URGENSI PERENCANAAN PENGAJARAN DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN St.Marwiyah*
Abstrak: Perencanaan pengajaran tepat guna sebelum mengadakan kegiatan pembelajaran adalah meliputi; tujuan instruksional umum (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, metode, alat pelajaran, dan alat evaluasi. Jika perencanaan pengajaran tersebut dilakukan oleh para pendidik secara matang sebelum melibatkan diri dalam kegiatan pembelajaran, maka fungsi dan tujuan perencanaan akan tercapai sesuai harapan pendidik dan peserta didik.
Kata Kunci : Perencanaan, pengajaran, pembelajaran A. Latar Belakang Masalah Perencanaan Pengajaran tepat guna merupakan salah satu konsep yang mesti dipersiapkan oleh setiap pendidik sebelum mengadakan proses belajar mengajar dengan peserta didik di kelas. Namun anehnya kebanyakan para pendidik dewasa ini tidak melaksanakan hal tersebut, mereka masuk kelas tanpa mempersiapkan perencanaan sama sekali, karena dianggap bahwa mengajar merupakan pekerjaan rutin yang setiap hari dikerjakan dengan karakter peserta didik yang setiap tahun sama, serta kurikulum dan bahan ajar yang sama pula. Dengan demikian, para pendidik tersebut mengajar sesuai yang mereka ingat, tanpa memperhatikan tingkat kompetensi peserta didik saat mereka akan memulai mengajar, karena tidak memiliki ukuran hasil evaluasi hari-hari sebelumnya, dan juga mengajar sesuai rasa keguruannya tanpa memperhatikan apa yang diperlukan peserta didik untuk dipelajari hari itu.
*
St. Marwiyah, Dosen Tetap STAIN Palopo, Memperoleh Gelar Magister Agama di UMI Makassar
65
66
Volume 13, Nomor 1, Januari 2011
Untuk dapat membuat perencanaan pengajaran sebelum menyelenggarakan proses pembelajaran yang ideal, setiap pendidik harus mengetahui unsur-unsur perencanaan pembelajaran yang baik, antara lain ; TIU, TIK, materi pelajaran, kegiatan pembelajaran/metode, alat pelajaran & sumber, evaluasi. Bersamaan dengan itu, peran pendidik dalam mengembangkan hal-hal tersebut amat penting, karena aktivitas peserta didik sangat dipengaruhi oleh sikap dan perilaku pendidik dalam kelas. Jika mereka antusias, memperhatikan aktivitas dan kebutuhan-kebutuhan peserta didik, maka peserta didik tersebut pun akan senantiasa bergairah dalam belajar. Perencanaan pengajaran dalam pembelajaran hanya dapat dilakukan oleh seorang pendidik yang memiliki kemampuan yang dipersyaratkan antara lain mereka memiliki ; pengetahuan tentang metode mengajar dan tingkah laku peserta didik dalam proses belajar mengajar, penguasaan pengetahuan terhadap bidang studi yang diampunya, sikap yang tepat dengan memahami kelemahan dan kekuatan diri sendiri sebagai pendidik, kemampuan membuat perencanaan pengajaran yang matang sebelum masuk kelas, dan keterampilan menggunakan teknik dan pendekatan dalam proses belajar mengajar. Kemampuan tersebut memberikan suatu isyarat bahwa seorang pendidik bukan melaksanakan kegiatan rutin, tetapi melaksanakan aktivitas yang dinamis yang berusaha mengembangkan kognitif, sikap dan perilaku peserta didik sampai berhasil belajar dan kualitasnya dapat diukur lewat evaluasi. Perencanaan pengajaran sangat penting dilakukan oleh setiap pendidik menurut Anderson sebagaimana dikutif Syafaruddin dan Irwan Nasution, karena beberapa alasan penting yaitu; (1) perencanaan dapat mengurangi kecemasan, dan ketidakpastian, (2) perencanaan memberikan pengalaman pembelajaran bagi guru, (3) perencanaan membolehkan para guru untuk mengakomodasi perbedaan individu di antara murid, (4) perencanaan memberikan struktur dan arah untuk pembelajaran. Tegasnya, perencanaan memang sangat diperlukan oleh guru (Syarifuddin & Irwan, 2005:94). Perencanaan pengajaran dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yaitu; (1) perencanaan pengajaran sebagai sebuah proses adalah pengembangan pengajaran secara sistematik yang digunakan secara khusus teori-teori pembelajaran dan pengajaran untuk menjamin kualitas pembelajaran. Dalam perencanaan ini menganalisis kebutuhan dari proses belajar dengan alur yang sistematik untuk mencapai
Volume 13, Nomor 1, Januari 2011
67
