Upaya Penciptaan Perdamaian di Irlandia Utara Pasca Perjanjian The Good Friday Priananda & Nur Amalina Prihatini Abstract Northern Ireland is a part of the United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland is located in the North-east of the island of Ireland. There are two major religious group in here, Catholic and Protestant. Mostly, The Protestant adherent were descendants of colonist from Great Britain. While most of the Catholic adherent were native Irish. Conflict began when the process of governance in the region then held by the Protestant community. Catholic community feels treated unfairly because they only got small portion in the government and that led to jealousy based on ethnicity. The problem then becomes more severe when the government which is Protestant community make policies that are not fair for the Catholic community. The conflict turn to be violent when Catholic community makes Irish Republican Army (IRA) to counter British Military. Four parties that involved in the conflict began to negotiate and the outcome is the good Friday treaty. The Problem didn’t stop there because needed a further effort in maintaining the peace in northern ireland. Pendahuluan Irlandia Utara merupakan sebuah wilayah kecil yang terletak di utara dan timur laut Republik Irlandia. Wilayah yang berbatasan laut dengan pulau Britania ini sebenarnya merupakan bagian dari Kerajaan Irlandia sebelum abad ke 17. Keadaan berubah ketika Inggris kemudian mendatangkan imigrannya yang berasal dari England dan Scotland ke wilayah ini pada tahun 1600.1 Kedatangan imigran ini kemudian menjadi titik awal penguasaan Inggris terhadap seluruh pulau Irlandia. Penjajahan Inggris terhadap Irlandia berakhir ketika 26 County yang ada di Irlandia mengumumkan kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1921. Irlandia yang 1
Peter Harris dan Ben Reilly, Demokrasi dan Konflik yang Mengakar, (IDEA: 2000), hlm. 125
1
kemudian umum disebut sebagai Republik Irlandia menjadi sebuah negara merdeka yang berdaulat dan terpisah dari Kerajaan Inggris. Akan tetapi, masalah kemudian timbul ketika 6 County yang lain tetap berada dibawah kekuasaan Inggris. Enam County tersebut, yang kemudian disebut sebagai “Ulster” dalam bahasa Irish atau Irlandia Utara, dianggap sebagai daerah khusus ataupun Provinsi dengan kedudukan yang lebih rendah dari 3 negara lain pembentuk Inggris, yaitu England, Skotlandia, dan Wales.2 Posisi sebagai bagian dari Inggris membuat Irlandia Utara berada dalam ketidakstabilan. Ketidakstabilan ini dikarenakan proses pemerintahan di wilayah tersebut kemudian dipegang oleh masyarakat Protestan yang merupakan keturunan dari imigran Skotlandia dan datang pada awal abad ke-17 dahulu3. Sedangkan masyarakat Katholik yang juga merupakan penduduk asli dari Irlandia Utara, mendapat porsi yang sangat sedikit. Pembagian porsi yang tidak setara ini kemudian memunculkan kecemburuan yang berbau etnis. Masalah tersebut kemudian menjadi semakin parah ketika pemerintah yang merupakan masyarakat Protestan membuat kebijakan-kebijakan yang tidak adil. Ketidakadilan dalam distribusi perumahan, kesejahteraan, dan akses terhadap sumber ekonomi, membuat masalah ini menjadi semakin besar.4 Kebencian masyarakat asli Katholik terhadap pendatang Protestan-pun semakin menjadi-jadi. Puncak dari ketidakpuasan masyarakat Katholik adalah pada saat mereka mulai menyuarakan tuntutan mereka terhadap persamaan hak dalam pemerintahan, penghormatan terhadap budaya asli Irlandia, dan kesamarataan dalam bidang sosial.5 Masalah semakin besar ketika pemerintah pusat di London, merespon pergerakan ini dengan mengirimkan tentaranya, pada tahun 19696. Dimulai dari Belfast, dan kemudian menyebar ke seluruh Irlandia Utara, tentara Inggris malah menyebarkan ketakutan dan kebencian pada masyarakat Katholik. Aksi pemerintah London yang bisa dibilang opresif ini kemudian membuat aksi masyarakat Katholik yang 2
