URGENSI DAN SUMBANGSIH NILAI MATEMATIKA DALAM MEMBANGUN KARAKTER BANGSA Muniri Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung
[email protected]
Abstrak: Kajian mengenai karakter bangsa sesungguhnya diilhami adanya banyak fenomena dan kasus merosotnya moral anak bangsa yang disuguhkan lewat tayangan berbagai media baik cetak maupun elektronik yang mengusik rusaknya tatanan kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara yang wujudnya berupa permasalahan kemanusian yang tragis dan anarkis yang secara terus menerus terjadi seakan-akan tiada henti. Fenomena ini terjadi pada setiap tingkatan umur atau usia, mulai kriminalitas anak pinggiran, perkotaan hingga tindak kejahatan para terdidik berupa tindak pidana korupsi. Jika kita tengok kebelekang, banyak kalangan yang menjastifikasi bahwa penyebab utamanya adalah gagalnya dunia pendidikan kita dalam mencetak generasi yang handal lahir batin. Penyebab lain mungkin akibat derasnya laju transformasi informasi yang kurang terseleksi dengan baik, atau mungkin disebabkan oleh minim dan keringnya nilai-nilai rohaniyah (nilai agama) dalam diri manusia. Kurang berimbangnya antara nilai-nilai sains, teknologi dan nilai-nilai keagamaan. Konsep Dasar Pendidikan Karakter Pendidikan karakter pada hakikatnya merupakan proses pembentukkan perilaku setiap individu atau seseorang untuk terbiasa berperilaku baik dan menghargai pentingnya nilai-nilai moral (valuing), membentuk cita rasa ingin berbuat baik (desiring the good) yang bersumber dari rasa cinta untuk berbuat baik (loving the good) (Rukiyati, 2013). Adapun tujuan pendidikan karakter pada dasarnya mendorong lahirnya manusia yang baik, memiliki kepribadian menarik, beretika, bersahaja, jujur, cerdas, peduli dan tangguh (Sudarsono, 2008). Berdasarkan uaraian di atas, orientasi pendidikan karakter merupakan redesain dari tujuan pendidikan nasional yang termaktub dalam UU No.20 tahun 2003 bahwa tujuan pendidikan nasional untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sesungguhnya konsep dasar karakter (akhlak), nilai-nilai kebaikan (haq) merupakan hal yang paling mendasar dalam agama (religi) selain aqidah dan syariah yang merupakan fitrah manusia yang telah digagas oleh Sang penggagas jagad alam raya ini (Allah SWT) dalam membentuk karakter (baca: akhlak) melalui tuntunan para utusan (nabi) mulai zaman Nabi Adam hingga Nabi yang terakhir, yakni Nabi Muhammad SAW. Dalam salah satu hadist disebutkan “innamaa buitstu liutammima makaarimal akhlaq” yang artinya “Sesungguhnya aku (Muhammad) diutus untuk menyempurnakan akhlak”.
Berdasarkan konteks hadist ini sesungguhnya akhlak (karakter) pada diri manusia sudah ada (fitrah). Dengan demikian manusia secara fitrah sudah memiliki akhlak kepada sang penciptanya. Manusia sudah mengenal yang baik dan yang buruk, yang hak dan yang bathil, yang bermanfaat dan yang modlarat berdasarkan keyakinan dan pengetahuannya (fitrahnya). Akan tetapi berdasarkan ketentuannya juga Tuhan menciptakan iblis, syaiton untuk menggoda dan menakut-nakuti manusia melalui bisikan hati manusia. Maka disinilah peran pendidikan mutlak diperlukan dalam sepanjang hayat manusia. Dalam sebuah hadist disebutkan “tolabul ilmu minal mahdi ilal lahdi” atau yang juga kita kenal dengan konsep life long education. Kiranya juga tidak berlebihan bila kita simak pernyataan Almawardi (1995) dalam bukunya “Adab ad-Dunya wa ad-Din” mengatakan “ad-din dharuroh fi al-aql wa al-aqli li ad-din al ashli” yang artinya agama adalah hal yang niscaya bagi rasio, dan rasio adalah landasan bagi agama. Hal senada juga diungkapkan oleh Albert Einstein” agama tanpa ilmu buta, dan ilmu tanpa agama lumpuh”. Pendapat tersebut memberikan inspirasi bahwa agama dan sain harus dan mutlak diselaraskan, tidak perlu dipertentangkan karena pada hakikatnya berasal dari sumber yang sama, yakni dari Tuhan (Allah SWT). Konsep pemerolehan keilmuan (baca: sains dan teknologi) telah digambarkan dalam Al-Qur‟an dalam surah al-’alaq ayat 1-5 yang berbunyi:
