Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia Volume 5, Nomor 1, April 2006
Sri Mawarti
Diterbitkan Oleh: Jurusan Pendidikan Olahraga Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta
UPAYA MENUMBUH-KEMBANGKAN MINAT GEMAR BEROLAHRAGA PADA KELOMPOK USIA REMAJA
Sri Mawarti Universitas Negeri Yogyakarta
Abstract This paper intends to reveal the effort to grow teenager interest on sport. We include junior high school student as the teen age, a transition age. At this age level, they hunger to search for self-identity. At this point, the interest on sport not all of it came from internal interest, thus requiring a way to grow their interest. Sport that gives fun, joy, and unity can be use as a weapon to encourage teens to do sport activities. Body contact sports can be use as a channel in search for identity. These sport give a prestige when the teen capable acquired a satisfactory achievement, thus this sport can be use as a model to encourage sport activities especially to boys. Keyword: Interest, sports, Teenage.
PENDAHULUAN Gerak merupakan kebutuhan dasar pada setiap makluk hidup. Corbin (1980:14) mengungkapkan “It plays an important role in every facet of human development”. Jadi bermain merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam rangka pertumbuhan. Model olahraga permainan merupakan salah satu model yang paling disukai oleh remaja khususnya usia SLTP. Hal ini sesuai dengan teori fase perkembangan motorik seperti yang diungkap oleh David L (1982:2) bahwa pada umur 7 – 14 tahun merupakan fase pertumbuhan gerak yang telah mengaitkan dengan aktivitas olahraga (sport related movement phase). Dan pada usia SLTP aktivitas olahraga dapat dijadikan sebagai salah satu kebanggaan apabila sampai dapat meraih prestasi. Secara tidak langsung prestasi akan mendukung pencapaian identitas diri. Berawal dari teori pertumbuhan inilah minat berolahraga dapat ditanamkan kepada anak didik. Anak yang berusia sekolah menengah (SLTP) berdasarkan pada tahap perkembangan gerak telah mencapai pada tahap transisional secara umum. Hunsicker (1963) dalam
6
JPJI, Volume 5, Nomor 1, April 2006
Upaya Menumbuh-Kembangkan Minat Gemar Berolahraga Pada Kelompok Usia Remaja
Corbin (1980:15) mengatakan bahwa pada umur di atas 10 tahun ini merupakan fase potensial pengembangan kemampuan neuromuscular. Dengan demikian secara tidak langsung hal ini merupakan tantangan bagi para guru pendidikan jasmani disekolah menegah untuk dapat menumbuhkan kegemaran berolahraga pada anak didiknya. Untuk dapat mengungkap dan menggali kemampuan potensi anak tersebut kiranya diperlukan berbagai dukungan keilmuan, yang antara lain harus mengetahui karakteristik pertumbuhan anak, cara menumbuhkan minat anak untuk mau beraktivitas dan faktor yang lainnya. Apabila minat untuk beraktivitas olahraga ini telah terbangun dalam diri remaja, dan seolah-olah olahraga seperti telah menjadi menu keseharian, maka secara tidak langsung pembinaan multilateral juga telah dilaksanakan. Sports be habitually akan memiliki dampak positif diberbagai aspek, baik aspek internal (peningkatan psikomotorik dan kognitif) maupun eksternal (socioculture). Prestasi pada anak remaja dapat dijadikan sebagai prestise yang membanggakan dalam dirinya. Berdasarkan kajian tersebut maka upaya menumbuhkembangkan minat siswa sekolah menengah untuk gemar berolahraga masih perlu untuk diungkap.
