State Islamic University (UIN) Syarif Hidayatullah-Jakarta From the SelectedWorks of Zulkifli Rangkuti
December, 2012
Urgensi Penghematan Energi dalam Mewujudkan Kestabilan Perekonomian Indonesia Zulkifli Rangkuti, Dr.
Available at: http://works.bepress.com/drzulkifli_rangkuti/11/
Urgensi Penghematan Energi dalam Mewujudkan Kestabilan Perekonomian Indonesia Oleh Zulkifli Rangkuti
[email protected] Abstract Pertumbuhan konsumsi energi Indonesia lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan konsumsi energi dunia, beberapa tahun terakhir prtumbuhan konsumsi energi Indonesia mencapai 7 persen pertahun sementara pertumbuhan konsumsi energi dunia hanya 2 persen pertahun. Saat ini pengguna energi terbesar adalah sektor industri dengan pangsa 44,2%. Konsumsi terbesar berikutnya adalah sektor transportasi dengan pangsa 40,6%, diikuti dengan sektor rumah tangga sebesar 11,4% dan sektor komersial sebesar 3,7%. Pertumbuhan kendaraan bermotor di Indonesia menurut data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) dan Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) menunjukkan jumlah populasi kendaraan bermotor di Indonesia hingga 2010 lalu mencapai 50.824.128 unit. Peningkatan penjualan terjadi pada jenis kendaraan sepeda motor (motorcycle). Diperkirakan meningkat sebanyak 10 persen menjadi 8,1 juta unit, dari tahun lalu yang sebesar 7,2 juta unit (AISI, 2011). Pada industri otomotif jenis kendaraan roda 4 (empat) diperkirakan pada tahun 2013 meningkat lima persen sebesar 1,5 juta unit dibandingkan realisasi tahun ini sebesar 1 juta unit. Gaya hidup modern (lifestyle) terutama diperkotaan masa kini menuntut masyarakat untuk menjadi kendaraan pribadi bersifat individual (mobile person) yang selalu mencari pergerakan (move) yang lebih cepat, jauh dan berkeinginan tampil beda. Sayangnya perilaku berkendaraan saat ini dapat membawa dampak negatif terhadap lingkungan, kesehatan dan juga bagi infrastuktur kota. Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam RAPBN 2013 memakan 70 persen dari anggaran subsidi energi, angka ini telah meningkat 41 persen dari APBN-P 2012. studi ADB (2002) memprediksikan kerugian ekonomi yang akan ditanggung masyarakat Jakarta pada 2015 akibat polusi udara dari jenis polutan Nitrogen Oksida (NO2) dan Sulfur Oksida (SO2) berturut-turut sebesar Rp 132,7 miliar dan Rp 4,3 triliun. Melalui eco driving, ada dua efek besar yang akan diperoleh pengendara. Pertama, konsumsi bahan bakar minyak (BBM) menjadi lebih irit. Konsumsi BBM yang irit otomatis akan mempengaruhi belanja BBM. Kedua, dari segi teknis eco driving mendukung terjadinya proses pembakaran bahan bakar yang sempurna. Kata Kunci : Penghematan Energi, Kestabilan Perekonomian
I.
Pendahuluan
Pertumbuhan konsumsi energi Indonesia lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan konsumsi energi dunia, beberapa tahun terakhir prtumbuhan konsumsi energi Indonesia mencapai 7 persen pertahun sementara pertumbuhan konsumsi energi dunia hanya 2 persen pertahun. Konsumsi energi yang tinggi ini menimbulkan masalah terutama dari aspek pencemaran (pollution) terutama udara yang berdampak pada kesehatan dan kesempatan diwaktu yang akan datang sehingga tidak tercapainya pembangunan berkelanjutan (sustainable development), bukan hanya itu dampaknya dilihat dari sisi kesehatan saja, tetapi juga terjadi laju pengurasan sumber daya fosil seperti minyak dan gas bumi serta batubara yang lebih cepat jika dibandingkan dengan penemuan cadangan baru (replace reserves ratio). Sehingga tidak tertutup kemungkinan dalam jangka waktu yang tidak lama lagi cadangan energi fosil Indonesia akan habis, kebutuhan dalam negeri akan sangat tergantung pada energi impor. Dengan pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk yang pesat, Indonesia berkepentingan untuk mengelola dan menggunakan energi se-efektif dan se-efisien mungkin. Menurut data Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat dari 5,7% pada tahun 2005 menjadi 5,9% pada tahun 2010, dan diproyeksikan mencapai 6,2% pada tahun 2011. Sementara populasi Indonesia yang kini mencapai 229 juta penduduk diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 230 juta pada tahun 2011. Semua pertumbuhan ini tentunya disertai dengan meningkatnya kebutuhan energi akibat bertambahnya jumlah rumah, beragam bangunan komersial serta industri. Jika diasumsikan rata-rata pertumbuhan kebutuhan listrik adalah sebesar 7% per tahun selama kurun waktu 30 tahun,
