6
Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Puskesmas Rawat Inap Ngadiluwih Kabupaten Kediri dengan Metode Quality Function Deployment (QFD) Improving the Inpatient Service Quality of Public Health Center Ngadiluwih in Kediri Regency Using Quality Function Deployment Method BETY SUNARISASI* *Dinas
Kesehatan Kabupaten Kediri ABSTRACT
Patient satisfaction was a condition where patient’s wishes, expectations and needs are fulfilled. The purpose of this study was to formulate recommendations on Inpatient service quality using Quality Function Deployment (QFD) method to improve public health center Ngadiluwih inpatient service utilization. This study was designed based on QFD design, while the type of study was observational. Sample of stage I for formulating market research instruments were 30 respondents comprised of former inpatients of Public health center Ngadiluwih. Sample of stage II was taken with a simple random sampling from the population of 110 resulting in 86 respondents. Study results showed the priorities of technical care dimension were: fee for service could be listed in detail, the doctor explained the disease, and medicines were complete in the pharmacy; the priorities of functional care dimension were: waiting time was < 15 minutes, Public health center staff gave information on medical measures and Public health center staff asked patient’s need; the priorities of amenity dimension were: the cleanliness of utensils in the room, the availability of a clear service flow, and the cleaning of bathroom every day. Conclusion: patient’s expectation of Public health center Ngadiluwih services were on responsiveness and medical service quality dimensions. Keywords: Quality Function Deployment (QFD), Voice of Customer (VOC), House of Quality (HOQ) Correspondence: Bety Sunarisasi, Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri, Jl. Pamenang No. 1C Kediri Indonesia. E-mail:
[email protected]. Telp. 08123271853 PENDAHULUAN Dalam mewujudkan status kesehatan masyarakat yang optimal, maka berbagai upaya harus dilaksanakan, salah satunya ialah menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tingkat dasar di Indonesia adalah, Puskesmas yang merupakan unit fungsional Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dengan tanggung jawab sebagai pengelola kesehatan bagi masyarakat di tiap wilayah kecamatan dari kabupaten atau kota yang bersangkutan. Pada saat ini Puskesmas telah didirikan di hampir seluruh pelosok tanah air. Untuk menjangkau seluruh wilayah kerjanya, Puskesmas diperkuat dengan Puskesmas pembantu dan Puskesmas keliling, selain itu, untuk daerah yang jauh dari sarana pelayanan rujukan, Puskesmas yang dilengkapi dengan fasilitas rawat inap. Tercatat pada tahun 2000 jumlah Puskesmas di seluruh Indonesia adalah 7.277 unit, Puskesmas pembantu 21.587 unit, Puskesmas keliling 5.084 unit (perahu 716 unit ambulance 1.302 unit). Sedangkan Puskesmas yang telah dilengkapi dengan fasilitas rawat inap tercatat sebanyak 1.818 unit, sisanya sebanyak 5.459 unit tidak dilengkapi dengan fasilitas rawat inap (Depkes, 2004). Puskesmas rawat inap adalah Puskesmas yang berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati atau Walikota yang menjalankan fungsi perawatan sehingga diberikan tambahan ruangan dan fasilitas rawat inap sekaligus menjadi