MINAT Sebelum lebih jauh mengupas tentang upaya menumbuhkembangkan minat untuk berolahraga, terlebih dahulu akan di deskripsikan berbagai pendapat tentang minat. Skinner (1968:244) mengungkapkan bahwa minat merupakan motif yang menunjukkan arah perhatian individu terhadap obyek yang menarik yaitu obyek yang menyenangkan. Sementara Bimo Walgito (1981:38) mengatakan bahwa minat juga merupakan suatu keadaan dimana seseorang menaruh perhatian kepada sesuatu disertai keinginan, mempelajari atau membuktikan lebih lanjut. Minat ini akan muncul pada seseorang berawal dari dalam diri dan hal tersebut sangat disadari. Hal ini lebih ditegaskan lagi dengan definisi minat yang diungkap oleh Whiterington (1983:35) bahwa minat merupakan kesadaran seseorang terhadap suatu obyek, seseorang, soal atau situasi yang ada sangkut pautnya dengan dirinya. Selanjutnya minat harus dipandang sebagai suatu sambutan yang sadar dan kesadaran ini disusul dengan meningkatkan perhatian. Jadi seseorang yang berminat terhadap sesuatu tidak dapat dihalangi oleh orang lain, dan ia akan berusaha untuk mendapatkannya. Lebih lanjut Tuckman (1975: 408) menyatakan bahwa minat sebagai turunan pernyataan yang didasari oleh indikator-indikator keinginan untuk mencapai obyek-obyek seperti: lapangan pekerjaan, tujuan, keinginan-keinginan untuk memperoleh pengalaman yang meliputi sifat-sifat atau cirri-ciri menarik, membenci, menghindari, menjauhi terhadap suatu obyek. Minat termasuk dalam karakteristik suka atau tidak suka terhadap sesuatu obyek. Jadi minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka memilih (Hurlock,1990:114). Berdasarkan uraian pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa minat diartikan sebagai aspek psikis yang merupakan motif atau pendorong seseorang untuk bertindak atau berbuat sesuai dengan keinginan yang ada sangkut paut dengan dirinya. Semakin besar minat seseorang maka semakin besar pula perhatian seseorang terhadap suatu
JPJI, Volume 5, Nomor 1, April 2006
7
Sri Mawarti
obyek yang disukainya. Anak remaja sebetulnya belum mempunyai tempat yang jelas, sebab ia sudah tidak termasuk pada golongan anak dan tidak pula termasuk kedalam golongan usia dewasa. Remaja belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik dan psikisnya). Dilihat dari segi tersebut maka remaja masih harus menemukan tempatnya di masyarakat. Melalui pengembangan minat untuk beraktivitas olahraga, maka rasa percaya diri akan terbangun, dan apabila olahraga tersebut dapat sampai ke perolehan prestasi maka secara tidak langsung remaja tersebut akan mendapatkan jati dirinya. Untuk lebih memperjelas pengetahuan tentang minat maka akan diuraikan cirri-ciri minat pada bahasan berikut ini.
CIRI-CIRI MINAT DAN HUBUNGAN MINAT DENGAN OLAHARAGA Pada semua tingkatan umur, minat memegang peranan yang penting dalam kehidupan seseorang dan mempunyai dampak yang besar dalam perilaku dan sikap. Pada umur remaja merupakan tahapan untuk mencari identitas diri. Dengan demikian ada kecenderungan dari individu untuk meraih sesuatu melalui berbagai cara yang antara lain melalui aktivitas fisik atau berolahraga. Terdapat beberapa ciri minat pada remaja. Hurlock (1990:115) membagi ciri minat tersebut kedalam tujuh point yaitu: (1) Minat tumbuh bersamaan dengan perkembangan fisik dan mental. Minat ini akan berubah dan berkembang sesuai dengan terjadinya maturasi pertumbuhan fisik dan mental anak yang bersangkutan. Semakin matang mental seseorang maka akan lebih stabil dalam menghadapi segala sesuatunya, termasuk mengakomodasi minat yang datang dari dalam dirinya; (2) Minat bergantung pada kesiapan belajar. Minat akan muncul seiring dengan kesiapan yang lain; (3) Minat bergantung pada kesempatan belajar. Kesempatan untuk menerima informasi baik yang dating dari lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial sekelilingnya akan berpengaruh terhadap besar kecilnya minat. Dicontohkan bahwa remaja yang lebih suka mengurung diri dirumah, mereka tidak mendapatkan pengalaman dari luar, sehingga tidak akan tumbuh minat atau kegemaran seperti yang dilakukan oleh remaja yang lain, misalnya untuk mandi / berenang di sungai; (4) Perkembangan minat yang mungkin terbatas. Hal ini biasa terjadi pada kelompok remaja