tujuan pembelajaran termasuk di dalamnya melakukan evaluasi terhadap materi pelajaran dan aktivitas-aktivitas pengajaran, (2) perencanaan pengajaran sebagai sebuah disiplin adalah cabang dari pengetahuan yang senantiasa memperhatikan hasil-hasil penelitian dan teori-teori tentang strategi pengajaran dan implementasinya terhadap strategi-strategi tersebut, (3) perencanaan pengajaran sebagai sains adalah mengkreasi secara detail spesifikasi dari pengembangan, implementasi, evaluasi, dan pemeliharaan akan situasi maupun fasilitas pembelajaran terhadap unit-unit yang luas maupun yang lebih sempit dari materi pelajaran dengan segala tingkatan kompleksitasnya, (4) perencanaan pengajaran sebagai realitas adalah ide pengajaran dikembangkan dengan memberikan hubungan pengajaran dari waktu ke waktu dalam suatu proses yang dikerjakan perencana mengecek secara cermat bahwa semua kegiatan telah sesuai dengan tuntutan sains dan dilaksanakan secara sistematik, (5) perencanaan pengajaran sebagai suatu sistem adalah sebuah susunan dari sumber-sumber dan prosedur-prosedur untuk menggerakkan pembelajaran. Pengembangan sistem pengajaran melalui proses yang sistematik selanjutnya diimplementasikan mengacu pada sistem perencanaan itu, dan (6) perencanaan pengajaran sebagai teknologi adalah suatu perencanaan yang mendorong penggunaan teknik-teknik yang dapat mengembangkan tingkat laku kognitif dan teori-teori konstruktif terhadap solusi dan problem-problem pengajaran (H.Syaiful Sagala, 2008:136-137). Mengacu pada berbagai sudut pandang tersebut, maka perencanaan program pengajaran harus sesuai dengan konsep pendidikan dan pengajaran yang dianut dalam kurikulum. Penyusunan perencanaan program pengajaran sebagai sebuah proses, disiplin, ilmu pengetahuan, realitas, sistem, dan teknologi pembelajaran bertujuan agar pelaksanaan pengajaran berjalan lebih lancar dan hasilnya lebih baik. Kurikulum khusunya GBPP, harus menjadi acuan utama dalam penyusunan perencanaan program pembelajaran. B. Pengertian Perencanaan Pengajaran 1. Pengertian Perencanaan Ada beberapa pengertian perencanaan yang rumusannya berbeda-beda satu sama lain, misalnya Hamzah B. Uno, mengemukakan bahwa perencanaan ialah menyeleksi dan menghubungkan pengetahuan ,
68
Volume 13, Nomor 1, Januari 2011
fakta, imajinasi, dan asumsi untuk masa yang akan datang dengan tujuan memvisualisasi dan memformulasi hasil yang diinginkan, urutan kegiatan yang diperlukan, dan perilaku dalam batas-batas yang dapat diterima yang akan digunakan dalam penyelesaian. Perencanaan di sini menekankan pada usaha menyeleksi dan menghubungkan sesuatu dengan kepentingan masa yang akan datang serta usaha untuk mencapainya. Apa wujud yang akan datang itu dan bagaimana usaha untuk mencapainya merupakan perencanaan (Hamzah B.Uno, 2007:1). Pengertian yang kedua mengemukakan bahwa perencanaan berarti menyusun langkah-langkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu. Dalam hal ini perencanaan mencakup rangkaian kegiatan untuk menentukan tujuan umum (goal) dan tujuan khusus (objektivitas) suatu organisasi atau lembaga penyelenggara pendidikan, berdasarkan dukungan informasi yang lengkap. Setelah tujuan ditetapkan perencanaan berkaitan dengan penyusunan pola, rangkain, dan proses kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Singkatnya, efektivitas perencanaan berkaitan dengan penyusunan rangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan, dapat diukur dengan terpenuhinya faktor kerjasama perumusan perencanaan, program kerja Madrasah, dan upaya implementasi program kerja tersebut dalam mencapai tujuan. (Abdul Majid, 2007:16). Istilah perencanaan sering juga disebut dengan kata persiapan, sedangkan persiapan bisa pula disebut sebagai “rencana kerja”. Suatu rencana kerja biasanya dapat berupa rencana tertulis maupun tidak tertulis. Suatu rencana kerja tertulis dan resmi biasanya digunakan untuk menjalankan suatu pekerjaan, baik kerja perusahaan, pendidikan, sosial dan sejenisnya. Dalam bahasa Inggris, kata “perencanaan” identik dengan istilah planning, yang merupakan penentuan terlebih dahulu apa yang akan dikerjakan. 2. Pengertian Pengajaran Istilah pengajaran adalah erat kaitannya dengan istilah pendidikan dan latihan. Istilah pendidikan dan latihan mempunyai titik penekanan masing-masing. Pendidikan menitikberatkan pada pembentukan kepribadian. Sedangkan latihan menekankan pada pembentukan keterampilan. Pendidikan dilaksanakan dalam lingkungan sekolah, sedangkan penggunaan latihan umumnya dilaksanakan dalam