pusat rujukan antara (Depkes, 2004). Kabupaten Kediri mempunyai 37 Puskesmas, 33 Puskesmas rawat jalan dan 4 puskesmas rawat inap yang merupakan Unit Pelaksana teknis Dinas (UPTD) Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri. Puskesmas Ngadiluwih adalah salah satu (UPTD) Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri yang merupakan Puskesmas rawat inap. Tujuan utama dari Puskesmas rawat inap adalah memberikan pelayanan rawat inap dan rujukan kesehatan strata I yang optimal kepada masyarakat dan bisa memuaskan pelanggannya. Bed Occupancy Rate (BOR) Puskesmas Rawat Inap Ngadiluwih berkisar antara 29,4% sampai 41,22% pada tahun 2008 sampai 2010 dan masih di bawah dari MOR (Maximal Occupancy Rate) yang ditargetkan yaitu 58%. Quality Function Deployment (QFD) adalah alat perencanaan yang digunakan untuk membantu bisnis dalam memusatkan perhatiannya kepada kebutuhan pelanggan. Metode QFD adalah metode untuk menyusun perencanaan dan pengembangan produk atau jasa yang sesuai dengan harapan pelanggan. Analisis QFD merupakan analisis terhadap harapan pelanggan dengan menyusun matrik House of Quality (HOQ) yang memberikan gambaran tentang harapan pelanggan serta kemampuan organisasi untuk menyediakan bahwa harapanharapan tersebut (Cohen L, 1995). Supriyanto dan Johan (2011) menyatakan BOR rawat inap jika berada di bawah 10% dari MOR maka rawat inap tersebut dikategorikan kurang baik kinerjanya
Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Puskesmas Rawat Inap (Bety Sunarisasi)
dan belum bisa memberikan pelayanan yang optimal bagi pasiennya. Menurut Kotler (2003) kepuasan pelanggan tergantung pada sejauh mana anggapan kinerja produk memenuhi harapan pembeli. Bila kinerja produk lebih rendah daripada harapan pelanggan, maka pembeli tidak puas. Bila prestasinya sesuai atau melebihi harapan, maka pembelinya merasa puas atau gembira. Berdasarkan uraian tersebut, maka masalah dalam penelitian adalah rendahnya pemanfaatan rawat inap di Puskemas Rawat Inap Ngadiluwih Kabupaten Kediri. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah menyusun rekomendasi mutu pelayanan rawat inap dengan menggunakan metode Quality Function Deployment (QFD) untuk meningkatkan pemanfaatan rawat inap pada Puskesmas rawat inap. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk penelitian dengan rancang bangun berdasarkan metode quality function deployment. Populasi penelitian adalah pasien yang pernah menjalani rawat inap di Puskesmas Rawat Inap Puskesmas Ngadiluwih dalam periode satu bulan terakhir dan seluruh karyawan di Puskesmas rawat inap Ngadiluwih. Besar sampel tahap I untuk penyusunan instrumen riset pasar sebanyak 30 responden yang merupakan pasien di Puskesmas rawat inap Ngadiluwih. Jumlah ini diambil berdasarkan pada kebutuhan minimal untuk menyusun instrumen penelitian (Supriyanto dan Djohan, 2011). Sampel tahap II diambil dari perhitungan tabel Populasi Finite simpel random diperoleh yang diambil dengan cara sampel random. Besar sampel untuk petugas tahap III merupakan staf ruang rawat inap Puskesmas Ngadiluwih sebanyak 12 orang. Metode pengumpulan data pada penelitian terdiri dari 3 ini adalah pengumpulan data untuk sampel tahap I dilakukan dengan in-depth interview berdasar panduan, pengumpulan data dari sampel tahap II dilakukan dengan menyebar kuesioner yang disusun berdasar hasil analisis data dari sampel tahap I. Pengumpulan data pada sampel tahap III dilakukan melalui kuesioner yang disusun berdasar hasil analisis sampel tahap I. Pengisian dilakukan oleh responden yang berada di ruang rawat inap. Pengisian kuesioner dilakukan dengan memberi penjelasan terlebih dahulu kepada responden. HASIL DAN PEMBAHASAN Dimensi Technical Care Alasan utama perlunya dilakukan riset pasar adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan pelanggan berkomunikasi dengan pelanggan internal dan eksternal yang merupakan konsep QFD (Tjiptono, 2005). Analisis merupakan analisis terhadap harapan pelanggan dengan menyusun matrik House of Quality yang memberikan gambaran tentang harapan pelanggan serta kemampuan organisasi untuk menyediakan harapan-harapan tersebut (Cohen L, 1995).