yang mengalami gangguan fisik atau cacat fisik; (5) Minat dipengaruhi oleh budaya. Faktor budaya juga berpengaruh sangat kuat terhadap tumbuhnya minat seseorang. Hal ini dapat dicontohkan seperti budaya di pulau Nias ada kebiasaan untuk lompat batu, dengan budaya ini setiap remaja berkeinginan untuk melakukan hal tersebut, karena hal tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu lambang kekuatan / keperkasaan seorang remaja. Hal serupa mungkin tidak dapat dijumpai di daerah lain yang tidak mengembangkan budaya lompat batu tersebut; (6) Minat berbobot Emosional. Dalam hal ini emosional seorang remaja akan berpengaruh terhadap minat yang ada dalam dirinya. Bila emosional remaja tersebut sangat kuat maka akan berdampak positif terhadap minat yang muncul dalam dirinya, sehingga akan tumbuh fighting spirit yang benar-benar luar biasa, tetapi akan terjadi sebaliknya apabila emosional tersebut sangat lemah, maka minatpun juga akan lemah pula; (7) Minat itu egoisentris. Pada masa anak-anak hal ini dapat dilihat secara jelas bahwa minat itu berpusat pada dirinya sendiri. Mereka akan berupaya dengan berbagai
8
JPJI, Volume 5, Nomor 1, April 2006
Upaya Menumbuh-Kembangkan Minat Gemar Berolahraga Pada Kelompok Usia Remaja
jalan untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Pada remaja minat untuk berprestasi melalui olahraga merupakan salah satu aktualisasi egoisentris yang ada dalam dirinya, sehingga olahraga merupakan langkah penting dalam memperoleh kedudukan yang menguntungkan dimasa mendatang. Minat ini dapat digali dan ditumbuhkembangkan. Menurut Hurlock (1990:118-119) bahwa minat tumbuh dari tiga jenis pengalaman belajar, yaitu: Pertama, belajar bermain cobaralat. Apabila hal ini diterapkan dalam kegiatan olahraga, misalnya bermain sepak bola, maka bimbingan dan arahan dapat mengembangkan minat terhadap kegiatan sepak bola; Kedua, belajar melalui identifikasi dengan orang yang dicintai dan dikagumi; dan ketiga, minat mungkin berkembang melalui bimbingan dan pengarahan seseorang yang mahir menilai kemampuan anak. Metode belajar seperti ini memperhitungkan kemampuan anak, sehingga model ini dimungkinkan akan lebih menumbuhkan minat pada anak tersebut daripada cara belajar coba-ralat dan identifikasi. Namun demikian model untuk menumbuhkan minat pada anak dapat dilakukan dengan berbagai macam cara dengan selalu melihat perspektif kemampuan talentanya.
FAKTOR YANG BERPERAN DALAM MENUMBUHKAN MINAT Faktor keluarga Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam tahap-tahap perkembangan anak. Syamsudin (1990:7) mengatakan bahwa keluarga sangat menentukan terhadap perkembangan individu dimasa yang akan datang dan merupakan tempat untuk menanamkan dasar-dasar kepribadian. Keluarga menurut Hurlock (1990:200) merupakan bagian paling penting dari jaringan anak, sebab anggota keluarga merupakan lingkungan pertama anak dan yang paling penting selama tahun-tahun formatif awal. Berdasarkan definisi di atas, selaras dengan fenomena kenyataan yang ada di lingkungan sekeliling kita. Berdasarkan pengamatan penulis, dapat dicontohkan bila kedua orang tua atau salah satu dari mereka ada yang jadi olahragawan atau gemar berolahraga maka mereka berharap paling tidak anak-anaknya ada pula yang gemar berolahraga. Hal seperti ini banyak dijumpai di lingkungan keluarga Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta. Hal tersebut terjadi dimungkinkan dari pihak orang tua memiliki berbagai pertimbangan dan konseptual yang mendasar dari berbagai aspek yang ada. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keluarga memiliki peran yang sangat besar dalam turut menumbuhkan minat untuk berolahraga kepada anak-anakya. Jadi keluarga yang harmonis sangat dibutuhkan sebagai wahana dalam perkembangan anak. Apabila dijumpai anak remaja sudah tidak tahu sopan santun dan tata krama, maka dapat dirunut kebelakang tentang bagaimana kondisi keharmonisan dan kasih saying dari keluarga yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Hurlock (1990:202) bahwa faktor lain yang mempengaruhi perkembangan anak adalah hubungan keluarga itu sendiri. Bila keluarga sudah tidak harmonis lagi, dan tidak ada kasih sayang, maka senmua hal di atas tidak akan dapat dicapai.