Artinya “ (1) Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan, (2) yang menciptakan manusia dari tanah, (3) bacalah dan Tuhanmu yang maha mulya, (4) yang mengajarkan dengan pena, (5) yang mengajarkan manusia dari apa yang mereka tidak ketahui” Berdasarkan ayat di atas, berarti sains dan teknologi memang seakan-akan didesain oleh oleh manusia, namun sesungguhnya sumbernya berasal dari Tuhan (Allah SWT). Ayat di atas jelas mengajarkan pengetahuan yang diikat oleh tauhid yang kokoh (bismirobbikal ladzi kholaq) dan (warobbukal akrom). Perintah membaca yang berarti pula mengkaji, menelaah, melakukan studi, research, berdiskusi, mempertanyakan, menemukan, membuktikan dan lain-lain tidak hanya merupakan perintah untuk mempelajari salah satu ilmu agama saja, akan tetapi perintah membaca tersebut juga untuk mengkaji segala bentuk pengetahuan lain seperti teknik, industri, peternakan, pertanian, dan bahkan juga ilmu matematika (falaqiyah, faraid, zakat, jual beli, dan sebagainya), serta melalui perintah membaca bukan saja memperoleh ilmu pengetahuan akan tetapi juga memperoleh kemulyaan yang disebabkan oleh berfungsinya semua panca indera manusia, oleh pikir (otak) dan olah rasa/akal budi (hati) yang pada akhirnya akan terbentuk dengan sendirinya kepribadian yang mantap yang dihiasi oleh akhlak yang mulia. Potret sosok manusia Indonesia yang ideal sebenarnya telah tergambar dalam diri manusia pilihan (insan kamil) yang menjadi rujukan setiap umat Islam adalah kepribadian sang Nabi SAW yang memiliki 4 sifat atau karakter, yaitu sidiq, amanah, tabligh, dan fatonah. Melalui keempat sifat ini beliau mampu melakakan perubahan perabahan dunia yang luar biasa. Eksistensi 4 sifat ini merupakan manifestasi kesempurnaan manusia dari
tiga sisi (1) akal budi, (2) jiwa/rasa dan (3) akhlaq atau dengan meminjam istilah yang lebih keren "thinking, feeling and action. Melalui 4 sifat mulia ini manusia dijamin menjadi tangguh, kuat secara fisik dan psikologinya (sehat otaknya, sehat hatinya dan sehat badannya). Keempat sifat Nabi SAW ini sudah lama dilirik oleh banyak pakar dan dijadikan ranah tujuan pendidikan secara umum melalui 3 ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Sudah barang tentu dampak positif dari nilai karakter luhur diatas, akan terbentuk manusia yang bermartabat yang memiliki kesadaran diri sebagai hamba Allah dan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini berarti mulai terbentuk tiga pilar karakter atau akhlak, yaitu (1) akhlak terhadap Tuhan, (2) akhlak terhadap alam, dan (3) akhlak terhadap sesama insan. Selain hal tersebut juga melalui 4 sifat akhlak mulia tersebut akan melahirkan manusia yang memiliki integritas, matang, mantap, serta dewasa secara personal maupun sosial. Dengan kata lain melalui sifat Sidiq (jujur) dan Fathonah (cerdas) mencerminkan manusia yang berkualitas secara personal, sedangkan melalui sifat Tabligh (kecakapan komunikasi) dan Amanah (tanggungjawab) mencerminkan manusia yang berkualitas secara sosial. Manifestasi dua aspek kematangan personal dan sosial yang merupakan nilai-nilai inti yang dirujuk dari sosok manusia Agung (Nabi Muhammad SAW) sang pembawa risalah dari Allah (Rosulullah) menjadi inspirasi pendidikan karakter di negara kita yang turunan nilai-nilai tersebut diuarai menjadi 18 butir indikator nilai pendidikan karakter yang menjadi isu hangat dalam pendidikan kita, yaitu: Fondasi
Aspek Sifat Luhur Personal 1. Sidiq (jujur)
Nilai Karakter Jujur, Rasa ingin tahu, kreatif, menghargai prestasi, senang membaca
2. Fathonah (cerdas)
RELIGIUS Sosial
3. Tabligh (cakap berkomunikasi) = Peduli
4. Amanah (Tanggung jawab)
Bersahabat/komunikatif, demokratis, toleran, semangat kebangsaan, cinta tanah air, cinta damai, peduli sosial, peduli lingkungan, tanggungjawab, Kerja keras, mandiri.