maka konsumsi listrik akan meningkat dengan tajam, contohnya pada sektor rumah tangga, konsumsi akan meningkat dari 21,52 Gwh di tahun 2000 menjadi sekitar 444,53 Gwh pada tahun 2030. Terdapat 4 (empat) sektor utama pengguna energi, yaitu sektor rumah tangga, komersial, industri dan transportasi. Saat ini pengguna energi terbesar adalah sektor industri dengan pangsa 44,2%. Konsumsi terbesar berikutnya adalah sektor transportasi dengan pangsa 40,6%, diikuti dengan sektor rumah tangga sebesar 11,4% dan sektor komersial sebesar 3,7%. (DitJend. EBT & KE, 2012) Gambar 1. Perkembangan Demand dan Supply Energi
Sumber : DitJend EBT & KE, 2012 Pertumbuhan kendaraan bermotor di Indonesia menurut data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) dan Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) menunjukkan jumlah populasi kendaraan bermotor di Indonesia hingga 2010 lalu mencapai 50.824.128 unit. Peningkatan penjualan terjadi pada jenis kendaraan sepeda motor (motorcycle). Diperkirakan meningkat sebanyak 10 persen menjadi 8,1 juta unit, dari tahun lalu yang sebesar 7,2 juta unit (AISI, 2011). Pada industri otomotif jenis kendaraan roda 4 (empat) diperkirakan pada tahun 2013 meningkat lima persen sebesar 1,5 juta unit dibandingkan realisasi tahun ini sebesar 1 juta unit. Peningkatan pertumbuhan kendaraan bermotor di Indonesia membuat meningkatnya subsidi BBM, tercerminkan meningkatnya jumlah pengguna kendaraan bermotor membuat volume peningkatan pemakaian bahan bakar minyak (BBM) seperti kita lihat pada gambar 1, khususnya pada sektor transportasi. Laporan perkembangan triwulan perekonomian Indonesia edisi Oktober 2012 yang dikeluarkan Bank Dunia, menyatakan belanja subsidi yang meningkat membawa Kehilangan kesempatan (opportunity cost) yang tinggi dibidang transportasi masal, yang membuat menambah ketidakpastian terhadap kesehatan fiskal yang akan datang. Meningkatnya subsidi BBM, mencerminkan meningkatnya jumlah pengguna kendaraan bermotor. Perbedaan harga antara BBM subsidi dan harga keekonomian membuat potensi kebocoran subsidi sangat besar. Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam RAPBN 2013 memakan 70 persen dari anggaran subsidi energi, angka ini telah meningkat 41 persen dari APBN-P 2012 (Kemenkeu, 2012). Gaya hidup modern (lifestyle) terutama diperkotaan masa kini menuntut masyarakat untuk menjadi kendaraan pribadi bersifat individual (mobile person) yang selalu mencari pergerakan (move) yang lebih cepat, jauh dan berkeinginan tampil beda. Sayangnya perilaku berkendaraan saat ini dapat membawa dampak negatif terhadap lingkungan, kesehatan dan juga bagi infrastuktur kota. Sudah saatnya masyarakat memerlukan solusi yang tepat untuk bertransportasi dengan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan, sekaligus dapat mengurangi daya dukungan terhadap lingkungan.
Eco driving, merupakan gaya hidup masyarakat perkotaan yang baru, mendukung cara cerdas bertransportasi, mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, dengan melakukan penghematan serta penggunaan bahan bakar yang lebih efesien, baik yang berupa energi elektrik, bahan bakar fosil, serta penggunaan bahan bakar yang memakai energi baru terbaharukan (EBT), yaitu dengan mempromosikan mobilitas dan aksesibiltas yang ramah lingkungan dan efisiensi pengunaan bahan bakar minyak (BBM) yang berasal dari modal transportasi yang bersifat individual khususnya di kota-kota besar di Indonesia. II.
Metode Penelirian Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan berupa data sekunder, data sekunder yang diambil data saat ini dan data pada tahun-tahun sebelumnya (time series) yang diambil dari instansi terkait seperti dari BP Migas, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) QQ Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (DitJend Migas), Gaikindo dan AISI. Selain itu dikumpulkan data pendukung lainnya dari penelitian dan data-data sumber lainnya yang relevan. III.
Kondisi saat ini dan faktor strategis Eco Driving Kondisi saat ini • Pertumbuhan Kendaraan Bermotor
Pertumbuhan kendaraan bermotor tiap tahun selalu bertambah, pasalnya hal itu dikarenakan tidak seimbangnya laju pertumbuhan volume kendaraan dengan tersedianya ruas jalan kendaraan. Ada 12 juta kendaraan hilir mudik pada tahun 2011 di jalan Jakarta (Metrojaya, 2012). Pada tahun 2010 ini jumlah kendaraan di jakarta mencapai 11.362.396 unit kendaraan. Terdiri dari 8.244.346 unit kendaraan roda dua dan 3.118.050 unit kendaraan roda empat, jika jumlah kendaraan tahun ini ditambah dengan masuknya kendaraan baru sebanyak 700 ribu kendaraan, maka akan ada sekitar 12 juta jumlah kendaraan menyemut dan mengular di jalan Jakarta. Ttinggi pertumbuhan kendaraan bermotor di Indonesia, khususnya transportasi pribadi tumbuh hingga double digit membuat target penggunaan BBM bersubsidi meleset (Hatta Rajasa, 2012). Gambar 2. Suasana Kepadatan Jalan