7
Quality Function Deployment juga dapat diartikan sebagai suatu proses atau mekanisme terstruktur untuk menentukan dan mengetahui kebutuhan dan harapan pelanggan dan menterjemahkannya ke dalam kebutuhan teknis yang relevan, di mana setiap area fungsional dan tingkat organisasi dapat mengerti dan bertindak (Nasution, 2001). Berdasarkan hasil wawancara mendalam terhadap pasien rawat inap Puskesmas Ngadiluwih terkumpul beberapa kebutuhan utama dan harapan pasien terhadap pelayanan rawat inap Puskesmas berdasarkan dimensi technical care. Donabedian dalam tulisannya menyatakan banyak aspek dalam layanan kesehatan yang sering memengaruhi hasil layanan kesehatan. Kualitas dalam bagian suatu proses pelayanan bisa dipilah dalam technical care. Technical Care adalah suatu aspek pelayanan yang berhubungan dengan hal teknis meliputi pelayanan medik di mana berfungsi memberikan pelayanan medis kepada pasien dengan mutu yang sebaik-baiknya, terlatih dan diharapkan tenaga medis dapat mengetahui penyakit serta memberikan penjelasan yang tepat. Pelayanan admisi adalah pelayanan yang diberikan mulai dari sistem penerimaan pasien secara administrasi sampai pasien pulang. Pelayanan penunjang adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien untuk menunjang kesembuhannya seperti pelayanan laboratorium, apotek dan instalasi gizi. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan utama dan harapan pasien tersebut dimensi technical care adalah (1) adanya dokter jaga yang visite tepat waktu dan dapat menjelaskan penyakitnya. Puskesmas rawat inap Ngadiluwih tidak mempunyai dokter jaga yang selalu ada di tempat terutama pada malam hari. (2) Adanya petunjuk yang jelas untuk persyaratan pembayaran biaya pengobatan secara rinci. Agar pasien dapat mempersiapkan jumlah biaya yang harus dibayarkan. Selama ini banyak pasien yang kembali karena kekurangan biaya. (3) Adanya persediaan obat yang lengkap di apotek dan obat di antar oleh petugas, apotek rawat inap Puskesmas Ngadiluwih menjadi satu dengan apotek rawat jalan selain itu pasien sering membeli obat di luar karena obat di apotek tidak tersedia. (4) Adanya petugas gizi rawat inap, pasien bisa mendapatkan konsultasi gizi secara langsung terutama untuk kasus gizi buruk, maupun penyakit yang lain. Kebutuhan utama dan harapan pasien dapat digunakan untuk mengidentifikasi pengembangan mutu pelayanan (Tjiptono, 2005). Tujuan organisasi menggunakan pendekatan ini adalah untuk menyediakan pelayanan yang melampaui harapan pelanggan, bukan sekedar memenuhinya. Untuk itu perlu dikumpulkan informasi yang akurat mengenai kebutuhan dan harapan pelanggan atas produk/jasa yang dihasilkan oleh organisasi. Dengan terkumpulnya kebutuhan utama dan harapan pasien dapat memberikan peningkatan mutu pelayanan di Puskesmas rawat inap Ngadiluwih sehingga dapat memberikan kepuasan,
8 technical response organisasi merupakan bahasa internal atau teknis yang digunakan organisasi untuk menggambarkan apa saja yang diperlukan organisasi dalam menyampaikan produk jasanya untuk memuaskan konsumen (Lau Cohen, 1995). Dalam dimensi technical care tidak semua harapan pasien dapat dijadikan atribut yang akan direspons oleh Puskesmas banyak pertimbangan yang di gunakan untuk dapat merespons harapan pasien yaitu dengan melihat tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan dari pasien selama memperoleh pelayanan, apabila pasien sudah puas dengan pelayanan dan menganggap itu tidak penting, maka harapan itu tidak direspons, seperti harapan pasien dokter visite. Adminitrasi pasien Jamkesmas tidak bolak-balik, obat di antar oleh petugas apotek, petugas selalu berada di tempat jaga, petugas memakai nama di bajunya, petugas selalu menginformasikan perkembangan pasien, tata ruang yang baik dan nyaman. Dari hasil tingkat kepentingan dan kepuasan, maka atribut yang akan direspons teknis