Volume 13, Nomor 1, Januari 2011
69
lingkungan industri. Kedua istilah tersebut adalah berbeda. Namun demikian, pendidikan kepribadian saja jelas kurang lengkap. Para siswa perlu juga memiliki keterampilan. Dengan keterampilan, siswa dapat bekerja, berproduksi, dan menghasilkan hal-hal untuk memenuhi kebutuhan orang banyak. Namun perlu diingat, bahwa perbedaan kedua istilah itu hendaknya tidak dipertentangkan sedemikian rupa, tetapi perlu dipadukan dalam suatu sistem proses yang disebut pengajaran (instruction). Dalam bahasa Inggris istilah “instruction” adalah a goal-directed teaching process wich is more or less-planne (Oemar Hamalik, 2003 : 7). Dalam pengajaran, perumusan tujuan adalah hal yang utama dan setiap pengajaran senantiasa diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. untuk itu proses pengajaran harus perencanaan. Menurut Abdul Latief bahwa perencanaan pengajaran adalah pemikiran tentang penerapan prinsip-prinsip umum mengajar tersebut di dalam pelaksanaan tugas mengajar dalam suatu situasi interaksi pengajaran (interaksi guru-murid) tertentu yang khusus, baik yang berlangsung di dalam kelas maupun di luar kelas (Abdul Latief , 2006 :6). Dari pengertian perencanaan dan pengajaran tersebut dapat digabungkan, bahwa perencanaan pengajaran adalah suatu persiapan yang mesti dipersiapkan oleh setiap pendidik sebelum mengadakan interaksi belajar mengajar dengan peserta didik di dalam kelas maupun di luar kelas. C. Fungsi Perencanaan Pengajaran 1. Fungsi Perencanaan Pengajaran Pada hakikatnya perencanaan pengajaran secara umum mempunyai dua fungsi pokok yaitu ; (1) dengan adanya perencanaan pengajaran, maka pelaksanaan pengajaran akan menjadi baik dan efektif. Maksudnya adalah, karena perencanaan atau persiapan pengajaran tersebut, maka seorang guru akan dapat memberikan pengetahuan dengan baik. Karena itu ia dapat menghadapi situasi di kelas secara tegas dan mantap serta fleksibel. Guru telah merintis jalan tertentu yang harus ditempuh, tetapi memperhitungkan juga alternatif dan kemungkinan lain yang dapat terjadi dalam pelaksanaan proses pengajaran tersebut. Biasanya pelajaran tidak selamanya dapat berjalan seperti yang diharapkan. Karena itu, seorang guru harus mampu
70
Volume 13, Nomor 1, Januari 2011
dapat membuat rencana yang tegas, tetapi pikiran yang luas, (2) dengan membuat perencanaan yang baik, maka seorang guru akan tumbuh dan berkembang menjadi guru profesional. Maksudnya adalah, karena dalam pembuatan perencanaan yang baik, maka seorang guru baik adalah pertumbuhan dan perkembangan dari hasil pengalaman atau belajar kontinue, walaupun faktor bakat sangat menentukan (Abdul Latief, 2006:13-14). Sementara menurut Oemar Hamalik, bahwa pada garis besarnya fungsi perencanaan pengajaran adalah ; (1) memberi guru pemahaman yang lebih jelas tentang tujuan pendidikan sekolah dan hubungannya dengan pengajaran yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan itu, (2) membantu guru memperjelas pemikiran tentang sumbangan pengajarannya terhadap pencapaian tujuan pendidikan, (3) menambah keyakinan guru atas nilai-nilai pengajaran yang diberikan dan prosedur yang dipergunakan, (4) membantu guru dalam rangka mengenal kebutuhan-kebutuhan peserta didik, minat-minat peserta didik, dan mendorong motivasi belajar, (5) mengurangi kegiatan yang bersifat trial dan error dalam mengajar dengan adanya organisasi kurikuler yang lebih baik, metode yang tepat dan menghemat waktu, (6) peserta didik akan menghormati guru yang dengan sungguh-sungguh mempersiapkan diri untuk mengajar sesuai dengan harapan-harapan mereka, (7) memberikan kesempatan bagi guru-guru untuk memajukan pribadinya dan perkembangan profesionalnya, (8) membantu guru memiliki perasaan percaya pada diri sendiri dan jaminan atas dirinya sendiri, dan (9) membantu guru memelihara kegairahan mengajar dan senantiasa memberikan bahan-bahan yang up to date kepada peserta didik (Oemar Hamalik, 2001 : 135-136). Dari fungsi-fungsi perencanaan pengajaran tersebut, menggambarkan bahwa seorang pendidik yang selalu merencanakan langkah-langkah pengajarannya sebelum masuk kelas maka akan tumbuh dan berkembang menjadi guru profesional sehingga dengan demikian mereka dapat memberikan pengajaran yang baik, yakni dapat mencerdaskan peserta didik. 