Salah satu penyebab utama mengapa masyarakat memilih kendaraan pribadi baik roda 4 (empat) maupun roda 2 (dua) tidak lain karena masih buruknya layanan transportasi publik. Sudah
menjadi rahasia umum bahwa bus umum, angkutan kota, metromini dan Kopaja telah gagal memberikan layanan transportasi kepada masyarakat menurut standar keamanan dan kenyamanan yang berlaku. Tidak hanya kualitas kendaraan yang nyaris tak terkontrol, tetapi juga pengaturan jadwal keberangkatan dan kedatangan yang tak beraturan. Akibatnya, penumpang tak merasa nyaman dan tak bisa memprediksi waktu tempuh ketika bepergian dengan transportasi umum. Kerugian waktu dan tenaga dalam hal ini menjadi tak terhindarkan. Akumulasi masalah kebijakan mengenai tata kelola layanan transportasi publik dan pembangunan ekonomi seperti disebutkan di atas telah menunjukkan kepada kita bahwa sesungguhnya kebijakan penyelenggaaran negara haruslah terintegrasi dan berbasis pada kepentingan rakyat banyak. Kehadiran kendaraan roda 4 (empat), maupun kendaraan roda 2 (dua) yang nyaris tak terkendali ternyata merupakan imbas dari buruknya layanan transportasi dan absennya jaminan keamanan serta kenyamanan yang menjadi hak warga negara. Penambahan jumlah pengendara pribadi telah menimbulkan masalah sosial dan budaya yang tak pernah kita perkirakan sebelumnya. • Energi Peningkatan pertumbuhan kendaraan bermotor ditambah dengan sikap perilaku pengendara menambah peluang membuat kemacetan, dan ini merupakan pemandangan yang biasa kita lihat sehari-hari Permasalahan lainnya adalah jumlah polusi yang dikeluarkan dari asap kendaraan bermotor,banyak kendaraan yang sudah melakukan uji standar emisi, tetapi banyak pula kendaraan yang masih belum diujikan dan belum lolos dari uji standar emisi yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah. Bayangkan jika ada 11 (sebelas) juta unit kendaraan yang melintas di Jabodetabek dengan masing-masing kendaraan memiliki andil dalam menyumbang asap polusi, yang berarti sehari-hari udara yang kita hirup bisa jadi sudah banyak terkontaminasi oleh polusi dan ini berdampak pada kesehatan. Efek dari polusi akibat kendaraan bermotor memang tidak terasa langsung , namun jika kadar ambang batas polusi di tubuh meningkat, maka kinerja tubuh akan menurun, yang berakibat timbulnya muncul penyakit khusunya infeksi saluran penafasan (ISPA). Sumber pencemaran udara terbesar didaerah perkotaan seperti di Jakarta diyakini berasal dari kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor yang menjadi alat transportasi, dalam konteks pencemaran udara dikelompokkan sebagai sumber yang bergerak. Dengan karakteristik yang demikian, penyebaran pencemar yang diemisikan dari sumber-sumber kendaraan bermotor ini akan mempunyai suatu pola penyebaran spasial yang meluas. Faktor perencanaan sistem transportasi akan sangat mempengaruhi penyebaran pencemaran yang diemisikan, mengikuti jalur-jalur transportasi yang direncanakan, setidaknya sekitar 70 (tujuh puluh) persen pencemaran udara perkotaan akibat dari gas buang knalpot kendaraan bermotor dibandingkan dengan industri yang hanya berkisar antara 10-15%. Sedangkan sisanya berasal dari rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan atau ladang dan lain-lain. (DepHub, 2011). Data Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) dalam 5 tahun semenjak 2001, di antara ke-5 kota yakni Jakarta, Semarang, Bandung, Medan dan Surabaya hanya Semarang dan Bandung yang memiliki udara yang lebih baik lebih dari sebulan dalam satu tahun. Kondisi Pasar Minyak Bumi, khususnya permintaan (demand) dalam 10 tahun terakhir, konsumsi BBM domestik menunjukkan kenaikan rata-rata sebesar 4,8% per tahun. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dan membaiknya pertumbuhan ekonomi domestik, pertumbuhan konsumsi BBM akan terus mengalami kenaikan. Sektor transportasi masih merupakan pengguna terbanyak BBM domestik yaitu lebih dari 46%, disusul oleh sektor rumah tangga, pembangkit listrik dan sektor industri. Penyebaran permintaan akan BBM domestik mengikuti pola penyebaran penduduk dan kegiatan ekonominya, wilayah Jawa-Bali masih mendominasi yaitu sekitar (62%), Sumatera (20%) dan sisanya diserap oleh pasar Indonesia Tengah dan Timur (KESDM, 2012).