JPJI, Volume 5, Nomor 1, April 2006
9
Sri Mawarti
Faktor lingkungan Lingkungan yang dimaksud disini adalah lingkungan sosial. Lingkungan ini selalu kontak langsung dengan kehidupan keseharian dengan anak tersebut, misalnya lingkungan bermain dengan teman disekolah, dengan teman dikampungnya, dan pergaulan yang lain. Lingkungan dapat memiliki fungsi dua arah yaitu sebagai pemacu tumbuhkembangnya minat untuk berolahraga, dan sebagai pengacau minat untuk berolahraga. Dikatakan pemacu apabila pada lingkungan tersebut banyak anak-anak yang sudah mengikuti latihan olahraga, sehingga pada saat bermain mereka selalu bercerita tentang olahraga yang diikutinya. Hal ini secara tidak langsung juga akan menumbuhkan minat remaja yang lain untuk gemar berolahraga. Fase perkembangan pada tahap remaja masih suka untuk berkelompok dengan teman yang disukainya. Hal ini akan bertolak belakang dengan lingkungan yang awalnya sudah tidak kondusif. Bila teman sebaya banyak yang putus sekolah, suka mabuk dan aktivitas yang kurang bermanfaat, maka lingkungan yang semacam ini dapat menjadikan pengacau terhadap anak yang berminat untuk berolahraga. Olahraga dapat dijadikan identitas bagi dirinya apabila dapat sampai meraih prestasi, karena fase perkembangan pada remaja salah satunya ingin mencari identitas diri. Disisi lain, faktor-faktor yang mempengaruhi minat menurut Crow and Crow (1975:169) terdapat tiga hal penting, yaitu: (1) faktor kebutuhan dari dalam diri, kebutuhan ini dapat berupa kebutuhan yang berkaitan dengan jasmani dan kejiwaan yaitu faktor yang berhubungan erat dengan kebutuhan fisik, merangsang individu untuk mempertahankan diri dari berbagai hal; (2) Faktor motif sosial, merupakan faktor yang dapat membangkitkan minat melakukan aktivitas–aktivitas demi kebutuhan social; (3) Faktor emosional, yaitu faktor emosi perasaan yang erat hubungannya dengan obyek tertentu. Suatu aktivitas yang berhubungan dengan obyek tertentu kemudian dapat menimbulkan rasa senang atau puas.
Karakteristik Remaja Siswa Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SLTP) rata-rata berusia 12-15 tahun. Pada usia ini tergolong bukan usia anak-anak lagi, dan usia ini memasuki usia remaja. Masa remaja sebagai masa peralihan. Peralihan memiliki makna kontinyuitas dalam tumbuhkembang. Artinya sesuatu yang terjadi pada tahap anak akan terus berkembang dimasa berikutnya. Masa remaja sebagai masa perubahan, masa remaja kadang dijuluki masa bermasalah, sebab masa remaja adalah waktunya untuk menunjukkan identitas diri. Hurlock (1990:206) mengungkapkan bahwa secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya pada masalah hak dalam masyarakat mempunyai banyak aspek afektif dan aspek intelektual. Pada masa ini perkembangan fisiknya sangat cepat dan penting untuk disertai dengan perkembangan mental. Cepatnya perkembangan ini menimbulkan perlunya adaptasi mental dan sikap, nilai, dan minat baru. Sikap dan nilai-nilai sportivitas dalam aktivtas olahraga sangat relevan untuk ditumbuhkembangkan pada umur remaja seperti ini. Sehingga olahraga
10
JPJI, Volume 5, Nomor 1, April 2006
Upaya Menumbuh-Kembangkan Minat Gemar Berolahraga Pada Kelompok Usia Remaja
dapat berfungsi sebagai alat untuk menumbuhkan mental dan jiwa kebersamaan. Melalui olahraga diharapkan tumbuhkembangnya fisik akan selaras dengan tumbuhkembangnya psikologis yang ada.