oleh Puskesmas selanjutnya di FGD kan dengan tim HOQ. Banyak respons teknis yang dapat digunakan untuk merespons harapan pasien, tetapi banyak respons terkait yang tidak bisa direspons melihat kemampuan Puskesmas. Adanya standar waktu untuk visite dan adanya dokter jaga 24 jam tidak direspons karena standar waktu visite tidak bisa ditentukan. Biaya pengobatan dapat diketahui secara rinci tidak direspons karena tidak ada tenaga yang dapat melakukan perincian biaya tiap harinya. Harapan pasien agar bisa mendapatkan konsultasi gizi secara langsung dengan petugas gizi melalui pengadaan leaflet dan food model belum dapat direspons teknis oleh Puskesmas karena biaya untuk pengadaan leafleat dan food model tidak dianggarkan. Relationship matrix merupakan peta yang menggambarkan hubungan antara technical care dengan customer need. Setiap sel dalam relationship matrix menunjukkan sebuah penilaian yang dibuat oleh tim pengembang yang menggambarkan kuat lemahnya hubungan antara technical care dengan customer need. Kuat lemahnya hubungan menggambarkan dampak (impact) dari technical response terhadap customer need (Cohen L, 1995). Berdasarkan dari hasil diskusi dengan tim QFD dapat diketahui bahwa relationship matrix dimensi technical care adalah dokter menjelaskan penyakit yang diderita pasien memiliki hubungan yang kuat dengan dokter membaca status sebelum visite dan adanya dokter spesialis yang bekerja sama dengan rumah sakit. Artinya dengan membaca status pasien sebelum visite, dokter akan mengetahui penyakit apa yang diderita oleh pasien sehingga dapat memberikan penjelasan kepada pasien. Dengan adanya dokter spesialis dapat diajak untuk diskusi bagi dokter rawat inap mengenai kasus yang dihadapi dan tidak mudah dirujuk bila kasus tersebut dapat ditangani. Penjelasan dokter sangat perlu diberikan kepada pasien hal ini sangat tergantung dari kemampuan dokter tersebut baik secara ilmu ataupun cara menjelaskan kepada pasien.
J. Adm. Kebijak. Kesehat., Vol. 10, No. 1, Januari–April 2012: 6–11
Technical correlations yang merupakan bagian atap adalah gambar rumah mutu. Tahap ini merupakan bagian yang jarang diaplikasikan dalam penyusunan rumah mutu. Komponen ini berusaha menggambarkan mengenai hubungan dan ketergantungan di antara technical response. Langkah ini membantu manajemen untuk memutuskan prioritas mana yang akan dipilih jika terdapat dua atau lebih voice of developer yang memiliki nilai sama (Cohen L, 1995). Berdasarkan dari hasil diskusi dengan tim manajemen QFD Puskesmas rawat inap Ngadiluwih dapat diketahui bahwa technical correlation untuk technical respons adalah pelatihan komunikasi efektif. Pelatihan interpersonal atau sejenisnya bisa dilakukan melalui pelatihan yang ada dan dapat ditindaklanjuti dengan berlatih sendiri di Puskesmas, yang paling penting adalah bagaimana mengubah mindset petugas agar selalu memperlakukan pasien sebagai subjek bukan objek sehingga pasien merasa nyaman. Hal ini dapat dijadikan masukan bagi provider untuk mengembangkan prioritas dan target di langkah berikutnya. Dari matriks relationship, dapat disusun priorities of technical response yang berisi hitungan matematis sederhana yang merupakan kunci dari hasil QFD. Hitungan ini merupakan perkalian antara nilai kuat hubungan respons teknis organisasi dengan nilai normalized raw weight harapan pasien. Priorities of technical response terletak pada respons teknis organisasi yang memiliki normalized relationship yang paling besar (Cohen L, 1995). Berdasar hasil perhitungan nilai normalized raw weight dapat diketahui prioritas voice of customer dimensi technical care dapat menciptakan produk yang sesuai dengan harapan pasien yaitu prioritas pertama, adanya biaya pengobatan dapat diketahui secara rinci, dan kejelasan besarnya tarif, mulai tarif kunjungan dokter sampai tarif makan per hari, pasien mengharapkan