Gambar 3. Produksi dan Konsumsi Bahan Bakar Minyak
Sumber : DitJend Migas, 2011 • Kinerja Lalu Lintas Jaringan Kinerja lalu-lintas jalan-jalan di perkotaan khususnya jalan utama di Jakarta menunjukkan tingginya rasio V/C sehingga sebagaian besar berada pada kondisi Volume (V) / Capasity (C) diatas 0,8. Dengan batasan V/C 1,0 maka kondisi ini menunjukkan tingkat kepadatan yang sangat tinggi pada hampir seluruh bagian kota Jakarta. Kemacaten di kota Jakarta dapat dihitung menurut biaya publik yang harus ditanggung menjadi sangat tinggi karena masyarakat harus menanggung beban langsung dalam bentuk : • Transportasi perkotaan menghabiskan 6-8 % PDB perkotaan • Transportasi perkotaan menghabiskan biaya kesehatan masyarakat sebesar 1-2 % dari PDB • Sebanyak 5-10 % penghasilan keluarga dihabiskan untuk biaya transportasi (Susenas) • Sebanyak 20-30% penghasilan keluarga miskin dihabiskan untuk biaya transportasi • Emisi kendaraan bermotor menyebabkan ISPA, gangguan reproduksi, kanker paru-paru, serta perubahan genetik. • Dibutuhkan biaya sebesar US$ 100 juta untuk biaya pengobatan ISPA di Jakarta per tahun. • Kerugian akibat kemacetan di Jakarta mencapai Rp. 10,4 triliun per tahun. • Waktu produktif yang terbuang akibat kemacetan di Jakarta mencapai 2 jam per orang per hari (GIZ, 2012)
Tabel 1. Kinerja Lalu Lintas Jaringan di DKI
Sumber : Kementerian Perhubungan, 2008 Kondisi perkotaan yang semakin berkembang menuntut ketersediaan ruang yang memadai dan permintaan jasa transportasi yang semakin besar, sehingga diperlukan strategi pengembangan angkutan perkotaan yang mempertimbangkan besarnya skala pelayanan secara berkesinambungan melalui pengembangan angkutan perkotaan, angkutan massal, penggunaan kendaraan yang ramah lingkungan, hemat BBM, meningkatkan rekayasa dan manajemen lalu lintas, menciptakan keterpaduan antar moda di kawasan perkotaan serta tersedianya fasilitas keselamatan yang memadai, perlu didahului dengan pengembangan sistem transportasi perkotaan yang menerus yang tidak mengenal batas administrasi wilayah terutama pada kota-kota aglomerasi dimana kebutuhan bagi para komuter cukup tinggi. Strategi lainnya guna mendukung pengembangan transportasi
perkotaan adalah masih perlunya intervensi pemerintah terutama dalam membatasi pertumbuhan pemilikan dan penggunaan kendaraan pribadi. • Dampak Pencemaran Udara Akibat Kendaraan Bermotor Terhadap Kesehatan
Sektor transportasi mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap sumber energi. Seperti diketahui penggunaan energi inilah yang terutama menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Hampir semua produk energi konvensional dan rancangan motor bakar yang digunakan dalam sektor transportasi masih menyebabkan dikeluarkannya emisi pencemar ke udara. Penggunaan BBM (Bahan Bakar Minyak) bensin dalam motor bakar akan selalu mengeluarkan senyawa-senyawa seperti CO (karbon monoksida), THC (total hidro karbon), TSP (debu), NOx (oksida-oksida nitrogen) dan SOx (oksida-oksida sulfur). Premium yang dibubuhi TEL, akan mengeluarkan timbal. Solar dalam motor diesel akan mengeluarkan beberapa senyawa tambahan di samping senyawa tersebut di atas,
yang terutama adalah fraksi-fraksi organik seperti aldehida, PAH (Poli Alifatik Hidrokarbon), yang mempunyai dampak kesehatan yang lebih besar (karsinogenik), dibandingkan dengan senyawasenyawa lainnya. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa penggunaan bahan bakar untuk kendaraan bermotor dapat mengemisikan zat-zat pencemar seperti CO, NOx, SOx, debu, hidrokarbon juga timbal. Udara yang tercemar oleh zat-zat tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang berbeda tingkatan dan jenisnya, tergantung dari macam, ukuran dan komposisi kimiawinya. Gangguan tersebut terutama terjadi pada fungsi faal dari organ tubuh seperti paru-paru dan pembuluh darah, atau menyebabkan iritasi pada mata dan kulit. Tabel 1. Kandungan CO2 per-satuan Energi Jenis Bahan Bakar
Kandungan CO2 (Gram/MJ) 68
Petrol Minyak Tanah
68
Natural Gas
50
LPG
60
Avtur
66
Minyak Bakar
69
Kayu Bakar
84
Batu Bara
88 (bitumen),95 (antrasit)
Sumber : Wikipedia, Greenhouse gas Pencemaran udara karena partikel debu biasanya menyebabkan penyakit pernapasan kronis seperti bronchitis khronis, emfiesma paru, asma bronchial dan bahkan kanker paru-paru. Kadar timbal yang tinggi di udara dapat mengganggu pembentukan sel darah merah. Gejala keracunan dini mulai ditunjukkan dengan terganggunya fungsi enzim untuk pembentukan sel darah merah, yang pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan kesehatan lainnya seperti anemia, kerusakan ginjal dan lain-lain. Sedangkan keracunan Pb bersifat akumulatif. Keracunan gas CO timbul sebagai akibat terbentuknya karboksihemoglobin (COHb) dalam darah. Afinitas CO yang lebih besar dibandingkan dengan oksigen (O2) terhadap Hb menyebabkan fungsi Hb untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh menjadi terganggu. Berkurangnya penyediaan oksigen ke seluruh tubuh ini akan membuat sesak napas dan dapat menyebabkan kematian, apabila tidak segera mendapat udara segar kembali. Sedangkan bahan pencemar udara seperti NOx, SOx, dan H2S dapat merangsang pernapasan yang mengakibatkan iritasi dan peradangan, akibatnya, tentu saja meningkatnya biaya kesehatan yang akan ditanggung oleh masyarakat. Studi (Bank Dunia, 1994) yang menyebutkan kerugian ekonomi yang harus dipikul masyarakat perkotaan khususnya Jakarta akibat polusi udara kendaraan bermotor sebesar Rp 500 miliar. Sementara itu, studi ADB (2002) memprediksikan kerugian ekonomi yang akan ditanggung masyarakat Jakarta pada 2015 akibat polusi udara dari jenis polutan Nitrogen Oksida (NO2) dan Sulfur Oksida (SO2) berturut-turut sebesar Rp 132,7 miliar dan Rp 4,3 triliun.