Seamus Dunn & Jacqueline Nolan, “Conflict in Northern Ireland after the good Friday agreement”, Fordham International Law Journal, Volume 22 Issue 4, hlm. 1375. 3 Ibid. hlm. 1376. 4 http://www.cain.ulst.ac.uk/events/peace/darby03.htm, diakses pada 11 September 2014, pukul 09.53 WIB 5 Ibid. 6 Alaina Stedily, An Unstable Peace: The Northern Irish Question (Omaha: Creighton University, 2006) hlm. 5
2
sebelumnya hanya menuntut persamaan hak dengan etnis Protestan, berubah radikal dengan tuntutan keluarnya Inggris dari wilayah Irlandia Utara, dan unifikasi dengan Republik Irlandia. Tuntutan tersebut kemudian menjadi semakin nyata ketika masyarakat Katholik membentuk organisasi politik yang bernama Sinn Féin. Sinn Féin, kemudian memiliki Irish Republican Army atau IRA, sebuah satuan militer yang siap mewujudkan unifikasi dengan Republik Irlandia, dan melawan langsung pergerakan Unisionis Demokratik Protestan (DUP) yang setia kepada Inggris, serta tentara Inggris yang telah ditempatkan. Merespon
keadaan
tersebut,
pemerintah
pusat
di
London
kemudian
membubarkan pemerintah otoritas Irlandia Utara. Pembubaran ini diikuti dengan pengumuman resmi bahwa Irlandia Utara akan diperintah langsung dari London, dibawah tanggung jawab Secretary of State for Northern Ireland.7 Masalah ini berlanjut ketika aksi-aksi kekerasan mulai terjadi di Irlandia Utara. Aksi-aksi seperti penembakan terhadap masyarakat Protestan, pembunuhan, dan aksi kekerasan lainnya. Pada pertengahan tahun 1990an, tercatat lebih dari 3500 orang tewas sejak konflik terjadi. Selama lebih dari tiga dekade masalah ini terus menerus terjadi. Dan selama itu pula usaha-usaha untuk menciptakan perdamaian dilakukan. Usaha perdamaian yang melibatkan kedua belah pihak baik Sinn Féin, maupun Unisonis, serta pemerintah Inggris dan Republik Irlandia. Kedua aktor terakhir juga dilibatkan karena Republik Irlandia menempatkan diri sebagai pendukung Sinn Féin, dan Inggris sebagai pendukung Unisionis. Proses yang telah dilaksanakan belum juga dapat menghasilkan perdamaian di Irlandia Utara. Puncak proses perundingan ini terjadi pada 11 April 1998, ketika kedua belah pihak berhasil dipertemukan dalam sebuah perjanjian dan menghasilkan kesepakatan bersama. Perjanjian ini kemudian disebut sebagai perjanjian The Good Friday. Poin-poin penting perjanjian The Good Friday adalah sebagai berikut8: ∑
Irlandia Utara tetap menjadi bagian dari Inggris dan Republik Irlandia harus mengakuinya.
7 8
Ibid. http://www.wesleyJohnston.com diakses pada 19 November, pukul 18:37 WIB.
3
∑
Penduduk Irlandia Utara boleh mengidentifikasi dirinya sebagai orang Irlandia ataupun Orang Inggris, dan Dual Citizenship juga diberlakukan bagi penduduk Irlandia Utara.
∑
Republik Irlandia harus menghentikan klaimnya terhadap Irlandia Utara, dan hanya boleh mendefinisikan penduduknya sebagai orang Irlandia, bukan teritorialnya.
∑
Adanya kesepakatan baru antara Inggris-Irlandia yang menggantikan perjanjian Anglo-Irish yang dibuat pada tahun 1985.
∑
Akan diadakan pemilihan terhadap 108 anggota legislatif di Irlandia Utara berdasarkan representasi dari 18 konstituensi yang ada.
∑
Anggota legislatif ini akan memilih First Minister dan wakilnya.
∑
Dibentuknya Civic Forum sebagai representasi Civil Society yang membahas tentang persoalan social, ekonomi, dan kebudayaan.
∑
Dibentuknya British-Irish Council untuk membahas Irlandia Utara, Skotlandia & Wales, Isle of Man & Channel Island, untuk membahas jalur transportasi, agrikultur, lingkungan, budaya, kesehatan & pendidikan.
∑
Masuknya European Convention on Human Rights ke dalam hukum di Irlandia Utara melalui The Bill of Rights.
