dan minat belajar siswa, Ibu Anjar menggunakan media. Dalam kompetensi menggambar bentuk, praktek
92
menggambar dibagi menjadi dua yakni menggambar bentuk silindris dan kubistis. Pada pembelajaran menggambar bentuk silindris Ibu Anjar menugaskan siswa dalam kelompok untuk membawa perabotan rumah yang berbentuk silindris seperti teko, mangkok, gelas, guci, vas, gerabah dan lain-lain. Selanjutnya siswa berkelompok dan menggambar model bersama-sama. Umumnya dalam satuan satuan kelas gabungan kelompok dibagi menjadi empat bagian. Sedangkan untuk pembelajaran menggambar bentuk kubistis, Ibu Anjar menggunakan contoh gambar kursi yang diperspektif. Contoh gambar tersebut beliau buat sebelum pemberian materi menggambar kubistis. Pada pembelajaran menggambar bentuk kubistis Ibu Anjar juga memberikan fotocopy handout materi perspektif guna menunjang pemahaman siswa. Sebab materi yang terdapat di LKS yang digunakan siswa hanya sedikit materi yang membahas tentang gambar perspektif. Penggunaan media pembelajaran sebagaima uraian di atas dapat memotivasi siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Garha dan Idris (1980:74-75) yang menjelaskan bahwa anak suka sekali menggambar. Oleh karena itu, dengan alat apapun dan di mana pun asal ia dapat menggambar, ia akan asyik memberi bentuk pada pengalaman dan penghayatannya yang kuat mempengaruhi perasaannya ke dalam bentuk gambar. Hanya dengan sepotong genting saja di jalan aspal yang sunyi ia sudah dapat memperoleh kepuasan menggambar. Apalagi jika kepadanya disediakan bahan atau alat gambar yang lebih baik, ia akan sangat tertarik untuk segera mencoba bahan atau alat-alat itu. Karena itulah bahan-bahan atau alat-alat yang memadai dapat digunakan sebagai motivasi untuk membangkitkan minatnya untuk berkarya.
93
Usaha memotivasi siswa sebagaimana uraian dia atas sesuai dengan pendapat Sobandi (2008:167) yang menjelaskan bahwa untuk meningkatkan perhatian (motivasi belajar) siswa terhadap mata pelajaran pendidikan Seni rupa, guru dapat membawa siswa kepada situasi nyata. Contohnya: siswa diajak mengamati berbagai benda praktis yanga da di dalam kelas seperti kursi, meja, balpoin, sepatu, pakaian dan sebagainya. Dari hasil paparan observasi di kelas guru telah memilih media yang dapat meningkatkan proses pembelajaran siswa seperti yang dikemukakan oleh William Burton (dalam Usman, 2007:32), yaitu: pemilihan media atas dasar perencanaan, penggunaan media sudah sesuai dengan batas kemampuan, kematangan dan pengalaman siswa serta perbedaan individual dalam kelompok. Media memadai, dan mudah digunakan. Namun demikian penggunaan media tersebut tidak diarahkan oleh guru untuk ditindak lanjuti dengan diskusi, analisis maupun evaluasi karena media hanya digunakan sebagai contoh untuk dimimesis saja. C. Usaha Guru dalam memotivasi belajar siswa ditinjau dari evaluasi yang digunakan Evaluasi merupakan hal yang terintegratif dalam pendidikan. Evaluasi tersebut merupakan proses sederhana untuk memberikan atau menetapkan nilai pada sejumlah kegiatan,tujuan dan lain-lain. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa usaha guru dalam memotivasi siswa pada aspek evaluasi adalah dengan cara monitoring yang dilakukan saat uji proses pembelajaran, serta pemberian skor terhadap hasil belajar siswa. Dalam evaluasi belajar siswa, Ibu Anjar menggunakan dua tahap penilaian, yakni penilaian kerja prosedur dan penilaian produk. Menurut sudjana evaluasi dapat ditinjau dari tiga ranah. yakni ranah