Gambar 4. Keadaan Sehari-hari Di Jakarta
Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dirilis September 2012, sebanyak 2 (dua) juta orang meninggal dunia setiap tahun karena polusi udara luar ruang dan dalam ruang. Penyebab utama kematian tersebut adalah meningkatnya konsentrasi PM10 di udara. PM10 adalah partikelpartikel halus yang berukuran sama atau kurang dari 10 mikron. Sedemikian kecilnya, PM10 bisa menyusup dalam paru-paru dan aliran darah sehingga memicu penyakit jantung, kanker paru-paru, asma dan infeksi pernafasan akut. Konsentrasi PM10 di Ibu Kota kita tercinta, Jakarta, masih dua kali lipat di atas ambang batas WHO yaitu sebesar 43 mikrogram/m3/tahun. Penyumbang polusi udara terbesar di wilayah perkotaan terutama dari emisi dari kendaraan bermotor. • Gaya Hidup (lifestyle) Pencemaran udara terjadi diakibatkan karena asap kendaraan yang tidak mampu terlegalisir secara maksimal. Kemacetan yang biasa dialami kota besar memang menimbulkan polusi udara. Pencemaran adalah kehadiran satu atau lebih subtansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan makhluk hidup, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti. Pertumbuhan ekonomi masyarakat yang signifikan mengakibatkan pertambahan kendaraan masyarakat meningkat. Hal tersebut yang membuat pencemaran udara diperkotaan semakin meningkat pula. Hal lain yang mempengaruhi peningkatan pencemaran udara diakibatkan dari menurunnya penghijauan perkotaan. Selain masalah kemacetan dan polusi, masalah lain yang bisa muncul akibat peningkatan jumlah kendaraan bermotor adalah meningkatnya angka kecelakaan, pelanggaran lalu lintas, dan kesenjangan sosial. Banyak kecelakaan yang terjadi karena perilaku si pengendara dalam mengemudikan kendaraan bermotornya. Tidak sedikit pula yang mengalami kecelakaan ini adalah anak dibawah umur 17 tahun. Hal ini disebabkan banyak orang tua yang tidak terlalu peduli akan pentingnya pengawasan terhadap anak yang mengendarai kendaraan bermotor,si anak dengan beralasan ingin seperti temannya yang memakai kendaraan bermotor, merengek kepada orang tuanya agar diizinkan mengendarai kendaraan bermotor yang dimilikinya. Sah-sah saja jika memang si orang tua mengizinkannya, tetapi harus mengetahui resiko yang akan terjadi. Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan sepeda motor sebanyak 62%. Padahal kecelakaan yang dialami mobil pribadi hanya sebesar 18%. Disusul oleh kendaraan angkutan barang sekitar 11% dan angkutan umum sebanyak 8%. Dengan proporsi tersebut, maka jika hitungan rata-rata 22 kasus kecelakaan dan 3 orang tewas per hari, kita tentu bisa menyimpulkan bahwa sepeda motor adalah kendaraan yang paling membahayakan dan paling banyak merenggut nyawa (Metrojaya, 2011) Pelanggaran lalu lintas juga sangat sering terjadi, contohnya adalah penerobosan rambu lalu lintas, menyalip atau mengebut, dan penggunaan trotoar karena jalan yang tak cukup menampung volume kendaraan adalah beberapa penyebabnya. Trend ikut-ikutan karena ingin dianggap mampu
membeli kendaraan bermotor juga menjadi salah satu penyebab semakin tinggi peningkatan permintaan kendaraan bermotor. Akibatnya sering muncul permasalahan sosial, dimana banyak juga kejadian pencurian kendaraan bermotor karena masalah ekonomi. Hal ini dapat terjadi ketika masyarakat tidak lagi mementingkan orang disekelilingnya dan mengabaikan kaum yang kekurangan, dengan melakukan tindakan konsumtif demi kepentingan individu. Gaya hidup masyarakat perkotaan yang tak peduli akan keadaan lingkungan justru menambah deret pencemaran udara meningkat. Pencemaran udara memiliki dampak yang sangat berbahaya bagi masyarakat yang tinggal disekitar perkotaan. Gangguan pada sistem respirasi, gangguan pada pertumbuhan janin dan kanker dapat menyerang jika gaya hidup yang tak sehat masih tetap dipertahankan. Dampak lain yang dapat terjadi akibat pencernaan udara meliputi stres dan penurunan tingkat produktivitas, kesehatan dan penurunan kemampuan mental anak serta penurunan tingkat kecerdasan (IQ). Kebiasaan buruk masyarakat perkotaan tetap menjadi budaya tidak peduli dengan lingkungan maka akan semakin buruk keadaan lingkungan perkotaan serta semakin menurun tingkat kesehatan masyarakatnya. Secara otomatis akan kurang optimalnya kualitas manusia kota karena tidak dapat mengikuti berbagai kegiatan dikarenakan sakit sehingga rumah sakit pun semakin penuh dengan penderita penyakit yang diakibatkan oleh pencemaran udara yang membuat berbagai aktifitas yang produktif terhambat. Untuk menyelesaikan persoalan pencemaran udara, mulai dari pribadi masing-masing untuk mengurangi pencemaran udara, dengan berbagai solusi yang dapat dilakukan. Kepedulian kita terhadap lingkungan akan menyelamatkan dunia dari bencana. Studi yang dilakukan oleh Jabodetabek Urban Transportation Policy