∑
Dibentuknya komisi yang menangani Hak Asasi Manusia di Irlandia Utara & Republik Irlandia yang akan saling bekerjasama.
∑
Dibentuknya Equality Commission
yang akan menggantikan Fair
Employment Commission, Equal Opportunity Commission, Racial Equality & Disability Council di Irlandia Utara. ∑
Adanya pengakuan bahasa asli Irlandia Utara, Ulster Scots dan bahasa lainnya oleh pemerintah Inggris.
∑
Dibentuknya New Economic Development Strategy khusus untuk Irlandia Utara.
∑
Dibentuknya Independent Commission yang berguna untuk memberikan saran kepada polisi agar bertindak tanpa melanggar HAM.
∑
Adanya pelepasan tahanan yang berafiliasi ke dalam kelompok tertentu & reintegrasi tahanan tersebut ke dalam masyarakat. 4
∑
Pemerintah Inggris akan berperan untuk mengurangi pasukan keamanan di Irlandia Utara dan mengembalikan kondisi Irlandia Utara seperti sebelum konflik terjadi.
Perjanjian The Good Friday boleh disebut sebagai puncak dari proses penciptaan perdamaian di Irlandia Utara. Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan besar adalah, apakah yang harus dilakukan oleh pemerintahan bersama yang dibentuk, untuk menciptakan kestabilan dan perdamaian di Irlandia Utara? Hal-hal inilah yang akan dijelaskan lebih lanjut. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, persfektif liberalis akan sangat membantu dalam menjelaskannya. Dalam persfektif liberalis, ahli-ahli liberalisme percaya bahwa manusia itu sebenarnya baik, sehingga kerjasama itu sangat dimungkinkan, dan kemudian dibutuhkan.9 Proses penciptaan perdamaian di Irlandia Utara dapat dijelaskan dengan menggunakan persfektif ini. Proses tersebut tentu akan sangat membutuhkan komitmen yang kuat, atau dapat disebut sebagai niat baik untuk menciptakan perdamaian secara bersama-sama. Atau dengan kata lain, kerjasama menjadi kunci utama dalam proses penciptaan perdamaian ini. Menciptakan Pemerintahan yang Seimbang Pasca penandatangan perjanjian tersebut, terdapat beberapa kesepakatan yang kemudian ditandatangani. Yang pertama adalah tentang pembagian porsi yang seimbang dalam pemerintahan Irlandia Utara. Menurut The Good Will Agreement, parlemen di Irlandia Utara akan memiliki 108 anggota yang terdiri dari 18 konstituen yang ada10. Sehingga, baik itu masyarakat Katolik ataupun Protestan akan merasa terwakili kedudukanya di dalam pemerintahan. Sehingga tidak ada kecemburuan kelompok tertentu di dalam masyarakat Irlandia Utara. Pemerintahan bersama ini sangat membantu proses perdamaian di Irlandia Utara, karena akan mengurangi kekhawatiran kedua kelompok. Kelompok Nasionalis sekarang tidak khawatir lagi akan adanya ketidakadilan di dalam pembuatan kebijakan, dimana sebelum perjanjian ini, mereka merasa diperlakukan tidak adil 9
Robert Jackson dan George Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006) 10 http://www.wesleyjohnston.com, diakses pada 19 November, pukul 18:42 WIB.