94
kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotoris. Sedangkan menurut Iriaji dalam pembelajaran menggambar bentuk terdapat 3 esensi tujuan yang ingin dicapai, yaitu: (a) kemampuan kognitif : kemampuan mengenal dan memahami landasan teori, (b) kemampuan psikomotorik : kemampuan mentransformasikan obyek dan penguasaan teknik. Dan (c) kemampuan afektif : kemampuan menganalisis atau mengapresiasi suatu karya gambar bentuk dari segi teknik dan artistik Di kelas VII pada pembelajaran menggambar bentuk ini, aspek penilaian yang sangat menonjol dari pembelajaran ini adalah ranah psikomotoris yang berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak. Ranah kognitif dan afektif belum cukup nampak pada evaluasi yang digunakan guru. Dalam penilaian kerja prosedur guru mengamati dan menilai siswa dalam berproses. Ditengah-tengah kegiatan tersebut Ibu Anjar selaku guru seni rupa membetulkan dan menyalahkan pekerjaan siswa. Ibu Anjar juga menunjukkan bagaimana pembetulan dari kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh siswa. Dari situ Ibu Anjar mengarahkan sekaligus mengevaluasi proses berkarya siswa. Memberikan saran dan teguran secara lisan serta pencontohan pembetulan dari pekerjaan siswa. Sementara dalam penilaian produk, yang dinilai adalah hasil menggambar bentuk siswa yang sudah jadi. Hal diatas merupakan bentuk dari evaluasi ranah psikomotorik. Untuk ranah kognitif Ibu Anjar menjelaskan memang belum dilaksanakan bila belum ada ujian semester untuk materi menggambar bentuk. Untuk mengetahui nilai konkret dari hasil belajar siswa Ibu Anjar menggunakan portofolio proses. Hal ini sesuai dengan buku petunjuk teknis PPL bidang studi Seni Rupa UM yang menjabarkan penilaian pembelajaran seni
95
terbagi menjadi dua, yakni penilaian otentik sistem penilaian berkelanjutan, dan tes. Evaluasi yang digunakan Ibu Anjar merupakan evaluasi otentik. Penilaian otentik merupakan prosedur untuk menilai kemampuan atau kinerja siswa. Penilaian otentik dalam pembelajaran seni dilaksanakan dengan sistem berkelanjutan. Dalam artian penilaian dilakukan dengan menilai semua indikator yang tercantum dalam setiap kompetensi dasar diukur dengan alat ukur yang jelas. Uraian di atas senada dengan yang dikemukakan Davis bahwa evaluasi merupakan proses sederhana memberikan atau menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk-kerja, proses, orang, objek, dan masih banyak yang lain. Merujuk kedua pendapat di atas, apabila evaluasi dikaji lebih lanjut dan dikaitkan dengan pembelajaran, maka evaluasi pembelajaran sangat dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar para siswa. Seperti yang diungkapkan Dimyati bahwa kedudukan evaluasi dalam proses pendidikan sangat integratif, dalam artian dimana ada proses pendidikan pasti diikuti evaluasi. Sudjana evaluasi dapat ditinjau dari tiga ranah. (a) ranah kognitif, yaitu yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek. Yakni ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.. (b) ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban, atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. (c) ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni (a) gerakan refleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif. Pada penelitian ini peneliti berasumsi bahwa hasil belajar siswa dalam pelajaran menggambar bentuk dianggap representasi dari motivasi belajar siswa.