Integration (JUTPI) menunjukan bahwa selama kurun waktu 2002-2010, pengguna angkutan umum merosot tajam dari 5,3 persen (2002) menjadi 2,3 persen (2010), sementara pengguna sepeda motor meningkat drastis dari 21,2 persen (2002) menjadi 48,7 persen (2010). • Ekologi Ruang Perkotaan Penyebab lain dari meningkatnya laju polusi diperkotaan khususnya Jakarta akibat kurangnya ruang terbuka hijau (RTH) kota. RTH kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan. Keberadaan RTH kota memiliki banyak fungsi, terutama di wilayah perkotaan yang sudah padat dengan bangunan dan kendaraan pribadi sebagai alat transportasi di antaranya adalah sebagai bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro, peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat satwa, penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta penahan angin. Dengan berbagai jenis tanaman pengisinya, RTH mempunyai multifungsi yaitu penghasil oksigen, bahan baku pangan, sandang, papan, bahan baku industri, pengatur iklim mikro, penyerap polusi udara, air dan tanah, jalur pergerakan satwa, penciri (maskot) daerah, pengontrol suara, dan pandangan. Pencemaran udara yang sering menyebabkan penurunan kesehatan manusia adalah partikel yang sangat kecil (PM10 diameter aerodinamik sebesar 10 mikrometer) yang akan menyebabkan penyakit pernafasan, asma, dan kardiovaskular. Indikator kota sehat yang terkait dengan penyediaan RTH adalah prevalensi pneumonia, prevalensi asma dan prevalensi ISPA (Infeksi saluran pernapasan akut). RTH harus 30% dari luas wilayah kota. Bagian-bagian RTH (Ditjen Penataan Ruang, 2008) selalu mengandung tiga unsur dengan fungsi pokok RTH, yaitu yang pertama fisikekologis, termasuk perkayaan jenis dan plasma nutfahnya, yang ke dua, ekonomis, yaitu nilai produktif/finansial dan penyeimbang untuk kesehatan lingkungan, dan yang ke tiga adalah sosialbudaya, termasuk pendidikan, dan nilai budaya dan psikologisnya. Kurangnya RTH kota akan mengakibatkan kurangnya kemampuan ekosistem kota untuk menyerap polusi. Ruang terbuka hijau merupakan salah satu bentuk dari kepentingan umum. Penting untuk disediakan di dalam suatu kawasan karena dapat memberikan dampak positif berupa peningkatan kualitas lingkungan
Gambar 5. Ekologi Sehat Perkotaan
sekitarnya dan menjadi pertimbangan penting dalam menentukan tata guna lahan di suatu kota (Keeble, 1959). Pendefinisian menurut Permendagri No.1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, RTH kawasan perkotaan merupakan bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Perwujudan Kota Sehat memerlukan inisiatif dari pemerintah kota untuk melakukan kebijakan dan program pembangunan kota yang bertujuan untuk meningkatkan kondisi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Selain meningkatkan kembali proporsi RTH di kawasan perkotaan, perwujudan kota sehat juga dapat dilakukan dari pendekatan di dalam lingkungan masyarakat kota dalam rangka mengembalikan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan. IV.
Studi Kasus Ecodriving • Perilaku dan Teknik Berkendaraan
Perilaku dan teknik berkendaraan berpengaruh besar pada efisiensi penggunaan BBM. Salah satu paradigma utama dalam Transportasi Berkelanjutan (Sustainable Transport) adalah (Avoid and Shift) hindarkan dan beralih, yaitu menghindari untuk bepergian menggunakan kendaraan bila tidak perlu, dan bila harus bepergian hindarilah sebisa mungkin penggunaan kendaraan bermotor pribadi, melainkan beralih ke transportasi umum atau bersepeda bila memungkinkan. Disamping itu, agar dihindari menggunakan kendaraan yang besar (body besar dan berat, dan mesin besar) terutama untuk penggunaan didalam kota. Teknik berkendaraan secara benar (penggunaan transmisi yang sesuai, hindari akselerasi yang mendadak, hindari sebisa mungkin pengereman mendadak dengan selalu menjaga jarak) atau disebut “smart driving atau eco driving” dari beberapa percobaan dan studi dapat menghasilkan efisiensi sebesar 5% sd 15%. Bahkan ada suatu studi untuk transport diperkotaan dapat mereduksi pemakaian energy sampai hampir 50% (green, 2010). Apalagi mengingat sebagian besar pengemudi di Indonesia masih sedikit pengetahuannya tentang cara mengemudi yang baik. Direktorat Jendral Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan, 2010, pernah mengadakan suatu studi perihal smart driving tersebut. Dengan memberikan pelatihan smart driving pada suatu operator taxi pada suatu kurun waktu tertentu, dapat dicapai penghematan penggunaan BBM antara 5 sd 10%. Kampanye serta pelatihan smart driving atau eco driving dapat dilakukan secara nasional dengan efektif, dan apabila di asumsikan 50% pengendara kendaraan di Indonesia mampu menerapkannya, maka sangat mungkin didapat penghematan penggunaan BBM transportasi Nasional minimal sebesar : 5 % X 50 % = 2,5 %.
