Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)
UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI KABUPATEN BREBES SEBAGAI IMPLIKASI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH Oleh Dra. Suemi, M.Si. Universitas Sultan Fatah (UNISFAT) Demak Jawa Tengah
PENDAHULUAN Penyelenggaraan Pemerintah Daerah sebagai sub-sistim pemerintahan negara, dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat (UU No. 33 tahun 2004). Sebagai daerah otonomi daerah mempunyai wewenang dan tanggungjawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat. Prinsip dasar pemberian otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan bahwa daerahlah yang mengetahui kebutuhan dan standar pelayanan bagi masyarakat di daerahnya. Atas dasar pertimbangan ini, maka pemberian otonomi daerah diharapkan mampu memacu pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pada akhirnya. Salah satu sektor yang berperan dalam perekonomian secara global adalah sektor industri, oleh karena itu pembangunan kawasan industri di daerah diharapkan dapat meningkatkan perekonomian daerah setempat yang berdampak pada peningkatan perekonomian nasional. Berawal dari pemikiran tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Brebes dalam hal ini melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah merencanakan Kawasan Industri Terpadu (KIT) sebagai upaya peningkatan pendapatan daerah dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah yang akan berdampak pada
VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012
peningkatan perekonomian di daerah dan juga nasional. Kawasan Industri Terpadu di Kabupaten Brebes diperlukan karena dalam jangka panjang kawasan industri yang saat ini berlokasi di kota - kota besar pada waktu yang akan datang akan mengalami fase jenuh, disamping itu daerah Kabupaten Brebes dan sekitarnya memerlukan adanya akses yang dapat membuka sekaligus memicu pertumbuhan perekonomian daerah. Di Kabupaten Brebes sebelumnya sudah dialokasikan lahan untuk Kawasan Industri Terpadu yaitu di Desa Cimohong Kecamatan Bulakamba. Namun karena kurangnya sosialisasi serta infrastruktur pendukung maka sampai saat ini belum ada investor yang tertarik untuk menanamkan modalnya di kawasan tersebut. TUJUAN Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah: a. Mengetahui dampak pengembangan Kawasan Industri Terpadu Kabupaten Brebes dari sisi ekonomi, infrastruktur, teknis dan lingkungan; b. Mengetahui hasil Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Pengembangan Kawasan Industri Terpadu Kabupaten Brebes; c. Merumuskan kebijakan model / pola kerjasama investasi infrastruktur yang sesuai dan perlu dikembangkan di Kawasan Industri
79
Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)
d.
Terpadu Kabupaten Brebes; Mengembangkan pengaturan dan kelembagaan yang diperlukan dalam pengembangan Kawasan Industri Terpadu Kabupaten Brebes.
KAJIAN TEORI 1). LANDASAN HUKUM Landasan hukum dalam penyusunan Perencanaan Kawasan Industri Terpadu Kabupaten Brebes antara lain : a. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian; b. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; c. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; d. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; e. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; f. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah; g. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; h. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Industri; i. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; j. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri; k. Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 15 Tahun 2001 tentang Evaluasi dan Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Brebes; l. Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Tahun Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kemitraan Daerah; m. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun
VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012
2006 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; n. Serta produk hukum lainnya yang dapat menjadi landasan hukum dalam penyusunan Pekerjaan Perencanaan Kawasan Industri Terpadu Kabupaten Brebes. 2). DEFINISI INDUSTRI A. TERMINOLOGI INDUSTRI Kata industri berasal dari kata dalam bahasa Inggris yakni “Industry”. Dalam kamus “The Scribner Bantam English Dictionary”, cetakan ke – 18 tahun 1900, tertera sebagai berikut, Industri berasal dari kata latin “industria” yang bermakna : a. Siap melaksanakan suatu tugas pekerjaan atau bidang usaha atau karyawan yang siap melakukan atau menerapkan sesuatu tugas atau pekerjaan yang bersifat tetap, terus menerus dan secara teratur (Steady application to a task, business or labor) b. Industri adalah berbagai bentuk kegiatan ekonomi (Any form of economic activity) c. Industri adalah perusahaan-perusahaan yang produktif menghasilkan sesuatu barang atau jasa yang dapat dijual (Productive enterprises generally) d. Industri adalah tempat atau pekerjaan yang produktif (Productive occupations as distingnished from finance and commerce)
80
Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)
e. Industri adalah cabang pekerjaan atau perdagangan yang khusus (Particular branch of work or trade) B. PERMAHAMAN PENGERTIANPENGERTIAN YANG TERKAIT DENGAN INDUSTRI MENURUT PERATURAN PERUNDANGAN RI Beberapa pemahaman pengertian yang terkait dengan industri menurut peraturan perundangan Republik Indonesia adalah sebagai berikut: a. Perindustrian adalah tatanan dan segala kegiatan yang bertalian dengan kegiatan industri. b. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. c. Kelompok industri adalah bagian-bagian utama kegiatan industri, yakni kelompok industri hulu atau juga disebut kelompok industri dasar, kelompok industri hilir, dan kelompok industri kecil. d. Cabang industri adalah bagian suatu kelompok industri yang mempunyai
VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012
ciri umum yang sama dalam proses produksi. e. Jenis industri adalah bagian suatu cabang industri yang mempunyai ciri khusus yang sama dan/atau hasilnya bersifat akhir dalam proses produksi. f. Bidang usaha industri adalah lapangan kegiatan yang bersangkutan dengan cabang industri atau jenis industri. g. Perusahaan industri adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang usaha industri. h. Rancang bangun industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perencanaan pendirian industri/pabrik secara keseluruhan atau bagianbagiannya. i. Perekayasaan industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perancangan dan pembuatan mesin/peralatan pabrik dan peralatan industri lainnya. j. Standar industri adalah ketentuan-ketentuan terhadap hasil produksi industri yang di satu segi menyangkut bentuk, ukuran, komposisi, mutu, dan lain-lain serta di segi lain menyangkut cara mengolah, cara menggambar, cara menguji dan lain-lain. k. Standardisasi industri adalah penyeragaman dan
81
Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)
penerapan industri.
dari
standar
l. Tatanan industri adalah tertib susunan dan pengaturan dalam arti seluas-luasnya bagi industri. m. Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri. n. Kawasan peruntukan industri atau zona industri adalah bentangan lahan yang diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota yang bersangkutan. o. Kompleks Industri adalah suatu konsentrasi kegiatan sejumlah “industri di suatu tempat yang diantaranya banyak yang mendasarkan pilihan lokasinya yang saling berdekatan atas pertimbangan adanya saling keterkaitan teknis/ekonomis atau integrasi hulu-menengahhilir. p. Sentra industri adalah sentra industri kecil yang merupakan sekumpulan kegiatan industri kecil
VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012
sejenis yang lokasinya mengelompok pada jarak yang tidak terlalu berjauhan. q. Kawasan Industri Terpadu merupakan kawasan pusat kegiatan industri yang didukung dengan penyediaan fasilitas dan utilitas internal, yang juga menyatu dengan sistem utilitas eksternal (kawasan) seperti pembangkit tenaga listrik, pembuangan limbah dan sistem transportasi, serta dilengkapi dengan pelayanan prosedur yang cepat dan mudah untuk semua perijinan investasi, industri perdagangan, ekspor-impor, pajak maupun tenaga kerja. Pembangunan industri terpadu dimaksudkan untuk mewujudkan suatu kompleks industri yang didalamnya terdapat unsur riset, inovasi, pabrik, pemasaran dan penjualan atau distribusi. Pengembangan industri manufaktur pada beberapa sub sektor yang memenuhi satu atau lebih kriteria di antaranya menyerap banyak tenaga kerja, memenuhi kebutuhan dasar dalam negeri seperti makanan-minuman dan obat-obatan, selain itu juga mengolah hasil pertanian dalam arti luas termasuk perikanan dan sumbersumber daya alam lain dalam negeri, serta memiliki potensi pengembangan ekspor.