adanya transparansi rincian biaya yang harus pasien bayarkan sehingga pasien dapat mempersiapkan biaya yang akan dibayarkan. Prioritas kedua adalah dokter membaca status sebelum visite, dengan membaca status sebelum visite dapat memberikan masukan penyakit yang diderita oleh pasien, sehingga dokter sebelum visite sudah bisa mempersiapkan materi yang akan dijelaskan untuk pasien sehingga pasien akan lebih puas dengan adanya komunikasi dengan dokter. Prioritas yang ketiga adalah menyediakan obat yang dianggap penting, obat yang sering dibutuhkan oleh pasien harus ada meskipun harganya mahal, ini akan memberi nilai kepuasan bagi pasien karena pasien tidak perlu mencari keluar yang jarak apotek dengan Puskesmas cukup jauh. Dimensi Functional Care Functional care merupakan suatu aspek pelayanan yang mendukung technical care. Biasanya dapat dilihat dari komponen yang berkaitan dengan kualitas cara penyampaian suatu jasa dan bisa dilihat berdasar
Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Puskesmas Rawat Inap (Bety Sunarisasi)
penampilan fisik, kemampuan yang dapat memberi rasa aman terhadap pasien, kemampuan menumbuhkan kepercayaan, respons terhadap keluhan pasien dan cara berkomunikasi dengan pasien (Donabedian, 1996). Kebutuhan utama dan harapan pasien dimensi functional care adalah petugas dapat melayani sesuai dengan harapan pasien yang menanyai kebutuhannya dan waktu tunggu pelayanan < 15 menit, Responsiveness dari petugas sangat diharapkan oleh pasien. Untuk penampilan petugas pasien membutuhkan petugas tidak selalu berpakaian putih dan mengharapkan seragam dibedakan antara dokter dan perawat, juga petugas memakai nama di bajunya karena sering pasien menanyakan dokternya mana padahal dokter sudah visite, pasien sering bingung antara dokter dan perawat. Untuk komunikasi pasien membutuhkan komunikasi petugas secara lisan yang selalu dapat memberikan informasi tindakan yang akan dilakukan dan informasi perkembangan pasien. Harapan pasien untuk petugas memberi informasi tentang tindakan yang akan dilakukan, respons terkait adanya formulir prosedur tindakan dan informasi yang jelas untuk pasien tidak direspons karena pengertiannya sama dengan adanya formulir informed consent untuk semua tindakan, peningkatan komunikasi antara dokter dan perawat mengenai tindakan yang akan dilakukan yang telah direspons oleh Puskesmas. Harapan petugas menanyai kebutuhan pasien respons terkait peningkatan komunikasi antara pasien, petugas dan keluarga, adanya check list kebutuhan pasien tidak direspons karena peningkatan komunikasi sama dengan pelatihan interpersonal speaking, dengan adanya pelatihan interpersonal speaking maka komunikasi akan bisa ditingkatkan sehingga yang direspons hanya pelatihan interpersonal speaking. Waktu tunggu pelayanan pasien tidak lebih dari 15 menit respons terkait untuk penambahan jasa perawatan berdasarkan persentase tidak direspons karena untuk memberi penambahan jasa pelayanan harus ada anggaran lebih dan peraturan yang mendukung. Relationship matrix dimensi functional care petugas menanyai kebutuhan pasien berhubungan erat dengan pelatihan interpersonal speaking dan adanya customer service yang menanyai pasien. Responsiveness petugas untuk menanyai kebutuhan juga membutuhkan pelatihan cara berbicara yang baik agar pesan dari pasien dan petugas dapat dimengerti sehingga kebutuhan pasien dapat dipenuhi. Adanya customer service yang khusus menangani kebutuhan pasien juga sangat mendukung dalam pelayanan untuk memenuhi harapan pasien. Technical correlation untuk functional care yang memiliki hubungan saling memengaruhi yang kuat dan memberi dampak positif yang terbanyak adalah pelatihan interpersonal speaking dan peningkatan komunikasi antara dokter dan perawat, ini berarti bahwa peningkatan kompetensi sumber daya manusia terutama dalam hal komunikasi sangat dibutuhkan.