•
Teknologi
Pemanfaatan Teknologi kendaraan, baik roda 4 (empat) maupun 2 (dua) sangat mendukung dalam penurunan emisi. Perilaku berkendara sangat berkait erat dengan keselamatan. Pemahaman yang baik dalam berkendara tentu lebih menguntungkan untuk urusan efesiensi bahan bakar juga kenyamanan, pengembangan kendaraan irit bahan bakar terus bergulir dan beragam pengembangan teknologi pendukung mulai bergulir agar perilaku berkendara menjadi lebih baik. Pabrikan telah memulai penyematan ragam fitur yang mendukung perilaku berkendara agar hemat bahan bakar. Ragam penyematan fitur pendukung berkendara lebih baik, salah satunya dengan dukungan teknologi Eco-Driving. Melalui fitur tersebut, pengemudi mendapat informasi tingkat berkendara yang sedang dijalani, pola berkendara yang baik lampu indikator pada akan menyala dengan tulisan 'Eco' berwarna hijau menjadi tanda teknologi Eco-Driving bekerja, itu juga yang menandakan perilaku gaya berkendara. Seperti apakah gaya berkendara yang hemat dan ramah lingkungan, Berikut ini hal-hal yang dapat kita praktekkan: 1. Hindari menginjak pedal gas dengan cara menghentak Injakan harus stabil dan bertahap. Kalau pedal gas diinjak secara tiba-tiba, otomatis bahan bakar yang akan diisap atau di-supply ke ruang bakar juga terlalu banyak. Akibatnya tidak semua bahan bakar yang masuk ke ruang mesin terbakar. Ini yang disebut dengan pemborosan karena bahan bakar yang masuk tidak keluar dalam bentuk tenaga, melainkan ikut terbuang ke udara luar lewat knalpot. 2. Pindahkan gigi persneling sesuai RPM kendaraan Saat memindahkan gigi persneling, alangkah baiknya pada RPM yang sesuai spesifikasi kendaraan. Spesifikasi ini dapat dilihat pada buku manual kendaraan. Di brosur mobil yang disebarkan dealer biasanya juga terpampang keterangan mengenai moment maximum (torsi maximum dalam satuan kgm/rpm) dan output maximum (dalam satuan Kw/rpm). Selain itu, satu kebiasaan lain yang seringkali dilupakan pengendara adalah: tidak segera menyesuaikan gigi persneling setelah menurunkan kecepatan (deselerasi). Setelah berlari kencang lalu tiba-tiba ngerem mendadak, sebaiknya pindahkan gigi perseneling ke posisi yang lebih rendah. 3. Servis berkala dan uji emisi Boros atau tidaknya konsumsi BBM juga ditentukan oleh kondisi komponen-komponen mesin. Komponen mesin yang sudah banyak mengalami keausan/ kerusakan bisa menyebabkan pembakaran bahan bakar tidak sempurna. Lakukan perawatan mesin secara rutin. Periksa juga emisi gas buang. Apabila hasil pemeriksaan gas buang menunjukkan nilai HC (hidrokarbon) dan CO (karbonmonoksida) terlalu tinggi, ini pertanda pembakaran di ruang bakar tidak sempurna. Perhatikan juga komponen-komponen pada penggerak roda seperti kopling, bearing (roda), kopel (propeler shaft), as roda, dan roda. Bila komponen-komponen penggerak roda ini aus atau rusak, akan menyebabkan tenaga yang dihasilkan oleh mesin untuk mendorong mobil terbuang percuma. 4. Perhatikan beban mesin Faktor lain yang menentukan konsumsi BBM adalah beban yang harus ditanggung mesin. Usahakan tidak mengangkut muatan yang tidak diperlukan (overload), karena semakin berat beban, semakin besar konsumsi BBM. Begitu juga dengan AC. Atur temperatur AC yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi ruangan, karena kompresor AC memberikan beban yang cukup besar bagi mesin. 5. Perencanaan dalam berkendara Yang tidak boleh dilupakan adalah kemampuan pengendara untuk mengantisipasi dan menghindari kemacetan. Rencanakan perjalanan sebelum mengendarai mobil. Sebab, berkendara di tengah kemacetan sangat tidak efektif dan boros BBM.
Melalui eco driving, ada dua efek besar yang akan diperoleh pengendara. Pertama, konsumsi bahan bakar minyak (BBM) menjadi lebih irit. Konsumsi BBM yang irit otomatis akan mempengaruhi belanja BBM. Kedua, dari segi teknis eco driving mendukung terjadinya proses pembakaran bahan bakar yang sempurna. Pembakaran yang sempurna dapat menekan emisi gas buang yang keluar dari knalpot kendaraan. Itu sebabnya, eco driving juga identik dengan gaya berkendara yang ramah lingkungan. V.1. Kesimpulan Secara umum Eco driving menjadi model untuk menurunkan pemakaian bahan bakar minyak (BBM), serta mendukung pencegahan pemanasan global (global warming) melalui penurun emisi melalui sektor transportasi yang merupakan penyumbang nomer 2 (dua) dalam pemanfaatan energi fossil. Kenaikan energi fossil tersebut akan merubah dari perilaku (behavior) pemakai moda transportasi pribadi baik roda 4 (empat) maupun roda 2 (dua), akibat dari timbulnya kemacetan karena pertambahan volume kendaraan (V) dibandingkan dengan kinerja kapasitas jalan (C) yang tersedia. Secara ekonomi (externalitas) membuat daya dukung lingkungan (carrying capacity) menurun, untuk mendukung menuju kota yang sehat (healthy city) diperlukan ruang hijau terbuka (RTH) sebesar 30 % dari ruang kota sebagai faktor penurun polusi (converter)akibat meningkatnya volume kendaraan baik roda 2 (dua) maupun roda 4 (empat). Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan khusus, sebagai berikut : 1. Kondisi jalan diperkotaan khususnya Jakarta, dengan kondisi antara volume (V) dengan tersedianya kapasitas jalan, yang sudah mendekati angka 1,0 yang berarti menuju kemacetan yang luar biasa atau dengan kata lain berhenti bergerak (stag), diperlukan manajemen lalu lintas (traffic Management) dengan memakai beberapa mekanisme (baik berbayar ataupun tidak), sehingga terciptanya mengemudikan kendaraan yang mendukung lingkungan (eco driving). 2. Perlunya penerapan teknologi kendaraan yang mendukung eco driving, sehingga emisi yang timbul dapat dikendalikan, serta pemakaian bahan bakar minyak yang sudah berstandar euro yang less emisssion sehingga tercapai kota yang sehat dan nyaman. 3. Sesuai dengan Undang-Undang Tata Ruang, yang harus menyediakan RTH (ruang terbuka hijau) sebanyak 30 %, guna mendukung sistem pertukaran (converter) guna mendapatkan udara bersih, serta mendukung sistem hidrologi air dan keaneka ragaman satwa (biodervisity) setempat yang bersifat mendukung lingkungan setempat (site spesific) guna menumbuhkan daya dukung lingkungan (carrying capacity). 4. Perlu adanya eco driving index (EDI) guna melihat pertumbuhan kenaikan emisi dan nilai ekonomi (economic value) dari penurunan daya dukung lingkungan (carrying capacity), dengan berbasis satuan (base line) guna mendapatkan nilai ideal menuju kota sehat , serta adanya kewajiban dari para pemakain kendaraan bermotor roda 4 (empat) atau roda 2 (dua) melalui mekanisme pajak lingkungan, baik disisi kendaraan maupun bahan bakar minyak (BBM) melalui wilingness to pay (WTP). V.2 Saran Dari hasil kesimpulan secara khusus, dapat disarankan untuk mendukung program eco driving dengan saran sebagai berikut : 1. Perlu adanya kajian secara mendalam kondisi infrastruktur jalan diperkotaan, khususnya di Jakarta sebab beban yang sangat berat antara rasio volume dengan kapasitas cukup ketat sehingga adanya terobosan secara spektakuler untuk penyelesaian kemacetan.