Nilai Turunan Jujur: yakin, iman & taqwa, menghargai diri sendiri, tulus, sportif. Fathonah: kreatif, inovatif, kritis, inisiatif, produktif, disiplin, teliti, visioner, problem solver, mandiri. Tabligh: peduli, kasih sayang, perhatian, simpati, empati, suka menolong, pandai bersyukur, sabar, homuris, ramah, rapi, responsif. Amanah: tegas, teguh pendirian, kompetitif, dinamis, waspada, rajin, cekatan.
Paradigma terhadap Matematika Paradigma yang kurang tepat banyak terjadi di kalangan kita baik guru, orang tua, mahasiswa beranggapan bahwa matematika dikonotasikan sebagai ilmu hitung dan ilmu
tentang bilangan yang dampaknya berakibat kurang diminati karena dianggap hanya urusan dunia dan jauh dari urusan akhirat. Sehingga kondisi ini menyebabkan muncul stigma bahwa matematika dianggap mata pelajaran yang jauh dari nilai agama atau kering rohaniyah. Padahal kalau kita simak ayat 1-5 pada surat Al-alaq di atas, kalimat „iqra’ dan ‘allamal insaana maalam ya’lam ini berarti juga Allah memerinthkan membaca, mengkaji, menganalisis, berhitung, mencatat, mendata, menentukan rumusnya dan lainlain, sehingga melalui aktifitas tersebut manusia tidak hanya dapat memahami fenomena alam ciptaan-Nya termasuk memahami posisi dirinya sebagai hamba akan tetapi juga tumbuh keyakinan (melalui membaca) terhadap kekuasaan Tuhannya. Beberapa pandangan para ahli tentang Matematika Banyak ahli yang memberikan pengertian matematika baik secara umum maupun secara khusus. Herman Hudojo (1990) menyatakan bahwa “matematika merupaka ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol itu tersusun secara hirarkis dan penalarannya dedukti, sehingga belajar matematika itu merupakan kegiatan mental yang tinggi.” Sedangkan Roy Hollands (1993) dalam kamus matematikanya menyatakan bahwa “Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep berhubungan lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan goemetri.” Mulyono Abdurahman (2003) mengemukakan bahwa matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia; suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubunganhubungan. Sedangkan menurut R Soejadi ( 2000 ) matematika dikenal sebagai ilmu dedukatif, karena setiap metode yang digunakan dalam mencari kebenaran adalah dengan menggunakan metode deduktif, sedang dalam ilmu alam menggunakan metode induktif atau eksprimen. Namun dalam matematika mencari kebenaran itu bisa dimulai dengan cara deduktif, tapi seterusnya yang benar untuk semua keadaan harus bisa dibuktikan secara deduktif, karena dalam matematika sifat, teori/dalil belum dapat diterima kebenarannya sebelum dapat dibuktikan secara deduktif. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Erman Suherman (2001) bahwa matematika mempelajari tentang keteraturan, tentang struktur yang terorganisasikan, konsep-konsep matematika tersusun secara hirarkis, berstruktur dan sistematika, mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep paling kompleks. Lebih lanjut Herman (1990) mengungkapkan pada dasarnya objek dasar matematika yang dipelajari adalah asbtrak, sehingga aktifitas bermatematika disebut aktifitas mental (aktifitas pikiran dan perasaan). Objek dasar itu meliputi: 1) Konsep, merupakan suatu ide abstrak yang digunakan untuk menggolongkan sekumpulan obejk. Misalnya, segitiga merupakan nama suatu konsep abstrak. Dalam matematika terdapat suatu konsep yang penting yaitu “fungsi”, “variabel”, dan “konstanta”. Konsep berhubungan erat dengan definisi, definisi adalah ungkapan suatu konsep, dengan adanya definisi seseorang dapat membuat ilustrasi atau gambar atau lambing dari konsep yang dimaksud.