PENTINGNYA MINAT TERHADAP PERKEMBANGAN REMAJA Minat memiliki dua sapek yang mendasar yaitu aspek kognitif, dan aspek afektif (Hurlock, 1990:116). Aspek kognitif didasarkan atas aspek yang dikembangkan anak mengenai bidang yang berkaitan dengan minat. Sebagai contoh aspek kognitif dari minat anak terhadap kegiatan olahraga. Bila mereka menganggap tempat kegiatan olahraga akan mengembangkan rasa ingin tahu dan mendapatkan kesempatan untuk bergaul dengan teman sebaya, maka mereka akan mempunyai minat yang besar bila dibandingkan dengan minat yang didasarkan atas konsep kegiatan olahraga yang menekankan peraturan baku sehingga menimbulkan rasa kegerahan atau frustasi. Konsep yang mengembangkan aspek kognitif minat didasarkan atas pengalaman pribadi dan apa yang dipelajari di rumah, di sekolah dan di masyarakat, serta berbagai jenis media masa. Dari sumber tersebut anak belajar apa saja yang akan memuaskan kebutuhan kemudian akan berkembang menjadi minat, sedangkan yang tidak memuaskan kebutuhan mereka tidak akan berkembang menjadi minat. Apabila selama mengikuti kegiatan tersebut memberikan kepuasan, maka minat mereka akan menetap. Hal ini sejalan dengan sepenggal kalimat yang biasa diucapkan oleh para kaum muda “ cinta itu datangnya dari mata turun kehati”, yang dapat diartikan bahwa tumbuhnya rasa untuk ingin menyenangi sesuatu itu awalnya dari melihat/mendengar/membaca dan lainnya terlebih dahulu. Selain aspek kognitif minat juga memiliki aspek afektif. Aspek afektif atau bobot emosional konsep yang membangun aspek kognitif minat dinyatakan dalam sikap terhadap kegiatan yang ditimbulkan minat. Aspek afektif berkembang dari pengalaman pribadi, dari sikap orang tua, guru, teman sebaya.dapat dicontohkan, apabila anak mempunyai hubungan yang menyenangkan dengan para guru, seperti guru pendidikan jasmani, biasanya anak akan mengembangkan sikap positif terhadap kegiatan pendidikan jasmani. Karena pengalaman tersebut menyenangkan, maka minat mereka terhadap kegiatan pendidikan jasmani akan diperkuat.
MODEL PENGEMBANGAN MINAT OLAHRAGA PADA REMAJA The purpose of children’s sports we can be much more effective in designing youth sport programs to meet these goals. The foregoing is true whether the inten is to plan a program just for “FUN” or to design program for meeting more elaborate goals such as spormanship, physical fitness, etc (Corbin, 1980: 259). Jadi yang lebih penting untuk menumbuhkan minat berolahraga pada remaja dapat dengan berbagai model aktivitas fisik (baik berupa olahraga permainan maupun kompetisi) tetapi yang lebih penting aktivitas tersebut bersifat menyenangkan dan memiliki nilai manfaat ganda. Corbin, (1980: 228) juga mengatakan bahwa several studies seem to indicate that as boys’ progress from adolescence is increase as a function of atletic ability. Boys who became JPJI, Volume 5, Nomor 1, April 2006
11
Sri Mawarti
captains of this team will more accept and who became leader are those who tend to carry impulse into action. Remaja yang memiliki jati diri akan selalu menampakkan identitas pada komunitas disekelilingnya. Berawal dari pengalaman yang diperoleh dalam olahraga tim, menjadi seorang kapten tim merupakan suatu kebanggaan dan identitas diri, dimana hal tersebut merupakan pacu untuk lebih “getol” berolahraga. Lebih ditegaskan lagi oleh Herkowitz (1980: 226) bahwa peran aktivitas fisik termasuk didalamnya berupa games, dan olahraga lainnya memiliki potensi dalam pengembangan individu. Aktivitas fisik yang biasanya dapat menimbulkan kesenangan pada remaja antara lain dengan bentuk permainan, dan olahraga kompetisi. Olahraga dengan dominasi bermain secara tidak langsung memiliki manfaat ganda. Manfaat tersebut