2. Kiranya untuk pemegang regulasi, perlu penerapan standar teknologi terkini, guna mengurangi dampak emisi dari gas buang baik roda 2 (dua) ataupun roda 4 (empat), dengan cara pengurangan pengunaan kendaraan dengan emisi tinggi dengan melalui pajak yang cukup progresif, dengan melalui revitalisasi kendaraan umum yang berusia tua dengan memberikan insentif dan kemudahan pembayaran melalui mekanisme subsidi bunga. Khusus kendaraan pribadi yang berusia tua > 10 tahun perlu adanya pembatasan guna mempersempit ruang gerak. 3. Progress pencapaian ruang terbuka hijau lebih diintensifkan guna mempercepat proses pengurangan polusi demi tercapainya kota sehat. 4. Perlu diterapkan indikator eco driving, guna dapat mengukur berapa besar setiap individu dalam menyumbang carbon, sehingga didapat faktor penambah dari pajak, guna mempercepat sarana infrastruktur menuju kota sehat.
Daftar Pustaka Asia Development Bank (ADB), 2002, Kerugian Ekonomi yang ditanggung masyarakat Jakarta akibat Polusi. Aisi, 2012, Data Perkembangan Populasi Kendaraan Bermotor Roda 2 (dua), www.aisi.or.id/ dikunjungi tanggal 16 November 2012. Direktorat Energi baru Terbarukan dan Konservasi Energi, 2012, Perkembangan Supply dan Demand Energi berdasarkan Sektor, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. Direktorat Minyak dan Gas, 2011, Produksi dan Konsumsi Bahan Bakar Minyak, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. Direktorat Penata Ruang, 2008, Cakupan daerah Ruang Terbuka Hijau (RTH) daerah Perkotaan, Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia. Eco Driving, 2010, Buku Panduan berkendara yang ramah lingkungan, PT. Toyota Astra Motor (TAM), AstraWorld-Indonesia. Green
House Gas, 2010, Wikipedia he free http://en.wikipedia.org/wiki/Greenhouse_gas dikunjungi 20 November 2012.
encyclopedia,
Gaikindo, 2012, Data Populasi Kendaraan Bermotor Roda 4 (empat), www.gaikindo.or.id/ dikunjungi tanggal 18 Nov 2012. Jabodetabek Urban Transportation Policy Integration (JUTPI), 2002, Integrasi Transportasi di Jakarta merupakan Kebijakan Transportasi Umum didaerah Sekitar Jakarta. Kementerian Keuangan, 2012, Anggaran subsidi Bahan Bakar Minyak dalam APBN-P Tahun 2012. Kementerian Keuangan Republik Indonesia Kementerian Perhubungan, 2008, Perencanaan Teknik dan Rekayasa Lalu Lintas di Jalan Nasional di Jabodetabek, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), 2001, Kondisi Udara di 5 (lima) Perkotaan di Indonesia. Metrojaya, 2010, Rawan Kecelakaan Kendaraan Bermotor Roda 2 (dua) di wilayah Kerja Polisi Daerah (Polda) Metrojaya ________, 2012 Pertumbuhan Kendaraan Bermotor Roda 4 (empat) maupun Roda 2 (dua) di Wilayah Kerja Polisi Daerah (Polda) Metrojaya. Prayudyanto, M.,N. ,2010, Analisis Optimasi Strategi Manajemen Kebutuhan Transportasi (MKT) dalam Mengatasi Persoalan Transportasi Perkotaan, Program Pasca Sarjana Teknik Sipil ITB, Bandung.
Rajasa, Hatta, 2012, Melesetnya Target Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), Kementerian Koordinator Ekonomi Republik Indonesia. World Bank, 2004, Kerugian Ekonomi Masyarakat Perkotaan Khususnya Jakarta Akibat adanya Polusi Udara. World Health Organization (WHO), 2012, Laporan Tentang Polusi di dalam ruangan dan di luar ruangan.