9
Berdasar hasil perhitungan nilai normalized raw weight dapat diketahui prioritas voice of customer dimensi functional care dapat menciptakan produk yang sesuai dengan harapan pasien yaitu prioritas pertama ialah: waktu tunggu pelayanan < 15 menit, waktu tunggu pelayanan memang perlu diterapkan agar pasien merasa puas, karena apabila pasien segera dilayani terutama dilayani oleh dokter maka pasien akan senang dan ini adalah salah satu nilai jual bagi Puskesmas karena pelayanannya cepat. Prioritas kedua adalah petugas memberi informasi tentang tindakan yang akan dilakukan, pemberitahuan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan kepada pasien adalah hal yang sangat penting dan setiap tindakan harus dijelaskan mulai dari prosedur sampai dengan efek samping yang mungkin timbul dan harus dilengkapi dengan informed consent yang berarti pasien tersebut sudah benar-benar mengerti terhadap apa yang akan dilakukan terhadap dirinya. Prioritas ketiga adalah petugas menanyai kebutuhan pasien, komunikasi dengan pasien sangat penting dilakukan karena dengan komunikasi, pasien akan merasa diperhatikan dan segala kebutuhan yang di harapkan akan dapat diketahui. Jacobalis (2000) menyebutkan bahwa berdasarkan pengalaman sehari-hari, ketidakpuasan pasien yang seringkali ditemukan yaitu berkaitan dengan sikap dan perilaku petugas pelayanan, keterlambatan pelayanan oleh dokter dan perawat. Dokter tertentu sulit ditemui, dokter kurang komunikatif dan informatif, perawat yang kurang ramah dan tanggap terhadap kebutuhan pasien, lamanya proses perawatan. Kepuasan pasien berpengaruh secara positif pada penerimaan Puskesmas rawat inap. Pihak asuransi juga akan memberikan kepercayaan untuk bekerja sama dengan Puskesmas rawat inap yang bisa memuaskan pelanggannya. Menempatkan pelanggan sebagai fokus pelayanan juga akan mengurangi faktor malpraktik, karena dokter maupun perawat akan memberikan pelayanan dengan tujuan menolong pasien. Dimensi Amenity Amenity merupakan aspek kenyamanan yang diberikan Puskesmas pada pasien yang mampu menunjang pemberian layanan kesehatan. Berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang tidak berhubungan langsung dengan efektivitas pelayanan medis klinis, tetapi dapat memengaruhi kepuasan pasien dan bersedia tidaknya pasien untuk kembali ke fasilitas kesehatan untuk memperoleh pelayanan yang berikutnya. Amenity juga penting karena dapat memengaruhi kepercayaan pasien dalam pelayanan kesehatan. Bila biaya berobat menjadi pertimbangan, maka Amenity akan memengaruhi pasien untuk membayar pelayanan. Amenity juga berkaitan dengan penampilan fisk dari fasilitas kesehatan, personil, dan peralatan medis maupun non medis (Donabedian, 1996). Kebutuhan utama dan harapan untuk amenity adalah alur pelayanan yang
10 jelas, ada security atau satpam 24 jam, dan ruang rawat inap yang bersih dan terang. Pasien juga mengharapkan adanya alur pelayanan yang jelas, ada petugas keamanan keliling tiap malam, tata ruang yang baik dan nyaman kamar mandi dibersihkan tiap hari, ruang rawat inap di cat warna yang terang, ada tempat sampah di tiap ruangan, kebersihan alat-alat dalam kamar. Harapan adanya petugas keliling tiap malam untuk respons terkait penyediaan petugas penjaga malam atau satpam dan SOP untuk penjaga malam tidak bisa direspons karena dihapuskannya anggaran DAK (Dana Alokasi Khusus) untuk jaga malam. Harapan pasien kebersihan alat-alat di dalam kamar untuk respons terkait adanya sterilisasi alat dan adanya instruksi kerja yang di tempel di setiap alat tidak direspons karena sudah adanya SOP untuk kebersihan alat-alat. Respons teknis Puskesmas rawat inap Ngadiluwih didapatkan dari FGD tim HOQ Puskesmas. Tim HOQ diharuskan berani melakukan perubahan dan terobosan apabila menginginkan adanya peningkatan mutu layanan kesehatan. Dari uraian di atas disimpulkan bahwa peningkatan mutu harus dilakukan oleh Puskesmas untuk mencapai peningkatan Puskesmas. Pelayanan yang bermutu adalah pelayanan yang berfokus pada pelanggan, akan meningkatkan kepuasan pasien yang selanjutnya meningkatkan kepercayaan pasien terhadap citra Puskesmas (Gaspers, 2002). Untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan harapan pasien, Puskesmas perlu melakukan respons teknis sesuai harapan pasien terhadap pelayanan yang diberikan. Relationship matrix dimensi amenity adanya alur pelayanan yang jelas