5
karena anggota perlemen kebanyakan diisi oleh kaum Unisionis. Begitu juga dengan kaum unisionis, yang awalnya takut akan terpinggirkan jika Irlandia Utara bergabung dengan Republik Irlandia dan mereka kemudian menjadi minoritas yang kepentingannya akan kurang didengar oleh pemerintah. Bisa masuk ke dalam pemerintahan merupakan sebuah sarana baru dalam memperjuangkan kepentingan masing-masing kelompok. Organisasi seperti Sinn Fein pasca perjanjian memasuki pemerintahan melalui perlemen. Begitu juga dengan organisasi dari kaum Unisionis. Ini menjadikan pengalihan pertempuran antara kedua kelompok tersebut, yang awalnya pertempuran bersenjata sekarang menjadi pertempuran politik. Jelas pertempuran politik di dalam pemerintahan lebih baik ketimbang pertempuran secara fisik, yang mencegah terjadinya kembali konflik sebelum perjanjian The Good Friday. Berbicara tentang pemerintahan bersama, terdapat sebuah aspek penting yang harus diperhatikan, yaitu independensi. Selama ini, proses pemerintahan yang ada di Irlandia Utara tidak lepas dari intervensi pihak-pihak luar seperti pemerintah Inggris dan pemerintah Republik Irlandia. Seperti yang telah dijelaskan di atas, sempat terdapat intervensi baik dari pemerintah Inggris maupun Republik Irlandia. Inggris mendukung kelompok Unisionis dan Republik Irlandia mendukung Sinn Féin. Hal seperti ini sudah dihindari, seperti yang tercantum dalam perjanjian The Good Friday. Pemerintah Republik Irlandia sudah dibatasi dengan tidak lagi mengklaim Irlandia Utara sebagai bagian teritorialnya, namun boleh mengklaim masyarakat di dalamnya sebagai etnis Irlandia. Begitu juga pemerintahan Inggris yang keterlibatannya dikurangi dan lebih menyerahkan kepada pemerintahan koalisi yang dibentuk berkat perjanjian The Good Friday. Penghentian Konflik Secara Menyeluruh Selain membentuk pemerintahan yang seimbang, usaha menciptakan perdamaian diikuti dengan usaha keras untuk menghentikan konflik secara menyeluruh. Maksudnya, upaya penciptaan perdamaian yang ada dilakukan sampai ke akarakarnya. Masyarakat di sini memegang peranan penting dalam terciptanya perdamaian selama ini, karena mereka-lah yang berada pada akar konflik sebelumnya.
6
Elemen masyarakat Protestan dan Katolik sudah menghentikan permusuhan yang ada pasca perjanjian The Good Friday. Ini dilakukan karena sudah tidak adanya kecemburuan
antara
kelompok-kelompok
tersebut,
mengingat
komposisi
pemerintahan baru yang komposisinya seimbang. Juga dibantu oleh elemen-elemen lain yang mengawasi kesamaan hak-hak antar kelompok seperti Equality Commission. Dalam masyarakat pemeliharaan perdamaian ini dilihat dengan berkurangnya aksi-aksi yang menunjukkan fanatisme berlebihan terhadap komunitas sendiri dan aksi permusuhan terhadap komunitas yang lain.
Penciptaan Regulasi Keamanan Baru Perjanjian The Good Friday menyoroti tentang perubahan di dalam elemen keamanan sebuah Irlandia Utara, yakni kepolisian. Kepolisian pasca perjanjian ini diawasi oleh Independent Commission untuk menjaga bahwa kepolisian tetap menjunjung HAM dalam menjaga perdamaian di Irlandia Utara. Tindakan kepolisian untuk menjunjung HAM merupakan faktor yang penting dalam menghilangkan percikan konflik antar kelompok di Irlandia Utara. Selain itu, kepolisian juga merupakan institusi yang mewakili seluruh komunitas yang ada di Irlandia Utara. Untuk itu komposisi di dalam kepolisian Irlandia Utara itu sendiri dirubah, dimana anggotanya 50% anggotanya berasal dari kaum Protestan, sedangkan 50% lagi dari Katolik11. Meski dalam prakteknya Protestan 67,36% sedangkan Katolik 30,41%12. Komposisi ini digunakan untuk menjalankan nilai kesetaraan antar kelompok-kelompok yang ada di Irlandia Utara, sehingga kepolisian merupakan institusi yang netral. Logo Kepolisian Irlandia Utara juga dirubah untuk memberikan kesan sebagai perwakilan masyarakat Irlandia Utara. Bendera persatuan Inggris dihilangkan di bangunan polisi. Untuk menggantikannya dibuatlah bendera baru yang dihiasi latar belakang berwarna hijau.13
11
Democratic Progress Institute, The Good Friday Agreement- an Overview (London: Democratic Progress Institute, 2013) hlm. 42 12 Ibid. hlm. 43. 13 Ibid.