96
Maka siswa-siswa yang diajar oleh guru yang memiliki totalitas usaha, memiliki motivasi yang tinggi untuk meningkatkan hasil belajar menggambar bentuknya. Sejauh mana tingkat motivasi siswa kelas VII dalam pembelajaran menggambar bentuk ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa serta angket tanggapan para siswa mengenai pembelajaran menggambar bentuk ini. Hasil belajar siswa pada pembelajaran menggambar bentuk ini merupakan representasi dari sejauh mana motivasi tersebut aktif dalam siklus belajar siswa selama pembelajaran, sesuai dengan yang dikemukakan Sadirman bahwa motivasi merupakan daya penggerak bagi individu untuk belajar sesuatu demi mencapai tujuan sehingga memperoleh hasil yang optimal, maka hasil belajar ini dianggap sebagai sejauh mana usaha guru tersebut mampu menggerakkan motivasi siswa. Dari hasil paparan data sebelumnya sebanyak 72 % siswa tuntas belajar, sedangkan 28 % lainnya belum tuntas. Hal tersebut dapat diinterpretasikan bahwa sebagian besar siswa telah mampu mencapai bagian tujuan pembelajaran. Dari keterangan tabulasi data angket motivasi siswa di lampiran dapat diperoleh interpretasi bahwa pada umumnya siswa merespon baik aspek rencana dan metode yang digunakan oleh guru. Dengan demikian guru telah mampu memotivasi siswa bila ditinjau dari aspek rencana dan metode pembelajaran yang digunakan. Sedangkan dari aspek usaha di bagian media seluruh siswa menanggapi media yang digunakan Ibu Anjar membantu mereka selama proses pembelajaran berlangsung. Respon baik tersebut berkelanjutan pada sub usaha guru dalam aspek evaluasi, ampir semua siswa bersedia memperbaiki karyanya bila karyanya dianggap kurang memuaskan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa aspek usaha
97
guru untuk meningkatkan motivasi ekstrinsik siswa medapat respon dan hasil yang baik dari siswa.
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan mengenai pembelajaran menggambar bentuk siswa Kelas VII di SMP Negeri I Blitar tahun ajaran 2010/2011 diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Usaha guru untuk memotivasi belajar siswa di SMPN 1 Blitar ditinjau dari aspek perencanaan dan metode mengajar mengacu pada: 1) penyampaian tujuan pembelajaran, 2) pelaksanakan pendekatan contextual teaching and learning dalam pembelajaran, dan 3) pemonitoringan kegiatan belajar di kelas. Guru menggunakan metode karya cipta terarah dengan pendekatan contextual learning. Berdasarkan observasi dan catatan lapangan, perencanaan dan metode yang digunakan oleh guru sudah sesuai dengan kondisi kelas VII di SMPN 1 Blitar. Interaksi belajar anatara guru-siswa terjalin baik. Dalam aspek ini hampir semua siswa menunjukan termotivasi dengan perencanaan dan metode yang digunakan oleh guru. 2. Usaha guru untuk memotivasi siswa dari aspek media berupa penggunaan benda dan contoh gambar sebagai model. Selebihnya untuk menunjang materi guru juga menggunakan handout. Media pembelajaran mengacu pada perencanaan perangkat pembelajaran guru. Media-media tersebut membantu pemahaman siswa selama proses pembelajaran, hanya sebagian kecil siswa yang merasa kurang terbantu dan termotivasi dengan media yang digunakan oleh guru.