2. Tujuan Perencanaan Pengajaran Adapun yang menjadi tujuan pengajaran secara umum adalah ; (1) supaya proses belajar mengajar dapat berjalan secara efektif dan efisien, (2) supaya guru atau calon guru dapat menjadi guru yang profesional khususnya dalam mendidik dan memberikan pengajaran kepada siswanya, (3) agar di dalam proses belajar mengajar
Volume 13, Nomor 1, Januari 2011
71
diperoleh hasil (output) yang baik, oleh karena itu, harus menggunakan cara yang baik pula (Oemar Hamalik, 2001:136). Senada dengan hal tersebut Oemar Hamalik juga mengungkapkan, bahwa tujuan pengajaran adalah menitikberatkan pada tingkah laku siswa atau perbuatan (performance) sebagai output (keluaran) pada diri siswa, yang dapat diamati. Output tersebut menjadi petunjuk, bahwa siswa telah melakukan kegiatan belajar. Pada mulanya siswa tidak dapat menunjukkan tingkah laku tertentu, setelah belajar dia dapat melakukan tingkah laku tersebut. Ini berarti, siswa telah belajar. Dengan kata lain proses pengajaran memberi dampak tertentu pada tingkah laku siswa (Oemar Hamalik, 2001:77). Suatu tujuan pengajaran terdiri atas tiga komponen yaitu ; (1) tingkah terminal, (2) kondisi-kondisi tes, dan (3) standar (ukuran) (Oemar Hamalik, 2001 : 111). Dari penjelasan tersebut di atas dapat dipahami, bahwa yang menjadi kata kunci dari tujuan pengajaran adalah output yang dicapai oleh peserta didik telah menunjukkan hasil yang baik setelah mereka mendapat pengajaran dari pendidik. D. Yang Perlu di Persiapkan Dalam Perencanaan Pengajaran Sebelum masuk kelas melakukan proses belajar seorang pendidik sebaiknya mempersiapkan secara tertulis dalam perencanaan pengajarannya sekurang-kurangnya; (1) TIU dan TIK, (2) materi pelajaran, (3) kegiatan pembelajaran/metode, (4) alat pelajaran/sumber, serta (5) evaluasi. 1. Tujuan Instruksional (Khusus dan Umum) Seorang pendidik yang akan mengajar tanpa menetapkan tujuan instruksional terlebih dahulu dan mengajar tanpa berpedoman pada tujuan instruksional ibaratkan nahkoda berlayar tanpa mempergunakan kompas yang mengakibatkan meraba-raba menentukan tujuan yang hendak dicapai. Memang aneh kedengarannya, tetapi kenyataan di lapangan para pendidik masih ada yang mengabaikan hal ini, walaupun pimpinan lembaga pendidikan formal (perguruan tinggi/sekolah) menginstruksikan untuk membuat Satuan Pelajaran (SAP) sebelum masuk kelas. Akibatnya akan besar sekali dampaknya terhadap output tidak memenuhi standar kualitas yang dipersyaratkan.
Volume 13, Nomor 1, Januari 2011
72
Tujuan instruksional yaitu tujuan yang menggambarkan pengetahuan, kemampuan, keterampilan dan sikap yang harus dimiliki oleh peserta didik sebagai akibat dari hasil pengajaran yang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku yang dapat diamati dan diukur. Ada 2 macam tujuan instruksional yaitu ; (1) tujuan instruksional umum, dan (2) tujuan instruksional khusus (Suharsimi Arikunto, 2002:132 – 133). Perbedaan atas 2 macam tujuan ini didasarkan atas luasnya tujuan yang akan dicapai, sehingga apabila dibagankan akan terlihat seperti di bawah ini : Tujuan Instruksional Umum
TIK
TIK
1
2
TIK 3
TIK 4
TIK
TIK
5
6
Di dalam merumuskan tujuan instruksional harus diusahakan agar tampak bahwa setelah tercapainya tujuan itu terjadi adanya perubahan pada diri peserta didik yang meliputi kemampuan intelektual, sikap/minat maupun keterampilan yang oleh Bloom dikenal sebagai kawasan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kawasan Kognitif Tujuan kognitif berorientasi kepada kemampuan “berpikir” mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan gagasan, metode atau prosedur yang sebelumnya dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut, sehingga dapat disimpulkan bahwa kawasan kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat “pengetahuan” sampai ke tingkat paling tinggi.