82
Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)
Dengan dibangunnya kawasan industri terpadu diharapkan akan mampu menampung tenaga kerja sesuai dengan yang dibutuhkan oleh kawasan industri tersebut. Di samping itu, pencemaran dari limbah industri yang berada disekitar kawasan dapat dilokalisir dan dipantau tingkat pencemarannya, sehingga tidak merugikan masyarakat sekitarnya. (Pengertian Kawasan Industri Terpadu diolah, bersumber pada Depkominfo, Depdagri dan Disperindag, Tahun 2008) C. KLASIFIKASI INDUSTRI SECARA UMUM 1. Klasifikasi Industri Berdasarkan Hubungan Vertikal Hubungan vertikal adalah adanya hubungan dalam bentuk penggunaan produk hasil akhir suatu kelompok perusahaan sebagai bahan baku pada kelompok perusahaan lain. Misalnya hasil barang yang dibuat suatu perusahaan X dijadikan bahan baku oleh perusahaan lain. Dalam hal ini, antara perusahaan X dengan perusahaan Y mempunyai hubungan vertikal. Hubungan vertikal tersebut terdiri dari: Industri Hulu dan Industri Hilir. a. Industri Hulu Perusahaan yang membuat produk yang dapat dipergunakan
VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012
oleh perusahaan lain disebut kelompok industri hulu. b. Industri Hilir Industri hilir adalah kelompok perusahaan yang menggunakan produk perusahaan lain sebagai bahan baku untuk kemudian diproses menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Misalnya: Perusahaan X menggunakan produk perusahaan Y, maka perusahaan X merupakan pabrik industri hilir dari perusahaan Y. 2. Klasifikasi Industri Berdasarkan Hubungan Horizontal Pengertian horizontal di sini adalah peninjauan atas dasar hubungan sejajar antara produk yang dihasilkan masingmasing perusahaan. Contoh: Perusahaan H1, H2, dan H3 merupakan hotel motel, dan losmen, sedangkan perusahaan A1, A2 dan A3 masingmasing merupakan perusahaan agen penjualan tiket pesawat, perusahaan jasa angkutan pariwisata dan tempat rekreasi. Perusahaan H1, H2, H3, A1, A2, dan A3 merupakan kelompok industri jasa pariwisata. 3. Klasifikasi Industri Atas Dasar Skala Usahanya
83
Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)
Selain klasifikasi industri seperti dipaparkan di atas, ternyata industri pun dapat diklasifikasikan atas dasar skala atau besar kecilnya usaha. Adapun besar kecilnya suatu usaha bisnis ditentukan oleh besar kecilnya modal yang ditanamkan. Oleh karena itu klasifikasi industri berdasarkan skala usaha dapat dibagi menjadi 3 kriteria sebagai berikut : a. Industri skala usaha kecil (small scale industry) b. Industri skala usaha menengah (medium scale industry) c. Industri skala usaha besar (large scale industry) Kasifikasi industri atas dasar skala usahanya dapat dilakukan berdasarkan modal usaha atau jumlah tenaga kerja yang ada. Berdasarkan kriteria Disperindag, penggolongan industri berdasarkan skala usahanya dapat dibedakan sebagai berikut : • Usaha kecil bila modal usahanya di bawah Rp 500 juta, • Usaha menengah bila modal usahanya antara Rp 500 juta s/d 1 milyar, • Usaha besar bila modal usahanya di atas Rp 1 juta. (Kriteria ini akan
VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012
berubah sesuai dengan perubahan nilai uang) Berdasarkan jumlah tenaga kerja, penggolongan industri dapat dikelompokkan sebagai berikut : • Industri Rumah Tangga adalah usaha kerajinan rumah tangga yang mempunyai pekerja antara 1-4 orang. • Industri Kecil adalah perusahaan yang mempunyai pekerja 519 orang • Industri Sedang adalah perusahaan yang mempunyai pekerja 20-99 orang • Industri Besar adalah perusahaan yang mempunyai pekerja 100 orang atau lebih D. TUJUAN PEMBANGUNAN INDUSTRI Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 Pembangunan industri bertujuan untuk : a. Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata dengan memanfaatkan dana, sumber daya alam, dan/atau hasil budidaya serta dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup; b. Meningkatkan pertumbuhan
ekonomi
84
Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)
secara bertahap, mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan industri pada khususnya; c. Meningkatkan kemampuan dan penguasaan serta mendorong terciptanya teknologi yang tepat guna dan menumbuhkan kepercayaan terhadap kemampuan dunia usaha nasional; d. Meningkatkan keikutsertaan masyarakat dan kemampuan golongan ekonomi lemah, termasuk pengrajin agar berperan secara aktif dalam pembangunan industri; e. Memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan peranan koperasi industri; f. Meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor hasil produksi nasional yang bermutu, disamping penghematan devisa melalui pengutamaan pemakaian hasil produksi dalam negeri, guna mengurangi ketergantungan kepada luar negeri;
VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012
g. Mengembangkan pusatpusat pertumbuhan industri yang menunjang pembangunan daerah dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara; h. Menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang dinamis dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional. E. PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI 1. Konsep Pengembangan Kawasan Perwujudan strategi pembangunan daerah bertujuan untuk meningkatkan kinerja pembangunan dan memperoleh hasil yang lebih optimal terletak pada kemampuan aktualisasi konsep pembangunan wilayah secara utuh dan terpadu (comprehensive and integrated area development concept). Pendekatan pembangunan wilayah yang utuh dan terpadu akan mampu mewujudkan efisiensi dan efektivitas fungsi perencanaan pembangunan daerah. Dengan kata lain, pendekatan tersebut menganut azas keseluruhan sektor (comprehensive) secara terpadu, bukan lagi penjumlahan (agregatif) masing-masing sektor secara terpisah.