98
99
3. Usaha guru untuk meningkatkan motivasi siswa dari aspek evaluasi terwujud dalam monitoring yang dilakukan saat uji proses pada pembelajaran ini, serta pemberian skor terhadap hasil belajar siswa. Penilaian guru berdasarkan evaluasi uji prosedur dan uji produk. Dalam aspek evaluasi, ranah psikomotorik siswa cenderung mendapat stimulasi dibandingkan aspek kognitif dan afektif. Evaluasi tersebut sesuai dengan keadaan kelas mengingat materi pembelajaran menggambar bentuk yang banyak mengarah kepada praktek. Namun demikian sebagai akibatnya aspek evaluasi dalam ranah afektif dan kognitif kurang diperhatikan selama pembelajaran. Nilai siswa merupakan representasi konkret dari hasil belajar siswa. Dari hasil tersebut dapat diketahui sejauhmana tingkat motivasi siswa pada pembelajaran menggambar bentuk ini. Sebanyak 72 % siswa tuntas belajar pada materi ini, ini berarti sebagian besar siswa telah termotivasi oleh usaha-usaha yang dilakukan guru. Sedangkan dari angket tanggapan hampir sebagian besar siswa merespon baik usaha yang telah dilakukan guru untuk meningkatkan motivasi belajar mereka. Dari beberapa temuan di atas dapat disimpulkan bahwa usaha-usaha yang ditempuh oleh guru mampu memotivasi siswa kelas VII (yang mengikuti kelas seni rupa) dalam belajar menggambar bentuk. Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan belajar sebagian besar siswa dalam pembelajaran tersebut. Terlebih lagi sebagian besar siswa merespon baik atas usaha-usaha yang telah dilakukan oleh guru bidang study. B. Saran Saran-saran yang dapat peneliti berikan berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
100
1. Guru Bidang Studi a) Usaha yang ditempuh telah dapat memacu hasil belajar dan motivasi siswa. Namun dalam menerapkan rencana dan metode pembelajaran berikutnya, guru hendaknya merencanakan usaha memotivasi belajar siswa. Guru bisa merencanakan usaha memotivasi belajar siswa dengan cara menyampaikan tujuan pembelajaran pada awal kegiatan belajar dan mengkaitkan tujuan pembelajaran itu dengan situasi real dalam kehidupan sehari-hari. b) Dari aspek media, siswa telah terbantu dengan media yang digunakan oleh guru. Namun hendaknya guru tidak hanya memilih media tradisional seperti specimen (contoh) dan media visual seperti gambar saja. Guru dapat mengusahakan media belajar yang real dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari yang mana sangat dikenal oleh siswa. c) Ditinjau dari aspek evaluasi hendaknya guru juga mengusahakan untuk lebih memperhatikan aspek kognitif dan afektif siswa sehingga hasil belajar siswa dari aspek kognitif, afektif dan psikomotorik dapat tercapai dengan terintegrasi secara optimal. Untuk mewujudkan hal tersebut guru dapat melakukan monitoring selama proses pembelajaran dan memberikan nilai hasil belajar agar dapat melakukan evaluasi secara menyeluruh. 2. Siswa Kepada siswa disarankan agar memahami tujuan belajar dan berusaha mengkaitkan dengan kondisi riil dalam kehidupan sehari-hari agar dapat meningkatkan semangat dalam belajar.
101
3. Peneliti lanjutan Kepada peneliti selanjutnya yang tertarik dengan tema penelitian ini disarankan agar melakukan penelitian serupa dengan pendekatan dan metode yang berbeda. Hal ini bisa dilakukan dengan penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif, menggunakan metode eksperimental maupun noneksperimental.
102
DAFTAR RUJUKAN
Adrian, Hill. 1998. How to Draw: alih bahasa Chusairi. Pan Books Ltd. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta Arsyad, Azhar. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: RajaGrafindo Persada Abdulah Herawati,Ida. 2009.Handout mata kuliah Metodologi Penelitian 2 (pengumpulan data dan instrument) Fakultas Sastra UM Bungin, Burhan. 2005. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: RajaGrafindo Persada Ching, Francis Dai-Kam. 2002. Menggambar Suatu Proses Kreatif. Terjemahan oleh Ir. Paulus Hanoto Adjie. 2002. Jakarta : Erlangga Davis, Ed. 1981, Teacher As Curriculum Evaluators. Sydney: George Allen & Union Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Pendekatan Kontekstual (Contextual Taching and Learning–CTL). Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Dimyati dan Mudjiono, S. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti. Djamarah, Syaiful Bahri. Drs. Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta Garha, O. dan Idris, M.D. 1980. Pendidikan Kesenian Seni Rupa untuk SPG, Jilid III. Jakarta: Depdikbud Garha, O. dan Idris, M.D. 1980. Pendidikan Kesenian Seni Rupa, Buku Guru. Jakarta: Depdikbud Hasan,Iqbal. M. 2002. Metodologi Penelitian dan aplikasinya. Jakarta : Ghalia Indonesia Hariyanto, Drs. 1999. Dasar-dasar menggambar. Malang : Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni IKIP Malang.