antara lain; mendapatkan kegembiraan, kebugaran fisik dan fisiologis, terbentuknya rasa kebersamaan dan lainnya. Dengan melihat banyaknya manfaat yang dapat dipetik dan kontraproduktif dengan perkembangan fisik dan fisiologisnya, maka olahraga bentuk permainan dapat digunakan sebagai model untuk menumbuhkan minat berolahraga para diri remaja. Lebih lanjut Corbin (1980: 278) mengatakan bahwa masa remaja adalah waktu yang paling baik untuk berpartisipasi aktif dalam olahraga. Waktu, perhatian dan motivasi sangat diperlukan dalam hal tersebut. Seiring dengan tahap perkembangan remaja, yang salah satu cirinya adalah untuk mencari identitas /jati diri, maka olahraga body contact dapat digunakan sebagai alternatif menumbuhkan minat remaja. Dengan mengikuti olahraga body contact diharapkan dapat dipetik manfaat yang antara lain, melalui olahraga ini dapat ditumbuhkembangkan mental tanding yang baik dan jiwa sportivitas. Apabila remaja tersebut mampu berprestasi dalam event body contact tersebut maka rasa percaya diri mulai terbangun didalam sanubarinya. Rasa percaya diri dibutuhkan untuk mengawali segala sesuatu aktivitas. Apabila rasa percaya diri belum didapatkan maka remaja tersebut hanya akan berdiri disudut kebimbangan dan kecanggungan. Hal yang perlu ditingkatkan pada diri remaja berkaitan dengan model pengembangan minat untuk berolahraga antara lain dengan memberikan wacana/gambaran bahwa olahraga tersebut mempunyai manfaat yang sangat luas dan kompleks. Selain hal tersebut remaja tersebut perlu dibawa masuk ke lingkungan para olahragawan, sehingga diharapkan motivasi eksternal tersebut dapat memicu munculnya motivasi internal.
KESIMPULAN Play is the most important thing to develop the children and adult. Kalimat tersebut menunjukkan bahwa bermain dapat digunakan sebagai salah satu alternatif dalam rangka menumbuhkembangkan minat berolahraga para remaja. Dengan mengetahui tahapan perkembangan anak dan remaja, maka upaya menumbuhkembangkan minat berolahraga dapat dilakukan dengan berbagai cara, yang salah satunya perlu bantuan dari orang yang benar-benar mengerti bagaimana menumbuhkan minat dengan berdasar pada potensi talenta yang dimilikinya. Model yang dapat digunakan untuk menumbuhkan minart berolahraga para remaja, disamping olahraga permainan, olahraga body contact juga dapat digunakan sebagai alternatif pengembangan terutama pada remaja laki-laki.
12
JPJI, Volume 5, Nomor 1, April 2006
Upaya Menumbuh-Kembangkan Minat Gemar Berolahraga Pada Kelompok Usia Remaja
DAFTAR PUSTAKA Walgito, Bimo. (1981). Psikologi Umum. Yogyakarta:Penka Fakultas Psikologi UGM Corbin CB. (1980). A Text Book of Motor Development. Lowa: Wmc. Brown Company Publisher Dubuque. Crow and Crow. (1973). an Outline of General Psychology. Newyork: Lithe Field Adam and co. David L, Gallahue. (1982). Understanding Motor Development in Children. Indiana University. Hurlock. (1990). Perkembangan Anak Jilid 2. Alih Bahasa: dr.Med Meitasari Tjandrarasa. Jakarta: Penerbit Erlangga. Herkowitz. (1980). Social-psychological Correlates to Motor Development. Lowa: Wmc. Brown Company Publisher Dubuque. Malina RM. (1980). Adolescent, Growth, Maturity and Development. Lowa: Wmc. Brown Company Publisher Dubuque. Syamsudin. (1990). Iklim Keluarga dalam Hubungan dengan Perilaku Salah Asuhan. Laporan Penelitian.Yogyakarta : FIP IKIP Yogyakarta. Skinner B.(1968). The Techonolgy of Teaching. New York: Appleton Century Crofts. Tuckman, Bruce W. (1975). Measuring Interest, Attitude and Personality Orientation.San Fransisco: Harcourt Broce Jovanovich, Inc. Whiterington. (1983). Psikologi Pendidikan. Terjemahan Buchori. Jakarta: CV. Gramedia.
JPJI, Volume 5, Nomor 1, April 2006
13