memiliki hubungan yang sangat kuat dengan adanya layout alur pelayanan yang dipasang, adanya flow chat prosedur pelayanan yang dipasang dan adanya papan petunjuk untuk pasien agar tahu di mana lokasi ruang perawatan dan pelayanan. Walaupun respons teknis di atas memberi dampak yang besar namun belum dapat dikatakan sebagai prioritas dari respons teknis Puskesmas. Untuk menentukan prioritas perlu mengalikan nilai hubungan dengan normalized raw weight masing-masing customer need. Technical correlation untuk amenity yang saling memiliki hubungan saling memengaruhi yang kuat dengan dampak positif paling banyak ialah penambahan cleaning service. Hal ini dapat dijadikan masukan bagi provider untuk mengembangkan prioritas dan target di langkah berikutnya. Berdasar hasil perhitungan nilai normalized raw weight dapat diketahui prioritas voice of customer dimensi amenity dapat menciptakan produk yang sesuai dengan harapan pasien yaitu prioritas pertama ialah adanya alur pelayanan yang jelas dan kamar mandi dibersihkan tiap hari. Alur pelayanan memang harus dibuat di setiap unit pelayanan pembuatan alur harus sesederhana mungkin dan dengan jelas terlihat oleh pasien serta indah untuk dipandang, karena keindahan itu menarik orang untuk membaca, untuk kamar mandi sebaiknya ditambahkan ceklist untuk pemeriksaan per jam yaitu kebersihan, bau,
J. Adm. Kebijak. Kesehat., Vol. 10, No. 1, Januari–April 2012: 6–11
ketersediaan alat, air yang mengalir sabun dan lain-lain, yang dilakukan pengisiannya oleh cleaning services dan dilakukan kontrol oleh bagian sanitasi atau kepala ruangan yang menandatangani cek list tersebut. Pohan, (2006) untuk meningkatkan mutu, pengukuran kepuasan pasien mutlak dilakukan. Dengan pengukuran ini akan diketahui dimensi kualitas mana yang masih memerlukan perbaikan. Aspek pelayanan di Puskesmas seperti kebersihan, ketertiban, kenyamanan dan keamanan Puskesmas masih belum menjadi prioritas pemenuhan kebutuhan pasien. Puskesmas rawat inap harus menempatkan pasien sebagai fokus dalam mencapai kepuasan pelanggan. Manfaat bagi Puskesmas rawat inap adalah membentuk citra positif dan nama baik Puskesmas. Kepuasan yang pernah dirasakan di suatu institusi selanjutnya akan memunculkan rekomendasi medis dari pasien yang puas kepada orang lain untuk mengunjungi tempat yang sama (Nelson, 1996). Planning Matrix Pada penelitian ini yang termasuk variabel planning matrix adalah importance to customer, customer satisfaction performance, goal, Improvement ratio, sales point, raw weight dan normalized raw weight. Hasil penilaian tingkat kepentingan terhadap voice of customer pada mutu pelayanan technical care menunjukkan bahwa dokter menjelaskan penyakit yang diderita merupakan prioritas pertama (mean 4,58). Voice of customer untuk technical care yang memiliki nilai improvement ratio tertinggi ialah pada dokter menjelaskan penyakit yang diderita pasien, obat-obatan di apotek lengkap. Dengan skala 1,5 berarti ketiga voice of customer ini memiliki tingkat kesulitan yang berat untuk dilakukan perbaikan dalam upaya menciptakan mutu pelayanan sesuai harapan pasien. Harapan pasien yang terutama untuk dimensi technical care adalah pada pelayanan admisi yang mengharapkan adanya biaya pengobatan dapat diketahui secara rinci. Transparansi biaya pengobatan akan sangat diperlukan oleh pasien, sistem komputerisasi kasir dibutuhkan dalam hal ini, untuk mempercepat dan akurasi dari pembayaran yang akan dilakukan oleh pasien, sehingga pasien dapat dengan cepat mengetahui biaya yang harus dibayarkan, apabila ingin menanyakan total biaya perawatan selama dirawat. Harapan pasien yang terutama untuk dimensi functional care adalah pada responsiveness petugas, untuk memberi pelayanan yang cepat dengan waktu tunggu pelayanan < 15 menit. Kecepatan petugas dalam menangani pasien sangat lambat pada waktu malam hari, karena tidak adanya dokter jaga dan petugas perawat jaga rawat inap juga merangkap di UGD. Proses yang cepat dan tepat akan memberi kepuasan tersendiri jika dibandingkan dengan Komunikasi interpersonal dan penampilan SDM. Harapan pasien yang terutama untuk dimensi amenity adalah dalam hal keamanan dan kenyamanan, pasien sangat mengharapkan kebersihan
Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Puskesmas Rawat Inap (Bety Sunarisasi)
alat-alat dalam kamar terutama kebersihan meja, tempat tidur dan ruangan.
11
dapat meningkatkan mutu pelayanan dengan metode Quality Function Deployment dan dapat menjadi program unggulan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri.
SIMPULAN Berdasarkan hasil metode house of quality (HOQ), rekomendasi peningkatan mutu yang bisa dilakukan oleh Puskesmas rawat inap Ngadiluwih adalah dimensi technical care biaya pengobatan dapat diketahui secara rinci perlu ditempel daftar biaya setiap pelayanan, menjelaskan tarif layanan sebelum pasien masuk dan membuat sistem pembayaran yang transparan dan akurat. Dimensi functional care agar waktu tunggu pelayanan < 15 menit perlu dilakukan pengusulan penambahan tenaga medis dan paramedis ke Dinas Kesehatan. Dimensi amenity untuk kebersihan alat-alat dalam kamar agar bisa memenuhi harapan pasien. Puskesmas harus membuat jadwal pembersihan alat-alat sesuai dengan prosedur pembersihan masing-masing alat, mengajukan penambahan SDM cleaning service ke Dinas Kesehatan, mempertegas job description dengan SK Kepala Puskesmas. SARAN Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri sebaiknya memperhatikan untuk pemenuhan standar kebutuhan dan harapan pasien penambahan tenaga medis dan paramedis bagi Puskesmas terutama Puskesmas rawat inap, mulai membuka kerja sama dengan Rumah sakit dan Badan Kepegawaian Daerah untuk penempatan dokter spesialis di Puskesmas yang ada di wilayah Kabupaten terutama Puskesmas yang mempunyai rawat inap, melakukan kajian dalam peningkatan mutu pelayanan bagi seluruh Puskesmas yang ada di Wilayah Kabupaten Kediri untuk
DAFTAR PUSTAKA Cohen L. 1995. Quality Function Deployment, How To Make QFD Work For You. Massachusetts: Addison - Wesley Publishing Company. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Replubik Indonesia nomor 128 MENKES SK II tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Donabedian A. 1996. The Effectiveness of Quality Health Care. International Journal of Quality Health Care. Vol. 8 Number 4. Page. 401–407. Bersumber dari <www.intqhc.oxfordjournal. org/cgi> (Diakses tanggal 18 Nopember 2011). Donabedian A. 2003. AnIntroduction to Quality Assurance in Health Care. OxfordUniversity Press. Bersumber dari: <www.cmj.hr> (Diakses tanggal 18 Nopember 2011) Gaspersz V. 2002. Manajemen Kualitas dalam Industri Jasa. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Jacobalis, Samsi. 2000. Beberapa Teknik dalam Manajemen Mutu, Manajemen Rumah Sakit, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Kotler P. 2003. Marketing Management. New Jersey: PrenticeHall. Nasution, MN. 2001. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management). Ghalia Indonesia. Jakarta. Pohan, I 2006, Jaminan Mutu Layanan Kesehatan Dasar Pengertian dan Penerapan, EGC. Jakarta. Supriyanto S. dan Djohan AJ. 2011. Metodologi Riset Bisnis dan Kesehatan. PT Grafika Wangi. Kalimantan Tjiptono F, Chandra,G. 2005. Sevice, Quality dan Satisfaction. Penerbit ANDI. Yogyakarta.