103
http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/seni-desain/article/view/1548 diakses pada 1 Desember 2010 Irawan, Joko. 2007.Kompetensi Profesional Guru dalam Pembelajaran Seni Rupa SMA Negeri di Kabupaten Demak. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang : Fakultas Bahasa dan Seni UNS Iriaji dan Hariyanto. Disunting oleh Pranyoto. 1990/1991. Menggambar Bentuk. Malang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan IKIP Malang Proyek Operasi dan Perawatan Fasilitas. Johnson, E. (2002). Contextual Teaching & Learning. Bandung. Mlc KBBI edisi ketiga. 2005. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kunandar. 2007. Guru Profesional, Implementasi KTSP dan sukses dalam sertifikasi guru. Jakarta: Rajawali Pers Martensi, K. DJ. 1979. Identifikasi Kesulitan Belajar. FIP IKIP Semarang.
Mistaram. 1994. Pendidikan Seni. Malang : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan IKIP Malang Proyek Operasi dan Perawatan Fasilitas. Moleong, Lexy. J.2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : remaja Rosdakarya Moleong, Lexy. 1988. Metodologi penelitian kualitatif. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Mulyasa,E. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung : Remaja Rosdakarya Mustafa, Dina. 2001. Memotivasi mahasiswa untuk kuliah dan belajar sepanjang hayat. Jakarta : PAU-PPAI, Universitas Terbuka Nazir,Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia Nasution, S. 1967. Ilmu Jiwa Anak-anak. Bandung: Ganarco
Nurhadi. 2003. Pembelajaran kontekstual dan penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang. Patilima, Hamid. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta
Purnomo,S. 2007. Hubungan Antara Kelengkapan Peralatan Gambar, Motivasi belajar dan Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Gambar
104
Teknik Mesin di SMKN 1 Singosari, Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FT UM. Sagala, H. Syaiful, 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Salam, Burhanudin. 2002. Pengantar pedagogik: dasar-dasar ilmu mendidik. Jakarta: Rineka Cipta Sardiman. A.M. 1990. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Rajawali Pers Sardiman. A.M. 2007. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Raja Grafindo Persada Sarwono, Jonathan. 2006. Metodologi Penelitian kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu Setyosari,Punaji. 2001. Rancangan Pembelajaran Teori dan Praktek. Malang : Elang Mas Sihkabuden. 1999. Media Pembelajaran ( Modul 2). Malang : Universitas Negeri Malang FIP Slameto. 2003. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhi.Jakarta : Rineka Cipta Sobandi, Bandi. 2008. Model Pembelajaran Kritik dan Apresiasi Seni Rupa. Jakarta: Dirjend Dikti Sriwahyuningtyas, Eka. 2008. Strategi Guru Dalam Melaksanakan Kegiatan Pembelajaran Apresiasi Seni Rupa di SMP Negeri se-kecamatan Kepanjen. Skripsi tidak diterbitkan. Malang : FS UM Sudarso. 1990. Tinjauan Seni Rupa. Yogyakarta: ASRI Sudjana, Nana. 2005. Penilaian Hasil proses belajar mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Suparno, A. Suhaenah. 2002. Membangun Kompetensi Belajar. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Suyanto, K. E. 2002. Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual. Makalah disajikan dalam Penataran Terintegrasi, AA dalam CTL. Malang: Universitas Negeri Malang Tinambunan, Wilmar. 1988. Evaluation of student achievement. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan
105
Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan The Liang Gie. 1996. Filsafat Keindahan. Yogyakarta: PUBIB.
Universitas Negeri Malang. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang : Departemen Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang Usman, M.U. 2004. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdikarya