URGENSI PENDIDIKAN AGAMA DALAM ERA GLOBALISASI Oleh, H. Syarifuddin Daud.
Abstrak: Globalisasi yang terjadi saat ini membuat dunia menjadi tidak berjarak antara satu Negara dengan Negara yang lainnya diakibatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi, trasnsportasi, dan media eletronik. Datangnya era globalisasi memang membawa tantangan berupa peluang maupun ancaman, membawa dampak positif dan negatif membaur bersama-sama. Dimensi kehidupan yang demikian kemudian mempengaruhi proses perkembangan dunia dalam berbagai aspek kehidupan. Nilai negatif yang ditimbulkan globalisasi adalah terjadinya dekadensi moral, khususnya dikalangan anak-anak dan remaja. Untuk mengantisipasi terjadinya berbagai perubahan dan distorsi yang terjadi di kalangan masyarakat sebagai akibat dampak negarif yang muncul dari era globalisasi, maka perlu melakukan langkahlangkah strategis. Salah satu di antaranya adalah dengan cara memperkokoh tatanan kehidupan beragama terutama di kalangan generasi muda lewat pendekatan pendidikan agama. Menurut pandangan Islam. Pendidikan agama tidak sekedar penting, tetapi berkedudukan wajib; kedudukannya tidak sekedar kifayah tetapi ‘ain. Bahkan secara normatif Islam menganut pandangan pendidikan seumur hidup (longlife education). Hal ini dapat dipahami dari bimbingan dan petunjuk ayat al-Qur’an dan Hadits Nabi, baik secara eksplisit maupun inplisit.
Kata-kata Kunci : Pendidikan Agama, Globalosasi I. Pendahuluan Bangsa Indonesia kini sedang berada pada era globalisasi. Pada saat ini dunia semakin tidak berjarak dan mengglobal, transformasi budaya dan arus informasi sulit dibendung. Bahkan era tersebut telah memberikan andil cukup besar dalam proses terjadinya dekadensi moral, khususnya
Dosen Tetap Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)
Palopo 10
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
11
dikalangan anak-anak dan remaja. Budaya kekerasan dan pornografi telah masuk kedalam ruang keluarga melalui media cetak dan elektronik. Sudah menjadi hukum alam bahwa keberadaan suatu bangsa atau negara di dunia ini tidak akan terlepas dari pengaruh kehidupan suatu bangsa di negara lain. Entah pengaruh itu terjelma dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial atau budaya dan lain sebagainya. Pada era ini, tentunya pengaruh itu bertambah kuat setelah arus informasi mampu menembus dimensi ruang sehingga tidak ada lagi jarak yang tidak dapat terjangkau. Dimensi kehidupan yang demikian kemudian mempengaruhi proses perkembangan dunia dalam berbagai aspek kehidupan. Di sini, arus daripada pengaruh globalisasi semakin kuat, karena pengaruh globalisasi itu datang tanpa memandang siapapun. Karena itu, membicarakan dampak dan implikasi dari perubahan-perubahan yang terjadi akibat datangnya era tersebut, merupakan langkah strategis yang sangat penting dan mendasar, lebih-lebih bila kita kaitkan dengan kenyataan-kenyataan yang ada bahwa setiap perubahan zaman pasti mempunyai pengaruh langsung atau tidak langsung, positif atau negatif. Di sini terlihat, bahwa pengaruh globalisasi terhadap kehidupan mayarakat sangat besar terutama pada kelompok masyarakat yang masuk dalam kategori generasi muda. Ada satu fenomena, bahwa sebahagian generasi muda kita ada yang mempunyai sikap dan persepsi bahwa apa yang datang dari Barat itu adalah baik, sehingga nampaknya mereka sangat akomodatif terhadap budaya dari luar. Sebagai langkah antisipatif menghadapi kemungkinan munculnya dampak negatif dari era globalisasi itu, bangsa Indoesia sendiri mungkin perlu melakukan langkah-langkah strategis. Salah satu di antaranya adalah dengan cara memperkokoh tatanan kehidupan beragama terutama di kalangan generasi muda lewat pendekatan pendidikan agama. Menurut pandangan Islam. Pendidikan agama tidak sekedar penting, tetapi berkedudukan wajib; kedudukannya tidak sekedar kifayah tetapi ‘ain. Bahkan secara normatif Islam menganut pandangan pendidikan seumur hidup (longlife education). Hal ini dapat dipahami dari bimbingan dan petunjuk ayat al-Qur’an dan Hadits Nabi, baik secara eksplisit maupun inplisit. Dalam konteks Pembangunan Nasional, Pendidikan Agama menempati posisi strategis oleh karena pendidikan agama berperan langsung dalam pembentukan kualitas manusia beriman dan bertaqwa yang pada dasarnya hanya akan dapat terwujud atas dasar norma agama yang dipeluknya. Dengan demikian, maka pendidikan agama mempunyai
12
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
peran yang besar dan langsung dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Bertitik tolak dari uraian tersebut di atas, tulisan ini mencoba mengemukakan beberapa aspek berkenaan tentang pendidikan agama dalam kaitannya dengan proses globalisasi. II. Tantangan Globaolisasi Saat ini revolusi IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) sedang menyapu planet kita. Tidak ada aspek kehidupan manusia yang luput dari sentuhannya. Semua masyarakat terpengaruh olehnya dan tak sedikit di antaranya yang tergoncang sendi-sendinya.(AS. Achmad, 1995:2) Kemajuan teknologi tersebut telah mengantarkan dunia ini kepada era globalisasi di mana hakekat globalisasi yang sebenarnya adalah kebebasan lalu lintas dari sesuatu tanpa dihalangi oleh batas-batas negara atau oleh siapapun; baik berupa informasi, barang, jasa, gagasan, modal, maupun orang. Jalur-jalur globalisasi yang paling gencar membentuk budaya global umat manusia dewasa ini adalah teknologi informasikomunikasi, ekonomi perdagangan dan pariwisata. Datangnya era globalisasi memang membawa tantangan berupa peluang maupun ancaman, membawa dampak positif dan negatif membaur bersama-sama. Kepada mayarakat dunia ia memberikan platform yang sama untuk berinteraksi dan berkomunikasi menuju saling pengertian dan keserasian yang lebih baik untuk memelihara dan melestarikan perdamaian dunia. Kondisi ini seterusnya membuka kesempatan membangun landasan kerjasama internasional yang lebih erat dan langsung di berbagai bidang, dimana tiap bangsa lebih berpeluang mengembangkan potensinya untuk memenuhi tuntutan kepentingan nasional masing-masing. Ia memerangi isolasi dan keterbelakangan, mendorong keterbukaan, kemajuan dan demokratisasi dalam kehidupan, memacu prakarsa dan kreatifitas, menawarkan peluang usaha-usaha baru yang lebih menjanjikan dan merangsang keuletan barsaing dalam merebut prestasi. Pendek kata, globalisasi membuka horizon-horizon yang cemerlang untuk mencapai puncak-puncak baru dalam peradaban umat manusia. Pada sisi lain, globalisasi juga membawa pengaruh negatif, bencana krisis sosial dan krisis budi pekerti yang dalam. Globalisasi membawa ancaman, karena kita nyaris kehilangan cara untuk melestarikan dam mengembangkan nilai-nilai penting bagi kita. Kita risau karena budaya-budaya tradisi kita yang agung bisa ditinggalkan oleh banjir filmfilm, acara televisi, Teknologi informasi yang membawa pada globalisai
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
13
menyebabkan tergilasnya budaya-budaya tradisional di negara-negara berkembang karena globalisasi hampir selalu indentik dengan westernisasi. (Jalaluddin Rahmat, 1989:48). Dalam era globalisasi, kita tidak hanya mengambil budaya dan peradaban fisik dan teknologi dari Barat, tetapi kitapun diperhadapkan pada situasi ketidakberdayaan untuk menolak budaya dan peradaban non fisik, khususnya nilai-nilai moral, adat istiadat dan gaya hidup dari mereka. Budaya-budaya Barat, secara sistematis, cepat atau lambat akan mempengaruhi sikap dan perilaku generasi kita. Budaya-budaya tersebut tentu saja ada yang positif ada pula yang negatif diukur dari sistem budaya, moral, ideologi dan agama yang kita anut. Ada semacam kekhawatiran bahwa generasi muda kita nanatinya, kurang mampu membedakan antara segi-segi negatif dan segi-segi positif dari budaya luar yang datang menerpanya. Ada semacam asumsi, bedasarkan fenomena-fenomena yang ada, bahwa generasi muda kita mempunyai sikap menganggap baik semua yang datang dari Barat. Bahkan ada indikasi bahwa generasi muda kita lebih cepat tanggap dan akomodatif terhadap budaya-budaya luar, yang menurut ukuran budaya kita termasuk dalam kategori negatif. Untuk mengantisipasi terjadinya berbagai perubahan dan distorsi yang terjadi di kalangan masyarakat sebagai akibat dampak negarif yang muncul dari era globalisasi, maka Pendidikan Agama berkedudukan sangat penting. Dari kalangan pemikir, ada yang secara tegas berpendapat bahwa Islamlah agama yang memiliki potensi besar untuk menyelamatkan kehidupan masyarakat pada era globalisasi itu. Pembuktian dari pernyataan dari kalangan pemikir tersebut banyak ditentukan oleh kemampuan pemeluk Islam dalam memahami dan menerapkan dinamika-dinamika nilai-nilai ajaran Islam. Salah satu hal penting yang tidak mungkin dikesampingkan dalam hal ini adalah mengupayakan secara nyata dan sungguh-sungguh pada kegiatan Pendidikan Agama bagi anak-anak. Anak-anak yang saat ini sedang berada dalam asuhan orang tua atau wali, harus menghadapi suasana hidup yang sebagian ciri-cirinya telah dikemukakan di atas. Apabila mereka sejak dini tidak dibekali oleh pendidikan agama secara baik dan benar, maka tidak mustahil mereka akan menjauhkan diri dari tuntunan hidup agama, bahkan mungkin akan membenci keluhuran agama yang mereka peluk. Pendidikan berlangsung tidak sekedar sebagai upaya yang disengaja saja, tetapi mencakup suasana lingkungan tempat anak-anak
14
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
berada. Lingkungan pendidikan mencakup keluarga, sekolah dan masyarakat. Dengan demikian, pendidikan agama yang baik bagi anakanak sangat ditentukan oleh ketiga lingkungan tersebut (Tiga Pusat Pendidikan). Dalam hubungan ini maka ketiga lingkungan pendidikan tempat anak-anak berada harus diberi perhatian yang sungguh-sungguh dalam proses pendidikan agama bagi anak-anak. Dalam kehidupan era globalisasi, ketiga lingkungan pendidikan itu tidak mudah direkayasa, tetapi diperlukan berbagai bentuk kerjasama dan kesepakatan antara orang tua, guru, dan masyarakat. III. Pentingnya Pendidikan Agama dalam Menghadapi Tantangan Globalisasi Undang-undang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa hakekat pembangunan Nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Pada bagian yang lain dari undang-undang tersebut menyatakan bahwa pendidikan Nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mandiri, maju, tangguh, cerdas kreatif, trampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat rohani dan jasmani. Demikian juga, dinyatakan bahwa pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Adanya kata- beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam UU Sistem Pendidikan Nasional menunjukkan pentingnya kedudukan pendidikan agama bagi bangsa Indonesia, karena pendidikan agama berperan langsung dalam pembentukan kualitas manusia yang beriman dan bertaqwa. Kita mengetahui bahwa kualitas iman dan taqwa yang sempurna pada diri seseorang pada akhirnya hanya dapat terwujud atas dasar norma agama yang dipeluknya. Ini berarti bahwa menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tersebut, pendidikan Agama mempunyai peran besar dan langsung dalam pencapaian tujuan pendidikan Nasional.
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
15
Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan agama sebagaimana yang diisyaratkan oleh UUSPN, maka ada beberapa hal yang perlu dipahami yaitu : 1. Pendidikan Agama Sebagai Bahan Kajian. Sebagaimana dikemukakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan agama merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik agar dapat menjalankan peran yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan dan diselenggarakan pada semua jenjang pendidikan. Dalam pengertian ini, pendidikan agama merupakan salah satu kajian dalam kurikulum semua jenis dan jenjang pendidikan. Tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan agama sebagai suatu mata pelajaran di sekolah saat ini adalah bagaimana agar pendidikan agama bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama, melainkan dapat mengarahkan peserta didik untuk menjadi manusia yang benar-benar mempunyai kualitas keberagamaan yang kuat.(Wardiman Joyonegoro, 1994: 13) Dengan demikian, materi pendidikan agama bukan hanya menjadi pengetahuan, melainkan dapat membentuk sikap dan kepribadian peserta didik sehingga menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa dalam arti yang sesungguhnya. Perlunya dikembangkan metodemetode pendidikan agama yang sekaligus dapat memperluas pemahaman peserta didik menguasai ajaran-ajaran agamanya serta membentuk sikap dan kepribadiannya, merupakan tantangan bagi kita semua. 2. Pendidikan Nilai-Nilai Agama Hal kedua adalah pendidikan nilai-nilai agama yang melekat pada setiap mata pelajaran di jalur pendidikan sekolah. Hal ini memiliki makna yang sangat penting dalam upaya mengembangkan nilai-nilai agama pada siswa. Contoh dalam pendidikan MIPA. Melalui pendidikan ini, siswa mempelajari sebstansi ke-MIPA-an yang terdiri atas dalil-dalil, teori-teori MIPA. Dengan penguasaan ini, mereka dapat mengerti dan menerapkan MIPA untuk tujuan pemecahan masalah dan pengembangan IPTEK. Disamping subtansi ke-MIPA-an, ada dimensi nilai yang terkandung dalam pendidikan MIPA. Misalnya siswa dapat belajar untuk lebih mencintai lingkungan dan lain-lain.
16
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
Melalui pendidikan MIPA, siswa dapat lebih memahami betapa agung dan perkasanya Allah yang menciptakan alam semesta ini dalam keadaan tertib sesuai dengan hukum-hukum Allah (sunnatullah). Siswa juga akan menyadari bahwa apa yang terjadi di alam semesta ini pada dasarnya berasal dari yang Maha Esa yaitu Allah swt. Dengan demikian, pendidikan MIPA dapat menjadi wahana untuk pendidikan nilai-nilai agama. 3. Pelaksanaan Pendidikan Agama a. Dalam Lingkungan Keluarga Keluarga sebagai bagian dari pendidikan luar sekolah merupakan wahana pendidikan agama yang paling ampuh. Dalam UUSPN dikemukakan bahwa pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai-nilai budaya, nilai moral dan keterampilan. Keluarga merupakan tempat yang pertama dan utama bagi seseorang, dengan orang tua sebagai kuncinya. Pendidikan dalam keluarga terutama berperan dalam mengembangkan watak, kepribadian, nilai-nilai budya, nilai-nilai keagamaan dan lain-lain. Sementara itu, pendidikan sekolah pada dasarnya merupakan perluasan dari pendidikan dalam keluarga. Pendidikan dalam konteks ini mempunyai arti sebgai proses sosialisasi secara berkelanjutan dengan tujuan untuk menghantarkan anak agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqawa kepada Tuhan Yang Maha Esa, tangguh, mandiri, inovatif, kreatif, beretos kerja, setia kawan, peduli akan lingkungan sebagaimana yang dirinci dalam tujuan pendidikan Nasional. Patut digaris bawahi bahwa meskipun institusi pendidikan dalam bentuk prasekolah sudah sedemikian melembaga dan semakin kuat, tidak berarti kita mengorbankan peranan pendidikan dalam keluarga. Justru di tengah semakin masifnya perubahan sosial pada era globalisasi dan informasi ini, peranan Pendidikan Agama dalam keluarga sebagai wahana pembinaan keyakinan agama, watak dan kepribadian haruslah semakin diperkuat. Di beberapa negara maju, dimana peranan keluarga mengalami demasifikasi, akhir-akhir ini ada kecendrungan pada masyarakatnya untuk menjadikan kembali keluarga sebagai basis bagi pendidikan anak. Di bawah semboyan back to family, keluarga dihidupkan kembali peranannya
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
17
yang besar dalam pembentukan watak dan kepribadian anak serta pengembangan nilai-nilai moral. Dengan demikian kembali kepada keluarga merupakan solusi yang praktis terhadap berbagai persoalan kemasyarakatan yang terjadi, yang tidak mudah diatasi jika diserahkan sepenuhnya kepada institusi di luar keluarga. b. Dalam Lingkungan Sekolah Setelah pelaksanaan pendidikan agama secara intensif dan kontinyu dalam lingkungan keluarga diharapkan anak tersebut telah memiliki bekal yang dapat mengendalikan dirinya. Pendidikan agama yang pernah diterima anak dalam lingkungan keluarga hendaknya tidak bertentangan dengan kondisi lingkungan sekolah. Sekolah harus berfungsi melanjutkan dasar-dasar pendidikan agama yang telah ditanamkan oleh keluarga. Untuk mencegah timbulnya penyimpangan-penyimpangan dari peserta didik di lembaga-lembaga formal, maka hendaknya keadaan sekolah diwarnai oleh nilai-nilai agama. Seluruh pergaulan dan tingkah laku di lingkungan sekolah menunjukkan ajaran-ajaran agama, sehingga jiwa remaja (peserta didik) dapat bertambah kuat dalam menghadapi goncangan jiwanya akibat pengaruh dari luar. Prof. H. Mahmud Yunus memperingatkan : Guru harus berpegang teguh dengan ajaran-ajaran agama serta berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur, pengasih dan penyayang kepada murid-muridnya, sebagai bapak yang cinta akan ketulusan budi pekerti anaknya. Kepribadian guru, sikap dan perilaku serta keyakinan beragama guru ikut diserap oleh peserta didik secara tidak langsung. Karena itu, fungsi guru amat menentukan dalam seluruh jenjang pendidikan. Selanjutnya Dr. Zakiah Darajat menghimbau: Guru-guru dan sekolah pada umumnya, hendaknya dapat pula secara sungguh-sungguh membantu pembinaan mental si anak. Janganlah guru bertindak sebagai pengajar saja, tetapi hendaklah sebagai pendidik sekaligus sebagai konsultan bagi peserta didik. Karena pembinaan kepribadian anak-anak juga terjadi melalui pengalaman di sekolah, maka hendaknya setiap guru dapat menjadi contoh yang baik bagi peserta didik dan berusaha membantu pembinaan untuk mereka. c. Dalam Lingkungan Masyarakat Masyarakat adalah salah satu dari Tiga Pusat Pendidikan. Karena itu lingkungan tersebut perlu mendapat perhatian dari seluruh lapisan:
18
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
instansi, orang tua, guru dan pemerintah serta seluruh lapisan masyarakat. Kondisi masyarakat yang penuh dengan kebudayaan yang jauh dari nilainilai agama, akan dapat memberikan pengaruh negatif terhadap anak. IV. P e n u t u p Dari paparan tersebut di atas dapat dikemukakan beberapa kesimpulan antara lain : 1. Kemajuan IPTEK telah mengantarkan dunia kepada era globalisasi. Era tersebut di samping membawa pengaruh positif juga membawa pengaruh negatif. Dalam kehidupan era globalisasi, pendidikan agama menempati posisi yang amat penting dan sangat strategis oleh karena pendidikan agama berperan langsung dalam pembentukan kualitas manusia yang beriman dan bertaqwa. Kualitas manusia yang beriman dan bertaqwa pada diri seseorang pada akhirnya hanya dapat terwujud atas dasar norma agama yang dipeluk. Dengan bekal pendidikan agama, anak memiliki kemampuan untuk mengantisipasi segala tantangan dan dampak negatif yang ditimbulakan oleh era globalisasi tersebut. 2. Agama perlu diketahui, dipahami secara tepat dan benar lalu diamalkan dalam hidup yang merupakan buah dari iman dan taqwa. Untuk keperluan pembinaan tersebut pendidikan agama perlu dilaksanakan secara tepat dan benar dengan isi dan metode sesuai dengan perkembangan anak. Karena itu, pendidikan agama harus ditanamkan sejak kecil, sehingga proses kehidupan remaja tidak bimbang dalam mencapai titik kedewasaan. Pendidikan agama pada lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat perlu ditingkatkan. 3. Tanggung jawab utama terhadap pendidikan agama bagi anak tetap berada pada orang tua. Mengingat besarnya tantangan yang harus dihadapi dalam mendidik anak dalam kehidupan era globalisasi, maka lingkungan sekolah dan masyarakat tidak terlepas dari tanggung jawab dalam pendidikan agama bagi anak tersebut. Dengan demikian, kerjasama yang harmonis antara orang tua, guru dan masyarakat sangat menentukan keberhasilan pendidikan agama bagi anak. 4. Kunci utama dalam upaya peningkatan pelaksanaan pendidikan agama adalah penciptaan ketauladanan imaniyah dan amaliyah islamiyah
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
19
bagi orang tua di rumah tangga, guru di sekolah dan pemuka-pemuka masyarakat / tokoh-tokoh di lingkungan masyarakat luas. Daftar Rujukan Azra, Azyumardi. 2001. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta : Pen. Kalimah. Anwar, Rosihan. Ulama dan Penyebaran Pendidikan. Jakarta : Balitbang Keagamaan Departemen Agama RI. Ahmad, Zainal Abidin. 1983. Memperkembang dan Mempertahankan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta : Pustaka antar kota. Hasbullah. 1999. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan. Jakarta: Grafindo. Langgulung, Hasan. 1980. Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma’arif. Nizar, Samsul. Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Kuantum Tiching. Al-Qardawy, Yusuf. 1980. Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan alBanna’. Jakarta : Bulan Bintang. Suharto, Toto. 2006. Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Al-Raz. Soemanto, Wasty. 1983. Landasan Historis Pendidikan di Indonesia. Surabaya : Usaha Nasional. Umar Muhammad, Al-Toumi Al-Syaibany. 1979. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Bulan Bintang. UUSPN No. 20 Tahun 2003.