Volume 13, Nomor 1, Januari 2011
73
Kawasan kognitif terdiri atas enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda-beda yaitu tingkat; (1) pengetahuan, (2) pemahaman, (3) penerapan, (4) analisis, dan (5) tingkat evaluasi (Martinis Yamin, 2004 : 30). 1) Tingkat pengetahuan Tujuan instruksional pada level ini menuntut peserta didik untuk mampu mengingat informasi yang telah diterima sebelumnya, seperti fakta, terminologi, rumus, strategi pemecahan masalah dan sebagainya. Sebagai contoh ; siswa dapat menyebutkan kembali namanama mantan menteri kabinet gotong royong. 2) Tingkat pemahaman Pada level ini peserta didik diharapkan menjelaskan pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Dalam hal ini peserta didik diharapkan menerjemahkan kembali yang telah didengar dengan kata-katanya sendiri, misalnya; siswa dapat menjelaskan tentang cara berbakti kepada kedua orang tua. 3) Tingkat penerapan Pada level ini peserta didik diharapkan mampu menerapkan informasi yang telah dipelajari ke dalam situasi yang baru, serta memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan seharihari, misalnya ; siswa dapat mendemonstrasikan cara mengambil air wudhu. 4) Tingkat analisis Analisis merupakan kemampuan untuk mengindentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat adanya kontradiksi. Dalam hal ini peserta didik diharapkan menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari. Misalnya ; siswa dapat menganalisis sejauhmana hasil diskusi mereka tentang kewajiban dan hak sebagai warga negara. 5) Tingkat sintesis Sintesis di sini diartikan sebagai kemampuan peserta didik dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh. Misalnya ; siswa dapat mengumpulkan dana untuk bantuan terhadap rekannya yang ditimpa musibah. 6) Tingkat evaluasi
74
Volume 13, Nomor 1, Januari 2011
Evaluasi merupakan level tertinggi, yang mengharapkan peserta didik mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan menggunanakan kriteria tertentu. Misalnya ; siswa dapat memilih kegiatan sesuai dengan bakatnya dari kegiatan pilihan yang telah ditetapkan sekolah. Kawasan Afektif Kawasan afektif merupakan tujuan yang berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai, dan sikap hati yang menunjukkan penerimaan atau penolakan sesuatu. Tujuan afektif terdiri dari yang paling sederhana, yaitu memperhatikan suatu fenomena sampai kepada yang komplek yang merupakan faktor internal seseorang, seperti kepribadian dan hati nurani. Dalam literatur tujuan afektif disebut sebagai minat ; minat, sikap hati, sikap menghargai, sistem nilai serta kecenderungan emosi. Perumusan tujuan instruksional pada kawasan tidak berbeda jauh bila dibandingkan dengan kawasan kognitif, tetapi dalam mengukur hasil belajar jauh lebih sukar karena menyangkut kawasan sikap dan apresiasi. Di samping itu, kawasan afektif juga sulit dicapai pada pendidikan formal, karena pada pendidikan formal perilaku yang nampak dapat diasumsikan timbul sebagai akibat dari kekakuan aturan, disiplin belajar, waktu belajar, dan norma-norma lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perilaku seperti itu timbul karena siswa telah sadar dan menghayati betul tentang kebutuhan akan sikap dan perilaku tersebut, tetapi dilakukan karena sekedar memenuhi aturan dan disiplin saja agar tidak mendapatkan hukuman. Kawasan afektif secara utuh dapat dipahami dari tingkat; (1) menerima, (2) tanggapan, (3) menilai, (4) organisasi, dan (5) karakterisasi 1) Tingkat menerima Menerima di sini adalah diartikan sebagai proses pembentukan sikap dan perilaku dengan cara membangkitkan kesadaran tentang adanya (stimulus) tertentu yang mengandung estetika, misalnya kesadaran para siswa untuk menerima peraturan dan tata tertib belajar selama kegiatan belajar berlangsung. 2) Tingkat tanggapan Tanggapan atau jawaban mempunyai beberapa pengertian misalnya tanggapan dilihat dari segi pendidikan diartikan sebagai perilaku baru dari sasaran anak didik sebagai manifestasi dari
Volume 13, Nomor 1, Januari 2011
75