7
Penciptaan keamanan juga ditempuh dengan mengurangi ketegangan antar kelompok-kelompok yang ada. Hal ini terutama kelompok sayap-sayap militan dari sebuah organisasi yang ada, seperti Protestant Orange Order, Republiken, Combined Loyalist Military Command dan yang lainnya. Dalam perjanjian The Good Friday, kelompok-kelompok yang ada harus membubarkan dan melucuti sayap-sayap militan mereka. Untuk menciptakan rasa percaya antar pihak, pemerintah inggris yang dianggap sebagai pembela kaum Unionis setelah perjanjian The Good Friday juga perlahan menarik pasukan keamanan mereka dari Irlandia Utara. Selain itu, tahanantahanan terkait kelompok-kelompok ini juga dikembalikan ke dalam masyarakat melalui proses reintegrasi. Peran Serta Uni Eropa dan Aktor-aktor Non-Negara Selain langkah-langkah di atas, proses perwujudan perdamaian di Irlandia Utara juga didukung peran serta pihak eksternal, baik aktor negara, maupun aktor non-negara. Seperti yang telah dijelaskan dalam persfektif Liberalis, bahwa kerjasama dalam hal apapun akan membantu menyelesaikan masalah. Salah satu pihak yang sangat penting untuk ikut serta adalah Uni Eropa. Perlu diketahui bahwa dua aktor lain yang ikut serta dalam pertikaian ini, yaitu Inggris dan Republik Irlandia adalah anggota Uni Eropa. Untuk itu, Uni Eropa ikut serta dalam proses penciptaan perdamaian ini.
Penutup Pertikaian di Irlandia Utara memanglah rumit dan tidak mudah untuk diselesaikan. Konflik yang telah mengakar beratus-ratus tahun lamanya membuat perselisihan antara masyarakat Protestan dan Katholik seolah-olah menjadi sesuatu yang tidak mungkin dapat selesai. Akan tetapi, langkah-langkah dalam upaya mencapai perdamaian terus dilakukan. Kegagalan demi kegagalan tidak seharusnya menjadi alasan untuk menghentikan upaya-upaya menuju perdamaian. Terbukti ketika perjanjian The Good Friday ditandatangani, dan membuka lembaran baru dalam proses penciptaan perdamaian.
8
Penandatanganan perjanjian The Good Friday memang tak serta merta mengakhiri perselisihan dan masalah antar etnis di Irlandia Utara. Masih banyak hal yang harus dilakukan, agar perdamaian dalam arti sesungguhnya dapat tercipta dan bertahan. Langkah-langkah seperti pembentukan pemerintahan bersama yang seimbang, penghentian konflik secara menyeluruh, penciptaan regulasi keamanan yang ketat, langkah-langkah pendukung pada masyarakat, dan peran serta Uni Eropa dan Aktor-aktor Non-Negara, haruslah dimulai dengan iktikad baik dan komitmen kuat dari semua pihak. Jika langkah-langkah tersebut dapat dilakukan secara berkesinambungan, tentu perdamaian yang permanen dapat tercipta.
9
DAFTAR PUSTAKA Buku: Democratic Progress Institute, The Good Friday Agreement-an Overview, Democratic Progress Institute, London, 2013. Harris , Peter dan Ben Reilly., Demokrasi dan Konflik yang Mengakar, IDEA, Yogyakarta, 2000 Jackson, Robert dan George Sorensen., Pengantar Studi Hubungan Internasional, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006 Stedilly, Alaina, An Unstable Peace: The Northern Irish Question, Creighton University 2006. Jurnal: Dunn, Seamus & Nolan, Jacquelin, August 1998, “Conflict in Northern Ireland after the Good Friday agreement”, Fordham International Law Journal, Volume 22 Issue 4 Website: http://www.cain.ulst.ac.uk/events/peace/darby03.htm, diakses pada 11 September 2014, pukul 09.53 http://www.cain.ulst.ac.uk/events/peace/pp9899.htm.mht, diakses pada 17 September 2014, pukul 11.07 WIB http://www.mail-archive.com/ppiindia/yahoogroups.com/msg29238.html.mht, diakses pada 22 September 2014, Pukul 19.22 WIB http://english.ntdtv.com/ntdtv_en/ns_europe/2010-01-26/470335721399.html, diakses pada 24 September 2014, pukul 12.10 WIB http://news.bbc.co.uk/2/hi/uk_news/northern_ireland/528897.stm, diakses pada 25 September 2014, pukul 14.10 WIB http://www.csmonitor.com/World/Europe/2010/0129/Northern-Irelandpowersharing-dispute-threatens-to-freeze-peace-process, diakses pada 22 September 2014, pukul 11.45 WIB http://www.wesleyjohnston.com, diakses pada 19 November, pukul 18:42 WIB.
10