2) Prinsip, merupakan objek matematika yang komplek. Prinsip dapat terdiri atas beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi/operasi, dengan kata lain prinsip adalah hubungan antara berbagai objek dasar matematika. Prinsip dapat berupa aksioma, teorema dan sifat. 3) Operasi, merupakan pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar, dan pengerjaan matematika lainnya, seperti penjumlahan, perkalian, pengurangan, pembagian, gabungan, irisan dan sebagainya. Dalam matematika dikenal macam-macam operasi yaitu operasi unair, biner, dan terner tergantung dari banyaknya elemen yang dioperasikan. Penjumlahan adalah operasi biner karena elemen yang dioperasikan ada dua, tetapi akar bilangan adalah merupakan operasi unair karena elemen yang dioperasika hanya satu. Tujuan Pembelajaran Matematika Pembelajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas guru (pengajar) dan aktivitas siswa (pebelajar). Dalam aktivitas pembelajaran ini guru mengupayakan terciptanya jalinan komunikasi yang baik antara dirinya dan siswa. Jalinan komunikasi ini menjadi indikator suatu aktivitas atau proses pembelajaran yang berlangsung dengan baik. Matematika sebagai salah satu bidang studi yang diajarkan di sekolah (SD-SMP-SMA) mempunyai tujuan tersendiri yang disebut tujuan kurikuler matematika. Alangkah bijaknya jika terlebih dahulu kita harus memahami tujuan mempelajari matematika seperti dikemukakan oleh Andi Hakim Nasution (1982), yaitu sebagai berikut: 1) Matematika dapat digunakan untuk mengetahui gejala-gejala alam. 2) Dengan penggunaan metode matematika dapat diperhitungkan segala sesuatu dalam pengambilan keputusan. 3) Matematika penting sebagai sains untuk perkembangan budaya bangsa. 4) Matematika dapat digunakan dalam lapangan kerja. 5) Matematika dapat menyampaikan ide-ide secara benar, tepat dan jelas kepada orang lain. Dari uraian di atas jelas bahwa kehidupan di dunia ini akan terus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, oleh karena itu siswa diharapkan memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis, kratif dan kemamuan bekerja sama yang efektif. Dengan demikian, maka seorang guru harus terus mengikuti perkembangan matematika dan selalu berusaha ahar kreatif dalam pembelajaran yang dilakukan sehingga dapat membawa siswa ke arah yang diinginkan. Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006, Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berikut: 1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh 4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam pembelajaran matematika sangatlah penting. Hal ini sejalan dengan pendapat Soedjadi bahwa “salah satu karakteristik matematika adalah berpola pikir deduktif yang merupakan salah satu tujuan yang bersifat formal, yang memberi tekanan kepada penalaran. Meskipun pola pikir ini penting, namun dalam pembelajaran matematika terutama pada jenjang SD dan SLTP masih diperlukan pola pikir deduktif, sedangkan jenjang sekolah menengag penggunaan pola pikir induktif dalam penyajian suatu topik sudah semakin dikurangi. Di samping cara berpikir, dalam proses pembelajaran siswa juga dilatih untuk mengembagkan kreatifitasnya melalui imajinasi bahkan intuisi. Setiap siswa punya kemampuan yang berbeda-beda dalam memandang suatu permasalahn yang dikembangkan, inilah yang disebut dengan pemikiran kreatif yang perlu terus dikembangkan. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dimengerti bahwa matematika itu bukan saja dituntut sekedar menghitung, tetapi siswa juga dituntut agar lebih mampu menghadapi berbagai masalah dalam hidup ini. Masalah itu baik mengenai matematika itu sendiri maupun masalah dalam ilmu lain, serta dituntut suatu disiplin ilmu yang sangat tinggi, sehingga apabila telah memahami konsep matematika secara mendasar dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain peran matematika mampu memfasilitasi dan mendukung berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti ilmu fisika, kimia, biologi, pertanian, peternakan, kedokteran, ekonomi dasebagainya yang pada gilirannya ilmu-ilmu yang lain juga dapat diterapkan lebih lanjut untuk mengembangkan teknologi, industri, pertambangan dan sebagainya di negara kita. Mengingat begitu besarnya peran matematika dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, maka sangat urgen untuk dikaji nilai yang terkandung didalamnya dalam kerangka membangun karakter bangsa melalui pendidikan matematika. Menurut Suwarsono (2011) berkaitan dengan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam matematika yang dapat dikembangkan melalui pendidikan matematika antara lain: a) Nilai logika dalam berpikir b) Nilai cermat, teliti dalam berpikir dan mengambil keputusan c) Nilai disiplin dalam mentaati aturan-aturan dan kesepakatan yang dibuat d) Nilai keuletan dan kesabaran dalam mengahadapi persoalan e) Nilai kemandirian dalam bersikap f) Nilai kejujuran dalam bertindak g) Nilai penghargaan terhadap waktu h) Nilai demokratis
Implementasi menanamkan nilai matematika dalam pembelajaran Beberapa konsep matematika yang dipandang cocok untuk membantu terbentuknya nilai-nilai karakter yang terkandung didalam matematika yang disajikan melalui aktifitas pembelajaran adalah sebagai berikut: 1. Sikap Jujur Sikap jujur ini dapat ditumbuhkan melalui kegiatan berpikir logis dalam melakukan aktifitas berhitung yang muaranya adalah memperoleh nilai kebenaran. Konsep pembagian merupakan salah satu konsep yang dapat di kaitkan dengan karakter kejujuran. Misalnya dengan teknik pembagian bersusun dengan pola sisa yang diposisikan pada tempat yang sesuai. Kondisi ini dapat memberikan pelajaran bagi siswa bahwa sesuatu yang tersisa harus dikembalikan pada tempatnya. Selain konsep pembagaian ada cara lain dalam menanamkan sifat kejujuran ini, yaitu dengan cara guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menilai atau mengevaluasi hasil-hasil ulangannya sendiri dengan cara mencocokkan dengan kunci jawaban yang disediakan oleh guru. Dengan cara seperti itu siswa akan belajar bersikap jujur pada diri sendiri. 2. Hidup teratur, disiplin Salah satu konsep matematika yang dapat digunakan untuk mengajarkan disiplin atau hidup teratur adalah konsep barisan. Dengan mengamati beberapa contoh konsep barisan, misalnya barisan bilangan genap (2, 4, 6, 8, 10 ….), barisan Fibonacci (1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, …..), barisan kuadrat sempurna (1, 4, 9, 16, 25, ….). Misalnya pada barisan bilangan genap dari suatu suku ke suku berikutnya adalah selalu ditambah dua, pada barisan fibonacci sebuah suku adalah merupakan penjumlahan dari dua suku sebelumya, sedangkan barisan kuadrat sempurna adalah bilangan asli yang terurut yang dikuadratkan. Semua barisan tersebut mempunyai pola yang indah dan teratur (dispilin). Selain konsep barisan di atas, juga masih ada konsep lain seperti penggunaan rumus umum suatu luas lingkaran yang dinyatakan sebagai hasil kali dari kuadrat jari-jarinya dengan phi atau dinyatakan secara simbolik . Rumus tersebut berlaku untuk sembarang lingkaran dengan ukuran yang beragam. Dengan demikian untuk menanamkan sifat keteraturan barisan dalam kehidupan sehari-hari siswa, kita dapat menggunakan media yang realistik supaya nilai keteraturan tersebut dapat dilihat dan dirasakan oleh siswa secara bermakna. 3. Bersikap adil Sikap adil dapat ditanamkan pada siswa saat pembelajaran matematika pada konsep prosentase. Setiap siswa diberi tugas untuk mengerjakan beberapa soal. Jika siswa dapat mengerjakan dengan benar soal tersebut maka siswa menghitung prosentase hasil kerjanya, kemudian dapat menghitung reward yang akan diperoleh dari guru tergantung prosentasi hasil kerja yang telah dicapai. 4. Berpikir positif atau tidak berprasangka buruk Salah satu konsep dalam matematika yang dapat digunakan untuk menanamkan prilaku berpikir positif adalah konsep kuadrat. Melalui konsep ini setiap bilangan baik positif maupun negatif jika dikuadratkan hasilnya selalu positif. Selain
konsep di atas, konsep harga mutlak, jarak, luas, volume memungkinkan bisa diselaraskan dengan perilaku berpikir positif. Misalnya (2)2 = (-2)2 = 4, atau | | | | Sehingga melalui aktifitas pembelajaran seperti ini guru dapat menanamkan prilaku selalu berpikir positif. Artinya pada setiap peristiwa pasti memiliki hikmah dibalik peristiwa tersebut (baca: husnudlon pada Allah) sebab “inna maa’ ‘usri yusron”. 5. Sikap konsisten Obyek dalam matematika meliputi, fakta, konsep, prinsip, dan operasi. Fakta merupakan konvensi-konvensi atau simbol yang telah disepakati, misalnya bilangan tiga disembolkan dengan 3, factorial disimbolkan dengan ! dan sebagainya. Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan obyek, biasanya dinyatakan dalam bentuk definisi atau pengertian suatu objek, misalnya konsep segitiga, konsep himpunan, konsep bilangan dan lainnya. Prinsip adalah gabungan dari beberapa konsep yang saling terkait, misalnya teorema atau lemma. Sedangkan operasi adalah aturan untuk menghasilkan obyek tunggal dari beberapa obyek yang diketahui. Sejauh ini dalam kajian fakta, konsep, prinsip maupun operasi disusun sedemikian rapi sehingga tak satupun saling bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Masing-masing selalu konsisten dan sifat inilah yang dapat kita tanamkan kepada siswa. 6. Ulet dan tangguh Sifat ini ditanamkan dengan memberikan penjelasan pada siswa bahwa setiap masalah atau soal dalam matematika yang disajikan selalu memiliki solusi dan siswa dilatih, dibimbing untuk selalu berusaha mencari jawaban soal tersebut sampai mereka bisa. Sifat pentang menyerah dalam mengerjakan soal-soal sedikit demi sedikit akan tertanam dalam diri siswa sehingga akan membentuk pribadi yang ulet dan tangguh. 7. Karakter lainnya Selain karakter-karakter mulia diatas, melalui ide kreatif seorang guru juga dapat menanamkan sifat-sifat mulia lainnya, seperti sifat menghargai pendapat orang lain dan sikap demokratis melalui sajian soal yang dirancang dengan banyak solusi (open ended approuch) atau memberikan kesempatan pada diri siswa untuk membuat soal sendiri yang diajukan pada guru atau dijawab sendiri (problem posing approuch) atau dengan cara memberikan tugas untuk melukis konsep tertentu disesuaikan dengan topik yang memungkinkan siswa melibatkan suasana hati mereka dalam aktifitas bermatematika dan memiliki pandangan positif (menghargai) terhadap matematika. Bagaimana syarat minimal agar nilai matematika dapat diaktualisasikan dalam pembelajaran? Alangkah bijaknya apabila dalam proses pembelajaran matematika yang syarat dengan nilai-nilai akhlak, budi pekerti dapat terjadi akibat adanya interaksi guru-siswa (baca: centered teacher atau centered student) selain didasarkan pada teori-teori belajar yang sudah dibakukan dan dibuktikan cocok untuk dilakukan melalui hasil research sendiri maupun hasil research orang lain juga perlu mengingat apa yang dipesankan oleh
sang pencipta yakni Allah SWT melalui kitab suci Al-Qur‟an yang memberikan ibrah pada kita sebagai guru dalam konteks pembelajaran yaitu termaktub dalam surah Al-Nahl ayat 125 (QS:16:125) yang berbunyi:
Artinya “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan al-hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik pula. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah, yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dijalan-Nya dan Dialah yang mengetahui orang yang mendapat petunjuk”. Dan pada ayat lain termaktub dalam surah Al-Ahzab ayat 21 (QS: 33:21) yang berbunyi:
yang artinya “Sungguh pada diri Rosulullah terdapat suri teladan yang baik bagimu, yaitu orang mengaharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah”. Ada dua pesan utama dalam mensukseskan keberlangsungan proses transformasi nilai karakter dalam proses pembelajaran secara umum (termasuk dalam pembelajaran matematika) menurut pesan Al-Qur‟an al Kariem adalah (1) mauidloh hasanah, dan (2) uswatun hasanah. Istilah mauidloh hasanah dapat diartikan tutur kata yang baik, mungkin cara memilih metode, strategi, pendekatan yang cocok, disesuaikan dengan tingkat perkembangan fisik dan psikologi peserta didik. sedangkan uswatun hasanah dapat diartikan sebagai akhlak yang baik sehingga dapat dijadikan teladan oleh siswanya. Selanjutnya apabila dua istilah di atas dapat diaktualisasikan secara simultan dalam pelajaran matematika maka tidak mustahil gambaran ideal lahirnya insan-insan yang berbudi pekerti luhur dapat diraih melalui wahana pendidikan. Penutup Matematika bukanlah ilmu hitung semata, melainkan merupakan ilmu yang berkaitan erat dengan pola sehingga menumbuhkan energi untuk berpikir dan bernalar. Oleh karenanya matematika disajikan agar siswa lebih mampu menghadapi berbagai masalah dalam hidup dan kehidupan, baik masalah tersebut terkait dengan matematika itu sendiri maupun masalah yang berhubungan dengan ilmu lainnya. Begitu banyak nilai karakter matematika yang mungkin dapat dikembangkan melalui pembelajaran di kelas sehingga menumbuhkan karakter positif bagi siswa, seperti nilai jujur, teratur, keindahan, tangguh ulet, demokratis, konsisten, adil, sikap positif, yang kesemuanya memungkinkan mampu memberikan kontribusi dalam membangun terbentuknya karakter bangsa yang kuat sehingga keberadaan bangsa kita diakui dan dihargai dalam pergaulan antar bangsabangsa di dunia.
Daftar Rujukan Al-Qur‟an Al Kariem dan terjemahnya Departemen Pendidikan Nasional, Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematrika Sekolah Menengah Atas dan MA, (Jakarta: Depdiknas) Departemen Pendidikan Nasional, Kurikulum 2006 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematrika Sekolah Menengah Atas dan MA, (Jakarta: Depdiknas) Direktorat Jenderal Dikti Kemendiknas, 2010. Grand desain Pendidikan Karakter, arah serta Tahapan dan Perioritas Pendidikan Karakter bangsa tahun 2010-2015. Erman Suherman. dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: Jica). Gufron, Anik. 2010. Integrasi Nilai-nilai Karakter Bangsa pada Kegiatan Pembelajaran. Cakrawala Pendidikan. Th XXIX, edisi Dies. Herma Hudojo, 1990. Strategi Belajar Mengajar, (Malang: IKIP). Hollands, Roy. 1993. A Dictionary Of Mathematics. Penerjemah Naipospos Hutauruk. (Jakarta: Erlangga). Mulyono Abdurrahman, 2003. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta) Miskawaih, lbn. 1999. Menuju Kesempurnaan Akhlak: Buku Dasar Pertama tentang Filsafat Etika. Penerjemah Helmi Hidayat. (Bandung. Mizan) Nasution, A. H. 1982. Landasan Matematika. (Jakarta Bhatara Karya Aksara). Rukiyati. 2013: Urgensi Pendidikan Karakter Holistik Komprehensif di Indonesia. Jurnal Pendidikan Karakter. Tahun III, Nomor 2, Juni 2013. Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Nasional) Sudarsono, S. 2010. Karakter Mengantar Bangsa:dari Gelap menuju Terang. Jakarta: Elex Media Komputindo. Suwarsono, St. 2011. Peranan Pendidikan matematika dalam meningkatkan daya saing bangsa. Prosiding seminar nasional pendidikan matematika. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika Universitas Negeri Jember tanggal 5 Mei 2011.