pendapatnya yang timbul karena adanya perangsang pada saat ia belajar. 3) Tingkat menilai Tingkat menilai dapat diartikan sebagai; (1) pengakuan secara objektif (jujur) bahwa siswa itu objek, sistem atau benda tertentu mempunyai kadar mamfaat, dan (2) kemauan untuk menerima suatu objek atau kenyataan setelah seseorang itu sadar bahwa objek tersebut mempunyai nilai atau kekuatan, dengan cara menyatakan dalam bentuk sikap atau perilaku positif atau negatif. Misalnya pada waktu siswa membicarakan peranan Abri dalam politik dewasa ini pada umumnya mereka memuji Susilo Bambang Yudoyono. 4) Tingkat organisasi Tingkat organisasi dapat diartikan sebagai; (1) proses konseptualisasi nilai-nilai dan menyusun hubungan antar nilai-nilai tersebut, kemudian memilih nilai-nilai yang terbaik untuk diterapkan, dan (2) kemungkinan untuk mengorganisasikan nilai-nilai, menentukan hubungan antar nilai dan menerima bahwa suatu nilai itu lebih dominan dibanding nilai lain apabila kepadanya diberikan berbagai nilai. Misalnya ; seorang siswa memutuskan untuk hadir pada pertemuan kelompok, walaupun pada jam yang sama ditelevisi ada program film perang yang menarik. Padahal ia seorang penggemar film tersebut. 5) Tingkat karakterisasi Karakterisasi adalah sikap dan perbuatan yang secara konsisten dilakukan oleh seseorang selaras dengan nilai-nilai yang diterimanya, sehingga sikap dan perbuatan itu seolah-olah telah menjadi cirri-ciri perilakunya. Misalnya ; Pak Ahmad adalah orang kaya, setiap tahun ia membagi-bagikan zakatnya kepada orang yang berhak menerimanya, karena ia percaya dengan ajaran Islam bahwa di dalam hartanya ada hak orang lain. Kawasan Psikomotor Kawasan psikomotor adalah kawasan yang berorientasi kepada keterampilan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh, atau tindakan yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot. Dalam literatur tujuan ini tidak banyak ditemukan penjelasannya, dan lebih banyak dihubungkan dengan latihan menulis, berbicara, dan olahraga serta bidang studi berkaitan dengan keterampilan.
76
Volume 13, Nomor 1, Januari 2011
Kawasan psikomotor adalah ; (1) gerak seluruh badan, (2) gerakan yang terorganisasi, (3) komunikasi non verbal, dan (4) kebolehan dalam berbicara. 1) Gerakan seluruh badan Gerak seluruh badan adalah perilaku peserta didik dalam suatu kegiatan yang memerlukan gerakan fisik secara menyeluruh. Misalnya ; siswa sedang bermain takraw. 2) Gerakan yang terkoordinasi Gerakan yang terkoordinasi adalah gerakan yang dihasilkan dari perpaduan antara fungsi salah satu atau lebih indera manusia dengan salah satu anggota badan. Misalnya ; seorang yang sedang berenang. 3) Komunikasi non verbal Komunikasi non verbal adalah hal-hal yang berkenaan dengan komunikasi yang menggunakan simbol-simbol atau isyarat, misalnya isyarat dengan tangan, anggukan kepala, eksperesi wajah, dan lain. Misalnya ; perilaku seseorang yang mengacungkan ibu jarinya tanda salut. 4) Kebolehan dalam berbicara Kebolehan dalam berbicara dalam hal yang berhubungan dengan koordinasi gerakan tangan atau anggota badan lainnya dengan ekpresi muka dan kemampuan berbicara. Misalnya ; perilaku seorang muballig dalam acara tablig akbar. 2. Materi Pelajaran Materi pelajaran merupakan seperangkat bahan tertulis yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta dalam kegiatan pembelajaran. Dengan materi pelajaran memungkinkan peserta didik dapat mempelajari suatu tujuan instruksional umum atau tujuan instruksional khusus yang telah ditetapkan secara runtut dan sistematis sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pendidik dalam menetapkan materi pelajaran ; (1) materi pelajaran hendaknya sesuai dengan atau dapat menunjang tercapainya tujuan instruksional, (2) materi pelajaran hendaknya sesuai dengan tingkat pendidikan dan perkembangan peserta didik pada umumnya, (3) materi pelajaran hendaknya terorganisasi secara sistematik dan berkesinambungan, dan (4) materi pelajaran hendaknya mencakup hal-hal yang bersifat faktual maupun konseptual (H.Saipul Sagala, 2008 :162).