85
Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)
Dengan konsep demikian maka pelaksanaan pembangunan masingmasing sektor secara otomatis akan berakumulasi (bersinergi) dalam mendukung sasaran pembangunan wilayah yang menjadi konsep induknya. Disamping itu, diantara masing-masing sektor secara signifikan akan saling terkait (linkage), mengingat semua sektor berada dalam satu kerangka pembangunan wilayah yang utuh. Ada tiga indikator keberhasilan pengembangan wilayah yang dapat dilihat sebagai kesuksesan pembangunan daerah, adalah produktivitas, efisiensi, partisipasi masyarakat, yang semuanya dapat menjamin kesinambungan pelaksanaan suatu program di suatu wilayah atau kawasan. Dalam pengembangan kawasan industri, terdapat beberapa pengertian yang terkait dengan kawasan ini, yaitu : a. Zone Industri; b. Kawasan Industri; c. Kawasan Berikat; d. Industrial Estate; e. Lingkungan Industri Kecil; f. Kluster Industri 2. Konsep Pengembangan Kawasan IndustrI
VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012
Untuk menghadapi persaingan di pasar global maupun pasar domestik serta memanfaatkan keunggulan lokasional (locational advantage), pengembangan industri kita harus diarahkan dan dipersiapkan melalui pembentukan kawasan industri guna mendorong peningkatan kemampuan bersaing secara menyeluruh, dari kemampuan bersaing berdasarkan factor driven ke arah investment driven dan innovation driven. Untuk itu, semua stakeholders dalam industri harus dikelompokkan dalam suatu lokasi untuk memfasilitasi dan mendukung proses investasi dan inovasi. Ini berarti harus ada interaksi antara industri utama (core industry), penyedia bahan baku, industri pendukung, serta fasilitas pendukung lainnya, seperti layanan Riset dan Pengembangan (R & D), layanan diklat, layanan distribusi dan transpotasi, layanan finansial, dan sebagainya. Untuk mengakomodasikan semua ini, Kluster Industri (industrial cluster) adalah salah satu konsep yang dapat digunakan. Industri dan stakeholders berada pada satu lokasi geografi
86
Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)
untuk menghadapi globalisasi dan memanfaatkan efek keterkaitan (linkage) dan networking secara interaktif. Sehingga pengertian kluster industri adalah pengelompokan industri yang saling berhubungan secara interaktif yang merupakan aglomerasi perusahaan-perusahaan yang membentuk patnership, baik sebagai industri pendukung maupun sebagai industri terkait. Manfaatnya untuk mendorong spesialisasi produksi pada suatu daerah/wilayah dan mendorong keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif. Keunggulan dibentuknya kluster industri adalah meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya transpotasi dan transaksi, mengurangi biaya sosial, menciptakan aset secara kolektif, dan meningkatkan terciptanya inovasi. 3.
Konsentrasi Spasial Kawasan Industri Konsentrasi spasial merupakan pengelompokkan dari aktivitas ekonomi secara spasial dalam suatu lokasi tertentu dan saling terkait. Hal ini dapat ditemui pada konsentrasi industri tekhnologi tinggi di Silicon Valley (Ellison dan Glaeser, 1997), Konsentrasi spasial pada kota tepi air (Fujita dan Mori, 1996), kluster industri
VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012
(Porter, 1990; 1998 a; 1998 b), serta aglomerasi perkotaan (Fujita dan Thiesse, 2002). Krugman (1991) menyatakan bahwa konsentrasi spasial merupakan aspek yang ditekankan dari aktivitas ekonomi secara geografis dan dan sangat penting dalam penentuan lokasi industri. Menurut Krugman, dalam konsentrasi aktivitas ekonomi secara spasial, terdapat 3 hal yang saling terkait yaitu interaksi antara skala ekonomi, biaya transportasi dan permintaan. Untuk mendapatkan dan meningkatkan kekuatan skala ekonomis, perusahaan-perusahaan cenderung berkonsentrasi secara spasial dan melayani seluruh pasar dari suatu lokasi. Sedangkan untuk meminimalisasi biaya transportasi, perusahaan perusahaan cenderung berlokasi pada wilayah yang memiliki permintaan lokal yang besar, akan tetapi permintaan lokal yang besar cenderung berlokasi di sekitar terkonsentrasinya aktifitas ekonomi, seperti komplek industri maupun perkotaan. Menurut Weber (Fujita et al,1999;26-27), ada 3 faktor yang menjadi alasan perusahaan pada industri dalam menentukan lokasi, yaitu: A) Perbedaan biaya transportasi. Produsen cenderung mencari lokasi yang memberikan keuntungan berupa penghematan biaya transportasi serta dapat mendorong efisiensi dan efektivitas produksi. Dalam perspektif yang lebih luas, Coase (1937) mengemukakan tentang penghematan biaya transaksi (biaya transportasi, biaya
87
Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)
transaksi, biaya kontrak, biaya koordinasi dan biaya komunikasi) dalam penentuan lokasi perusahaan. B) Perbedaan biaya upah. Produsen cenderung mencari lokasi dengan tingkat upah tenaga kerja yang lebih rendah dalam melakukan aktivitas ekonomi sedangkan tenaga kerja cenderung mencari lokasi dengan tingkat upah yang lebih tinggi. Adanya suatu wilayah dengan tingkat upah yang tinggi mendorong tenaga kerja untuk terkonsentrasi pada wilayah tersebut. Fenomena ini dapat ditemui pada kota -kota besar dengan keanekaragaman tinggi seperti Jakarta maupun kota yang terspesialisasi seperti Kudus maupun Kediri. C) Keuntungan dari konsentrasi industri secara spasial. Konsentrasi spasial akan menciptakan keuntungan yang berupa penghematan lokasi dan penghematan urbanisasi. Penghematan lokasi terjadi apabila biaya produksi perusahaan pada suatu industri menurun ketika produksi total dari industri tersebut meningkat (terjadi increasing return of scale). Hal ini terjadi pada perusahaan pada industri yang berlokasi secara berdekatan. Penghematan urbanisasi terjadi bila biaya produksi suatu perusahaan menurun ketika produksi seluruh perusahaan pada berbagai tingkatan aktivitas ekonomi dalam wilayah yang sama meningkat. Penghematan karena berlokasi di wilayah yang sama ini terjadi akibat skala perekonomian kota yang
VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012
besar, dan bukan akibat skala suatu jenis industri. Penghematan urbanisasi telah memunculkan perluasan wilayah metropolitan (extended metropolitan regions). Dalam perspektif yang sedikit berbeda tentang keuntungan konsentrasi spasial, Marshal (1920) mengemukakan pemikiran tentang externalitas positif dan menjelaskan mengapa produsen cenderung berlokasi dekat dengan produsen lain (dorongan untuk berlokasi dekat dengan perusahaan lain disebut dengan agglomerasi). Menurut Marshal, konsentrasi spasial didorong oleh ketersediaan tenaga kerja yang terspesialisasi dimana berkumpulnya perusahaan pada suatu lokasi akan mendorong berkumpulnya tenaga kerja yang terspesialisasi, sehingga menguntungkan perusahaan dan tenaga kerja. Selain itu, berkumpulnya perusahaan atau industri yang saling terkait akan dapat meningkatkan efisiensi dalam pemenuhan kebutuhan input yang terspesialisasi yang lebih baik dan lebih murah. Yang terakhir, Marshal menyatakan bahwa jarak yang tereduksi dengan adanya konsentrasi spasial akan memperlancar arus informasi dan pengetahuan (knowledge spillover) pada lokasi tersebut. Pandangan Marshal tentang industri yang terkonsentrasi di suatu tempat dan saling terkait disebut industrial cluster atau industrial district. Menurut Marshal, kluster industri pada dasarnya merupakan kelompok aktifitas produksi aktifitas produksi yang amat terkonsentrasi secara spasial dan kebanyakan
88
Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)
terspesialisasi pada satu atau dua industri utama saja. Senada dengan pendapat Marshal, Porter menyatakan bahwa kluster adalah perusahaan-perusahaan yang yang terkonsentrasi secara spasial dan saling terkait dalam industri. Perusahaan-perusahaan dalam industri yang terkonsentrasi secara spasial tersebut juga terkait dengan institusi-institusi yang dapat mendukung industri secara praktis. Kluster meliputi kumpulan perusahaan dan hal yang terkait dalam industri yang penting dalam kompetisi. Kluster selalu memperluas aliran menuju jalur pemasaran dan konsumen, tidak ketinggalan juga jalur menuju produsen produk komplementer, dan perusahaan lain dalam industri yang terkait, baik terkait dalam keahlian, teknologi maupun input. Dalam kluster juga tercakup pemerintah dan institusi yang lain (Porter,1990; 1998 a; 1998 b). Kluster menginterprestasikan jaringan yang terbentuk dan menjadi semakin kokoh dengan sendirinya tidak hanya oleh perusahaan dalam kluster tetapi oleh organisasi yang lain yang terkait sehingga menciptakan kolaborasi dan kompetisi dalam tingkatan yang tinggi sehingga dapat meningkatkan daya saing berdasarkan keunggulan kompetitif. (Raines P, 2002). Ada 3 bentuk Kluster berdasarkan perbedaan tipe dari eksternalitas dan perbedaan tipe dari orientasi dan intervensi kebijakan (Kolehmainen,2002). 1) The industrial districts cluster. Industrial district cluster atau yang biasa disebut dengan Marshalian Industrial District
VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012
adalah kumpulan dari perusahaan pada industri yang terspesialisasi dan terkonsentrasi secara spasial dalam suatu wilayah (Marshal,1920). Pandangan Marshal mengenai industrial district masih relevan sampai saat ini dan secara empiris masih dapat dijumpai. Dalam perpektif lebih modern (Krugman,1991; Porter,1990), industrial district cluster berbasis pada eksternalitas sebagai berikut: a) Penurunan biaya transaksi (misalnya, biaya komunikasi dan transportasi). b) Tenaga kerja yang terspesialisasi (misalnya, penurunan biaya rekruitment tenaga kerja yang terspesialisasi dan penurunan biaya untuk pengembangan sumber daya manusia). c) Ketersediaan sumber daya, input dan infrastruktur yang spesifik dan terspesialisasi (misalnya pelayanan spesial dan tersedia sesuai dengan kebutuhan lokal). d) Ketersediaan ide dan informasi yang maksimal (misalnya mobilitas tenaga kerja, knowledge spillover, hubungan informal antar perusahaan). Intinya, industrial district, terjadi secara alamiah dan bersifat “open membership”. Dalam industial district tidak memerlukan investasi dalam membangun relationship. Hal ini menunjukkan bahwa jenis kluster ini dapat muncul tanpa memerlukan usaha untuk
89
Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)
memunculkannya. Selain itu Ciri-ciri dari industrial district dapat teridentifikasikan dalam area metropolitan dan kota kota lain yang memprodusi jasa dalam skala yang tinggi. (Gordon dan McCann, 2000). 2) The industrial complex cluster. Industrial complex cluster berbasis pada hubungan antar perusahaan yang teridentifikasi dan bersifat stabil yang terwujud dalam perilaku spasial dalam suatu wilayah. Hubungan antar perusahaan sengaja dimunculkan untuk membentuk jaringan perdagangan dalam kluster. Model kompleks industri pada dasarnya lebih stabil daripada model distrik industri, karena diperlukannya investasi dalam menjalin hubungan antara perusahaan – perusahaan dalam kluster ini, dimana hubungan yang terjadi berdasarkan atas pertimbangan yang mantap dalam pengambilan keputusan. Dengan kata lain kluster ini (komplek industri) terjadi karena perusahaan perusahaan ingin meminimalkan biaya transaksi spasial (biaya transportasi dan komunikasi) dan memiliki tujuan - tujuan tertentu baik secara implisit ataupun eksplisit dengan menempatkan perusahaannya dekat dengan perusahaan-perusahaan lain. Dalam beberapa kasus, terjadinya kluster industri didorong oleh adanya suatu perusahaan yang mengekspor produk akhir ke pasar internasional, yang menjadi mesin penggerak bagi
VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012
perusahaan - perusahaan lain untuk berada pada kluster tersebut. Komplek industri tidak terbangun secara alami dan berbasis pada hubungan saling ketergantungan yang tidak simetris antara perusahaan besar dan kecil. Keadaan ini dapat menghalangi penyerapan dan pengembangan inovasi dan menempatkan perusahaan kecil pada kedudukan yang yang rendah dalam menciptakan investasi dalam penelitian dan pengembangan serta pemasaran. Dominasi dari perusahaan besar yang menjadi motor dalam kluster tersebut dapat berdampak negatif bagi iklim usaha dan peluang pada kluster secara keseluruhan. 3) The Social Network cluster. Social Network cluster menekankan pada aspek sosial pada aktifitas ekonomi dan norma - norma institusi dan jaringan. Model ini berdasarkan pada kepercayaan dan bahkan hubungan informal antar personal. hubungan interpersonal dapat menggantikan hubungan kontrak pasar atau hubungan hirarki organisasi pada proses internal dalam kluster. Harrison (1992) menyatakan bahwa konsentrasi spasial pada kluster ini merupakan konteks alami yang terbentuk karena adanya hubungan informal dan modal sosial yang berupa kepercayaan, karena hal tersebut yang membentuk dan menjaga melalui persamaan sosial dan sejarah dan terus menerus melakukan kegiatan bersama dan saling berbagi.
90
Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)
Perlu diingat bahwa jaringan sosial antar perusahaan tidak perlu dibentuk dalam ruang lingkup regional ataupun lokal karena kedekatan wilayah dan budaya dapat memfasilitasi terbentuknya proses tersebut. DAMPAK PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI Kawasan industri adalah suatu zona/wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai kegiatan industri. Di dalam zona perindustrian tersebut, terdapat industri yang sifatnya individual (yang berdiri sendiri) dan industri - industri yang sifatnya mengelompok dalam kawasan industri (Industrial Estate). Di Indonesia sendiri, pada tahun 2005 sudah terdapat 203 kawasan industri yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia dengan luas ±67.000 Ha. Dari jumlah tersebut baru beroperasi 64 kawasan dengan total area ±20.000 Ha, dan rata-rata tingkat pemanfaatan ±44% yang di dalamnya terdapat ±60.000 industri. Pemerintah sendiri telah banyak mengeluarkan kebijakan - kebijakan untuk mendorong terciptanya Kawasan Industri di berbagai daerah - daerah untuk menarik para investor asing untuk menanamkan modalnya di kawasan perindustrian yang sudah ada. Salah satu kebijakan pemerintah adalah dengan strategi pengembagan FTZ (Free Trade Zone) atau SEZ (Special Economic Zone). Dimana kebijakan ini diberlakukan di suatu kawasan Industri berupa pemberian fasilitas dan insentif fiskal yang amat menarik dan bersifat khusus sehingga investor dapat tertarik untuk membuka pabriknya pada kawasan industri tersebut. Selain itu usaha pemerintah yang lain untuk pengembangan kawasan Industri adalah dengan pembangunan kelengkapan infrastruktur yang menunjang usaha usaha produksi di kawasan industri ini.
VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012
Setiap perkembangan yang terjadi mempunyai dampak atau pengaruh terhadap lingkungan disekitarnya maka dalam hal ini perkembangan kawasan mempunyai dampak terhadap perkembangan kota disekitarnya. Keseriusan pemerintah dalam pengembangan Kawasan Industri bukanlah suatu hal yang mengherankan melihat dampak positif/keuntungan yang dapat diperoleh dari pengembangan Kawasan Industri bagi perkembangan lingkungan di sekitarnya. Keuntungan pengembangan kawasan industri : a. Memacu pertumbuhan Ekonomi yang lebih tinggi. Contoh terhadap hal ini dapat dilihat di Propinsi Banten, dimana pencapaian pertumbuhan ekonomi Propinsi Banten pada akhir 2006 mencapai 6,24%, atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi rata rata nasional, sedangkan PDRB (Produk Domestik Nasional Bruto) daerah pada tahun 2006 mencapai 94 trilliun. Besarnya PDRB ini berasal dari sektor industri yang memberikan kontribusi hingga 49,75%. Pertumbuhan ekonomi Propinsi Banten hampir setengahnya dipengaruhi oleh sektor industri, bahkan pertumbuhan ekonomi daerahnya dapat melebihi perumbuhan ekonomi rata - rata nasional, yang tentu saja tidak dapat terlepas dari peranan sektor industri. b. Kemudahan dalam hal penyediaan sarana infrastruktur yang diperlukan oleh pabrik - pabrik dalam melakukan produksinya. Dengan menggabungkan beberapa industri dalam satu kawasan, maka pemenuhan fasilitas sarana dan prasarana yang menunjang dan diperlukan untuk proses industri
91
Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)
dapat dipenuhi lebih mudah karena dikumpulkan dalam satu kawasan. Berbeda halnya apabila tidak terdapat kawasan industri, dimana lokasi industri yang satu dengan yang lain terletak berjauhan, maka sarana yang diperlukan untuk proses produksi cenderung susah dilakukan dan lebih mahal karena penggunaannya yang cenderung untuk keperluan sendiri. Namun dengan adanya kawasan industri yang merupakan aglomerasi/pengumpulan dari beberapa Industri, maka pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana industri dapat lebih mudah, karena dikelompokkan pada satu kawasan, dan lebih murah sifatnya, karena dapat digunakan secara bersama sama. c. Membuka lapangan pekerjaan baru. Dengan bertumbuhnya Kawasan Perindustrian, maka akan membuka lapangan pekerjaan baru di pabrik yang dapat menyerap ribuan buruh/tenaga kerja. Dengan tambahnya lapangan kerja tersebut, maka pendapatan masyarakat dapat menjadi meningkat yang disertai juga dengan peningkatan SDM-nya. Masyarakat akan memperoleh pekerjaan dan memperoleh pelatihan dan peningkatan pengetahuan dengan bekerja di pabrik - pabrik perindustrian. Untuk bekerja di suatu pabrik, pekerja tentu saja harus memiliki keahlian dan keterampilan. Untuk memenuhi hal ini, maka salah satu usaha yang dilakukan pemerintah berupa Program Magang di Kawasan Industri yang dikhususkan kepada para masyarakat di sekitar lingkungan Kawasan Industri. Dengan program tersebut, SDM dan ketrampilan masyarakat diharapkan
VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012
dapat meningkat yang nantinya dapat menghasilkan tenaga - tenaga kerja yang terampil dan siap bekerja. d. Peningkatan pendapatan daerah melalui pajak daerah. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi suatu daerah maka juga akan meningkatkan pendapatan pajak daerahnya. Dengan bertambahnya pajak daerah, maka pemerintah dapat lebih mengembangkan pembangunan di sekitar kawasan. e. Pemudahan pengelolaan lingkungannya Pengelolaan limbah secara terintegrasi dengan mudah bisa dilakukan. Dengan dikelompokkannya industri dalam satu kawasan, maka AMDAL-nya berupa AMDAL kawasan, sehingga lebih mempermudah dalam pengecekan dan pengontrolan lingkungannya. Pengeloaan limbah secara terintegrasi (integrated waste management) dapat dengan mudah dilakukan sehingga pengontrolannya juga dapat lebih mudah dilakukan. f. Mengurangi arus urbanisasi. Masyarakat dari desa tidak lagi hanya menargetkan kota sebagai tempat mencari pekerjaan, tetapi cukup ke Kawasan Industri yang menyediakan lapangan kerja cukup banyak. Para warga kota yang bekerja di Kawasan Industri juga cenderung akan memilih tinggal di daerah Kawasan Industri apabila Kawasan Industri telah menyediakan fasilitas hunian yang memadai. Sehingga peluang arus transmigrasi dari kota ke daerah pinggiran kota menjadi semakin besar yang tentu saja dapat mengurangi kepadatan penduduk kota sebagai nilai positifnya.
92
Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)
Selain memberikan dampak - dampak positif, pengembangan Kawasan Industri juga memiliki dampak dampak yang negatif. Dampak yang negatif/kerugian ini kebanyakan berkaitan dengan aspek lingkungan. Misalnya saja terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat polusi dan limbah yang dihasilkan dari pabrik pabrik di Kawasan Industri. Polusi dari pabrik - pabrik di Kawasan Industri ini biasanya berupa polusi udara, air, kebisingan, ataupun tanah, yang umumnya menerima dampak negatif dari polusi ini adalah warga yang tinggal di Kawasan Industri dan di sekitar Kawasan Industri. METODE PENELITIAN A. LOKASI Lokasi Perencanaan Kawasan Industri Terpadu Kabupaten Brebes adalah Desa Cimohong Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes. B. ALAT ANALISIS Menurut Mulyadi (1997: 284) yang menulis teori investasi yang dalam hal ini dikaitkan dengan kelayakan program dan epidemologi dan kelayakan ekonomi dari aspek keuangan. Kelayakan ekonomi ditinjau dari sudut aspek keuangan menggunakan metode yang dilakukan untuk menilai investasi, dilakukan dengan cara: 1. Analisis net present value (NPV) Analisis ini untuk menilai kelayakan investasi dengan menghitung selisih antara nilai sekarang dari penerimaan kas bersih yang akan datang dengan nilai sekarang investasi awal. Semakin besar NPV positif, investasi semakin menguntungkan. NPV dapat
VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012
dihitung dengan rumus seperti berikut: At n NPV = ∑I = 0 (1 + k) I k = discount rate At = cashflow periode k N = usia ekonomi 2. Analisis payback period Analisis ini untuk mengetahui periode yang diperlukan dalam pengembalian investasi seluruhnya. Semakin pendek payback period-nya, proyek akan semakin baik. Payback period dihitung dengan; (1) Membagi jumlah investasi dengan penerimaan kas bersih (proceeds) tiap periode, bila proceeds sama setiap periodenya. (2) Mengurangkan jumlan investasi dengan penerimaan kas bersih (proceeds) yang diterima, bila besar proceeds tidak sama setiap periodenya. 3. Analisis Return on Investment (ROI) Analisis ini untuk melihat apakah suatu proyek layak sampai pada tahap pengembangan dan pengujian. Perhitungan ROI dapat ditakukan dengan bermacammacam cara, salah satunya yang paling terkenal adalah dengan membandingkan penghasilan tahunan rata-rata sesudah pajak dan depresiasi dengan investasi rata-rata. ROI = E/I ROI = Return on investment E = Penghasilan tahunan rata-rata I = Investasi rata-rata yang diperlukan untuk sebuah proyek.
93
Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)
4.
Pendekatan ini memerlukan adanya estimasi tentang kelangsungan hidup yang diharapkan dari produk tersebut dan pendapat tentang kemungkinan penjualan serta biaya yang berkaitan dengan produk tersebut setiap tahunnya. Analisis hasil pengembalian (internal rate of return)/IRR Yaitu tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang arus kas dengan pengeluaran investasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Perhitungan Dalam pembangunan Kawasan Industri Terpadu di Desa Cimohong, investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan kawasan industri Cimohong adalah sebesar Rp 905.159.154.520,Dari investasi tersebut, didapatkan hasil perhitungan kelayakan finansial sebagai berikut : A. Estimasi harga jual masingmasing Kavling berdasarkan skala industrinya: 1) Kavling Industri Kecil (15%) Tipe 1 (1920 m2) 1 unit Rp 3,072,000,000,- / unit Tipe 2 (2000 m2) 36 unit Rp 3,200,000,000,- / unit Tipe 3 (2400 m2) 5 unit Rp 3.840.000.000,- / unit 2) Kavling Industri Sedang (35%) Tipe 1 (5000 m2) 44 unit Rp 8.000.000.000,- / unit
VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012
Tipe 2 (5920 m2) 2 unit Rp 9.472.000.000,- / unit Tipe 3 (7000 m2) 2 unit Rp 11.200.000.000,- / unit 3 ) Kavling Industri Besar (50%) Tipe 1 (9700 m2) 13 unit Rp 15.520.000.000,- / unit Tipe 2 (10000 m2) 11 unit Rp 16.000.000.000,- / unit Tipe 3 (12000 m2) 2 unit Rp 19.200.000.000,- / unit B. Estimasi penerimaan sewa dari beberapa fasilitas Persewaan Penginapan (unit) Rp 600.000,/tahun Kantor Perbankan (m2) Rp 100.000/m2 Show Room (m2) Rp 100.000/m2 Kantin(m2) Rp 100.000/m2 Minimarket (m2) Rp 100.000/m2 Estimasi biaya dalam pengelolaan kawasan industri tersebut, meliputi biaya operasional, biaya pemeliharaan,biaya gaji, biaya asuransi, biaya depresiasi dan lain-lain. Hasil estimasi cash flow, dengan asumsi masa konstruksi satu tahun, dan umur ekonomis adalah 25 ( duapuluh lima) tahun. Dengan discount factor 10 %, 12 % dan 14 %, didapatkan hasil sebagai berikut:
94
Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)
1. Net Present Value : a. Df = 10 % : Rp 291.723.259.253.575,b. Df = 12 % : Rp 98.236.030.931.190,c. Df = 14 % : Rp (50.159.980.993.680),2. Internal Rate Return : 13,266 % 3. Benefit Cost Ratio : a. Df = 10 % : 1,32 b. Df = 12 % : 1,11 c. Df = 14 % : 0,94 4. Pay Back Periode : 15 tahun Dari hasil perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara finansial proyek bisa dilaksanakan atau layak. Hal ini bisa dilihat dari nilai NPV yang positif, Benefit Cost Ratio di atas 1, Nilai IRR masih di atas tingkat bunga yang berlaku. (Hasil perhitungan secara keseluruhan bisa lihat lampiran). Kawasan industri Cimohong direncanakan merupakan kawasan atau pusat pengembangan berbagai industri dengan pengelolaan secara terpadu. Prospek Pasar Kawasan Industri Terpadu Desa Cimohong Kabupaten Brebes potensial untuk pengembangan industri terutama industri berbahan baku pertanian (agroindustri). Kawasan industri Terpadu di Desa Cimohong diharapkan menjadi pemicu utama dalam memperkuat Kabupaten Brebes untuk menarik investor, dengan beberapa keuntungan yang bisa didapatkan, yaitu: a. Rencana pengawasan perizinan dalam satu atap, b. Promosi investasi, dengan adanya usaha resmi diharapkan investasi yang dilakukan oleh pengusaha/ investor dapat
VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012
B.
berkembang dengan baik, didukung oleh suasana kondusif dari berbagai aspek, terutama keamanan dan tidak adanya demonstrasi buruh di Kabupaten Brebes. Rencana Kerja Sama Dengan Pemerintah - Swasta Investasi merupakan salah satu faktor yang penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Makin besar arus investasi, dapat memberikan peluang munculnya kegiatankegiatan usaha yang lain. Implikasinya adalah meningkatnya kesempatan kerja dan peluang terjadinya peningkatan PAD. Namun, bagaimana usaha Pemda untuk meningkatkan PAD tanpa harus membebani rakyatnya, sehingga dapat mengembangkan otonominya. Masih terdapat peluang yang dapat dimanfaatkan oleh daerah untuk mendukung sumber pembiayaan dan investasi daerah untuk mendukung implementasi otonomi daerah yang pelaksnaannya dapat dilakukan oleh para pelaku ekonomi daerah termasuk BUMN, BUMD, Swasta dan Masyarakat. Diperlukan adanya perhatian yang serius dalam upaya meningkatkan efisiensi sektor publik, sekaligus mengupayakan agar administrasi negara mampu menelurkan berbagai kiat dan terobosan dalam menciptakan iklim yang kondusif bagi berkembangnya sektor swasta. Keterbatasan yang membelengu sektor publik bukannya merupakan halangan jika kita mampu mendayagunakan kekuatan dan potensi sektor swasta yang mulai berkembang.
95
Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)
C.
Pola kemitraan sektor publik dan swasta merupakan harapan baru dalam mendobrak keterbatasan. Acapkali daerah memiliki aset yang sangat potensial untuk dimanfaatkan atau dikembangkan, namun upaya-upaya ke arah itu terhalang oleh terbatasnya sumber dana atau akses ke sumber dana atau keterbatasan kemampuan SDM dalam menggunausahakan aset tersebut. Di sisi lain swasta atau masyarakat merupakan pihak yang dalam banyak hal, mempunyai potensi pendanaan dan teknologi yang perlu diproduktifkan, dengan demikian melalui kerjasama antara Pemerintah daerah dengan swasta atau masyarakat dapat memberikan nilai tambah dan keuntungan kedua belah pihak Kerjasama antara pemerintah daerah dan swasta tidak hanya akan dapat memberikan keuntungan berupa uang, tetapi juga merupakan strategi diversifikasi resiko, dimana dengan kerjasama ini resiko Pemerintah Daerah menjadi kecil atau bahkan tanpa ikut menanggung resiko sama sekali. Di Indonesia, pola kerjasama antara diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan infrastruktur. Bentuk Kerja Sama Antara Sektor Publik Dan Swasta Kerja sama Pemerintah daerah dengan swasta idealnya didasarkan pada win-win solution partnership, artinya kerjasama tersebut dilakukan dengan kesadaran dari dua belah pihak atas keuntungan timbal balik yang akan dihasilkan dalam kerjasama
VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012
tersebut. Pemerintah Daerah dalam pengertian kerja sama Pemerintah Daerah termasuk di dalamnya BUMD/Perusahaan Daerah. Oleh karena itu perusahaan daerah mempunyai peluang untuk mengembangkan dan meningkatkan usaha melalui kerjasama dengan pihak swasta. Pihak ketiga menurut Permendagri Nomor 3 Tahun 1986 adalah instansi atau badan usaha atau perorangan yang berada di luar organisasi Pemerintah Daerah, antara lain Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah lainnya, BUMN, BUMD, Koperasi, Swasta Nasional atau Swasta Asing yang tunduk pada hukum Nasional Bentuk Kerja sama secara garis besar dikelompokkan adalam 2 bentuk, yaitu 1. Kerjasama Pengelolaan (Joint Operation). Kerja sama ini dapat dilakukan melalui berbagai model, yaitu : a. Sewa Tambah Guna ( Contract Add and Operate /CAO) b. Rehabilitasi Guna Serah (Rehabilitate, Operate and Transfer/ROT) c. Bangun Serah (Built and Transfer/ BT) d. Bangun Guna Serah ( Built, Operate and Transfer/BOT) e. Bangun Serah Sewa ( Built, Transfer and Rent /BTR) f. Bangun Sewa Serah ( Built, Rent and Transfer/BRT) g. Bangun Kelola Miliki ( Built, Operate and Own/BOO) h. Kerjasama Operasi
96
Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)
D.
2. Kerjasama Usaha Patungan (Joint Venture). Pemda bersama-sama dengan swasta dapat mendirikan Perseroan Terbatas yang mengacu pada Undaag-undang Nomor 1 Tahun 1995. Langkah Strategis Pemilihan Kerja Sama Untuk dapat mencapai sasaran secara optimal, maka pilihan untuk melakukan kerjasama perlu diletakkan dalam
suatu kerangka strategis. Sebagaimana dilakukan oleh perusahaan dalam rangka menjalin kerjasama strategis untuk mengembangkan bisnisnya. Kerangka pikir yang biasa dipakai adalah menggunakan model manajemen strategis. Menurut Usman ( 1996 ) beberapa kekuatan dan kelemahan pemanfaatan dana sektor swasta dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 1 KEKUATAN DAN KELEMAHAN KERJA SAMA DENGAN SEKTOR SWASTA Aspek Kekuatan Kelemahan Efisiensi Dengan Masuknya Kantor Tidak ada kelemahan yang Swasta maka perusahaan akan menonjol beroperasi dengan lebih efisien Persiapan
Pendanaan
Pembagian Resiko Desentralisasi
Dilakukan bersama-sama dengan pihak swasta, sehingga mudah memperhatikan berbagai aspek Pemda/Perusda tidak perlu menyediakan dana dalam jumlah yang besar dalam penyertaan modal Terjadi pembagian resiko antara Pemda/Perusda dengan swasta Meningkatkan kewenangan Pemda
Patyisipasi Swasta Penentuan Tarif
Meningkatkan peran swasta dalam pembangunan daerah Pemerintah tetap mempunyai kekuatan dalam menentukan tarif
Alih Teknologi
Akan terjadi alih teknologi dari sektor swasta ke sektor emerintah Pinjaman Pemerintah diganti dengan sumber swasta
Makro Ekonomi
VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012
Akan lebih ketat adanya keterlibatan ihak swasta
Apabila modal sawsta banyak berasal dari Luar Negeri, maka perlu diperha-tikan resiko nilai tukar Tidak ada kelemahan yang menonjol Tambah wewenang menyebabkan tambahan tanggung jawab Tidak ada kelemahan yang menonjol Tanpa danya konrol yang kuat dari pemerintah, swasta dapat menerapkan tarif yang memberatkan masyarakat Tidak ada kelemahan yang menonjol Tidak ada kelemahan yang menonjol
97
Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)
Berdasarkan tabel 1 di atas, walaupun terdapat beberapa kelemahan yang mungkin timbul dengan adanya kerja sama Pemerintah Daerah dengan Swasta, namun secara umum aspek positif yang ditimbulkannya lebih dominan dibandingkan dengan aspek negatifnya yaitu Bangun Guna Serah (BOT) BANGUN GUNA SERAH (Built, Operate And Transfer)
komersiilnya serta mendayagunakan bangunan dan fasilitas tersebut untuk suatu jangka waktu tertentu. Biasanya pada awal kerjasama Pemda juga akan menerima kompensasi berupa uang dari pihak swasta dan mempunyai hak untuk memanfaatkan suatu area dari bangunan tersebut tanpa pembayaran apapun ke pihak swasta.
Bentuk kerjasama BOT dikenal pada transaksi-transaksi yang Selama masa BOT, resiko yang obyeknya berupa tanah. Kekayaan terjadi atas bangunan dan fasilitas daerah yang berupa tanah dan yang dibangun swasta akan fasilitas-fasilitas yang ada di merupakan tanggungan swasta atasnya yang memiliki potensi karena secara hukum kepemilikan ekonomi yang tinggi dialihkan bangunan dan fasilitas masih pemanfaatannya kepada swasta, menjadi milik pihak swasta. dengan cara pihak swasta tersebut atas biayanya sendiri membangun bangunan berikut fasilitas Gambar 1 STRATEGI DIVERSIFIKASI RESIKO KERJASAMA BOT
BOT Transfer Resiko
Pemerintah
Swasta
100% dari resiko
resiko rendah
Resiko tinggi
Resiko Konstruksi
100% dari resiko
resiko rendah
Resiko tinggi
Resiko Operasi
100% dari resiko
Resiko sangat rendah
Resiko sangat tinggi
Resiko Pembangunan
Berdasarkan tabel 1 di atas, walaupun terdapat beberapa kelemahan
VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012
yang mungkin timbul dengan adanya kerja sama Pemerintah Daerah dengan
98
Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)
Swasta, namun secara umum aspek positif yang ditimbulkannya lebih dominan dibandingkan dengan aspek negatifnya. Di Indonesia, pola kerjasama antara Pemerintah Daerah dengan swasta sebenarnya diatur dalam : a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah c. Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam penyediaan Infrastruktur, d. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah. e. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 69 Tahun 2007 Tentang Kerja Sama Pembangunan Perkotaan Tujuan utama pelaksanaan kerjasama antara Pemerintah Daerah/Perusda dengan Pihak Ketiga adalah untuk meningkatkan perekonomian daerah dan menembah pendapatan daerah. Secara umum, tujuan dilakukannya kerjasama adalah sebagai berikut : a. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembiayaan, melalui dana dari masyarakat untuk kepentingan pembangunan, b. Usaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah melalui perluasan dan peningkatan pembangunan, c. Meningkatkan pendapatan daerah dengan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan masyarakat, d. Mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah,
VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012
e.
f.
g.
h.
i.
Mendayagunakan aset daerah secara optimal, khususnya aset yang masih dapat ditingkatkan penggunaannya, Adanya alih teknologi yang digunakan dalam pengelolaan proyek yang dapat dimanfaatkan SDM di Pemda, Terhindarinya penjualan aset daerah yang potensial kepada swasta, Terciptanya lapangan pekerjaan yang dapat mendorong dan mendayagunakan tenaga kerja setempat untuk bekerja di sektor industri, Sebagai katalisator penyerapan tenaga kerja ke kota-kota besar.
KESIMPULAN Kesimpulan dari hasil analisis pada pembahasan sebelumnya adalah sebagai berikut L 1). Pembangunan Kawasan Industri Terpadi di Desa Cimohong dinyatakan layak secara finansial. Hal ini bisa dilihat dari hasil perhitungan, didapatkan hasil : o NPV Df = 10 % = Rp 291.723.259.253.575,Df = 12 % = Rp 98.236.030.931.190,Df = 14 % = (Rp 50.159.980.993.680) o IRR = 13,266 o B/C Ratio • Df = 10 % = 1,32 • Df = 12% = 1,11 • Df = 14 % = 0,94 o Pay Back Period = 15 tahun Proyek dikatakan layak secara finansial, jika NPV positif, B/C ratio di atas 1, dan IRR di atas tingkat bunga yang berlaku. Dengan hasil perhitungan, proyek dinyatakan layak untuk dibangun.
99
Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)
2). Kemitraan dengan pihak ketiga, dilakukan dengan pertimbangan terdapatnya keterbatasan pihak Pemda. Bentuk kemitraan seperti yang diatur dalam Perda Kabupaten Brebes No 5 tahun 2006 tentang Kemitraan Daerah. Dengan melihat beberapa alternatif, yang paling menguntungkan adalah bentuk B – O – T (Build, Operate and Transfer), dicirikan dengan adanya investasi swasta, pembangunan sarana, biaya rendag, kualitas tinggi, menguntungkan, efisiensi tinggi. PENUTUP Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah seperti yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah dan Undangundang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, disebutkan bahwa suatu daerah yang tidak mampu membiayai sumber pelaksanaan otonomi daerah akan di-merger (digabungkan) atau dihapuskan. Berdarakan kebutuhan dan tuntutan zaman maka perlu adanya perluasan wilayah dalam rangka menambah sumber penerimaan daerah, yaitu salah satu cara untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Brebes adalah membuat perencanaan Kawasan Industri Terpadu. Daftar Pustaka Abdul
Halim, 2001, Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta : AMP YKPN Agung Riyadi, Anton A, Didit P, 2002, Laporan Penelitian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012
di Kabupaten Sukoharjo, Surakarta : FE UMS. Agus Wantara, 1995, Analisis Pendapatan Asli Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1970-1980 (tesis yang tidak dipublikasikan), Yogyakarta : UGM Alfian Lians, 1985, Pendapatan Daerah Dalam Ekonomi Orde Baru, Prisma No. 4 Tahun XIV. Andi Mustari, 1999, Otonomi Daerah dan Kepala Daerah Memasuki Abad XXI, Jakarta : Gaya Media Pratama Asnafiah Yulianti, 2001, Kemandirian dan Pertumbuhan Ekonomi Dalam Menyongsong Otonomi Daerah, Kajian Ekonomi dan Bisnis Stiekers, Vo. 5 , No. 29, Tahun 2001. B.Usman, 1977, Pajak-pajak Indonesia, Jakarta : Majalah Mingguan Pajak. Bagus Santosa, 1995, Evaluasi Peran Retribusi Pasar Terhadap Pendapatan Daerah : Studi Kasus Kabupaten Sleman (laporan penelitian yang tidak dipublikasikan), Yogyakarta : UGM Bahl, Roy, 1999, Implementation Rule Fiscal Desentralisation, Atlanta : International Studies Program School of Policy Studies, Georinia State University. Balai Penerbitan Panca Usaha, 2001, Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Bandung : CV. Laksana Mandiri Caroline, 2004, Analisis Penerimaan Retribusi Pasar Kota Salatiga, Semarang : UNDIP
100
Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)
(tesis yang tidak dipublikasikan) Dadang Solihin, 2001, Kamus Istilah Otonomi Daerah, Jakarta : Lembaga Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan Davey, 1988, Pembiayaan Pemerintah Daerah, Terjemahan Amanullah, Jakarta : UI Press Deddy Supriady, 2001, Otonomi Penyelenggara Pemerintah Daerah, Jakarta : Gramedia Fisher,Ronald, 1996, State and Local Publik Finance, A Time Higher Education Group, Inc. Company. Guritno Mangkoesoebroto, 1995, Ekonomi Publik, Yogyakarta : BPFE Harry Waluya, 2001, Analisis Rasio PAD/APBD Terhadap Kebijakan Kemandirian Keuangan Daerah Otonom, Jurnal Ekonomi dan Bisnis FE Universitas Katolik Indonesia Atmajaya, Vol. 1, No. 2, Edisi Agustus 2001 Husein Umar, 2003, Strategic Management In Action, Percetakan : PT. SUN Jakarta Ibnu Syamsi, 1993, Dasar-dasar Kebijakan Keuangan Negara, Jakarta : Bima Aksara. Indah Susantun, 2000, Fungsi Keuntungan Cobb Douglas Dalam Pendugaan Efisiensi Ekonomi Relatif, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 5, No. 2, Edisi 2000. J.B. Kristiadi, 1985, Masalah Sekitar Peningkatan Pendapatan Daerah, Prisma No. 12, Tahun XIV, Jakarta : LP3ES John Suprihanto, 1997, Pengukuran Tingkat Kepuasan
VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012
Pelayanan, Jakrta : Rineka Cipta Jones, Bernard, 1995, Local Government Financial Management, ICSA Publishing Limited. Josep Riwu Kaho, 1998, Prospek Otonomi Daerah Negara Republik Indonesia “ Identifikasi Faktor Yang Mempengaruhi Penyelenggaraannya “, Jakarta : Rajawali Press Kadariyah,1992, Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta : Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Krisna D. Darumurti dan Umbu Raunta, 2000, Otonomi Daerah “ Perkembangan, Pemikiran dan Pelaksanaan “, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti Mardiasmo, 2001, Manajemen Penerimaan Daerah dan Struktur APBD dalam Era Otonomi Daerah, Kajian Ekonomi dan Bisnis Stiekers, Vo. 5, No. 29, Tahun 2001. Mardiasmo, 2001, Pengawasan, Pengendalian dan Pemeriksaan Kinerja Pemerintah Daerah Dalam Melaksanakan Otonomi Daerah, Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 3, No. 2, Tahun 2001. Mardiasmo, 2001, Peningkatan Pendapatan Asli Daerah : Permasalahan dan Kebijakan, makalah yang disampaikan dalam Sidang Pleno Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Ke-10 di Batam Mardiasmo, 2002, Otonomi dan manajemen Keuangan
101
Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)
Daerah, Yogyakarta : Penerbit Andi. Marzuki, 1995, Metodologi Riset, Yogyakarta : FE-UII Moh. Nazir, 1999, Metode Penelitian, Penerbit : Ghalia Indonesia Mudrajat Kuncoro, 1995, Desentralisasi Fiskal di Indonesia, Prisma, No. 4 Tahun. XXIV Mulyanto, 2002, Potensi Pajak dan Retribusi Daerah di Kawasan Subosuko Wonosraten Propinsi Jawa Tengah, Kerjasama IRIS dan LPEM UI, Jakarta. Musgrave, 1990, Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek (Edisi 5), Jakarta : PT. Erlangga Nick Devas, Brian Binder, Anne Booth, Kennet Davey dan Roy Kelly, 1989, Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia, Terjemahan Masri Maris, Jakarta : Penerbit UI Press. Pontjowinoto, Didit, MP,1991, “Alternatif Reformasi Kebijakan dan Manajemen Keuangan Daerah”, Prisma, Jakarta : LP3ES Rustian Kamaludin, 1992, Bunga Rampai Pembangunan Nasional dan Pembangunan Daerah, Jakarta : FE-UI. S. Pamudji, 1980, Pembinaan Perkotaan di Indonesia, Jakarta : Ichtiar S. Pamudji, 1990, Makna Dati II Sebagai Titik Berat Pelaksanaan Otonomi Daerah, Jakarta : CSIS Sadono Sukirno, 1982, Pengantar Teori Ekonomi Mikro, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012
Shaw, G.K, 1989, Hubungan Fiskal Antara Pemerintah, Penerjemah Silvia Rilwon, Jakarta : Gramedia Sidik Jatmika, 2001, Otonomi Daerah : Perspektif Hubungan Internasional, Yogyakarta : Bigraf Publising. Soejamto, 1992, Otonomi Birokrasi Partisipasi, Jakarta : Sinar Grafika Soelarso, 1998, Modul Mata Pelajaran Administrasi Pendapatan daerah Dalam Terapan, Yogyakarta : UGM Soesilo, 2001, Perspektif Politik Ekonomi Otonomi Daerah Dibawah Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, Ekuitas, Vol. 5, No. 4, Tahun 2001. Soetrisno, PH, 1986, Ekonomi Publik II, Jakarta : Karunika. Soetrisno. 1981. Evaluasi Project Jilid I. Yogyakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada. Suparmoko, 1996, Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta : BPFE Suparmoko, 2002, Ekonomi Publik : Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah, Penerbit Andi Yogyakarta. Susijati, B Hirawan, 1986, Analisa Tentang Keuangan Daerah di Indonesia, EKI Vo. XXXIV No. 1 Syarif Hidayat, 2000, Reflektifitas Realitas Otonomi Daerah dan Tantangan ke Depan, Jakarta : Pustaka Quantum Zulkarnain Djamin. 1992. Perencanaan dan Analisa Proyek, Jakarta : Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
102
Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)
Tjahya
Supriyatna, 1992, Sistim Administrasi Pemerintahan di Daerah, Jakarta : Bumi Aksara Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012
103