Volume 13, Nomor 1, Januari 2011
77
Selain daripada itu materi pelajaran adalah harus relevan dengan ; (a) prinsip relevansi, (b) konsistensi, dan (c) kecukupan. Prinsip relevansi artinya materi pembelajaran hendaknya relevan memiliki keterkaitan dengan pencapaian instruksional umum dan tujuan instruksional khusus. Prinsip konsistensi artinya adanya keajegan antara dengan tujuan instruksional yang harus dikuasai peserta didik. Misalnya, tujuan instruksional yang harus dikuasai siswa empat macam, maka materi pelajaran yang harus diajarkan juga meliputi empat macam. Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu peserta didik menguasai tujuan instruksional yang diajarkan. materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai tujuan instruksional umum maupun tujuan instruksional khusus. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk mempelajarinya. 3. Kegiatan Pembelajaran Dalam kegiatan pembelajaran pendidik dan peserta didik terlibat dalam sebuah interaksi dengan materi pelajaran sebagai mediumnya. Dalam interaksi itu peserta didik yang lebih aktif bukan pendidik, peserta didik sebagai sentral pembelajaran. Keaktifan anak didik adalah mencakup kegiatan fisik dan mental, individual dan kelompok. Oleh karena itu interaksi dikatakan maksimal bila terjadi antara pendidik dengan semua peserta didik, antara peserta didik dengan pendidik, antara peserta didik dengan peserta didik, peserta didik dengan materi dan media pembelajaran. bahkan peserta didik dengan dirinya sendiri, namun tetap dalam kerangka mencapai tujuan pengajaran yang telah direncanakan sebelumnya. Untuk memperoleh hasil maksimal, sebaiknya pendidik memperhatikan perbedaan individual peserta didik, baik aspek biologis, intelektual, maupun psikologis. Ketiga aspek ini diharapkan memberikan informasi pada pendidik, bahwa setiap peserta didik dapat mencapai prestasi yang optimal, sekalipun dalam tempo yang berlainan. Pemahaman tentang perbedaan potensi individual menghendaki pendekatan pembelajaran yang sepenuhnya bisa meyakini perbedaan keunikan peserta didik masing-masing. Dalam kegiatan pembelajaran para pendidik perlu memperhatikan perkembangan mental peserta didik, sebagaimana dikatakan oleh Engko Mulyasa, bahwa perkembangan mental peserta
78
Volume 13, Nomor 1, Januari 2011
didik di sekolah, antara lain, meliputi kemampuan untuk bekerja secara abstraksi menuju konseptual. Implikasinya pada pembelajaran, harus memberikan pengalaman yang bervariasi dengan metode yang efektif dan bervariasi. Pembelajaran harus memperhatikan minat dan kemampuan peserta didik (Engko Mulyasa, 2007:107). Penggunaan metode mengajar yang tepat akan turut menentukan efektivitas dan efisiensi kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran perlu dilakukan sedikit ceramah dan metodemetode yang berpusat pada pendidik, serta lebih menekankan pada interaksi peserta didik. Penggunaan metode yang bervariasi akan sangat membantu peserta didik dalam tujuan instruksional umum maupun tujuan instruksional khusus yang telah direncanakan oleh pendidik. Jadi, dengan demikian, salah satu keterampilan pendidik yang memegang peranan penting dalam kegiatan pembelajaran adalah keterampilan memilih metode. Pemilihan metode berkaitan langsung dengan usaha-usaha pendidik dalam menampilkan pengajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi sehingga pencapaian tujuan pengajaran diperoleh secara optimal. Oleh karena itu salah satu hal yang sangat mendasar untuk dipahami pendidik adalah bagaimana memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar yang sama pentingnya dengan komponen-komponen lain dalam keseluruhan komponen pembelajaran. 4. Alat Pelajaran Alat pelajaran atau sumber pelajaran adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat di mana bahan pengajaran bisa didapatkan. Menurut Nasution sebagaimana dikutif Pupuh Fathurrohman, bahwa sumber pelajaran dapat berasal dari masyarakat dan kebudayaannya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan anak didik. Sumber belajar sesungguhnya banyak sekali terdapat di manapun seperti di sekolah, pusat kota, pedesaan, benda mati, lingkungan, toko, dan sebagainya. Pemanfaatan sumbersumber pelajaran tersebut tergantung pada kreatifitas guru, waktu, biaya serta kebijakan-kebijakan lainnya (Pupuh Fathurrahman & M.Sobry Sutikno, 2007 :16). Alat pelajaran juga bisa bersumber dari ; (1) manusia (dalam keluarga, sekolah dan masyarakat), (2) media massa (majalah, surat kabar, radio, tv, dan lain-lain), (3) lingkungan alam, sosial, dan lain-lain, (4) alat pelajaran (buku pelajaran, peta, gambar, kaset, tape, papan tulis,
Volume 13, Nomor 1, Januari 2011
79
kapur spidol, dan lain-lain), dan (5) museum (tempat penyimpanan benda-benda kuno) (Pupuh Fathurrahman & M.Sobry Sutikno, 2007 : 16). Dari kedua penjelasan tersebut, menggambarkan bahwa sumber pelajaran adalah sangat luas dan beragam, oleh karena itu seorang pendidik yang ingin sukses dalam kegiatan pembelajaran harus pandaipandai memanfaatkan sumber-sumber belajar tersebut dengan sebaikbaiknya. 5. Evaluasi Evaluasi adalah suatu proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan penafsiran informasi untuk menilai keputusankeputusan yang dibuat dalam perencanaan pengajaran. Evaluasi dalam perencanaan pengajaran berfungsi untuk ; (1) untuk menentukan angka kemajuan atau hasil belajar para peserta didik. Angka-angka yang diperoleh dicamtumkan sebagai laporan kepada orang tua peserta didik, untuk kenaikan kelas atau kenaikan tingkat, dan penentuan kelulusan peserta didik, (2) untuk menempatkan para peserta didik ke dalam situasi belajar mengajar yang tepat dan serasi dengan tingkat kemampuan, minat, dan berbagai karakteristik yang dimiliki oleh setiap peserta didik, (3) untuk mengenal latar belakang peserta didik (psikologis, fisik, dan lingkungan) yang berguna, baik dalam hubungan dengan fungsi kedua maupun untuk menentukan sebab-sebab kesulitan belajar para peserta didik. Informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan belajar guna mengatasi kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi, dan (4) sebagai umpan balik bagi pendidik yang pada gilirannya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan program remedial bagi peserta didik (Oemar Hamalik, 2001:211-212). Jadi dengan demikian dapat dipahami, bahwa evaluasi bertujuan untuk memahami tentang sejauhmana daya serap yang dicapai oleh peserta didik dengan TIU dan TIK yang ditetapkan oleh pendidik dalam perencanaan pengajaran, demikian juga merupakan evaluasi bagi pendidik bahwa apakah metode-metode pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik sudah tepat atau belum. Penutup Bertitik tolak dari uraian tersebut, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Volume 13, Nomor 1, Januari 2011
80
1. Perencanaan pengajaran adalah persiapan-persiapan tertulis yang dilakukan oleh pendidik sehingga tercipta suatu situasi yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar yang dapat membantu peserta didik untuk mencapai tujuan umum (TIU) dan TIK (Tujuan Khusus) yang telah ditetapkan. 2. Fungsi perencanaan pengajaran secara umum adalah membantu pendidik agar pelaksanaan pengajarannya dalam proses belajar mengajar menjadi lebih efektif sesuai yang diharapkan. 3. Tujuan pengajaran adalah sesuatu yang diharapkan tercapai pada peserta didik setelah melaksanakan kegiatan proses belajar mengajar. 4. Sebelum melaksanakan kegiatan proses belajar mengajar di kelas, maka menjadi kewajiban seorang pendidik untuk mempersiapkan TIU, TIK, materi pelajaran atau bahan ajar, metode mengajar, sumber-sumber belajar serta evaluasinya. Daftar Rujukan Arikunto, Suharsimi, 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Cet.III, Jakarta : PT.Bumi Aksara.
Pendidikan,
B.Uno, Hamzah, 2007. Perencanaan Pembelajaran, Cet. II, Jakarta : PT.Bumi Aksara. Fathurrahman, Pupuh dan Sutikno, M.Sobry, 2007. Strategi Belajar Mengajar, Cet. II, Bandung : PT.Refika Aditama. Oemar
Hamalik, 2003. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Berdasarkan Pendekatan Sistem, Cet.II, Jakarta : PT.Bumi Aksara.
Oemar Hamalik, 2001. Proses Belajar PT.Bumi Aksara.
Mengajar, Cet.I, Jakarta :
Oemar Hamalik, 2001. Kurikulum dan Pembelajaran, Cet. III, Jakarta : PT.Bumi Aksara. Latief, Abdul, 2006. Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Islam, Cet.I, Bandung : PT.Pustaka Bani Quraisy. Majid, Abdul, 2007. Perencanaan Pembelajaran, Cet. III, Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.
Volume 13, Nomor 1, Januari 2011
81
Mulyasa, Engko, 2007. Menjadi Guru Profesional, Cet. V, Bandung : PT.Remaja Rosdakarya. Syafaruddin dan Nasution, Irwan, 2005. Manajemen Pembelajaran, Cet.I, Jakarta : Ciputat Press. Sagala, H.Syaiful, 2008. Konsep dan Makna Pembelajaran, Cet.VI, Bandung : CV.Alfabeta. Yamin, Martinis, 2004. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, cet. II, Jakarta : Gaung Persada Press.